Seleksi Substansi Antivirus Asal Tanaman dan Efikasinya dalam Mengendalikan Bean common mosaic virus Strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada Kacang Panjang.

SELEKSI SUBSTANSI ANTIVIRUS ASAL TANAMAN DAN
EFIKASINYA DALAM MENGENDALIKAN Bean common
mosaic virus Strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) PADA
KACANG PANJANG

MARTHA THERESIA PANJAITAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK

MARTHA THERESIA PANJAITAN. Seleksi Substansi Antivirus Asal Tanaman
dan Efikasinya dalam Mengendalikan Bean common mosaic virus Strain Black
eye cowpea (BCMV-BlC) pada Kacang Panjang. Dibimbing oleh TRI ASMIRA
DAMAYANTI.
Bean common mosaic virus (BCMV) merupakan virus yang penting pada
tanaman kacang panjang dan diketahui sulit dikendalikan. Salah satu upaya

pengendalian yang layak untuk dikaji adalah pemanfaatan substansi antivirus asal
tanaman. Penelitian ini bertujuan menyeleksi dan menguji ekstrak tanaman yang
bersifat antivirus dalam mengendalikan infeksi BCMV di rumah kaca. Ekstrak
tanaman potensial diseleksi dari 22 spesies tanaman, dengan cara (1)
penyemprotan ekstrak kasar ke tanaman indikator Chenopodium amaranticolor
kemudian diinokulasi BCMV 1 jam setelah penyemprotan, dan (2) mencampur
ekstrak kasar dengan sap yang mengandung BCMV, kemudian diinokulasi ke
tanaman C. amaranticolor. Kedua cara aplikasi dilakukan untuk menyeleksi
ekstrak tanaman yang mampu menginduksi ketahanan sistemik dan mengandung
substansi antivirus. Peubah pengamatan terdiri dari jumlah lesio lokal nekrotik
(LLN) dan persentase penghambatan LLN. Semua perlakuan ekstrak tanaman
mampu menghambat pembentukan LLN secara nyata dibandingkan dengan
kontrol. Efikasi 15 ekstrak tanaman yang diduga mengandung substansi antivirus
sekaligus menginduksi ketahanan sistemik tanaman kacang panjang menunjukkan
bahwa kecuali ekstrak geranium dan jahe merah, perlakuan ekstrak tanaman
lainnya mampu mereduksi kejadian penyakit, keparahan penyakit, gejala, dan titer
BCMV. Diantara ekstrak yang diuji, ekstrak daun bogenvil, pukul empat, dan
jengger ayam merupakan ekstrak yang paling efektif menekan BCMV pada
kacang panjang.
Kata kunci: antivirus, Bean common mosaic virus, ekstrak tanaman, kacang

panjang

ABSTRACT

MARTHA THERESIA PANJAITAN. Selection of Antiviral Substances of Plant
Origin and Their Efficacy in Controlling Bean common mosaic virus Strain Black
eye cowpea (BCMV-BlC) on Yard Long Bean. Supervised by TRI ASMIRA
DAMAYANTI.
Bean common mosaic virus (BCMV) is an important virus on yard long
bean and it is difficult to control. Control efforts by utilizing antiviral substances
of plant origin is worthy to studied. The research was done to select and test the
effectiveness of plant extracts in suppressing BCMV infection on yard long bean.
Twenty two plant extracts were selected by (1) spraying the crude extract to
Chenopodium amaranticolor leaves, then plant inoculated by BCMV 1 hour after
spraying, and (2) mixturing the crude extract with sap containing BCMV, then
inoculated mechanically to C. amaranticolor. Lesio local number and lesio local
inhibition percentage are measured. All plant extract treatments were able to
reduced lesio local formation significantly in compare to untreatment control.
Further, extracts treatment showing highest lesio local inhibition are selected to
test the efectiveness in supressing BCMV infecting yard long bean in green house

trial. Fifthteen plant extracts which may containing antiviral substances and
inducing plant systemic resistance on yard long bean showed that except
geranium and red ginger extracts, other plant extract treatments were able to
reduced disease incidence and severity, milder symptom, and decreased BCMV
titer, respectively. Among tested plant extracts, the most effective in suppressing
BCMV infection are Bougainvillea spectabilis , Mirabilis jalapa, and Celosia
cristata.

Keywords: antiviral, Bean common mosaic virus, plant extract, yard long bean

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


SELEKSI SUBSTANSI ANTIVIRUS ASAL TANAMAN DAN
EFIKASINYA DALAM MENGENDALIKAN Bean common
mosaic virus Strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) PADA
KACANG PANJANG

MARTHA THERESIA PANJAITAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi


: Seleksi Substansi Antivirus Asal Tanaman dan Efikasinya
dalam Mengendalikan Bean common mosaic virus Strain
Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada Kacang Panjang.
Nama Mahasiswa : Martha Theresia Panjaitan
NIM
: A34090072

Disetujui oleh

Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “Seleksi substansi antivirus asal tanaman dan efikasinya dalam
mengendalikan Bean common mosaic virus strain Black eye cowpea (BCMVBlC) pada kacang panjang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian tugas akhir ini. Terima kasih penulis sampaikan
khususnya kepada Ibunda Linda Manurung, Ayahanda Rustam Panjaitan, abang,
kakak, dan adik-adik yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam belajar.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Tri Asmira
Damayanti, MAgr selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak
memberi masukan dan saran selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir.
Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Endang Sri Ratna, PhD selaku dosen
penguji tamu yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan
skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Nikko Dwijayasastra,
Kakak Dita Megasari, Kakak Sari Nurulita, Bapak Edi, seluruh anggota
laboratorium Virologi Tumbuhan, teman-teman PTN angkatan 46 serta seluruh

teman-teman dan civitas akademika Departemen Proteksi Tanaman yang telah
memberikan bantuan, dukungan dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2013
Martha Theresia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Metode
Perbanyakan Inokulum
Pembuatan Ekstrak
Seleksi Ekstrak Tanaman Potensial pada
Chenopodium amaranticolor
Penanaman Tanaman Uji
Inokulasi Tanaman Uji
Deteksi BCMV Secara Serologi
Peubah Pengamatan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh Ekstrak Tanaman terhadap Jumlah Lesio Lokal
Nekrotik dan Persen Penghambatan Lesio Lokal Nekrotik
pada C. amaranticolor
Pengaruh Ekstrak Tanaman terhadap Infeksi BCMV pada
Tanaman Kacang Panjang
Pengaruh Ekstak Tanaman terhadap Peubah Pertumbuhan
Tanaman

Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
3
3
3
3
3

3
4
4
4
5
6
7
7

7
9
11
15
17
17
17
18
20
28


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Pengaruh perlakuan terhadap jumlah lesio lokal nekrotik
Pengaruh perlakuan terhadap kejadian penyakit dan periode inkubasi
Pengaruh perlakuan terhadap keparahan penyakit dan tipe gejala
Pengaruh perlakuan terhadap nilai absorbansi ELISA
Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun
Pengaruh perlakuan terhadap jumlah bunga dan bobot polong

8
10
11
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual. (a) Skor 0, (b) skor 1,
(c) skor 2, (d) skor 3, (e) skor 4
2 Tipe gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV a. Klorosis dan
pemucatan tulang daun, b. Penebalan tulang daun, c. Mosaik ringan, d.
Mosaik sedang, e. Mosaik berat , dan f. Malformasi daun

