Tree Species Evaluation for Urban Forest Plant Diversity Conservation in DKI Jakarta

(1)

EVALUASI JENIS POHON BAGI KONSERVASI

KERAGAMAN TANAMAN HUTAN KOTA DI DKI JAKARTA

CINDY ALIFFIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Evaluasi Jenis Pohon bagi Konservasi Keragaman Tanaman Hutan Kota di DKI Jakarta” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Cindy Aliffia A451100091


(4)

RINGKASAN

CINDY ALIFFIA. Evaluasi Jenis Pohon bagi Konservasi Keragaman Tanaman Hutan Kota di DKI Jakarta. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN, ISMAYADI SAMSOEDIN, dan SYARTINILIA.

Hutan kota di Indonesia hanya dapat dikukuhkan jika telah disetujui oleh pihak yang berwenang sesuai dengan Peraturan Pemerintah PP Nomor 63/2002. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi keragaman spesies tumbuhan di hutan kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keanekaragaman tumbuhan di hutan kota, dan untuk menganalisis kondisi fisik pohon hutan kota. Penelitian ini dilakukan di tiga hutan kota terpilih di DKI Jakarta, yaitu Universitas Indonesia (UI), Srengseng, dan PT. JIEP. Analisis vegetasi dan Shannon Wiener Indeks digunakan sebagai metode untuk menganalisis keanekaragaman tumbuhan. Dalam studi ini, kondisi fisik pohon juga diamati dengan mengobservasi kriteria fisik kondisi pohon yang ada. Hasil untuk analisis ini digunakan sebagai masukan untuk rekomendasi pengelolaan hutan kota dengan menggunakan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman jenis pohon di tiga hutan kota yang dipilih adalah sedang (1 <H '<3). Spesies lokal di UI dan PT. JIEP lebih dominan ditemukan daripada di hutan kota Srengseng. Kondisi fisik pohon di PT. JIEP hutan kota memiliki tingkat kerusakan tertinggi dibandingkan dengan dua lainnya hutan kota. Kesesuaian fungsi ekologis pohon yang diamati berdasarkan tipe hutan kota menunjukkan bahwa Hutan Kota PT. JIEP sebagai penyangga kawasan industri hanya memiliki 30% jenis pohon yang memiliki kategori baik sebagai penyerap polutan gas, sedangkan pada Hutan Kota UI dan Hutan Kota Srengseng fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kotanya telah sesuai untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Rekomendasi pengelolaan hutan kota dihasilkan dari analisis SWOT. Hal ini menghasilkan 10 rekomendasi untuk konservasi keragaman pohon di hutan kota berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal dari hutan tiga kota terpilih di DKI Jakarta.

Kata kunci: konservasi, spesies lokal, keragaman spesies pohon, pengelolaan hutan kota


(5)

Conservation in DKI Jakarta. Supervised by HADI SUSILO ARIFIN, ISMAYADI SAMSOEDIN and SYARTINILIA.

Urban forest in Indonesia can only be declared if it has been approved by the competent authorities in accordance with Goverment Regulation PP No. 63/2002. Therefore, it is necessary to evaluate the diversity of plant species in the urban forest. The purpose of this study is to analyze the plant diversity in the urban forest, and to analyze the physical condition of the urban forest’s trees. This study was conducted in three selected urban forest in DKI Jakarta, i.e. Indonesian University (UI), Srengseng and PT. JIEP. Vegetation Analysis and Shannon Wiener Index were used as a method for analyzing the plant diversity. In this study, the physical condition of the trees also were observed by scoring the physical criterias of the existing tree condition. Result for this analysis were used as input to urban forest management recommendations using SWOT analysis.

The result showed that the diversity of tree species in three selected urban forest is moderate (1 < H’ < 3). Indigenous species in UI and PT. JIEP predominant were found than in Srengseng urban forest. While the physical condition of trees in PT. JIEP urban forest have the highest levels of damage compared to the other two urban forest. Suitability of ecological functions of trees examined by urban forest type, shows that PT. JIEP Urban Forest as a buffer for industry region has only 30% of trees that have either category as absorbing gaseous pollutants. While the UI Urban Forest and the Srengseng Urban Forest, ecological functions of trees based on the type of urban forest have been appropriate for the city to provide comfort for visitors. Recommendations of Urban forest management are produced from SWOT analysis. It is resulted 10 recommendations for trees biodiversity conservation in urban forest based on internal factor and external factor of the three selected urban forest in DKI Jakarta.

Keywords: conservation, indigenous species, tree species diversity, urban forest management


(6)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

KERAGAMAN TANAMAN HUTAN KOTA DI DKI JAKARTA

CINDY ALIFFIA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

(9)

Nama : Cindy Aliffia

NIM : A451100091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Ketua

Dr. Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Sc. Anggota

Dr. Syartinilia, SP. M.Si. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 ini ialah keragaman tanaman di hutan kota, dengan judul Evaluasi Jenis Pohon bagi Konservasi Keragaman Tanaman Hutan Kota di DKI Jakarta. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap (ARL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih ditujukan untuk :

1. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. selaku Ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Sc. dan Dr. Syartinilia, SP. M.Si. selaku Anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan dukungan selama penelitian.

2. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis.

3. Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA. selaku Ketua program studi Arsitektur Lanskap.

4. Dr. Ir. Tarsoen Waryono, M.Si. (staf pengajar UI dan pakar hutan kota), Ir. Sugiarti, M.Sc. (Kebun Raya Bogor), Dr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si. (BPTP Tanaman Hutan Bogor), Ir. Subarudi, M.Sc. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementrian Kehutanan, Bogor), dan M. Sukarsa, ST. M.Ec.Dev. (Dinas Pertanian dan Kelautan Bidang Kehutanan Provinsi DKI Jakarta).

5. Bapak Rudy Sunarja Rivai, Ibu Vici Nila Wahyuni, saudara dan teman-teman.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk pengembangan hutan kota dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Bogor, Mei 2013


(11)

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Hutan Kota 5

Keanekaragaman Hayati 7

Konservasi Keragaman Tanaman 10

3. BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu 11

Alat dan Data Penelitian 12

Metode Penetuan Sampel Hutan Kota 13

Tahap Analisis Keragaman Jenis Tanaman 14

Tahap Analisis Kondisi Fisik Pohon 17

Tahap Analisis Fungsi Ekologis Pohon berdasarkan Tipe Hutan Kota

20 Tahap Penyusunan Rekomendasi Pengelolaan Hutan Kota 21 4. HASIL PENELITIAN

Analisis Situasional 22

Analisis Keragaman Tanaman 35

Analisis Kondisi Fisik Pohon 48

Analisis Fungsi Ekologis Pohon berdasarkan Tipe Hutan Kota 51 Rekomendasi Strategi Pengelolaan Hutan Kota berdasarkan

Analisis SWOT

65 5. PEMBAHASAN

Keragaman Tanaman 72

Kondisi Fisik Pohon 74

Fungsi Ekologis Pohon berdasarkan Tipe Hutan Kota 76 Rekomendasi Strategi Pengelolaan Hutan Kota berdasarkan

Analisis SWOT


(12)

6. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 81

Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 82

LAMPIRAN 86


(13)

1. Deskripsi empat bentuk kriteria yang membedakan peranan fungsi kawasan hijau perkotaan

5 2. Spesies pohon yang paling banyak ditemukan di pinggir jalan

di Jakarta dan asal – usulnya.

9

3. Alat penelitian dan fungsi 12

4. Jenis data, sumber dan kegunaannya 12

5. Skoring kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada pangkal akar dan batang

18 6. Skoring kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman

pada cabang dan daun

18

7. Skoring kerusakan mekanik pada pohon 19

8. Variabel fungsi ekologis dan kriteria penilaian 21 9. Luasan hutan kota yang telah dikukuhkan oleh SK. Gubernur

Provinsi DKI Jakarta.

22 10. Hutan kota yang telah dikukuhkan oleh pemerintah 23 11. Jenis pohon yang ditemukan di zona Vegetasi Asli 36 12. Jenis pohon yang ditemukan di zona Wales Barat 36 13. Jenis pohon yang ditemukan di zona Wales Timur 36 14. Jenis tanaman dengan INP dan indeks keragaman pada zona

Vegetasi Asli

37 15. Jenis tanaman dengan INP dan indeks keragaman pada zona

Wales Barat

38 16. Jenis tanaman dengan INP dan indeks keragaman pada zona

Wales Timur

39 17. Jenis tanaman lokal (indigenous species) dengan INP tertinggi

dan indeks keragaman pada Hutan Kota UI

40 18. Jenis pohon yang ditemukan di Hutan Kota Srengseng 41 19. Jenis tanaman dengan INP dan indeks keragaman pada Hutan

Kota Srengseng

42 20 Jenis pohon yang ditemukan di Hutan Kota PT. JIEP 43 21. Jenis tanaman dengan INP dan indeks keragaman pada Hutan

Kota PT. JIEP

44 22. Jenis pohon pada zona Vegetasi Asli dan asal-usulnya 45 23. Jenis pohon pada zona Wales Barat dan asal-usulnya 46 24. Jenis pohon pada zona Wales Timur dan asal-usulnya 46 25. Jenis pohon pada Hutan Kota Srengseng dan asal-usulnya 47 26. Jenis pohon pada Hutan PT. JIEP dan asal-usulnya 47 27. Kriteria penilaian aspek fungsi modifikasi suhu 52 28. Kriteria penilaian aspek fungsi kontrol kelembaban udara 53 29. Kriteria penilaian aspek fungsi peredam kebisingan 55 30. Kriteria penilaian aspek fungsi modifikasi suhu 56 31. Kriteria penilaian aspek fungsi kontrol kelembaban udara 57 32. Kriteria penilaian aspek fungsi peredam kebisingan 58


(14)

33. Kriteria penilaian aspek fungsi modifikasi suhu 60 34. Kriteria penilaian aspek fungsi kontrol kelembaban udara 61 35. Kriteria penilaian aspek fungsi peredam kebisingan 62

36. Kriteria penilaian aspek fungsi penahan angin 63

37. Kriteria penilaian aspek fungsi penyerap polutan gas 64

38. Matriks IFE 67

39. Matriks EFE 68

40. Matriks strategi SWOT untuk pengelolaan hutan kota 70 41. Prioritas strategi alternatif untuk konservasi keragaman jenis

pohon di hutan kota DKI Jakarta.

