Deteksi Virus Pada Kedelai Di Jawa Dan Respons Ketahanan Sembilan Varietas Terhadap Cucumber Mosaic Virus Strain Soybean

DETEKSI VIRUS PADA KEDELAI DI JAWA DAN RESPONS
KETAHANAN SEMBILAN VARIETAS TERHADAP
CUCUMBER MOSAIC VIRUS STRAIN SOYBEAN

YUNITA FAUZIAH RAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Virus pada
Kedelai di Jawa dan Respons Ketahanan Sembilan Varietas terhadap
Cucumber mosaic virus strain Soybean adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Yunita Fauziah Rahim
NIM A352120201

RINGKASAN
YUNITA FAUZIAH RAHIM. Deteksi Virus pada Kedelai di Jawa dan Respons
Ketahanan Sembilan Varietas terhadap Cucumber mosaic virus strain Soybean.
Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI dan MUNIF GHULAMAHDI.
Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan
penting di Indonesia. Namun produksinya belum mencukupi kebutuhan nasional
sehingga kebutuhan kedelai dicukupi dengan importasi benih. Faktor pembatas
menurunnya produktivitas kedelai salah satunya adalah gangguan hama dan
penyakit tanaman. Penyakit tanaman kedelai yang disebabkan infeksi virus dapat
mempengaruhi hasil panen secara kualitas dan kuantitas. Oleh karena importasi
benih kedelai di Indonesia cukup tinggi, untuk mempertahankan dan
meningkatkan produksi kedelai, maka perlu dilakukan pemutakhiran informasi
terkait virus di lapangan. Penelitian bertujuan mendeteksi virus yang menginfeksi
kedelai di beberapa lokasi di Jawa dan mengevaluasi respons ketahanan sembilan
varietas terhadap infeksi virus yang dominan ditemukan. Survei dan pengambilan

sampel dilakukan di Kecamatan Cikarawang dan Kecamatan Bogor Barat,
Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon (Jawa
Barat), Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (DI Yogyakarta), dan Kecamatan
Babadan, Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur). Sampel diambil sebanyak masingmasing 50 tanaman dengan metode purposive sampling dari setiap lokasi.
Insidensi penyakit virus ditentukan secara serologi dengan mengggunakan
antiserum Cucumber mosaic virus (CMV), Soybean mosaic virus (SMV), Cowpea
mild mottle virus (CPMMV), dan Bean pod mottle virus (BPMV). Virus yang
dominan selanjutnya dideteksi dengan RT-/PCR menggunakan primer spesifik,
dan atau universal, kemudian dirunut sekuen nukleotidanya. Insidensi penyakit
oleh CMV, SMV, dan CPMMV berturut-turut berkisar 72–84%, 14–24%, dan
6–8%; sedangkan BPMV tidak terdeteksi dari semua sampel. Gejala cupping dan
menguning terdeteksi oleh antiserum CMV, CMV dan SMV merupakan virus
yang dominan ditemukan. RT-PCR dengan primer spesifik gen CI SMV, DNA
tidak teramplifikasi, namun berhasil teramplifikasi dengan primer universal
Potyvirus. CMV teramplifikasi dengan primer spesifik gen CP dan DNA
teramplifikasi dari gejala “cupping” dan menguning dengan primer universal
Geminivirus. Homologi nukleotida tertinggi CMV terhadap CMV strain S asal
Bogor (99.3%). Homologi Potyvirus tertinggi terhadap BCMV isolat Mungbean
asal Cina dan strain Blackeye asal Vietnam (88.3%). Homologi Geminivirus
tertinggi terhadap Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) asal Bogor dan Jawa

(95.5%). Analisis filogenetika menunjukkan CMV-S berada dalam satu kelompok
terpisah dari CMV strain lainnya. BCMV pada kedelai dalam penelitian ini
membentuk kelompok terpisah dari BCMV asal negara lain, sedangkan PYLCV
isolat kedelai membentuk satu kelompok dengan PYLCV isolat cabai asal Bogor
dan Jawa.
Penanaman varietas unggul yang tahan virus adalah salah satu strategi
pengendalian yang paling baik. Berdasarkan hasil deteksi serologi, CMV-S
merupakan virus yang dominan di Jawa. Uji respons ketahanan terhadap CMV-S
dilakukan pada percobaan rumah kaca menggunakan sembilan varietas kedelai
yaitu Argomulyo, Anjasmoro, Burangrang, Cikuray, Detam-1, Detam-2,

Grobogan, Sinabung, dan Wilis. Inokulasi dilakukan secara mekanis pada daun
yang membuka penuh. Tiap varietas terdiri atas 15 tanaman sebagai ulangan.
Respons ketahanan terhadap inokulasi mekanis CMV-S diukur berdasarkan
beberapa parameter penilaian penyakit (periode inkubasi, tipe gejala, keparahan
penyakit, indeks keparahan penyakit, titer virus) dan parameter pertumbuhan
tanaman (tinggi tanaman, masa berbunga, dan jumlah bunga). Varietas Grobogan
memiliki periode inkubasi terpendek yaitu 8-14 hari setelah inokulasi, sedangkan
varietas Detam-1 dan Burangrang memiliki periode inkubasi terpanjang yaitu
14-19 hari setelah inokulasi. Tipe gejala penyakit yang muncul bervariasi

tergantung varietas. Indeks keparahan penyakit tertinggi pada varietas Grobogan
yaitu 6.13 dengan ratio nilai absorbansi ELISA (NAE) sebesar 4.01 kali dari
NAE kontrol negatif, sedangkan indeks keparahan penyakit terendah pada varietas
Detam-1 yaitu 0.45 dengan ratio NAE sebesar 2.18 kali dari NAE kontrol negatif.
Infeksi CMV-S dapat menghambat pertumbuhan tanaman pada beberapa varietas
kedelai yang diuji. Varietas Grobogan memiliki nilai indeks sensitivitas tertinggi
sebesar 2.23, sedangkan varietas Detam-2 memiliki nilai terendah sebesar 0.04
terhadap infeksi CMV-S. Berdasarkan parameter pengamatan, varietas Grobogan
dikategorikan rentan, sedangkan varietas Argomulyo, Anjasmoro, Cikuray,
Sinabung, dan Wilis dikategorikan toleran, dan varietas Burangrang, Detam-1,
dan Detam-2 resisten terhadap infeksi CMV-S. Tiga varietas yang
memperlihatkan respons tahan dapat digunakan sebagai tetua pada perakitan
varietas tahan terhadap CMV-S.
Kata kunci: Insidensi penyakit, indeks keparahan penyakit, kedelai, RT-PCR,
varietas tahan

SUMMARY
YUNITA FAUZIAH RAHIM. Detection of Viruses on Soybean in Java and
Resistance Response of Nine Varieties Against Cucumber mosaic virus strain
Soybean. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI and MUNIF

