Terrestrial Fern Diversity in Urban Forest in DKI Jakarta

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU TERESTRIAL
DI HUTAN KOTA DKI JAKARTA

DWI ANDAYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keanekaragaman
Tumbuhan Paku Terestrial di Hutan Kota DKI Jakarta adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juli 2013
Dwi Andayaningsih
NRP G353100091

RINGKASAN
DWI ANDAYANINGSIH. Keanekaragaman Paku Terestrial di Hutan Kota DKI
Jakarta. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan SULISTIJORINI.
Hutan kota merupakan sebuah ekosistem yang terdiri dari komunitas vegetasi
menyerupai hutan alami. Pepohonan penyusun hutan kota juga membentuk kanopi
yang menciptakan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan tumbuhan bawah. Salah
satu tumbuhan bawah adalah kelompok tumbuhan paku. Tumbuhan paku adalah
tumbuhan berpembuluh yang merupakan kelompok tumbuhan peralihan dengan ciri
utama menghasilkan spora.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keanekaragaman tumbuhan
paku yang ada di bawah tegakan tiga hutan kota di wilayah DKI Jakarta, yaitu hutan
kota Universitas Indonesia (UI), Arboretum Cibubur, dan hutan kota PT Jakarta
Industrial Estat Pulogadung (PT JIEP) Pulogadung.
Penelitian dimulai pada bulan November 2011 sampai Maret 2012. Analisis
vegetasi dilakukan dengan cara purposive sampling dengan metode kuadrat.
Spesimen tumbuhan paku dan selain paku dikoleksi untuk dibuat herbarium

selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku identifikasi. Intensitas cahaya, suhu,
kelembaban udara, pH tanah, diukur dan dicatat sebagai data pendukung. Faktor lain
yang diukur adalah struktur fisik dan kimia tanah serta kualitas udara. Data penutupan
dan frekuensi setiap jenis digunakan untuk menghitung indeks nilai penting (INP).
Dihitung juga mengenai Indeks Keanekaragaman Shanon (H’), Indeks Kemerataan
(E), dan Indeks Kesamaan Sorenson (IS).
Berdasarkan habitat tumbuhan paku di hutan kota yang diteliti, ditemukan
paku epifit (4 jenis) dan terestrial (18 jenis). Semua tumbuhan paku yang ditemukan
mempunyai habitus herba dengan berbagai variasi tipe pertumbuhan yaitu tegak,
menjalar, atau memanjat.
Daun tumbuhan paku bervariasi dalam ukuran, dan bentuk daun fertil dan steril,
bentuk daun pertama dan seterusnya. Berdasarkan ukuran daun ditemukan dua
macam daun yaitu microphyl dan megaphyl. Berdasarkan perbedaan bentuk daun
fertil dan steril ditemukan daun yang monomorphyc dan dimorphic. Bentuk daun
monomorphyc bervariasi dari bentuk tunggal (simple), daun majemuk menyirip
tunggal (pinnatus) dan daun majemuk menyirip ganda (bi-pinnatus).
Struktur reproduktif paku di hutan kota bervariasi dalam letak dan susunan sori,
yaitu 1) sporangium terletak pada ujung daun, membentuk organ yang disebut
strobilus; 2) sori beralur longitudinal pada bagian tepi seolah-olah menutupi tepi; 3)
sori terletak disepanjang peruratan daun diantara costa dan tepi daun; 4) sori

membulat atau lonjong menyebar pada peruratan daun dengan atau tanpa indusium;
5) sori membulat atau lonjong, terletak dibagian ujung pada peruratan bebas dekat
tepi daun; 6) sori pada anak daun fertil yang menghasilkan sporangia yang menyebar
dari tepi daun pada ujung pertulangan. Sporangia pada dua baris dilindungi oleh
indusia.

Tumbuhan paku terestrial yang ditemukan di tiga hutan kota yang diteliti
berjumlah 18 jenis yang termasuk ke dalam 8 suku dan 11 marga. Di Hutan kota
UI ditemukan 10 marga dengan 14 jenis, dan di Arboretum Cibubur ditemukan 8
marga dengan 11 jenis, namun di hutan kota PT JIEP tidak ditemukan tumbuhan
paku dalam plot penelitian. Jumlah individu tumbuhan paku pada seluruh petak
penelitian 1030 individu terdiri dari 334 individu di hutan kota Arboretum Cibubur
dan 696 di hutan kota UI.
Indeks keanekaragaman jenis (H’=1.97) dan kemerataan (E = 0.82) di hutan
Arboretum lebih tinggi dibandingkan dengan hutan kota UI (H’ = 1.36 dan E = 0.52)
sedangkan indeks kesamaan antara hutan kota UI dan Arboretum Cibubur = 0.56.
Jumlah individu tumbuhan paku secara keseluruhan di hutan kota UI lebih tinggi dari
hutan kota Arboretum Cibubur. Di hutan kota UI Sphaerostephanos sp. merupakan
jenis yang dominan. Di hutan kota Arboretum Cibubur, tumbuhan paku yang
mempunyai indeks nilai penting tinggi adalah Lygodium microphyllum, namun tidak

ditemukan tumbuhan paku yang dominan. Ditinjau dari faktor lingkungan, hutan kota
PT JIEP mempunyai intensitas cahaya yang lebih tinggi dibandingkan hutan kota UI
dan Arboretum Cibubur, dengan tipe tanah liat berdebu.Tipe tanah tersebut
mempunyai sifat menahan air dengan aerasi yang kurang baik sehingga di hutan kota
PT JIEP tidak ditemukan tumbuhan paku dilokasi penelitian.
Vegetasi selain paku diketiga hutan kota berbeda dalam jumlah jenis dan INP.
Di hutan kota UI tumbuhan selain paku yang mempunyai INP tinggi adalah
Adenanthera pavonina, Lagerstroemia speciosa dan Clerodendron paniculata yang
cepat tumbuh, dan cepat membentuk kanopi sehingga menciptakan lingkungan lebih
lembab dibandingkan Arboretum Cibubur. Vegetasi di hutan kota PT JIEP cenderung
tidak rapat sehingga masih ditemukan daerah terbuka yang didominansi oleh Ruellia
tuberosa yang merupakan gulma ditempat terbuka.
Hasil analisis dengan metode CCA menunjukkan bahwa faktor lingkungan
berhubungan dengan keberadaan tumbuhan paku di hutan kota UI maupun
Arboretum Cibubur. Di hutan kota UI, Pteris ensiformis merupakan jenis paku yang
hidup di tempat terbuka sedang Microlepia sp.menyukai naungan. Di Arboretum
Cibubur Dicranopteris linearis dan Cristella subpubescens juga merupakan jenis
paku yang hidup di tempat terbuka tanpa terpengaruh oleh faktor lingkungan yang
diukur sedangkan jenis paku yang lain keberadaannya masih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan yang diukur.