71

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pikir penelitian 4

2. Peta lokasi penelitian di DKI Jakarta 11

3. Bentuk plot Metode Kuadrat 14

4. Tahapan penelitian 15

5. Denah Hutan Kota UI 25

6. Tegakan pohon di Hutan Kota UI 27

7. Ekosistem danau dan hutan kota di Kampus UI 27

8. Pembagian zona di Hutan Kota Kampus UI 28

9. Denah Hutan Kota Srengseng 29

10. Tegakan pohon dalam Hutan Kota Srengseng 31

11. Fasilitas taman bermain bagi anak-anak 31

12. Perpaduan ekosistem danau dan hutan kota di Srengseng 31

13. Penanaman baru di Hutan Kota Srengseng 31

14. Peta Hutan Kota PT. JIEP 33

15. Papan nama Hutan Kota PT. JIEP 34

16. Tegakan pohon di hutan kota 34

17. Lahan hutan kota yang menjadi kebun 35

18. Kambing yang mencari makan di dekat tanaman yang baru ditanam

35

19. Kerapatan individu pada Hutan Kota UI 41

20. Kerapatan individu pada Hutan Kota Srengseng 42

21. Kerapatan individu pada Hutan Kota PT. JIEP 43

22. Kerusakan pada pohon yang terjadi di Hutan Kota UI 49 23. Kerusakan pada pohon yang terjadi di Hutan Kota

Srengseng

50 24. Kerusakan pada pohon yang terjadi di Hutan Kota PT.

JIEP

50


(15)

1. Kuisioner SWOT 86 2. Perhitungan bobot faktor internal dan eksternal 90 3. Pembobotan faktor internal dan eksternal pada tiga hutan

kota di DKI Jakarta


(16)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan kota saat ini semakin cepat sehingga perubahan fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya meningkat. Tidak jarang lahan yang seharusnya digunakan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dikorbankan menjadi area permukiman, jasa serta perdagangan, pendidikan, rekreasi, fasilitas umum, dan infrastruktur lainnya. Hal ini sering terjadi di kota-kota besar di Indonesia, tidak terkecuali di Jakarta.

Persentase RTH di Jakarta terus berkurang dari waktu ke waktu, hal ini akibat adanya perubahan fungsi lahan yang didesak oleh kebutuhan manusia di antaranya, oleh pertambahan jumlah penduduk dan arus urbanisasi yaitu proses perubahan dan perkembangan wilayah menjadi kota, padahal salah satu unsur pembentuk kenyamanan dan keindahan kota adalah tersedianya RTH. Empat efek utama dari urbanisasi adalah meningkatnya temperatur (efek pulau panas perkotaan), meningkatnya aliran permukaan karena permukaan yang tidak dapat ditembus air, keragaman jenis tanaman lokal yang rendah dan sebaliknya jenis keragaman tanaman introduksi yang tinggi, serta peningkatan produksi karbon dioksida (Margaret 2006).

Peningkatan luas RTH di wilayah DKI Jakarta merupakan langkah penting dan strategis di tengah menyusutnya luas RTH sekitar 0,6% per tahun selama kurun waktu 44 tahun dari sekitar 35% pada tahun 1965 menjadi 9,3% pada tahun 2009 (Subarudi dan Samsoedin 2010) sehingga masih diperlukan upaya-upaya ekstra untuk memenuhi target yang telah ditetapkan berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang yang mensyaratkan luas RTH di perkotaan sebesar 30% dengan perincian sekitar 20% untuk ruang publik dan 10% untuk ruang privat.

Salah satu bentuk RTH adalah hutan kota yang berfungsi sebagai wadah untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati di perkotaan. PP 63 tahun 2002 yang menjelaskan tentang hutan kota disebutkan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Ditinjau dari definisi tersebut, di dalam hutan kota manusia tidak dapat leluasa melakukan aktivitas, contohnya olahraga, rekreasi dan aktivitas lainnya, karena menyangkut yuridiksi hutan dan kehutanan. Namun, pada kenyataannya sebagian besar hutan kota yang telah ditetapkan oleh PP 63 tahun 2002 tidak sesuai dengan apa yang telah didefinisikan oleh PP tersebut sehingga perlu dilakukan evaluasi.Di samping itu, di dalam PP tersebut juga dijelaskan bahwa hutan kota harus disahkan oleh pejabat berwenang dan penunjukan area hutan kota yang paling minimal adalah 0,25 ha padahal dibutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengesahan oleh pejabat berwenang. Selain itu, cukup sulitnya menemukan area seluas 0,25 ha di perkotaan untuk dikembangkan menjadi hutan kota saat ini merupakan kendala bagi pengelola. Oleh sebab itu, evaluasi terhadap hutan kota yang sudah ada sangat penting untuk mewujudkan pengelolaan hutan kota yang berkelanjutan.


(17)

Setiap hutan kota mempunyai tipe masing-masing sesuai dengan peranannya pada daerah di sekitarnya, seperti Hutan Kota Universitas Indonesia yang berfungsi sebagai hutan kota penunjang akademik, Hutan Kota Srengseng sebagai kawasan rekreasi bagi daerah di sekitarnya, dan Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung yang merupakan hutan kota penyangga kawasan industri. Berbagai macam tipe hutan kota ini memperhitungkan keanekaragaman jenis pohon, dan pengelolaan sesuai tipe hutan kota tersebut, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mendalam pada tiga hutan kota dari 14 hutan kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengevaluasi tipe hutan kota yang telah ditetapkan.

Menurut Arifin dan Nakagoshi (2011), Jakarta merupakan trendsetter bagi kota-kota metropolitan di Indonesia. Setiap pencapaian dari kemajuan Jakarta akan secara umum diikuti oleh kota-kota yang lain contohnya adalah pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd) yang juga ditanam oleh kota-kota lainnya di Indonesia. Padahal setiap daerah memiliki kekhasan jenis tanaman masing-masing sesuai biofisik kawasannya. Begitu juga dalam hal pemilihan jenis tanaman yang lebih mengutamakan tanaman introduksi. Hal ini menjadi salah satu penyebab penurunan keanekaragaman hayati, khususnya pada hutan kota. Penurunan keanekaragaman hayati ini cenderung ditandai dengan meningkatnya jumlah penelitian yang mengindikasi bahwa keanekaragaman hayati merupakan peran yang penting pada fungsi ekosistem dalam jangka panjang. Banyak faktor yang memberikan kontribusi kepada penurunan keanekaragaman hayati termasuk modifikasi habitat, kompetisi dengan spesies introduksi, tuntutan manusia untuk spesies tertentu dan sebagai produksi, serta perubahan lingkungan yang cepat seperti fluktuasi iklim (Alvey 2006).

Pemilihan spesies introduksi tidak selamanya memberikan dampak negatif karena spesies introduksi juga ada beberapa yang memberikan banyak manfaat contohnya adalah produksi kayu, getah, buah dan manfaat lainnya. Namun, yang menjadi ancaman adalah spesies introduksi yang mempunyai sifat invasif sehingga mengalahkan spesies lokal yang harusnya tumbuh di tempat tersebut. The United Nations of Environment Programme (UNEP) memposisikan Indonesia pada posisi ke-3 dengan negara mega-biodiversitasnya setelah Brazil dan Kongo. Setiap wilayah Indonesia memiliki karakeristik ekologi masing-masing, hal ini menjadi potensi untuk menghasilkan vegetasi yang berbeda dari tiap daerah sehingga dapat meningkatkan keanekaragaman hayatinya. Oleh karena itu, pemanfaatan jenis tanaman lokal selain dapat diberdayakan sebagai jenis tanaman penciri, ia juga memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga betapa perlunya penelitian ini dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengembangkan potensi yang ada.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mencari solusi dan menyusun rekomendasi pengelolaan hutan kota dalam upaya konservasi keragaman jenis pohon di hutan kota. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, yang menjadi fokus pertanyaan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana keragaman jenis tanaman pohon pada tiga hutan kota terpilih? 2. Bagaimana kondisi fisik pohon pada tiga hutan kota terpilih?


(18)

3

3. Apakah fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe tiga hutan kota terpilih sudah terpenuhi?

4. Apakah rekomendasi yang dapat diberikan untuk konservasi keragaman jenis tanaman di hutan kota?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang muncul pada hutan kota di DKI Jakarta, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. menganalisis keragaman jenis tanaman pohon pada tiga hutan kota terpilih, 2. menganalisis kondisi fisik pohon pada tiga hutan kota terpilih,

3. menganalisis fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota yang terpilih,

4. menyusun rekomendasi pengelolaan hutan kota untuk konservasi keragaman jenis pohon hutan kota di DKI Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan data dan informasi yang mendukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan hutan kota, di antaranya adalah :

1. data dan informasi keragaman jenis tanaman, kondisi fisik pohon dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe tiga hutan kota terpilih di DKI Jakarta,

2. rekomendasi mengenai pengelolaan hutan kota bagi konservasi keragaman tanaman.

1.5. Kerangka Pemikiran

Keberadaan hutan kota saat ini terancam oleh beberapa permasalahan, padahal hutan kota memiliki potensi yang terkait dengan jasa lanskap. Salah satu jasa lanskap yang terkait adalah konservasi keanekaragaman hayati, oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi jenis pohon sebagai upaya untuk konservasi keragaman tanaman hutan kota di DKI Jakarta. Analisis vegetasi, indeks keragaman dan asal-usul tanaman digunakan untuk menganalisis keragaman tanaman. Kondisi fisik pohon dianalisis berdasarkan kerusakan akibat hama penyakit tanaman dan kerusakan mekanik. Analisis fungsi ekologis pohon berdasarkan hutan kota juga dilakukan untuk kesesuaian dengan fungsi hutan kota terhadap daerah di sekitarnya.

Hasil dari ketiga analisis menjadi masukan dalam penyusunan rekomendasi pengelolaan hutan kota, di samping itu FGD mengenai kebijakan hutan kota dan wawancara ahli yang terkait dengan hutan kota juga menentukan faktor eksternal dan faktor internal dalam penyusunan rekomendasi. Melalui analisis ini dihasilkan rekomendasi pengelolaan hutan kota sebagai upaya konservasi keragaman jenis tanaman sehingga diperoleh pengembangan hutan kota yang berkelanjutan.

Berikut adalah kerangka pikir dari kajian hutan kota yang dilakukan dan dititikberatkan terhadap keragaman tanaman hutan kota di Jakarta (Gambar 1).


(19)

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Rekomendasi Pengelolaan bagi Konservasi Keragaman

Tanaman pada Hutan Kota di DKI Jakarta

Fungsi Ekologis di Kawasan Rekreasi

FGD dan Wawancara Pengelolaan Hutan Kota untuk Analisis SWOT

Analisis Vegetasi

Kerusakan

akibat HPT Fungsi ekologis Penunjang Akademik Asal-usul

Pohon Fungsi Ekologis Penyangga

Industri Indeks Keragaman

Kerusakan mekanik Hutan Kota di Jakarta

yang sudah dikukuhkan

Struktur Hutan Kota Masalah:

Menurunnya penggunaan jenis tanaman lokal serta pengelolaan hutan kota yang tidak optimal sehingga tidak dapat memberikan manfaat yang

maksimal.

Potensi:

Hutan kota sebagai salah satu wadah keanekaragaman hayati di perkotaan yang dapat mengkonservasi jenis

tanaman khususnya tanaman lokal agar dapat meningkatkan jasa lanskap.

PP 63 Tahun 2002

Hutan Kota UI Hutan Kota Srengseng Hutan Kota PT. JIEP

Kondisi Fisik Pohon

Keragaman Tanaman Fungsi Ekologis Pohon


(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Hutan Kota 2.1.1 Definisi dan Pengertian

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara. Dalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan (Irwan 2008).

