Studi Populasi Tanaman terhadap Peningkatan Produktivitas dan Konsumsi air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) pada Teknik Hidroponik

STUDI POPULASI TANAMAN TERHADAP PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS DAN KONSUMSI AIR TANAMAN BAYAM
(Amaranthus tricolor L.) PADA TEKNIK HIDROPONIK

RIZKIANA ANGGAYUHLIN
A24070180

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

STUDI POPULASI TANAMAN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN
KONSUMSI AIR TANAMAN BAYAM (Amaranthus tricolor L.) PADA TEKNIK
HIDROPONIK
Study of Plant Population to Productivity Increasing and Water Consumption of Amaranth in
Hydroponic Technique
Rizkiana Anggayuhlin1, Ade Wachjar2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

1

Abstract
Research was conducted in Parung Farm, Bogor, from April to May 2011. The purpose of the
research was to study the effect of plant population on productivity and water consumption of
amaranth in hydroponic technique. The research used Nutrient Film Technique(NFT) hydroponic
system that modificated with gravel as its planting medium. The research was arranged in
Randomized Complete Block Design by one factor. The factor was seedling numbers: P1=1,
P2=2, P3=3, P4=4. The research iwas divided into two experiment. First experiment was
experiment about effect of plant population on plant productivity and second experiment was
experiment about effect of plant population on water consumption of plant.
The result showed that plant with one seedling of the planting hole gave the best response
on growth of amaranth (plant height, leaves numbers), but for plant productivity the best result
was showed by plant with trhee seedling of the planting hole. The much water consumption of this
research was happening on plant with one seedling of the planting hole. Apparently, more and
more little population more and more much water concumption. This case because of bad root
condition on dense population. Bad root of plant would affect asorption of water.
Keywords : hydroponic kit, seedling numbers, the planting hole, gravel

RINGKASAN


RIZKIANA ANGGAYUHLIN. Studi Populasi Tanaman terhadap
Peningkatan Produktivitas dan Konsumsi air Tanaman Bayam (Amaranthus
tricolor L.) pada Teknik Hidroponik. (Dibimbing oleh ADE WACHJAR).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh populasi tanaman
terhadap produktivitas dan konsumsi air tanaman bayam yang dibudidayakan
secara hidroponik dengan media kerikil (split) jenis screening. Penelitian ini
dilaksanakan di Parung Farm, Bogor, pada bulan April sampai dengan bulan Mei
2011.
Pada penelitian ini terdapat dua percobaan yaitu percobaan mengenai studi
populasi tanaman bayam terhadap produktivitas dan studi populasi tanaman
bayam terhadap konsumsi air tanaman bayam. Rancangan percobaan yang
digunakan pada kedua percobaan ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan satu faktor dan tiga ulangan. Faktor perlakuan yang
digunakan yaitu jumlah bibit per lubang tanam. Jumlah bibit yang digunakan
adalah satu bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit, sehingga terdapat 12 satuan
percobaan yang terdapat pada masing-masing percobaan.
Pada budidaya tanaman bayam dengan teknik hidroponik ini terdapat dua
tahap yaitu persemaian dan pembesaran. Kegiatan persemaian dan pembesaran
dilakukan di dalam greenhouse, yaitu greenhouse model terowongan pada tahap

persemaian dan model piggy back pada tahap pembesaran. Tahap persemaian
pada kedua percobaan dilakukan dengan sistem hidroponik NFT modifikasi media
dengan kerikil. Tahap pembesaran pada percobaan studi populasi tanaman bayam
terhadap produktivitas dilakukan di bedengan yang dibuat dari beton dengan
sistem hidroponik substrat kerikil. Tanaman bayam ditanam dengan jarak tanam
15 cm x 15 cm. Tahap pembesaran pada percobaan studi populasi tanaman
terhadap konsumsi air tanaman bayam dilakukan di hydroponic kit tipe statis.
Hydroponic kit terbuat dari pot plastik dan botol air mineral bekas. Tanaman
bayam diberi pupuk NPK Mutiara (16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 % CaO, dan
1 % MgO) dengan konsentrasi 3 g per liter air.

Berdasarkan hasil penelitian, populasi tanaman bayam dengan tiga bibit per
lubang tanam menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas per satuan luas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi tanaman lainnya. Populasi tanaman
bayam hingga empat bibit per lubang tanam masih meningkatkan produktivitas
per satuan luas. Terdapat perbedaan dalam konsumsi air untuk pertumbuhan
tanaman bayam dengan berbedanya populasi tanaman. Semakin banyak populasi
tanaman hingga empat bibit per lubang tanam semakin sedikit konsumsi air.
Kriteria investasi terbaik dihasilkan dari tanaman bayam yang ditanam tiga bibit
per lubang tanam


dengan Nilai R/C 3.29 dan Payback Period 4.35 bulan.

Tanaman bayam yang ditanam dengan teknik hidroponik sistem substrat dengan
media kerikil sebaiknya ditanam dengan jumlah tiga bibit per lubang tanam.

STUDI POPULASI TANAMAN TERHADAP PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS DAN KONSUMSI AIR TANAMAN BAYAM
(Amaranthus tricolor L.) PADA TEKNIK HIDROPONIK

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Rizkiana Anggayuhlin
A24070180

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Judul

: STUDI POPULASI TANAMAN TERHADAP PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS DAN KONSUMSI AIR TANAMAN BAYAM
(Amaranthus tricolor L.) PADA TEKNIK HIDROPONIK

Nama

: RIZKIANA ANGGAYUHLIN

NIM

: A24070180

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS

NIP 19550109 198003 1 008

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr Ir Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1989. Penulis merupakan anak
pertama dari pasangan suami istri Hendro Subekti dan Nina Safrida Hasibuan.
Tahun 1995 – 2001 penulis menempuh pendidikan di SDN Jati Mekar 6 Bekasi.
Pada tahun 2001 – 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 9 Bekasi. Pada
tahun 2004 – 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 6 Bekasi. Pada
bulan Agustus 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis pernah menjadi Anggota Muda
Korps Sukarela (AM KSR) Unit 1 IPB, asisten praktikum MK Biologi Dasar,
fasilitator program keaksaraan dasar LPPM IPB, peserta Go Field 2009, dan
bergabung dalam kepanitiaan beberapa acara di IPB.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat karunia dan
hidayahNya penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi dengan
judul “Studi Populasi Tanaman terhadap Peningkatan Produktivitas dan Konsumsi
air Tanaman Bayam (Amaranthus Tricolor L.) pada Teknik Hidroponik”.
Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr Ir Ade Wahcjar, MS selaku dosen pembimbing atas arahan dan
bimbingannya yang bermanfaat selama kegiatan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
2. Bapak Dr Ir Adiwirman, MS yang telah memberikan waktu dan bimbingan
sejak penyelesaian proposal hingga pelaksanaan penelitian di lapangan.