GHULAMAHDI.
Soybean (Glycine max [L.] Merrill) is one of the important food commodity
in Indonesia, however the production is not sufficient for national needness.Thus,
seed importation is conducted to overcome it. Pest and disease is one of constraint
of soybean production. Since seed importation frequency is high, to maintain and
increase soybean production, its necessary to updates the information related
viruses. This research aimed to detect viruses which infect soybean at several
locations in Java and to evaluate the resistance response of nine soybean varieties
against viral infection which is predominantly found. Survey and sampling carried
out in Cikarawang and Bogor Barat, Bogor (West Java), Gempol, Cirebon (West
Java), Kasihan, Bantul (Yogyakarta), and Babadan, Ponorogo (East Java).
Samples were taken from 50 plants with purposive sampling method from each
location. Disease incidence was determined by serological test using Soybean
mosaic virus (SMV), Cucumber mosaic virus (CMV), Cowpea mild mottle virus
(CPMMV) and Bean pod mottle virus (BPMV) antisera. Then, predominant virus
detect by RT-/PCR using specific primers, and or universal, and then the
nucleotides were sequenced. Diseases incidence of CMV, SMV, and CPMMV
ranged from 72 to 84%, 14 to 24%, and 6 to 8%; whereas BPMV was not detect
from all samples tested. The symptoms of cupping and yellowing was positively
against CMV antiserum. CMV and SMV were predominantly detected. RT-PCR

using specific primers of CI gen of SMV was not successfully amplified, however
it successfully amplified by using universal primers of Potyvirus. CMV was
succesfully amplified with CP specific primer and the symptoms of cupping and
yellowing successfully detected with universal primers of Geminivirus. The
homology of CMV was closely to CMV strain S from Bogor (99.3%). The
homology of Potyvirus was closely to BCMV isolate mungbean from China and
strain Blackeye from Vietnam (88.3%). The homology of Geminivirus was
closely to Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) from Bogor and Java (95.5%).
Phylogenetic analysis of CMV-S was in the one cluster and distantly separated
from other strains. BCMV isolate soybean was in different cluster with BCMV
from other countries. PYLCV isolate soybean was in same cluster with PYLCV
from Bogor and Java.
Utilization of resistant variety is one of the best virus control strategy.
Based serological detection, CMV-S is the predominant virus found in Java.
Resistance response test of nine soybean varieties i.e. Argomulyo, Anjasmoro,
Burangrang, Cikuray, Detam-1, Detam-2, Grobogan, Sinabung and Wilis was
conducted in green house trial. Each of variety consisted of 15 plants as replicate.
Resistance response against mechanical infection of CMV-S is measured based on
the disease assessments (incubation period, symptoms, severity, severity index,
virus titre) and plant growth parameters (plant height, flowering time, number of

flowers). Grobogan variety showed the shortest incubation period at 8-14 days

post inoculation, while Detam-1 and Burangrang varities have the longest one at
14-19 days post inoculation. The type of symptoms varied depends on variety.
The Grobogan variety showed highest disease index (6.13) with ratio of ELISA
absorbance value 4.01 fold of negative control, whereas Detam-1 showed the
lowest one (0.45) with ELISA absorbance value 2.18 fold of negative control.
Plant infected by CMV-S showed inhibition of plant growth depends on variety.
Grobogan variety has the highest sensitivity index value at 2.23, while Detam-2
variety has the lowest value at 0.04. Based on those parameter, Grobogan variety
is classified as susceptible, while Argomulyo, Anjasmoro, Cikuray, Sinabung, and
Wilis varieties are tolerant, and Burangrang, Detam-1, and Detam-2 varieties are
resistant against CMV-S infection. Three varieties which showed resistant
response can be used as a parental to assembling resistant variety against CMV-S.
Keywords: Disease insidence, disease index, soybean, RT-PCR, resistant varieties

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI VIRUS PADA KEDELAI DI JAWA DAN RESPONS
KETAHANAN SEMBILAN VARIETAS TERHADAP
CUCUMBER MOSAIC VIRUS STRAIN SOYBEAN

YUNITA FAUZIAH RAHIM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Kikin Hamzah Muttaqin, MSi

PRAKATA
Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Deteksi Virus pada Kedelai di
Jawa dan Respons Ketahanan Sembilan Varietas terhadap Cucumber mosaic virus
strain Soybean” telah dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 hingga Mei 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr
dan Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis selama masa penelitian dan atas benih kedelai yang
diberikan untuk kegiatan penelitian. Terima kasih penulis sampaikan kepada
Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc sebagai Ketua Program Studi
Fitopatologi atas petunjuk dan saran kepada penulis selama penulis mengikuti
pendidikan, serta Dr Ir Kikin Hamzah Muttaqin, MSi selaku dosen penguji yang
telah memberikan banyak masukan dalam menyempurnakan penulisan karya
ilmiah ini.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Badan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Pertanian yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi
Fitopatologi Pascasarjana IPB. Penghargaan penulis sampaikan kepada temanteman Pengamat Hama dan Penyakit yang bertugas di lokasi survei atas
bantuannya selama penulis melakukan survei dan pengambilan sampel.
Ungkapan terima kasih kepada suami, anak, orang tua, saudara, serta
seluruh keluarga tercinta atas segala perhatian, doa, motivasi, dan kasih sayangnya
kepada penulis selama menempuh pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Desember 2015
Yunita Fauziah Rahim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Taksonomi Tanaman Kedelai
Morfologi Tanaman Kedelai
Jenis Virus yang Menginfeksi Tanaman Kedelai
Bean pod mottle virus
Cowpea mild mottle virus
Cucumber mosaic virus
Geminivirus
Soybean mosaic virus
Respons Ketahanan Tanaman

1
1
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
5
5
6
7

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Deteksi dan Identifikasi Virus dari Beberapa Pertanaman Kedelai
Pengambilan Sampel Daun Tanaman Kedelai
Insidensi Penyakit
Deteksi dengan Metode RT-/PCR
Ekstraksi Asam Nukleat
Sintesis cDNA
Amplifikasi DNA
Perunutan DNA dan Analisis Sekuen Nukleotida
Respons Ketahanan Sembilan Varietas Kedelai terhadap Infeksi
CMV-S
Perbanyakan Inokulum
Penyiapan Tanaman Uji
Inokulasi CMV-S
Peubah Pengamatan
Pengukuran Titer Virus CMV-S
Prosedur Analisis Data

8
8
8
8
8
8
9
9
10
10
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi Virus dari Beberapa Pertanaman Kedelai di Jawa
Gejala Penyakit
Insidensi Infeksi Virus
Amplifikasi DNA dan Runutan DNA

14
14
15
16
17

11
11
11
11
11
12
13

Respons Ketahanan Sembilan Varietas Kedelai terhadap Infeksi CMV-S
Pengaruh Infeksi CMV-S terhadap Periode Inkubasi, Insidensi
Penyakit, dan Tipe Gejala
Pengaruh Infeksi CMV-S terhadap Indeks Keparahan Penyakit
dan Titer Virus
Pengaruh Infeksi CMV-S terhadap Tinggi Tanaman dan Jumlah
Bunga Mekar

