Depuration Heavy Metal Lead (Pb) in Tilapia Fish (Oreochromis niloticus) with Differen Salinity

DEPURASI LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) DENGAN MENGGUNAKAN
SALINITAS BERBEDA

Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains
di Fakultas Perikanan dan Ilmtut Pertanian Bogor

LA ODE ASLIN

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

1

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis : Depurasi Logam Berat Timbal
(Pb) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Menggunakan Salinitas
Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, November 2012

La Ode Aslin
NRP. C151100031

2

ABSTRACT.

LA ODE ASLIN. Depuration Heavy Metal Lead (Pb) in Tilapia Fish
(Oreochromis niloticus) with Differen Salinity. Under supervision of KUKUH
NIRMALA and ENANG HARRIS.
Heavy metal pollution in the water is one of the limiting factor that also
determine the success of aquaculture operation. The purpose of this study was to
analyze the influence of salinity with increasing depuration of heavy metals Pb,

which accumulate in the flesh, measured the level of oxygen consumption, growth
and survival of oreochromis and analyze changes in the kidney due to
histopathology gills and exposure to heavy metals. This research was carried out
in February-April 2011. This research was carried out in the laboratory of the
Bogor agricultural University. Results of research depuration of heavy metals
indicates that there are significant differences between all treatments. The best
salinity is 20 ppt, where the lowest percentage of heavy metals Pb during the
process of depuration 120 hours is 1.21%. One is the level of oxygen consumption
charge indicators will fish tilapia low salinity obtained at 0 ppt (0.28 0.05
mgO2/gram of fish/hour) and the highest on the salinity of 8 ppt (0.64 0.02
mgO2/g of fish/day). Low oxygen consumption indicates that the amount of
energy used to metabolize a little more so that the portion of energy for greater
growth. On experiment depurasi of heavy metals Pb in fish flesh of oreochromis
shows response inversely between fish oreochromis growth and changes in
salinity, growth pressures oreochromis more decreases the increasing salinity of
the medium. The greatest growth reduction is obtained at the treatment of 20 ppt
salinity is 11.64± 1.15 gr. based on the observations, the degree of survival of
oreochromis high salinity media achieved at 0 ppt, 5 ppt and 10 ppt to reach
100%. Whereas on 15 and 20 ppt salinity ppt respectively reached 86.45% and
83.3%. In addition, observations of the Chemical Physics of water media

maintenance which include the temperature, DO, pH and alkalinity showed
conditions still favor the growth of oreochromis fish.
Keywords ; Depuration, Heavy Metal Pb, Salinity, Fish of Oreochromis,
Laboratory.

3

RINGKASAN
La Ode Aslin. Depurasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dengan Menggunakan Salinitas yang Berbeda . Dibimbing oleh Kukuh
Nirmala dan Enang Harris.
Meningkatnya kegiatan akuakultur yang dilakukan oleh masyarakat
menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air sebagai media budidaya. Banyak
sumber air yang dapat dimanfaatkan para pembudidaya ikan salah satunya adalah
pemanfaatan kolong bekas galian tambang mineral yang memiliki sifat pH rendah
dan mengandung logam berat sehingga dapat mengakibatkan terjadinya proses
akumulasi pada tubuh ikan nila yang dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Metode
yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan logam berat yang
terakumulasi dalam tubuh ikan adalah metode depurasi yaitu menempatkan ikan
pada air bersih yang tidak mengandung logam berat. Tujuan penelitian ini adalah

menganalisis pengaruh salinitas dengan meningkatkan depurasi logam berat Pb
yang

terakumulasi

dalam

daging,

mengukur

tingkat

konsumsi

oksigen,

kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila serta menganalisis perubahan
histopathologi insang dan ginjal akibat pemaparan logam berat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2012. Pengukuran

kandungan Pb pada air dan organ ikan dilakukan di Laboratorium Pengujian
Departemen Teknologi Industri Pertanian. Analisa proksimat daging pada
Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan. Pembuatan preparat
histopathologi insang dan ginjal dilakukan di bagian patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan.
Hasil penelitian depurasi logam berat menunjukan bahwa terdapat
perbedaan signifikan antara semua perlakuan. Salinitas media terbaik adalah 20
ppt, dimana presentase terendah logam berat Pb yang masih tersisa dalam daging
ikan selama proses depurasi 120 jam adalah 1.21%. Kondisi ini terjadi karena
meningkatnya salinitas menyebabkan peningkatan proses osmoregulasi ikan yang
berarti penggunaan energi untuk mempertahankan kondisi tubuh semakin besar.
Salah satu indikatornya adalah tingkat konsumsi oksigen ikan nila terendah
didapatkan pada salinitas 0 ppt (0,28 + 0,05 mgO2/g ikan/jam) dan tertinggi pada
salinitas 20 ppt (0,64 + 0,02 mgO2/g ikan/jam).
4

Pada percobaan depurasi logam berat Pb dalam daging ikan nila
menunjukkan respon yang berbanding terbalik antara pertumbuhan ikan nila dan
perubahan tekanan salinitas, pertumbuhan ikan nila semakin menurun seiring
meningkatnya salinitas media. Penurunan pertumbuhan yang paling besar

didapatkan pada perlakuan salinitas 20 ppt yaitu sebesar 11.64±1.15 gr.
Berdasarkan hasil pengamatan, derajat kelangsungan hidup ikan nila tertinggi
dicapai pada salinitas media 0 ppt, 5 ppt dan 10 ppt yang mencapai 100%.
Sedangkan pada salinitas 15 ppt dan 20 ppt masing-masing mencapai 91.7% dan
83.3%. Selain itu, pengamatan fisika kimia air media pemeliharaan yang meliputi
suhu, DO, pH dan alkalinitas menunjukkan kondisi yang masih mendukung
pertumbuhan ikan nila.