Kata kunci : DKI Jakarta, hutan kota, keanekaragaman, paku terestrial.

SUMMARY
DWI ANDAYANINGSIH. Terrestrial Fern Diversity in Urban Forest in DKI
Jakarta. Supervised by : TATIK CHIKMAWATI and SULISTIJORINI.
Urban forest is an ecosystem consisted of plant vegetation community
that resembles natural forest. Trees within the urban forest form canopy that
construct well-suited environment for the understory life. One of the understory
is fern. Fern is a vascular and intermediate plant that produces spores as its main
characteristic.
This research was intended to compare the diversity of fern under three
urban forests in DKI Jakarta region which were the urban forest University of
Indonesia (UI), Arboretum Cibubur, and urban forest PT Jakarta Industrial Estate
Pulogadung (PT JIEP) Pulogadung.
The research was started in November 2011 until March 2012. Vegetation
analysis was made by doing purposive sampling with square method. Fern and
non-fern specimens were collected for herbarium purpose then were identified
based on identification book. Light intensity, temperature, humidity, soil pH were
measured and recorded as supported data. The other environment factors that
measured were physical and chemical structures of soil and also the quality of the

air. The coverage data and the frequency of each species were used to count the
importance value index (INP). Sharon Diversity Index (H'), Evenness Index (E),
and Sorenson Similarity Index (IS) were also counted in.
There were epiphytes fern (4 species) and terrestrial fern (18 species) in
the research urban forest. The ferns have herb habit, but they varied in the
growth types which are erect; creeping and climbing.
Fern leaves have variation in size, shape of fertile and sterile leaves,
shape of the first leaf and so on. Based on the leaf size, two kinds of leaf,
microphyl and megaphyl, were found. Based on the different shape of fertile and
sterile leaves, monomorphyc and dimorphic leaves were found. The shape of
monomorphyc leaf varied which were simple, pinnatus and bi-pinnatus.
Fern reproductive structure in urban forest varies in the sori shape,
location and composition, such as 1) sporangium is located in the leaf tips, form
organ so called as strobilus; 2) longitudinal grooved sori on the edge as though
covering the edge; 3) sori is located along vascular leaf between costa and the
edge of the leaf; 4) sori is rounded or oval spreaded on the vascular leaf with or
without indusium; 5) sori is rounded or oval, located on the tips on the free
vascular near the leaf edge; 6) sori on the fertile leaflet produces sporangia that
spread from the edge of the leaf to the venation tips. Sporangia on two rows is
covered by indusia.

The sum of terrestrial ferns found in three research urban forests were
18 species belong to 8 familia and 11 genera. In UI urban forest, it was found 10
genera with 14 species; in Arboretum Cibubur, it was found 8 genera with 11
species; but there was no fern in PT JIEP urban forest. The number of all
individual ferns found in three urban forest were 1030, consisted of 334
individual in Arboretum Cibubur urban forest and 696 in UI urban forest.

The species diversity index (H' = 1.97) and evenness index (E = 0.82) in
Arboretum Cibubur urban forest was higher than that of the UI urban forest (H' =
1.36 and E = 0.52) while similarity index (IS) between two urban forest was 0.56.
The number of individual fern in UI urban forest was higher than that of
Arboretum Cibubur urban forest. The dominant fern species in UI urban forest
was Sphaerostephanos sp., but there is no dominant fern found in Arboretum
Cibubur urban forest. From environmental point of view, PT JIEP urban forest has
higher light intensity than the UI and Arboretum Cibubur urban forest, with dusty
clay soil type. This type of soil has less aeration to reserve water.
Except fern, vegetations in three urban forests are different in type and
INP. In the UI urban forest, the plants with high INP were Adenanthera pavonina,
Lagerstroemia speciosa and Clerodendron paniculata that grew fast to compose
canopy. Therefore UI urban forest was more humid than Arboretum Cibubur

urban forest. Vegetation in PT JIEP urban forest was not crowded, so there was
open space dominated by Ruellia tuberosa, weeds in the open space.
The result of CCA method indicated that environmental factor was
related to the fern existence in the UI and Arboretum Cibubur urban forest. In UI
urban forest, Pteris ensiformis lived in the open space while Microlepia sp. lived
in the shelter. In Arboretum Cibubur, Dicranopteris linearis and Cristella
subpubescens also lived in the open area and it did not affected by measured
environmental factors while the other ferns still influenced by measured
environmental factor.
Keywords : diversity, DKI Jakarta, terrestrial fern, urban forest.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU TERESTRIAL
DI HUTAN KOTA DKI JAKARTA

DWI ANDAYANINGSIH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar
Magister Sains
pada
ProgramStudi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Dr Dra Nunik Sri Ariyanti, MSi

Judul Tesis : Keanekaragaman Tumbuhan Paku Terestrial di Hutan Kota
DKI Jakarta

Nama
: Dwi Andayaningsih
NRP
: G353100091
Mayor
: Biologi Tumbuhan

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sulistijorini, MSi
Anggota

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Miftahudin, MSi.

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 7 Juni 2013

Tanggal Lulus :

Judul Tesis : Keanekaragaman Tumbuhan Paku Terestrial di Hutan Kota
DKI Jakarta
Dwi Andayaningsih
Nama
G353100091
NRP
Biologi
Tumbuhan
Mayor

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

MSi

Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan

Dr Ir Miftahudin, MSi.