6

11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Sidik ragam jumlah lesio lokal nekrotik pada perlakuan semprot
Sidik ragam THR lesio lokal nekrotik pada perlakuan semprot
Sidik ragam jumlah lesio lokal nekrotik pada perlakuan campur
Sidik ragam THR lesio lokal nekrotik pada perlakuan campur
Sidik ragam keparahan penyakit pada 4 MSI
Sidik ragam THR virus pada 4 MSI
Sidik ragam nilai absorbansi ELISA pada 4 MSI
Sidik ragam THR keparahan penyakit pada 4 MSI
Nilai absorbansi ELISA masing-masing perlakuan ekstrak tanaman pada 4
MSI
NAE sampel individu
Sidik ragam tinggi tanaman pada 1 MSI
Sidik ragam tinggi tanaman pada 2 MSI
Sidik ragam jumlah daun pada 1 MSI
Sidik ragam jumlah daun pada 2 MSI
Sidik ragam jumlah daun pada 3 MSI
Sidik ragam jumlah bunga
Sidik ragam bobot polong

21
21
21
21
22
22
22
22
23
24
25
25
26
26
26
26
27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang panjang merupakan salah satu sayuran penting di Indonesia.
Produktivitas kacang panjang cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Tahun 2009 produksi mencapai 483.793 ton dan meningkat pada tahun 2010
menjadi 489.449 ton. Namun, pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi
456.254 ton (BPS 2012). Terjadinya fluktuasi produksi ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal, salah satunya adalah penyakit tanaman khususnya dari golongan
virus. Udayashankar et al. (2010) menyatakan bahwa penyakit virus memberikan
kontribusi yang besar terhadap penurunan produksi kacang panjang terutama di
daerah Asia, Amerika Latin, dan Afrika.
Salah satu virus penting yang menginfeksi tanaman kacang panjang adalah
Bean common mosaic virus (BCMV). BCMV di Asia diantaranya terdapat di
Cina, Jepang, Korea, India, dan Indonesia dengan tingkat serangan yang berbedabeda (Spence dan Walkey 1995). Ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman
kacang panjang di Indonesia dilaporkan terjadi pada tahun 2008-2009,
diakibatkan oleh serangan BCMV strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) yang
meluas di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kejadian penyakit
BCMV di lapangan dapat mencapai 80%-100% (Damayanti et al. 2009). Secara
umum, gejala BCMV ditunjukkan dengan mosaik berupa lepuhan, pola warna
kuning dan hijau pada daun, pemucatan tulang daun (vein clearing), malformasi
daun (Setyastuti 2008), penebalan tulang daun (vein banding), daun menggulung,
tanaman menjadi kerdil, dan polong serta biji yang dihasilkan lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman sehat (Mukeshimana et al. 2003)
BCMV merupakan virus yang sulit dikendalikan karena dapat ditularkan
oleh kutudaun secara nonpersisten (Sutic et al. 1999), dan bersifat terbawa benih
(Udayashankar et al. 2010). Namun di Indonesia belum banyak upaya
pengendalian virus yang dikembangkan, sedangkan varietas tahan BCMV sampai
saat ini belum tersedia.
Salah satu upaya untuk mengendalikan virus adalah dengan pemanfaatan
substansi antivirus dari ekstrak tanaman yang dilaporkan mampu mengendalikan
beberapa virus selain BCMV karena mengandung ribosome inactivating proteins
(RIPs) (Verma et al. 1998) dan juga merupakan salah satu agen yang dapat
menginduksi ketahanan sistemik suatu tanaman (Prasad et al. 1995; Rusak et al.
1997; Deephti et al. 2007). Ekstrak kasar daun Clerodendrum japonicum (bunga
pagoda), Mirabilis jalapa (bunga pukul empat), dan Andrographis paniculata
(sambiloto) yang dimaserasi dengan air dilaporkan cukup efektif dalam menekan
infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang (Kurniangsih 2010).
Indonesia memiliki kekayaan plasma nutfah tanaman yang melimpah dan
berbagai jenis. Namun, di Indonesia belum banyak informasi terkait ekstrak
tanaman yang berpotensi sebagai antivirus terhadap BCMV atau terhadap virusvirus lainnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyeleksi dan menguji potensi antivirus asal
tanaman hias dan herbal untuk mengendalikan BCMV-BlC.

2

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah ditemukannya ekstrak tanaman potensial yang
dapat mengendalikan infeksi BCMV-BlC dan dapat dengan mudah digunakan
secara luas.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan dan rumah
kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB), dari Januari hingga Juni 2013.
Metode
Perbanyakan Inokulum
Isolat BCMV strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) diperoleh dari koleksi
Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Sumber
inokulum diperbanyak dengan menginokulasikan secara mekanis kacang panjang
kultivar Parade dengan cairan tanaman sakit (sap) sesuai petunjuk Djikstra dan De
Jager (1998). Kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam (HST) diinokulasi
dengan BCMV secara mekanis. Sap dibuat dengan cara menggerus daun terinfeksi
BCMV dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7.0 yang mengandung 1,2-mercaptoethanol
1% dengan perbandingan 1:5 (b/v). Sap dioleskan pada daun tanaman kacang
panjang sehat yang terlebih dahulu telah ditaburi karborundum 600 mesh, lalu
permukaan daun dibilas dengan akuades setelah inokulasi virus.
Pembuatan Ekstrak
Ekstrak kasar dibuat berdasarkan protokol yang dikemukakan oleh Deepthi
et al. (2007) dengan modifikasi minor, yaitu rasio bahan tanaman dan bufer 1:5
(b/v) dan tanpa sonikasi. Ekstrak kasar dibuat dari 10 g bahan tanaman (daun/
kulit buah/ rimpang) yang digerus dengan mortar dan pistil dalam 50 ml 0.01 M
bufer fosfat pH 7.2. Ekstrak kemudian disaring dengan kain kasa dan
disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
didapat digunakan untuk pengujian.
Seleksi Ekstrak Tanaman Potensial pada Chenopodium amaranticolor
Ekstrak tanaman diseleksi terlebih dahulu untuk mengetahui ekstrak
tersebut mengandung senyawa antivirus atau tidak dengan dilakukan pengujian
ekstrak kasar pada tanaman indikator C. amaranticolor umur 2 bulan. Ekstrak
kasar tanaman yang diseleksi aktivitas antivirusnya adalah (1) tanaman hias; daun
anyelir (Dianthus caryophyllus), daun bogenvil (Bougenvillia spectabilis), daun
cemara kipas (Thuja orientalis), daun geranium (Pelargonium odoranthisimum),
daun jengger ayam (Celosia cristata), daun pagoda (Clerodendrum paniculatum),
daun patah tulang (Euphorbia tirucalli), daun pukul empat (Mirabilis jalapa), dan
(2) tanaman herbal; rimpang jahe merah (Zingiber officinale), daun jambu biji
(Psidium guajava), daun kecubung (Datura stramonium), rimpang kunyit
(Curcuma domestica), rimpang kunyit putih (Curcuma manga), kulit manggis
(Garcinia mangostana), daun meniran (Phylanthus niruri), daun mimba
(Azadirachta indica), daun mrico kepyar (Phytollacca sp), daun pegagan
(Cantella asiatica), daun sambiloto (Andrographis paniculata), daun sirsak
(Annona muricata), rimpang temulawak (Curcuma xanthorizzha), dan daun
tempuyung (Sonchus arvensis).