Kata Kunci : Depurasi, Logam Berat Pb, Salinitas, Ikan Nila. Laboratorium

5

© HAK CIPTA milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


6

DEPURASI LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) DENGAN MENGGUNAKAN
SALINITAS BERBEDA

Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains
di Fakultas Perikanan dan Ilmu K Institut Pertanian Bogor

LA ODE ASLIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

7

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc

8

PRAKATA
Segala puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Alloh SWT, pemberi
nikmat dan anugrah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penelitian ini dilakukan sebagai sebuah aplikasi ilmiah terhadap perkuliahan
pasca sarjana yang telah ditempuh. Penelitian ini mengambil judul : Depurasi
Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan
Menggunakan Salinitas Berbeda
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala,
M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS selaku komisi pembimbing atas
segala arahan, saran dan bimbingan serta pengajaran tentang ketajaman cara
berpikir ilmiah sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Juga kepada
Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi atas
masukan, saran dan sumbangan keilmuannya untuk kebaikan tesis ini. Tidak lupa
yang paling utama penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua

(Bapak La Ode Harisi dan Almarhumah Ibunda Wa Ode Daeno) atas segala
perhatian yang diberikan kepada penulis. Penulis juga secara khusus
mengucapkan terima kasih kepada saudara La Ode Kahar M., La Ode Hasida,
S.Pd., Wa Ode Siti Amini., Abdul Sarifin, S.Pi., Abdul Rifai, SH., dan Abdul
Johar atas segala dukungan, kesabaran, kerinduan dan doa yang diberikan. Terima
kasih kepada semua pihak yang membantu penelitian ini (Robin, S.Pi., M. Si) dan
juga rekan-rekan dosen FPIK Unhalu serta teman-teman akuakultur 2010 atas
kebersamaannya.
Karya ilmiah ini semoga memberikan manfaat.

Bogor, November 2012

La Ode Aslin

9

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watuputih, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tanggal 5 April 1984 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara

dari ayah La Ode Harisi dan ibu almarhumah Wa Ode Daeno.
Pendidikan dasar hingga menengah atas penulis jalani di Kabupaten Muna.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 3 Bangkali dan menyelesaikannya
tahun 1997. Pendidikan SMP diselesaikan tahun 2000 pada SMP N 1 Kosambi.
Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU N 2 Raha. Pada tahun
yang sama penulis diterima di program sarjana Universitas Haluoleo pada Jurusan
Budidaya Perairan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri). Penulis menyelesaikan program S1 tahun 2009 dan meraih gelar sarjana
perikanan. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di program S2 Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor tahun 2010. Program studi yang penulis ambil yaitu Ilmu
Akuakultur.

10

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ..... .......................................................................................... xiiiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvvi
PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................................ 1
Perumusan Masalah ........................................................................................ 4
Pendekatan masalah ......................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
Hipotesis ......................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila Merah (O. niloticus) ......................................................................... 7
Logam Berat Timbal (Pb) ............................................................................... 7
Salinitas dan Osmoregulasi ............................................................................ 10
Konsumsi Oksigen ......................................................................................... 15
Proses Aklimatisasi Ikan ................................................................................ 17
Proses Akumulasi Logam Berat..................................................................... 17
Proses Depurasi Logam Berat ........................................................................ 18
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan................................................. 19
Kadar Lemak Tubuh Ikan .............................................................................. 20
Histopathologi Organ Ikan ............................................................................. 21
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu ........................................................................................ 23
Hewan Uji ...................................................................................................... 23
Metode Penelitian .......................................................................................... 23
Prosedur Penelitian ........................................................................................ 24
Parameter Pengamatan ................................................................................... 26
Analisis Data .................................................................................................. 30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb)............................................................. 31
Depurasi Logam Berat Pb dengan Air Bersalinitas ........................................33
Tingkat Konsumsi Oksigen............................................................................. 35
Perubahan Bobot Tubuh Ikan ......................................................................... 36
Kadar Lemak pada Ikan Nila .......................................................................... 38
Kelangsunga Hidup Ikan ................................................................................ 39
Analisis Histopathologi ................................................................................... 40
Kualitas Air ..................................................................................................... 46
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 55
SIMPULAN .................................................................................................... 55
SARAN ........................................................................................................... 55
11

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Kosentrasi logam berat pada air yang mematikan ikan
pada pemaparan 96 jam .................................................................................... 8

2.

Perbandingan tingkat konsumsi oksigen pada beberapa jenis tilapia. ............. 16

3.

Pengaruh pemberian Pb dalam air terhadap peningkatan
kosentrasi Pb dalam daging dan beberapa peubah pertumbuhan ikan. .......... 31

4.

Rata-rata konsentrasi Pb dalam daging pada salinitas dan waktu
pengamatan yang berbeda .............................................................................. 33

5.

Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda.... 35

6.

Rata-rata pertumbuhan harian (g) ikan nila yang dipelihara
pada salinitas yang berbeda ............................................................................. 36

7

Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara
pada salinitas yang berbeda selam penelitian .................................................. 38

8

Derajat kelangsungan hidup (%) ikan nila (O.niloticus)
pada perlakuan salinitas yang berbeda ............................................................ 39

9

Perubahan histopathologi organ insang ikan nila pada salinitas yang
berbeda pada jam ke-60 dan jam ke-120 ......................................................... 41

10. Histopathologi organ insang ikan nila pada salinitas yang berbeda pada ....... 42
11. Perubahan histopathologi organ ginjal ikan nila pada salinitas yang
berbeda pada jam ke-60 dan jam ke-120 ......................................................... 44
12 Histopathologi organ ginjal ikan nila pada salinitas yang berbeda ................ 45
13 Kisaran parameter kualitas air selama proses akumulasi logam Pb ................ 46
14. Kisaran parameter kualitas air selama proses depurasi logam Pb ................... 47

12

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1.
2.

Halaman

Mekanisme osmoregulasi pada teleost air laut (a) dan teleost air tawar (b). ..... 12
Grafik Jumlah Pb yang terkonsentrasi terkonsentrasi pada daging ikan

selama proses akumulasi pada media air yang mengandung logam berat. ..... 31
3.

Grafik rata-rata konsentrasi Pb dalam daging pada salinitas dan waktu
pengamatan yang berbeda. .............................................................................. 33

4.

Persentase (%) konsentrasi Pb yang tersisa did aging ikan dengan
salinitas yang berbeda pada akhir penelitian ................................................... 34

5.

Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda.... 36

6.

