Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK BIJI MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) TERHADAP RAYAP TANAH
(Macrotermes gilvus Hagen)
SKRIPSI Oleh:
LINTONG RAJA DOI SINAGA 091201129
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK BIJI MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) TERHADAP RAYAP TANAH
(Macrotermes gilvus Hagen)
SKRIPSI Oleh:
LINTONG RAJA DOI SINAGA 091201129/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul


:Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.)

Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)

Nama

: Lintong Raja Doi Sinaga

NIM : 091201129

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si Ketua

Ridwanti Batubara, S.Hut, MP. Anggota

Mengetahui:
Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan


Tanggal lulus:

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Lintong Raja Doi Sinaga: Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen). Dibawah bimbingan Luthfi Hakim dan Ridwanti Batubara.
Serangan rayap dari tahun ke tahun terus meningkat. Melihat tingginya tingkat kerugian akibat rayap maka perlu upaya pengendalian rayap yaitu dengan menggunakan bahan pengawet sintetis. Namun demikian penggunaan bahan pengawet tersebut seringkali menimbulkan masalah terhadap lingkungan karena bersifat non biodegaradable. Oleh karena itu perlu upaya pengembangan bahan pengawet alami yang bersifat biodegradable dan renewable. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar ekstrak biji mengkudu, mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak biji mengkudu berdasarkan nilai mortalitas rayap dan persentase penurunan berat contoh uji.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji mengkudu yang dibuat menjadi serbuk kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol. Ekstrak pekat konsentrasi 1%, 2%, dan 3% yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen. Hasil penelitian menunjukkan kandungan ekstrak biji mengkudu adalah 1,87%. Kematian rayap 100% dengan pengumpanan konsentrasi 3% terjadi pada hari ke-6, pada konsentrasi 2% terjadi pada hari ke-7 dan konsentrasi 1% terjadi pada hari ke-9. Ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji mengkudu maka semakin rendah penurunan berat contoh uji. Persentase penurunan berat kertas selulosa adalah 2,269 - 4,441%. Dengan demikian konsentrasi 3% merupakan konsentrasi yang terbaik ditinjau dari mortalitas dan penurunan berat contoh uji Kata kunci: Biji mengkudu, Ekstrak, Konsentrasi, Mortalitas
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Lintong Raja Doi Sinaga: The Antitermitic of Noni Seeds Extract (Morinda citrifolia Linn) to Subterranean Termites (Macrotermes gilvus Hagen). Supervised by Luthfi Hakim and Ridwanti Batubara.
Termites’ attacks are increase from year to year.The high levels of losses due to termites’ attacks need an effort to control termites by using synthetic preservatives. However, the use of synthetic preservatives often makes problems for the environment, because it is a non biodegradable. Therefore, it is needed an effort to develop a natural preservative that has biodegradable and renewable characteristic. This research aims to know the levels of noni seeds extract, to evaluate the toxicity level of the noni seeds extract based on the mortality value of termites and the percentage of weight loss of the test sample.
The materials that were used in this research were noni seeds that was made into powder and then extracted with methanol. Concentrated extract concentration of 1 %, 2 %, and 3 % were gotten, used to test the toxicity to subterranean termites, Macrotermes gilvus Hagen. The results of research showed the level of noni seeds extract was 1.87 %. The 100 % mortality of termites with feedback concentration of 3 % was occurred on 6th day, at 2 % concentration was occurred on 7th day and concentration of 1 % was occurred on 9th day. There was a tendency, the higher concentration of noni seeds extract, the lower of weight loss of the test sample. The percentage of weight loss of cellulose paper was from 2.269 to 4.441%. Thus the concentration of 3 % was the best concentration in terms of mortality and weight loss of the test sample. Keywords: Noni seeds, Extract, Concentration, Mortality
ii
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 18 Juni 1992 dari Ayah Dapot Mangiring Tua Sinaga dan Ibu Risma Sihombing. Penulis merupakan anak ke dua dari lima bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Swasta Cinta Rakyat No. 3 P.Siantar pada tahun 1997 – 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Swasta Cinta Rakyat No.3 P.Siantar pada tahun 2003 - 2006 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 P.Siantar pada tahun 2006 - 2009. Pada tahun 2009, penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan menjadi pengurus di Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP) periode 2011 - 2013. Penulis pernah mengikuti Lomba Karya Tulis dan menjadi finalis pada Pengembangan Kreativitas Mahasiswa Gagasan tertulis dan PKM-Penelitian DP2M DIKTI 2011 di bawah bimbingan Arif Nuryawan.
Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan USU pada tahun 2011, magang di Ikatan Mahasiswa Simalungun pada tahun 2012, dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di KPH Bandung Selatan Perum Perhutani Unit 3 Jawa Barat.
iii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si dan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP
sebagai komisi pembimbing yang telah mendukung, membimbing dan memberi masukan-masukan serta saran dalam penyelesaian penelitian ini. 2. Bapak Lamek Marpaung, Ph.D dan asisten Lab Kimia Bahan Alam (FMIPA) yang telah membantu dan membimbing dalam proses penelitian. 3. Semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Kedua orang tua, yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, semangat, nasehat dan dukungan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kak Lensi dan adik-adikku Tetty, Tondo dan Esti atas bantuan selama melakukan penelitian. 5. Teman - teman sepelayanan, Timreg, Tim TDP, dan Komdo UP FP yang selalu mengingatkan dan memotivasi dan buat KK Stefata Koinonia dan KK MB
iv
Universitas Sumatera Utara