23
23
25
25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

33
33
33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

42

RIWAYAT HIDUP

52

DAFTAR TABEL
1 Gejala infeksi virus pada tanaman kedelai di beberapa lokasi
di Jawa
2 Insidensi infeksi virus berdasarkan reaksi serologi
3 Insidensi infeksi campuran virus berdasarkan reaksi serologi
4 Tingkat homologi runutan nukleotida gen CP CMV isolat
Cikarawang, Bogor Barat, Cirebon, Bantul, Ponorogo dengan
isolat dari negara lain yang terdaftar di GenBank
5 Tingkat homologi runutan nukleotida gen CP Potyvirus isolat
Ponorogo dengan isolat dari negara lain yang terdaftar di
GenBank
6 Tingkat homologi runutan nukleotida gen CP Geminivirus
isolat Bogor Barat dengan isolat dari negara lain yang
terdaftar di GenBank
7 Pengaruh infeksi CMV-S terhadap periode inkubasi, insiden
penyakit, dan tipe gejala
8 Pengaruh infeksi CMV-S terhadap indeks keparahan penyakit
dan titer virus
9 Persentase penghambatan tinggi tanaman sembilan varietas
kedelai
10 Waktu berbunga dan jumlah bunga mekar pada sembilan
varietas kedelai
11 Nilai indeks sensitivitas jumlah bunga mekar sembilan
varietas kedelai yang diinfeksi CMV-S
12 Respons ketahanan sembilan varietas kedelai terhadap infeksi
CMV-S

14
15
16

18

19

20
23
25
27
28
29
30

DAFTAR GAMBAR
1 Gejala infeksi virus pada beberapa lokasi pertanaman kedelai
di Jawa
2 Hasil amplifikasi RT-/PCR
3 Pohon filogenetika berdasarkan runutan nukleotida virus-virus
isolat kedelai terhadap virus yang sama dari negara lain
4 Tipe gejala yang muncul pada sembilan varietas yang
diinokulasi CMV-S
5 Tinggi tanaman sembilan varietas kedelai yang diinfeksi
CMV-S dibandingkan kontrol pada 2 dan 4 minggu setelah
inokulasi
6 Jumlah bunga mekar pada sembilan varietas kedelai yang
diinfeksi CMV-S dibadingkan kontrol

15
17
21
24

26
28

DAFTAR LAMPIRAN
1 Runutan basa nukleotida gen CP CMV isolat Cikarawang, Bogor
Barat, Cirebon, Bantul, Ponorogo dengan isolat dari negara lain
yang terdaftar di GenBank
2 Runutan basa nukleotida gen CP Potyvirus isolat Ponorogo dengan
isolat dari negara lain yang terdaftar di GenBank
3 Runutan basa nukleotida gen CP Gemiviruss isolat Bogor Barat
dengan isolat dari negara lain yang terdaftar di GenBank
4 Tinggi tanaman pada sembilan varietas kedelai 1 - 4 MSI

42
46
48
51

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas penting
di Indonesia, yang dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi pangan juga sebagai
bahan baku industri olahan. Kebutuhan kedelai setiap tahunnya mencapai 2.3 juta
ton biji kering (Eka et al. 2015). Kebutuhan kedelai yang cukup tinggi belum
diikuti dengan produksi yang mencukupi. Produksi kedelai tahun 2009–2014
berturut-turut sebesar 974 510 ton, 907 030 ton, 851 290 ton, 843 150 ton,
779 990 ton, dan 953 960. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional,
pemerintah melakukan importasi benih kedelai. Impor kedelai pada pertengahan
2014 mencapai 1.58 juta ton; sekitar ±65% dari rata-rata kebutuhan nasional
(BPS 2015). Amerika Serikat dan Brazil adalah negara importir kedelai terbesar.
Beberapa virus yang dilaporkan menginfeksi kedelai di Amerika Serikat yaitu,
Alfalfa mosaic virus (AMV), Soybean mosaic virus (SMV) (Malapi-Nelson et al.
2009), dan Bean pod mottle virus (BPMV) (Giesler et al. 2002). Virus yang
menginfeksi kedelai di Brazil yaitu Cowpea mild mottle virus (CPMMV)
(Rodrigues et al. 2014), Geminivirus (Fernandes et al. 2009), SMV (Silva et al.
2004), BPMV (Anjos et al. 1999). Tingginya jumlah importasi biji kedelai ke
Indonesia memungkinkan masuknya OPT baru terbawa benih.
Kedelai rentan terhadap infeksi virus yang dapat mempengaruhi hasil panen
secara kualitas dan kuantitas. Beberapa virus penting pada kedelai di Indonesia
ialah Soybean mosaic virus (SMV), menyebabkan penurunan produksi kedelai
sebesar 25-93% (Andayanie 2012a), Soybean stunt virus (SSV)/Cucumber mosaic
virus strain soybean (CMV-S) (Asadi et al. 2003), menyebabkan penurunan
produksi sebesar 41-50% (Honda et al. 1988), Cowpea mild mottle virus
(CPMMV), menyebabkan penurunan produksi sekitar 11–56% (Akin 2003).
Upaya penentuan strategi pengendalian virus perlu didukung oleh
kemampuan mengidentifikasi virus target. Gejala infeksi virus di lapangan sangat
bervariasi, karena ekspresi gejala dipengaruhi oleh virus, lingkungan, dan kultivar
tanaman (Matthews 1992). Gejala penyakit yang nampak di lapangan tidak dapat
diandalkan untuk mendiagnosis virus penyebab penyakit. Deteksi virus secara
serologi dan deteksi asam nukleat dengan polymerase chain reaction (PCR) serta
perunutan DNA yang berkembang saat ini dapat membantu identifikasi virus
secara akurat.
Strategi pengendalian virus umumnya dengan menggunakan benih sehat,
menghilangkan tanaman terinfeksi, aplikasi insektisida untuk mengendalikan
serangga vektor, dan menggunakan varietas tahan. Pengendalian dengan
menanam varietas kedelai unggul tahan virus merupakan cara terbaik dan ramah
lingkungan. Program pemuliaan kedelai unggulan telah banyak dilakukan,
faktanya pemulia tanaman membuat kedelai yang tinggi produktivitasnya namun
belum memasukkan ketahanan virus di dalamnya (Asadi dan Dewi 2010),
sehingga perlu dilakukan pengujian respons ketahanan varietas kedelai unggulan
terhadap infeksi virus yang dominan terdeteksi.