Fungsi kota adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya serta meningkatkan kualitas hidupnya, yaitu sebagai pusat pemerintahan, permukiman, pelayanan kerja, rekreasi, serta kegiatan lainnya. Aktivitas kota akan mempengaruhi lingkungan perkotaan, sama halnya dengan aktivitas penduduk yang berkaitan erat dengan kualitas hidupnya, dan kualitas hidup secara kolektif tercermin pada tersedianya fasilitas umum yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat kota.

Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No.41 Tahun 1999). Formasi ekosistem hutan merupakan tipe atau bentuk susunan ekosistem hutan yang terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan. 2.1.2 Hutan Kota

Masyarakat sudah menyadari bahwa ruang terbuka hijau (RTH) perlu dipertahankan namun sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, RTH terus ketinggalan dan perubahan RTH menjadi ruang terbangun sudah semakin terlihat akhir-akhir ini, akibatnya ketersediaan RTH semakin lama semakin berkurang. Saat ini terdapat empat bentuk kriteria yang membedakan peranan fungsi kawasan hijau perkotaan, yaitu taman kota, budi daya pertanian, jalur hijau perkotaan, dan hutan kota yang secara rinci disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Deskripsi empat bentuk kriteria yang membedakan peranan fungsi

kawasan hijau perkotaan.

No. Uraian

Kriteria bentuk kawasan hijau Taman

Kota

Budi daya Pertanian

Jalur Hijau Hutan Kota 1. Sasaran lokasi Kawasan

strategis sebagai penunjang keindahan kota

Permukiman, koefisien dasar bangunan (KDB) rendah

Jalan dan jalur pengaman

Areal konservasi

2. Peran dan Fungsi Estetika Rekreasi

Produksi oksigen, Kenyamanan lingkungan

Penyangga lingkungan, peredam kebisingan

Hidrologis Ekologis Ameliorasi Iklim, Oksigen,


(21)

Lanjutan Tabel 1

No. Uraian Kriteria bentuk kawasan hijau Taman

Kota

Budidaya Pertanian

Jalur Hijau Hutan Kota Habitat satwa, Kendali Lingkungan Fisik Kritis Perkotaan (LFKP) a. Estetika Terpadu Fisik alam Estetika Keragaman

jenis

b. Keindahan 100% 50% 70% 25%

3. Intensitas manajemen

Tinggi Sedang Sedang Rendah a. Pemeliharaan 100% 30-40% 50-60% 5-10% b. Revegetasi 2-8 tahun 30-40 tahun 5-10 tahun Umur

biologis pohon 4. Status pemilikan Umum dan

perorangan

Perorangan Umum Umum 5. Vegetasi Tanaman

hias, rerumputan Buah-buahan, tanaman hias, tanaman langka Pohon berstrata (perdu/semak) Pohon bertajuk lebar dan perakaran dalam a. Jumlah pohon 5-6 phn/Ha 100 phn/Ha 400 phn/Ha 900 phn/Ha b. Jumlah jenis 2-4 jenis/Ha 3-5 jenis/Ha 5-8 jenis/Ha >15 jenis

c. Jenis langka 5% 60% - 10%

d. Tumbuhan bawah Perdu berbunga 60% Vegetasi dasar 10%

Rumput 60% Vegetasi dasar 100%

e. Plasma nutfah 5% 60% 5% 90%

f. Rerumputan Terpelihara 80%

Terpelihara 5% Terpelihara 50%

- 6. Fungsi Jasa

a. Resapan air 5% 75% 10% 100%

b. Ekologi 10% 90% 30% 100%

c. Produksi - 100% - 10%

d. Pendidikan 20% 100% 20% 80%

Nilai Konservasi (CP)

(Backer,1952)

33% 65% 33% 90%

Sumber: Waryono dalam Samsoedin dan Waryono (2010)

Dilihat pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa hutan kota memiliki manfaat yang paling banyak, di antaranya tumbuhan hutan kota memiliki peranan fungsi jasa bio-eko-hidrologis, sehingga nilai konservasi (CP) sebesar 90%. Pepohonan yang dibudidayakan memiliki umur panjang, dan mampu tumbuh dalam satu atau beberapa asosiasi antar tumbuhan. Selain asosiasi pepohonan hutan kota yang dibudidayakan juga memiliki kemampuan tumbuh dengan membentuk strata tajuk (Samsoedin dan Waryono 2010).

Menururt Carpenter, Walker dan Lanphear (1975) ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama yaitu untuk kelangsungan fungsi ekologi (penjaga


(22)

7

keseimbangan ekosistem kota), untuk berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar (ketersediaan air bersih, udara segar, suhu nyaman), serta untuk meningkatkan karakter dan kualitas lingkungannya seperti keindahan dan pelembut arsitektur kota. Salah satu contoh yang baik adalah pada saat nilai natural digabung dalam pengelolaan hutan kota modern yaitu pada Amsterdam Bos di Belanda. Bos yang sebelumnya dikenal dengan nama ‘Boschplan’, awalnya dikembangkan sebagai area rekreasi dengan diimbangi area tegakan pohon, ruang terbuka, dan badan air, dengan rekreasi yang aktif berdasarkan tradisi mereka. Jenis pohon lokal yang digunakan saat pembangunan hutan kota menjadi keunikan tersendiri pada saat itu (Konijnendijk 2008).

2.2 Keanekaragaman Hayati

Laju kehilangan keanekaragaman hayati merupakan fenomena global. Hal ini diestimasi bahwa kemungkinan setengah atau lebih dari seluruh spesies yang ada dapat beresiko punah dalam pendugaan di masa depan (Myers 1996; Sax dan Graines 2003). Penelitian keanekaragaman hayati pada lanskap skala luas juga mengungkapkan bahwa area perkotaan secara relatif terdiri dari level keanekaragaman hayati yang tinggi. Kuhn, Brandl, Klotz (2004) menguji lanskap Jerman dengan membagi kawasan ke dalam grid cell kota dan non-kota. Kekayaan spesies lokal dan introduksi secara signifikan tinggi di dalam grid cell kota. Mereka berpendapat bahwa kemungkinan disebabkan oleh keanekaragaman geologi. Kedua lokasi kota Jerman dan lokasi keanekaragaman vegetasi lokal secara positif berkorelasi dengan lokasi yang geologinya bermacam-macam. Selain itu, penanaman spesies lokal penting untuk dipertimbangkan dalam perspektif konservasi. Sama halnya dengan keragaman genetik yang menjadi unit fundamental dari keanekaragaman hayati. Spesies lokal juga secara alami dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat (Hartley 2002).

Banyak tekanan yang sudah difokuskan pada restorasi spesies lokal di lingkungan perkotaan. Homogenisasi biotik menurunkan keanekaragaman hayati, dan pentingnya penanaman spesies lokal sementara penurunan dampak spesies invasif telah dikenal. Banyak kota yang telah mengadakan program manajemen spesies invasif dan tidak aktif menanam spesies invasif (Alvey 2006).

Hal yang harus dipertimbangkan dari pemilihan tanaman introduksi adalah hilangnya beberapa spesies karena invasi serta adanya hubungan positif antara spesies invasi dan area yang luas. Tidak dipungkiri manusia menjadi salah satu faktor utama penyebab persebaran spesies introduksi ini. Namun, kekayaan spesies yang tinggi akan membuat komunitas tanaman lebih tahan terhadap invasi spesies introduksi (Renofalt, Jansson, dan Nilsson 2005). Ada beberapa cara spesies introduksi yang bersifat invasif dapat mempengaruhi keberadaan spesies lokal atau ekosistem. Beberapa spesies seperti Psidium cattleanum di Mauritus, dapat membuat spesies lokal tidak dapat melakukan regenerasi. Psidium cattleanum ini dipercaya memproduksi zat alelopati yang dapat menekan pertumbuhan tanaman lain (Hamilton dan Hamilton 2006), oleh sebab itu pemilihan spesies lokal sangat penting dalam menjaga keragaman tanaman dalam suatu wilayah.

Pilihan untuk mengusung keanekaragaman hayati di perkotaan di antaranya fokus pada taman kota dan hutan kota. Penelitian telah menunjukkan taman kota dan/atau hutan kota yang luas adalah yang terbaik kekayaan jenisnya.


(23)

Setelah mensurvei 15 kawasan hijau di Flander, Cornelis dan Hermy (2004) dalam Alvey (2006) menemukan area tersebut merupakan faktor utama yang menjelaskan variasi indikator keanekaragaman hayati.

2.2.1 Komponen Kunci Keanekaragaman Populasi

Terdapat empat komponen kunci bagi keanekaragaman populasi, yaitu : 1. Kekayaan populasi

Kekayaan populasi adalah jumlah dari spesies pada suatu populasi pada area tertentu, yang bergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendeliniasi batas populasi.

2. Ukuran populasi

Ukuran populasi adalah data tentang jumlah dari individu per populasi yang menyediakan indikator dari distribusi frekuensi dari ukuran populasi. 3. Distribusi populasi

Komponen ketiga dari keanekaragaman populasi adalah spasial distribusi pada populasi di lokasi penelitian. Manfaat pengukuran populasi ini adalah mengetahui kemungkinan maksimum persebaran populasi.

4. Diferensiasi genetik dari populasi

Komponen terakhir dari keanekaragaman populasi adalah diferensiasi genetik di dalam dan di antara populasi. Dari kedua perspektif konservasi dan jasa ekosistem lebih banyak variasi genetik di dalam populasi sehingga mempunyai daya lenting jika berhadapan dengan perubahan lingkungan (Luck, Daily, Ehrilich 2003).

2.2.2 Keragaman Tanaman di Indonesia

Indonesia berada di antara lima teratas negara dengan keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies tumbuhan, dengan 55% spesies endemik (Asis 2010; LIPI 2010), oleh karena itu, Indonesia adalah salah satu hot spot ekologis di dunia. Namun, tingkat deforestasi di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia: hutan menghilang dari Indonesia pada tingkat 3,8 juta ha per tahun atau 7,2 ha per menit. World Resource Institute (WRI) tahun 2008 melaporkan bahwa hanya ada 20% dari yang semula 130 juta ha, sisa hutan di Indonesia. Tujuh puluh dua persen dari hutan alami di Indonesia ini sudah diubah ke dalam permukiman, areal industri, areal pertanian, perkebunan, padang penggembalaan, dan sebagainya. Empat puluh empat persen dari habitat natural ini juga berubah ke dalam peruntukan lain di areal perdesaan.

Jakarta sebagai ibukota negara merupakan trendsetter bagi kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia. Setiap pencapaian dari kemajuan Jakarta akan secara umum diikuti oleh kota-kota yang lain. Kim, Watannabe, Hakim, Nakagoshi (2006) dalam Arifin dan Nakagoshi (2010), mengklasifikasi ruang terbuka hijau perkotaan di Jakarta ke dalam empat tipe berdasarkan tipe penggunaan lahan dan fungsinya: taman publik, ruang terbuka hijau pedesaan, nurseri (kebun bibit), atau jalur hijau jalan.