Rata-rata pertumbuhan harian (g) ikan nila yang dipelihara
pada salinitas yang berbeda ............................................................................. 37

7

Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara
pada salinitas yang berbeda selam penelitian .................................................. 38

8

Histopathologi insang ikan nila kontrol (tanpa pemaparan logam Pb) ........... 41

9

Histopathologi ginjal ikan nila kontrol (tanpa pemaparan logam berat Pb) .... 44

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah pencemaran lingkungan terutama masalah pencemaran air
mendapat perhatian yang besar dari pemerintah, karena air merupakan salah satu
unsur penting bagi makhluk hidup. Dengan meningkatnya kegiatan akuakultur
yang dilakukan oleh masyarakat dan pembudidaya ikan menyebabkan
meningkatnya kebutuhan akan air sebagai media budidaya. Banyak sumber air
yang dapat dimanfaatkan para pembudidaya ikan salah satunya adalah
pemanfaatan kolong bekas galian tambang mineral yang diketahui memiliki sifat
pH rendah dan mengandung logam berat.
Kandungan logam berat dalam suatu perairan merupakan salah satu faktor
pembatas yang juga menentukan keberhasilan usaha budidaya perairan.
Konsentrasi logam berat yang berlebihan akan memberi tekanan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan suatu mahkluk hidup. Oleh sebab itu,
konsentrasi logam berat pada perairan akan menentukan apakah perairan itu layak
digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan budidaya perairan atau tidak.
Logam berat mempunyai bahaya

langsung maupun tidak langsung terhadap

mahkluk hidup, karena itu keberadaannya dalam perairan harus diketahui
sehingga dapat mengantisipasi bahaya yang ditimbulkanya. Air yang tercemar
logam berat sangat berbahaya bagi ikan budidaya dan memiliki potensi berbahaya
bagi manusia. Logam berat yang terdapat pada media pemeliharaan ikan dapat
menyebabkan gangguan dan kematian pada ikan. Pada konsentrasi logam yang
masih dapat ditoleransi, logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan
(bioakumulasi) dan memiliki potensi berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia.
Perikanan budidaya merupakan salah satu faktor yang berperan penting di
bidang ketersediaan pangan

di bidang akuatik disamping perikanan tangkap.

Salah satu komoditas perikanan bernilai ekspor pada budidaya ikan air tawar dan
memiliki

potensi untuk dibudidayakan di perairan tawar adalah ikan nila

(Oreochromis niloticus). Ikan nila merupakan ikan yang memiliki daya tahan
tubuh dan adaptasi yang baik terhadap perubahan lingkungan. Salah satu adaptasi
yang dapat dilakukan oleh ikan nila adalah adaptasi fisiologi terhadap perubahan
salinitas yang tinggi karena ikan nila tergolong ikan eurihaline dan memiliki
14

potensi untuk menyesuaikan diri pada salinitas air laut (± 35 ppt) (Watanabe et al,
1989).
Ikan nila (O. niloticus) merupakan hewan yang banyak dikonsumsi
masyarakat sehari-hari dan dibudidayakan pada air tawar seperti sungai, waduk
dan danau. Namun belakangan ini pemeliharaan ikan nila sudah banyak dilakukan
pada perairan kolong sebagai bekas galian tambang mineral yang mana diketahui
memiliki pH yang rendah dan memiliki kandungan limbah berupa logam berat.
Penelitian yang dilakukan oleh Henny dan Susanti (2009) menyatakan bahwa
salah satu logam berat yang berpotensi di perairan kolong bekas galian tambang
timah adalah logam berat timbal (Pb).
Timbal (Pb) merupakan unsur logam berat yang sama sekali tidk
dibutuhkan oleh mahluk hidup termasuk ikan. Logam Pb yang bersifat toksik
biasanya dalam bentuk Pb2+. Secara umum keberadaan Pb dalam perairan
bersumber dari kegiatan pertambangan juga kegiatan industri. Keberadaan Pb
pada air sebagai media budidaya akan sangat berdampak pada terjadinya proses
akumulasi pada tubuh ikan.

Ikan yang terakumulasi logam berat Pb apabila

dikonsumsi manusia maka akan menghambat proses enzimatik (Widowati et al.
2008) merusak sistem saraf pusat, ginjal, liver, dan sistem reproduksi (Fu dan
Wang 2011). Oleh karena itu, ikan yang dihasilkan dari kegiatan budidaya dan
mengandung logam berat harus diberikan perlakuan (treatment) untuk
menghilangkan logam beratnya sebelum dikonsumsi manusia.
Untuk mengantisipasi maslah ini diperlukan alternatif antara lain metode
depurasi yaitu menempatkan ikan pada air bersih yang tidak mengandung logam
berat (Suseno et al. 2010). Pada metode ini diharapkan logam berat (Pb) yang
cenderung terikat di lemak pada jaringan daging bisa terlepas melalui proses
metabolisme. Menurut Boyd et al. (1990) proses osmoregulasi pada ikan air tawar
memanfaatkan kandungan

lemak sebagai

sumber energi

utama

dalam

menyesuaikan perubahan kondisi lingkungan khususnya perubahan salinitas. Air
akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan
banyak mengeksresikan air dan menahan ion dari lingkunganya (Fujaya 2004).
Salinitas merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan pengeluaran energi pada ikan (Chen et al. 2007). Menurut
15

Stickney (1969) dalam Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa ikan yang
dipelihara pada media yang tingkat salinitasnya mendekati konsentrasi ion
darahnya, maka energi untuk proses osmoregulasi akan cukup kecil dan akan
lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Salinitas dapat mempengaruhi
komposisi nutrisi/kimiawi tubuh organisme akuatik antara lain molekul-molekul
yang terdiri dari asam lemak, asam amino, glukosa dan kandungan mineral tubuh
lainya yang akan tercermin pada penampilan fisik (warna, tekstur) dan cita rasa
organisme akuatik yang dihasilkan.
Budidaya ikan nila pada media bersalinitas memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kajian tentang salinitas penting dilakukan terkait dengan upaya
untuk mendapatkan keuntungan baik secara kuantitas maupun kualitas dalam
kegiatan budidaya ikan nila. Penelitian mengenai pemeliharaan ikan nila pada
berbagai kisaran salinitas yang berkaitan dengan pertumbuhan dan kelangsungan
hidup telah banyak dilakukan. Namun penelitian tersebut tidak mengkaji peranan
salinitas yang berkaitan dengan kualitas daging terhadap cemaran logam berat
pada ikan nila yang dihasilkan. Salami et al. (2006) melakukan penelitian tentang
depurasi logam tembaga (Cu) pada ikan nila dengan air PDAM yang
berkesadahan soft dan pH netral yang dilakukan selam 3 hari namun

hasil

menujukan bahwa proses depurasi tidak dapat menurunkan kadar logam Cu pada
daging ikan secara efektif. Prihatiningsih et al.