3. Bapak Dr Dwi Guntoro, SP, MSi. selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan motivasinya selama masa perkuliahan
4. Ibu Dr Dewi Sukma, SP, MSi dan Bapak Dr Herdhata Agusta, MS selaku
dosen penguji atas ilmu dan saran yang telah diberikan.
5. Pimpinan, staf, dan seluruh karyawan Parung Farm atas kesempatan,
bimbingan, dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
6. Ayah, Mama, Ade Tifa, dan Ade Haerudin atas doa, semangat, dan
dukungannya dalam bentuk apapun.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Februari 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………...

ix


DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..

x

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...

xi

PENDAHULUAN……………………………………………………...
Latar Belakang…………………………………………………..
Tujuan……………………………………………………………
Hipotesis…………………………………………………………

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..

Bayam……………………………………………………………
Budidaya Bayam………………………………………………...
Hidroponik………………………………………………………
Populasi Tanaman……………………………………………….
Konsumsi Air……………………………………………………

4
4
5
6
10
10

BAHAN DAN METODE………………………………………………
Tempat dan Waktu………………………………………………
Bahan dan Alat…………………………………………………..
Metode Penelitian………………………………………………..
Pelaksanaan Penelitian…………………………………………..
Pengamatan……………………………………………………...


13
13
13
13
14
18

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………...
Hasil……………………………………………………………...
Pembahasan……………………………………………………

20
20
30

KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………...

36

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

37

LAMPIRAN…………………………………………………………….

39

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.

Halaman
Tinggi Tanaman Bayam pada Berbagai Populasi Tanaman pada
Umur 3–17 HST ……...…..……………………............................

23

Jumlah Daun pada Berbagai Populasi Tanaman Bayam pada
Umur 3–17 HST ……………………………..…………................

24

Pengaruh Jumlah Bibit terhadap Peubah Panen pada Percobaan
Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Produktivitas………….

24

Hasil Uji Lanjut Kontras Orthogonal Peubah Bobot Basah
Tanaman per m2……………………………………………...........

25

Hasil Uji Lanjut Kontras Polinomial Peubah Bobot Basah
Tanaman per m2…………………………………………………...

26

Tinggi Tanaman pada Berbagai Populasi Tanaman pada Umur 3–
17 HST…………………………………………………………….

27

Jumlah Daun pada Berbagai Populasi Tanaman pada Umur 3–17
HST ……………………………………………...………………..

27

Pengaruh Jumlah Bibit terhadap Peubah Panen pada Percobaan
Studi Populasi Tanaman terhadap Konsumsi Air Tanaman
Bayam……………………………………………………………...

28

Perbandingan Kriteria Investasi Usaha Budidaya Tanaman Bayam
dengan Teknik Hidroponik pada Tiap Jumlah Bibit per Lubang
Tanam……………………………………………………………...

29

Kriteria Investasi Usaha Budidaya Tanaman Bayam Secara
Konvensional………………………………………………………

30

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Produksi Bayam di Indonesia Tahun 2000 – 2010 (BPS,
2010)…............................................................................................

4

2.

Hidroponik Sistem Sumbu (Karsono, 2008)..………………….....

7

3.

Hidroponik Sistem Kultur Air (Karsono, 2008)…………………..

7

4.

Hidroponik Sistem NFT(Karsono, 2008)…………………..……..

8

5.

Hidroponik Sistem Aeroponik (Karsono, 2008)………………..…

8

6.

Hidroponik Sistem Pasang Surut (Karsono, 2008).…………….....

9

7.

Hidroponik Sistem Tetes (Karsono, 2008)…………………..……

9

8.

Bedengan Persemaian………………………………………….….

15

9.

Greenhouse Model Piggy Back……………………………….............

16

10.

Bedengan Fase Pembesaran…………………………………….....

17

11.

Bibit Afkir…………………………………………………………

17

12.

Hydroponic Kit……………………..………………………………......

18

13.

Tanaman Bayam yang Terserang Hama: (a) Ulat Grayak dan (b)
Tikus………………………………………………………………

21

Tanaman yang Terserang Penyakit: (a) Rebah Kecambah, (b)
Blight, (c) Karat Putih, dan (d) Bercak Daun……………………..

22

Bobot Basah Tanaman pada Berbagai Jumlah Bibit per Lubang
Tanam………………………………………………………………

26

Perbandingan Konsumsi Air Tanaman Bayam Selama Ada di
Tahap Pembesaran dari Berbagai Jumlah Bibit yang Ditanam…...

27

1.

14.
15.
16.

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Bagan Acak Perlakuan..……………………………………….......

40

2.

Keadaan Iklin pada Bulan April dan Mei 2011 di Lokasi
Penelitian (Parung)……...............................................................

41

Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Tanaman dan Hasil
Panen Percobaan Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap
Produktivitas…………………………...…………………….……

41

Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 3-17 HST pada
Percobaan Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Produktivas..

42

Sidik Ragam Jumlah Daun pada Umur 3-17 HST pada Percobaan
Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Produktivas …………..

43

Sidik Ragam Peubah Panen pada Umur 17 HST pada Percobaan
Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Produktivas …………..

44

Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Tanaman dan Hasil
Panen Percobaan Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap
Konsumsi Air Tanaman Bayam…………………………………...

45

Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada Umur 3-17 HST pada
Percobaan Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Konsumsi
Air Tanaman Bayam……………………..………………………..

46

Sidik Ragam Jumlah Daun pada Umur 3-17 HST pada Percobaan
Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Konsumsi Air Tanaman
Bayam……......................................................................................

47

Sidik Ragam Peubah Panen pada Umur 17 HST pada Percobaan
Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Konsumsi Air Tanaman
Bayam……………………………………………………………...

48

Biaya Investasi Usaha Hidroponik Sistem NFT Modifikasi
Kerikil……………………………………………………………..