4
Perlakuan pada tahap seleksi dilakukan dengan (1) menyemprotkan ekstrak
kasar ke tanaman indikator C. amaranticolor, 1 jam kemudian diinokulasi
mekanis dengan BCMV, dan (2) ekstrak kasar dicampur dengan sap yang
mengandung BCMV dengan perbandingan 1:1, kemudian diinokulasi bersamaan
ke tanaman C. amaranticolor. Tanaman kontrol tidak diberi perlakuan ekstrak
kasar, tetapi hanya diinokulasi dengan BCMV. Setiap perlakuan diulang sebanyak
5 kali (1 ulangan terdiri dari 1 daun tanaman indikator yang telah membuka
penuh).
Penanaman Tanaman Uji
Tanaman uji yang digunakan adalah kacang panjang kultivar Parade.
Kacang panjang ditanam pada media tanam tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2:1 di dalam polybag. Untuk setiap polybag ditanam 3 benih kacang
panjang. Pada 7 HST setiap polybag dipilih satu tanaman kacang panjang saja
yang secara fisik baik. Tanaman uji dipelihara di rumah kaca.
Inokulasi Tanaman Uji
Ekstrak kasar tanaman yang terseleksi diduga mengandung substansi
antivirus sekaligus diduga mampu menginduksi ketahanan sistemik tanaman
berdasarkan seleksi awal, diuji efektivitasnya pada tanaman kacang panjang.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 15 ulangan. Perlakuan dilakukan
dengan mencampur ekstrak kasar dan sap BCMV dengan perbandingan 1:1, sama
seperti perlakuan pada seleksi awal.
Deteksi BCMV Secara Serologi
BCMV dalam tanaman perlakuan dideteksi secara serologi. Deteksi virus
dilakukan pada 4 MSI. Daun kacang panjang diambil menggunakan tutup
eppendorf ukuran 1.5 ml untuk keseragaman sampel uji (bobot daun 1 tutup
eppendorf = 0.01 g). Tiap perlakuan dibuat menjadi 5 sampel komposit (SK) (1
SK terdiri dari 3 ulangan). Metode serologi yang digunakan untuk deteksi virus
adalah metode ELISA tidak langsung (indirect-ELISA) dengan menggunakan
antiserum BCMV sesuai dengan protokol yang dibuat oleh produsen antiserum
(Agdia).
Tiap sampel komposit digerus dengan bufer ekstraksi pH 9.6 (1.59 g Sodium
carbonate [Na2CO5], 2.93 g Sodium bicarbonate [NaHCO3], 0.2 g Sodium azide
[NaN3], 20 g Polyvinylpyrrolidone [PVP] MW 24-40 000 yang dilarutkan dalam 1
L akuades steril) dengan perbandingan 1:100 (b/v), hingga didapatkan sap
tanaman sebagai antigen. Sebanyak 100 μl sap diisi ke dalam sumuran ELISA.
Kemudian plat diletakkan dalam wadah yang lembab dan diinkubasi semalam
pada suhu 4 ºC. Plat ELISA selama inkubasi selalu diletakkan dalam kotak plastik
yang dialasi tisu basah untuk menciptakan suasana lembab. Setelah itu, plat dicuci
10 kali dengan Phosphate buffer saline tween-20 (PBST) pH 7.4 (8 g Sodium
chloride [NaCl], 1.15 g Sodium phosphate [Na2HPO4], 0.2 g Potassium phosphate
[KH2PO4], 0.2 g Potassium chloride [KCl], 0.5 g Tween-20 yang dilarutkan dalam
1 L akuades steril). Tiap sumuran diisi dengan 100 μl antiserum BCMV (Agdia)
dengan perbandingan 1:300 dalam bufer ECI pH 7.4 (2 g Bovine serum albumin,
20 g PVP MW 24-40 000, 0.2 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L PBST). Plat
diinkubasi pada suhu ruang selama 2 jam, kemudian plat dicuci sebanyak 8 kali

5
dengan PBST. Selanjutnya, masing-masing sumuran diisi dengan 100 μl enzim
konjugat Rabbit Antimouse IgG-Alkaline phosphatase (RAM-AP) dalam bufer
ECI dengan perbandingan (1:300) dan diinkubasi selama 1 jam dalam wadah yang
lembab pada suhu ruang. Plat dicuci dengan PBST sebanyak 8 kali. Setelah itu,
tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat p-nitrophenylphosphate (PNP) yang
dilarutkan dalam bufer PNP (0.1 g Magnesium chloride hexahydrate
[MgCl2.6H20], 0.2 g NaN3, 97 ml Diethanolamine yang dilarutkan dalam 1 L
akuades steril, pH 9.6), disimpan dalam wadah lembab, dijauhkan dari cahaya
langsung, dan diinkubasi selama 15-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna
diamati pada masing-masing sumuran. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif
dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan
positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 2 kali lebih besar daripada
kontrol negatif (tanaman sehat).
Peubah Pengamatan
Peubah pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:
a. Peubah pengamatan seleksi awal pada C. amaranticolor, yaitu:
1. Jumlah lesio lokal yang muncul setelah perlakuan pada 10 hari setelah
inokulasi (HSI)
2. Persentase penghambatan lesio lokal:
THR =

-

x 100%

THR = tingkat hambatan relatif
K
= lesio lokal nekrotik pada kontrol
P
= lesio lokal nekrotik pada perlakuan
b. Peubah pengamatan pada efikasi ekstrak tanaman dalam menekan BCMV di
rumah kaca, yaitu:
1. Persentase kejadian penyakit (KP) dihitung dengan rumus (Cooke 1998):
KP =

umla tanaman terin eksi
umla tanaman yang diin kulasi

100

2. Periode inkubasi virus dihitung sejak virus diinokulasi hingga menunjukkan
gejala pada tanaman.
3. Persentase penghambatan keparahan penyakit diamati pada 4 minggu setelah
inokulasi (MSI) BCMV. Kategori skor yang digunakan (Gambar 1) yaitu:
Skor 0 = tidak bergejala
Skor 1 = gejala mosaik ringan
Skor 2 = gejala mosaik sedang
Skor 3 = gejala mosaik berat
Skor 4 = gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil,
atau mati

6

Gambar 1 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual. (a) Skor 0, (b)
skor 1, (c) skor 2, (d) skor 3, (e) skor 4
Penghambatan keparahan penyakit dihitung dengan rumus:
THR =

epara an penyakit k ntr l- epara an penyakit perlakuan
x 100%
epara an penyakit k ntr l