True Love atas semua perhatian, dukungan, motivasi, saran, serta bantuan yang diberikan. 6. Sahabat kos bang Biro, Barat, Barat Junior, Elve, Ria, Relina, Debi, Rini, Tanti, Juara dan warga masyarakat Marakas 18 yang memberi perhatian, nasehat dan motivasi, kebersamaan yang tidak terlupakan.
Penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini masih kurang dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga Tuhan senantiasa menyertai kita semua. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2014 Penulis
v
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT......................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2 Kegunaan Penelitian................................................................................. 3 Hipotesis Penelitian.................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) ...................................... 4 Ekstraksi................................................................................................... 7 Biotermitisida Alamiah ............................................................................ 10 Rayap ...................................................................................................... 12 Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen.)............................................. 16
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 20 Bahan dan Alat Penelitian........................................................................ 20 Metode Penelitian .................................................................................... 20 Ekstraksi Biji Mengkudu .............................................................. 20 Pembuatan Larutan Ekstrak .......................................................... 22 Pengambilan Rayap....................................................................... 22 Persiapan Media ............................................................................ 23 Uji Bioassay Zat Ekstraktif terhadap Rayap Tanah ...................... 23 Perhitungan Nilai Mortalitas ......................................................... 24 Perhitungan Persentase Penurunan Berat CU ............................... 24 Analisis Data ........................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Ekstrak Biji Mengkudu .................................................................. 21 Sifat Anti Rayap Ekstrak Biji Mengkudu ................................................ 27 Mortalitas Rayap Tanah ................................................................... 27 Persentase Penurunan Berat Contoh Uji .......................................... 32
vi
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................... 38 Saran.......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39 LAMPIRAN....................................................................................................... 44
vii
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
No Halaman 1. Jenis-jenis zat ekstraktif tumbuhan yang berperan sebagai insektisida pada
serangga ......................................................................................................... 10 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah berdasarkan
penurunan berat dalam uji laboratorium ........................................................ 25 3. Nilai ketahanan kertas uji pada uji laboratorium ............................................ 35
viii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No Halaman 1. Buah mengkudu (Morinda citrifolia)............................................................. 5 2. a) Biji mengkudu b) Serbuk biji mengkudu................................................... 6 3. Siklus hidup rayap ......................................................................................... 12 4. Bagan ekstraksi .............................................................................................. 20 5. Pengujian sifat antirayap ................................................................................ 22 6. Grafik persentase mortalitas rayap setelah pengumpanan 14 hari ................. 27 7. Persentase penurunan berat contoh uji dengan konsentrasi .......................... 28 8. a) Kertas uji yang dimakan rayap pada kontrol b) kertas uji yang diberi ekstrak
biji mengkudu ............................................................................................... 29 9. Penampakan kertas uji pada beberapa taraf konsentrasi setelah diumpankan
terhadap rayap tanah M.gilvus ...................................................................... 34
ix
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman 1. Perhitungan kadar ekstrak .............................................................................. 44 2. Persentase kematian M. gilvus per hari selama pengamatan yang diberi umpan
kertas selulosa yang direndam dengan ekstrak biji mengkudu. ................... 45 3. Data berat kertas selulosa dan penurunan berat contoh uji ............................ 46 4. Analisis ragam kematian M. gilvus dengan pengumpanan kertas selulosa
dengan ekstrak biji mengkudu pada hari pertama sampai hari ke enam ....... 48 5. Dokumentasi penelitian.................................................................................. 51
x

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Lintong Raja Doi Sinaga: Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen). Dibawah bimbingan Luthfi Hakim dan Ridwanti Batubara.
Serangan rayap dari tahun ke tahun terus meningkat. Melihat tingginya tingkat kerugian akibat rayap maka perlu upaya pengendalian rayap yaitu dengan menggunakan bahan pengawet sintetis. Namun demikian penggunaan bahan pengawet tersebut seringkali menimbulkan masalah terhadap lingkungan karena bersifat non biodegaradable. Oleh karena itu perlu upaya pengembangan bahan pengawet alami yang bersifat biodegradable dan renewable. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar ekstrak biji mengkudu, mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak biji mengkudu berdasarkan nilai mortalitas rayap dan persentase penurunan berat contoh uji.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji mengkudu yang dibuat menjadi serbuk kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol. Ekstrak pekat konsentrasi 1%, 2%, dan 3% yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen. Hasil penelitian menunjukkan kandungan ekstrak biji mengkudu adalah 1,87%. Kematian rayap 100% dengan pengumpanan konsentrasi 3% terjadi pada hari ke-6, pada konsentrasi 2% terjadi pada hari ke-7 dan konsentrasi 1% terjadi pada hari ke-9. Ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji mengkudu maka semakin rendah penurunan berat contoh uji. Persentase penurunan berat kertas selulosa adalah 2,269 - 4,441%. Dengan demikian konsentrasi 3% merupakan konsentrasi yang terbaik ditinjau dari mortalitas dan penurunan berat contoh uji Kata kunci: Biji mengkudu, Ekstrak, Konsentrasi, Mortalitas
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Lintong Raja Doi Sinaga: The Antitermitic of Noni Seeds Extract (Morinda citrifolia Linn) to Subterranean Termites (Macrotermes gilvus Hagen). Supervised by Luthfi Hakim and Ridwanti Batubara.
Termites’ attacks are increase from year to year.The high levels of losses due to termites’ attacks need an effort to control termites by using synthetic preservatives. However, the use of synthetic preservatives often makes problems for the environment, because it is a non biodegradable. Therefore, it is needed an effort to develop a natural preservative that has biodegradable and renewable characteristic. This research aims to know the levels of noni seeds extract, to evaluate the toxicity level of the noni seeds extract based on the mortality value of termites and the percentage of weight loss of the test sample.
The materials that were used in this research were noni seeds that was made into powder and then extracted with methanol. Concentrated extract concentration of 1 %, 2 %, and 3 % were gotten, used to test the toxicity to subterranean termites, Macrotermes gilvus Hagen. The results of research showed the level of noni seeds extract was 1.87 %. The 100 % mortality of termites with feedback concentration of 3 % was occurred on 6th day, at 2 % concentration was occurred on 7th day and concentration of 1 % was occurred on 9th day. There was a tendency, the higher concentration of noni seeds extract, the lower of weight loss of the test sample. The percentage of weight loss of cellulose paper was from 2.269 to 4.441%. Thus the concentration of 3 % was the best concentration in terms of mortality and weight loss of the test sample. Keywords: Noni seeds, Extract, Concentration, Mortality
ii
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Serangan rayap dari tahun ke tahun terus meningkat. Sudah banyak
kerugian yang di akibatkan rayap. Sebagian besar kerusakan dialami oleh bangunan, perumahan, perkantoran, dan gudang. Rayap juga bisa menyerang tanaman perkebunan, tanaman hias, tanaman kehutanan, serta bahan berlignoselulosa lainnya. Prediksi tahun 1998, kerugian akibat kerusakan pada komponen kayu di perumahan Indonesia per tahun mencapai 1,6 triliyun rupiah (Prasetiyo dan Yusuf, 2005)
Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan dan kerusakan pada bangunan gedung akibat serangan rayap di berbagai daerah sangat besar. Rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan perumahan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Batam mencapai lebih dari 70% (Nandika dkk., 2003).