50

Biaya Operasional Usaha Hidroponik Sistem NFT Modifikasi
Kerikil (Satu Bibit per Lubang Tanam)……………….………….

52

Biaya Operasional Usaha Hidroponik Sistem NFT Modifikasi
Kerikil (Dua Bibit per Lubang Tanam)…………………………..

53

Biaya Operasional Usaha Hidroponik Sistem NFT Modifikasi
Kerikil (Tiga Bibit per Lubang Tanam)……………………….….

54

Biaya Operasional Usaha Hidroponik Sistem NFT Modifikasi
Kerikil (Empat Bibit per Lubang Tanam)……….……………….

55

3.

4.
5.
6.
7.

8.

9.

10.

11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.

Biaya Investasi Usaha Budidaya Tanaman Bayam Secara
Konvensional………………………………………………………

56

Biaya Operasional Usaha Budidaya Tanaman Bayam Secara
Konvensional Selama Satu Bulan…………………………………

57

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bayam adalah tanaman monocious dengan biji berwarna hitam keunguan,
batang lunak berwarna hijau, dan berdaun hijau yang tipis (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999). Kandungan nutrisi yang cukup tinggi pada bayam dan rasanya
yang cukup lezat menyebabkan bayam sebagai salah satu komoditas sayuran yang
banyak diminati masyarakat untuk dikonsumsi. Konsumsi bayam di Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Budidaya bayam pun cukup mudah
dilakukan. Bayam biasa diperbanyak secara generatif yaitu melalui bijinya.
Bayam dapat dibudidayakan di tanah ber-pH netral baik di dataran tinggi maupun
rendah (Hadisoeganda, 1996). Permintaan bayam yang cukup tinggi dan
budidayanya

yang cukup mudah dapat menjadi suatu peluang untuk

dikembangkan sebagai usaha agribisnis.
Permintaan pasar akan bayam yang terus mengalami peningkatan belum dapat
dipenuhi secara maksimal oleh banyak petani bayam. Semakin berkurangnya
lahan pertanian dan rendahnya kualitas bayam yang dihasilkan para petani
merupakan contoh masalah yang dihadapi dalam kegiatan budidaya sayuran
bayam. Pengalihan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti
pemanfaatan untuk daerah pemukiman dan industri, mengurangi ketersediaan
lahan pertanian. Kualitas bayam yang dihasilkan petani masih kurang baik,
sehingga kehilangan hasil yang diperoleh pun tinggi.
Hidroponik dapat menjadi suatu solusi untuk memecahkan masalah pertanian
tersebut. Hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponic yang
berarti pengerjaan (Lingga, 1985), sehingga hidroponik dapat diartikan sebagai
teknik budidaya tanaman dengan menggunakan media tanam selain tanah dan
memanfaatkan air untuk menyalurkan unsur hara yang dibutuhkan ke setiap
tanaman. Hidroponik juga memiliki beberapa keuntungan di antaranya adalah
budidayanya yang tidak bergantung pada iklim, hasil panen yang kontinyu, dan
perawatan tanaman yang lebih praktis (Lingga, 2007). Komoditas yang sering
dibudidayakan dengan hidroponik adalah komoditas hortikultura. Komoditas
hortikultura memiliki umur panen yang singkat dan morfologi yang kecil sehingga

2
mudah dibudidayakan secara hidroponik. Alasan inilah mengapa hidroponik dapat
menjadi salah satu teknik budidaya yang cocok untuk tanaman bayam.
Air merupakan unsur yang tidak dapat dihilangkan untuk keberlangsungan
makhluk hidup termasuk tanaman. Pada teknik hidroponik, air adalah faktor
penting karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman diberikan melalui air.
Menurut Sintia (2008), konsumsi air pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya adalah jenis tanaman, bentuk tanaman, umur tanaman, kondisi
sekitar tanaman, jenis media tanam, musim, dan ukuran pot. Meskipun air
merupakan faktor penting untuk tanaman, penggunaannya juga harus dilakukan
seefisien mungkin karena semakin berkurangnya sumber air bersih. Penghematan
air pada teknik hidroponik berarti juga merupakan penghematan pada penggunaan
pupuk, sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan melalui penanaman bayam dengan
jumlah populasi yang optimum. Populasi bayam umumnya berkisar 50
tanaman/m2 (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Secara umum semakin besar
populasi semakin banyak air yang dibutuhkan dan semakin rendah kualitas yang
diperoleh dari satu individu tanaman. Berdasarkan penelitian Rachman dan
Mahfudz (2007), peningkatan populasi pada tanaman tembakau menurunkan
ukuran daun, bobot tiap daun, tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun
yang dapat dipanen, tetapi tidak berpengaruh pada jumlah seluruh daun yang
terbentuk dan mutu rasa tembakau. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kompetisi
antara tanaman dalam memperebutkan air, zat hara, cahaya, dan faktor tumbuh
pendukung lainnya. Sedangkan menurut Harjadi (1996) dengan pemupukan berat
populasi yang lebih besar akan mendatangkan keefisienan penggunaan pupuk,
karena tercapainya keefisienan penggunaan cahaya. Oleh karena itu, perlu
diketahui populasi tanaman bayam yang paling optimum agar dapat menghemat
penggunaan air dan pupuk serta menghasilkan produktivitas yang paling
maksimum.

3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi optimum tanaman bayam
pada teknik hidroponik yang menghasilkan produktivitas maksimum dan
mengetahui pengaruh populasi terhadap konsumsi air tanaman bayam pada teknik
hidroponik.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat populasi tanaman bayam yang optimum untuk memperoleh
produktivitas dan kualitas tanaman bayam yang lebih tinggi.
2. Terdapat perbedaan konsumsi air untuk pertumbuhan tanaman bayam pada
populasi tanaman yang berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA

Bayam
Bayam merupakan salah satu jenis sayuran daun yang banyak diminati oleh
berbagai kalangan masyarakat. Total luas panen bayam di Indonesia pada tahun
1992 mencapai 34 600 hektar atau menempati urutan ke-11 dari 18 jenis sayuran
komersial yang dibudidayakan dan dihasilkan oleh Indonesia. (Hadisoeganda,
1996). Produksi bayam di Indonesia secara umum meningkat dari tahun ke tahun,