4. Gejala yang muncul setelah perlakuan.
5. Titer virus dalam tanaman kacang panjang diketahui dengan pendeteksian virus
secara serologi menggunakan indirect ELISA.
6. Persentase penghambatan virus dihitung dengan rumus:
THR =

k ntr l terin eksi



k ntr l terin eksi

perlakuan

x 100%

Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA)
menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS versi 17.0
(Statistical Package for Social Sciences, USA). Pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) pada taraf
nyata 5%.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Pengaruh Ekstrak Tanaman terhadap Jumlah Lesio Lokal Nekrotik dan
Persen Penghambatan Lesio Lokal Nekrotik pada C. amaranticolor
Jumlah Lesio Lokal Nekrotik. Berdasarkan hasil pengamatan tahap seleksi
yang dilakukan pada tanaman C. amaranticolor diperoleh jumlah lesio lokal
nekrotik (LLN) yang beragam setelah perlakuan. Data rata-rata jumlah LLN pada
setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah LLN pada perlakuan semprot
umumnya nyata lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan yang
diinokulasi BCMV. Hal yang sama juga ditunjukkan pada perlakuan campur,
kecuali perlakuan campur ekstrak tanaman sirsak dan meniran yang memiliki
jumlah LLN nyata lebih tinggi dari pada LLN kontrol.
Ekstrak tanaman pada perlakuan semprot yang menunjukkan jumlah LLN
kurang dari 10 adalah pada perlakuan ekstrak pukul empat, pegagan, pagoda,
sirsak, jengger ayam, kecubung, sambiloto, jambu biji, geranium, meniran, kulit
manggis, patah tulang, mimba, dan tempuyung, dengan penghambatan LLN
berkisar antara 79.7%-100%. Ekstrak daun pagoda dan pegagan mampu menekan
jumlah LLN sangat rendah, dengan tingkat hambatan relatif (THR) LLN
mencapai 98.7% dan 99.3%, bahkan LLN tidak muncul pada perlakuan ekstrak
pukul empat. Ekstrak tanaman yang menunjukkan jumlah LLN lebih dari 10
adalah pada perlakuan jahe merah, bogenvil, kunyit putih, kunyit, cemara kipas,
temulawak, anyelir, dan mrico kepyar.
Ekstrak tanaman pada perlakuan campur yang menghasilkan jumlah LLN
kurang dari 10 adalah pada perlakuan ekstrak pagoda, pukul empat, jambu biji,
mimba, kulit manggis, tempuyung, bogenvil, jengger ayam, temulawak, anyelir,
jahe merah, cemara kipas, mrico kepyar, dan kecubung. Sedangkan ekstrak
tanaman yang menghasilkan jumlah LLN lebih dari 10 adalah perlakuan
geranium, kunyit, pegagan, patah tulang, sambiloto, kunyit putih, sirsak, dan
meniran. Adapun THR LLN berkisar antara 79.3%-97.4%. Ekstrak tanaman yang
menunjukkan THR LLN yang sangat tinggi adalah perlakuan ekstrak pukul empat
(97.4%), jambu biji (96.2%), dan pagoda (96.1%),.
Ekstrak tanaman yang digunakan pada penelitian ini diduga bersifat
menginduksi ketahanan sistemik atau bersifat antivirus melalui kemampuannya
dalam menghambat pembentukan LLN pada perlakuan semprot atau campur.
Ekstrak tanaman yang mampu menghambat pembentukan LLN hanya pada
perlakuan semprot diduga bersifat menginduksi ketahanan sistemik dengan THR
yang cukup tinggi, yaitu ekstrak pegagan (99,3%), sirsak (95.6%), sambiloto
(90.1%), meniran (87,4%), dan patah tulang (83.6%). Ekstrak tanaman yang
mampu menghambat pembentukan LLN hanya pada perlakuan campur diduga
mengandung substansi yang bersifat antivirus, yaitu bogenvil (89.5%), temulawak
(86.8%), anyelir (82.0%), jahe merah (80.6%), cemara kipas (84.5%), dan mrico
kepyar (81.6%). Diantara ekstrak yang diuji beberapa memiliki kedua sifat
tersebut yang ditunjukkan dengan THR LLN yang tinggi pada kedua perlakuan,
yaitu ekstrak anyelir, bogenvil, cemara kipas, jengger ayam, pagoda, pukul empat,
geranium, jahe merah, jambu biji, kecubung, kulit manggis, mimba, mrico kepyar,
tempuyung, dan temulawak (Tabel 1).

8
Tabel 1 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah lesio lokal nekrotik
Ekstrak
Tanaman
Anyelir2
Bogenvil

Perlakuan Semprot
1

LLN

THR (%)

Perlakuan Campur
1

26.6 ± 13.8 ef
50.2 ± 12.6 bcd
15.6 ± 9.5 bcde 68.1 ± 22.4 cde

LLN1

THR (%)1

7.0 ± 3.4 ab
4.8 ± 5.5 ab

82.0 ± 14.1 d
89.5 ± 12.7 d

7.5 ± 1.3 ab

84.5 ± 5.7 d

Cemara kipas 25.4 ± 12.7 def

49.3 ± 14.9 bcd

Geranium

4.6 ± 2.3 ab

90.2 ± 6.8 ef

11.2 ± 4.6 ab

74.9 ± 14.7 cd

Jengger ayam

3.2 ± 2.6 ab

93.4 ± 5.8 ef

5.6 ± 4.2 ab

85.0 ± 13.0 d

Pagoda

0.8 ± 1.0 a

98.7 ± 1.4 f

1.4 ± 1.9 a

96.1 ± 5.7 d

Patah tulang

6.7 ± 2.3 ab

83.6 ± 10.1 ef

45.4 ± 14.0 c

8.2 ± 23.1 b

Pukul empat

0.0 ± 0.0 a

1.4 ± 2.2 a

97.4 ± 3.5 d

7.4 ± 7.5 ab

80.6 ± 25.0 d

Jahe merah

100.0 ± 0.0 f

12.6 ± 6.8 abcd 72.8 ± 15.4 def

Jambu biji

4.4 ± 3.2 ab

89.6 ± 8.5 ef

1.4 ± 1.9 a

96.2 ± 5.1 d

Kecubung

3.4 ± 3.2 ab

92.8 ± 7.0 ef

9.2 ± 2.8 ab

79.3 ± 10.3 d

Kunyit

23.0 ± 7.9 def

50.0 ± 27.6 bcd

22.0 ± 14.9 b

49.1 ± 41.7 c

Kunyit putih

20.8 ± 13.6 cdef

51.5 ± 40.4 bcd

47.6 ± 19.7 c

5.4 ± 30.2 b

Manggis

4.8 ± 5.7 ab

86.5 ± 18.5 ef

Meniran

4.7 ± 3.8 ab

87.4 ± 13.7 ef

Mimba

6.8 ± 2.8 ab

83.6 ± 10.4 ef

3.6 ± 3.3 ab

91.3 ± 9.5 d

Mrico kepyar 32.6 ± 1.9 f

27.3 ± 29.9 b

8.0 ± 3.1 ab

81.6 ± 11.1 cd

Pegagan

0.6 ± 1.3 a

99.3 ± 1.6 f

40.0 ± 20.0 c

18.9 ± 57.7 b

Sambiloto

4.2 ± 1.1 ab

90.1 ± 6.0 ef

47.4 ± 23.8 c

11.4 ± 9.6 b

Sirsak

1.4 ± 3.1 ab

95.6 ± 9.8 f

53.0 ± 14.7 c

-9.8 ± 32.3 b

Tempuyung

8.2 ± 5.5 abc

79.7 ± 16.6 ef

4.4 ± 0.9 ab

90.1 ± 4.5 d

44.9 ± 30.4 bc
0.0 ± 0.0 a

6.0 ± 3.5 ab
52.8 ± 24.9 c

86.8 ± 10.5 d
0.0 ± 0.0 b

Temulawak
Kontrol3

26.4 ± 17.8 ef
52.8 ± 24.9 g

4.4 ± 0.9 ab
77.0 ± 23.9 d

90.6 ± 3.2 d
-56.9 ± 36.7 a

1

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05
2
Ekstrak tanaman yang dipilih untuk pengujian di rumah kaca
3
Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan

Persentase Penghambatan. Seluruh ekstrak pada perlakuan semprot
mampu menghambat pembentukan LLN dengan penghambatan LLN berkisar
antara 27.3%-100%. Penghambatan LLN paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan
semprot ekstrak daun pukul empat (100%). Sedangkan penghambatan LLN paling
rendah pada perlakuan semprot adalah ekstrak daun mrico kepyar (27.3%).
Ekstrak tanaman yang nyata mampu menghambat pembentukan LLN pada
perlakuan campur, yaitu ekstrak pukul empat, pagoda, jambu biji, mimba, kulit
manggis, tempuyung, bogenvil, jengger ayam, temulawak, anyelir, jahe merah,
cemara kipas, mrico kepyar, kecubung, geranium, dan kunyit. THR LLN
perlakuan tersebut berkisar antara 49.1%-97.4%. Perlakuan campur ekstrak
tanaman patah tulang, kunyit putih, pegagan, sambiloto, dan sirsak tidak nyata

9
mampu menghambat pembentukan LLN, bahkan ekstrak daun sirsak dan meniran
tidak menunjukkan adanya penghambatan LLN karena THRnya lebih rendah dari
kontrol, masing- masing -9.8% dan -56.9% (Tabel 1).
Pengaruh Ekstrak Tanaman terhadap Infeksi BCMV pada Tanaman
Kacang Panjang
Berdasarkan seleksi pada tanaman C. amaranticolor, dipilih ekstrak
tanaman yang diduga mengandung substansi antivirus serta menginduksi
ketahanan sistemik untuk selanjutnya diuji efektivitasnya dalam mengendalikan
infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang di rumah kaca. Ekstrak tanaman
patah tulang, kunyit, kunyit putih, meniran, pegagan, sambiloto, dan sirsak tidak
dipilih untuk diuji di rumah kaca. Hal ini karena efisiensi perlakuan ekstrak
tersebut menunjukkan THR LLN rendah pada perlakuan semprot atau campur;
hanya mampu menginduksi ketahanan sistemik tapi tidak mengandung substansi
antivirus atau sebaliknya (Tabel 1). Adapun ekstrak tanaman yang dipilih
sebanyak 15 spesies, yaitu pukul empat, pagoda, jengger ayam, jambu biji,
mimba, kulit manggis, kecubung, bogenvil, tempuyung, geranium, anyelir, jahe
merah, cemara kipas, temulawak, dan mrico kepyar.
Kejadian Penyakit. Perlakuan ekstrak tanaman mampu menekan kejadian
penyakit lebih rendah daripada kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan dengan
kisaran 0%-53.3%. Namun perlakuan ekstrak tanaman geranium dan jahe merah
menunjukkan kejadian penyakit sama dengan tanaman kontrol terinfeksi BCMV
tanpa perlakuan (100%). Diantara 15 spesies ekstrak tanaman yang diuji,
perlakuan ekstrak bogenvil, jengger ayam, dan pukul empat tidak menunjukkan
gejala (Tabel 2; Lampiran 10).
Periode Inkubasi. Secara umum, perlakuan ekstrak tanaman tidak
menunjukkan pengaruh terhadap periode inkubasi, namun beberapa perlakuan
ekstrak menunjukkan periode inkubasi yang lebih panjang (10-12 hari) pada
perlakuan ekstrak daun mrico kepyar, pagoda dan mimba. Perlakuan ekstrak
tanaman bogenvil, jengger ayam, dan pukul empat tidak menunjukkan adanya
gejala sehingga tidak terdapat waktu inkubasi (Tabel 2).
Keparahan Penyakit. Perlakuan ekstrak tanaman nyata menghambat
keparahan penyakit dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan,
kecuali perlakuan ekstrak tanaman geranium dan jahe merah yang tidak berbeda
nyata dengan kontrol terinfeksi BCMV. THR keparahan penyakit tertinggi
ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak tanaman jengger ayam, bogenvil, dan pukul
empat, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan THR keparahan
penyakit perlakuan ekstrak tanaman pagoda, anyelir, cemara kipas, mrico kepyar,
mimba, kecubung, jambu biji, dan tempuyung. Ekstrak kulit manggis dan
temulawak nyata menghambat keparahan penyakit dibandingkan kontrol
terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, namun menunjukkan THR keparahan yang
lebih rendah dibandingkan perlakuan 8 ekstrak lainnya (Tabel 3).
Gejala. Gejala yang muncul akibat infeksi BCMV pada tanaman perlakuan
adalah klorosis dan pemucatan tulang daun (vein clearing), penebalan tulang daun
(vein banding), mosaik ringan, mosaik sedang, mosaik berat, dan malformasi daun
(Gambar 2a-f). Tanaman perlakuan ekstrak geranium, jahe merah, dan kontrol
terinfeksi BCMV tanpa perlakuan menunjukkan gejala penebalan tulang daun,
mosaik sedang, mosaik berat yang disertai malformasi daun. Sedangkan tanaman

10
perlakuan yang lainnya menunjukkan gejala klorosis, pemucatan tulang daun,
mosaik ringan hingga mosaik sedang. Hanya tanaman perlakuan ekstrak jengger
ayam, bogenvil, dan pukul empat yang tidak menunjukkan adanya gejala (Tabel
3).
Tabel 2 Pengaruh perlakuan terhadap kejadian penyakit dan periode inkubasi
No. Ekstrak Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1

Anyelir
Bogenvil
Cemara kipas
Geranium
Jengger ayam
Pagoda
Pukul empat
Jambu biji
Jahe merah
Kecubung
Kulit Manggis
Mimba
Mrico kepyar
Tempuyung
Temulawak
K+3
K-3

KP (n/N)1 (%)

Periode Inkubasi (HSI2)

1/15 (6.7%)
0/15 (0.0%)
1/15 (6.7%)
15/15 (100.0%)
0/15 (0.0%)
1/15 (6.7%)
0/15 (0.0%)
2/15 (13.3%)
15/15 (100.0%)
2/15 (13.3%)
5/15 (33.3%)
2/15 (13.3%)
1/15 (6.7%)
2/15 (13.3%)
8/15 (53.3%)
15/15 (100.0%)
0/15 (0.0%)

8.0
7.0
7.6
12.0
7.5
7.4
8.5
8.4
11.0
10.0
7.0
8.5
7.5
-

n: jumlah tanaman yang terinfeksi, N: jumlah tanaman yang diamati (KP = n/N x 100%),
dikonfirmasi dengan ELISA
2
HSI: Hari setelah inokulasi
3
K+: Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K-: Kontrol sehat

11
Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap keparahan penyakit dan tipe gejala
No. Ekstrak Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Anyelir
Bogenvil
Cemara kipas
Geranium
Jengger ayam
Pagoda
Pukul empat
Jambu biji
Jahe merah
Kecubung
Manggis
Mimba
Mrico kepyar
Tempuyung
Temulawak
K+3
K-3

Keparahan
Penyakit1

THR Keparahan
(%)1

Gejala2

0.1 ± 0.5 a
0.0 ± 0.0 a
0.2 ± 0.8 a
2.9 ± 0.4 d
0.0 ± 0.0 a
0.1 ± 0.3 a
0.0 ± 0.0 a
0.4 ± 1.1 ab
2.5 ± 0.9 d
0.3 ± 0.9 a
1.1 ± 1.5 bc
0.4 ± 1.1 ab
0.2 ± 0.8 a
0.4 ± 1.1 ab
1.7 ± 1.6 c
2.9 ± 0.4 d
0.0 ± 0.0 a