Melihat tingginya tingkat kerugian akibat rayap maka perlu upaya pengendalian rayap yaitu dengan menggunakan bahan pengawet sintetis. Namun demikian penggunaan bahan pengawet tersebut seringkali menimbulkan masalah terhadap lingkungan karena bersifat sukar terurai di alam (non biodegaradable). Oleh karena itu perlu diupayakan untuk mencari bahan pengawet alternatif yang lebih aman terhadap lingkungan, salah satunya adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam hayati yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang bersifat bio degradable dan renewable misalnya zat ekstraktif.
Ekstrak dari tumbuh-tumbuhan, seperti dari kayu, kulit, daun, bunga, buah atau biji, diyakini berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak
Universitas Sumatera Utara

kehadiran serangga perusak seperti rayap. Beberapa bahan pengawet alami telah diuji coba terhadap rayap adalah ekstrak kulit kayu akasia (Yanti dkk., 2008), ekstrak akar tuba (Adharini dan Husaeni, 2008), ekstrak daun mimba (Priadi, 2007), ekstrak antiaris (Prianto dkk., 2006) dan lain-lain. Walau sudah banyak bahan pengawet nabati, namun masih perlu mengeksplorasi jenis-jenis lain yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet nabati seperti biji mengkudu.
Usaha-usaha untuk meneliti efektifitas bahan alam sebagai bahan anti rayap semakin banyak dilakukan. Menurut Wahyuningsih (2000) ekstrak biji mengkudu sebanyak 1,0% (v/b) dapat menghambat perkembangan daripada Sitophilus zeamais. Menurut Erayana (2001) ekstrak biji mengkudu dapat digunakan untuk menghambat bakteri Bacillus stearothermophillus dengan zona hambatan sebesar 7,75 mm.
Berdasarkan uraian diatas senyawa alami yang terdapat pada biji mengkudu merupakan racun kuat bagi serangga. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan biotermitisida alami dari biji mengkudu dalam rangka pengendalian terhadap serangan rayap tanah (Macrotermes gilvus). Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan kadar ekstrak biji mengkudu. 2. Mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak biji mengkudu. 3. Mengevaluasi penurunan berat contoh uji pada kertas uji yang telah diberi
perlakuan ekstrak.
Universitas Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian Kegunaan dalam penelitian ini adalah diperoleh biotermitisida yang
berkualitas baik yang digunakan sebagai bahan pengawet alami yang ramah lingkungan. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diuji adalah perbedaan tingkat konsentrasi ekstrak biji mengkudu diduga berpengaruh terhadap mortalitas rayap tanah (M. gilvus) dan penurunan berat contoh uji.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) Menurut (Djauhariya, 2003), klasifikasi dari tanaman mengkudu sebagai
berikut: Kingdom : Plantae Filum : Angiospermae Sub filum : Dicotyledoneae Divisio : Lignosae Family : Rubiaceae Genus : Morinda Spesies : Morinda citrifolia
Tanaman mengkudu berbentuk pohon dengan tinggi dapat mencapai 8 m. Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai pewarna dan obat. Tanaman ini tumbuh di tepi pantai, di kebun, bahkan di halaman rumah. Tanaman dapat tumbuh cepat dan mulai menghasilkan buah pada usia 3-4 tahun. Batang pendek dan bercabang banyak. Daun tersusun berhadapan dan bertangkai pendek. Bentuk daun lebar, tebal dan mengkilap. Bentuk daun lonjong menyempit ke arah pangkal (Mangoting dkk., 2005).