Tanggal Ujian: 7 Juni 2013

Tanggal Lulus:

02
AUG 2fl13

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas rahmat dan
hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis
dengan judul
“Keanekaragaman Tumbuhan Paku di Hutan Kota DKI Jakarta”. Tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Biologi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan tersusun dengan baik
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala hormat penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir
Sulistijorini, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, perhatian
serta waktu yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Dr Ir Miftahudin, MSi selaku Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan IPB.
3. Dr Dra Nunik Sri Aryanti, MSi sebagai penguji Luar Komisi.
4. Dr Ir Aris Tjahyoleksono, DEA, yang telah memberikan saran dan masukan.
5. Seluruh staf pengajar program studi Botani Tumbuhan yang telah memberikan
keilmuannya, staf Tata Usaha dan perpustakaan serta rekan-rekan kuliah yang
senantiasa membantu selama menuntut ilmu di kelas Magister IPB.
6. Universitas Nasional dan Kopertis Wilayah III yang telah memberikan ijin untuk
melanjutkan kuliah, Dirjen DIKTI yang telah memberikan Beasiswa Program
Pasca Sarjana (BPPS) dan IPB yang telah memberi bantuan penelitian.
7. Fajar Saputra, SSi; Hamdani, Eva dan Jamal yang sudah membantu dalam
pengambilan data di lapangan dan pembuatan herbarium serta Wenda, MSi atas
diskusinya dalam pengolahan data.
8. Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada suami, Ibnu
Mangkusubroto dan anak-anak tercinta, Aniza Mangkusubroto, Zakaria
Mangkusubroto dan M.Ismail Mangkusubroto atas doa dan dukungannya.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2013
Dwi Andayaningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Tumbuhan Paku
Karakteristik dan perbedaan morfologi
Manfaat
Habitat dan penyebaran
Syarat Tumbuh
Hutan Kota

2
2
4
5
5
6

METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian
Hutan Kota Universitas Indonesia
Hutan Kota Arboretum Cibubur
Hutan Kota PT Jakarta Industrial Estat Pulogadung
Bahan dan Alat
Prosedur
Analisis vegetasi
Analisis data

7
7
7
9
9
10
10
10
11

HASIL

13
13
13
14
15
16
18
20
22

Karakteristik tumbuhan paku
Variasi habitus dan rhizoma
Variasi daun
Variasi kumpulan sporangium
Deskripsi dan kunci identifikasi
Vegetasi hutan kota
Keanekaragan tumbuhan paku
Faktor lingkungan

PEMBAHASAN
Karakteristik Tumbuhan Paku
Keanekaragaman Tumbuhan Paku

26
26
27

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30
30

DAFTAR PUSTAKA

30

DAFTAR ISI (lanjutan)
35

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
1 Keanekaragaman suku, jenis, habitat, penyebaran dan
jumlah individu tumbuhan paku terestrial di hutan kota UI
dan Arboretum Cibubur
2 Kisaran suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya dan
penutupan kanopi di hutan kota UI, Arboretum Cibubur
dan PT JIEP
3 Hasil pengukuran kualitas udara ambien

21

22
24

DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi umum tumbuhan paku
2 Peta lokasi penelitian: Hutan kota PT JIEP (A); Arboretum Cibubur (B)
dan Universitas Indonesia (C)
3 Lokasi penelitian hutan kota UI
4 Lokasi penelitian hutan kota Arboretum Cibubur
5 Lokasi penelitian hutan kota PT JIEP
6 Desain plot analisis vegetasi ukuran (3 x 3) m²
7 Habitat tumbuhan paku : terestrial (a) dan epifit (b)
8 Microphyl pada Selaginella
9 Variasi daun : monomorphyc (a); dimorphyc (b): 1.daun fertil,
2. daun steril
10 Variasi daun monomorphyc : pinnate (a), tripinate (b),pinnae
(tanda panah)
11 Variasi sori: strobili (a); seolah-olahmenutupi tepi daun (b);
di sepanjang urat daun diantara costa dan tepi daun (c); membulat
atau memanjang padaperuratan daun (d); membulat atau memanjang
di tepi daun (e); menyebar dari tepi daun pada ujung pertulangan (f)
12 Lokasi hutan jati di hutan kota UI
13 Jenis tumbuhan paku yang ada di luar plot pengamatan UI,
Arboretum Cibubur dan PT JIEP : Pteris vittata (a); Polypodium
trilobum (b); Selaginella willdenowii (c)
14 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku di hutan kota UI
15 Indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku di hutan kota Arboretum
Cibubur
16 Tekstur tanah lokasi penelitian

4
8
8
9
10
11
13
14
14
15

16
19

20
22
23
23

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
17 Hubungan antara faktor lingkungan dengan tumbuhan
paku di hutan kota UI. Keterangan: A. diaparum (Ad);
A. aethiopicum (Ae); C. subpubescens (Crs); T. blechnoides (Tab);
L. flexuosum (Lf); ), L. microphyllum (Lm); M. speluncae (Ms);
Microlepia sp. (Msp); N. falcata (Nsp); P. enciformis (Pe);
P. conyugata (Pc); P. beurita (Pb);
Pleocnemia irregularis (Pi);
Sphaerostephanos sp. (Sp);
18 Hubungan antara faktor lingkungan dengan tumbuhan paku di
hutan kota Arboretum Cibubur. Keterangan: A. terminans (At);
Christella sp. (Cr); C. subpubescens (Crs); D. linearis (Dl);
L.microphyllum (Lm); L. flexuosum (Lf); M. speluncae (Ms);
P. enciformis (Pe); Sphaerostephanos sp. (Sp); Taenitis sp.(Ta);
T. blechnoides (Tab).

25

26

DAFTRAR LAMPIRAN
1 Beberapa tumbuhan yang ada di dalam plot di hutan kota UI : Acasia
mangium (a); Amorphopalus variabilis (b); Hevea brasiliensis (c);
Hypoestes polythyrsa (d); dan Lagerstroemia speciosa (e); Microcos
paniculata (f)
2 Beberapa tumbuhan yang ada di hutan kota Arboretum Cibubur:
Alstonia scholaris (a); Barringtonia asiatica (b); Delonix regia (c);
Dillenia philippinensis (d ); Pinus merkusii (e); Pometia pinata (f)
3 Beberapa tumbuhan yang ada di hutan kota PT JIEP :
Antidesma bunius (a); Asystasia intrusa (b); Axonopus compressus
(c); Bidens philosa (d); Cordia sebestan (e); Cerbera odolam (f);
Pithecelobium dulce (g); Ruellia tuberose (h); Sameana saman (i);
Spathodea sp.(j)
4 Tumbuhan selain tumbuhan paku dalam plot 45 (3x3) m² di hutan
kota UI
5 Tumbuhan selain tumbuhan paku dalam plot 45 (3x3) m² di hutan
Kota Arboretum Cibubur
6 Tumbuhan selain tumbuhan paku dalam plot 45 (3x3) m di hutan
kota PT JIEP
7 Tumbuhan paku terestrial di hutan kota UI dan Arboretum:
Amphineuron terminans (a); Adiantum diapharum (b);A.aethiopicum (c);
Crystella subpubescens (d); Dicranopteris linearis (f);
Lygodium flexuosum (g); L. microphyllum (h); Microlepia speluncae (i);
N. falcata (j); Pteris biorutica (k); Pteris ensiformis (l);
Pleocnemia conyugata (m); Pleocnemia irregularis (n);
Sphaerosthepanus sp. (o); Taenitis blechnoides (p); Taenitis sp.(q)