96.7 ± 12.9 d
100.0 ± 0.0 d
95.0 ± 19.4 d
0.0 ± 0.0 a
100.0 ± 0.0 d
98.3 ± 6.5 d
100.0 ± 0.0 d
88.3 ± 31.1 d
10.0 ± 12.7 a
88.9 ± 30.0 d
70.0 ± 44.5 bc
90.0 ± 26.4 d
93.3 ± 25.8 d
86.7 ± 35.2 cd
55.0 ± 44.5 b
0.0 ± 0.0 a
100.0 ± 0.0 d

Pm
Mr
Pb, MS, MB, MD
K
MR, MS
Pb, MS, MB, MD
Pm, MS
K, Pm, MS
MR, MS
MR
Pm, MS
Pm, MR, MS
Pb, MS, MB, MD
-

1

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05
2
K= klorosis, MR= mosaik ringan, MS= mosaik sedang, MB = mosaik berat, MD= malformasi
daun, Pb= penebalan tulang daun, Pm= pemucatan tulang daun, - = tidak ada gejala
3
K+: Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K-: Kontrol sehat

Gambar 2 Tipe gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV a. Klorosis dan
pemucatan tulang daun, b. Penebalan tulang daun, c. Mosaik ringan,
d. Mosaik sedang, e. Mosaik berat , dan f. Malformasi daun

12
Titer BCMV. Berdasarkan NAE pada setiap perlakuan, diketahui perlakuan
ekstrak tanaman bogenvil, pukul empat, dan jengger ayam tidak terdeteksi adanya
BCMV. Hal ini mengkonfirmasi ketiadaan kejadian dan keparahan penyakit.
Sedangkan perlakuan lainnya positif terdeteksi BCMV, namun menunjukkan
THR virus yang nyata lebih rendah dibandingkan dengan kontrol terinfeksi
BCMV tanpa perlakuan, kecuali perlakuan ekstrak mimba, jahe merah,
temulawak, dan geranium (Tabel 4; Lampiran 9 dan 10).
Penghambatan Virus. Perlakuan ekstrak tanaman mampu menghambat
BCMV bila dibandingkan dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan
dengan kisaran THR BCMV mencapai 50.3%-100%, kecuali ekstrak tanaman
mimba (39.1%), temulawak (3.4%), jahe merah (4.1%), dan geranium (-4.0%).
Bahkan ekstrak tanaman geranium tidak menunjukkan adanya penghambatan
BCMV karena THRnya lebih rendah dari kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan. THR virus perlakuan ekstrak tanaman bogenvil (100%), pukul empat
(100%), dan jengger ayam (100%) memiliki THR BCMV paling tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 4).
Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap nilai absorbansi ELISA
No. Ekstrak
Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1

Anyelir
Bogenvil
Cemara kipas
Geranium
Jengger ayam
Pagoda
Pukul empat
Jambu biji
Jahe merah
Kecubung
Kulit Manggis
Mimba
Mrico kepyar
Tempuyung
Temulawak
K+3
K-3

NAE1

Keterangan2

0.673 ± 1.127 ab
0.160 ± 0.008 a
0.595 ± 1.029 ab
2.875 ± 0.066 e
0.173 ± 0.009 a
0.670 ± 1.126 ab
0.167 ± 0.008 a
0.748 ± 1.286 ab
2.455 ± 0.311 cde
0.631 ± 1.059 ab
1.447 ± 1.301 abcd
1.742 ± 1.443 bcde
1.104 ± 1.299 ab
1.222 ± 1.448 abc
2.667 ± 0.294 de
2.764 ± 0.049 e
0.194 ± 0.014 a

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

THR Virus (%)1
81.0 ± 42.4 cd
100.0 ± 0.0 d
82.8 ± 38.4 cd
-4.0 ± 3.0 a
100.0 ± 0.0 d
80.7 ± 43.1 cd
100.0 ± 0.0 d
78.5 ± 48.1 cd
4.1 ± 10.0 ab
81.5 ± 41.3 cd
50.3 ± 49.0 bcd
39.1 ± 55.7 abc
63.8 ± 49.6 cd
59.5 ± 55.4 cd
3.4 ± 12.1 ab
0.0 ± 0.0 ab
100.0 ± 0.0 d

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05
2
NAE K(-) ELISA: 0.182, NAE K(+) ELISA: 3.083. Uji dinyatakan positif jika NAE sampel
dua kali
k ntr l negati LIS p siti jika
≥ 0.364
3
K+: Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K-: Kontrol sehat

13
Pengaruh Ekstrak Tanaman terhadap Peubah Pertumbuhan Tanaman
Secara umum perlakuan ekstrak tidak menghambat pertumbuhan tinggi
tanaman dan jumlah daun (Tabel 5) serta jumlah bunga dan bobot polong (Tabel
6). Tinggi tanaman beberapa tidak berbeda nyata dengan kontrol sehat seperti
pada perlakuan ekstrak cemara kipas, jengger ayam, dan pukul empat.
Infeksi BCMV pada tanaman kontrol menyebabkan bobot polong yang
rendah. Namun pada beberapa perlakuan menunjukkan bobot polong cenderung
lebih berat dan tidak berbeda nyata dengan kontrol sehat yaitu pada perlakuan
ekstrak anyelir, cemara kipas, jengger ayam, pagoda, jambu biji, jahe merah,
kecubung, mimba, mrico kepyar, dan tempuyung.
Tinggi tanaman. Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman pada 2 MSI,
perlakuan yang memiliki tinggi tanaman tidak beda nyata dengan kontrol sehat,
adalah cemara kipas, jengger ayam, geranium, pukul empat, jahe merah,
kecubung, mimba, dan tempuyung. Bahkan terdapat perlakuan yang memiliki
tinggi tanaman yang sama dengan kontrol sehat, yaitu cemara kipas, jengger
ayam, dan pukul empat. Perlakuan yang memiliki tinggi tanaman tidak beda nyata
dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, adalah anyelir, bogenvil,
pagoda, jambu biji, manggis, mrico kepyar, dan temulawak (Tabel 5)
Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun
No. Ekstrak Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1

Anyelir
Bogenvil
Cemara kipas
Geranium
Jengger ayam
Pagoda
Pukul empat
Jambu biji
Jahe merah
Kecubung
Kulit Manggis
Mimba
Mrico kepyar
Tempuyung
Temulawak
K+2
K-2

Tinggi tanaman (cm)1

Jumlah daun1

116.6 ± 33.0 ab
126.8 ± 33.6 ab
142.7 ± 27.7 b
129.3 ± 38.2 ab
143.2 ± 22.6 b
113.4 ± 51.3 ab
142.8 ± 42.9 b
128.8 ± 42.3 ab
125.3 ± 31.4 ab
123.4 ± 27.9 ab
121.8 ± 46.1 ab
106.1 ± 37.2 a
103.7 ± 38.4 a
130.5 ± 29.4 ab
109.2 ± 36.3 a
125.5 ± 22.5 ab
143.4 ± 28.7 b

7.5 ± 1.1 a
7.1 ± 1.0 a
7.4 ± 1.0 a
7.7 ± 1.1 a
7.3 ± 0.8 a
7.1 ± 1.3 a
7.5 ± 0.6 a
7.1 ± 0.8 a
7.3 ± 1.0 a
7.3 ± 1.2 a
7.1 ± 1.3 a
7.3 ± 1.0 a
6.9 ± 1.2 a
7.7 ± 0.8 a
7.0 ± 1.6 a
7.4 ± 1.1 a
7.8 ± 1.0 a