Tanaman mengkudu berbuah sepanjang tahun. Mudah tumbuh pada berbagai tipe lahan, dengan daerah penyebaran dari dataran rendah hingga ketinggian 1500 dpl. Ukuran dan bentuk buahnya bervariasi, pada umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah terdapat ≥ 300 biji, namun ada juga tipe buah mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya lama dan daya tumbuhnya tinggi.
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, perbanyakan mengkudu dengan biji sangat mudah dilakukan (Djauhariya dkk., 2006).
Gambar 1. Buah mengkudu (Morinda citrifolia) Buah mengkudu berbongkol, permukaaan tidak teratur, berdaging, panjang 5-10 cm, buah muda berwarna hijau, semakin tua menjadi kekuningan hingga putih transparan, daging buah berbau tidak sedap. Biji mengkudu berbentuk segitiga, keras berwarna coklat kemerahan. Akar mengkudu berwarna coklat muda dan berjenis tunggang (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Ada beberapa jenis serangga yang dapat dibasmi dengan pestisida alami dari ekstrak buah mengkudu, antara lain : semut merah, belalang, ulat daun, kutu putih, dan berbagai serangga yang menyerang tanaman. Pestisida ini juga dapat dimanfaatkan untuk membasmi hama ulat kubis (Plutella xylostella). Kematian ulat kubis setelah disemprot ekstrak mengkudu mencapai 90-100%. Hasil ini menunjukkan bahwa mengkudu mempunyai efek insektisida yang sangat baik. Kematian larva yang mencapai 100% disebabkan adanya kandungan bahan bioaktif yang beracun bagi ulat serangga tersebut.
Universitas Sumatera Utara

Salah satu kandungan mengkudu adalah antrakuinon dan scolopetin yang aktif sebagai anti mikroba, terutama bakteri dan jamur. Senyawa antrakuinon dapat melawan bakteri Staphylococcus, Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Senyawa Scolopetin dan sangat efektif sebagai unsur anti peradangan dan juga anti alergi (Bangun dan Sarwono, 2002).
(a) (b) Gambar 2. a) Biji mengkudu; b) Serbuk biji mengkudu Hasil pemeriksaan kimia menunjukkan bahwa daun mengkudu mengandung triterpen dan tanin. Tanin yang merupakan kandungan daun mengkudu dapat bersifat racun. Daun yang diekstrak dengan air atau aseton dapat bersifat sebagai racun perut pada serangga (Kardinan, 2004), buah mengandung antrakuinon, tanin dan triterpen, sedangkan kulit akar mengandung antrakuinon, saponin dan triterpen. Daun dan buah mengkudu mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakinon (Mursito, 2002). Salah satu tanaman yang bersifat sebagai insektisida nabati adalah mengkudu (Morinda citrifolia). Mursito (2005), menyebutkan bahwa mengkudu mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan
Universitas Sumatera Utara

antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin (Bangun dan Sarwono, 2005).
Hasil penelitian Christiana (2006), dengan menggunakan ekstrak buah mengkudu pada konsentari 3% menghasilkan mortalitas dari Bactrocera dorsalis sebesar 50%. Di dalam buah mengkudu terdapat banyak biji yang dibuang begitu saja sebagai limbah setelah di press. Menurut Wahyuni (2000) ekstrak biji mengkudu sebanyak 1,0% (v/b) dapat menghambat perkembangan daripada Sitophilus zeamais. Biji mengkudu dapat di ekstrak dengan air. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa biji mengkudu yang mengandung bahan aktif saponin dan tritepenoid menghambat pertumbuhan larva Cricula trifenestrata menjadi pupa sebesar 60 % populasi serangga Sitophilus sp. dan merupakan racun perut terhadap serangga (Kardinan, 2004). Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan atau jaringan tanaman. Menurut Prijono (1994), proses awal ekstraksi komponen-komponen aktif dari suatu jaringan tanaman adalah dengan menghaluskan jaringan tanaman tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperbesar peluang terlarutnya komponen-komponen metabolit yang diinginkan. Tetapi sebelum diekstraksi, jaringan tanaman dikeringkan untuk mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman yang telah dipotong sehingga proses metabolisme terhenti (Masroh, 2010).
Terdapat berbagai macam metode ekstraksi seperti maserasi, refluks dan sokletasi. Metode ekstraksi yang digunakan untuk proses ekstraksi dalam penelitian ini adalah maserasi. Prinsip dari metode ini adalah proses difusi pelarut
Universitas Sumatera Utara

ke dalam dinding sel tanaman untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang ada dalam tanaman tersebut. Biasanya maserasi digunakan untuk mengekstrak senyawa yang kurang tahan panas dan digunakan untuk sampel yang belum diketahui karakteristik senyawanya sedangkan kelemahan metode ini adalah waktu ekstraksi yang relatif lama (Ratnawati, 1986).
Ekstraksi atau penyarian merupakan proses perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel setelah mengalami pembasahan oleh cairan penyari, zat aktif yang terlarut pada cairan penyari akan keluar dari dinding sel. Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Metode ekstraksi dengan cara maserasi merupakan cara penyarian sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar (Kartikasari, 2008).
Campuran bahan padat maupun cair (biasanya bahan alami) seringkali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode pemisah mekanik, misalnya karena komponennya bercampur secara homogen. Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi (Tohir, 2010).