35

35

36
37
39
40

42

8
9

Indeks keanekaragaman dan keseragaman jenis
Nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dominasi
relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) tumbuhan paku
hutan kota UI
10 Nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR),
dominasi relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) tumbuhan
paku hutan kota Arboretum Cibubur

43

43

43

PENDAHULUAN
Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan
yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus
urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota semakin berat.
Penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus,
terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan
sosial serta ruang terbuka hijau (space area). Hutan kota sebagai unsur ruang
terbuka hijau (RTH) merupakan subsistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem
terbuka yang terdiri dari komunitas vegetasi berupa tegakan dan asosiasinya yang
tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, dengan struktur menyerupai hutan alami,
membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa, menimbulkan
lingkungan sehat, nyaman dan indah. Keberadaan hutan kota dapat berfungsi
sebagai tempat konservasi tumbuh-tumbuhan (Zoer’aini 1994).
Sebagian hutan kota dibentuk dengan tujuan sebagai wilayah resapan air,
wahana koleksi pelestarian plasma nuftah dan wahana penelitian, contoh: hutan
kota Universitas Indonesia (UI), Arboretum Cibubur dan, hutan kota PT Jakarta
Industrial Estat Pulogadung (PT JIEP). Hutan kota UI dibangun pada tahun
1988, pada awalnya didominasi tanah sawah, hutan karet dan perkampungan
sedangkan hutan kota Arboretum Cibubur dibangun pada tahun 1989 dengan
vegetasi menyerupai hutan asli. Hutan kota PT JIEP sengaja dibangun di tengah
kawasan industri pada tahun 1989 didominasi oleh keciat, mahoni dan tumbuhan
lain yang difungsikan sebagai upaya menyeimbangkan kegiatan industri dengan
kegiatan penyelamatan lingkungan (Pemprov DKI 2009).
Keanekaragaman tumbuhan yang ditanam pada setiap hutan kota
menunjukkan strata hutan kota sehingga membentuk vegetasi yang berlapis-lapis
menyerupai hutan alami. Menurut Zoer’aini (2005) hutan kota dapat
diklasifikasikan menjadi hutan kota berstrata dua dan hutan kota berstrata
banyak. Hutan kota berstrata dua terdiri dari pepohonan serta rumput atau
penutup tanah lainnya sedang hutan kota berstrata banyak terdiri dari pepohonan,
rumput, semak, terna, liana, epifit dan anakan pohon dengan jarak tanam rapat.
Salah satu semak-semak di bawah kanopi pepohonan yang terbentuk pada hutan
kota adalah kelompok tumbuhan paku. Tumbuhan paku adalah tumbuhan
berpembuluh yang merupakan kelompok tumbuhan peralihan antara tumbuhan
bertalus dan tumbuhan berkormus, yang struktur tubuhnya sudah dapat dibedakan
antara akar, batang, daun dan alat perkembangbiakannya dengan spora. Kelompok
tumbuhan ini berperawakan semak sampai pohon dan pada umumnya menyukai
tempat yang lembab. Tumbuhan ini termasuk dalam kelompok khusus tumbuhan
yang sudah ada sejak zaman carboniferous. Jumlah tumbuhan paku sangat
berlimpah diperkirakan mencapai sekitar 12.000 jenis dengan penyebaran yang
luas. Di wilayah Asia Tenggara, diperkirakan ada sekitar 4400 jenis dan di
Indonesia sendiri diperkirakan ada 1300 jenis (Wee 2002; Winter dan Amoroso
2003; Rugayah et al. 2004).
Penelitian mengenai keanekaragaman paku-pakuan yang dilakukan di
hutan alami sudah dilaporkan sebelumnya antara lain oleh Hartini (2009) dan
Hidayat (2011), tetapi penelitian tentang keanekaragaman tumbuhan paku di
hutan kota, sampai saat ini belum ada yang melaporkan. Tumbuhan paku

2

tergolong tumbuhan yang kurang mendapat perhatian. Namun sebenarnya
tumbuhan ini mempunyai arti yang sangat penting antara lain di bidang kesehatan,
sebagai antioksidan, antibakteri, anti tumor dan anti kanker. Di bidang
lingkungan, berperan sebagai indikator polusi udara, dan hiperakumulator
logam berbahaya (Konoshima et al 1996; Fracesconi et al 2002; Chen et al 2007;
Dalli et al 2007; Suyatno et al. 2010; Paul et al 2011).
Meskipun tumbuhan paku mempunyai keanekaragaman jenis serta mampu
hidup dalam kondisi lingkungan yang bervariasi, tetapi dengan beralihnya fungsi
daerah resapan dan ruang terbuka hijau di DKI Jakarta maka kelestarian
tumbuhan paku dapat terancam karena rusaknya ekosistem. Karakter lingkungan
setiap hutan kota berbeda yang dapat menyebabkan perbedaan keanekaragaman
tumbuhan paku. Tesis ini menginformasikan keanekaragaman tumbuhan paku di
tiga hutan kota, di DKI Jakarta, yaitu hutan kota UI, Arboretum Cibubur dan PT
JIEP yang memiliki tipe hutan yang berbeda serta faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi
kepada masyarakat mengenai tumbuhan paku yang mempunyai potensi yang
sangat penting dimasa mendatang sehingga ikut serta melestarikan
keberadaannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Paku
Karakteristik dan Perbedaan Morfologi
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tumbuhan paku termasuk golongan besar
mempunyai karakteristik
divisi Pteridophyta. Kelompok paku-pakuan ini
campuran antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan ini
menghasilkan spora sehingga sering disebut dengan “Cormophyta berspora”.
Perawakan tumbuhan paku sangat beranekaragam, dari berukuran kecil dengan
daun-daun yang kecil dan struktur yang sederhana, sampai berukuran besar
dengan daun yang besar dengan panjang mencapai 2 meter atau lebih. Tumbuhan
paku dapat mencapai tinggi sampai 30 meter dengan diameter batang yang besar
sehingga disebut paku pohon. Habitat tumbuhan paku sangat bervariasi yaitu
terestrial (hidup di tanah), epifit (menempel di pohon), memanjat dan mengapung
di air (Holtum 1966; Raven et al. 1992; Winter dan Amaroso 2003; Wee 2002,
2005).
Struktur tumbuhan paku dibedakan ke dalam akar, batang dan daun,
dengan struktur reproduksi berupa spora yang tersusun dalam sporangia (Johns
1997; Winter dan Amoroso 2003; Wee 2005; Tjitrosoepomo 2009).
Akar. Kelompok tumbuhan paku mempunyai bentuk akar serabut, dan
pada bagian ujung akar terdapat tudung atau kaliptra. Bentuk dan ukuran akar
bervariasi, mulai dari rhizoid (akar yang halus), rizofor, sampai akar yang jelas.
Batang. Beberapa anggota tumbuhan paku mempunyai batang berbentuk
rhizoma (batang tipis dan halus), memanjat pada batang atau cabang (climbing),
merayap di tanah (creeping), tegak menyerupai batang yang pendek disebut
caudex (bonggol) dan yang berupa batang atau tiang. Rhizoma pada beberapa