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05. Tinggi tanaman pada 2 MSI, Jumlah daun
pada 3 MSI
2
K+: Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan K-: Kontrol sehat

14
Jumlah daun. Jumlah daun yang diamati pada 3 MSI menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah daun tanaman perlakuan, kontrol
terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, dan kontrol sehat (Tabel 5). Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun.
Jumlah bunga. Jumlah bunga yang dihasilkan tanaman perlakuan tidak
berbeda nyata dengan tanaman kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan dan
kontrol sehat (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak tanaman
tidak mempengaruhi jumlah bunga.
Bobot polong. Tanaman perlakuan menghasilkan bobot polong basah yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan,
walau beberapa perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan ekstrak
tanaman geranium memiliki bobot paling rendah (70.3 g) diantara perlakuan
lainnya. Perlakuan yang menghasilkan bobot polong tidak berbeda nyata dengan
kontrol sehat adalah anyelir, cemara kipas, jengger ayam, pagoda, jambu biji, jahe
merah, kecubung, mimba, mrico kepyar, dan tempuyung. Bahkan perlakuan
tersebut memiliki bobot polong yang lebih tinggi dari kontrol sehat. Perlakuan
yang menunjukkan bobot polong paling tinggi adalah kecubung (121.6 g) (Tabel
6).
Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah bunga dan bobot polong
No. Ekstrak Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1

Anyelir
Bogenvil
Cemara kipas
Geranium
Jengger ayam
Pagoda
Pukul empat
Jambu biji
Jahe merah
Kecubung
Kulit Manggis
Mimba
Mrico kepyar
Tempuyung
Temulawak
K+2
K-2

Jumlah bunga1
6.8 ± 1.3 a
6.4 ± 0.8 a
6.3 ± 0.7 a
5.9 ± 0.9 a
5.9 ± 0.9 a
6.1 ± 0.9 a
6.7 ± 1.6 a
5.9 ± 1.2 a
6.1 ± 0.9 a
6.3 ± 1.5 a
6.4 ± 1.4 a
6.4 ± 1.7 a
6.4 ± 0.8 a
6.7 ± 1.2 a
6.3 ± 1.0 a
6.3 ± 0.7 a
6.7 ± 1.4 a

Bobot polong (g)1
103.7 ± 16.0 abc
79.8 ± 9.6 ab
93.8 ± 16.8 abc
70.3 ± 23.4 a
107.9 ± 9.4 bc
87.4 ± 20.8 abc
76.7 ± 10.9 ab
91.3 ± 26.1 abc
93.1 ± 38.4 abc
121.6 ± 35.5 c
80.0 ± 10.7 ab
90.8 ± 15.2 abc
102.7 ± 27.3 abc
109.9 ± 35.4 bc
73.9 ± 40.2 ab
69.5 ± 26.3 a
83.6 ± 5.0 abc

Angka yang diikuti huruf mutu berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05. umla bunga dari 4-5 MSI, bobot polong pada
5-7 MSI
2
K+: Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K-: Kontrol sehat

15
Pembahasan
Beberapa ekstrak tanaman yang digunakan dalam percobaan ini telah
dilaporkan efektif mengendalikan beberapa virus seperti Artichoke mottled
crinkle virus (AMCV), Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV),
Cucumber mosaic virus (CMV), Turnip mosaic virus (TuMV), Tomato mosaic
virus (ToMV), Tobacco mosaic virus (TMV), Potato virus x (PVX), Potato virus
y (PVY), Sunnhemp roset virus (SRV), Citrus ring spot virus (CRSV), dan Potato
spindle tuber viroid (PSTVd) (Ragetli dan Weintraub 1962; Kubo et al. 1990;
Baranwal dan Verma1992; Verma et al. 1998; Vivanco et al. 1999; Deepthi et al.
2007; Ramesh et al. 2009; Balasubrahmanyam et al. 2000; Madhusudhan et al.
2011; Rakib et al. 2011; Jing et al. 2012).
Efikasi 15 ekstrak hasil seleksi, menunjukkan konsistensi dalam menekan
BCMV pada kacang panjang, kecuali ekstrak daun geranium dan jahe merah.
Geranium (Pelargonium pratense) dilaporkan memiliki senyawa flavonoid dan
polifenol yang memiliki efek antivirus terhadap infeksi TMV pada kultivar
sensitif Cucurbitacea (Orazov dan Nikitana 2004), tetapi tidak demikian terhadap
BCMV. Hal ini menunjukkan bahwa efek antivirus geranium tergantung pada
spesies virus dan geranium; dalam penelitian ini digunakan Pelargonium
odoranthisimum. Ekstrak daun bogenvil, pukul empat, dan jengger ayam berhasil
mengeliminasi BCMV dari kacang panjang. Hasil penelitian ini memperkaya hasil
penelitian sebelumnya tentang efektivitas ekstrak ketiga spesies tanaman dalam
mengendalikan virus.
Pengendalian virus dengan menggunakan substansi antivirus dari ekstrak
tanaman perlu dikaji dan dikembangkan untuk mendapatkan ekstrak tanaman
yang dapat menekan BCMV atau virus lainnya. Antivirus asal tanaman dapat
mengendalikan virus akibat aktivitas protein yang dikandung oleh ekstrak
tanaman yang disebut RIPs. Selain itu, terdapat antivirus asal tanaman yang tidak
hanya mengandung substansi antivirus tetapi juga memiliki sifat menginduksi
ketahanan sistemik (systemic resistance induced); protein ekstrak tanaman tidak
secara langsung menghambat infeksi virus ke inang, melainkan menginduksi
tanaman inang untuk memproduksi protein baru yang berguna dalam
penghambatan infeksi virus (Prasad et al. 1995; Verma et al. 1998).
RIPs terdiri dari 2 tipe, yaitu: (1) RIPs yang memiliki rantai polipeptida
tunggal dengan aktivitas enzim, dan (2) RIPs yang memiliki dua rantai polipeptida
yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Rantai A bekerja dengan enzimatis
menghambat sintesis protein, sedangkan rantai B mengikat racun ke permukaan
sel. RIPs tipe 1 memiliki berat molekul berkisar 30 kDa, dan sebagian besar
merupakan glikoprotein. Umumnya cukup stabil terhadap denaturan dan
protealitik. RIPS tipe 2 bekerja dengan mengikatkan racun dari rantai B ke
reseptor pada permukaan sel, kemudian rantai A masuk ke sitoplasma dan
menonaktifkan ribosom. (Barbieri dan Stirpe 1982).
Ekstrak tanaman jengger ayam, bogenvil, pukul empat, pagoda, anyelir,
cemara kipas, mrico kepyar, kecubung, jambu biji, dan tempuyung secara nyata
menekan keparahan penyakit dan titer BCMV dengan mekanisme yang perlu
diteliti lebih lanjut. Kandungan protein bouganin (BM 26.2 kDa), dari daun
bogenvil Mirabilis Antiviral Protein (MAP) (BM 24.2 kDa) dari akar pukul
empat, dan Celosia Cristata Protein (CCP) dari daun jengger ayam (BM 25 kDa
dan 27 kDa) (Takanami et al. 1990; Habuka et al. 1991; Balasubrahmanyam et al.