(2009) melaporkan bahwa

salinitas pada air laut mempengaruhi pelepasan logam berat merkuri yang
terakumulasi dalam tubuh ikan bandeng dimana kadar logam berat mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya waktu.
Oleh sebab itu, air bersalinitas dapat digunakan secara tidak langsung
sebagai metode yang efektif dalam proses depurasi pada ikan air tawar yang
tercemar logam berat untuk mengeluarkan konsentrasi Pb yang terakumulasi
dalam daging. Melihat keunggulan air bersalinitas sebagai media depurasi dalam
proses pengurangan logam berat yang terkandung dalam daging ikan air tawar,
maka teknologi ini memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi salah satu
teknik untuk keamanan pangan pada budidaya ikan sehingga perlu dilakukan
suatu penelitian yang berkelanjutan.
Perumusan Masalah
16

Masalah utama pada budidaya ikan nila adalah media budidaya yang
mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi menyebabkan terjadinya
kematian ikan dan terakumulasinya logam berat kedalam tubuh ikan. Ikan yang
mengandung logam berat Pb akan menyebabkan resiko dan ketidaklayakan dalam
kegiatan budidaya ikan. Ketidaklayakan tersebut berupa daging ikan yang tidak
layak digunakan sebagai bahan konsumsi. Selain itu, permasalahan yang timbul
akan berdampak pada menurunnya produksi dan harga jual serta nilai ekspor yang
rendah sehingga keuntungan yang diraih juga rendah. Salinitas merupakan salah
satu faktor lingkungan yang diupayakan untuk menjadi solusi dalam mengatasi
berbagai permasalahan akumulasi logam berat.
Pendekatan Masalah
Salinitas merupakan salah satu parameter fisika lingkungan yang
digunakan untuk melihat produktifitas dan proses depurasi logam berat pada ikan.
Salinitas sangat berhubungan erat dengan proses osmoregulasi pada organisme
akuatik. Ikan nila merupakan jenis ikan yang mampu hidup pada kisaran toleransi
salinitas yang luas (euryhaline).
Upaya ikan untuk menjaga keseimbangan salinitas media dengan
konsentrasi

ion

tubuhnya

dikenal

dengan

istilah osmoregulasi.

Proses

osmoregulasi membutuhkan energi yang besarnya tergantung pada tingkat
osmotik. Pada saat ikan dipelihara pada kondisi perairan yang bersalinitas tinggi
maka energi yang dibutuhkan untuk proses metabolisme semakin besar pula.
Salah satu sumber energi yang dimanfaatkan adalah bersumber dari lemak yang
terkandung dalam daging. Pada saat terjadi metabolisme lemak sebagai sumber
energi mengakibatkan logam berat yang memiliki sifat kecenderungan terikat
pada bagian lemak akan ikut terurai dan selanjutnya melalui transport aktif logam
berat masuk dalam peredaraan darah yang kemudian diekskresikan bersama
cairan tubuh melalui pembuangan urin.
Selain itu pengujian konsentrasi salinitas perlu dilakukan karena depurasi
dan ikatan yang terbentuk antara ion-ion dalam air dan logam berat sangat
tergantung dari konsentrasi yang digunakan. konsentrasi yang optimal perlu
didapatkan agar efektivitas depurasi dan ikatan dengan logam berat diketahui.

17

konsentrasi optimal didapatkan dengan cara memberikan perlakuan konsentrasi
yang berbeda pada percobaan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh salinitas dalam
meningkatkan depurasi logam berat Pb pada daging ikan, mengukur tingkat
kosumsi oksigen, kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila, menganalisis
kadar lemak serta histopathologi organ insang dan ginjal yang telah terpapar
logam berat Pb pada kegiatan akuakultur.
Manfaat Penelitian
Menghasilkan teknologi tepat guna pada system teknologi akuakultur pada
kolong bekas tambang mineral sehingga diharapkan air bersalinitas dapat menjadi
solusi yang efektif dan efisien dalam menghilangkan logam berat Pb yang
terakumulasi pada daging ikan budidaya.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika ikan budidaya yang
mengandung logam berat Pb didepurasi pada air yang bersalinitas dengan
konsentrasi yang berbeda maka akan didapatkan konsentrasl salinitas terbaik
sehingga ikan budidaya layak digunakan untuk konsumsi.

18

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila Merah (O. niloticus)
Ikan nila (O. niloticus) sebagai salah satu komoditas andalan di subsektor
perikanan dan sangat diminati masyarakat luas karena rasa dgingnya yang khas.
Ikan ini banyak dibudidayakan oleh para pembudidaya ikan baik pada skala
pembenihan maupun pembesaran. Tingginya permintaan konsumen dan kisaran
toleransinya yang tinggi sehingga sangat potensial untuk dikembangkan pada
skala usaha budidaya baik secara teknis maupun kualitas produksi. Selain hal
tersebut, ikan nila cukup pekah terhadap pencemaran logam berat terutama pada
fase awal kehidupan (Rachmansyah 1998).
Ikan nila merah mempunyai ciri-ciri morfologi :

bentuk bulat pipih,

punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis
lurus (vertikal). Sedangkan garis lurus
punggung. Ikan nila merah