Proses pemisahan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-heksana. Pada saat pencampuran antara ekstrak pekat dengan n-heksana terjadi perpindahan massa yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan
Universitas Sumatera Utara

masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut atau bercampur agar terjadi perpindahan massa yang baik. Penambahan pelarut n-heksana yang baik adalah yang mana ekstrak yang dihasilkan sebanding dengan pelarut n-heksana (Bernasconi, 1995).
Isolasi ekstraktif dilakukan melalui ekstraksi dengan campuran pelarut netral atau dengan campuran pelarut tunggal. Ekstraksi pelarut dapat dikerjakan dengan berbagai pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting yang dapat diekstraksi dengan pelarut organik. Komponen utama yang larut air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam organik. Dalam kasus manapun tidak ada perbedaan yang tegas antara komponen ekstraktif yang dipisahkan dengan pelarut berbeda. Misalnya tanin yang dapat larut dalam air panas tetapi juga ditemukan juga di dalam ekstrak alkohol (Adijuwana dan Nur, 1989).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara air, metanol, etanol, dan propanol yang mampu melarutkan zat warna yang paling banyak adalah metanol. Kemampuan pelarutan dari masing-masing pelarut secara berurutan adalah metanol > air > etanol > propanol (Rahmana dkk., 2010).
Tanaman memproduksi metabolit sekunder sebagai perlindungan terhadap serangan dari luar, misalnya dari serangan rayap. Menurut Mitsunaga (2007), beberapa aktifitas biologis dan fisiologis dari ekstraktif tanaman telah diteliti di laboratorium Department of Applied Life Science, Faculty of Applied Biological Science, Gifu Univesity, Jepang, menunjukkan bahwa senyawa polifenol dari kayu tropis mempunyai efek anti rayap, anti jamur dan anti bakteri. Anti rayap umumnya sebagai zat yang dapat menyebabkan kematian (mortality) rayap atau
Universitas Sumatera Utara

menolak (repellent) rayap, sedang sebagai anti jamur menghambat pertumbuhan

jamur perusak kayu. Sedang sebagai anti bakteri, zat ekstraktif bersifat sebagai

bactericide terhadap bakteri yang menyerang kayu. Peranan zat ekstraktif sebagai

insektisida selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis zat ekstraktif tumbuhan yang berperan sebagai insektisida pada serangga

No Jenis zat ekstraktif tumbuhan

1. a. Rotenon . Tropan, quinon, quinodin, senyawa nitro, imidazol, aldehida Glukosinolat, nitril, N-nitrosamin, cyanogenic, thiosianat
2. Diterpen, flavonoid, polyacetylen, phenol, asam aromatik, coumarin, asam lemak
3. a. Asam aminnonouprotein b. Tanin, stilben, resin, quinon c. Protein toksis (ricin), basa purin d. Alkaloid indol
4. a. Basa analog (5-metil sitosin) b. Kinin, Colchicin, alkaloida Veratum, alkaloida diaminos-teroid, furanocoumarin, coumarin Hydrazin
Sumber : Sastrodihardjo (1999)

Target biokimiawi pada serangga Penghambat transport elektron
+
a. Antara NAD dengan Co Q b. Oksidasi Suksinat c. Cytokrome oksidase
Uncouler dari phosphorilasi oksidase
Penghambat sintetis protein a. Pengaktifan asam amino b. Fungsi protein c. Komplek inisiasi ribosom Penghambat sintetis DNA a. Mutasi transsisional b. Replikasi

Keawetan alami kayu salah satunya ditentukan oleh jenis dan banyaknya

zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang terdapat

di dalam kayu. Eaton and Hale (1993) menyatakan bahwa zat ekstraktif

diperkirakan berperan sebagai toksikan terhadap mikroorganisme juga berperan


dalam mencegah serangan serangga.