3

jenis tumbuhan paku dilindungi oleh rambut-rambut atau sisik dan dari rhizoma
ini akan tumbuh akar yang lembut. Batang ini sering tertutup oleh rambut atau
sisik yang berfungsi sebagai pelindung.
Daun. Menurut Holttum (1966); Sastrapradja dan Afriastini (1985) dan;
Wee (2002, 2005) pertumbuhan daun muda pada umumnya menggulung, kecuali
pada tumbuhan paku rane, bahkan ada yang membentuk gelung seperti kepala
biola dan akan membuka pada saat dewasa. Daun tumbuhan paku disebut dengan
frond (ental), berbentuk simple (tunggal), pinnatus (majemuk menyirip), bipinnatus (majemuk menyirip ganda) dan tri-pinnatus (majemuk menyirip tiga).
Bentuk daun menyirip tunggal terdiri dari pinna (anak daun) yang tumbuh pada
sumbu utama sedang pinnule (anak dari anak daun) terdapat pada costa (sumbu
kedua). Stipe merupakan bagian pangkal daun, struktur berkayu yang menyerupai
petiolus. Helaian daun disebut lamina, sering kali dibagi menjadi beberapa bagian
daun yang menyebar dan tumbuh pada rachis (sumbu utama) (Gambar 1).
daun dalam satu individu maka ditemukan 3
Berdasarkan bentuk
variasi daun yaitu monomorphic, dimorphic dan polymorphic. Daun monomorphic
memiliki daun steril dan fertil yang tidak ada perbedaan. Daun dimorphic
memiliki perbedaan ukuran dan bentuk antara daun steril dan fertil. Daun fertil
menghasilkan spora sedang daun steril berfungsi untuk fotosintesis. Daun
polymorphic memiliki daun pertama, daun muda dan, dewasa berbeda dalam
bentuk maupun ukuran (Steenis dan Holttum 1982). Berdasarkan ukuran dan
sifat daunnya tumbuhan paku dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu microphyllus
yaitu daun yang berukuran kecil (panjang kurang lebih 2 mm dan lebar 1 mm),
berupa sisik sehingga sulit dibedakan bagian-bagiannya dan megaphyllus yaitu
daun yang berukuran besar dan mudah dibedakan antara batang dan helain daun
(Mickel 1979; Johns 1997; Wee 2002).
Sporangia. Tumbuhan paku merupakan kelompok tumbuhan yang
memproduksi spora. Spora diproduksi di dalam sporangium (kotak spora),
umumnya mempunyai dinding luar yang keras, seringkali dengan hiasan bintikbintik (Winter dan Amoroso 2003). Letak sporangium bervariasi, jika terletak di
bawah permukaan daun disebut dengan foliar sporangium sedangkan yang
terletak diantara tulang daun dan tangkai daun disebut axillary sporangium.
Sporangium pada Selaginella terletak pada percabangan terakhir membentuk
Sporangium seringkali terletak di
semacam strobilus (Andrews 1990).
permukaan bawah daun kadang-kadang tumbuh teratur seperti garis atau
melingkar, dilindungi atau tidak dilindungi indusium. Bentuk indusium seringkali
menggerombol membentuk lingkaran mengelilingi sporangium sehingga jika
sporangium bulat maka bentuk indusium akan membulat dan jika memanjang
bentuk indusium juga memanjang (Wee 2002). Menurut Piggot (1988) letak sorus
tergantung dari jenis tumbuhan paku, ada yang terletak di bagian tepi daun, sejajar
dengan pertulangan daun, bergerombol atau menyebar.

4

tangkai
anak daun
helaian

anak dari
anak daun

frond
(daun)

anak daun
tangkai
anak dari
anak daun

tangkai
daun muda

akar

batang

Gambar 1 Morfologi umum tumbuhan paku (Mickel 1979)

Manfaat
Berbagai jenis tumbuhan paku mempunyai fungsi positif bagi kehidupan
manusia. Jenis tumbuhan paku telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia sebagai tanaman hias, bahan obat tradisional, bahan makanan, tanaman
pelindung pupuk hijau dan kerajinan (Heyne 1987, Wee 2005). Sebagai salah
satu tumbuhan yang sudah ada sejak jaman purba, tumbuhan paku memiliki
penampilan yang unik dan eksotik, sehingga banyak digemari masyarakat sebagai
tanaman hias. Beberapa tumbuhan paku yang telah dikenal, banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai obat tradisional (obat herbal), antara lain Selaginella
doederleinii digunakan untuk pengobatan kanker dan kardiovaskuler,
Drymoglossum piloselloides dimanfaatkan sebagai penghenti pendarahan,
pencahar, dan antiradang (Heyne 1987). Dryopteris hirtipes, tumbuhan paku
yang rhizomanya bersifat anthilmentik; Pteridium aquilinum, rhizomanya sebagai
anti diare dan radang lambung; Asplenium nidus, sebagai obat penenang dan
bahan kosmetik, dan Drynaria quecifolia untuk mengobati batuk (Manickam dan
Irudayaraj 1991). Smolarz et al. (2006) melaporkan bahwa paku Polygonum
lapathifolium dapat digunakan sebagai anti leukemia dan Suyatno et al. (2010)
melaporkan bahwa paku Pteris vittata L. dapat digunakan sebagai antikanker.
Di dalam ekologi, tumbuhan paku dapat berperan untuk mencegah erosi
(Wee 2005). Ma et al (2001) melaporkan bahwa tumbuhan paku merupakan
hiperakumulator arsenik. Paku Pityrogramma calomenalos sangat potensial
sebagai fitoremediator pada tanah yang terkontaminasi logam berat arsenic