16
2000) diduga berperan dalam penekanan BCMV. Kandungan protein antivirus
ekstrak lainnya belum banyak diketahui. Bouganin dan MAP tergolong RIPs tipe
1 (Habuka et al. 1991; Bolognesi et al. 1997). Namun tipe RIPs dari CCP belum
diketahui sebab CCP tidak menghambat virus secara langsung tetapi hanya via
inang dan efektif dalam menekan kombinasi virus-inang sistemik tertentu
(Baranwal dan Verma 1992; Balasubrahmanyam et al. 2000).
Mekanisme penekanan virus tumbuhan oleh ekstrak tanaman, tidak hanya
karena induksi ketahanan dan kandungan protein antivirus. Tetapi dapat karena
kandungan flavonoid yang mengganggu interaksi protein selubung dan reseptor
inang yang penting dalam replikasi seperti yang dilaporkan terjadi pada Potato
virus X (French dan Tower 1992) dan Tomato bushy stunt virus (Rusak et al.
1997). Perlu diteliti lebih lanjut mekanisme penekanan BCMV oleh ekstrak
tanaman potensial yang didapatkan dalam penelitian ini.

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Seleksi ekstrak tanaman pada C.amaranticolor menunjukkan semua ekstrak
yang diuji mampu menekan LLN secara nyata pada perlakuan semprot atau
campur. Namun hanya 15 ekstrak tanaman yang efektif menekan LLN pada kedua
cara perlakuan.
Beberapa ekstrak tanaman dapat mereduksi kejadian penyakit, keparahan
penyakit, gejala, dan titer BCMV secara nyata dibandingkan kontrol terinfeksi
BCMV tanpa perlakuan pada tanaman kacang panjang di rumah kaca. Secara
umum, perlakuan ekstrak tanaman tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Ekstrak tanaman jengger ayam, bogenvil, pukul empat, pagoda, anyelir, cemara
kipas, mrico kepyar, kecubung, jambu biji, dan tempuyung efektif menekan
keparahan dan titer BCMV. Diantara ekstrak tersebut, ekstrak tanaman bogenvil,
pukul empat, dan jengger ayam paling efektif mengeliminasi BCMV.
Saran
Perlu dilakukan beberapa pengujian seperti (1) pengujian keefektifan
perlakuan ekstrak tanaman di lapangan, (2) pengaruh frekuensi aplikasi ekstrak
tanaman terhadap peningkatan efektivitas penekanan BCMV, (3) kajian
mekanisme penekanan dan kandungan substansi antivirus ekstrak-ekstrak yang
potensial dalam menekan infeksi BCMV, (4) keefektifan kombinasi beberapa
ekstrak potensial didalam menekan BCMV dan (5) formulasi sederhana ekstrak
tanaman untuk penyimpanan jangka panjang.

18

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi sayuran di Indonesia [Internet].
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik; [diunduh 2012 Nopember 20]. Tersedia
pada: http://www.bps.go.id /tab_sub/view.php.
Balasubrahmanyam A, Baranwal VK, Lodha ML, Varma A, Kapoor HC. 2000.
Purificarion and properties of growth stage-dependent antiviral proteins
from the leaves of Celosia cristata. Plant Science 154(1): 13-21.
Baranwal VK, Verma HN. 1992. Localized resistance against virus infection by
leaf extract of Celosia cristata. Plant Pathology 41(5):633–638.
Barbieri L, Stirpe F. 1982. Ribosome inactivating proteins from plants: Properties
and possible uses. Cancer Surveys 1(3):489-520.
Bolognesi A, Polito L, Olivieri F, Valbonesi P, Barbieri L, Battelli MG, Carussi
MV, Benvenuto E, Del Vechio Blanco F, Di Maro A, et al. 1997. New
ribosome inactivating proteins with polynucleotide: adenosine glycosidase
and antiviral activities from Basella rubra L. & Bougainvillea spectabilis
Willd. Planta 203(4):422-429.
Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor.
The Epidemiology of Plant Diseases. 2nd Ed. Dordrecht (NL): Kluwer
Academic.
Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf N. 2009. Severe outbreak of a yellow
mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati Journal
of Biosciences 16(2):78-82.
Deepthi N, Madhusudhan KN, Udayashankar AC, Kumar HB, Prakash HS, Shetty
HS. 2007. Effect of plant extracts and acetone precipitated proteins from six
medicinal plants against tobamovirus infection. International Journal of
Virology 3(2):80-87. doi:10.3923/ijv.2007.80.87
Djikstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise.
Boston (US): Springer.
Habuka N, Miyano M, Kataoka J, Noma M. 1991. Escherichia coli ribosome is
inactivated by Mirabilis antiviral protein which cleaves the N-glycosidic
bond at A2660 of 23 S ribosomal RNA. Journal of Molecular Biology
221(3):737-743.
Jing B, Ma Z, Feng J et al. 2012. Evaluation of the Antiviral Activity of Extracts
from Plants Grown in the Qinling Region of China Against Infection by
Tobacco mosaic virus (TMV). Journal of Phytopathology 160 (4): 181-186.
Kubo S, Ikeda T, Imaizumi S, Takanami Y, Mikami Y. 1990. A potent plant virus
inhibitor found in Mirabilis jalapa L. Annual Phytopathological Society of
Japan 56(4):481-487.doi: 10.3186/jjphytopath.56.481
Kurnianingsih L. 2010. Potensi lima ekstrak tumbuhan dalam menekan infeksi
virus mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna unguiculata subsp.
sesquipedalis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Madhusudhan KN, Vinayarani G, Deepak SA, Niranjana SR, Prakash HS, Singh
GP, Sinha AK, Prasad BC. 2011. Antiviral activity of plant extracts and
other inducers against Tobamoviruses infection in bell pepper and tomato
plants. International Journal of Plant Pathology 2(1): 3542.doi:10.3923/ijpp.2011.35.42.

19
Mukeshimana G, Hart LP, Kelly JD. 2003. Bean common mosaic virus and Bean
common necrosis virus [Internet]. Michigan (US): Michigan State Univ;
[diunduh
2012
Nopember
20].
Tersedia
pada:
http://fieldcrop.msu.edu/uploads/documents/E2894.pdf.
Orazov OE, Nikitina VS. 2004. Phenolic compounds from some species of
Geranium L as an immunostimulant antiviral agent at Cucurbitaceae
cultures. Di dalam: Sadatinejad S, Mohammadi S, Soltani A, Ranjbar A,
editor. Proceedings of The Fourth International Iran & Russia Conference
in Agriculture and Natural Resources [Internet]. Shahrekord (IR): IIRC.
hlm
282-284;
[diunduh
2013
Sept
6].
Tersedia
pada:
http://iirc.narod.ru/4conference/Fullpaper/10072.pdf
Prasad V, Srivastava S, Varsha, Verma HN. 1995. Two basic proteins isolated
from Clerodendrum inerme Gaertn. are inducers of systemic antiviral
resistance in susceptible plants. Plant Science 110(1):73-82.
Ragetli HWJ, Weintraub M. 1962. Purification and characteristics of a virus
inhibitor from Dianthus caryophyllus L. Virology 18(2):232-240.
Rakib A, Mustafa A, Sabir N. 2011. Systemic resistance induced in potato plants
against Potato virus Y common strain (PVYo) by plant extracts in Iraq.
Advances in Environmental Biology 5(1):209-215.
Ramesh CK, Prabha MN, Deepak SA, Madhusudhan KN. 2009. Screening of
antiviral property against tobamoviruses in