Antiproliferation cancer cells and characterization nanocapsule extracts of noni (Morinda citrifolia l)

ANTIPROLIFERASI SEL KANKER DAN KARAKTERISASI
NANOKAPSUL EKSTRAK MENGKUDU
(Morinda citrifolia L)

ELVITA CITRAWANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
ELVITA CITRAWANI. Antiproliferasi sel kanker dan karakterisasi nanokapsul
ekstrak mengkudu (morinda citrifolia l). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan
BAMBANG PONTJO.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa sebanyak
7.6 juta orang meninggal akibat kanker. Mengkudu merupakan salah satu
tumbuhan herbal yang banyak dijumpai yang bisa mengobati kanker akan tetapi
pemanfaatannya belum efisien. Nanokapsulasi dari kitosan merupakan salah satu
alternatif peningkatkan efisiensi pemanfaatan ekstrak mengkudu. Ekstrak

mengkudu didapat dengan metode maserasi dengan pelarut air. Nanokapsulasi
ekstrak mengkudu dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan magnetic
stirrer (pengaduk magnetik) dengan kecepatan 1500 rpm
lalu hasilnya
dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR), Particle Size
Analyzer (PSA), dan X-ray Difraction (XRD). Hasil yang diperoleh berdasarkan
analisis FTIR adalah terdapat gugus kitosan dan ekstrak mengkudu dalam
nanokapsul. Hasil uji PSA menunjukkan ukuran nanokapsul sebesar 192.03 nm.
Hasil uji XRD menunjukkan bahwa nanokapsul ekstrak mengkudu memiliki
kristalinitas 34.83%. Sitotoksitas (uji potensi hayati) nanokapsul adalah 1.843
ppm. Nanokapsul lalu diuji menggunakan enzim pencernaan, hasil yang didapat
menunjukkan bahwa nanokapsul terhidrolisis pada menit ke sembilan.
Nanokapsul ekstrak mengkudu diuji menggunakan sel kanker paru-paru (A549),
didapatkan hasil konsentrasi 0.5 ppm dapat menghambat proliferasi sel kanker
secara signifikan sebesar 4.38%.
Kata kunci: Karakterisasi, Nanokapsulasi, Proliferasi dan Sitotoksitas

ABSTRACT
ELVITA CITRAWANI. Antiproliferation cancer cells and characterization
nanocapsule extracts of noni (Morinda citrifolia l). Under the direction of MARIA

BINTANG and BAMBANG PONTJO.
The World Health Organization states that in 2008 more than 7.6 million
new death of cancer. Noni is one of the many herbs found that can will cure
cancer, but its use has not been efficiently. Nanocapsulation of chitosan is one
alternative to improve efficiency of utilization of noni extract. Noni extract was
obtained by maceration method with water as solvent. Nanocapsule of noni
extract was made using ionic gelation method by magnetic stirrer with speed of
1500 rpm and the results were characterized by Fourier Transform Infrared
(FTIR), Particle Size Analyzer (PSA), and X-ray Difraction (XRD). Results
obtained in the analysis of FTIR showed that nanocapsule extract contained
clusters chitosan and noni extract in nanocapsule. PSA test showed that
nanocapsule size was 192.03 nm. XRD test showed that nanocapsule noni extract
has a crystalinity of 34.83%. Cytotoxicity (biological potency) nanocapsule was
1.843 ppm. Nanocapsule also tested using digestion enzyme and the results
obtained showed that nanocapsule hydrolyzed at nine minutes. Nanocapsule was
then tested using lung cancer cells. Results obtained showed that at concentration
of 0.5 ppm nanocapsule can inhibit cancer cell proliferation in 4.38%.
Keyword: Characterization, Cytotoxicity, Nanocapsulation and Proliferation

ANTIPROLIFERASI SEL KANKER DAN KARAKTERISASI

NANOKAPSUL EKSTRAK MENGKUDU
(Morinda citrifolia L)

ELVITA CITRAWANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi :Antiproliferasi Sel Kanker dan Karakterisasi Nanokapsul
Ekstrak Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
Nama
: Elvita Citrawani

NIM
: G84080066

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S
Ketua

Prof. drh. Bambang Pontjo, M.S., Ph.D., APvet
Anggota

Diketahui

Dr.Ir. I Made Artika, M. App. Sc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:

PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur yang begitu besar penulis panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Kegiatan penelitian ini mulai dilaksankan sejak bulan Januari sampai
Juni 2012, bertempat di Laboratorium Penelitian Biokimia dan Patologi FKH IPB.
Tema yang dipilih sebagai penelitian adalah Antiproliferasi Sel Kanker dan
Karakterisasi Nanokapsul Ekstrak Mengkudu (Morinda citrifolia L).
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari pihakpihak yang sudah membantu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr.
drh. Maria Bintang, dan Prof. drh. Bambang Pontjo, MS selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam pengerjaan skrispsi ini.
Bapak, Mama, Adikku Evendy Pasaribu dan Ester Pasaribu yang senantiasa
memberikan doa dan semangat. Rekan-rekan tim PKMP 2012 Daniel R.S.N,
Ihsan Mentaya dan Ira Puspita. Terimakasih untuk kerjasamanya dalam PKMP
2012. DIKTI telah mendanai penelitian ini melalui pendanaan PKMP 2012. Ibu
Pipih yang memberikan masukan tentang nanokapsul terimakasih atas bimbingan
dan ilmu baru yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada keluarga dan teman-teman seperjuangan Biokimia 45 yang
telah memberikan dukungan moril dan material. Teman-teman satu kosan pondok
delima: Lenny, Ayun, Rizka, Lia, Swinda dan kak Ana terimakasih mau menjadi
tempat bersandar untuk segala kepenatan. Teman-teman KPA, KOPRAL 45 PMK
IPB beserta teman-teman terbaikku Alumni SMAN 105 JAKARTA angkatan

2005 yang selalu memberikan nasihat dan motivasinya.
Penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari berbagai pihak
sebagai bahan masukan di kemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
yang membaca serta memberikan kontribusi bagi perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Amin.

Bogor, Oktober 2012

Elvita Citrawani

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1990 dari Ayah
Marison Pasaribu dan ibu Relita br Sinaga. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 105 Jakarta dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Masuk Seleksi
(USMI) IPB. Penulis memilih departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dalam
Ecoagrifarma, Komisi Pelayanan Anak (KPA) PMK IPB, Badan Eksekutif
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Generasi Inspirasi dan Himpunan

profesi biokimia CREBS (Community of Research and Education of
Biochemistry). Penulis melaksanakan praktik lapangan (PL) di Balai Lingkungan
Pertanian, Ciomas-Bogor. Penulis pernah mengikuti beberapa kompetisi ilmiah
seperti Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tahun 2012, National Life Science
Competition (NALCO) di ITB, PIM IPB 2012 dan 2nd Annual Health conference
USIM-Malaysia dengan perolehan juara ketiga pada presentasi tersebut. Satu hal
yang selalu melekat di hati penulis adalah ora et labora (berdoa dan bekerja) serta
bisa bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
PENDAHULUAN ...............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
Mengkudu .......................................................................................................