`

2

Perumusan Masalah
Mengingat kedelai salah satu komoditas pangan penting Indonesia maka
perlu eksplorasi virus yang dapat membatasi produksi kedelai melalui
pemutakhiran informasi virus yang telah ada.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai adalah menghasilkan
varietas yang unggul dan tahan terhadap organisme pengganggu tanaman.
Beberapa varietas kedelai yang selama ini dihasilkan melalui teknik pemuliaan
lebih mengarah kepada peningkatan hasil secara kuantitas, sehingga masih
diperlukan adanya pengujian terhadap respons ketahanan varietas tersebut
terhadap virus yang dominan terdeteksi, sehingga rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Belum diketahui informasi status virus-virus yang menginfeksi kedelai saat ini
dan sebarannya pada beberapa lokasi pertanaman kedelai di Jawa.
2. Belum tersedia informasi ketahanan varietas kedelai unggulan terhadap infeksi
virus yang ada.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeteksi dan mengidentifikasi virus-virus yang menginfeksi kedelai pada
beberapa lokasi pertanaman kedelai di Jawa.
2. Mengevaluasi respons ketahanan beberapa varietas kedelai unggulan terhadap
infeksi virus yang dominan terdeteksi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang virus
yang menginfeksi kedelai di Pulau Jawa, yang dapat digunakan dalam strategi
pengendalian penyakit untuk program peningkatan produksi kedelai nasional.
Informasi tentang tingkat ketahanan diharapkan dapat digunakan oleh pemulia
tanaman dalam rangka perakitan varietas tahan virus yang dominan terdeteksi.
Varietas tahan dapat menjadi informasi yang dapat direkomendasi kepada petani.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Taksonomi Tanaman Kedelai
Kedelai termasuk tanaman yang telah lama dibudidayakan dan berasal dari
China (Hymowitz 1970). Pertama kali diintroduksi ke negara Amerika Serikat
pada tahun 1765, dan Ontario Kanada yang merupakan penghasil kedelai terbesar
(Hymowitz dan Harlan 1983). Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan (taksonomi),
tanaman kedelai diklasfikasikan sebagai berikut (Bernard dan Weiss 1973):
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledone
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Sub famil : Papilionoideae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merril
Morfologi Tanaman Kedelai
Karakteristik kedelai yang dibudidayakan di Indonesia adalah tanaman
semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40-90 cm, bercabang, umur tanaman
antara 72-90 hari. Kedelai introduksi umumnya tidak memiliki atau memiliki
sangat sedikit percabangan dan sebagian bertrikoma padat baik pada daun maupun
polong (Adie dan Krisnawati 2007). Selama masa pertumbuhannya,
kedelai memerlukan cahaya penuh (McNellis dan Deng 1995).
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang dengan akar-akar cabang, pada
akar-akar cabang terdapat bintil-bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum.
Daun terdiri atas empat tipe yang berbeda yaitu kotiledon, daun primer sederhana,
beranak daun tiga (trifoliat) dan profila yaitu daun yang terletak pada pangkal tiap
cabang. Bunga kedelai tergolong bunga sempurna. Polong pertama tampak setelah
10-14 hari munculnya bunga pertama. Pada batang, cabang, daun dan polong
kedelai terdapat bulu yang warnanya berbeda-beda tergantung pada varietas
masing-masing (Hidajat 1985).
Berdasarkan warna kulit biji, kedelai terdiri atas kedelai kuning dan kedelai
hitam. Sebagian besar pertanaman komersial menghasilkan kedelai kuning
(Glycine max) dengan warna hilum yang bervariasi (coklat, hitam, dan kuning),
sedangkan kedelai yang terdaftar sebagai aksesi Glycine soja di USDA Soybean
Germplasm Collections memiliki kulit biji yang berwarna hitam. Tipe kulit biji
dan warna hilum kedelai adalah metabolit sekunder yang berasal dari lintasan
flavonoid seperti antosianin yang berperan dalam ketahanan tanaman terhadap
patogen dan sinar ultraviolet (Zabala dan Vodkin 2003).

4

Jenis Virus yang Menginfeksi Tanaman Kedelai
Bean Pod Mottle Virus (BPMV)
Bean pod mottle virus (Comoviridae; Comovirus) memiliki genom RNA
bipartit positif yang terdiri atas RNA1 (± 6.0 kb) dan RNA2 (± 3.6 kb) dengan
partikel yang isometrik berdiameter 28 nm. Berdasarkan karakterisasi runutan
genom virus, BPMV dikelompokkan ke dalam dua sub kelompok yaitu sub
kelompok I dan II (Gu et al. 2002; Gu dan Ghabrial 2005).
BPMV pertama kali diidentifikasi sebagai penyebab penyakit tanaman
kedelai pada tahun 1951 di Arkansas (Ross dan Butler 1985). Selanjutnya BPMV
ditemukan di Missisipi (Pitre et al. 1979) dan Carolina Utara (Ross dan Butler
1985). BPMV menyebar di sepanjang area pertanaman kedelai di USA dan
menyebabkan kehilangan hasil sebesar 10 – 50% (Ross 1968).
BPMV ditularkan oleh vektor bean leaf beetles (BLB; Cerotoma trifurcata).
Sejak tahun 1999 sampai 2004, insidensi penyakit yang disebabkan BPMV
meningkat di wilayah Utara, yang disebabkan meningkatnya populasi dan
perpindahan vektor tersebut (Giesler et al. 2002). Zaumeyer dan Thomas (1948)
pertama kali menjelaskan infeksi BPMV pada kacang buncis (Phaseolus
vulgaris L.), Phaseolus lunatus L. dan kedelai (Glycine max L.).
BPMV menyebabkan gejala belang, mosaik, dan malformasi daun
(Gergerich, 1999). Respons tanaman kedelai terhadap infeksi BPMV bervariasi,
seperti klorosis ringan sampai mosaik berat, dengan gejala yang sangat jelas pada
daun-daun muda (Ross 1968; Walters 1970). Gejala nekrosis dan kematian
tanaman juga dapat terjadi tergantung pada ketahanan varietas kedelai. BPMV
juga dapat menyebabkan “green stem” karena terhambatnya proses kematangan
batang (Schwenk dan Nickell 1980). BPMV menyebabkan kehilangan hasil pada
kedelai sekitar 30–52%, dan kehilangan hasil terparah pada saat virus menginfeksi
awal masa pertumbuhan tanaman (Gergerich 1999).
Cowpea mild mottle virus (CPMMV)
Cowpea mild mottle virus (Flexiviridae; Carlavirus) (Memelink et al. 1990;
Giovanni et al. 2007) pertama kali dilaporkan ditemukan pada kacang tunggak
(Vigna unguiculata) di Ghana (Brunt dan Kenten 1973). CPMMV memiliki
genom RNA utas tunggal dengan partikel berbentuk filamen berukuran sekitar
650 x 15 nm dan selubung protein berukuran 32-36 Kda (Demski dan Kuhn
1989).
Di Indonesia, CPMMV pertama kali dilaporkan pada tanaman kedelai di
Jawa tahun 1984 (Iizuka et al. 1984). Pada beberapa tahun terakhir, CPMMV
telah tersebar luas di sentra produksi kedelai di Indonesia sejalan dengan
meningkatnya populasi vektor virus yaitu kutukebul (Bemisia tabaci Genn.) di
lapangan. Pada saat ini CPMMV juga merupakan virus utama yang menyerang
pertanaman kedelai. Kehilangan hasil akibat serangan CPMMV tergantung
varietas dan umur tanaman kedelai pada saat terinfeksi (Saleh dan Baliadi 2006).
Kehilangan hasil kedelai akibat infeksi CPMMV dapat mencapai 50-90%
(Muniyappa dan Reddy 1983).
CPMMV ditularkan oleh serangga vektor Bemisia tabaci (Homoptera:
Aleyrodidae) secara nonpersisten dan tidak dapat ditularkan melalui biji
(Jeyanandarajah dan Brunt 1993; Memelink et al. 1990). Intensitas serangan dan