memanjang ditemukan pada sirip

dapat hidup diperairan tawar dan mereka

menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang
yang keras untuk mendukung badannya. Ikan nila merah termasuk omnivora.
Makanannya berupa hewan-hewan seperti protozoa dan zooplankton serta
ganggang, algae yang tersedia di kolam. Persyaratan kualitas air budidaya ikan
nila merah yaitu suhu 25-30 0C, DO ≥ 3 mg/l, pH 6-8,5, kecerahan 20-30 cm dan
CO2 < 5 mg/l (Zonneveld et al. 1991).
Logam Berat Timbal (Pb)
Logam berat adalah unsur-unsur yang mempunyai daya hantar panas dan
daya hantar listrik yang tinggi. Logam berat biasanya bernomor atom 22-29 dan
periode 3 sampai 7 dalam susunan berkala unsur-unsur kimia. Beberapa unsur
logam berat tersebut antara lain Hg, Pb, Cd, Cr, Zn, dan Cu. Logam berat
merupakan senyawa yang tidak dapat terdegradasi dan cenderung terakumulasi
dalam mahluk hidup serta memiliki sifat toksik dan karsinogenik (Fu dan Wang
2011). Menurut Khan et al. (2011) keberadaan logam berat pada lingkungan
berasal dari beberapa sumber yaitu unsur-unsur alami dari kerak bumi dan
aktivitas manusia. Bila kadar logam berat yang terlalu rendah di suatu perairan
dapat menyebabkan kehidupan organisme mengalami defisiensi, namun bila unsur
19

logam berat dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun. Bahan cemaran
ini akan mengalami tiga macam proses akumulasi yaitu proses fisik, kimia dan
biologi.
Logam memiliki karakter bereaksi sebagai akseptor pasangan elektron
(asam lewis) dan donor pasangan elektron (basa lewis) untuk membentuk
beragam gugus kimia seperti suatu pasangan ion, kompleks logam, senyawa
koordinasi dan kompleks donor-akseptor (Connel dan Miller 2006). Berdasarkan
karakteristik inilah logam berat dapat diikat oleh bahan lain yang bisa menjadi
pasangan atau senyawa koordinasi yang sering disebut dengan ligan.
Menurut Vouk (1986) dalam Tjakrawidjaja (2001) logam berat dapat
dibagi dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dimana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup namun dalam jumlah
yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah
Zn, Cu, Fe, Co dan Mn. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial
atau beracun di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui
manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun seperti Pb.
Konsentrasi logam berat pada kulit ikan dapat menjadi lebih tinggi karena
kandungan lipid/lemak pada kulit lebih banyak dari pada daging. Seperti yang
telah diketahui bahwa logam berat mempunyai kecenderungan untuk terikat
dengan lemak yang ada dalam tubuh. Semakin banyak lemak yang terdapat dalam
tubuh maka semakin besar kemungkinan logam berat untuk dapat terakumulasi
dalam tubuh (Chen dan Chen 2001).
Tabel 1 Konsentrasi logam berat pada air yang mematikan ikan pada pemaparan
96 jam
Jenis logam berat

Konsentrasi mematikan pada ikan (mg/l)

Cd

22 - 25

Cu

2,5 - 3,5

Pb

118

Zn

60

Ni

350

Sumber : Palar (1994) dalam Handajani (2010).

20

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan logam ini disimbolkan dengan
Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada
tabel periodik unsur kimia. Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada di
badan perairan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi, baik secara alamiah maupun
sebagai dampak aktivitas manusia. Pb masuk ke perairan melalui limbah industri
dan pertambangan. Logam berat timah hitam atau timbal (Pb) merupakan salah
satu logam berat yang berbahaya bagi mahluk hidup. Logam berat ini merupakan
elemen non esensial yang ditemukan pada konsentrasi yang tinggi di alam akibat
kegiatan manusia, seperti : kegiatan pertambangan (Leston et al. 2010). Sifat
berbahaya Pb pada mahluk hidup antara lain dapat menimbulkan penghambatan
sintesis hemoglobin, disfungsi pada ginjal, sendi dan sistem reproduksi, sistem
kardiovaskular, dan kerusakan akut dan kronis dari sistem saraf pusat (SSP) serta
sistem saraf perifer (PNS). Efek lainnya termasuk kerusakan pada saluran
pencernaan (GIT) dan saluran kemih, gangguan neurologis, serta kerusakan otak
parah dan permanen (Khan et al. 2011).
Logam Pb yang bersifat toksik biasanya dalam bentuk Pb2+. Logam berat
Pb juga menyebabkan berbagai permasalahan termasuk dalam kegiatan perikanan
budidaya. Pada berbagai organisme akuatik air tawar, timbal telah terbukti
memiliki efek toksik dengan sensitivitas terendah 4 µg/l. Ion Pb masuk kedalam
tubuh ikan melalui insang setelah terikat pada lapisan lendir (Ahmed dan Bibi
2010). Tetapi akumulasi dalam jaringan hewan air tergantung pada konsentrasi
paparan dan periode serta beberapa faktor lain seperti salinitas, suhu, interaksi
agen dan aktivitas metabolik pada jaringan. Selain itu, akumulasi logam berat Pb
dalam jaringan ikan tergantung pada tingkat penyerapan, penyimpanan dan
depurasi. Menurut Chen dan Chen (2001) Serapan dan bioakumulasi logam berat
tersimpan dengan baik di kulit, insang, lambung, otot, usus, hati, otak, ginjal dan
organ reproduksi, tetapi organ target utamanya adalah hati, ginjal dan otot
tergantung pada konsentrasi dan waktu pemaparan. Menurut Seymore (1995)
dalam Ahmed dan Bibi (2010), Pb dimetabolisme melalui jalur metabolik Ca2+.
Oleh karena itu Pb terakumulasi dalam jaringan kerangka. Namun, Pb juga
dikenal terakumulasi secara biologis dalam jaringan ikan lainnya, termasuk kulit
21