Kitosan ............................................................................................................
Nanokapsulasi ..................................................................................................
Proliferasi Sel Kanker ......................................................................................
Enzim Pencernaan ............................................................................................

2
2
3
3
4
5

BAHAN DAN METODE .................................................................................... 7
Alat dan Bahan ................................................................................................ 7
Metode Penelitian............................................................................................ 7
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................
Ekstrak Mengkudu ..........................................................................................
Komponen Kimia Mengkudu..........................................................................
Bioaktivitas Ekstrak Mengkudu ......................................................................
Distribusi Ukuran Partikel..............................................................................

Gugus Fungsi Nanokapsul Ekstrak Mengkudu ...............................................
Derajat Kristalinitas Nanokapsul Ekstrak Mengkudu ....................................
Hasil Uji Enzim Pencernaan ..........................................................................
Hasil Uji Sel Kanker Secara In Vitro .............................................................

9
9
9
9
10
10
12
12
13

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 15
Simpulan ........................................................................................................ 15
Saran ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15
LAMPIRAN ......................................................................................................... 18


DAFTAR TABEL
Halaman
1

Hasil Uji Fitokimia ekstrak mengkudu .......................................................

9

2

Bilangan gelombang gugus fungsi spesifik...............................................

11

3

Pertumbuhan sel kanker pada perlakuan nanokapsul ekstrak mengkudu .

14


4

Data pertumbuhan sel kanker pada perlakuan ekstrak mengkudu ............

14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Mengkudu .................................................................................................

3

2

Hasil uji PSA nanokapsul ekstrak mengkudu ...........................................

10

3

Grafik panjang gelombang .........................................................................

11

4

Kristalinitas nanokapsul ..............................................................................

10

5

Ekstrak mengkudu terhidrolisis pada menit kelima ....................................

11

6

Nanokapsul terhidrolisis pada menit kesembilan ......................................... 12

7

Kitosan terhidrolisis pada menit ketiga belas....................................... ......

11

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Skema penelitian .......................................................................................... 19

2

Pembuatan nanokapsul ekstrak mengkudu ................................................... 20

3

Perhitungan konsentrasi sampel yang akan dimasukkan dalam sel kanker .. 21

4

Grafik FTIR ................................................................................................... 22

5

Hasil uji sel kanker ....................................................................................... 23

6

Perhitungan proliferasi sel kanker ................................................................ 24

7

Ekstraksi mengkudu ..................................................................................... 26

PENDAHULUAN
Kanker adalah penyakit yang ditandai
dengan pembelahan sel yang tidak terkendali
dan kemampuan sel-sel tersebut
untuk
menyerang jaringan biologis yang lain. Ilmu
biologi dan kedokteran saat ini sudah
mengakui peran berbagai senyawa toksik di
lingkungan dalam kemunculan sel kanker
pertama pada tubuh makhluk hidup dan
perubahan se-sel tersebut menjadi tumor yang
lebih ganas, proses itu disebut karsigonesis
(Schreiber 2009).
Badan
Kesehatan
Dunia
(WHO)
menyebutkan bahwa kanker adalah penyebab
utama kematian di seluruh dunia sekitar 7.6
juta penduduk mengalami kematian akibat
kanker berdasarkan data pada tahun 2008,
setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus
penderita baru kanker dengan prediksi
peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%.
Jumlah penderita baru penyakit kanker tahun
2020 diperkirakan meningkat hampir 20 juta
penderita, 84 juta orang diantaranya akan
meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila
tidak dilakukan usaha yang memadai.
Berdasarkan data statistik Badan Kesehatan
Dunia (WHO) tahun 2012, lima jenis kanker
yang sering dialami manusia adalah kanker
paru-paru, kanker perut, kanker hati, kanker
kolorektal dan kanker payudara.
Indonesia kaya akan berbagai jenis
tumbuhan yang bermanfaat khususnya bagi
kesehatan. Masyarakat Indonesia sudah
terbiasa untuk mengkonsumsi tumbuhan obat
tersebut secara tradisional seperti jamu dan
obat herbal. Salah satu tanaman obat
mendapat perhatian besar dari masyarakat
adalah mengkudu. Mengkudu dengan nama
ilmiah (Morinda citrifolia L) mudah tumbuh
pada berbagai lahan dan iklim dengan
penyebaran dari dataran rendah hingga 1.500
meter di atas permukaan laut sehingga dapat
dibudayakan hampir di seluruh Indonesia dan
pengembangan tanaman mengkudu relatif
tidak memerlukan biaya yang besar, banyak
penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa
buah mengkudu dapat mengobati beberapa
penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker
dan tumor. Selain penyakit degeneratif
tersebut mengkudu juga dapat mengobati
tekanan darah tinggi, radang ginjal, radang
empedu, disentri, liver, cacingan, artritis, dan
sakit perut (Pohan & Antara 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Salomon pada tahun 1994 dengan 8000 orang
yang mengkonsumsi sari buah mengkudu
ternyata dapat menyembuhkan berbagai

seperti mengobati penderita kanker sebesar
67%, diabetes sebesar 83%, tekanan darah
tinggi sebesar 87%, artritis 80% dan penyakit
lainnya.
Mengkudu memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan, akan tetapi masyarakat kurang
menyukai baunya yang tidak menyenangkan.
Asam kaproat dan kaprat dalam buah
mengkudu menyebabkan bau busuk dan tajam
menyengat terutama pada buah matang.
Mengkudu yang dikonsumsi selama ini oleh
masyarakat hanya berupa jus ataupun
minuman olahan selain itu ada juga berupa
serbuk tanpa biji dan dikemas dalam kapsul
yang banyak dijual di pasar tradisional, sudah
banyak teknologi yang membuat mengkudu
menjadi bahan pangan olahan yang bisa
dinikmati oleh masyarakat, akan tetapi bau
mengkudu tidak sedap tetap saja tercium dan
membuat kandungan khasiat mengkudu
menjadi berkurang karena pengolahan
tersebut dapat mempengaruhi komponen aktif
yang terkandung dalam tanaman obat yang
akan digunakan sebagai bahan pangan
fungsional. Pengolahan buah menjadi produk
minuman penyegar sering melibatkan
perlakuan seperti pemanasan yang dapat
menyebabkan kerusakan atau perubahan
komponen aktif (Sugita 2006).
Oleh karena itu perlu diadakannya
penelitian mengenai pemanfaatan mengkudu
secara efisien serta tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap. Pada penelitian ini akan
dilakukan ekstraksi mengkudu. Kandungan
kimia yang bermanfaat pada mengkudu dapat
rusak karena peristiwa dekomposisi karena
suhu tingi sehingga dapat menurunkan
manfaat mengkudu. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mempertahankan ekstrak
mengkudu tersebut adalah nanokapsulasi
menggunakan bahan penyalut (coating agent)
untuk melindungi ekstrak mengkudu dari
pengaruh suhu, cahaya, kondisi lingkungan
dan menghilangkan bau yang tidak sedap.
Nanokapsulasi pada ekstrak mengkudu dapat
membantu penyerapan tubuh terhadap ekstrak
mengkudu yang lebih baik.
Bahan yang digunakan sebagai penyalut
adalah kitosan. Kitosan banyak terdapat dalam
kulit udang, namun kulit udang tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal dan dibuang
sehingga mencemari ligkungan. Kitosan dari
kulit udang tersebut berpotensi menjadi bahan
penyalut (coating agent), kitosan memiliki
beberapa keunggulan jika digunakan sebagai
bahan penyalut, antara lain bentuk fisiknya
dapat diubah (serpihan, manik-manik berpori,
gel, fiber, membran), biodegradasi, murah,

2

mudah penanganannya, dan non toksik (Parize
2008).
Tujuan penelitian ini adalah menguji
aktivitas antikanker nanokapsul ekstrak
mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai
salah satu anti proliferasi sel kanker. Hipotesis
dari penelitian ini adalah nanokapsul ekstrak
mengkudu dapat menghambat proliferasi sel
kanker. Manfaat dari penelitian ini yaitu
sebagai informasi tentang nanokapsul ekstrak
mengkudu dapat menghambat proliferasi sel
kanker dan meningkatkan nilai ekonomis
mengkudu dan kitosan.

TINJAUAN PUSTAKA
Mengkudu
Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
merupakan tanaman dengan latar belakang
sejarah panjang. Tanaman ini pada mulanya
merupakan tanaman asal Asia Tenggara/
Indonesia (Nelson 2006) yang dibawa ke
Kepulauan Pasifik oleh para pelaut.
Perkembangan lebih jauh tanaman ini dimulai
dari penggunaannya sebagai tanaman obat
oleh tabib Polinesia sampai tabib dari Cina
(Wang et al. 2002).
Di
Indonesia
sendiri,
penggunaan
mengkudu juga telah menjadi tradisi. Hal ini
dikarenakan sebagai tanaman asli Indonesia
(Nelson 2006). Hampir semua bagian tanaman
mengkudu memiliki fungsi (Nelson 2006) dan
khasiat obat (Bangun & Sarwono 2002). Di
Jawa dan Thailand, daun muda mengkudu
sering digunakan sebagai sayur, sementara
daun tua mengkudu biasanya digunakan untuk
membungkus ikan sebelumnya dimasak.
Ekstrak daun dan buahnya juga digunakan
sebagai tambahan (Nelson 2006) atau jus
untuk minuman kesehatan (NCCAM 2007).
Sementara itu, penggunaan sebagai obatobatan secara tradisional meliputi: pengobatan
untuk malaria (bagian daun diseduh bersama
teh ), jaundice (batang utama, hipertensi
(ekstrak daun, buah, atau kulit batang),
demam (jus buah), nyeri perut (minyak dari
buah), insektisida oles (minyak biji), TBC,
rematik (seduhan daun atau buah) (Nelson
2006). Buah mengkudu juga memiliki potensi
antidiabetes (Adnyana et al. 2004),
antitumor/imunomodulator melawan Lewis
Lung Carcinoma (Hiraizumi & Furusawa
1999), dan antioksidan (Rohman et al. 2006).
Bahkan mikroorganisme simbiotiknya, fungi
endofit, memiliki potensi anti kanker (Radu &
Kqueen 2002).

Mengkudu termasuk tumbuhan liar.
Daunnya berwarna hijau mengkilap dengan
panjang sekitar 25-30 cm dan lebar sekitar 1012 cm. Bunga berwarna putih, memanjang,
dan berbentuk seperti piala. Buahnya
berukuran sebesar telur ayam yang terdiri dari
buah buni dan kelopak yang menjadi daging.
Warna buah hijau kuning (Gambar 1). Jika
hampir masak, buah akan berbau tidak enak
seperti keju busuk (Utami 2007). Mengkudu
dikenal dengan nama latin Morinda tinctoria
atau Morinda citrifolia. dengan famili
Rubiceae, dan genus Morinda. Mengkudu
dikenal juga dengan nama pace, lengkudu,
noni, bangkudu, cangkudu dan magic plant.
Khasiat mengkudu sebagai obat maupun
tanaman kesehatan tidak lepas dari berbagai
kandungan senyawa aktif dalam tanaman
tersebut. Kandungan kimia pada mengkudu
yaitu alizarin, asperulosid, xeronin, asid
askorbik, morindin, skolopetin, karatenoid,
niasin, sitosterol, alkaloid dan flavon glikosida
(Surya 2005).
Mengkudu memiliki senyawa kimia yang
dapat mengubah fungsi sel abnormal kembali
normal. Senyawa kimia tersebut adalah
proxeronine yang dapat menyuplai xeronine
yang dibutuhkan tubuh saat ada aktivitas sel
prakanker yang abnormal. Ketika kondisi
tubuh normal, xeronine sebenarnya sudah
tertampung di dalam hati, tetapi ketika ada
aktivitas tertentu, xeronine dalam hati tidak
akan cukup untuk disuplai ke seluruh tubuh
melalui darah, dengan adanya L-arginin yang
terkandung dalam daun mengkudu oleh tubuh
akan diubah menjadi nitric oxide (NO). Nitric
oxide merupakan gas biologi yang berperan
penting bagi tubuh. Gas NO ini dapat
membantu meningkatkan kerja enzim DNAPKcs untuk melindungi sel-sel dari agen
perusak DNA penyebab kanker seperti sinarX, adriamycin, bleomycin, dan cisplantin.
Nitric oxide juga sangat efektif membantu
mekanisme perbaikan DNA, dengan demikian
NO mampu menghambat pertumbuhan kanker
dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
sel kanker ganas. Hasil penelitian menunjukan
bahwa sel-sel darah putih menggunakan gas
NO untuk membunuh serangan infeksi bakteri,
parasit dan virus. Mengkudu juga memiliki
senyawa lainnya yang bermanfaat seperti
serotin, scopletin, vitamin, anti oksidan,
mineral, protein, karbohidrat, enzim, alkaloid
kofaktor tanaman,dan fitonutrien lainnya yang
sangat aktif dalam memperbaiki fungsi sel,
menguatkan sistem tubuh dan mempercepat
regenerasi sel yang rusak (Mangan 2010).

3

Gambar 1 mengkudu (Morinda citrifolia)

tiol mampu meningkatkan penyerapan teofilin
dalam pengobatan penyakit asma. Teofilin
merupakan obat antiinflamasi yang sering
digunakan dalam pengobatan asma melalui
intranasal (penghisapan). Efek antiinflamasi
teofilin ditunjukkan dengan adanya penurunan
eosinophil dalam cairan Bronchoalveolar
lavage (BAL) hingga 20%. Penggunaan
nanopartikel kitosan sebagai pembawa tiofilin
menunjukkan penurunan eosinofil hingga
35% pada tikus (Lee et al. 2006).

Kitosan
Kitosan merupakan turunan kitin yang
tidak larut dalam air dan pelarut organik.
Tetapi larut dengan cepat dalam asam organik
encer seperti asam format, asam asetat, asam
sitrat dan asam mineral lain (Bastaman 1989).
Kitosan merupakan polimer rantai panjang
glukosamin(2-amino-2-deoksiglukosa). Untuk
dapat
menjadi
bahan
pelapis
pada
mikroenkapsulasi diperlukan kitosan dengan
kemurnian yang tinggi. Mutu kitosan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu
kadar air, kadar abu, kelarutan, derajat
deastilasi, viskositas dan bobot molekul.
Kadar abu merupakan parameter yang penting
untuk menentukan mutu kitosan. Kadar abu
menunjukkan banyaknya kandungan mineral
yang masih tersisa dalam suatu bahan. Tingkat
kemurnian kitosan semakin tinggi dengan
semakin rendahnya kadar abu kitosan. Kadar
abu dianggap sebagai ukuran keberhasilan
proses demineralisasi.
Aplikasi penggunaan kitosan telah
dilakukan dalam berbagai bidang, diantaranya
pertanian, pengolahan air, industri pangan,
industri kosmetika, farmasi, kedokteran,
industri aneka (seperti industri cat dan tekstil),
bioteknologi, dan sektor industri lainnya.
Dalam bidang makanan, kitosan berfungsi
sebagai bahan pembentuk gel, pembentuk
tekstur dan pelembut ( Winarno & Fernandez
2010). Pada bidang kesehatan dan farmasi,
kitosan dapat digunakan sebagai diet serat dan
obat penurunan kandungan kolesterol di
dalam darah (Hennen 1996). Selain itu,
kitosan yang mengandung glukosamin, dapat
dimanfaatkan dan dikonsumsi secara langsung
dalam bentuk suplemen (Alasalvar & Taylor
2002).
Kelebihan lain dari kitosan adalah dapat
dimanfaatkan dalam teknologi pengantar obat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan kitosan sebagai pengantar obat
dapat meningkatkan efisiensi obat tanpa
menimbulkan efek samping pada tubuh.
Nanopartikel kitosan yang ditambahkan gugus

Nanokapsulasi
Istilah nanoteknologi adalah ilmu dan
rekayasa dalam menciptakan material, struktur,
fungsional, maupun piranti alam skala
nanometer. Material berukuran nanometer
memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang
lebih unggul dari material berukuran besar.
Material berukuran nanometer memiliki sifat
yang kaya karena menghasilkan sifat yang
tidak dimiliki oleh material berukuran besar.
Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-ubah
dengan melalui pengontrolan ukuran material,
pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi
permukaan, dan pengontrolan interaksi antar
partikel (Astuti 2007).
Nanokapsul adalah dispersi atau butiran
atau partikel padat dengan kisaran ukuran 101000 nm (Mohanraj et al 2006). Keuntungan
penggunaan nanokapsul sebagai system
pengiriman obat antara lain (1) ukuran
partikel dan sifat permukaan nanokapsul
mudah dimanipulasi untuk mencapai sasaran
obat pasif dan aktif setelah administrasi
parenteral, (2) pelepasan obat terkendali
selama pengangkutan dan di tempat lokalisasi,
(3) lokasi target spesifik dapat dicapai
menggunakan ligan target ke permukaan
partikel, serta (4) pelepasan dan sifat
penguraian partikel dengan mudah diatur oleh
pilihan penyusunan matriks (Mohanraj et al
2006).
Nanokapsul memiliki luas permukaan
yang lebih besar sehingga obat berada di
permukaan partikel dan pelepasan obat terjadi
dengan cepat. Nanopartikel biodegradable
memiliki keuntungan untuk pengantar obat
karena sebagai penetrasi di antara kapiler
maupun
sel
tubuh
kecil
sehingga
terakumulasinya obat pada lokasi sasaran di
dalam tubuh dan pelepasan obat pada lokasi
sasaran di dalam tubuh dan pelepasan obat
pada lokasi sasaran setelah penyuntikan dapat
berhari-hari bahkan berminggu-minggu (Harig
et al 2007).
Penggunaan nanokapsul pada pangan
dapat membantu penyerapan zat gizi yang

4

lebih baik. Nanokapsul dapat menghindari
rasa dan bau yang kurang menyenangkan dari
bahan pangan. Beberapa produk pangan
menggunakan bahan pelapis sebagai sistem
perlindungan, seperti bahan pelapis yang
digunakan pada buah-buahan, sayuran, daging,
roti, atau keju. Nanoteknologi memungkinkan
dibuatnya lapisan tipis untuk melindungi
makanan dengan ketebalan kurang dari 100
nm yang tidak terlihat oleh mata. Lapisan
melindungi dari kelembaban, menjaga rasa
dan warna makanan, serta memperpanjang
masa kadaluarsa produk pangan. Selain itu
bahan pelapisnya juga aman untuk dimakan.
Proliferasi Sel Kanker
Suatu sel kanker adalah progeni dari suatu
sel normal yang telah kehilangan mekanisme
seluler untuk mengontrol proliferasi. Hampir
semua neoplasma ganas tampaknya berasal
dari satu sel tunggal yang mengalami
transformasi maligna membentuk klonus yang
ganas. Sel kanker umumnya berproliferasi
lebih cepat daripada sel normal kecuali
leukosit atau sel mukosa usus, dengan
bertumbuhnya massa tumor, laju proliferatif
menjadi menurun. Dengan demikian, proporsi
sel yang bermitosis akan jauh lebih besar bila
hanya ada sedikit sel kanker dibandingkan
dengan massa tumor yang besar. Kenyataan
ini mungkin dapat menjelaskan resistensi
relative dari massa tumor yang besar terhadap
terapi yang bekerja melalui mekanisme
proliferasi. Sel-sel ganas cenderung kembali
ke tipe-tipe sel yang lebih primitif, yaitu
mengalami dediferensiasi. Pola pertumbuhan
jaringan dengan susunan normal menjadi
hilang dan digantikan oleh penumpukan selsel ganas secara acak. Perubahan morfologi
ini merupakan dasar diagnosis histopatologi
dan sitologi dari kanker (Seymour 2000).
Proliferasi sel ditekankan oleh pengikatan
protein DNA melalui efeknya terhadap
transkripsi gen regulator. Proliferasi berperan
dalam perkembangan tumor. Hal ini
didasarkan pada laporan yang bervariasi
dengan menggunakan metode yang berbeda
untuk aktivitas proliferasi sel termasuk hitung
mitosis dan demonstrasi marker proliferasi
secara imunohistokimia.
Aktivitas proliferasi merupakan prediktor
penting bagi sifat biologis keadaan patologis
dan sebagai pegangan terapi yang penting.
Deregulasi proliferasi sel telah merupakan
perubahan
penting
yang
menandakan
transformasi praganas. Beberapa marker
proliferasi sel telah diamati sebagai marker

prognostik berbagai penyakit seperti dysplasia
mukosa mulut dan neoplasma (Sudiono 2008).
Kanker
paru-paru
(bronchogenic
carcinoma) merupakan penyebab tertinggi
kematian di dunia, umumnya prognosisnya
buruk. Kanker paru-paru biasanya tidak dapat
diobati, pengobatan mungkin hanya jalan
pembedahan, hanya sekitar 13% dari pasien
dengan pembedahan mampu bertahan selama
lima tahun. Metastasis penyakit biasanya
timbul, dan hanya 16% pasien yang
penyakitnya dapat dilokalisasi pada saat
diagnosis, dikarenakan terjadinya metastasis,
maka penatalaksanaan medis kanker paruparu seringkali ditunjukan untuk mengatasi
gejala (paliatif) dibandingkan penyembuhan
(kuratif). Diperkirakan 85% dari kanker paruparu terjadi akibat merokok (Somatri 2007).
Penelitian ini menggunakkan sel kanker paruparu (A549) yang pengujiannya menggunakan
metode in vitro.
Kultur sel secara in vitro merupakan suatu
cara
untuk
mengembangbiakkan
atau
menumbuhkan sel di luar tubuh hewan atau
manusia. Lingkungan atau bahan makanan
untuk pertumbuhan sel secara in vitro
diusahakan menyerupai keadaan sel secara in
vivo. Oleh karena itu, diperlukan suatu media
pertumbuhan yang berisi asam-asam amino,
vitamin, mineral, garam-garam anorganik,
glukosa, dan serum. Peranan serum dalam
medium biakan sangat penting yaitu sebagai
nutrien untuk pertumbuhan sel serta fungsinya
dalam pelekatan sel. Serum memberikan
hormon-hormon penting, faktor penempel sel
ke matriks tempat sel tumbuh, protein, lipid,
serta mineral-mineral yang diperlukan
sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan
berkembang. Sel yang dikultur dapat berupa
galur sel, yaitu populasi sel yang berasal dari
suatu sumber jaringan tertentu yang
mengalami pengkulturan lebih lanjut untuk
mencapai sub kultur (Rasyid 2012).
Kultur sel dari jaringan sel kanker
diperbanyak dibawah kondisi yang sesuai
sampel sel dapat menggunakan semua substrat,
menjadi sangat padat (terlihat dekat satu sama
lain) atau mencapai konfluen. Setelah
mencapai konfluen, sel harus dipindahkan ke
dalam wadah baru dengan medium yang baru
untuk mendukung pertumbuhannya kembali,
istilah ini disebut subkultur (passage). Cell
lines adalah sel yang berasal dari kultur
primer yang telah dibiakkan secara berkala,
ditumbuh kembangkan, dipelihara dan
disimpan dalam nitrogen cair. Cell lines yang
telah disubkultur umumnya mempunyai fraksi

5

yang cukup tinggi (lebih dari 80%). Salah
satu keistimewaan dari cell lines ini adalah
bersifat abadi (immortal), sel ini masih dapat
hidup dalam kondisi media seminimal
mungkin. Cell line tertentu dapat mengalami
transformasi sehingga dapat berkembang
secara immortal seperti sel tumor, ini disebut
continous cell line. Continous cell line yang
diklon dan dikarakterisasi akan menurunkan
continous cell strain (Freshnay 2005).
Sel kultur galur dibagi dua jenis sel kanker
yaitu kultur yang melekat membentuk selapis
(monolayer) di atas substrat padat, atau
sebagai suspensi di media kultur. Kedua jenis
sel ini mempunyai sifat yang berbeda, dimana
sel suspensi tidak memerlukan bahan
pembantu untuk menempel, sebaliknya sel
selapis memerlukan bahan pembantu. Sel
suspensi biasanya dari hemopoetik, sel darah
atau sel dari tumor malignant, sedangkan sel
monolayer biasanya untuk sel-sel yang berasal
dari jaringan (Freshnay 2005).
Pengujian secara in vitro dapat digunakan
untuk menduga respon tumor terhadap suatu
bahan uji sebagai anti tumor, dan hasil
pendugaan ini akan sangat berharga karena
dapat ditemukan potensi suatu bahan uji
sebagai obat anti tumor. Pengujian suatu
komponen kimia yang memiliki aktivitas anti
tumor dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara in vivo dan in vitro, uji in vivo sangat
mahal dan membutuhkan waktu yang lama
maka dikembangkan metode pengujian secara
in vitro dengan menggunakan kultur sel
kanker. Pengujian aktivitas anti kanker secara
in vitro dapat memberikan informasi aktivitas
bahan yang diuji (Rasyid 2012).
Hipotesis mengenai efektivitas pengujian
in vitro tergantung jenis sel yang digunakan,
apabila sel yang digunakan
sel suspensi
maka efektivitasnya mendekati pengujian
secara in vivo karena sel suspensi adalah sel
yang tersuspensi dalam darah , sehingga
bahan uji yang diberikan akan mengalami
kontak langsung dengan sel tersebut apabila
diberikan secara injeksi. Jika diberikan
melalui oral, setelah melalui saluran
pencernaan akan masuk dalam pembuluh
darah, di dalam darah bahan uji langsung
dapat berinteraksi dengan sel-sel suspensi
termasuk sel kanker yang termasuk
tersuspensi dalam darah, berbeda dengan sel
jenis selapis, interaksinya bahan uji memiliki
efektivitas yang lebih rendah karena bahan uji
yang diberikan hanya kontak pada sebagian
sel saja karena sel melekat pada wadahnya.
Oleh karena itu, cara pengujian ditentukan

dengan menggunakan jenis sel suspensi
(Rasyid 2012).
Pengamatan pada penelitian ini adalah
ketidakmampuan sel berproliferasi akibat
adanya bahan uji. Pengujian aktivitas
proliferasi sel kanker dan sel normal
menggunakan pewarnaan tripan biru lalu
dihitung jumlah sel dengan hemositometer.
Sampel yang diuji terdiri kontrol negatif
(tanpa
perlakuan),
kontrol
positif
(doxorubisin) dan sampel yang diberikan
ekstrak. Doxorubisin ini merupakan obat
antikanker golongan antibiotik yang mengikat
rantai DNA sehingga DNA tidak berfungsi
sebagai template pada sintesis RNA dan
protein, dengan mekansime aksi: (1)
Berintekalasi kuat dengan DNA, sehingga
memblok sintesis DNA, RNA dan Protein: (2)
Berikatan dengan membran, sehingga
mengubah fluiditas membran dan transport
ion: (3) Menghasilkan radikal bebas
semiquinon dan radikal oksigen melalui
proses reduksi dengan enzim sitokrom P-450.
Radikal oksigen tersebut menyebabkan
kerusakan pada membran (Rasyid 2012).
Enzim Pencernaan
Enzim adalah substansi yang dihasilkan
oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai
katalisator
pada
reaksi
kimia
yang
berlangsung dalam organisme. Katalisator
adalah substansi yang mempercepat reaksi
yang
berlangsung
dalam
organisme.
Katalisator
adalah
substansi
yang
mempercepat reaksi tetapi pada akhir reaksi,
substansi tersebut tidak berubah. Semua sel
menghasilkan sejumlah besar enzim yang
berbeda-beda dan fungsi sel ditentukan oleh
enzim yang terdapat di dalamnya. Beberapa
sel melepaskan enzim yang berperan di luar
sel, sebagai contoh sel-sel di bagian
permukaan saluran pencernaan menghasilkan
enzim yang mencerna makanan (Hidayat
2005). Pemecahan makanan secara utama
berlangsung dalam mulut dan lambung
disertai atau diikuti oleh pemecahan kimiawi
nutrien-nutrien oleh katalis-katalis yang
disebut enzim-enzim pencernaan. Enzimenzim itu terlibat dalam reaksi-reaksi
hidrolisis.
Pencernaan dilakukan melalui perubahan
mekanis dan kimiawi. Secara mekanis,
makanan
dihancurkan
melalui
proses
mengunyah dan peristaltik. Proses mengunyah
memperluas permukaan makanan sehingga
enzim pencernaan dapat bekerja lebih baik.
Proses peristaltik, yaitu proses mengaduk

6

dan mendorong makanan yang dimungkinkan
oleh gerakan kontraksi dan relaksasi dinding
saluran pencernaan sehingga makanan
terdorong
ke
bawah,
menambahkan
penghancuran makanan dalam bentuk lebih
kecil dan mengaduknya dengan sekresi
pencernaan. Secara kimiawi makanan
dihancurkan oleh enzim-enzim pencernaaan.
Enzim-enzim ini dikeluarkan melalui air ludah
ke mulut, melalui cairan lambung ke dalam
lambung dan melalui cairan usus halus. Di
samping itu cairan empedu yang dikeluarkan
oleh kantong empedu membantu pencernaan
dan absorpsi di dalam sel-sel dinding usus
halus. Asam klorida di dalam lambung juga
membantu pencernaan (Almatsier 2006).
Enzim-enzim
yang
bekerja
dalam
pencernaan ada berbagai jenis. Enzim yang
bekerja dalam pengolahan pati disebut amilase,
istilah yang lebih luas bagi enzim-enzim yang
bekerja dalam pengolahan polisakarida,
oligosakarida, trisakarida dan lain-lain disebut
karbohidrase. Karbohidrat oleh enzim akan
diuraikan menjadi maltosa, laktosa, sukrosa
kemudian masing-masing dirombak meenjadi
senyawa lebih sederhana yaitu glukosa,
fruktosa dan galaktosa (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat 2009).
Enzim-enzim
yang
bekerja
dalam
pengolahan
protein
disebut
protease.
Hidrolisis protein dikenal sebagai proteolisis.
Protein oleh beberapa enzim dapat dirombak
menjadi komponen berikut, enterokinase
mengaktifkan enzim trypsinogen menjadi
trypsin, amino peptidase menguraikan ikatan
peptida
menjadi
senyawa
nitrogen,
dipeptidase menguraikan dua ikatan asam
amino menjadi asam amino tunggal dan
nukleosida menguraikan nukleotida menjadi
basa purin dan pririmidin serta pentosa.
Hidrolisis lemak-lemak netral disebut lipolisis
dengan katalis lipase. Lemak oleh enzim
lipase usus dirombak menjadi monogliserida,
gliserol dan asam lemak (Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat 2009).
Pencernaan tidak berlangsung sekaligus,
ada banyak langkah dan serangkain enzim
yang berperan serta dalam masing-masing
degradasi utama. Makanan yang masuk ke
dalam tubuh akan mengalami banyak
hidrolisis oleh berbagai enzim (Schaums
2005). Makanan yang masuk ke dalam mulut
akan dihidrolisis dengan kelenjar ludah yang
menghasilkan cairan yang tediri atas mucus
(lendir), garam-garam dan enzim pencernaan
yang memulai proses pencernaan karbohidrat.
Air ludah yang berupa mukus membasahi
makanan sehingga memudahkan proses

menelan, hingga bolus masuk esophagus.
Mukus pada umumnya menjaga agar seluruh
permukaaan saluran cerna dalam keadaan
basah sehingga memudahkan gerakan
makanan serta melindungi permukaan gigi
geligi, mulut, esofagus dan lambung dari
serangan zat-zat tajam dan berbahaya. Setelah
di mulut makanan masuk ke dalam lambung
(Almatsier 2006).
Sel-sel lambung mengeluarkan cairan yang
terdiri atas campuran air, enzim-enzim, dan
asam klorida. Asam klorida mempunyai pH
kurang lebih 2 dan berperan membuka
gulungan protein sehingga siap untuk
dicernakan, mencegah pertumbuhan bakteri
dan membunuh sebagian besar bakteri yang
masuk dengan makanan. Untuk mencegah
kerusakan sel-sel dinding lambung oleh asam
klorida dan enzim-enzim pencernaan, sel-sel
tersebut mengeluarkan mucus (lendir) yang
menutupi dinding lambung. Enzim-enzim
lambung bekerja dengan baik pada cairan
dengan pH kurang atau sama dengan 2.
Enzim-enzim ini memecah (hidrolisis) protein
separo jalan. Enzim lipase menghidrolisis
sebagian kecil lemak. Enzim-enzim cairan
ludah yang ditelan bersama bolus tidak dapat
bekerja pada cairan asam, sehingga
pencernaan karbohidrat dalam lambung boleh
berhenti. Asam klorida menghidrolisis sedikit
karbohidrat. Vitamin B12 di dalam lambung
memperoleh suatu alat angkut berupa protein,
yaitu faktor instrinsik (Almatsier 2006).
Pencernaan karbohidrat, lemak, dan
protein terutama terjadi di dalam usus halus.
Cairan pankreas mengandung enzim-enzim
yang berperan pada ketiga jenis zat energi ini.
Sel-sel yang dinding halus juga mengeluarkan
enzim pencernaan pada permukaannya, di
samping enzim-enzim, cairan pancreas
mengandung natrium bikarbonat yang bersifat
basa. Dengan demikian, cairan pankreas
menetralisir kimus yang tadinya bersifat asam,
sehingga menjadi netral atau sedikit basa.
Cairan empedu dikeluarkan oleh hati secara
terus-menerus ke dalam duodenum, untuk
kemudian dikonsentrasikan dan disimpan di
dalam kantong empedu. Cairan empedu
berperan sebagai emulsifier lemak, sehingga
menjadi suspensi lemak tersebut menjadi
komponen-komponenya (Almatsier 2006).
Selama proses pencernaan zat-zat energi
berupa karbohidrat, lemak dan protein dipecah
menjadi bentuk-bentuk dasar dan siap
diabsorpsi. Zat-zat gizi lain seperti vitamin,
mineral dan air pada umumnya tidak dipecah,
dan diabsorpsi sebagaimana adanya. Sisa-sisa
yang tidak dicernakan, seperti serat tidak

7

diasorbsi dan melewati saluran cerna dalam
bentuk semi padat. Sisa-sisa ini membantu
peristaltik usus. Serat juga menyerap air untuk
menjaga feses tidak keras. Di samping itu
serat menyerap beberapa bagian dari makanan,
antara lain: asam empedu, beberapa mineral,
zat aditif, dan bahan-bahan tidak berguna lain.
Sari-sari makanan yang tidak berguna akan
dibuang melalui anus . Proses yang terjadi
merupakan proses pencernaan makanan yang,
jika terjadi gangguan pada organ tubuh maka
akan menimbulkan penyakit. (Almatsier 2006).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah tabung
reaksi, gelas piala, gelas pengaduk, pemanas
air, erlenmeyer, Particle Size Analyzer (PSA),
Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR), difraksi sinar-X (XRD), alat
pengering semprot, sentrifugasi, magnetik
stirer, hemositometer, tabung eppendorf,
perangkat alat kultur sel, inkubator CO2 dan
ELISA.
Bahan yang digunakan adalah simplisia
mengkudu, kultur sel kanker, kitosan, asam
asetat 1%, media DMEM/F (Dulbecco’s
Modified Eagle Medium), etanol 95%, nheksana, etil asetat, kloroform, H2SO4 pekat,
eter, FeCl3, amoniak, metanol, asam asetat
anhidrat,
pereaksi
Mayer,
Wagner,
Dragendrof dan akuades.
Metode Penelitian
Pembuatan Ekstrak Mengkudu (Darwis
2000)
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi
dengan menggunakan pelarut air. Buah
mengkudu sebanyak
3 kg dicuci bersih
kemudian ditiriskan dan dipotong-potong tipis.
Potongan buah selanjutnya dijemur di bawah
sinar matahari, dengan naungan kain hitam.
Penjemuran dilakukan beberapa hari, sampai
potongan buah benar-benar kering berbentuk
kepingan, dipisahkan antara daging buah
dengan bijinya. Daging buah yang sudah
kering selanjutnya dibuat serbuk kering
(simplisia)
dengan
cara
dihancurkan
menggunakan blender.
Serbuk
kering
buah
mengkudu
dimasukkan dalam maserator, sebanyak 50
gram mengkudu kering dilarutkan dalam 500
mL akuades, direndam selama 6 jam sambil
sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan
sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses

diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama. Semua maserat
dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap
vakum hingga diperoleh ekstrak kental.
Rendemen yang diperoleh ditimbang dan
dicatat.
Uji Fitokimia (Harbone 2006)
Uji Fitokimia yang dilakukan adalah uji
alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid,
dan triterpenoid. Pada uji alkaloid satu gram
ekstrak mengkudu ditambahkan 1.5 mL
kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi
kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan
5 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam dibagi
menjadi 3 tabung kemudian masing-masing
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan
Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan putih pada pereaksi
Meyer, endapan merah pada pereaksi
Dragendorf, dan endapan coklat pada pada
pereaksi Wagner.
Uji flavonoid sebanyak 1.5 gram ekstrak
mengkudu ditambahkan dengan methanol
sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat
ditambahkan dengan 5 tetes H2SO4.
Terbentuknya
warna
merah
karena
penambahan H2SO4 menunjukkan adanya
senyawa flavonoid.
Uji saponin sebanyak 0.5 gram ekstrak
mengkudu ditambahkan air secukupnya dan
dipanaskan selama 5 menit. Larutan tersebut
didinginkan
kemudian
dikocok,
jika
menimbulkan busa yang bertahan selama 10
menit menunjukkan adanya saponin.
Uji triterpenoid dan steroid, satu gram
ekstrak mengkudu ditambahkan 2 mL etanol
lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya
kemudian ditambahkan dengan eter. Lapisan
eter ditambahkan dengan pereaksi Lieberman
Burchard (3 tetes asetat anhidrat dan 1 tetes
H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoid dan warna
hijau menunjukkan adanya steroid.
Uji tanin, lima gram ekstrak mengkudu
ditambahkan air kemudian dididihkan selama
2-3 menit. Disaring dan filtrat ditambahkan
dengan 3 tetes FeCl3. Warna biru tua atau
hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan
adanya tannin.
Pembuatan Nanokapsul (BPPT 2010)
Pembuatan gel kitosan dilakukan dengan
melarutkan kitosan sebanyak 1.5 gram dalam
100 mL asam asetat 1%. Pengecilan ukuran
(sizing) dilakukan melalui metode magnetic
stirer. Masing-masing 100 mL larutan kitosan
dilakukan metode pengecilan ukuran selama

8

60 menit, sampai terlihat larutan jernih.
Pembentukan nanopartikel dilakukan melalui
tahap emulsifikasi dengan penambahan 50
mikroliter twin 0.1%, dengan sprayer sambil
sizing terus-menerus sampai 1 jam,
selanjutnya stabilisasi dengan 100 mL larutan
tripoliposfat 0.1 % , TPP ditambahkan setetes
demi setetes sambil dicampur terus selama 1
jam. Tambahkan ekstrak mengkudu selama
10-15 menit sampai homogen. Pengeringan
dilakukan dengan cara spray drying, diperoleh
kitosan nanopartikel selanjutnya sampel diuji
BLT lalu diuji karakteristiknya sampai uj sel
kanker.
Uji Sitoksiksitas LC50 Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) (Meyer et al 1982)
Ekstrak air dan nanokapsul air dari
mengkudu diuji toksisitasnya dengan metode
BSLT. Larva udang Artemia Salina
ditetaskan terlebih dahulu dalam air laut
selama 24 jam. Selanjutnya 10 ekor larva
udang dimasukkan dalam vial yang di
dalamnya terdapat sampel uji dengan
konsentrasi 1, 2, 3 dan 4 ppm, masing-masing
dilakukan 3 kali ulangan. Setelah 24 jam,
jumlah larva udang yang mati untuk tiap-tiap
konsentrasi dihitung dan dicatat. Tentukan
nilai LC50 dengan menggunakan analisis
dengan probit program SPSS.
Analisis Ukuran Partikel (Kim et al 2006)
Larutan mengkudu sebanyak 2-3 tetes
dianalisis menggunakan instrumen PSA
(Particle size Analyzer) untuk mengetahui
distribusi ukuran partikel. Difraksi sinar laser
untuk partikel dari ukuran submikron sampai
dengan milimeter, counter principle untuk
mengukur dan menghitung partikel yang
berukuran micron sampai dengan milimeter
dan penghamburan sinar untuk mengukur
partikel yang berukuran mikron sampai
dengan nanometer.
Analisis Gugus Fungsi Nanokapsul Ekstrak
Mengkudu dengan Fourier Transform
Infrared Spectroscopy (FTIR) (Kencana
2009).
Kitosan (kontrol) dan ekstrak mengkudu
hasil stirer yang menunjukkan distribusi
ukuran partikel yang lebih kecil dikeringkan
menggunakan alat kering beku (spray dryer)
dan dihasilkan serbuk. Sebanyak 2 mg sampel
nanopartikel dicampur dengan 100 mg kalium
bromida untuk dibuat pelet dengan pencetak
vakum. Pelet yang terbentuk dikenai sinar
infra merah pada jangkauan bilangan
gelombang 4000-400 cm-1. Latar belakang

penyerapan dihilangkan dengan cara pelet
KBr dijadikan satu pada setiap pengukuran.
Analisis kristalinitas dengan difraksi sinarX (XRD) (Kencana 2009).
Sebanyak 200 mg sampel dicetak langsung
pada cetakan aluminium berukuran 2 x 2.5 cm
dengan bantuan perekat. Derajat kristalinitas
ditentukan menggunakan XRD dengan
sumber sinar dari tembaga pada panjang
gelombang 1.5604 Å.
Pengujian Aktivitas Ekstrak Mengkudu
Pada Sel Kanker Secara In Vitro
Media Sel Kanker. Media DMEM/F 12
(Dulbecco’s Modified Eagle Medium) bubuk
sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam botol
steril yang berisi 900 mL aquabides steril dan
dihomogenisasi dengan pengaduk tanpa
pemanasan. Selanjutnya ditambahkan 12 gram
NaHCO3, antibiotik penisilin-streptomisin
0.2%,
dihomogenisasi
kembali
dan
ditambahkan akuabides sampai larutan media
menjadi
1000mL.
Media
disaring
menggunakan kertas steril ukuran 0.22 μm
secara aseptik dan hasil penyaringan
dimasukkan dalam botol steril dan disimpan
dalam lemari es pada suhu 2-80C sampai
digunakan kembali. Apabila akan digunakan
sebagai media tumbuh media DMEM/F12
ditambahkan 10% FCS (Rusmarilin 2003)
Sel kanker yang digunakan pada penelitian
ini adalah sel kanker paru-paru (A549)
merupakan continus cell lines yang tumbuh
sebagai sel semi melekat. Perhitungan sel
dilakukan setelah pewarnaan sel oleh Tripan
biru seperti cara perhitungan sel limfosit yang
telah dijelaskan. Suspensi sel (1x105 sel/mL)
dimasukkan
ke
dalam
sumur-sumur
microplate sebanyak 950 μL. Tiap sumur.
diberikan ekstrak yaitu ekstrak mengkudu
dengan konsentrasi 1, 1.5, 2, 2.5 dan 3 ppm
serta nanokapsul ekstrak mengkudu dengan
konsentrasi 0.5, 1.5, 2.5, 3.5 dan 4.5 ppm
sebanyak 50μL. Penggunaan kontrol positif
kanker doxorubicin 170 μg/mL sebanyak
20μL, sedangkan kontrol negatif hanya berisi
suspensi sel dan media. Jumlah total volume
dalam tiap sumur sebanyak 1000μL. Kultur
diinkubasi pada inkubator dengan kondisi 5%
CO2, 370C, dan Relative Humidity (RH) 90%
selama 4 hari (Wahyuni 2008). Data yang
diperoleh dengan menghitung jumlah sel
yang hidup dan mati lalu membuat tabel
proliferasi sel kanker untuk masing-masing
konsentrasi.
- Untuk % penghambatan proliferasi sel
kanker :

9

%proliferasi =

x 100%

Uji Aktivitas Mengkudu Dengan Enzim
Pencernaan
Sampel kitosan, nanokapsul air dan
ekstrak air dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Tambahkan 5 ml akuades lalu kocok.
Bubuhkan
10
tetes
enzyplex
yang
mengandung amilase, lipase, dan protease.
Simpan pada temperatur 37ºC selama 20
menit. Setiap selang waktu 1 menit pindahkan
1 tetes ke papan porselen (papan uji) dan
tetesi dengan pereaksi yodium. Catat pada
menit keberapa timbulnya warna kecoklatan
dan kapan tidak memperlihatkan perubahan
warna lagi. Perubahan warna yang terjadi
menunjukkan seberapa lama sampel dicerna
oleh enzim pencernaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Mengkudu
Tahap ekstraksi dilakukan menggunakan
pelarut air. Ekstraksi dilakukan pada simplisia
buah mengkudu. Bagian tanaman tersebut
merupakan bagian tanaman yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat.
Hasil ekstraksi dari mengkudu berupa
larutan berwarna coklat. Bobot awal yang
digunakan 350 gram setelah diekstrak dan
dihilangkan
pelarutnya
menggunakan
evaporator diperoleh bobot sebesar 77.6 gram
dan
rendemennya
sebesar
22.17%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
sriningsih tahun 2012 rendemen sari buah
mengkudu tersebut adalah 13.33% dengan
bobotnya 16.03 gram, data tersebut
menunjukkan
bahwa
rendemen
yang
diperoleh dari hasil penelitian lebih besar
karena bobot mengkudu yang digunakan pada
penelitian ini lebih besar. Ekstrak buah
mengkudu yang memiliki nilai rendemen yang
besar diharapkan memiliki senyawa bioaktif
yang berfungsi sebagai anti kanker.
Metode maserasi digunakan pada
penelitian ini dilakukan karena mudah dan
hasil ekstraksinya bagus, proses ini sangat
menguntungkan karena dengan perendaman
sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel
sehingga metabolit sekunder yang ada di
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena
dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan

memberikan efektifitas yang tingi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan
alam pelarut tersebut (Lenny 2006).
Komponen Kimia Mengkudu
Senyawa metabolit sekunder yang
terkandung dalam ekstrak buah mengkudu
dapat diketahui melalui uji kualitatif yaitu uji
fitokimia. Uji pendahuluan ini dilakukan
untuk mentukan ada tidaknya senyawasenyawa
metabolit
sekunder
yang
kemungkinan berperan dalam pengujian
aktivitas anti kanker.
Hasil uji fitokimia ekstrak mengkudu
dengan air memberikan hasil uji positif
terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, dan
tannin, hal in