5

(Francesconi et al 2002). Tumbuhan paku yang memiliki perawakan tinggi,
seperti paku tiang, dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan di bidang
pertanian paku air Azolla pinnata dilaporkan dapat meningkatkan kesuburan tanah
sebagai pupuk hijau (Heyne 1987; Sharpe et al 2010 ).
Bagian daun yang masih muda (pucuk daun) dari beberapa tumbuhan
paku, misalnya Athyrium esculentum, Marsilea crenata dan Matteuccia
struthiopteris (ostrich ferns) dapat digunakan sebagai sayur dan dikenal dengan
nama sayur pakis (Masykur & Irvianty 2011).
Habitat dan Penyebaran
Kekhususan habitat tumbuhan paku sudah dilaporkan oleh Cortez (2001).
Diperkirakan sekitar 65% tumbuhan paku dijumpai di daerah tropik basah mulai
dari dataran rendah, pegunungan, hutan, danau, kolam, penampungan air, di air
tawar dan di rawa bakau (Sastrapradja et al 1979; Andrews 1990; Wee 2002;
Winter dan Amoroso 2003). Kelompok tertentu bahkan dapat tumbuh di gurun,
walaupun tumbuh dengan perlindungan batu untuk menghindari panas langsung
dari cahaya matahari yang sangat terik (Camus et al. 1991). Meskipun banyak
dijumpai pada daerah lembab, Holtum (1966); Sastrapradja et al (1979);
Andrews (1990); Wee (2002); dan Winter dan Amoroso (2003) mengelompokkan
tumbuhan paku berdasarkan habitat dan kebutuhan akan cahaya, menjadi enam
kelompok. Pengelompokan tersebut adalah paku tanah yang menyukai naungan
(Shade ferns), paku tanah yang menyukai cahaya (sun ferns), paku memanjat,
paku epifit, paku yang hidup pada lingkungan tertentu seperti pada batu-batuan
atau daerah pinggiran sungai, paku aquatik, dan paku yang hidup di daerah
pegunungan tinggi.
Gleicheniacea salah satu suku yang mudah dijumpai di daerah terbuka
dan mempunyai penyebaran luas sebaliknya suku Cyatheaceae dijumpai hanya di
daerah pegunungan. Kelompok tumbuhan paku yang lain dijumpai hidup di air
tawar seperti Salvinia sp, Marselea sp. dan Azolla spp., Ceratopteris thalictroides
hidup di tepi rawa dan Acrostichum aureum dijumpai di hutan mangrove (Camus
et al. 1991; Wee 2002; Winter dan Amoroso 2003). Notholaena sinuate dan
Asplenium ceterah merupakan contoh tumbuhan paku yang hidup di daerah
kering bahkan dapat tumbuh kembali setelah kehilangan 95% kandungan airnya
(Camus et al. 1991).
Syarat tumbuh
Tumbuhan paku berkembang biak dengan spora yang dihasilkan oleh
sporangium. Keberhasilan perkecambahan spora dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain media tumbuh, kemasakan spora, air, kelembaban, aerasi, dan derajat
keasaman (pH). Media tumbuh yang baik akan menyediakan lingkungan yang
baik pula bagi perkecambahan spora tumbuhan paku (Jones 1987; Toogood
1999).
Jenis-jenis tumbuhan paku terestrial dan paku pohon seperti Dicksonia,
Cibotium, Cnemidaria, Cyathea, Nephelea, dan Trichipteris dapat tumbuh di
berbagai tipe tanah, namun umumnya menyukai tanah liat asam yang kaya bahan
organik. Pada umumnya tumbuhan paku terestrial dapat tumbuh di tanah

6

dengan drainase baik. Di dalam budidaya paku terestrial tanah berpasir
memerlukan lebih banyak penyiraman dan pemupukan dibandingkan tanah
lainnya, tetapi jenis tanah tersebut memberikan aerasi yang sangat baik, tidak
menumpuk garam dan merespon pupuk dengan cepat (Jones 1987; Hoshizaki dan
Moran 2001).
Hutan Kota
Hutan kota merupakan ruang terbuka hijau yang terdiri dari pohon-pohon
di dalam wilayah perkotaan atau di pinggir kota, berfungsi sebagai penyangga
lingkungan dalam pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna.
Pembangunan hutan kota merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan
kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang baik. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai
estetika dan fungsi resapan air serta menciptakan keseimbangan dan keserasian
lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Selain
itu hutan kota juga berguna untuk mengalokasikan, mempertahankan dan
memperluas lahan terbuka hijau untuk keseimbangan ekologi lingkungan kota,
yang pada saat ini sangat diperlukan untuk pembangunan kota berwawasan
lingkungan ( Zoer’aini 2005). Keberadaan hutan kota dapat menciptakan iklim
mikro yang nyaman bagi manusia karena adanya penutupan tajuk. Penutupan
tajuk atau kanopi yang rapat dalam hutan kota akan mempengaruhi iklim mikro
melalui tiga cara yaitu: (1) menurunkan radiasi; (2) menurunkan kecepatan angin;
dan (3) meningkatkan kelembaban relatif (Zoer’aini 2005). Iklim mikro yang
terbentuk di bawah kanopi pepohonan berbeda dengan di luarnya, sebab cahaya
yang masuk sampai ke lantai hutan lebih sedikit, kelembaban tinggi, dan
temperatur lebih rendah. Oleh sebab itu di dalam iklim mikro akan tumbuh jenis
tumbuhan lain seperti semak, semai, pancang, tumbuhan pemanjat, epifit, parasit
seperti benalu dan, saprofit (Whitmore 1980; Longman dan Jenick 1990; Slamet
2008).
Struktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang
ditanam sehingga terbentuk hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik
secara vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alami. Struktur vegetasi
secara garis besar ditentukan oleh bentuk pertumbuhan vegetasi, ukuran dan
bentuk tajuk, fungsi, ukuran dan tekstur daun (Mitchell 1989). Tumbuhan
berbentuk pohon yang menyusun vegetasi hutan kota, meliputi tumbuhan berkayu
yang mempunyai batang, bercabang-cabang, dan mempunyai ketinggian sampai
8 meter. Kelompok semak-semak, meliputi tumbuhan yang mempunyai beberapa
batang, dan umumnya mempunyai ketinggian di bawah 8 meter (Zoer’aini 2005)
Secara umum vegetasi hutan kota pada awalnya meliputi tumbuhan yang
bibitnya mudah diperoleh, mudah tumbuh (fast growing) sehingga cepat
membentuk kanopi yang rindang, tidak mudah terserang hama dan penyakit, dan
tidak memerlukan perawatan khusus. Tumbuhan ini antara lain akasia, mahoni,
flamboyan, bungur, glodogan, tanjung dan, angsana (Zoer’ani dan Arwindastri
1988). Pada penanaman 4000 pohon di hutan PT JIEP tahun 2011 dalam rangka
pencanangan perluasan hutan kota tingkat nasional, 70 % dari bibit yang ditanam
diharapkan akan tumbuh menjadi pohon dewasa. Kendala pada pasca penanaman
di PT JIEP justru pada hewan ternak yang sengaja dilepas oleh masyarakat di