dan sisik, insang, mata, hati, ginjal dan otot . Disamping itu ion Pb juga dapat
masuk kedalam tubuh ikan bersama dengan makanan dan air yang akhirnya
diserap di usus dan jaringan lainnya.
Beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan yang telah terpapar logam
berat yaitu pada insang, alat pencernaan dan ginjal (Khan et al, 2011). Jumlah Pb
yang terakumulasi pada tubuh ikan tergantung dari ukuran, umur dan kondisi
ikan. Distribusi dan akumulasi logam berat sangat berbeda-beda untuk organisme
air. Hal ini tergantung pada spesies, konsentrasi logam dalam air, pH, fase
pertumbuhan dan kemampuan ikan (Darmono 1995). Toksisitas kronis Pb
umumnya sama antara ikan dan mamalia terutama yang melibatkan disfungsi
neurologis dan hematologi Pada ikan, efek sublethal Pb dapat menyebabkan efek
orde tinggi, seperti berkurangnya kemampuan renang. Secara neurologis efek
sublethal Pb berpotensi melibatkan gangguan respon koordinasi sensorik-motorik
yang diperlukan untuk menangkap mangsa dan menghindari predator. Penelitian
Olaifa et al. (2003) menemukan bahwa efek sublethal Pb pada ikan yaitu
kehilangan keseimbangan, pemutihan kulit dan pelemahan ikan. Kerusakan
jaringan oleh logam berat terhadap pada beberapa lokasi baik tempat masuknya
logam (insang) maupun tempat penimbunanya (hati). Akibat yang ditimbulkan
dari toksisitas logam berat timbal (Pb) dapat berupa kerusakan fisik (erosi,
degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologi (gangguan fungsi
enzim dan gangguan metabolisme).
Salinitas dan Osmoregulasi
Salinitas adalah bobot garam-garam anorganik halogen yang terlarut
(garam) dalam 1 kg air, apabila semua bromide dan iodida disetarakan dengan
klorida dan semua karbonat disetarakan dengan oksidanya (Knedsen dalam
Grasshorff 1976). Salinitas air sangat menentukan keseimbangan pengaturan
tekanan osmotik cairan tubuh dan mempengaruhi proses metabolisme. Menurut
Darwisito (2006), gangguan terhadap proses osmoregulasi dapat mengakibatkan
tekanan (akumulasi cairan didalam abdomen) yang disebabkan karena akumulasi
cairan dalam otot yang terbendung. Perubahan pada komposisi cairan tubuh bisa
juga disebabkan karena pengaruh lingkungan seperti perubahan salinitas dalam air
serta keberadaan dari polutan itu sendiri. Salinitas dapat mempengaruhi tingkat
22

metabolisme ikan sehingga dalam kondisi tersebut sekresi mucus akan meningkat
(Baldisserotto et al. 2007).
Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan tekanan ionik air,
baik air sebagai media internal maupun eksternal. Sifat osmotik air bergantung
pada seluruh ion yang terlarut dalam air tersebut, semakin besar jumlah ion yang
terlarut dalam air maka tingkat salinitas dan kepekatan osmotik larut akan
semakin tinggi, sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik medium bertambah
besar. Ion-ion yang dominan dalam menentukan tekanan osmotik (osmolaritas) air
laut adalah Na+ dan Cl- dengan kandungan masing-masing sebesar 30,61% dan
55,04% dari total seluruh kandungan ion-ion yang terlarut dalam air (Harvey
1976).
Dengan respon osmotiknya, ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan
osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternal
(lingkungan) sehingga cairan cenderung keluar dalam tubuh sedangkan air dari
lingkungan cenderung masuk kedalam tubuh. Oleh sebab itu dibutuhkan proses
pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan osmotik antara
cairan didalam tubuh dengan air sebagai media hidupnya. Pengaturan osmotik ini
dilakukan dengan mekanisme osmoregulasi (Affandi dan Tang 2002)
Ikan teleost air tawar mempunyai konsentrasi osmotik dalam darahnya
300-400 mOsm per liter, yang mana lebih tinggi dari lingkungan air tawar atau
berada pada keadaan yang hiperosmotik, secara kontinyu melakukan pelepasan
sejumlah ion-ion natrium dan klorida ke lingkungan dengan cara difusi melintasi
epithelial insang yang tipis. Sejumlah larutan secara kontinyu dilepaskan lewat
urin maupun berdifusi secara pasif melintasi lapisan epithelial insang (Moyle and
Cech 1988). Walaupun beberapa garam juga diperoleh melalui sumber makanan,
sebagian besar ion-ion terutama ion natrium dan klorida diperlukan untuk
keseimbangan ion-ion internal melalui mekanisme transport aktif dalam insang
(Schmidt 1987).
Mekanisme pertukaran ion pada ikan ini terjadi dalam sel klorida epithelial
insang. Pada ikan ini mekanisme pertukaran ion menyerupai sel klorida yang
mengandung mitokondria, sistem tubular dan Na+ - K+ - ATPase, tetapi pada
teleoast air tawar sangat sedikit jumlahnya, biasanya terjadi secara tunggal dan
23

perpindahan ion Na+ dan Cl- kedalam tubuh ikan lebih baik dibandingkan dengan
ke luar. Mekansime pertukaran ion melayani beberapa fungsi selain untuk
memelihara Na+ dan Cl- ke dalam ikan. Pertukaran Na+ dengan NH4+ terjadi
dengan baik pada ikan yang merupakan bagian dari mekanisme produksi amonia.
Pertukaran Na+ dengan H+ dan Cl- dengan HCO3- terjadi untuk mempertahankan
keseimbanagan asam-basa. Menurut Moyle dan Cech (1986), kedua mekanisme
pertukaran ion tersebut dilangsungkan untuk :
1. Memelihara (Na+) internal yang tepat
2. Memelihara internal (Cl-) yang tepat
3. Mendepurasi beberapa potensi racun
4. Mengeluarkan beberapa metabolik CO2 (HCO3-)
5. Mengatur kosentrasi H+ dan OH- internal
6. Keseimbangan elektris ion-ion

a

b

Gambar 1. Mekanisme osmoregulasi pada teleost air laut (a) dan teleost air tawar (b).

Keterangan : CC = sel klorida; N = Nucleus
AC = asesoris sel; PC = Pavement sel.