Berdasarkan riset yang dihasilkan dari 11 ruang di dalam perkotaan di Jakarta, totalnya terdapat 80 spesies liar yang ditemukan di dalam lapisan pohon. Ruang pada jalur hijau jalan terdiri dari koridor linear di antara trotoar. Pterocarpus indicus Willd adalah spesies pada jalur hijau jalan yang paling dominan. Seratus sembilan belas spesies pohon telah diidentifikasi diantara


(24)

9

25.706 pohon individu yang berlokasi di 113 jalur hijau jalan di lima kotamadya di Jakarta. Delapan puluh tiga spesies pohon dicatat di Jakarta Selatan, 59 spesies di Jakarta Pusat, 70 spesies pohon di Jakarta Barat, 69 spesies pohon di Jakarta Utara, dan 69 spesies pohon di Jakarta Timur (Nasrullah, Suryowati, dan Budiarti 2009).

Menurut studi tersebut sepuluh spesies pohon yang paling sering ditemukan (78,8% populasi) di jalur hijau pinggir jalan adalah Swietenia macrophylla King, Pterocarpus indicus Willd, Mimusops elengi L, Polyalthya fragrans Sonn, Cerbera manghas L, Ficus benjamina L., Diallium indum, Roystonea regia (Kunth), Polyaltya longifolia, dan Bauhinia purpurea L. Selanjutnya, sembilan spesies pohon yang umum ditemukan di Jakarta Pusat (Canarium indicum L, Tamarindus indica, Khaya senegalensis (Desr.)), Jakarta Barat (Ficus lyrata Warb, Artocarpus integra (Thunb.) Merr, Samanea saman (Jacq.) Merr.), Jakarta Timur (Areca catechu L, Mangifera indica L.), dan Jakarta Utara (Tamarindus indica L, Cocos nucifera L.).

Mobilitas spesies pohon, dinamika, dan transportasi lebih mudah dan lebih cepat dalam era global ini. Bagaimanapun, untuk program konservasi keanekaragaman hayati, spesies asli lebih baik daripada spesies eksotik. Berdasarkan hasil identifikasi, asal muasal spesies pohon (Tabel 2), diantara 19 spesies yang dikenal, hanya sembilan (47,4%) yang merupakan spesies asli Indonesia. Penggunaan spesies lokal atau asli dalam program penghijauan perkotaan itu dianjurkan agar memelihara konservasi spesies ex situ.

Tabel 2. Spesies pohon yang paling banyak ditemukan di pinggir jalan di Jakarta dan asal-usulnya.

No. Spesies Asal Lokal/Introduksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Swietenea macrophylla King

Pterocarpus indicus Willd.

Mimusops elengi L.

Polyalthya fragrans (Dalz.)

Cerbera manghas L.

Ficus benjamina L.

Diallium indum L.

Roystonia regia (Kunth)

Polyaltya longifolia Sonn.

Bauhinia purpurea L.

Canarium indicum L.

Tamarindus indica L. Khaya senegalensis (Desr.)

Ficus lyrata Warb.

Artocarpus integer (Thunb.) Merr.

Samanea saman (Jacq.) Merr.

Cocos nucifera L.

Areca catechu L. Mangifera indica L.

Amerika Latin Indonesia Indonesia India Indonesia Indonesia Indonesia Amerika Latin India Asia Kontinental

Indonesia, Papua Nugini Tropikal Afrika, Asia Barat Afrika

Afrika

Thailand, Malaysia, Indonesia Amerika tropis

Pantropikal India–Indonesia India–Burma

Introduksi Lokal Lokal Introduksi Lokal Lokal Lokal Introduksi Introduksi Introduksi Lokal Introduksi Introduksi Introduksi Lokal Introduksi Lokal Lokal Introduksi


(25)

Sebagai perbandingan, Pham dan Nakagoshi (2008) melakukan riset di area kota pada bagian kota kuno, Hanoi, Vietnam. Di sana terdapat variasi spesies tumbuhan yang tinggi di Hanoi: 644 spesies termasuk 247 genus dan 157 famili. Secara khusus, terdapat 13 spesies tumbuhan yang berharga dan langka serta 150 spesies introduksi termasuk 78 genus dan 54 famili.

2.3 Konservasi Keragaman Tanaman

Identifikasi struktur atau proses pada suatu ekosistem akan diikuti dengan penerimaan jasa lingkungannya. Elemen ekosistem ini seperti spesies, komunitas atau struktur ekologi sama seperti proses putaran yang kompleks atau perubahan terus menerus atau kombinasi dari semua bentuk. Contohnya adalah melalui fotosintesis, sebuah hutan menyediakan jasa lingkungan global dalam hal penyerapan karbon dan beberapa spesies di hutan dapat digunakan untuk kayu bakar sementara yang lain digunakan untuk tanaman hias. Beberapa elemen ekosistem dipengaruhi oleh lokasi ekosistem dalam lanskap fisik dan ekologis (Lamarque, Quetier, Lavorel 2011). Salah satu jasa lanskap yaitu konservasi keanekaragaman hayati yang diterapkan pada hutan kota bagi lingkungan perkotaan sangat bermanfaat untuk mengurangi dampak lingkungan.

Akar permasalahan dari konservasi ini di antaranya adalah besarnya laju kehilangan keragaman tanaman dan ukuran pertumbuhan populasi manusia, yang membuat tekanan untuk merusak habitat alami, serta pengerukan sumber daya dari alam liar kemudian dibuat menjadi pertanian intensif. Pada beberapa area, peningkatan populasi berkontribusi terhadap perpindahan manusia untuk resettlement yang menjadi penyebab utama hilangnya habitat alami. Contoh perpindahan manusia yang telah direncanakan adalah di Indonesia, sejak 1947 pemerintah memberlakukan kebijakan transmigrasi yaitu perpindahan area yang padat penduduknya seperti Jawa ke area yang sedikit penduduknya seperti Kalimantan (Hamilton dan Hamilton 2006).

Hutan kota sebagai wadah keanekaragaman hayati di perkotaan memiliki banyak manfaat dengan area yang ditumbuhi berbagai macam tanaman. Tanaman mempunyai nilai estetika dan fungsional, dalam hubungannya dengan arsitektur lanskap. Tanaman di dalam hutan kota ini sendiri difokuskan pada pohon. Pohon yang normal memiliki tiga karakteristik standar yaitu sistem percabangan yang simetris dan rimbun, bentuk daun yang menarik, dan perakaran yang sehat (Pirone 1972). Nilai estetika dan fungsional dari pohon diantaranya sebagai pengontrol visual, penghalang fisik, kontrol terhadap iklim (zona-zona kenyamanan, pengatur radiasi matahari dan suhu, pengarah angin, pengontrol presipitasi dan kelembaban, peredam kebisingan, penyaringan dan pengkayaan udara, serta pengendali mutual air), pengontrol erosi, habitat kehidupan liar, dan nilai-nilai estetika (Carpenter et al., 1975), oleh sebab itu konservasi keragaman tanaman sangat diperlukan di tengah lingkungan perkotaan.


(26)

3. METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Hutan kota di DKI Jakarta yang telah dikukuhkan oleh pejabat berwenang berjumlah 14 hutan kota berdasarkan PP 63 Tahun 2002, namun untuk penelitian difokuskan pada tiga hutan kota berdasarkan tipe kawasannya, yaitu Hutan Kota Universitas Indonesia, Hutan Kota Srengseng, dan Hutan Kota PT. JIEP. Pada PP 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Lokasi hutan kota berada pada kawasan administratif DKI Jakarta pada koordinat 607’0’’ LS - 6024’00’’ LS dan 106040’30’’ BT - 106058’30’’ BT (Gambar 2), sedangkan lokasi yang dilakukan penelitian lebih mendalam adalah Hutan Kota Universitas Indonesia yang terletak di kawasan administratif Jakarta Selatan, serta Hutan Kota Srengseng di kawasan administratif Jakarta Barat dan Hutan Kota PT. JIEP yang terletak di kawasan administratif Jakarta Timur.

Sumber : Samsoedin dan Waryono 2010


(27)

Hutan kota Universitas Indonesia menurut tata letaknya berada pada 60 21’23” LS dan 1060 32’34” BT.

Hutan kota ini berada dalam wilayah Kelurahan Srengseng Sawah dan Kecamatan Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan. Hutan Kota Srengseng berada pada 60 13’12” LS dan 1060 49” BT. Kawasan ini berada di wilayah administrasi Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung berada pada 60 51’23” LS dan 1120 49’32” BT dan masuk ke dalam wilayah Kelurahan Rawaternate, Kecamatan Cakung, administrasi Kota Jakarta Timur.

Waktu penelitian yang meliputi tahapan pengumpulan data, klasifikasi data, analisis dan sintesis serta penyempurnaan laporan final penelitian dilakukan selama tujuh bulan, dimulai dari bulan Juni 2012 hingga bulan Desember 2012. 3.2 Alat dan Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan beragam alat survei dan alat spesifik dan peralatan berupa perangkat keras maupun perangkat lunak komputer (Tabel 3). Tabel 3. Alat penelitian dan fungsi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dipandu oleh rincian jenis data, sumber, dan kegunaannya (Tabel 4). Data tersebut mencakup data fisik, biologi, dan pengelolaan yang digunakan untuk menganalisis keragaman jenis tanaman pada hutan kota untuk konservasi berdasarkan tipe hutan kota tersebut. Data tersebut didapatkan melalui observasi lapang, wawancara dengan pengelola, serta permintaan data resmi dari instansi terkait dan studi pustaka.

Tabel 4. Jenis data, sumber dan kegunaannya

No. Jenis Data Unit Sumber Cara Analisis Kegunaan Aspek Biofisik

1. Peta Dasar Lembar Data pengelola

Deliniasi Lokasi sampel hutan kota dan luas wilayah

2. Tanah Jenis

tanah

Data pengelola

Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman

3. Iklim : a. Suhu Udara b. Curah Hujan c. Kelembaban

Udara

d. Lama Penyinaran Matahari

e. Kecepatan Angin

0

C mm/bulan % % m/s

BMKG Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman

Alat penelitian Fungsi

Hardware

1.Kamera digital

2.Meteran, dBH meter, tally sheet 3.GPS

Dokumentasi Pengukuran di tapak

Penentuan lokasi titik sampel

Software

Auto CAD 2010, Adobe Photoshop CS3, Corel DRAW X4


(28)

13

Lanjutan Tabel 4.

4. Topografi - altitude

m dpl Survei lapang Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman

5. Jenis pohon Spesies Dinas Pertamanan, survei lapang

Deskripsi Analisis keanekaragaman hayati

6. Keragaman tanaman % Pengukuran Shanonn-Wiener, Analisis vegetasi

Analisis keanekaragaman hayati

7. Kesehatan Pohon - Kerusakan

tanaman akibat HPT pada pangkal akar dan batang

- Kerusakan tanaman akibat HPT pada cabang dan daun % % % Survei lapang Survei lapang Skoring Skoring

Persentase kerusakan pohon

Persentase kerusakan pohon

- Kerusakan mekanik

% Survei lapang Skoring Persentase kerusakan pohon 8. Fungsi Ekologis Pohon

- Peredam kebisingan - Peneduh - Kelembaban

Udara

- Penahan angin - Penyerap polutan

gas % % % % % Survei lapang Survei lapang Survei lapang Survei lapang Survei lapang Skoring Skoring Skoring Skoring Skoring

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Aspek Pengelolaan 1. Undang-Undang

dan Perda

Lembar Internet, Dinas Kehutanan DKI Jakarta

Deskripsi Analisis pengelolaan hutan kota

2. Penyusunan rekomendasi

lembar Ahli yang terkait hutan kota

SWOT Penyusunan rekomendasi pengelolaan hutan kota

3.3 Metode Penentuan Sampel Hutan Kota

Evaluasi keragaman tanaman hutan kota ini dilakukan dengan metode purposive sampling pada tiga hutan kota yang telah disahkan oleh pejabat berwenang berdasarkan PP 63 tahun 2002. Berdasarkan SK Gubernur mengenai penetapan ketiga hutan kota ini Hutan Kota UI dan Hutan Kota Srengseng merupakan tipe hutan kota konservasi, sedangkan Hutan Kota PT. JIEP merupakan tipe hutan kota kawasan industri. Berdasarkan PP 63 Tahun 2002 penunjukkan lokasi hutan kota didasarkan pada pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan kondisi fisik area. Pemilihan sampel hutan kota berdasarkan kondisi lingkungan di sekitar hutan kota dilakukan pada penelitian ini. Ketiga lokasi hutan kota ini difokuskan berdasarkan fungsi masing-masing terhadap kawasan sekitarnya yaitu hutan kota penyangga lingkungan


(29)

pendidikan yaitu Hutan Kota UI, hutan kota rekreasi yaitu Hutan Kota Srengseng dan hutan kota penyangga kawasan industri yaitu Hutan Kota PT. JIEP.

Penentuan plot pada tiga hutan kota ini dilakukan berdasarkan pola tanaman yang ada di lapang, dan batas ekologis area sehingga dapat mewakili keseluruhan area hutan kota. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5%. Tahapan penelitian dalam evaluasi hutan kota ini difokuskan kepada struktur hutan kota, dengan mengkaji keragaman jenis tanaman, kondisi fisik, dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota (Gambar 3).

Untuk mencapai tujuan penelitian, secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan sebagai berikut :

3.4 Tahap Analisis Keragaman Jenis Tanaman 3.4.1 Keragaman Tanaman

Inventarisasi pada tahapan ini difokuskan pada keragaman tanaman, kondisi fisik pohon, dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota. Dalam menentukan keragaman tanaman ini dilakukan dua metode untuk mengukur keanekaragaman hayati yang ada pada hutan kota tersebut, yaitu dengan menggunakan analisis vegetasi dan indeks keragaman (Index Shannon) pada setiap sampel di hutan kota. Pengukuran keragaman tanaman pada hutan kota ini dilakukan observasi pada tiga hutan kota terpilih, dengan memilih lokasi yang dianggap mewakili (purposive sample) sebagai sampel, yang terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapang (ground check) pada area hijau sesuai dengan pola vegetasi yang ada pada hutan kota agar dapat mendapatkan keterwakilan pada setiap hutan kota. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5%.

Pada masing-masing lokasi hutan kota yang dipilih, dibuat petak penelitian dengan metode petak kuadrat (20 m x 20 m = 0,04 ha) yang terlihat pada Gambar 4, banyaknya ulangan sesuai dengan batasan minimal pada masing-masing luas hutan kota.

20 m x 20 m 10 m x 10 m 5 m x 5 m

Sumber : Gonard, Romane, Regina and Leonardi 2004; Balaguru, Britto, Natarajan and Soosairaj 2004


(30)

Gambar 4. Tahapan Penelitian

Rekomendasi Pengelolaan bagi Konservasi Keragaman Tanaman pada Hutan Kota di DKI Jakarta Hutan Kota di Jakarta yang telah

dikukuhkan oleh pejabat berwenang

Struktur Hutan Kota

Keragaman tanaman Kondisi Fisik Pohon Fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota

Analisis kesehatan pohon Pendaftaran nama lokal

dan nama latin

Pecarian asal-usul pohon melalui studi literatur

Analisis jenis pohon lokal yang potensial

1. Analisis vegetasi 2. Indeks keragaman

Analisis keanekaragaman hayati pada hutan kota

Fungsi ekologis pohon sebagai :

1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban

udara Pengamatan

kondisi fisik pohon berdasarkan : 1. Kerusakan

akibat HPT 2. Kerusakan

mekanik

Fungsi ekologis pohon sebagai :

1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban

udara

4. Penahan angin 5. Penyerap polutan

Analisis fungsi pohon berdasarkan masing-masing tipe hutan kota

FGD dan Wawancara Pengelolaan Hutan Kota di DKI Jakarta untuk Analisis SWOT

Fungsi ekologis pohon sebagai :

1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban

udara Keragaman jenis tanaman

Pendaftaran jenis pohon yang diamati di lapang

Hutan kota Penunjang Akademik

Hutan kota Kawasan Rekreasi

Hutan kota Penyangga Kawasan

Industri Kesehatan Pohon

Hutan Kota UI Hutan Kota Srengseng Hutan Kota PT. JIEP


(31)

Parameter yang ingin diketahui dari kegiatan analisis vegetasi ini adalah sebagai berikut:

1) Petak contoh pancang (5m x 5m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh).

2) Petak contoh tiang (10m x 10m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk.

3) Petak contoh pohon (20m x 20m): komposisi jenis, diameter setinggi dada (Dbh), tinggi tajuk.

Adapun batasan tingkat pertumbuhan tanaman yang dibatasi pada jenis pohon, yaitu sebagai berikut :

Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5m. dalam kelompok ini termasuk pula perdu, dan anakan pohon.

Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10 - 20 cm, dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempunyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini. Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang > 20 cm. 3.4.2. Analisis Vegetasi

Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis tanaman dilakukan pengukuran kekayaan spesies (Nowak, Crane, Stevens, Hoehn, Walton, Bond 2008), maka pada masing-masing plot pengamatan dilakukan analisis kerapatan, frekuensi, dan dominasi untuk setiap jenis tumbuhan. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Indriyanto 2006) :

Kerapatan suatu jenis (K) = Jumlah individu suatu jenis

Luas petak contoh

Kerapatan relatif suatu jenis (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis (F) = Jumlah sub – petak ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh sub-petak contoh Frekuensi relatif suatu jenis (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100%

Frekuensi seluruh jenis

Dominansi suatu jenis (D) = Jumlah luas bidang dasar suatu jenis Luas area sampel

Dominansi relatif suatu jenis (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis

Selanjutnya dihitung nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk mengetahui jenis dan tingkat tumbuhan yang dominan dengan rumus sebagai berikut :


(32)

17

INP = KR + FR + DR

Secara kuantitatif, gambaran kualitas tegakan dapat dilihat berdasarkan indeks keragaman.

Indeks keragaman Shannon (Cassatella, Peano 2011; Indriyanto 2006; Gonard, Romane, Regina and Leonardi 2004; Nowak 1993) :

Keterangan:

H1 = Indeks Diversitas Shannon

ni = Jumlah nilai penting satu jenis N = Jumlah nilai penting seluruh jenis ln = Logaritme natural (bilangan alami)

Nilai perhitungan indeks keragam (H) tersebut menunjukkan bahwa jika: H < 1 : Keragaman spesies rendah

1 < H < 3 : Keragaman spesies sedang H > 3 : Keragaman spesies tinggi 3.4.3 Asal-usul Pohon

Inventarisasi pada tahap ini juga difokuskan pada pendaftaran seluruh jenis pohon pada tiga hutan kota didaftarkan jenis-jenis pohon yang ditemui di plot sampel. Seluruh jenis pohon yang didaftarkan kemudian dicari asal-usulnya dengan cara studi literatur berdasarkan Prosea (Plant Resources of South East Asia), IUCN red list (http://www.iucnredlist.org/) dan World Agroforestry Centre (http://www.worldagroforestrycentre.org). Analisis jenis pohon yang akan direkomendasikan adalah jenis pohon lokal, yaitu pohon yang berasal dari daerah Malesia.

3.5 Tahap Analisis Kondisi Fisik Pohon

Struktur hutan kota juga didasarkan pada empat karakteristik yaitu daerah batang (DBH), spesies, kondisi pohon, dan lokasi (Nowak et al. 2008). Pada tahapan struktur hutan kota juga dilakukan penilaian kualitas fisik pohon (kondisi pohon) yang dilakukan dengan skoring/nilai dan deskriptif. Pengamatan ini dibatasi pada pohon peneduh berukuran dewasa dengan diameter di atas 10 cm. Pengamatan kondisi fisik pohon yang dilakukan berdasarkan keadaan visual keseluruhan pohon dengan penekanan pada bagian pangkal akar yang berada di permukaan tanah, batang, daun dan percabangan.

Pengamatan dengan skoring/nilai dilakukan untuk kerusakan hama dan penyakit tanaman dan kerusakan mekanik. Pengamatan secara deskriptif berdasarkan pengamatan visual di lapang dilakukan untuk kerusakan teknik. Sistem penilaian kerusakan pohon berdasarkan sistem skoring/nilai sebagai berikut:

1) Kerusakan yang disebabkan hama dan penyakit tanaman

Pengamatan kerusakan yang disebabkan hama dan penyakit tanaman dibagi menjadi 2 bagian pengamatan pada pohon, adalah : (a) kerusakan


(33)

disebabkan hama dan penyakit pada pangkal akar di permukaan tanah dan batang (Tabel 5); (b) kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada cabang dan daun (Tabel 6).

Tabel 5. Skoring kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada pangkal akar dan batang

No. Kerusakan Hama dan Penyakit Nilai 1. Tidak ada kerusakan hama dan penyakit 0 2. Adanya kerusakan hama dan penyakit 1 3. Adanya Tumbuhan parasit (jamur, benalu) 2 4. Batang kering/lapuk; Akar kering/lapuk 3 5. Batang busuk; Akar busuk 4 6. Gerowong/keropos yang tampak 5

Sumber : Jumarni 2004

Tabel 6. Skoring kerusakan disebabkan hama dan penyakit tanaman pada cabang dan daun

No. Kerusakan Hama dan Penyakit Nilai 1. Tidak ada kerusakan hama dan penyakit 0 2. Adanya kerusakan hama dan penyakit 1 3. Tumbuhan parasit (jamur, benalu) 2

4. Klorosis 3

5. Nekrosis 4

6. Percabangan lapuk 5

Sumber : Jumarni 2004

Untuk masing-masing kerusakan terlebih dahulu ditentukan intensitas kerusakan yang terbagi dalam 5 skala nilai, yaitu :

serangan kerusakan 0-20% dari bagian yang diamati : 0,2 serangan kerusakan 21-40% dari bagian yang diamati : 0,4 serangan kerusakan 41-60% dari bagian yang diamati : 0,6 serangan kerusakan 61-80% dari bagian yang diamati : 0,8 serangan kerusakan 81-100% dari bagian yang diamati : 1,0

Untuk gerowong intensitas serangan ditentukan berdasarkan besar (diameter) gerowong kemudian dinilai dalam skala nilai, yaitu :

diameter gerowong < 5 cm : 0,2 diameter gerowong 5- 20 cm : 0,4 diameter gerowong 21 - 40 cm : 0,6 diameter gerowong 41 - 60 cm : 0,8 diameter gerowong > 60 cm : 1,0 2) Kerusakan mekanik

Kerusakan mekanik merupakan kerusakan pada pohon yang disebabkan oleh kontak dengan benda-benda fisik (gesekan, goresan, benturan, dan sebagainya). Pengamatan yang dilakukan berdasarkan sistem nilai (Tabel 7).


(34)

19

Tabel 7. Skoring kerusakan mekanik pada pohon

No. Kerusakan Mekanik Nilai 1. Tidak ada kerusakan mekanik 0 2. Graffiti dan pemasangan papan iklan 1

3. Goresan 2

4. Sayatan 3

5. Patah cabang 4

6. Tersambar petir 5

Sumber: Jumarni 2004

Untuk menghitung tingkat kerusakan digunakan rumus, sebagai berikut: Ti= ∑ (pi• ni) x 100%

∑ ni

Keterangan : Ti : Tingkat kerusakan yang diamati; ni : Nilai kerusakan yang diamati

pi : Skala nilai intensitas serangan kerusakan ∑ ni : Jumlah total nilai dari kerusakan yang diamati

Tingkat kerusakan yang telah diperoleh kemudian dikategorikan dalam peringkat sebagai berikut :

Peringkat 1 (tidak ada) : serangan 0% ≤ Ti < 15% Peringkat 2 (sedikit) : serangan 15% ≤ Ti < 30% Peringkat 3 (banyak) : serangan 30% ≤ Ti < 50% Peringkat 4 (sangat banyak) : serangan Ti > 50%

Untuk menghitung tingkat kerusakan hama dan penyakit secara keseluruhan digunakan rumus, sebagai berikut:

THPT = Tab + Tcd 2

Keterangan : THPT : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pohon

Tab : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pada pangkal akar dan Batang

Tcd : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pada cabang dan daun.

Persentase kerusakan hama dan penyakit dan kerusakan mekanik kemudian digunakan untuk memperoleh tingkat kerusakan total pohon dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:

T = THPT + TM 2

Keterangan : T : Total tingkat kerusakan pohon

THPT : Tingkat kerusakan hama dan penyakit pada pohon TM : Tingkat kerusakan mekanik pada pohon


(35)

Data tingkat kerusakan pohon yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan peringkat sesuai dengan metode Grey dan Deneke (1978) yang telah dimodifikasi:

Peringkat 1 : Kategori sangat baik (good)

Pohon sehat dan vigor. Rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanik 0% ≤ T < 15%. Sedikit atau tidak memerlukan tindakan perbaikan.

Peringkat 2 : Kategori baik (fair)

Pohon cukup baik. Rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanik 15% ≤ T < 30%. Memerlukan perbaikan.

Peringkat 3 : Kategori buruk (poor)

Pohon kurang baik dan kurang sehat. Rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis 30% ≤ T < 50%. Memerlukan banyak tindakan perbaikan.

Peringkat 4 : Kategori sangat buruk (dying)

Pohon dengan rata-rata serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis T > 50%, atau terancam mati, atau telah mati.

Setelah didapatkan hasil maka dilakukan analisis mengenai tingkat kerusakan pohon pada hutan kota terpilih.

3.6 Tahap Analisis Fungsi Ekologis Pohon berdasarkan Tipe Hutan Kota Pada tahapan struktur vegetasi hutan kota ini juga dianalisis struktur pohon berdasarkan fungsi ekologis tumbuhan sebagai penyedia jasa lanskap, yaitu peredam kebisingan, modifikasi suhu, kontrol kelembaban udara, penyerap polutan dan penahan angin. Teknik penilaian fungsi ekologis pohon di hutan kota ini dilakukan berdasarkan komponen fungsi ekologis yang ada di lapang dengan perbandingan standar berdasarkan kajian studi pustaka dan literatur. Penilaian aspek fungsi ekologis bertujuan untuk mengetahui secara kuantitatif keberadaan hutan kota di Jakarta dengan menyesuaikan fungsi ekologisnya. Penilaian kriteria fungsi ekologis dilakukan di lapang melalui visual peneliti.

Penilaian untuk masing-masing kriteria tadi dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total untuk setiap komponen aspek. Nilai total tersebut kemudian dibandingkan dengan jumlah ideal (total maksimum) yang dapat diperoleh masing-masing komponen aspek dan diubah ke dalam bentuk persen (%).

Nilai Evaluasi = Jumlah masing-masing kriteria penilaian x 100% Total maksimum masing-masing kriteria

Total bobot penilaian dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori penilaian akhir untuk masing-masing aspek seperti di bawah ini.

Kategori sangat baik (SB) dengan nilai 4 (bila pemenuhan kriteria ≥ 81%) Kategori baik (BA) dengan nilai 3 (bila pemenuhan kriteria 61% - 81%)

Kategori kurang baik (KB) dengan nilai 2 (bila pemenuhan kriteria 41% - 60%) Kategori buruk (BU) dengan nilai 1 (bila pemenuhan kriteria ≤ 40%)

Setelah didapatkan hasil skoring setelah itu dilakukan pemodelan untuk mengetahui kualitas dan kesehatan pohon untuk setiap hutan kota.


(36)

21

Pengelompokan fungsi vegetasi dilakukan dengan menggunakan standar dan dasar penilaian berupa kriteria (Tabel 8).

Tabel 8. Variabel fungsi ekologis dan Kriteria Penilaian

Variabel Kriteria Penilaian Peredam Kebisingan 1. Tajuk rapat

2. Massa daun rapat 3. Berdaun tebal

4. Struktur cabang dan batang besar 5. Mempunyai tangkai-tangkai daun 6. Tajuk rindang

7. Daun ringan

Modifikasi Suhu 1. Bermassa daun padat 2. Berkanopi besar dan lebar 3. Berdaun tebal

4. Bentuk tajuk spreading, bulat, dome, iregular 5. Pohon relatif tinggi

Kontrol Kelembaban udara 1. Kerapatan daun rendah 2. Berdaun lebar

3. Tekstur batang kasar 4. Jumlah daun banyak Penahan angin 1. Massa daun rapat

2. Daun tebal

3. Tajuk masif dan rindang

4. Daunnya tidak mudah gugur (ever green) 5. Dahan kuat tapi cukup lentur

6. Vegetasi tinggi Penyerap polutan gas 1. Jarak tanam rapat

2. Jumlah daun banyak 3. Berdaun tipis 4. Kepadatan Tajuk

5. Terdiri atas beberapa lapis tanaman dan terdapat kombinasi dengan semak, perdu, dan ground cover.

Sumber : Grey dan Deneke 1981; Carpenter et al 1975; Dahlan 2004; Nurnovita 2011; Nasrullah 2001; Desianti 2011

3.7 Tahapan Penyusunan Rekomendasi Pengelolaan Hutan Kota

Tahapan ini merupakan penyusunan implementasi hasil atau proses perumusan hasil analisis dari tahapan sebelumnya yang melahirkan sebuah solusi dari pemecahan permasalahan yang telah dikemukakan. Metode yang digunakan dalam tahapan ini adalah analisis SWOT, dan inputnya adalah hasil analisis dari tujuan pertama, kedua dan ketiga serta hasil FGD tentang kebijakan hutan kota dan wawancara yang bersumber dari enam orang ahli, yaitu Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, pihak dari Kebun Raya, pihak dari BPTP Tanaman Hutan, pihak akademisi dan pihak dari Kementrian Kehutanan RI. Hasil dari wawancara ini dimasukkan dalam input untuk analisis SWOT.


(37)

4. HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Situasional

Berdasarkan PP 63 Tahun 2002, terdapat 14 hutan kota yang ditetapkan oleh pemerintah di yang telah disahkan pada SK oleh pejabat berwenang. Semua hutan kota ini ditetapkan berdasarkan fungsi/tipe kawasan hutan kota terhadap daerah di sekitarnya. Dalam tesis ini difokuskan tentang evaluasi keragaman jenis tanaman pada tiga hutan kota terpilih berdasarkan tipe/fungsi kawasannya, yaitu Hutan Kota Universitas Indonesia, Hutan Kota Srengseng, dan Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung.

Provinsi DKI Jakarta dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang pesat, selain itu DKI Jakarta juga memiliki penduduk yang cukup padat dengan jumlah penduduk Jakarta adalah 9.607.787 jiwa menurut data BPS hasil sensus penduduk 2010, sedangkan menurut registrasi penduduk pada akhir tahun 2011 adalah 10.187.595 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2012. Oleh karena itu pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus lebih fokus terhadap upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup dengan menopang keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

Salah satu upaya pemerintah yang menjadi prioritas untuk perbaikan kualitas lingkungan hidup ini yaitu dengan meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau, diantaranya adalah hutan kota. Penetapan hutan kota dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2002 ini merupakan upaya mempertegas eksistensi hutan kota sebagai ruang terbuka hijau yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

Penanganan hutan kota secara khusus dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kelautan Bidang Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Empat belas lokasi hutan kota yang telah dikukuhkan paling banyak terdapat di kawasan administratif Jakarta Timur yaitu sebanyak enam hutan kota kemudian diikuti Jakarta Utara sebanyak empat hutan kota, Jakarta Selatan dengan dua hutan kota, sedangkan Jakarta Pusat dan Jakarta Barat masing-masing sebanyak satu hutan kota (Tabel 9).

Saat ini, menurut Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta (2011) tercatat 14 hutan kota dengan keseluruhan luas 149,18 ha yang telah dikukuhkan dengan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta (Tabel 10) dan 640,04 ha hutan kota dalam proses pengukuhan dan tersebar di 58 lokasi.

Tabel 9. Luasan hutan kota yang telah dikukuhkan oleh SK. Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Wilayah Jumlah Hutan Kota

Luas (ha) Persentase (%) Jakarta Pusat

Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Selatan

1 4 1 6 2

1,08 16,88 15,00 59,18 57,04

0.72 11.32 10.05 39.67 38.24

Total 14 149,18 100


(38)

Tabel 10. Empat belas hutan kota yang telah dikukuhkan oleh pemerintah

No. Hutan Kota Lokasi Luas

(ha)

Status Hukum Kepemilikan Jumlah

Jenis Tanaman

Fungsi

1. Hutan Kota

Universitas Indonesia

Jagakarsa, Jakarta Selatan

55,40 SK Gub No. 3487/1999 tanggal 14 Juli 1999

Universitas Indonesia

186 Hutan kota konservasi 2. Hutan Kota

Srengseng

Kembangan, Jakarta Barat

15,00 SK Gub No. 202/1995 tanggal 24 Feb 1995

DKP Provinsi DKI Jakarta

52 Hutan kota konservasi 3. Hutan Kota PT. JIEP Cakung, Jakarta

Timur

8,90 SK Gub No. 870/2004 serta Surat Direksi Teknik PT. JIEP No. 997 tanggal 23 April 2003

PT. JIEP (BUMD)

16 Hutan kota kawasan industri 4. Hutan Kota Blok P Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan

1,64 SK Gub No. 869/2004 serta Instruksi Gub No. 233/1999 tanggal 30 September 1999

Sudintanhut Jakarta Selatan

34 Hutan kota konservasi 5. Hutan Kota Buperta

Cibubur

Ciracas, Jakarta Timur

27,32 SK Gub No. 872/2004 serta Surat Kwarnas No. 328/00-A tanggal 11 Juni 2003

Kwarnas 57 Hutan kota

rekreasi 6. Hutan Kota

Kemayoran

Pademangan, Jakarta Utara

4,60 SK Gub No. 339/2002 tanggal 19 Feb 2002

Departemen PU

16 Hutan kota konservasi 7. Hutan Kota Waduk

Sunter Utara

Tanjung Priok, Jakarta Utara

8,20 SK Gub No. 317/1999 tanggal 18 Feb 1999

DKP Provinsi DKI Jakarta

9 Hutan kota wisata 8. Hutan Kota Jakarta

Propertindo

Penjaringan, Jakarta Utara

2,49 SK Gub No. 197/2005 PT. Jakarta Propertindo (BUMD)

6 Hutan kota kawasan konservasi 9. Hutan Kota Berikat

Nusantara Marunda

Cilincing, Jakarta Utara

1,59 SK Gub No. 196/2005 serta Surat Direksi PT. KBN No. 055/DIRUT/IV/2003 tanggal 11 April

Kawasan Berikat Nusantara Marunda

5 Hutan kota konservasi

10. Hutan Kota Situ Rawa Dongkal

Ciracas, Jakarta Timur

3,28 SK Gub No. 207/2005 Pemda DKI Jakarta

27 Hutan kota konservasi 11. Hutan Kota Mesjid

Istiqlal

Sawah Besar, Jakarta Pusat

1,08 SK Gub No. 198/2005 Pengelola Mesjid Istiqlal

24 Hutan kota konservasi


(39)

No. Hutan Kota Lokasi Luas (ha)

Status Hukum Kepemilikan Jumlah

Jenis Tanaman

Fungsi

12. Hutan Kota Komplek Lanud Halim

Perdana Kusuma

Makasar, Jakarta Timur

3,50 SK Gub No. 338/2002 tanggal 18 Feb 2002

TNI AU 18 Hutan kota

konservasi 13. Hutan Kota Komplek

KOPASSUS Cijantung

Pasar Rebo, Jakarta Timur

1,75 SK Gub No. 868/2004 serta Surat Danjen Kopassus No. B/239/IV/2003

Aset Mabes TNI

10 Hutan kota konservasi 14. Hutan Kota Mabes

TNI Cilangkap

Cipayung, Jakarta Timur

14,43 SK Gub No. 871/2004 serta Surat Dan Detasemen Markas No. B/256/IV/2003 tanggal 3 April 2003

Aset Mabes TNI

Cilangkap

15 Hutan kota konservasi


(40)

25

Selain 11 hutan kota di DKI Jakarta yang telah dibahas, terdapat tiga hutan kota yang menjadi fokus penelitian, yaitu Hutan Kota Kampus UI, Hutan Kota Srengseng, dan Hutan Kota PT. JIEP.

1. Hutan Kota Universitas Indonesia (HK. UI)

Hutan kota yang terletak di kawasan Universitas Indonesia (UI) ini merupakan hutan kota penunjang akademik kampus. Hutan kota UI ini terdiri dari dua daerah administratif yaitu Jakarta Selatan dan Depok. Penetapan kawasan Hutan Kota UI ini berdasarkan PP 63 tahun 2002 dilakukan di kawasan Hutan Kota UI pada bagian Jakarta Selatan.

Sejarah Singkat

Konsep pembangunan hutan kota pertama muncul pada tahun 1983 saat Prof. Dr. Ir. Sambas Wirahadikusumah, M.Sc. dari jurusan biologi mengembangkan konsepsi biologi konservasi dengan studi kasus “Pembangunan dan Pengembangan Hutan Kota di DKI Jakarta”, melalui Pilot Proyek Pembangunan Mahkota Hijau Hutan Kota Kampus UI yang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan. Pada tahun 1985 hingga 1987 merupakan masa diperkenalkannya Mahkota Hijau Kampus UI. Mahkota Hijau adalah nama hutan kota sebagai plasma pembungkus Kampus UI. Kebijaksanaan „Mahkota Hijau’ ini telah dimulai sejak keluarnya kebijaksanaan pimpinan UI tahun 1985 yang diantaranya berisikan sasaran pokok fungsional lahan UI sebagai perwujudan manfaat serbaguna hutan yang dipenuhi dan dilengkapi berbagai macam vegetasi tetap (Taqyuddin, Sirait, Hakim, Ramelan, dan Firdausy 1997).

Status Hukum Kawasan

Kawasan hutan kota UI telah dikelola sejak tahun 1987, atas dasar SK Rektor UI Nomor 084/SK/UI/1988, tanggal 31 Oktober 1988 lalu diperbaharui dengan SK Gubernur Nomor 3487/1999 sebagai Mahkota Hijau, yang difungsikan sebagai wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian plasma nutfah, wahana penelitian dan sarana rekreasi alam (Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2011). Kawasan hutan kota yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan tersebut adalah seluas 55,40 ha, yaitu berada pada wilayah administratif Jakarta Selatan. Namun untuk keseluruhan luas Hutan Kota Kampus UI ini adalah 100 Ha jika digabung dengan wilayah admistratif Depok.

Letak dan Luas

Hutan Kota Kampus UI seluas 55,40 Ha termasuk waduk seluas 9 ha secara geografis terletak pada 60 21’23” LS dan 1060 32’34” BT. Hutan Kota Kampus UI berdasarkan wilayah administrasinya berada di wilayah Kota Jakarta Selatan. Tepatnya di Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Srengseng Sawah dan selebihnya masuk wilayah Depok (34,60 ha) Provinsi Jawa Barat. Dalam penelitian ini dilakukan analisis keseluruhan wilayah Hutan Kota Kampus UI yaitu 100 ha (Gambar 5).


(41)

Gambar 5. Denah Hutan Kota UI Aksesibilitas

Hutan Kota Kampus UI berbatasan langsung dengan pusat kegiatan aktivitas yang terletak di Kota Depok. Batas wilayah Kampus UI beserta hutan kota sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, kemudian sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Beji Timur Kota Depok, lalu sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pondok Cina, Kota Depok. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok. Hutan Kota UI ini dapat ditempuh dengan cara berjalan kaki maupun dengan kendaraan seperti motor, mobil, bis dan kereta. Kawasan ini dapat dijangkau melalui Jalan Raya Pasar Minggu dari arah Jakarta, sedangkan dari arah Bogor dapat melewati Jalan Raya Margonda.

Kondisi Fisik Kawasan

Berdasarkan Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta (2011), konfigurasi fisik kawasan ini merupakan hamparan landai dengan kisaran 3-8 % seluas (76,4 ha) dan bergelombang ringan dengan kemiringan lereng 8-25% (13,6 ha), pada ketinggian tempat 74 meter dari permukaan laut. Alokasi pembangunan hutan kota di kawasan ini terdiri dari dua kelompok, yaitu pembangunan ekosistem perairan seluas 10,4 ha (Gambar 6) dan pembangunan hutan kota seluas 79,6 ha (Gambar 7). Keadaan topografi di Kampus UI berdasarkan peta topografi tanah Kota Depok berupa hamparan landai dengan kisaran 3-8 % (76,4 ha) yang pada awalnya didominasi oleh penggunaan tanah sawah, hutan karet dan perkampungan. Saat ini sebagian lahan dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas akademik diantaranya menara pengamatan, pos keamanan hutan kota, dan tempat duduk untuk beristirahat.


(42)

27

Gambar 6. Tegakan pohon di Hutan Kota UI

Gambar 7. Ekosistem danau dan hutan kota di Kampus UI

Geologi dan Tanah

Berdasarkan Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta (2011), Hutan Kota Kampus UI merupakan bagian dari formasi alluvium lembah/sungai dengan batuan induk gunung api muda, yang terbentuk pada zaman kuater dengan batuan dasar tufa andestik sampai basaltik yang berasal dari daerah sekitarnya. Bahan tersebut sebagian besar berupa liat dan debu. Sedangkan jenis tanah pada kawasan ini merupakan latosol merah, dengan tekstur halus, drainase agak lambat, dan peka terhadap erosi.

Kedalaman efektif tanahnya relatif dalam (90 – 100 cm). dan telah mengalami perkembangan profil. Tanah relatif asam dengan kisaran pH (5,5 – 6,1). Jenis tanah yang terdapat di daerah Kampus UI beserta hutan kotanya adalah latosol merah dengan bahan induk tuf andesit. Wilayah ini memiliki drainase sedang serta memiliki bentuk berombak dengan punggu-punggu cembung (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2011).

Iklim dan Hidrologi

Iklim Hutan Kota UI diukur dari stasiun klimatologi Halim dengan posisi 106049’35” BT dan 6010’37” LS pada tahun 2011, kelembaban relatif di sekitar kawasan yaitu 72,3% - 86,4 %. Suhu rata-rata harian pada bulan Juni 2011 sekitar 29,50 C dengan fluktuasi suhu rata tertinggi pada bulan Juli dengan suhu rata-rata terendah pada bulan Januari 2011. Kemudian intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan adalah 56,2 % tergolong cukup tinggi pada wilayah ini. Kecepatan angin rata-rata bulanan adalah 126,75 km/bulan atau sekitar 4,23 km/hari (BMKG 2011).

Untuk kawasan Hutan Kota Kampus UI ini sumber air berasal dari Sungai Cinakusen yang berada di pinggiran hutan kota, selain itu juga sumber air berasal dari pembuangan air situ yang dialirkan melalui DAM untuk mengatur banyak sedikitnya air yang keluar dari situ atau sungai Cinakusen selain juga berasal dari air hujan.


(43)

Habitat dan Komponen Hayati

Habitat hutan kota ini terdiri dari dua bentuk ekosistem yaitu ekosistem perairan yang merupakan wahana tandon perairan (situ). Kawasan hutan kota direncanakan sebagai wahana koleksi pelestarian plasma nutfah yang diupayakan dalam bentuk tiga zona yaitu Wales Barat yang berisi pepohonan yang berasal dari Indonesia bagian barat, kemudian Wales Timur yang berisi pepohonan yang berasal dari Indonesia bagian timur dan Vegetasi Asli yang berisi pepohonan dari daerah Jakarta dan sekitarnya (Gambar 8).

Gambar 8. Pembagian zona di Hutan Kota Kampus UI Fungsi dan Manfaat

Hutan Kampus UI ini selain berfungsi sebagai kawasan resapan air, kawasan lindung pelestarian plasma nutfah, juga dimanfaatkan sebagai wahana penelitian biodiversitas (keanekaragaman hayati) bagi mahasiswa biologi, farmasi, geografi, kimia dan fakultas sastra. Selain itu juga kawasan ini digunakan sebagai kawasan rekreasi masyarakat sekitar seperti memancing dan bersepeda. Di sisi lain kawasan ini juga dipergunakan sebagai penyuluhan mahasiswa tentang arti penting lingkungan tata hijau di wilayah perkotaan, pramuka maupun pencinta alam.


(1)

Lampiran 2. Perhitungan Rating (Peringkat) Faktor Internal dan Eksternal Faktor Internal

Simbol Faktor Strategis Internal Tingkat Kepentingan

Rating Faktor Kekuatan (Strength)

S1 S2 S3 S4

S5

Hutan kota sebagai laboratorium alam di perkotaan.

Hutan Kota berpotensi menjadi sumber pendapatan.

Kelembagaan pengelolaan hutan kota. Dua dari tiga hutan kota berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi warga kota.

Hutan kota memiliki keanekaragaman yang sedang yaitu Indeks keanekaragaman Shannon wiener 1 < H’ < 3

Kekuatan yang sangat besar Kekuatan yang besar Kekuatan yang sangat besar Kekuatan yang besar Kekuatan yang sangat besar 4 3 4 3 4

Faktor Kelemahan (Weakness) W1

W2 W3

W4 W5

Belum optimalnya SDM untuk monitoring dan evaluasi.

Ketegasan aparat terhadap segala bentuk upaya penurunan kualitas hutan kota.

Informasi yang kurang dari para pengelola mengenai jenis pohon lokal, cara budidaya dan fungsi pohon terhadap tipe hutan kota serta pengelolaannya.

Sarana dan prasarana Hutan kota yang belum optimal sesuai dengan tipe hutan kota.

Alih fungsi lahan menjadi fungsi penggunaan lain yang harusnya diperuntukkan untuk RTH.

Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang sangat berarti Kelemahan yang berarti Kelemahan yang sangat berarti 1 1 1 2 1


(2)

86

Lampiran 2 (Lanjutan) Faktor Eksternal

Simbol Faktor Strategis Eksternal Tingkat Kepentingan

Rating Faktor Peluang (Opportunity)

O1 O2

O3 O4

Dasar hukum PP 63 Tahun 2002 dan Kepmen 71.

Jalinan kerjasama/kemitraan dengan sektor privat, BUMN/BUMS/BUMD maupun masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan hutan kota.

Adanya kemauan pihak swasta untuk pembangunan lingkungan (CSR). Isu global warming dan aksi go green yang dapat mengurangi dampak lingkungan di Jakarta, salah satunya dengan cara pengembangan hutan kota. Peluang yang sangat besar Peluang yang sangat besar Peluang yang besar Peluang yang sangat besar 4 4 3 4

Faktor Ancaman (Threats) T1

T2 T3 T4

Aktivitas pengunjung yang merusak hutan kota (vandalisme).

Pencemaran lingkungan di sekitar hutan kota.

Tidak adanya insentif yang konkrit dan konsisten untuk pengelolaan hutan kota.

Belum optimalnya political will pemerintah yang mengikat terhadap pengembangan jenis pohon lokal di hutan kota. Ancaman yang sangat besar Ancaman yang besar Ancaman yang sangat besar Ancaman yang sangat besar 4 3 4 4 90


(3)

Lampiran 3. Pembobotan faktor internal dan eksternal pada Tiga Hutan Kota DKI Jakarta

Faktor Internal

Simbol S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 Total Bobot

S1 3 2 2 2 1 2 2 2 1 17 0,09

S2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 10 0,05

S3 2 4 4 2 3 2 2 3 3 25 0,13

S4 2 2 1 1 1 2 1 2 1 13 0,07

S5 2 4 2 3 2 2 2 3 2 22 0,12

W1 3 4 2 3 2 2 2 2 2 22 0,12

W2 2 4 2 3 2 2 1 2 1 19 0,10

W3 2 4 2 3 3 2 2 3 2 23 0,12

W4 2 3 1 2 1 2 2 1 1 15 0,08

W5 3 4 2 3 2 2 2 2 3 23 0,12

Jumlah 189 1,00

Faktor Eksternal

Simbol O1 O2 O3 O4 T1 T2 T3 T4 Total Bobot

O1 3 3 3 3 3 3 3 21 0,18

O2 1 2 3 2 3 2 3 16 0,14

O3 1 2 2 1 3 2 2 13 0,11

O4 1 1 2 1 2 2 2 11 0,10

T1 1 2 3 3 3 3 3 18 0,16

T2 1 1 3 2 1 3 2 13 0,11

T3 1 2 2 2 1 1 2 11 0,10

T4 1 1 2 2 1 2 2 11 0,10


(4)

86

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 22 Mei 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rudy Sunarja Rivai dan Ibu Vici Nila Wahyuni. Penulis memulai pendidikan di TK Teladan Nugraha 1 Bogor (1991 – 1993). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SD Negeri Polisi IV Bogor. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bogor (1999 - 2002) dan menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), kemudian diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian pada tingkat 2 dan lulus sebagai Sarjana Pertanian pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana S2 di jurusan Arsitektur Lanskap (2010 - 2013).

Selama mengikuti pendidikan Pascasarjana di ARL – IPB, penulis menjadi asisten mata kuliah pascasarjana Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan (ARL 512) dan mata kuliah Ekologi Lanskap (ARL 620) pada semester genap tahun akademik 2011 – 2012. Kemudian pada semester ganjil tahun akademik 2012 – 2013 penulis menjadi asisten mata kuliah sarjana Pengelolaan Lanskap (ARL 412).

Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS., Dr. Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Sc dan Dr. Syartinilia, Sp. M.Si penulis dilibatkan dalam penelitian “Kajian Jenis Pohon Potensial untuk Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan“ dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementrian Kehutanan RI, Bogor. Penulis juga dilibatkan dalam penelitian “Landscape Ecology” kerjasama Fakultas Pertanian IPB – ETH Zurich – National University of Singapore. Pada tanggal 15 – 23 Maret 2013, penulis diikut sertakan dalam kegiatan Workshop dan Seminar “Designing the Ciliwung River and Urban Landscape Study of Kampung Melayu” di Jakarta dan Singapura.

Tesis ini juga dimuat dalam Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan dengan judul yang sama pada tahun 2013.


(5)

CINDY ALIFFIA. Evaluasi Jenis Pohon bagi Konservasi Keragaman Tanaman Hutan Kota di DKI Jakarta. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN, ISMAYADI SAMSOEDIN, dan SYARTINILIA.

Hutan kota di Indonesia hanya dapat dikukuhkan jika telah disetujui oleh pihak yang berwenang sesuai dengan Peraturan Pemerintah PP Nomor 63/2002. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi keragaman spesies tumbuhan di hutan kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keanekaragaman tumbuhan di hutan kota, dan untuk menganalisis kondisi fisik pohon hutan kota. Penelitian ini dilakukan di tiga hutan kota terpilih di DKI Jakarta, yaitu Universitas Indonesia (UI), Srengseng, dan PT. JIEP. Analisis vegetasi dan Shannon Wiener Indeks digunakan sebagai metode untuk menganalisis keanekaragaman tumbuhan. Dalam studi ini, kondisi fisik pohon juga diamati dengan mengobservasi kriteria fisik kondisi pohon yang ada. Hasil untuk analisis ini digunakan sebagai masukan untuk rekomendasi pengelolaan hutan kota dengan menggunakan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman jenis pohon di tiga hutan kota yang dipilih adalah sedang (1 <H '<3). Spesies lokal di UI dan PT. JIEP lebih dominan ditemukan daripada di hutan kota Srengseng. Kondisi fisik pohon di PT. JIEP hutan kota memiliki tingkat kerusakan tertinggi dibandingkan dengan dua lainnya hutan kota. Kesesuaian fungsi ekologis pohon yang diamati berdasarkan tipe hutan kota menunjukkan bahwa Hutan Kota PT. JIEP sebagai penyangga kawasan industri hanya memiliki 30% jenis pohon yang memiliki kategori baik sebagai penyerap polutan gas, sedangkan pada Hutan Kota UI dan Hutan Kota Srengseng fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kotanya telah sesuai untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Rekomendasi pengelolaan hutan kota dihasilkan dari analisis SWOT. Hal ini menghasilkan 10 rekomendasi untuk konservasi keragaman pohon di hutan kota berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal dari hutan tiga kota terpilih di DKI Jakarta.

Kata kunci: konservasi, spesies lokal, keragaman spesies pohon, pengelolaan hutan kota


(6)

SUMMARY

CINDY ALIFFIA. Tree Species Evaluation for Urban Forest Plant Diversity Conservation in DKI Jakarta. Supervised by HADI SUSILO ARIFIN, ISMAYADI SAMSOEDIN and SYARTINILIA.

Urban forest in Indonesia can only be declared if it has been approved by the competent authorities in accordance with Goverment Regulation PP No. 63/2002. Therefore, it is necessary to evaluate the diversity of plant species in the urban forest. The purpose of this study is to analyze the plant diversity in the urban forest, and to analyze the physical condition of the urban forest’s trees. This study was conducted in three selected urban forest in DKI Jakarta, i.e. Indonesian University (UI), Srengseng and PT. JIEP. Vegetation Analysis and Shannon Wiener Index were used as a method for analyzing the plant diversity. In this study, the physical condition of the trees also were observed by scoring the physical criterias of the existing tree condition. Result for this analysis were used as input to urban forest management recommendations using SWOT analysis.

The result showed that the diversity of tree species in three selected urban forest is moderate (1 < H’ < 3). Indigenous species in UI and PT. JIEP predominant were found than in Srengseng urban forest. While the physical condition of trees in PT. JIEP urban forest have the highest levels of damage compared to the other two urban forest. Suitability of ecological functions of trees examined by urban forest type, shows that PT. JIEP Urban Forest as a buffer for industry region has only 30% of trees that have either category as absorbing gaseous pollutants. While the UI Urban Forest and the Srengseng Urban Forest, ecological functions of trees based on the type of urban forest have been appropriate for the city to provide comfort for visitors. Recommendations of Urban forest management are produced from SWOT analysis. It is resulted 10 recommendations for trees biodiversity conservation in urban forest based on internal factor and external factor of the three selected urban forest in DKI Jakarta.

Keywords: conservation, indigenous species, tree species diversity, urban forest management