7

hutan kota tersebut sehingga menyebabkan gagalnya pertumbuhan bibit. Kondisi
ini menyebabkan masih ada lahan terbuka sehingga gulma seperti rumputrumputan, pletekan dan ajeran tumbuh lebih subur (Lampiran 1).
Berbeda dengan hutan kota UI yang pada awalnya berupa perkebunan
karet, saat ini digantikan dengan jenis-jenis tumbuhan cepat tumbuh, pohon
buah-buahan seperti rambutan, kepel dan tumbuhan kayu seperti jati, meranti
dan merawan serta tumbuhan bawah seperti suweg. Pohon karet yang masih ada
sudah tidak produktif, tumbuh di tepi hutan kota atau tepi jalan sebagai tumbuhan
pelindung (Lampiran 2). Hutan kota Arboretum Cibubur, dibangun pada tahun
1984, merupakan kawasan hutan kota yang sengaja dibentuk sebagai sarana
pendidikan, latihan, rekreasi dan untuk mengenal kekayaan hutan Indonesia. Di
hutan kota ini sengaja ditanam dengan tumbuhan yang menyerupai hutan alami
sehingga dijumpai tanaman hutan seperti meranti, merawan, sempur, tusam,
dan pulai. Selain itu dijumpai juga tumbuhan pantai seperti pandan, dan bintaro
(Lampiran 3) (Pemprov DKI 2009).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan November 2011 sampai Maret 2012. Pada
awal pengambilan sampel bersamaan pada musim kering (bulan November 2011
sampai dengan awal Januari 2012) dan bulan Januari akhir sampai Maret
memasuki musim penghujan. Penelitian dilakukan di tiga hutan kota di wilayah
DKI Jakarta, yaitu hutan kota Universitas Indonesia, Arboretum Cibubur dan
hutan kota PT JIEP Pulogadung (Gambar 2).

Hutan Kota Universitas Indonesia
Hutan kota UI ditetapkan berdasarkan SK Rektor UI Nomor
84/SK/12/1988, tanggal 31 Oktober 1988, diperbaharui dengan SK Gubernur
Nomor 3487/1999 dengan nama Mahkota Hijau, yang difungsikan sebagai
wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana penelitian
dan sarana rekreasi alam. Hutan kota UI dengan luas sekitar 45 ha secara
geografis terletak pada 6˚20’ 45” LS dan 106˚ 49’ 15” BT. Hutan kota UI
berbatasan langsung dengan pusat kegiatan atau aktivitas yang terletak di kota
Depok. Wilayah hutan kota UI sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan
Jagakarsa, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Beji Timur dan sebelah
Timur dengan Kelurahan Pondok Cina.
Konfigurasi lapang kawasan kampus UI beserta hutan kotanya merupakan
hamparan landai dengan kisaran 3 – 8 % dan bergelombang ringan, dengan
kemiringan lereng 8 – 25 %. Ketinggian tempat 74 m dari permukaan laut (dpl).

8

Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat

A

Jakarta Timur
Jakarta Selatan

C
B

Gambar 2 Peta lokasi penelitian : Hutan kota PT JIEP Pulogadung (A);
Arboretum Cibubur (B) dan Universitas Indonesia (C)

Habitat kawasan hutan kota UI terdiri dari dua bentuk ekosistem yaitu a)
ekosistem perairan yang merupakan wahana tandon air (situ atau danau), dan b)
kawasan hutan kota yang direncanakan sebagai wahana koleksi pelestarian plasma
nutfah. Sebelum ditetapkan sebagai hutan kota kawasan ini merupakan kawasan
perkebunan karet, milik masyarakat setempat, sehingga pada awal pembentukan
dan penetapan menjadi hutan kota masih tersisa tumbuhan karet (Gambar 3).

Gambar 3 Lokasi penelitian hutan kota UI

9

Hutan Kota Arboretum Cibubur
Hutan kota Arboretum Cibubur dikenal dengan nama “Arboretum
Wanawisata Pramuka Cibubur”, penetapan lokasinya didasarkan atas Surat
Departemen Kehutanan No. 2570/89, tanggal 25 September 1989 dengan
pembaharuan SK Gubernur DKI Jakarta 872/2004, merupakan ruang terbuka
hijau di lingkungan Bumi Perkemahan Cibubur. Secara geografis terletak pada
6˚20’ 01” Lintang Selatan dan 106˚70’31” Bujur Timur,dengan luas kurang lebih
40 Ha. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan ini termasuk ke dalam
wilayah Jakarta Timur, Kecamatan Cipayung dan Kelurahan Cibubur dan terletak
tidak jauh dari jalan tol Jagorawi.
Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran hingga
bergelombang ringan, dengan ketinggian kurang lebih 43 m dpl. Kawasan
Arboretum Cibubur merupakan suatu kesatuan kompak dengan berbagai jenis
pepohonan yang merupakan koleksi dari beberapa jenis sebagai pusat pelestarian
plasma nutfah. Jenis yang dikembangkan merupakan koleksi dari berbagai jenis
tumbuhan yang dianggap dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Kawasan
ini merupakan daerah resapan air untuk kepentingan tata air tanah serta tempat
tinggal satwa liar (Gambar 4) (Pemprov DKI 2009).