24

Sebagaimana diketahui bahwa kondisi osmotik dari teleost air tawar pada
umumnya menyerupai invertebrata air tawar. Konsentrasi osmotik dalam darah
berkisar pada 300 mOsm per lieter, yang lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi osmotik air tawar. Sehingga masalah utama pada ikan ini adalah
bagaiamana memasukan air secara osmosis. Insang memainkan peranan penting
sebab luas permukaan lebih besar dan relatif lebih permeabel, sedangkan
permukaan kulit relatif kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa pada ikan ini
permukaan kulit kurang berperan dalam aktivitas absorbsi. Kelebihan air
diekskresikan sebagai urin yang sangat encer dan dapat dihasilkan dalam jumlah
sampai sepertiga dari berat badan per hari. Pada insang sedikit lebih permeabel
terhadap ion dan kehilangan ion di sini harus ditutupi melalui pengambilan ion
(Schmidt 1987). Di samping insang dan ginjal, epithelial usus juga berperan
dalam pengaturan keseimbangan air dan mineral. Pada usus ikan yang
diadaptasikan ke air tawar terdapat sedikit peran Na-K-ATPase untuk aktivitas
transport natrium ke dalam darah dari lumen usus, tetapi aktivitas Na-K-ATPase
lebih berperan pada ikan yang diadaptasikan di air laut.
Berdasarkan penjelasan diatas jelas terlihat bahwa pada ikan yang
dipindahkan ke lingkungan yang berkadar salinitas tinggi atau yang berada pada
lingkungan
kelangsungan

yang mengalami
hidupnya

ikan

fluktuasi

salinitas,

tersebut

melakukan

untuk

mempertahankan

osmoregulasi

dengan

menggunakan transpor aktif. Dalam mekanisme transport aktif ini yang paling
dominan adalah pompa Na+--K+. Dalam mekanisme ini Na+-K+-ATPase bekerja
sebagai pompa Na+-K+ dalam membran yang utuh memompakan 3 ion Na+ ke luar
dan 2 ion K+ ke dalam (Becker 1991). Pada prinsipnya aktivitas ini adalah untuk
mempertahankan hidup. Aktivitas pompa ini merupakan bagian integral dari
membran yang berfungsi untuk mempertahankan gradien konsentrasi ion-ion Na+
dan K+ di ekstra dan intraseluler. Sebagaimana diketahui bahwa dalam mekanisme
ini diperlukan energi dalam bentuk ATP karena pergerakan ion tersebut
merupakan pergerakan yang melawan gradien konsentrasi ion tersebut. untuk
pengangkutan 3 ion Na+ dan 2 ion K+ diperlukan hidrolisis 1 ATP yang ekivalen
dengan konsumsi energi sekitar 7.2 kcal.

25

Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air
dan ion antara tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekanan
osmose (Fujaya 2004). Karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat
penting dalam mengelola kualitas air media pemeliharaan terutama bila adanya
perbedaan salinitas. Ikan nila yang dipelihara di media buatan seringkali
mengalami masalah karena osmolaritas media hidupnya belum tentu sesuai
dengan osmolaritas cairan tubuhnya. Untuk mengatasi permasalahan osmotik
tersebut maka ikan nila dapat menjaga keseimbangan osmotik dengan cara
mempertahankan kemampuan osmolaritas cairan internal melalui mekanisme
osmoregulasi. Beberapa organ tubuh ikan yang berperan dalam proses
osmoregulasi ikan yaitu insang, ginjal dan usus. Organ-organ ini melakukan
fungsi adaptasi di bawah kontrol hormon, terutama hormon-hormon yang
disekresi oleh pituitari, ginjal dan urofisis (Smith 1982).
Menurut Fujaya (2004) menyatakan bahwa osmoregulasi dari beberapa
golongan ikan terdapat ada tiga pola regulasi ion dan air yaitu :
1. Regulasi hipertonik atau hiperosmotik yaitu pengaturan secara aktif dimana
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media. Misalnya
pada potadrom (ikan air tawar ).
2. Regulasi hipotonik atau hipoosmotik yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi
cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, misalnya pada
oseandrom (ikan air laut).
3. Regulasi isotonik atau isoosmotik yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama
dengan konsentrasi media, misalnya ikan – ikan yang hidup pada daerah
estuari.
Ikan nila bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya menyebabkan air
bergerak masuk kedalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara
difusi. Untuk menjaga kesimbangan cairan tubuh ikan maka ikan melakukan
osmoregulasi dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali.
Sedangkan, untuk mengurangi kelebihan air dalam tubuh maka ikan tersebut
memproduksi sejumlah besar urin. Ginjal ikan–ikan eurihaline mengatur
perbedaan konsentrasi darah dan urin sebagaimana pada tipe oseanodrom dan
potadrom dengan jalan mengatur laju hilangnya garam atau air melalui transpor
26

aktif. Selain itu, insang juga aktif mengambil garam-garam dari lingkungannya.
Kedua hal ini membutuhkan energi metabolik dimana semakin jauh perbedaan
tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan maka semakin banyak energi
metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi (Smith 1982 ).
Konsumsi Oksigen
Tingkat konsumsi oksigen adalah banyaknya oksigen yang diambil atau
dikonsumsi oleh organisme akuatik dalam waktu tertentu yang berhubungan
linear dengan banyaknya oksigen terlarut diperairan tersebut (Vernberg 1972).
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan
untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis,
stadium dan aktivitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam
relative lebih sedikit apalagi dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimal adalah 2 ppm dalam keadaan normal
dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Wardoyo 1987).
Semua energi yang diperlukan untuk sintesis dan katabolisme berasal dari
hasil proses oksidasi zat-zat makanan dalam sel. Tingkat metabolisme ini dapat
ditaksir dengan melakukan pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan
mengukur tingkat konsumsi oksigen yang dipergunakan dalam proses oksidasi.
Penentuan tingkat konsumsi oksigen merupakan teknik pengujian yang
memberikan hasil yang baik dan juga biasanya digunakan untuk menaksir laju
metabolisme. Oksigen dapat digunakan sebagai pendekatan tingkat metabolisme
yang praktis karena jumlah panas yang dihasilkan untuk setiap liter oksigen yang
digunakan dalam metabolisme hampir konstan, terlepas dari apakah lemak,
karbohidrat atau protein yang teroksidasi dan dapat dikonversikan ke dalam nilai
energi (Schmidt 1987). Tingkat konsumsi oksigen merupakan suatu variabel
fisiologis penting dan berpengaruh dalam sistem budidaya intensif maupun semiintensif, yang juga penting dalam kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan.
Sebagaimana diketahui bahwa faktor abiotik dan biotik dapat merupakan faktor
pembatas dalam tingkat konsumsi oksigen. Faktor tersebut antara lain meliputi
27

suhu yang merupakan aspek yang sangat penting yang berhubungan dengan
metabolisme rutin dan konsumsi oksigen pada ikan, salinitas dan aktivitas
berenang (Caulton 1977).
Dalam mekanisme transport aktif diperlukan energi dan yang sangat
menarik untuk diketahui bahwa peningkatan keperluan energi dapat berubah-ubah
pada ikan. Sebagai contoh apabila ikan berpindah dari medium yang lebih encer
atau dari air tawar ke air payau dan air laut akan terjadi peningkatan kebutuhan
energi yang ditandai dengan peningkatan dalam laju konsumsi oksigen yang
cukup besar, bahkan dapat mencapai 50 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
peningkatan ini merupakan pertanda peningkatan kerja transport aktif ion yang
diperlukan untuk memelihara tingkat osmotik cairan tubuh ikan tersebut.
Konsumsi oksigen pada tilapia sangat beragam. Job (1969) melaporkan
konsumsi oksigen yang sangat tinggi pada tilapia dalam kondisi yang isoosmotik.
Sebaliknya Asem (1981) melaporkan bahwa konsumsi oksigen tilapia meningkat
pada setiap kondisi salinitas. Perbedaan dapat diakibatkan oleh beberap faktor
seperti suhu, salinitas dan aktivitas (Ross dan Mickinney 1988).
Tabel 2. Perbandingan tingkat konsumsi oksigen pada beberapa jenis tilapia.

Sumber : Becker dan Fisheson (1990)

28

Proses Aklimatisasi Ikan
Aklimatisasi mengambarkan respon kompenisasi dari suatu organisme
terhadap perubahan beberapa faktor lingkungan, sedangkan jika dipengaruhi oleh
satu faktor lingkungan disebut aklimasi (Affandi dan Tang 2002). Ikan nila
merupakan jenis ikan yang mampu hidup pada salinitas yang tinggi. Kemampuan
ikan nila untuk hidup pada salinitas tinggi harus melalui proses aklimatisasi.
Menurut Boyed (1982) dalam Taqwa (2008), peningkatan salinitas yang
dilakukan pada ikan nila berkisar antara 1 atau 2 ppt per jam. Penempatan ikan
nila secara mendadak pada air laut yang salinitasnya lebih tinggi (hiperosmotik)
akan menyebabkan kehilangan ion melalui permukaan tubuh dan urin. Hal ini
akan menyebabkan kematian bila perubahan osmotik yang dialami sangat besar.
Cara mengatasinya diperlukan sejumlah energi metabolik yang besar dan
sebanding dengan laju kehilangan ion dari tubuh maupun urin (Lockwood 1967
dalam Taqwa 2008).
Proses Akumulasi Logam Berat
Pengambilan bahan pencemaran oleh makhluk hidup mengakibatkan
peningkatan kepekatan yang dapat memiliki pengaruh yang negatif dalam tubuh
organisme tersebut. Proses ini dapat terjadi oleh penyerapan langsung dari
lingkungan sekeliling atau oleh penyerapan suatu pencemar dalam makhluk hidup
bahan makan. Pencemar dalam makhluk hidup bahan makanan dapat timbul dari
sumber yang sama. Jadi dalam suatu rantai makanan alamiah, pencemar dapat
dipindahkan dari suatu tingkat trofik ke tingkat trofik lainya ( Connell dan Miller.
2006).
Sanusi (1980) dalam Darmono (2008) mengemukakan bahwa terjadinya
proses akumulasi logam berat di dalam tubuh hewan air terjadi karena kecepatan
pengambilan logam berat (uptake rate) oleh organisme air lebih cepat
dibandingkan dengan proses pelepasan. logam berat akan terlibat dalam proses
enzimatik, terikat dengan protein (ligan binding).
Makanan yang telah terkontaminasi Pb akan dikonsumsi makhluk perairan
termasuk ikan dan akan masuk dalam alur pencernaan. Dari alur pencernaan
29

(gastrointestinal) melalui dinding-dindingnya akan menuju ke cairan sirkulatori.
Bahan-bahan kimia setelah dari cairan sirkulatori ada yang di metabolisme dan
ada yang bertemu dengan kebanyakan jaringan tubuh dan selanjutnya ditimbun
dalam jaringan lemak. Bahan-bahan kimia (senyawa timbal) dalam cairan
sirkulatori akan teroksidasi menjadi Pb dan akan terakumulasi dalam hati. Logam
berat Pb dalam hati akan dimetabolisme dan akan diinaktifkan oleh enzim-enzim
di dalam hati sehingga terjadi biotransformasi zat- zat berbahaya menjadi zat-zat
yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresikan oleh ginjal.
Proses Depurasi Logam Berat Pb
Proses depurasi (pelepasan) logam berat merupakan proses peluruhan
logam berat yang berada dalam tubuh ikan yang berasal dari ekskresi ikan.
konsentrasi logam berat menggambarkan banyaknya logam berat yang tertinggal
dalam tubh ikan. Jumlah konsentrasi logam berat dalam tubuh ikan dapat
dipengaruhi oleh media air yang beralinitas. Salinitas secara tidak langsung
mempengaruhi depurasi logam berat Pb dalam tubuh ikan, dimana pada saat ikan
nila (O. niloticus) ditempatkan pada air bersalinitas maka akan mempengaruhi
proses osmoregulasi yaitu upaya ikan dalam mempertahankan kondisi tubuh
terhadap perubahan salinitas. Dalam proses osmoregulasi tentunya membutuhkan
energi yang secara umum bersumber dari lemak, dimana lemak dalam tubuh ikan
merupakan komponen dengan kandungan energi terbesar dibandingkan dengan
protein dan karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi metabolik (ATP).
Di sisi lain logam berat Pb dalam tubuh ikan cenderung ter