5

laju infeksi penyakit sangat ditentukan oleh tersedianya sumber inokulum, tingkat
kerentanan varietas, populasi vektor, dan faktor lingkungan yang kondusif untuk
perkembangan serta aktivitas serangga vektor (Saleh dan Baliadi 2006).
Infeksi CPMMV menyebabkan mosaik, klorosis, nekrosis dan distorsi pada
tanaman indikator (Iwaki et al. 1986). Kacang kedelai, (Glycine max L Merill,
kacang tanah (Arachis hypogaea L.), kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)
Walp.), tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), kacang buncis (Vicia faba L.) and
Nicotiana clevelandii Gray telah dilaporkan sebagai inang dari CPMMV (Reddy
1991).
Cucumber mosaic virus strain soybean (CMV-S)
Soybean stunt virus (SSV) pertama kali dilaporkan oleh Koshimizu dan
Iizuka (1963), memiliki partikel isometrik dengan diameter 25 nm, dan
teridentifikasi sebagai salah satu strain dari Cucmber mosaic virus (CMV).
Berdasarkan pengujian menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide
Gel Electrophoresis (SDS-PAGE), SSV-A mengandung lima jenis RNA utama
dengan berat molekul yang hampir sama dengan RNA CMV dan memiliki
kesamaan berat molekul protein yakni 24 kDa. Hasil penelitian menunjukkan pula
bahwa SSV-A telah membentuk pseudorekombinasi dengan CMV sehingga bisa
disimpulkan bahwa SSV-A yang berasal dari tanaman kedelai merupakan strain
CMV dengan serotipe khusus (Tochihara dan Hanada, 1981). CMV memiliki
kisaran inang yang sangat luas, lebih dari 1000 spesies tanaman termasuk tanaman
monokotil, dikotil, herba,dan pepohonan (Palukaitis et al. 1992).
CMV-S dilaporkan masuk ke Indonesia pada tahun 1973, pertama kali
ditemukan di Bogor, selanjutnya menyebar ke seluruh wilayah pertanaman
kedelai di pulau Jawa, (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur), Sulawesi
Selatan, Sumatera Barat dan Lampung serta wilayah pulau Kalimantan (Roechan
1992). Tanaman kedelai yang terinfeksi memperlihatkan gejala mosaik ringan,
permukaan daun tidak rata, daun mengecil dan menyempit, serta tanaman menjadi
kerdil. Gejala tersebut dapat menghilang pada beberapa varietas kedelai (Honda
et al. 1988). Kehilangan hasil akibat infeksi CMV-S pada kedelai sebesar 41-50%
(Honda et al. 1988).
CMV ditularkan terutama oleh serangga Aphis glycines Mats., serangga
Myzus persicae Sulzer, dan Rhopalosiphum padi Linnaeus dengan kisaran inang
yang cukup luas, meliputi famili Polygonaceae,Chenopodiaceae, Amaranthaceae,
Leguminosae, Solanaceae, Pedaliaceae, dan Compositae. Virus ini dapat pula
ditularkan melalui benih dengan persentase yang tinggi (>70%) (Honda et al.
1988). Penularan secara mekanis di lapang hampir tidak ada, kecuali dengan
bantuan manusia (Roechan 1992).
Geminivirus
Geminivirus adalah kelompok virus tanaman yang memiliki genom DNA
utas tunggal yang melingkar, partikelnya berbentuk ikosahedral, dan terselubung
dalam virion ikosahedral kembar (geminate) (Harrison 1985). Berdasarkan kisaran
inang, serangga vektor, dan organisasi genom, Geminivirus diklasifikasikan atas
empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus dan Begomovirus
(Fauquet dan Stanley 2005). Nama Geminivirus telah dibakukan sesuai aturan

6

penamaan spesies baru pada tahun 2003, mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh
Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) (Fauquet et al. 2003).
Begomovirus adalah salah satu genus yang memiliki arti sangat penting
secara ekonomi dan secara geografis menyebar luas (Huang et al. 2006).
Begomovirus hanya menginfeksi tanaman dikotil dan ditularkan oleh serangga
vektor Bemisia tabaci. Sebagian besar Begomovirus memiliki genom bipartit yang
disebut sebagai DNA-A dan DNA B, keduanya sangat penting untuk poliferasi
virus (Hanley-Bowdoin et al. 1999). Berdasarkan organisasi genom, keragaman
genetik, dan penyebaran geografis, Begomovirus dibagi atas dua grup yaitu OW
(Eropa, Afrika, Asia dan Australia) and NW (Amerika) (Fontes et al. 1994).
Kehilangan hasil akibat infeksi Begomovirus tercatat di berbagai negara dengan
kisaran 50–80%, bahkan dapat mencapai 100% (Mohamed 2010).
Keberadaan PYLCV di Indonesia dilaporkan sejak tahun 2000 di daerah
Sleman, Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul (DIY) pada cabai rawit
(Capsicum frutescens L.) dengan intensitas mencapai 100% dan pada cabai besar
(C. annuum) secara sporadis (Sulandari et al. 2001). Pada percobaan di rumah
kaca, PYLCV dapat menginfeksi tanaman dari famili solanaceae, compositae, dan
beberarapa leguminosae seperti kedelai (Sulandari et al. 2006).
Gejala awal yang ditimbulkan pada daun cabai rawit maupun cabai besar
berupa penjernihan tulang daun (vein clearing) yang kemudian berkembang
menjadi warna kuning, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun (cupping).
Infeksi lanjut menyebabkan daun-daun mengecil, berwarna kuning cerah, dan
tanaman menjadi kerdil (Sulandari et al. 2006). Gejala pada tanaman tomat berupa
daun mengecil dan kaku, tepi daun melekuk ke atas atau ke bawah (Rusli et al.
1999).
Soybean mosaic virus (SMV)
Soybean mosaic virus (Potyviridae; Potyvirus) adalah virus yang menjadi
masalah serius pada area pertanaman kedelai di dunia (Wang 2009). SMV
memiliki genom RNA utas tunggal dengan partikel virus berbentuk batang lentur
(filamentous) berukuran panjang 650-900 nm dan diameter 11-13 nm (Chen et al.
2001; Chen et al. 2003).
SMV dilaporkan menginfeksi kedelai di Jepang, Korea selatan, Kanada,
Brazil, Australia dan negara-negara yang banyak terdapat pertanaman kedelai.
Infeksi SMV biasanya menyebabkan kehilangan hasil yang parah dan penurunan
kualitas biji (Hill 1999; Arif dan Hasan 2002). Insidensi penyakit pada awal
pertumbuhan dapat mencapai 13.42–30.10% (Koning dan Te Krony 2003; Hobbs
et al. 2003; Andayanie 2012b).
Gejala infeksi SMV umumnya rugos, vein banding hijau tua dan hijau muda
pada area interveinal, stunting, malformasi pada daun, nekrosis, lesio nekrotik
lokal, dan nekrosis sistemik (ICTVdB Management 2006). Beberapa gejala SMV
mungkin tidak nampak (masked) pada temperatur diatas 30 °C (Hill 1999).
Ekspresi gejala pada polong tergantung pada kerentanan varietas, waktu infeksi,
strain virus, dan suhu. Polong yang terserang menjadi kecil, rata, tidak berbulu
dan lebih melengkung. Sebagian biji yang dihasilkan berbelang coklat, ukuran
lebih kecil dari normal, dan daya berkecambah biji menurun (Demski dan Kuhn
1989).

7

SMV dapat ditularkan oleh benih yang terinfeksi yang merupakan sumber
inokulum primer, sementara gulma juga berfungsi sebagai tempat bertahan virus
tersebut. Penyebaran SMV lebih lanjut melalui aktivitas lebih dari 32 species
aphid secara nonpersisten (Arif dan Hasan 2002; Steinlage et al. 2002).
Dibandingkan dengan Potyvirus yang lain, kisaran inang SMV relatif
sempit. Virus tersebut dapat menginfeksi tanaman dari famili Fabaceae (termasuk
Leguminosa), Amaranthaceae,Chenopodiaceae, Passifloraceae Schropulariaceae
dan Solanaceae, tetapi yang terbanyak adalah Leguminoceae termasuk kedelai
dan kerabat liarnya (Galvez 1963; Hill 1999).
Respons Ketahanan Tanaman
Tanaman memiliki banyak cara untuk melawan infeksi virus, namun di sisi
lain, virus tanaman juga telah berevolusi untuk mengatasi berbagai respons
ketahanan tanaman. Ketahanan tanaman terhadap virus terjadi pada tingkatan
yang berbeda-beda dan oleh mekanisme yang bervariasi (Palukaitis dan Carr
2008). Mekanisme utama ketahanan tanaman terhadap infeksi virus yaitu
menghambat replikasi virus, menghambat perpindahan sel ke sel, dan infeksi
sistemik (long-distance movement) (Zailtin dan Hull 1987). Ketahanan tanaman
juga dapat terjadi melalui mekanisme RNA silencing dan RNA interfering
(RNAi) (Brodersen dan Voinnet 2006).
Respons tanaman terhadap infeksi patogen, termasuk virus umumnya
dikelompokkan atas imun, tahan, toleran, dan rentan. Respons tanaman imun
dicirikan oleh ketidakmampuan virus untuk bermultiplikasi sehingga gejala tidak
terjadi (Jones dan Dangl 2006). Respons tanaman imun terhadap virus terjadi
hanya pada satu genotipe dari satu spesies tapi tidak terjadi pada genotipe yang
lainnya. Apabila respons imun tanaman terjadi terhadap semua biotipe patogen
dan pada semua kultivar atau aksesi dari spesies tanaman tertentu, hal ini disebut
sebagai non-host resistance (Bruening 2006).
Respons tahan adalah kemampuan tanaman menghambat replikasi dan
penyebaran virus di dalam sel tanaman atau menghambat perkembangan gejala
penyakit (Maule et al. 2007). Ketahanan ini digambarkan sebagai kemampuan
tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel tertentu sehingga virus
tidak menyebar ke sel-sel yang lain (Goldbach et al 2003).
Respons toleran adalah tanaman rentan terhadap infeksi virus tetapi
memiliki kemampuan bertahan terhadap keberadaan dan multiplikasi virus yang
ditunjukkan dengan gejala ringan atau tanpa gejala (Bruening 2006). Sebagai
tambahan, respons toleransi biasanya berasosiasi dengan tereduksinya titer virus
dalam tanaman (Palukaitis dan Carr 2008). Sebelumnya, Lapidot et al (1997) juga
menyatakan bahwa kultivar toleran memiliki kemampuan untuk sembuh dari
infeksi namun tidak mampu membatasi multiplikasi virus.
Keller et al. (2000) mendefinisikan respons rentan yaitu tanaman tidak
mampu mengatasi pengaruh invasi virus. Respons inang yang rentan dicirikan
oleh adanya gejala yang jelas dan replikasi virus yang tinggi.

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman dan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Mei
2015.
Pelaksanaan Penelitian
A. Deteksi dan Identifikasi Virus dari Beberapa Pertanaman Kedelai di
Jawa
Pengambilan sampel tanaman kedelai. Sampel tanaman kedelai diambil
dari pertanaman kedelai di Kecamatan Cikarawang dan Kecamatan Bogor Barat,
Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon (Jawa
Barat), Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (DI Yogyakarta), dan Kecamatan
Babadan, Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur). Pengambilan sampel dilakukan
dengan metode purposive sampling, sebanyak masing-masing 50 tanaman
bergejala penyakit diambil dari setiap lokasi.
Insidensi Penyakit. Insidensi penyakit virus ditentukan dengan mendeteksi
sampel tanaman dari lapangan secara serologi dengan metode dot blot
immunobinding assay (DIBA) menggunakan antibodi spesifik CMV, SMV,
CPMMV, dan BPMV mengikuti protokol yang digunakan Anggraini dan Hidayat
(2014) dengan modifikasi minor.
Jaringan daun tanaman digerus dalam tris buffer saline (TBS:Tris-HCl
0.02 M dan NaCl 0.15 M, pH 7.5) dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sebanyak
2 μL cairan perasan tanaman diteteskan di atas membran nitroselulosa. Setelah
tetesan sampel kering, membran direndam di dalam larutan blocking non-fat milk
2% dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%.
Membran kemudian diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang dengan
kecepatan 50 rpm selama 2 jam dengan menggunakan EYELA multi shaker
MMS. Membran kemudian dicuci 5 kali dengan dH2O, setiap pencucian
berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm.
Membran selanjutnya direndam dalam 5 mL TBS yang mengandung
antibodi kedua yang berikatan dengan enzim fosfatase ditambah non-fat milk
dengan konsentrasi akhir 2% dan kemudian diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC.
Membran kemudian dicuci sebanyak 5 kali dengan Tween 0.05% dalam TBS
(TBST) dan direndam selama 30 menit dalam 10 mL buffer AP (Tris-HCl 0.1 M,
NaCl 0.1 M dan MgCl 5 mM pH 9.5) yang mengandung 45 μL nitro blue
tetrazolium (NBT-50 mg dilarutkan dalam 1 mL 70% DMF; dimethyl formamide)
dan 35 μL bromo chloro indolyl phosphate (BCIP-75 mg dilarutkan dalam 1 mL
DMF). Bila reaksi positif akan terjadi perubahan warna putih menjadi ungu pada
membran nitroselulosa yang telah ditetesi cairan perasan tanaman dan reaksi dapat
dihentikan dengan merendam membran dalam dH O.
2

2

9

Insidensi infeksi virus dihitung menggunakan rumus:
IP = Jumlah tanaman positif terinfeksi X 100%
Jumlah total tanaman uji
Deteksi asam nukleat dengan Metode RT-/PCR
Virus target terdiri atas CMV, SMV, Potyvirus, dan Geminivirus. Tiga virus
(CMV, SMV, dan Potyvirus) dideteksi dengan metode reverse transcription
(RT-PCR), sedangkan Geminivirus dengan metode PCR.
Ekstraksi Asam Nukleat. RNA total diekstraksi dari daun tanaman
menggunakan GeneJET Plant RNA Purification Mini Kit dengan protokol sesuai
yang direkomendasikan oleh pembuatnya (Thermo Scientific).
Tahapan ekstraksi RNA total adalah sebagai berikut 500 µL Plant RNA lysis
solution dimasukkan ke dalam tabung microcentrifuge, 5 µL mercaptoethanol
(1% dari volume total) ditambahkan ke dalam tabung. Sebanyak 0.1 g sampel
daun kedelai digerus bersama Nitrogen cair menggunakan mortar dan pistil steril,
ditambahkan ke dalam tabung dan diinkubasi dalam water bath pada suhu 56 °C
selama 30 menit. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama
5 menit. Supernatan sampel dipindahkan ke tabung baru yang telah berisi Etanol
95% dan dicampurkan sampai rata. Campuran supernatan dan Etanol
dicampurkan ke dalam purification column yang berisi Plant RNA lysis solution
yang berada di dalam collection tube. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan
12 000 rpm selama 1 menit, dan larutan yang terkumpul pada collection tube
dibuang. Sebanyak 700 µl wash buffer (WB 1) ditambahkan ke dalam purification
column dan disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama 1 menit,
selanjutnya purification column dipindahkan pada collection tube 2 mL yang
bersih. Sebanyak 500 µl wash buffer (WB 2) ditambahkan ke dalam purification
column dan disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama 1 menit. Cairan
yang terkumpul pada collection tube dibuang dan disentrifugasi lagi dengan
kecepatan 12 000 rpm selama 1 menit. Cairan yang terkumpul pada collection
tube dibuang, purification column dipindahkan ke Rnase-free collection tube yang
berukuran 1.5 mL. Sebanyak 50 µL nuclease-free water ditambahkan ke bagian
tengah membran purification column dan disentrifugasi dengan kecepatan 12 000
rpm selama 1 menit. Purification column dipindahkan dan tabung yang berisi
cairan RNA disimpan pada suhu -20 °C yang siap digunakan sebagai template
untuk sistesis cDNA.
Untuk deteksi Geminivirus, DNA total diekstraksi mengikuti protokol yang
dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1987). Tahapan ekstraksi DNA total adalah
sebagai berikut 0.1 g sampel digerus dengan Nitrogen cair, 500 µL buffer CTAB
(10% Cetyl-trimethyl-ammonium bromida, 0.1 M Tris HCL pH 8, 0.05 M EDTA,
0.5 M NaCl, 1% β-mercapto-ethanol/1 mL bufer) ditambahkan dan digerus lagi
sampai halus. Sap yang sudah halus dipindahkan ke dalam tabung microcentrifuge
berukuran 1.5 mL. Sap tanaman diinkubasi dalam water bath pada suhu 65 ºC
selama satu jam, dan setiap 10 menit tabung dibolak-balik untuk memisahkan
lipid dan protein. Sebanyak 500 µL campuran Chloroform dan Isoamilalkohol
(C:I = 24:1) ditambahkan ke dalam cairan sap sampel, divorteks selama ±15 menit
sampai tercampur rata, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm
selama 15 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan

10

Sodium asetat (CH3COONa dengan volume 10% dari volume supernatant) dan
Isopropanol (dengan volume 2/3 dari volume total). Tabung yang berisi campuran
tersebut ditempatkan pada mortar dan direndam dengan Nitrogen cair selama
±1 menit, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama 10
menit. Cairan yang terbentuk dibuang dan pellet yang terbentuk dicuci dengan
500 µL Etanol 70%, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm
selama 5 menit. Cairan yang terbentuk dibuang dan endapan DNA yang terbentuk
dikeringkan hingga benar-benar kering, selanjutnya disuspensi dengan 50-100 µL
buffer TE pH 8 dan DNA siap digunakan untuk amplifikasi.
Sintesis cDNA. Sintesis complementary DNA (cDNA) dilakukan terhadap
RNA total sesuai protokol yang dilaporkan Anjarsari et al. (2013). RNA total
yang diperoleh digunakan sebagai template untuk sintesis first strand
complementary DNA (cDNA) pada mesin PCR. Transkripsi balik menjadi cDNA
(complementary DNA) melalui teknik Reverse Transcription (RT). Reaksi RT
dibuat dengan total volume 20 μL yang mengandung 4 μL RNA total dan 1.5 μL
oligo(dT), 4 μL bufer RT 5x, 1 μL 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida
triphosphat)), 0.7 μL DTT 50 mM, 0.7 μL RNase inhibitor, 0.7 μL M-MuLV Rev,
dan 7.4 μL ddH2O. Tabung yang berisi RNA total dan oligo(dT) diinkubasi
selama 5 menit pada suhu 65 °C dan kemudian disimpan pada wadah yang berisi
es, selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung yang berisi campuran reaksi 4 μL
bufer RT 5x, 1 μL 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat)), 0.7 μL DTT
50 mM, 0.7 μL RNase inhibitor, 0.7 μL M-MuLV Rev, dan 7.4 μL ddH2O.
Tabung yang telah berisi RNA total dan campuran reaksi tersebut di atas
diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 °C dan pada suhu 70 °C selama 10
menit. Hasil cDNA yang diperoleh dari proses RT digunakan sebagai DNA
template dalam reaksi PCR.
Amplifikasi DNA. Amplifikasi CMV menggunakan pasangan primer
CMV-cpF [5‟-GACAAATCTGAATCAACCAGTGCC-3‟] dan CMV-cpR
[5‟-ACTGGGAGCACTC-CAGATGTG-3‟] dengan target amplikon ~650 pb, dan
program PCR sesuai yang dilakukan Damayanti dan Wiyono (2015). Amplifikasi
SMV menggunakan pasangan primer spesifik, CI-F [5‟-GCATTCAACTGTGCG
CTTAAAGAAT-3‟] dan CI-R [5‟-TTGAGGCTGCAAAAATTACTCACTT-3‟]
dengan target amplikon berukuran ~1385 pb dan program PCR sesuai yang
dilakukan Kim et al. (2004). Potyvirus diamplifikasi menggunakan pasangan
primer universal sebagian gen protein selubung (CP) Potyvirus MJ1
[5‟-ATGGTHTGGTGTGYATHGARAAYGG-3‟] dan MJ2 [5‟TGCTGCKGCYT
TCAT-YTG-3‟] dengan target amplikon berukuran ~320 pb dan program PCR
sesuai yang dilakukan Grisoni et al. (2006). Amplifikasi Geminivirus
menggunakan pasangan primer SPG1 [5′-CCCCKGTGCGWRAATCCAT-3′] dan
SPG2 [5′-ATCCVAAYWTYCAGGGAGCTAA-3′] dengan target amplikon
berukuran ~900 pb dan program PCR sesuai yang dilakukan Li et al. (2004).
Perunutan DNA dan Analisis Sekuen Nukleotida. Perunutan DNA hasil
amplifikasi dilakukan di First Base, Malaysia. Runutan nukleotida dibandingkan
dengan runutan nukleotida virus asal negara lain yang terdaftar di GenBank
menggunakan program basic local alignment search tool (BLAST) pada situs
National Center for Biotechnology Information (www. ncbi.nlm.nih.gov). Tingkat
homologi nukleotida diperoleh dengan program ClustalW multiple alignment dan
Sequences Identity Matrix menggunakan software BioEdit 7.05. Analisis