Gambar 4 Lokasi penelitian hutan kota Arboretum Cibubur
Hutan Kota Jakarta Industrial Estat Pulogadung
Hutan kota di kawasan industri Pulau Gadung dikelola oleh PT JIEP,
ditetapkan berdasarkan surat persetujuan pengelolanya pada tahun 1988, yang
merupakan ruang terbuka hijau penyangga kawasan industri dan merupakan
daerah resapan air. Wilayah hutan kota ini diperbaharui dengan SK Gubernur
Nomor 870/2004 (Pemprov DKI 2009).
Secara geografis hutan kota ini terletak pada 6˚51’23” LS dan 106˚49’ 32”
BT, secara administrasi pemerintahan wilayah ini termasuk Jakarta Timur,
Kecamatan Cakung, Kelurahan Rawa Terate. Konfigurasi lapang kawasan ini
terdiri dari hamparan dataran rendah dengan ketinggian tempat kurang lebih 7,4
meter dpl. Kawasan hutan ini dibangun pada bagian tengah kawasan industri,
yang merupakan satu kesatuan ekosistem daratan dengan situ-situ yang ada
disekitarnya. Pada kawasan ini terdapat situ yang mampu menampung air kurang

10

lebih 235 juta m2 dengan kedalaman rata-rata 4,5 m. Kawasan hutan ini memiliki
fungsi utama sebagai daerah penampung air limpahan dari wilayah sekitarnya,
selain itu berfungsi juga sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kawasan
industri (Gambar 5). Industri yang ada di sekitar hutan kota PT JIEP antara lain
industri cat tembok, lem, otomotif, kimia, makanan, minumn dan, keramik.

Gambar 5 Lokasi penelitian hutan kota PT JIEP
Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan berupa peralatan lapangan untuk kegiatan
analisis vegetasi, pengukuran data lingkungan dan koleksi spesimen herbarium.
Bahan yang digunakan berupa spesimen segar dan herbarium dari vegetasi di
dalam plot dan di sekitar plot penelitian.
Prosedur
Analisis Vegetasi
Survey pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
keberadaan tumbuhan paku di lokasi penelitian. Analisis vegetasi dilakukan
dengan cara purposive sampling dengan metode kuadrat (Partomihardjo dan
Rahayoe 2004). Pada masing-masing areal penelitian dibuat jalur transek
sepanjang kurang lebih 200 m, secara acak, sebanyak tiga jalur pada tiap-tiap
hutan kota. Pada masing-masing jalur dibuat plot cuplikan ukuran (3 x 3) m² pada
setiap interval 10 m secara berseling sehingga setiap transek mempunyai 15 plot
pengamatan (Gambar 6). Data yang dicatat pada setiap plot adalah jumlah jenis,
persentase tutupan secara visual, dan frekuensi ditemukan suatu jenis, demikian
juga untuk tumbuhan bukan paku. Data-data pendukung lain yang dicatat adalah
habitat, habitus, warna daun sewaktu masih segar, dan letak spora.

11

3m

3m

10 m

Jalur transek

20 m

Jalur transek
Gambar 6 Desain plot analisis vegetasi ukuran (3 x 3) m²
Pada setiap plot analisis vegetasi dilakukan pengukuran faktor lingkungan
berupa persentase tutupan kanopi dengan menggunakan concave densiometer,
intensitas cahaya pada lantai hutan yang di ukur dengan menggunakan light meter,
suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan thermohigrometer.
Pengukuran suhu dilakukan pagi dan siang hari. Posisi dan ketinggian tempat dari
permukaan laut tertera pada global positioning system (GPS). Data suhu dan curah
hujan rata-rata, secara umum yang digunakan berdasarkan data dari Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) DKI Jakarta. pH tanah diukur menggunakan
pH meter dan analisis struktur dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia
Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Tumbuhan paku yang ada di dalam plot diidentifikasi berdasarkan
beberapa buku untuk identifikasi tumbuhan paku (Sastrapraja et al. 1979;
Sastrapraja dan Afriastini 1985; Piggot 1988; Andrews 1990 serta Winter dan
Amoroso 2003). Spesimen herbarium yang belum teridentifikasi diidentifikasi di
Herbarium Bogoriense (BO), Cibinong, Bogor. Ciri-ciri morfologi lain juga
diamati seperti bentuk, struktur dan ukuran daun; penyebaran dan bentuk sori.
Dari pengamatan ini dibuat kunci identifikasi untuk marga dan jenis.
Analisis Data
Data tumbuhan paku yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis
untuk memperoleh nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan
dominansi relatif (DR). Indeks nilai penting (INP) merupakan penjumlahan dari
nilai KR, FR, dan DR dari suatu jenis tumbuhan paku yang dihitung
menggunakan formulasi sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1988):
Kerapatan relatif (KR) =

Kerapatan suatu jenis x 100%
Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi relatif (FR) =

Frekuensi suatu jenis x 100%
Frekuensi seluruh jenis

12

Dominansi relatif (DR) =

Dominasi suatu jenis x 100%
Dominasi seluruh jenis

Kerapatan, frekuensi dan dominansi relatif merupakan hasil perhitungan
kerapatan, kehadiran dan penutupan tumbuhan paku terestrial di dalam plot
pengamatan. Kesamaan komposisi jenis tumbuhan paku antara tiga hutan kota
digambarkan dengan perhitungan indeks kesamaan jenis (IS) dengan rumus
sebagai berikut (Cox 1996):

Dimana :
IS= Indeks kesamaan komposisi jenis
A = Jumlah jenis pada masing-masing lokasi A
B = Jumlah jenih pada masing-masing lokasi B
C = Jumlah jenis yang sama pada lokasi penelitian yang dibandingkan
Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan paku digambarkan dengan indeks
keanekaragaman dan indeks kemerataan. Keanekaragaman jenis dihitung
berdasarkan indeks Shannon (H') dengan rumus sebagai berikut (Ludwig dan
Reynolds 1988):
H' = - ∑ [ ni/N] ln [ni/N]
H' : indeks keanekaragaman Shannon
ni : jumlah individu jenis ke-i
N : total jumlah individu semua jenis yang ditemukan.
Magurran (1988) menyatakan jika indeks keanekaragaman (H’)