Biotermitisida Alamiah

Pestisida alami adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman

atau tumbuhan. Pestisida nabati bisa dibuat secara sederhana yaitu dengan

menggunakan hasil perasan, ekstrak, rendaman atau rebusan bagian tanaman baik

Universitas Sumatera Utara

berupa daun, batang, akar, umbi, biji ataupun buah. Biotermitisida sangat diperlukan dalam pengendalian hama rayap sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Penolakan serangga atau binatang untuk memakan tumbuhan tersebut dapat disebabkan tumbuhan memiliki kandungan senyawa kimia yang sifatnya sebagai allomone, yakni memberi efek negatif terhadap perkembangan serangga. Senyawa-senyawa kimia tersebut dikenal dengan istilah metabolit sekunder yang bersifat sebagai senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif yang terkandung tersebut diduga memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan sifat antirayap dalam mematikan rayap. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut juga dapat merusak sistem saraf rayap menyebabkan sistem saraf tidak berfungsi dan pada akhirnya dapat mematikan rayap (Nasir dan Lasmini, 2008). Menurut pernyataan Sastrodihardjo (1999), pengaruh zat ekstraktif terhadap kematian rayap dan serangga lainnya adalah sebagai penghambat sintesis protein, khususnya dari kelompok tanin, stilbena, alkaloid dan resin sedangkan kelompok terpenoid dapat merusak fungsi sel rayap yang pada akhirnya menghambat proses ganti kulit rayap.
Pada sisi lain, faktor-faktor perusak harus dilihat sebagai komponen yang muncul sebagai hasil interaksi antara kayu dengan lingkungan penggunaannya, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Lingkungan biotik dapat mempengaruhi ketahanan kayu karena organisme perusak berinteraksi dengan kayu dalam bentuk menjadikannya sebagai bahan makanan atau tempat perlindungan. Sedangkan lingkungan abiotik mampu mempengaruhi ketahanan kayu karena adanya interaksi fisik, mekanis maupun kimia yang dapat merombak atau merubah komposisi kimia dan bentuk kayu (Utami, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Rayap Rayap termasuk binatang Arthropoda, kelas insecta yang berasal dari ordo
isoptera yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorphosa gradual atau bertahap. Kelompok binatang ini pertumbuhannya melalui tiga tahap yaitu telur, nimfa dan tahap dewasa. Setelah menetas dari telur nimfa akan menjadi dewasa dengan melalui beberapa instar, yaitu bentuk diantara dua masa perubahan. Bentuk ini sangat gradual, sehingga baik dari bentuk badan pada umumnya, cara hidup maupun makanan pokok antara nimfa dan dewasa adalah serupa. Pada nimfa yang bertunas sayapnya akan tumbuh lengkap pada instar terakhir, saat binatang itu mencapai kedewasaan (Hasan, 1986).
Gambar 3. Siklus hidup rayap Rayap bertubuh lunak dan berwarna putih. Sayap depan dan belakang ukurannya hampir sama dan diletakkan datar diatas abdomen pada waktu beristirahat. Bila sayap rayap terputus sepanjang sutera, hanya meninggalkan dasar sayap atau potongan yang menempel pada thoraks. Abdomen pada rayap lebih berhubungan dengan thoraks, kasta yang mandul (pekerja dan serdadu) pada rayap terdiri dari dua kelamin. Kasta reproduktif terdiri atas reproduktif primer dan sekunder. Reproduktif primer merupakan sepasang imago (raja dan ratu) yang
Universitas Sumatera Utara

semasa hidupnya bertugas untuk menghasilkan telur. Kasta – kasta reproduktif terbentuk dari telur yang dibuahi (Borror dkk., 1992).
Kepala berwarna kuning, antena, labrum dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46 - 2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40 - 1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00 - 1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5 - 6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri dan bewarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk.,2003).
Rayap merupakan serangga pemakan kayu (Xylophagus sp) atau bahanbahan yang mengandung selulosa (Nandika dkk., 2003). Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta dalam rayap terdiri dari tiga kasta yaitu : 1. Kasta prajurit, kasta ini mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan
yang nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni. 2. Kasta pekerja, kasta ini mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit kutikula dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80 - 90 % populasi dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari makan, memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan makanan saat sarang terancam serat melindungi dan memelihara ratu.
Universitas Sumatera Utara

3. Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina. Ukuran tubuh ratu mencapai 5 - 9 cm atau lebih. Rayap tanah merupakan hama yang memiliki spesifisitas habitat dan
memiliki perilaku yang khas. Koloni rayap membangun istananya di dalam tanah hingga kedalaman tertentu, bahkan acapkali terlihat kokoh di atas permukaan tanah. Koloni rayap dalam tanah bisa berjumlah ratusan ribu hingga jutaan dan dipimpin oleh seekor ratu rayap yang terlindungi oleh ribuan rayap tentara dalam bangunan kokoh yang tersusun dari tanah. Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. (Tarumingkeng, 2000).
Aktivitas makan rayap pada suatu jenis kayu tergantung faktor luar yaitu jenis kayu. Pada tahap awal, komponen kimia kayu merangsang saraf perasa (gustatory) rayap yaitu pada waktu rayap mulai makan. Kedua adalah tingkat ambang rasa rayap itu sendiri. Dengan demikian tingkat kesukaan makan rayap pada beberapa jenis kayu tergantung pada jenis-jenis kayu dan jenis rayap itu sendiri. Perbedaan sifat kayu dan ambang rasa rayap menimbulkan perbedaan aktivitas makan setiap jenis rayap pada berbagai jenis kayu (Supriana, 1983).
Rayap mencari makanan tidak melalui proses visual karena rayap memiliki mata yang vestigial (tidak berkembang). Oleh karena itu, rayap akan menjelajah secara acak. Rayap pekerja menyebar dari pusat sarang sampai menemukan sumber makanan yang sesuai dan kembali ke pusat sarang sambil meletakkan feromon penanda jejak sehingga rayap pekerja lain dapat menuju sumber makanan yang baru ditemukan (Bignell et al., 2001).
Universitas Sumatera Utara

Beberapa jenis rayap memperlihatkan tingkat kesukaan pada kayu yang telah diserang jamur pendegradasi lignin (Cornelius dkk., 2004). Penelitian oleh Nandika dkk., (2003) menunjukkan bahwa kayu pinus yang terlapukkan oleh jamur Schizophyillum commune lebih disukai oleh Coptotermes curvighnathus dibandingkan dengan kayu yang tidak lapuk. Jamur menghasilkan substansi yang menarik rayap dan memudahkan pencernaan.
Dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk diperhatikan. Beberapa sifat-sifat penting rayap menurut Nandika (1991) adalah sebagai berikut: 1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta
mengadakan pertukaran bahan makanan. 2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak
berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang). 3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan kekurangan makanan. 4. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya. 5. Sifat polimorfisme atau polimorfik, yaitu bentuk-bentuk rayap yang berbeda antara pekerja, prajurit dan rayap reproduktif.
Menurut Tarumingkeng (2003) setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (reprodukif primer dan reproduktif suplementer). Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari serangga sosial.
Universitas Sumatera Utara

Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran dan sisa tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil >2,00 mm, pasir kuarsa 2,0 - 0,2 mm, pasir halus 0,2 - 0,02 mm, lumpur 0,02 - 0,002 mm, dan liat < 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang (Nandika dkk., 2003). Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)
Taksonomi dari rayap tanah M. gilvus adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Divisi : Avertebrata Kelas : Insecta Ordo : Isoptera Famili : Termitidae Sub famili : Macrotermitidae Genus : Macrotermes Spesies : Macrotermes gilvus
Rayap M. gilvus termasuk ke dalam famili Termitidae, sub-famili Macrotermitidae dan genus Macrotermes. Kepala rayap ini berwarna coklat tua. Mandibel berkembang dan berfungsi, mandibel kiri dan kanan simetris dan tidak memiliki gigi marginal. Mandibel melengkung pada ujungnya dan digunakan untuk menjepit. Ujung dari labrum tidak jelas, pendek dan melingkar. Ruas antena terdiri atas 16 - 17 ruas (Nandika dkk., 2003).
Universitas Sumatera Utara

Menurut Tarumingkeng (2000), kasta prajurit pada rayap ini memiliki dua bentuk yaitu kasta prajurit berukuran besar dan kasta prajurit berukuran kecil. Adapun ciri-ciri dua jenis kasta prajurit dari M. gilvus adalah sebagai berikut: 1. Kasta prajurit berukuran besar, berwarna coklat kemerahan, dengan lebar 2,88 -
3,10 mm, panjang kepala dengan mandibel 4,80 - 5,00 mm. Antena 17 ruas, ruas ketiga sama panjang dengan ruas kedua, ruas ketiga lebih panjang dari ruas keempat. 2. Kasta prajurit berukuran kecil. Kepala berwarna coklat tua, dengan lebar 1,52 1,71 mm, panjang kepala dengan mandibel 3,07 - 3,27 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,84 - 2,08 mm. Antena 17 ruas, ruas kedua sama panjang dengan ruas keempat.
Tambunan dan Nandika (1989) menyatakan bahwa pada koloni-koloni rayap bawah tanah, rayap pekerja merupakan individu yang jumlahnya jauh lebih banyak. Seperti serdadunya, rayap pekerja ini mandul, tanpa sayap, buta dengan tubuh berwarna lebih muda dan sedikit lebih pendek dari ¼ inci. Meskipun dengan ciri-ciri rahang yang kurang nampak, tetapi rahang bawah rayap pekerja ini telah disesuaikan secara khusus untuk menggigit putus potongan-potongan kayu, dan kasta inilah yang menimbulkan segala macam kerusakan yang disebabkan oleh rayap bawah tanah.
Di hutan alam, rayap tanah jenis M. gilvus berperan penting sebagai degradator primer (Khrishna and Weesner, 1969). Konsumsi makan rayap didefinisikan sebagai tingkat kesukaan rayap terhadap sumber makanan yang ada di lingkungannya. Rayap ini berperan penting dalam proses daur ulang nutrisi tanaman melalui proses disintegrasi dan dekomposisi material organik dari kayu
Universitas Sumatera Utara

yang telah mati, ranting dan serasah menjadi material organik yang lebih halus (Bignell dkk, 2010). Preferensi makan penting diperhatikan, karena berpengaruh terhadap persediaan makanan di habitat alami. Rayap merupakan serangga pemakan kayu (Xylophagus sp) atau bahan-bahan yang terdiri dari selulosa; di negara-negara sub tropis jenis kayu seperti pinus merupakan kesukaannya (Bignell et al., 2000). Kayu yang lapuk sangat mudah dimakan rayap namun kayu sehat pun sangat disukai. Rayap banyak memakan kayu yang sedang dalam proses pelapukan akibat meningkatnya kelembaban. Oleh karena itu, kerusakan kayu oleh rayap erat hubungannya dengan pelapukan kayu oleh jamur. Taman jamur (fungus garden) diperlukan sebagai sumber protein dan vitamin bagi rayap tanah M. gilvus. Hal ini merupakan simbiosis mutualisme yang terjadi antara rayap dan jamur (Korb and Aanen, 2003).
Kebanyakan rayap tanah dapat makan kayu sebanyak 2 - 3% dari berat badannya setiap hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rayap adalah keadaan lingkungan, ukuran badan dan besar kecilnya koloni. Rata-rata besar koloni rayap tanah di daerah sub tropis adalah 60 - 350 ribu ekor rayap pekerja. Jenis rayap genus Coptotermes paling cepat menghabiskan makanan dibandingkan dengan genus lain. Jenis ini memerlukan kayu sebanyak 5 - 31 g dalam waktu 19 hari (Lee, 2002).
Menurut Nakashima et al (2002) menyatakan bahwa di dalam tubuh rayap tanah terdapat beberapa spesies jamur yang berfungsi menghasilkan enzim sellulase, seperti Spirotrichonympha leidyi, Holomastigotoides mirabile, dan Pseudotrichonympha grassii. Sementara itu enzim amylase, protease dan glycosyl hydrolase yang dihasilkan bakteri membantu rayap tanah M. gilvus untuk
Universitas Sumatera Utara