11

filogenetika dilakukan menggunakan software Molecular Evolutionary Genetics
Analysis (MEGA 6.06) dengan model pohon Neighbor Joining menggunakan
bootstrap sebanyak 1000 kali.
B. Respons Ketahanan Sembilan Varietas Kedelai terhadap Infeksi CMV-S
Perbanyakan inokulum CMV-S. Inokulum diperbanyak dengan cara
inokulasi mekanis. Sebanyak 0.1 g daun digerus dengan mortar menggunakan
bufer fosfat 0.01 M pH 7.0 perbandingan 1:5 (b/v). Inokulasi mekanis dilakukan
dengan mengoleskan sap tanaman sakit pada daun primer tanaman kedelai yang
telah ditaburi karborundum 600 mesh sebagai agen peluka. Setelah sap tanaman
sakit dioleskan pada daun tanaman, karborundum dibersihan dengan aquades yang
mengalir (Damayanti dan Panjaitan 2014). Tanaman kedelai yang telah
diinokulasi dipelihara hingga muncul gejala dan dipersiapkan sebagai sumber
inokulum.
Penyiapan tanaman uji. Sembilan varietas kedelai yang diuji respons
ketahanannya yaitu Argomulyo, Anjasmoro, Burangrang, Cikuray, Detam-1,
Detam-2, Grobogan, Sinabung, dan Wilis, dengan masing-masing 15 tanaman
sebagai ulangan. Benih tanaman kedelai disemai pada polibag yang telah berisi
media tanam yang dicampur dengan pupuk kandang yang telah disterilkan dengan
perbandingan 1 : 1. Media tanam selalu dijaga dalam keadaan lembab agar dapat
merangsang perkecambahan dengan baik. Pemupukan dengan NPK dilakukan
pada minggu pertama setelah tanam. Tanaman dipelihara dan dirawat sehingga
siap untuk diinokulasi. Tanaman siap dinokulasi dengan isolat CMV-S pada umur
14 hari setelah tanam (HST).
Inokulasi CMV-S. Tanaman uji diinokulasi secara mekanis mengikuti
prosedur yang dilakukan oleh Damayanti dan Panjaitan (2014), pada waktu daun
trifoliat pertama telah membuka penuh pada 14 hari setelah tanam (HST). Setelah
inokulasi, tanaman dipelihara sampai muncul gejala.
Peubah Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap periode inkubasi,
tipe gejala, insidensi penyakit, keparahan penyakit, indeks keparahan penyakit,
dan titer virus. Periode inkubasi virus dihitung sejak virus diinokulasi hingga
menunjukkan gejala pada tanaman. Insidensi penyakit (IP) dihitung dengan
menggunakan rumus:
IP =

Jumlah tanaman terinfeksi
X 100%
Total tanaman yang diinokulasi

Indeks keparahan penyakit dihitung dengan mengukur skor penyakit pada
masing-masing tanaman uji. Kategori skor yang digunakan yaitu 0=tidak
bergejala; 1=gejala mosaik ringan; < 25% dari jumlah daun, 2=gejala mosaik
kunimg, malformasi; 25 – 50% dari jumlah daun, 3=gejala mosaik berat; sampai
75% dari jumlah daun, 4=gejala mosaik berat; >75% dari jumlah daun.
Indeks keparahan penyakit (IKP) dihitung dengan rumus seperti yang
digunakan Ntui et al. (2014) dan Krishnamoorthy et al. (2004):
IKP =

∑nb
(N-1)T

12

n: jumlah tanaman pada masing-masing skor; b:skor; N: banyaknya skor yang
dipergunakan; T: jumlah tanaman yang diamati.Tanaman dengan indeks penyakit
0.0 dikategorikan imun, 7.5 dikategorikan sangat
rentan.
Pengukuran titer virus. Daun tanaman uji dideteksi secara serologi dengan
metode Double Antibody Sandwich ELISA (DAS-ELISA) menggunakan
antiserum CMV dengan protokol sesuai dengan yang direkomendasikan
pembuatnya (DSMZ). Plat mikrotiter diisi dengan 100 µL antibodi pertama CMV
yang diencerkan dalam bufer coating (0.159 g Na2CO3, 0.29 g NaHCO3, 0.02 g
NaN3, polyvinylpyrrolidone 2 g yang dilarutkan dalam 100 mL dH2O, pH 9.6) ke
dalam sumuran plat mikrotiter. Plat mikrotiter diinkubasi pada suhu 37 ºC selama
2-4 jam, plat dicuci dengan 200 µL 1X phosphate buffer saline tween-20 (PBST)
[8 g NaCl, 0.2 g KH2PO4, 1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KCl, 0.2 g NaN3, 0.5 mL
Tween-20, diencerkan dengan 1000 mL H2O] sebanyak 5-8 kali.
Sampel tanaman digerus dalam general extract buffer (1,3 g Na2SO3, 20 g
PVP- 40, 0.2 g NaN3, 2 g powdered egg albumin, 20 g Tween-20, pH 7,4) dengan
perbandingan 1 : 10 (b/v). Sap tanaman diambil sebanyak 100 μL kemudian
dimasukkan kedalam sumuran plat mikrotiter dan diinkubasi semalam pada suhu
4 ºC. Sap tanaman dibuang, selanjutnya plat mikrotiter dicuci dengan PBST
sebanyak 5-8 kali. Sebanyak 100 μL enzim konjugat yang dilarutkan dalam bufer
ECL (2 g bovineserum albumin, 20 g PVP-40, 0.2 g NaN3) dimasukkan ke dalam
sumuran dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 2 jam, kemudian dibilas 5-8 kali
dengan PBST. 100 μL PNP (P-nitrophenyl-phosphate) yang telah dilarutkan
dalam bufer substrat (0.1 g MgCl2, 0.2 g NaN3, 97 mL dietanolamin), dimasukkan
ke dalam sumuran plat mikrotiter dan diinkubasikan selama 30-60 menit pada
suhu ruang sampai terjadi perubahan warna di dalam sumuran plat mikrotiter yang
menandakan reaksi positif. Reaksi segera dihentikan dengan penambahan 3M
NaOH. Nilai absorbansi reaksi dianalisis secara kuantitatif dengan
spektrofotometer Microplate reader BIO-RAD Model 550 pada panjang
gelombang 405 nm. Uji positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) tanaman uji
2 kali lebih besar dari NAE kontrol negatif (tanaman sehat).
Pengamatan juga dilakukan terhadap peubah agronomi yaitu tinggi tanaman
(1-4 MSI), masa berbunga (4 MSI), dan jumlah bunga m