Produksi Bayam (000 Ton)

hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
1998

173.75
155.86
123.79 149.44 163.82
109.42
65.72

71.01

152.33

107.74

64.36

2000

2002

2004
2006
Tahun

2008

2010

2012

Gambar 1. Produksi Bayam di Indonesia Tahun 2000 – 2010 (Badan Pusat
Statistik, 2010)
Peningkatan produksi bayam tersebut diduga disebabkan oleh pertambahan
jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi
sayuran. Bayam dapat menjadi sumber protein yang baik dan murah bagi para
penduduk di daerah tropika, sub tropika, dan iklim sedang. Selain itu, tanaman
bayam juga mengandung pro vitamin A, vitamin C, zat besi, tiamin, riboflavin,
dan serat dalam jumlah yang cukup besar (Edmond et al., 1977)
Bayam merupakan tanaman setahun, monoecious, dan berumur pendek.
Meskipun sistem perakaran bayam umumnya jarang, tetapi karena bayam
merupakan tanaman C4, bayam toleran terhadap suhu tinggi dan kekeringan
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Tanaman bayam yang memiliki siklus hidup
yang relatif singkat ini mampu menghasilkan biji dalam jumlah banyak berukuran
kecil sehingga daya sebarnya luas (Hadisoeganda, 1996).

5
Tanaman yang termasuk genus Amaranthus ini memiliki spesies yang sangat
bervariasi. Secara umum bayam dibagi dua yaitu bayam liar dan bayam budidaya.
Bayam liar yang dikenal adalah bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dan bayam
tanah (Amaranthus blitum L.) (Fattah, 2008). Terdapat dua macam bayam yang
biasa dibudidayakan, yaitu bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) dan bayam
petik (Amaranthus hybridus L.) (Supriati et al., 2008).

Budidaya Bayam
Di daerah tropis seperti Indonesia bayam dapat ditanam di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Tanah subur dengan aerasi dan drainase yang baik serta
ber pH 6 – 7 sangat mendukung pertumbuhan bayam. Curah hujan sekitar 1 500
mm/tahun, suhu udara 16 – 20 °C, dan kelembaban udara antara 40 – 60 %
merupakan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan bayam (Hadisoeganda, 1996).
Populasi bayam menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) umumnya berkisar
50 tanaman/m2, sedangkan menurut Rukmana (2005) berkisar 25 tanaman/m2.
Varietas bayam yang biasa digunakan oleh para petani adalah Giti Hijau dengan
produktivitas 5.6 ton/ha (Rukmana, 2005).
Bayam biasanya diperbanyak secara generatif melalui bijinya. Biji bayam
ditanam secara alur ataupun disebar, sekitar 20 - 30 hari kemudian dijarangkan,
dan kelebihan bibit digunakan untuk pindah tanam atau dikonsumsi sebagai
sayuran hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Susila (2006), selain
ditanam di alur bayam juga bisa ditanam dengan cara disebar, benih bayam yang
disebar terlebih dahulu dicampur abu dengan perbandingan benih : abu adalah 1 :
10.
Menurut Susila (2006), pada saat pengolahan tanah untuk tanaman bayam
diperlukan pupuk anorganik yaitu Urea 56 kg (25.2 kg N), SP-36 250 kg (90 kg
P2O5, dan KCl 90 kg (54 kg K2O) per ha per musim. Saat tanaman sudah berumur
3 minggu pemupukan dapat dilakukan kembali, yaitu pemberian Urea (45 % N)
dan KCl (60 % K2O) dengan dosis yang sama seperti pada saat pengolahan tanah.
Penyakit yang biasa menyerang tanaman bayam adalah penyakit lodoh (mati
bibit/damping off) disebabkan oleh Phytium sp., bercak daun disebabkan oleh
Cercospora sp., dan karat putih yang disebabkan oleh Albugo. Serangga

6
penggerek dan nematoda juga merupakan penyebab kerusakan tanaman bayam
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Hidroponik
Hidroponik

diartikan

sebagai

cara

menumbuhkan

tanaman

tanpa

menggunakan tanah tetapi menggunakan media inert, seperti kerikil, pasir,
gambut, vermiculite, dan serbuk gergaji, yang diberi tambahan nutrisi yang
mengandung seluruh unsur esensial yang dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh
dan berkembang secara normal (Resh, 2004).
Tanaman yang biasa dibudidayakan secara hidroponik adalah tanaman
hortikultura seperti tanaman hias, tanaman sayuran, dan tanaman buah. Golongan
tanaman hias antara lain Philodendron, Dracaena, Aglaonema, dan Spatyphilum.
Golongan sayuran yaitu paprika, tomat, mentimun, selada, sawi, kangkung, dan
bayam. Adapun jenis tanaman buah yang dapat dibudidayakan secara hidroponik
antara lain melon, jambu air, kedondong Bangkok, dan belimbing (Prihmantoro
dan Indriani, 1998).
Hidroponik adalah salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil dan kualitas tanaman (Wijayani dan Widodo, 2005).
Budidaya tanaman dengan cara hidroponik memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan budidaya tanaman secara konvensional dengan media tanah.
Menurut Lingga (1985) beberapa keuntungan hidroponik adalah sebagai berikut:
(1) produksi tanaman lebih tinggi, (2) tanaman lebih terjamin bebas dari serangan
hama dan penyakit, (3) pemakaian pupuk lebih hemat, (4) proses penyulaman
lebih mudah, (5) tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, (6) budidaya
tanaman tidak bergantung iklim, dan (7) lebih efisien karena dapat dilakukan di
lahan yang sempit.
Berdasarkan jenis medianya hidroponik ada tiga macam yaitu, kultur air,
kultur pasir, dan kultur bahan porous seperti kerikil dan pecahan genting ( Lingga,
1985). Karsono (2008) menyatakan terdapat enam tipe dasar dari sistem
hidroponik, yaitu wick system (sistem sumbu), water culture (kultur air), nutrient
film technique (NFT), aeroponic, ebb and flow (flood and drain), drip irrigation
(irigasi tetes).

7
1. Wick System (Sistem Sumbu)
Sistem sumbu adalah sistem yang sederhana yang bersifat pasif. Pasif berarti
tidak ada sistem yang bergerak. Larutan nutrisi diserap oleh sumbu menuju
media tanam. Media tanam yang digunakan sangat beragam, di antaranya:
perlite, vermiculite, sabut kelapa, arang sekam, dan pasir. Hidroponik sistem
sumbu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hidroponik Sistem Sumbu (Karsono, 2008)
2. Water Culture (Kultur Air)
Kultur air juga termasuk sistem hidroponik yang pasif. Tanaman biasanya
ditopang menggunakan styrofoam dan mengambang langsung di larutan
nutrisi. Sebuah aerator juga dipasang untuk menyediakan oksigen bagi akar
tanaman. Sistem kultur air sangat cocok untuk tanaman yang cepat
pertumbuhannya dan sangat suka akan air seperti lettuce. Hidroponik kultur
air dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hidroponik Sistem Kultur Air (Karsono, 2008)

8
3. Nutrient Film Technique (NFT)
Pada sistem NFT larutan nutrisi dipompa ke dalam tempat penanaman dan
mengaliri akar-akar tanaman, larutan nutrisi kemudian kembali ke dalam
reservoir. Sistem NFT memiliki peredaran larutan nutrisi yang konstan,
sehingga tidak diperlukan timer dalam memompa air. Air terus mengalir
karena wadah tanaman dibuat dalam keadaan miring. Sistem NFT sangat
rentan jika listrik mati dan kegagalan pompa terjadi. Akar tanaman akan
mengering ketika peredaran larutan nutrisi terganggu. Hidroponik sistem NFT
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hidroponik Sistem NFT (Karsono, 2008)
4. Aeroponic
Sistem aeroponic adalah sistem dengan teknologi yang tinggi. Media
tanamnya adalah udara. Akar tanaman menggantung di udara dan diembuni
dengan larutan nutrisi. Pengembunan biasanya dilakukan setiap beberapa
menit sehingga diperlukan timer untuk pengaturannya. Jika proses
pengembunan terganggu akar tanaman dapat cepat mengering seperti pada
sistem NFT. Hidroponik aeroponic dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hidroponik Sistem Aeroponik (Karsono, 2008)

9
5. Ebb and Flow atau Flood and Drain (Sistem Pasang Surut)
Sistem Ebb and Flow atau juga disebut sistem pasang surut. Sistem ini bekerja
dengan membanjiri tempat penanaman dengan larutan nutrisi dan kemudian
mengeringkan larutan tersebut kembali ke wadahnya (reservoir). Sistem
pasang surut menggunakan pompa yang dihubungkan dengan timer. Timer
digunakan untuk mengatur kapan air membanjiri tempat penanaman dan air
surut dari tempat penanaman. Hidroponik Ebb and Flow dapat dilihat pada
Gambar 6.

Gambar 6. Hidroponik Sistem Pasang Surut (Karsono, 2008)
6. Drip System (Irigasi Tetes)
Sistem irigasi tetes merupakan sistem yang paling banyak digunakan. Timer
akan menggerakkan pompa dan larutan nutrisi akan menetes ke dasar dari
setiap tanaman dengan garis tetesan yang kecil. Pada sistem tertutup (recovery
drip), larutan nutrisi yang berlebih diserap kembali ke dalam reservoir untuk
digunakan kembali. Pada sistem terbuka (non recovery drip) larutan nutrisi
yang berlebihan akan dibuang, sehingga pemakaian air pada sistem tertutup
lebih efisien. Pada sistem terbuka dibutuhkan timer yang akurat sehingga air
yang diberikan tidak berlebihan. Hidroponik irigasi tetes dapat dilihat pada
Gambar 7.

Gambar 7. Hidroponik Sistem Tetes (Karsono, 2008)

10
Populasi Tanaman
Populasi tanaman adalah jumlah satu jenis individu tanaman pada suatu areal
dengan luas tertentu. Menurut Jumin (2005), kepadatan populasi bergantung pada
jarak tanam, banyaknya benih tiap lubang, daya kecambah, kekuatan tumbuh
benih, dan faktor-faktor luar yang dapat menimbulkan kematian pada tanaman.
Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu
produksi maksimum.
Menurut Harjadi (1996) jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan
keefisienan penggunaan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman
dalam menggunakan air dan zat hara, sehingga akan mempengaruhi hasil.
Populasi yang lebih besar juga akan mengefisienkan penggunaan pupuk karena
tercapainya keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi per satuan
luas yang tinggi tercapai dengan populasi yang tinggi pula, karena tercapainya
penggunaan cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan. Akan tetapi pada
akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena
persaingan cahaya dan faktor-faktor tumbuh lainnya.
Pada penelitian Wijaya (2006), jumlah benih yang berbeda memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun, diameter batang daun, bobot segar,
dan bobot segar per tanaman per petak pada tanaman bayam. Bobot segar per
tanaman per petak tertinggi diperoleh pada perlakuan jumlah benih 300 benih/m2
yaitu sebesar 2.86 kg. Berdasarkan penelitian Hadie (1985), semakin kecil
populasi tanaman jagung per hektar maka makin rendah tinggi tanaman, ILD, dan
jumlah biji tiap tongkolnya. Akan tetapi, populasi yang kecil per hektar akan
menghasilkan bobot 1 000 biji pipilan kering yang lebih besar.

Konsumsi air
Menurut Gardner et al. (1991), pada tanaman air berfungsi sebagai: (1) pelarut
dan medium untuk reaksi kimia seperti fotosintesis dan proses hidrolisis, (2)
medium untuk transportasi zat terlarut organik dan anorganik, (3) memberikan
turgor pada sel tanaman, (4) hidrasi dan netralisasi muatan pada molekul-molekul
koloid, dan (5) proses evaporasi untuk mendinginkan tanaman.

11
Konsumsi air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang
diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (Hedi, 2010).
Evapotranspirasi terdiri atas dua proses yaitu evaporasi dan transpirasi. Jumlah
evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi
oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi,
lamanya pertumbuhan, hujan, dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan
tanaman bergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu
dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan
pertumbuhan, serta tipe daun (Satar, 2010). Menurut Sintia (2008) beberapa faktor
yang mempengaruhi konsumsi air pada tanaman adalah jenis, bentuk, dan umur
tanaman, lokasi dan kondisi sekitar tanaman, jenis media tanam, musim, dan
ukuran pot.
(1) Jenis, Bentuk, dan Umur Tanaman
Beberapa jenis tanaman berdasarkan konsumsi airnya adalah tanaman yang
perlu air dalam jumlah banyak, tanaman yang perlu air dalam jumlah sedang,
dan tanaman yang perlu air dalam jumlah yang sedikit. Bentuk daun juga
harus diperhatikan, jika daun besar dan tipis maka tidak tahan pada kondisi
kering karena proses transpirasi yang tinggi, dan jika pada daun terdapat
lapisan lilin maka tanaman tahan pada kondisi kering karena proses tranpirasi
tertahan dengan lapisan lilin tersebut.
(2) Lokasi dan Kondisi Sekitar Tanaman
Tanaman yang ditanam di bawah naungan akan berbeda konsumsi airnya
dengan tanaman yang ditanam langsung terkena sinar matahari.
(3) Jenis Media Tanam
Media adalah tempat menopangnya tanaman dan merupakan material yang
langsung bersentuhan dengan akar. Oleh karena itu, penting mengetahui sifat
media terhadap daya pegang air. Media tanam yang digunakan harus sesuai
dengan jenis tanaman yang akan ditanam.
(4) Musim
Saat musim kemarau tentunya tanaman lebih banyak membutuhkan air
dibandingkan saat musim hujan.

12
(5) Ukuran Pot
Hal ini terkait dengan kelembaban media dalam pot. Pot kecil akan
mempunyai tingkat kelembaban yang lebih kecil jika dibandingkan dengan
media pada pot yang besar. Pot besar juga mempunyai kelebihan dalam
pertumbuhan akar tanaman. Banyaknya ruang yang tersedia dapat
memberikan ruang yang cukup untuk bernafasnya akar, sehingga akar
optimum untuk menyerap air.
Gandakoesoemah (1975) menyatakan ada empat cara penetapan kesatuan
untuk menyatakan konsumsi air pada suatu kesatuan luas, yaitu: (1) menurut
tinggi air yang dibutuhkan untuk sebidang tanah yang ditanami (banyaknya air =
tinggi air x luas lahan), (2) volume air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk
sekali penyiraman atau untuk selama pertumbuhannya (m3/ha), (3) kesatuan
pengaliran air yaitu kesatuan volume dalam kesatuan waktu pengalirannya
untuk kesatuan luas (liter/detik/hektar), dan (4) menentukan luas tanaman yang
dapat diairi oleh pengaliran air yang banyaknya tertentu (duty of water)
(1 second food = 28.3 liter/detik untuk A ha).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung
Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan
Mei 2011.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih bayam varietas Amaranth 936 white leaf,
pupuk NPK Mutiara (16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 % CaO, dan 1 % MgO)
serta media tanam berupa kerikil (split) jenis screening. Alat yang digunakan
adalah hydroponic kit yang terdiri atas pot plastik dangkal dan botol air mineral
bekas, oven, neraca, gelas ukur, penggaris, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua percobaan yaitu percobaan mengenai studi
populasi tanaman terhadap produktivitas dan studi populasi tanaman terhadap
konsumsi air tanaman bayam. Rancangan percobaan yang digunakan pada kedua
percobaan ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan
satu faktor dan tiga ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu jumlah bibit
per lubang tanam (populasi tanaman). Jumlah bibit yang digunakan adalah satu
bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit per lubang tanam, sehingga terdapat 12
satuan percobaan yang terdapat pada masing-masing percobaan. Bagan acak
perlakuan di lapangan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) sebagai berikut:
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
µ

= Rataan umum

αi = Pengaruh ulangan ke-i

14
βj = Pengaruh perlakuan jumlah bibit ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan
Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5 %,
maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian
Pada budidaya tanaman bayam dengan teknik hidroponik terdapat dua tahap
yaitu persemaian dan pembesaran. Kegiatan persemaian dan pembesaran
dilakukan di dalam greenhouse sederhana piggy back system. Konsentrasi pupuk
yang digunakan yaitu 3 g NPK Mutiara (16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 %
CaO, dan 1 % MgO) per liter air.

Persiapan Alat dan Bahan
Untuk percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas, alat dan
bahan berupa kerikil (split) jenis screening untuk media tanam, pupuk NPK
Mutiara(16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 % CaO, dan 1 % MgO), benih bayam
varietas Amaranth 936 white leaf, alat tulis, dan alat ukur. Sedangkan untuk
percobaan studi populasi tanaman terhadap konsumsi air tanaman bayam, alat dan
bahan yang digunakan berupa pot plastik dangkal, botol air mineral bekas, kerikil
untuk media tanam, benih bayam, pupuk NPK Mutiara, alat tulis, dan alat ukur.
Kerikil, pupuk NPK, dan benih bayam disediakan oleh Parung Farm, sedangkan
pot plastik, botol air mineral bekas, alat tulis, dan alat ukur disediakan sendiri oleh
penulis.

Persemaian
Persemaian dilakukan di greenhouse model terowongan yang dinaungi plastik
UV 15%. Benih bayam disemai di bedengan berukuran 10 m x 2 m dengan media
kerikil selama kurang lebih 14 hari. Konstruksi bedeng terdiri atas lapisan semen
yang dilapisi terpal yang di atasnya diberi kerikil setebal 3 cm. Konstruksi
bedengan dibuat dengan kemiringan 5 %, terdapat lubang pembuangan di antara
bedengan untuk mengalirkan kembali larutan nutrisi ke bak nutrisi. Pemberian
larutan nutrisi dilakukan dengan menggunakan flowrate. Flowrate adalah

15
kecepatan atau volume pengaliran larutan hara yang diberikan pada setiap
tanaman. Pengaliran larutan nutrisi menngunakan timer 15 menit (15 menit hidup
dan 15 menit mati). Pengaliran nutrisi dilakukan dari pukul 07.00 – 15.00 WIB.
Pengaliran larutan nutrisi menggunakan sistem NFT yang menggunakan kerikil
sebagai media tumbuh tanamannya. Oleh karena itu, sistem ini disebut dengan
sistem

NFT

modifikasi

kerikil. Bedengan

persemaian dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Bedengan Persemaian
Sebelum penyemaian benih, kerikil harus dalam keadaan bersih dan tidak
berlumut. Kerikil yang kotor dicuci terlebih dahulu. Benih bayam disebar secara
merata, kemudian ditutup dengan plastik selama dua hari untuk menjaga benih
agar tidak dimakan oleh hama seperti burung dan lebih cepat berkecambah. Pada
tahap persemaian, dilakukan juga kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, dan pembersihan saluran irigasi. Setiap hari
bedeng persemaian selalu dibersihkan. Gulma-gulma yang tumbuh dicabut agar
tidak mengganggu pertumbuhan bibit. Saluran air dibersihan agar tidak tersumbat.

Penanaman dan Pembesaran
Setelah 2 minggu di persemaian bibit bayam dipindahkan ke bedengan
pembesaran. Pada saat dipindahtanamkan ke bedengan pembesaran, batang
tanaman bayam terbenam sekitar 2 cm di dalam kerikil, sehingga tinggi tanaman
bayam dari permukaan media sampai dengan titik tumbuh saat awal ditanam di
bedengan pembesaran adalah sekitar 2 cm.

16
Pembesaran bayam dilakukan di dalam greenhouse model piggy back
(Gambar 9). Greenhouse dibangun menghadap arah barat-timur agar lebih banyak
mendapat sinar matahari. Menurut Untung (2004) greenhouse piggy back system
paling cocok dengan iklim di Indonesia. Udara panas dapat keluar dari sisi dan
atap greenhouse. Air hujan pun bisa ditangkal dengan adanya atap tambahan di
atas atap utama.

Gambar 9. Greenhouse Model Piggy Back (Untung, 2004)
Setelah

tanaman

bayam

berumur

14

hari,

tanaman

bayam

siap

dipindahtanamkan di media pembesaran dengan variasi jumlah bibit yang telah
ditentukan yaitu, satu bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit per lubang tanam.
Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan.
Teknik hidroponik yang digunakan adalah sistem substrat dengan media
kerikil. Bentuk kerikil yang tidak sama dapat menjadi celah untuk masuknya
oksigen. Bedengan yang digunakan merupakan bedengan yang pernah digunakan
untuk menanam bayam dengan sistem aeroponik, berukuran 8 m x 1 m.
Pemberian larutan nutrisi dilakukan dengan memanfaatkan selang bekas sietem
aeroponik yang terdahulu. Pada selang terdapat nozzle-nozzle tempat keluarnya
larutan nutrisi. Pemberian larutan nutrisi menggunakan timer 15 menit hidup dan
15 menit mati. Di samping bedengan terdapat parit kecil tempat pembuangan
larutan nutrisi kembali ke bak nutrisi. Gambar bedengan pembesaran dapat dilihat
pada Gambar 10.

17

Gambar 10. Bedengan Fase Pembesaran
Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm x 15 cm. Tiap meter persegi
bedengan terdapat 44 lubang tanam. Satu satuan percobaan pada perlakuan
populasi pertama memiliki 88 tanaman bayam, pada perlakuan populasi kedua
terdapat 176 tanaman bayam, pada perlakuan populasi ketiga terdapat 264tanaman
bayam, dan pada perlakuan populasi keempat terdapat 352 tanaman bayam. Satu
satuan percobaan berukuran 2 m x 1 m.
Tanaman bayam yang ditanam pada tahap pembesaran dipilih yang memiliki
karakter fisik yang homogen dan tidak terserang hama penyakit. Tinggi tanaman
bayam yaitu 4 cm dari pangkal batang sampai dengan titik tumbuh dan memiliki 4
daun. Bibit bayam afkir tidak digunakan dalam percobaan ini (Gambar 11).

Gambar 11. Bibit Afkir
Pada percobaan studi populasi terhadap konsumsi air tanaman bayam, tahap
pembesaran dilakukan di hydroponic kit untuk memudahkan pelaksanaan
penelitian. Hydroponic kit yang digunakan adalah hydroponic kit tipe statis yang

18
terbuat dari pot plastik berdiameter 40 cm dan botol air mineral bekas. Media
yang digunakan adalah kerikil. Satu pot merupakan perwakilan dari masingmasing satuan percobaan. Pada satu pot tersebut dibuat lima lubang tanam yang
masing-masing lubang berjarak 15 cm, hal ini agar jarak tanam pada pot sesuai
dengan jarak tanam pada bedengan. Air diberikan melalui mulut botol dan keluar
melalui bagian bawah botol air mineral yang diberi lubang kecil. Bila air di pot
plastik sudah habis, maka air yang ada di botol akan keluar dengan sendirinya.
Hydroponic kit yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hydroponic Kit
Bayam yang berumur kurang lebih 17 hari siap untuk dipanen, tetapi kadangkadang sebelum 17 hari bayam sudah dapat dipanen karena penampilan fisiknya
sudah layak untuk dijual. Kriteria bayam yang sudah layak untuk dipanen adalah
bayam yang memiliki berat 7 – 10 g/tanaman dengan tinggi tanaman bayam
antara 15 cm – 30 cm. Bayam dicabut sampai ke akar-akarnya dan dibersihkan
dari kerikil.

Pengamatan
Pengamatan tanaman bayam dilakukan mulai umur 3 hari setelah
transplanting. Pengamatan dilakukan terhadap lima tanaman contoh dari setiap
petak perlakuan yang diambil secara acak dan dilakukan setiap 3 hari sekali.

19
Peubah yang diamati adalah:
1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan media sampai dengan titik tumbuh
tanaman dengan menggunakan mistar.
2. Jumlah Daun
Daun yang dihitung adalah daun bayam yang sudah membuka sempurna.
3. Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman
Setelah panen tanaman bayam dibersihkan dan langsung ditimbang bobotnya.
Bobot kering tanaman diperoleh setelah tanaman dikeringkan pada suhu 60 0C
selama 3 x 24 jam. Tajuk dan akar tanaman ditimbang secara terpisah.
4. Kadar Air Tanaman
Kadar air dihitung dengan rumus:

5. Volume Air yang Berkurang
Volume air yang berkurang adalah volume air awal dikurangi volume air yang
tersisa di dalam wadah air pada hydroponic kit. Volume air yang berkurang
dibagi dengan jumlah individu tanaman merupakan konsumsi air per tanaman.
6. Luas Permukaan Daun per Tanaman
Metode yang digunakan untuk menghitung adalah metode gravimetri dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
LD = A/B x C
Keterangan:
LD : luas daun (cm2)
A

: bobot kertas cetakan daun (gram)

B

: bobot kertas dengan luas tertentu (gram)

C

: luas kertas (cm2)

7. ILD (Indeks Luas Daun)
Indeks Luas Daun dihitung dengan menggunakan metode sebagai berikut.
ILD
=
Keterangan:
LD = Luas daun
Lt = Luas lahan yang ditumbuhi tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum
Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua
kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan
penanaman bayam ulangan pertama dan pada musim kedua dilakukan penanaman
untuk ulangan kedua dan ketiga. Penanaman untuk percobaan studi populasi
terhadap konsumsi air dilakukan di hydroponic kit.
Greenhouse memiliki suhu antara 26 – 43 °C dan kelembaban udara sekitar
60 – 80 persen. Suhu greenhouse yang cukup tinggi saat siang hari dengan
kelembaban yang rendah kadang-kadang menyebabkan tanaman bayam layu
sesaat, tetapi saat suhu menurun dan kelembaban kembali meningkat pada sore
hari tanaman bayam kembali segar. Curah hujan saat penelitian pada bulan April
adalah 176.5 mm dan meningkat pada bulan Mei menjadi 336.5 mm (Lampiran
2).
Hama dan Penyakit Tanaman
Selama penelitian berlangsung ada beberapa jenis hama yang menyerang di
antaranya adalah tikus (Rattus sp.), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal,
belalang (Valanga sp.), dan Anoplocnemis phasiana. Hama yang paling banyak
adalah belalang, ulat grayak, dan tikus. Serangan belalang dan ulat grayak
menyebabkan lubang pada daun bayam, sedangkan tikus merusak tanaman bayam
dengan memakan bagian bawah batang tanaman, tanaman tiba-tiba saja hilang
pada pagi hari hanya tersisa beberapa daun di atas kerikil. Tanaman yang
terserang ulat grayak dan tikus dapat dilihat pada Gambar 13.

21

(a)

(b)

Gambar 13. Tanaman Bayam yang Terserang Hama: (a) Ulat Grayak dan
(b) Tikus
Penyakit yang menyerang tanaman bayam umumnya disebabkan oleh
cendawan. Penyakit yang paling sering menyerang adalah penyakit rebah
kecambah yang disebabkan oleh cendawan Phytium sp. Penyakit tersebut banyak
menyerang tanaman bayam pada percobaan kedua yaitu percobaan studi populasi
terhadap konsumsi air yang dilakukan di hydroponic kit. Curah hujan dan
kelembaban media yang tinggi pada waktu itu menjadi penyebabnya. Akar bibit
bayam yang baru dipindahtanamkan tidak dapat berkembang dan busuk. Tanaman
yang bertahan pun pertumbuhannya tidak baik. Itulah yang menyebabkan
mengapa secara umum tanaman pada percobaan studi populasi tanaman terhadap
konsumsi air tanaman bayam memiliki penampilan yang lebih buruk
dibandingkan tanaman pada percobaan pertama studi populasi tanaman terhadap
produktivitas.
Selain itu, ada juga tanaman yang terserang cendawan Albugo candida yang
menyebabkan penyakit karat putih. Cendawan tersebut mengakibatkan bercakbercak putih pada daun tanaman yang terinfeksi. Ada juga penyakit blight dan
bercak daun. Penyakit blight memiliki gejala daun menyempit, mengecil,
menggulung, dan berkerut. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus mozaik
cucumber (Susila, 2006). Penyakit bercak daun disebabkan oleh Cercospora sp.
pada daun timbul bercak-bercak kuning. Gambar tanaman bayam yang terserang
penyakit selama penelitian disajikan pada Gambar 14.

22

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 14. Tanaman yang Terserang Penyakit: (a) Rebah
(b) Blight, (c) Karat Putih, dan (d) Bercak Daun

Kecambah,

Parung Farm tidak menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama dan
penyakit pada tanaman bayamnya. Oleh karena itu, pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara manual. Tanaman yang terserang penyakit dicabut dan
dibuang agar tidak menulari tanaman lain yang sehat. Hama yang menyerang
tanaman dibuang dan dibunuh. Hama tanaman bayam yang ditanam selama
percobaan terbilang sedikit, karena budidaya bayam dilakukan di dalam
greenhouse.
Percobaan Studi Populasi Tanaman Bayam terhadap Produktivitas
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah bibit tanaman bayam per
lubang tanam memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan beberapa
peubah panen tanaman bayam yang ditanam dengan teknik hidroponik.
Rekapitulasi hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 3.

23

Tinggi tanaman. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa populasi tanaman
berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 3, 6, 9, dan 15 hari setelah tanam
(HST) (Lampiran 4).
Hasil uji lanjut menunjukkan tanaman bayam dengan jumlah 3 bibit per
lubang tanam menghasilkan tanaman yang nyata lebih tinggi daripada jumlah
bibit satu atau dua bibit per lubang tanam, tetapi tidak berbeda nyata dengan
tanaman yang jumlah bibitnya empat bibit per lubang tanam. Rata-rata tinggi
tanaman bayam dengan jumlah bibit tiga bibit per lubang tanam pada umur 3, 6,
9, dan 15 hari setelah tanam (HST) berturut-turut adalah 5.06, 6.31, 8.33, dan
17.58 cm. Rata-rata tinggi tanaman bayam pada berbagai populasi disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi Tanaman Bayam pada Berbagai Populasi Tanaman pada
Umur 3–17 HST
Umur Tanman (HST)

3
6
9
12
15
17

Jumlah Bibit per Lubang Tanam
1
2
3
4
…………………………….(cm)…………...……………………
3.00b
1.92b
5.06a
3.12b
4.12b
3.14b
6.31a
4.38ab
5.95b
4.65b
8.33a
6.17ab
8.29
7.37
12.05
10.07
13.01b
11.77b
17.58a
15.24ab
21.50
19.26
23.62
20.32

Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.

Jumlah daun. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa populasi tanaman
berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman bayam
pada umur 3, 12, 15, dan 17 hari setelah tanam (HST) (Lampiran 5).
Berdasarkan hasil uji lanjut tanaman bayam dengan jumlah 1 bibit per lubang
tanam menghasilkan tanaman yang nyata lebih banyak jumlah daunnya daripada
jumlah bibit 2, 3, atau 4 bibit per lubang tanam. Rata-rata jumlah daun bayam
dengan jumlah bibit satu bibit per lubang tanam pada umur 3, 12, 15, dan 17 hari
setelah tanam (HST) berturut-turut adalah 4.13, 11.93, 13.53, dan 17.07 helai
(Tabel 2).

24
Tabel 2. Jumlah Daun pada Berbagai Popu