mendegradasi selulosa (Bayane and Guiot, 2011). Dalam proses degradasi senyawa-senyawa dalam kayu, jamur Termitomyces menghasilkan enzim sellulase dan xylanase untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa. Termitomyces juga menghasilkan enzim laccase yang membantu rayap mendegradasi senyawa lignin (Johjima et al., 2006), Termitomyces kaya dengan nitrogen yang dibutuhkan rayap untuk hidup dan berkembang biak (Sawhasan et al., 2012).
Rayap tanah M. gilvus berkebun jamur di dalam sarangnya, terutama Termitomyces (Jouquet et al., 2005). Peranan jamur dalam sarang rayap terhadap ekosistem alam sangat menguntungkan untuk meningkatkan kadar C dan N dalam tanah dan mineral tanah (NH4+, NO3-, Ca 2+, Mg2+, K+ dan Na+). Biomassa jamur Termitomyces dalam sarang rayap M. gilvus adalah 1,1 g/m2, sementara M. carbonarius 3,4 gr/m2 dan M. annandalei 10,6 g/m2. Hal ini menunjukkan bahwa jamur dalam sarang rayap tanah M. gilvus berperan sangat positif dalam proses degradasi bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan anorganik di dalam ekosistem alam (Yamada et al., 2005). Rayap M. gilvus mampu memodifikasi profil tanah dan sifat kimia tanah sehingga menyebabkan terjadi perubahan vegetasi. Di sekitar sarang rayap ini cenderung lebih banyak mengandung silika sehingga menyebabkan hanya jenis-jenis tumbuhan tertentu yang dapat tumbuh di atas sarang rayap (Nandika dkk., 2003).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 - Januari 2014.
Pembuatan ekstrak biji mengkudu dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan diuji terhadap rayap di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk biji mengkudu (Morinda citrifolia), tisu gulung, pasir, aquades, kertas selulosa, aluminium foil, pelarut metanol, dan rayap tanah jenis M. gilvus. dari Hutan Tridharma..
Alat digunakan adalah rotary evaporator, ember, blender, hand sprayer, saringan, labu ukur 250 ml, cawan petri, penangas air, ekstraktor, oven, timbangan analitik, beaker gelas, gelas ukur, kamera digital, stoples kaca, kain kasa, bak rendaman, karet gelang, cangkul, batang pengaduk, sarung tangan, kalkulator, software SPSS dan alat tulis. Metode Penelitian Ekstraksi Biji Mengkudu (Morinda citrifolia)
Biji mengkudu diperoleh dari buah mengkudu yang sudah masak. Biji dipisahkan dari buah dan kemudian biji dicuci sampai bersih. Kemudian biji mengkudu dijemur dan dikeringanginkan sampai kering. Biji yang sudah kering diblender, kemudian disaring sampai didapat 2 Kg serbuk biji mengkudu.
Universitas Sumatera Utara

2 Kg serbuk biji mengkudu Morinda citrifolia

Pelarutan dengan MeOH 3 x 24 jam

Residu MeOH sisa

Ekstrak MeOH kasar Penyaringan, pemekatan dengan rotary evaporator 40 - 65 0C
Lapisan MeOH
Penguapan

Ekstrak pekat metanol
Pelarutan dengan aquades
Ekstrak diumpankan pada Rayap Tanah

Gambar 4. Bagan ekstraksi Ekstraksi komponen aktif dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Serbuk biji mengkudu sebanyak 2 Kg dimasukkan kedalam botol ekstraktor dan diekstraksi menggunakan pelarut methanol dengan perbandingan serbuk dan methanol 1 : 3. Serbuk biji mengkudu didiamkan selama 3 hari kemudian disaring. Tahap maserasi diulang sampai 2 kali. Selanjutnya maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 - 650 C sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat yang dihasilkan diuapkan dengan menggunakan penangas air sehingga pelarut methanol tidak terkandung dalam ekstrak pekat yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Larutan Ekstrak Kadar ekstrak dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Bobot kering ekstrak
Kadar Ekstrak (%) = Bobot kering serbuk sebelum ekstraksi × 100% Ekstrak pekat biji mengkudu yang diperoleh untuk masing-masing hasil
ekstrak dikonsentrasikan dengan pelarut aquades sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan. P0 = Perlakuan 0 % (tanpa ekstrak biji mengkudu), P1 = 1 %, P2 = 2%, P3 = 3 %. Penambahan aquades dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak pada berbagai tingkat konsentrasi pengujian. Formulasi konsentrasi ditentukan dengan rumus :
Konsentrasi 1% = 2,5 mg ekstrak biji mengkudu 250 ml Aquades
Konsentrasi 2% = 5 mg ekstrak biji mengkudu 250 ml Aquades
Konsentrasi 3% = 7,5 mg ekstrak biji mengkudu 250 ml Aquades
Pengambilan Rayap Rayap yang digunakan dalam penelitian ini adalah rayap dari kasta prajurit
dan kasta pekerja. Rayap M. gilvus diambil dari Hutan Tridharma USU. Pengambilan dilakukan dengan mencangkul sarang rayap di atas tanah yang berupa gundukan tanah kemudian diambil koloni rayap dan dibawa ke laboratorium. Sebelum digunakan untuk pengujian, rayap-rayap tersebut beserta tanah dan sumber makanannya disimpan dalam ember plastik besar yang ditutup dengan kain hitam dan wadah tersebut disimpan di tempat lembab.
Universitas Sumatera Utara

Persiapan Media Pembuatan media dilakukan dengan cara mencampurkan pasir dan tanah
tanah liat, diberikan air secukupnya lalu diaduk rata. Kemudiaan dimasukkan ke dalam stoples yang telah disediakan sebanyak ¼ dari tinggi stoples 8 cm. Uji Bioassay Zat Ekstraktif terhadap Rayap Tanah
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode p