Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba.

RANCANGAN PROSES PENGELOLAAN SAMPAH
ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN MIKROBA

YULITA IIN ASTIYAWATI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Proses
Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Yulita Iin Astiyawati
NIM F44090024

ABSTRAK
YULITA IIN ASTIYAWATI. Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik
dengan Menggunakan Mikroba. Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO
dan IMAN RUSMANA
UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah merupakan suatu
landasan yang mendasari pentingnya mengelola sampah. Belakangan ini untuk
mengelola sampah banyak digunakan mikroorganisme sebagai perombak bahan
organik. Sehingga melatar belakangi penelitian ini untuk dapat menghasilkan
suatu rancangan proses pengelolaan sampah organik yang dapat diterapkan secara
sederhana di masyarakat dan memiliki manfaat ekonomi. Metode penelitian ini
dimulai dari pembiakan bakteri, pengaplikasian bakteri sehingga dapat digunakan
untuk mendekomposisi sampah organik. Perlakuan terbaik yang dipilih yaitu
perlakuan pemberian bakteri pada minggu ke-2 (POC2) dengan komposisi bakteri
ditingkatkan menjadi 20%, sehingga diasumsikan laju dekomposisi dapat
mencapai 0.43%/hari. Rancangan yang dibuat berupa unit sederhana dengan

ukuran panjang 3 m lebar 2 m dan tinggi 0.75 m dan dapat menampung timbulan
sampah 100 jiwa selama 14 hari, setelah 14 hari kemudian dilakukan penambahan
bakteri dan pada hari ke 28 hasil olahan sampah organik berupa pupuk cair dapat
dimanfaatkan. Rasio C/N akhir yang diperoleh adalah sebesar 17.115 masih
memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Rancangan gundukan windrow juga dibuat
sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum masuk ke unit pengolahan.
Kata kunci: bakteri, C/N rasio, sampah organik, pengelolaan sampah

ABSTRACT
YULITA IIN ASTIYAWATI. Design of Organic Solid Waste Management
Processes by Using Microbes. Supervised by M. YANUAR J. PURWANTO and
IMAN RUSMANA
Law No.18/2008 on Waste Management is a basis of the importance of
waste management. Lately to manage waste, microorganisms as decomposer of
organic matter is often. So that the objective of this research is to produce a design
process organic waste management that can be implemented simply in the
community and give economic benefits. This research method starts from the
breeding of bacteria, treatment of bacteria that can be used to decompose organic
waste,and making a simple design. The best treatment that is chosen is the
treatment giving the bacteria at 2nd week ( POC2 ) with bacterial composition was

increased to 20% so that the assumed rate of decomposition can achieve
0.43%/day. Design created a simple unit with a length of 3 m, wide 2 m, and high
and 0.75 m and can accommodate 100 people waste for 14 days, after 14 days
from the addition of bacteria and on day 28 the processed organic waste in the
form of liquid fertilizer can be used. C/N ratio is obtained at the end of the 17.115
still acceptable in SNI 19-7030-2004. Windrow pile design is also created as a
temporary storage area before entering the processing unit.
Key words: bacteri, C/N ratio, organic waste, waste management

RANCANGAN PROSES PENGELOLAAN SAMPAH
ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN MIKROBA

YULITA IIN ASTIYAWATI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan
Menggunakan Mikroba
Nama
: Yulita Iin Astiyawati
NIM
: F44090024

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S., IPM

NIP. 19590425 198303 1 002

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si
NIP. 19650720 199103 1 002

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juli 2013 dengan judul Rancangan Proses
Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan karya ilmiah ini, yaitu kepada :
1. Kedua orang tua dan keluarga atas doa, motivasi, dan restunya yang

begitu besar.
2. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S., IPM selaku dosen pembimbing
pertama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran kepada
penulis.
3. Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan saran kepada penulis.
4. Allen Kurniawan, S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan, saran, dan kritik kepada penulis.
5. Ety Herawati Dipl. Kim atas arahan dan bimbingan selama melakukan
penelitian ini.
6. Muhammad Indarto Budiono, serta rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil
dan Lingkungan Angkatan 2009 terutama untuk Renny, Yani, dan Lia,
atas motivasi dan sumbangsih tenaga yang diberikan selama pengerjaan
penelitian ini.
7. Rekan-rekan Wisma Afifah dan keluarga besar Pertamina Foundation
atas semangat dan motivasi serta dukungannya selama menyelesaikan
tugas akhir ini.
Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga ide yang
disampaikan dalam karya ilmiah ini dapat tersampaikan dengan baik dan

memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2013
Yulita Iin Astiyawati

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN


ii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

1
1
2
2
2
3


Bakteri
Pengelolaan Sampah
Teknologi Dekomposisi Sampah Organik
Rasio C/N sebagai Parameter Laju Dekomposisi
METODOLOGI

3
4
4
5
6

Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN

6
6

7
8
14

Jumlah bakteri pendegradasi C dan N
Kadar air dan pengaruhnya terhadap aktivitas mikroorganisme
Laju dekomposisi C
Laju dekomposisi N
Perbandingan Rasio C/N
Rancangan unit pengelolaan sampah organik
SIMPULAN DAN SARAN

14
16
17
19
21
22
26


Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

26
26
26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM serta peranannya
2. Jumlah bakteri pada setiap perlakuan
3. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan
4. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan untuk minggu ke-0 sampai
dengan minggu ke-4
5. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan untuk minggu ke-4 sampai
dengan minggu ke-12
6. Laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan
7. Laju dekomposisi rasio C/N pada setiap perlakuan

3
15
17
18
19
20
21

DAFTAR GAMBAR
1. Bagan alir penelitian
2. Bahan baku pembiakan bakteri
3. Fermentasi bakteri biakan secara anaerob
4. Perlakuan olahan sampah pada jerigen tertutup
5. Tabung untuk pengenceran
6. Contoh uji pada cawan petri (A), bobot contoh uji ditimbang pada
neraca analitik (B)
7. Blanko sebagai pembanding hasil reaksi (A), hasil titrasi (B)
8. Peralatan untuk proses destruksi nitrogen
9. Destilator Pro-Nitro S [J.P. Selecta]
10. Grafik laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan
11. Grafik laju dekomposisi karbon pada setiap perlakuan
12. Grafik laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan
13. Laju dekomposisi rasio C/N
14. Rancangan unit pengelolaan sampah organik
15. Gundukan windrow tampak atas, potongan penampang, dan potongan
memanjang
16. Skema proses pengolahan sampah dengan minggunakan mikroba

7
8
8
9
10
11
11
12
13
16
17
20
21
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil perhitungan jumlah mikroba
2. Data perhitungan nilai kadar air
3. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah tanpa perlakuan
(Bahan Kompos)
4. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah perlakuan POC2
5. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah perlakuan POC6
6. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah perlakuan POC8
7. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah perlakuan POC10

30
31
32
33
34
35
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, sampah telah menjadi persoalan serius dan merupakan fakta
dari konsekuensi kehidupan modern yang dijalani saat ini. Hampir di setiap
tempat, sampah dihasilkan dari dalam rumah, sekolah, tempat bekerja hingga
seluruh fasilitas umum dan sosial. Peningkatan volume sampah sendiri tidak dapat
dihindari sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup
masyarakatnya yang sangat konsumtif, sehingga sangat berpengaruh pada
kecepatan peningkatan volume sampah. Begitu juga pada kegiatan pertanian yang
juga berpengaruh pada peningkatan volume sampah khususnya limbah organik.
Limbah organik sisa dari kegiatan pertanian seringkali dibuang begitu saja tanpa
mengalami pengolahan menjadi produk yang lebih bermanfaat.
Masalah sampah mutlak harus ditangani secara bersama-sama antara
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan dalam penanganan limbah organik yaitu
pengomposan. Menurut Yenie (2008), pengomposan merupakan salah satu
metode pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah
atau merubah komposisi dan bentuk sampah menjadi produk yang bermanfaat.
Pengolahan sampah tersebut dapat dilakukan langsung pada sumbernya, pada
tempat yang dirancang khusus, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dalam SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara
Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, pengomposan didefinisikan sebagai
sistem pengolahan sampah organik dengan bantuan mikroorganisme sehingga
terbentuk pupuk organik (pupuk kompos). Oleh karena itu melihat pentingnya
pengelolaan sampah organik maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan
rancangan proses pengelolaan sampah organik dengan menggunakan mikroba dan
menghasilkan produk sampingan berupa pupuk kompos dan pupuk organik cair.
Material bahan baku kompos adalah limbah padat organik yang mempunyai
sifat mudah dibiodegradasi, seperti sampah perkotaan, limbah peternakan, dan
limbah pertanian (Benito et al. 2003). Parameter utama bahan baku kompos yang
dapat mempengaruhi proses pengomposan antara lain rasio C/N, pH, kadar air,
dan suhu (Mylavarapu et al. 2009). Penelitian ini terfokus pada laju dekomposisi
C dan N, sehingga didapat proses pengelolaan sampah yang terbaik dan
menghasilkan rasio C/N sesuai SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari
sampah organik domestik. Kemudian dilanjutkan dengan merancang suatu unit
pengelolaan sampah yang sesuai untuk lingkup pemukiman setingkat RT (Rukun
Tetangga). Data pengukuran dan kajian teori tentang timbulan, komposisi, dan
karakteristik sampah yang terbentuk diperlukan untuk dapat merancang unit
pengelolaan sampah organik dalam rangka mengurangi dampak lingkungan
(Sokka et al. dalam Yogaswara 2013).
Perumusan Masalah
Ide penelitian ini muncul karena pentingnya pengelolaan sampah sesuai
landasan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, maka diperlukan
suatu rancangan proses pengelolaan sampah organik serta unit pengelolaan

2

sampah organik yang memberikan manfaat ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan
aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Berdasarkan
hal tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Penghitungan jumlah bakteri yang digunakan pada beberapa perlakuan
pengelolaan sampah organik.
2. Pengukuran kandungan C-Organik, Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) pada
setiap perlakuan.
3. Laju dekomposisi C-Organik dan Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) serta
hubungannya dengan waktu pemberian bakteri dan jumlah bakteri.
4. Rekomendasi proses pengelolaan sampah terbaik dari beberapa perlakuan
5. Rancangan unit pengelolaan sampah organik yang dapat menunjang
penerapan proses pengelolaan sampah organik untuk cakupan wilayah
setingkat RT.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Adapun tujuantujuan tersebut sebagai berikut :
1. Mengetahui kinerja bakteri dan pengaruhnya terhadap laju dekomposisi C dan
N.
2. Menganalisis proses pengelolaan sampah terbaik dengan menggunakan
bakteri yang dapat diterapkan secara sederhana di masyarakat
3. Merancang unit pengelolaan sampah organik sebagai penunjang proses
pengelolaan sampah yang direkomendasikan.
Manfaat Penelitian
1.
2.
3.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu :
Memberikan data mengenai laju dekomposisi C dan N pada proses
pengelolaan sampah organik dengan menggunakan bakteri pada waktu yang
berbeda.
Memberikan rekomendasi proses pengelolaan sampah terbaik dengan
menggunakan bakteri yang dapat diterapkan secara sederhana di masyarakat.
Memberikan rekomendasi rancangan unit pengelolaan sampah organik
sebagai penunjang proses pengelolaan sampah yang direkomendasikan.

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.

Ruang lingkup penelitian ini :
Kajian jumlah dan kelompok jenis bakteri pendegradasi C dan N pada setiap
perlakuan
Pengaruh bakteri sebagai salah satu bahan perombak sampah organik
terhadap laju dekomposisi sampah organik
Kajian tentang kandungan C dan N serta laju dekomposisi dan hubungannya
dengan jumlah bakteri yang diberikan pada masing-masing perlakuan

3

4.

Metode dan rancangan unit pengelolaan sampah organik sebagai penunjang
proses pengelolaan sampah organik yang direkomendasikan

TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri
Menurut Nurhidayat (2006), bakteri merupakan makhluk hidup berukuran
kecil (mikroskopik) yang melakukan aktivitas hidup dengan menguraikan sisa
makhluk hidup lainnya. Berdasarkan fungsinya, bakteri secara umum dibagi
menjadi dua macam, yaitu bakteri menguntungkan dan bakteri merugikan (bakteri
patogen)
Bakteri menguntungkan memproses bahan organik menjadi senyawa yang
dibutuhkan tanaman, hewan, atau manusia. Jenis-jenis mikroba/bakteri yang
menguntungkan karena menghasilkan zat-zat hara yang diperlukan tumbuhan
diantaranya Rhizobium, Azolla, dan Mikoriza. Sementara dalam hal pengelolaan
sampah organik terdapat beberapa jenis bakteri yang bersinergi satu sama lain
membentuk sebuah komuni yang disebut efektif mikroorganisme (EM) seperti
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM serta peranannya
Jenis Mikroorganisme
Peranan
Bakteri fotosintesis
Mensintesis bahan-bahan organik
(Rhodopseudomonas sp.)
menjadi asam amino, asam nukleik, zat
bioaktif, dan gula dengan bantuan sinar
matahari
Bakteri asam laktat
Menghasilkan asam laktat dari gula,
menekan pertumbuhan jamur yang
merugikan
seperti
Fusarium,
dan
mempercepat penguraian bahan-bahan
organik menjadi humus
Ragi/yeast (Saccharomyces sp.)
Membentuk
zat
antibakteri,
meningkatkan jumlah sel akar dan
perkembangan akar
Actinomycetes
Menghasilkan zat-zat bioaktif yang
berfungsi menghambat jamur dan bakteri
patogen seperti Fusarium
Jamur fermentasi (Aspergillus
Menguraikan
bahan
organik
sp)
(selulosa, karbohidrat) dan mengubahnya
menjadi alkohol, ester, dan zat
antimikroba serta dapat menghilangkan
bau
Sumber: (Nurhidayat 2006)
Suparmin dan Soeparman (2001) menyatakan bahwa bakteri memegang
peranan penting dalam dekomposisi. Aktivitas bakteri dapat berlangsung dalam

4

suasana aerobik, yakni dalam keadaan terdapat udara, atau anaerobik dalam
keadaan tidak terdapat oksigen. Seluruh proses dapat berlangsung secara
anaerobik, seperti yang terjadi pada kakus air (aqua privy), tangki pembusukan
(septi tank), atau pada dasar lubang yang dalam, atau secara aerobik seperti pada
dekomposisi tertentu. Di samping itu, dekomposisi dapat terdiri lebih dari satu
tahap, sebagian aerobik dan sebagian lainnya anaerobik, tergantung kondisi fisik
yang ada. Sebagai contoh, proses anaerobik berlangsung dalam tangki
pembusukan, efluen cair meresap ke dalam tanah melalui saluran peresapan dan
meninggalkan banyak bahan organik pada lapisan atas tanah. Bahan organik itu
diuraikan secara aerobik oleh bakteri saprofit yang mampu menembus tanah
sampai kedalaman tanah 60 cm.
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani
sampah-sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, dikelompokkan
menjadi enam elemen terpisah, yaitu Pertama, pengendalian bangkitan (control of
generation). Kedua, penyimpanan (storage). Ketiga, pengumpulan (collection).
Keempat, pemindahan dan pengangkutan (transfer and transport). Kelima,
pemrosesan (processing), dan keenam, yaitu pembuangan (disposal)
(Tchobanoglous dalam Hindom 2012). Sampah dalam hal ini berupa bahan-bahan
padat yang tidak berharga, tidak dikehendaki, sehingga dibuang oleh pemiliknya
(Miller dalam Hindom 2012). Pengelolaan sampah dengan keenam elemen
tersebut harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip yang dapat menjamin
kesehatan masyarakat serta dilaksanakan menurut kaidah ekonomi, teknis,
konservasi, estetika, dan pertimbangan lainnya.

Teknologi Dekomposisi Sampah Organik
Teknologi dekomposisi sampah organik yang sebagian besar diterapkan
oleh masyarakat meniru proses terbentuknya humus oleh alam dengan bantuan
mikroorganisme. Menurut Damanhuri (2004), proses dekomposisi aerobik
merupakan proses dekomposisi sampah organik yang membutuhkan oksigen
selama proses berlangsung. Transformasi biokimia proses ini dapat digambarkan
dalam persamaan reaksi sebagai berikut :
CHON + O2 + Nutrien  Sel - Sel Baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4-2 + Panas +
Produk Padatan
Pada prinsipnya hasil akhir proses ini adalah sel-sel baru, CO2, air, amoniak,
sulfat dan senyawa organik baru bersifat stabil yang berupa padatan dan dapat
digunakan sebagai pupuk. Menurut Metcalf dan Eddy (2004) terdapat tiga jenis
metode berdasarkan sistem pendekomposisian sampah organik, yaitu metode
aerated static piled, windrow, dan in-vessel composting.
i. Pendekomposisian Sistem Windrow, merupakan metode yang paling
sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan
pencampuran, biasanya tumpukan sampah tersebut dibalik (diaduk). Hal ini
juga dapat menghambat bau yang mungkin timbul. Pembalikan dapat
dilakukan baik secara mekanis maupun manual.

5

ii.

Aerated Static Pile Composting, yakni udara disuntikkan melalui pipa statis
ke dalam tumpukan sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa
dilengkapi dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya menggunakan
blower untuk memantau udara yang masuk.
iii. In-veseel Composting System, merupakan suatu sistem pendekomposisian
sampah organik yang dilakukan di dalam kontainer/tangki tertutup. Proses
ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau disuntikkan udara,
pemantauan suhu dan konsentrasi oksigen.
iv. Vermicomposting, merupakan langkah pengembangan pendekomposisian
sampah organik secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai
perombak utama atau dekomposer, inokulasi cacing tanah dilakukan pada
saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos
setengah matang). Dikenal 4 (empat) marga cacing tanah yang sudah
dibudidayakan, yaitu Eisenia, Lumbricus, Perethima dan Peryonix.
Hingga saat ini banyak metode pendekomposisian sampah organik yang
telah berkembang. Metode ini banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi
perkembangannya. Namun demikian masing-masing metode tersebut merupakan
manipulasi agar faktor-faktor yang mampu mempercepat laju dekomposisi dapat
tercapai. Idealnya, teknologi yang mampu meningkatkan laju dekomposisi
sampah yang cepat merupakan teknologi yang dianggap lebih baik untuk
digunakan sebagai alternatif pengelolaan sampah organik. Tetapi pemilihan
teknologi dan modifikasinya akan lebih banyak tergantung kepada jenis sampah
yang akan diolah dan ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya.
Rasio C/N sebagai Parameter Laju Dekomposisi
Menurut Kusuma (2012), pokok dari proses pengomposan adalah
menurunkan perbandingan C/N bahan organik sehingga menjadi mirip atau
mendekati perbandingan C/N tanah. Perbandingan C/N pada tanah berkisar antara
10-12 (Setyorini 2006). Bila kompos mempunyai perbandingan C/N yang mirip
atau mendekati tanah, maka kompos tersebut dapat langsung digunakan tanaman
untuk memenuhi proses pertumbuhannya. Rasio C/N merupakan parameter yang
banyak berkorelasi dengan karakteristik kimia material selama proses
pengomposan. Sehingga parameter rasio C/N adalah parameter utama yang dapat
menggambarkan kematangan dan stabilitas kompos. Rasio C/N menggambarkan
mikroorganisme dalam kompos mengoksidasi karbon sebagai sumber energi, dan
memakan nitrogen untuk sintesis protein (Bernal et al. 1998).
Mikroorganisme memerlukan beberapa unsur untuk mendekomposisi bahan
organik. Karbon dan nitrogen adalah unsur yang paling penting dan menjadi
faktor pembatas (disamping phospat). Karbon adalah sumber energi dan
merupakan 50% dari bagian massa sel mikroba. Nitrogen merupakan komponen
paling penting sebagai penyusun protein dan bakteri disusun oleh tidak kurang
dari 50% dari biomasanya adalah protein. Jadi bakteri sangat memerlukan
nitrogen untuk mempercepat pertumbuhannya. Seandainya jumlah nitrogen terlalu
sedikit, maka populasi bakteri tidak akan optimal dan proses dekomposisi kompos
akan melambat. Kebalikannya, seandainya jumlah N terlalu banyak, akan
mengakibatkan pertumbuhan mikroba sangat cepat dan ini akan menyebabkan
masalah pada aroma kompos, sebagai akibat dari keadaan anaerobik. Dalam

6

keadaan seperti ini sebagian dari nitrogen akan berubah menjadi gas amoniak
yang menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena menyebabkan nitrogen
yang diperlukan akan hilang (Kardin 2010)
British Columbia Ministry of Agriculture and Food dalam Kusuma (2013)
menyebutkan bahwa proporsi C/N bahan baku kompos berdasarkan perkiraan
harus 30 bagian untuk karbon terhadap satu bagian untuk nitrogen berdasarkan
berat C/N dalam rentang dari 25/1 ke 40/1 menghasilkan proses yang efisien.
Serutan kayu, serbuk gergaji dan jerami adalah sumber karbon yang baik, sumber
karbon lainnya adalah limbah perkotaan dan parutan kertas atau karton, sumbersumber tersebut mudah ditemukan di sekitar masyarakat. Sedangkan pupuk
kandang adalah sumber nitrogen. Pendapat lain menurut Bernal et al. (2009), rasio
C/N pada awal proses pengomposan sebesar 40-44 masih menghasilkan proses
efisien yang dapat mereduksi C/N mencapai 54%. Reduksi tersebut disebabkan
oleh dekomposisi karbon dan nitrogen.
Karbon merupakan sumber energi dekomposisi mikroba. Dekomposisi
karbon yang terjadi adalah dekomposisi karbon organik yang larut dalam air dan
terjadi pada kondisi kadar air yang cukup (Sparling et al. 1998). Nitrogen
digunakan mikroba sebagai nutrisi untuk mensintesis material sel, asam amino,
dan protein. Sintesis tersebut membutuhkan lingkungan yang berkadar air tertentu
untuk mentransportasikan nutrisi dan sebagai media untuk reaksi kimia
(Dougherty dalam Kusuma 2012).

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yaitu bulan Maret-Juli 2013.
Penelitian ini dilakukan di tiga tempat, yakni lahan University Farm IPB kebun
Cikarawang, Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi IPB dan
laboratorium Limbah Padat Bahan Berbahaya Beracun Departemen Teknik Sipil
dan Lingkungan IPB. Diagram alir penelitian dapat dilihat di Gambar 1.
Bahan
Bahan yang digunakan selama melakukan penelitian ini antara lain sampah
organik yang terdiri dari sisa makanan dan limbah pertanian, bakteri LB10,
sampah yang sudah dikeringkan pada pengujian kadar air, bakteri x, aquades,
susu skim, agar bacto, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), pati, wrapping plastic,
kapas, karet, plastik tahan panas, dan kertas bekas.
Bahan kimia yang digunakan meliputi larutan K2Cr2O7 1 N, larutan H2SO4
pekat, batu didih, larutan FeSO4, serbuk H3BO3, NaOH, larutan indikator Conway,
larutan Na2CO3, katalis Kjeldahl, asam boric 4%, indikator untuk titrasi N2,
alkohol 70 % dan 90 %, spirtus, dan asam Sulfat 96%.

7

Alat
Alat yang digunakan selama melakukan penelitian ini terdiri dari
seperangkat mesin kompos, jerigen, sarung tangan, garpu/garuk sampah,
timbangan analitik [OHAUS; Aventuror Pro], cawan petri [Ø=80 mm], desikator,
oven [Memmert Beschickung – Loading Modell 100 – 800], buret mikro 25 ml,
labu ukur, labu erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, gelas piala, mortar [Haldenwanger
5.5’-6’], tabung kjeldahl [J.P. Selecta], bloc digest 6 [J.P. Selecta], vortex autoclav,
fume extraction [J.P. Selecta], destilator Pro-Nitro S [J.P. Selecta], tabung Reaksi,
danpautoclave.
Mulai

Studi Literatur
Perumusan Masalah

Memulai proses pengelolaan sampah
organik dengan beberapa perlakuan

Pembiakan Bakteri

Pengambilan Data
Mengukur nilai C dan N secara
berkala pada masing-masing
perlakuan

Menghitung jumlah bakteri
pendegradasi C dan N

Data

Pengolahan dan analisis data

Menganalisis korelasi antara
jumlah bakteri dengan laju
dekomposisi C dan N

Menganalisis proses pengelolaan
sampah organik yang terbaik
berdasarkan rasio C/N akhir
Merancang unit pengelolaan
sampah organik

Simpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1 Bagan alir penelitian

8

Prosedur Penelitian
Penelitian ini diawali dengan kompilasi data dari hasil pengukuran di
laboratorium dan studi literatur. Data dari hasil pengukuran di Laboratorium
berupa jumlah bakteri pendegradasi selulosa dan pati serta jumlah bakteri
pendegradasi protein, nilai C dan N serta rasio C/N secara berkala dari minggu
pertama sampai pada minggu ke 12. Sebelum dilakukan pengukuran C dan N juga
dilakukan pengukuran kadar air. Studi literatur digunakan untuk merancang suatu
bangunan untuk pengelolaan sampah organik dalam cakupan wilayah tertentu
sebagai pendukung rancangan proses pengelolaan sampah organik yang didapat
dari penelitian sebelumnya di laboratorium.
Pembiakan Bakteri
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri LB10 yang dijual
di pasaran (Gambar 2.A). Bakteri murni LB10 kemudian dibiakkan dengan cara
pemberian beberapa bahan tambahan meliputi air kelapa, gula merah (Gambar
2.B), mengkudu (Gambar 2.C), dan air sumur. Sebanyak 10 ml bakteri LB10
ditambah dengan gula merah 500 gram dan air kelapa 0.5 liter dan air sumur
sampai memenuhi jerigen dengan kapasitas 5 liter. Campuran bahan tersebut
kemudian dihomogenkan dan difermentasi secara anaerob di dalam jerigen
(Gambar 3) selama 2 minggu dan selanjutnya digunakan untuk proses pengolahan
sampah organik dengan komposisi 10% penambahan bakteri biakan.

Gambar 2 Bahan baku pembiakan bakteri

Gambar 3 Fermentasi bakteri biakan secara anaerob

9

Pengaplikasian Biakan Bakteri pada Sampah Organik
Bakteri hasil biakan yang berumur 2 minggu kemudian dicampur dengan
sampah organik yang akan diolah. Perbedaan perlakuan yaitu pada waktu
penambahan bakteri biakan. Sampah organik yang tidak diberi perlakuan disebut
dengan bahan kompos. Sebanyak 10% biakan bakteri dimasukkan ke dalam
jerigen tertutup berkapasitas 10 liter (Gambar 4), 75% berisi sampah organik dan
15% diisi dengan air sumur. Kode POC2 diberikan pada sampah yang diberi
penambahan bakteri pada minggu ke-2. Kode POC6 diberikan pada sampah yang
diberi penambahan bakteri pada minggu ke-6. Kode POC8 diberikan pada sampah
yang diberi penambahan bakteri pada minggu ke-8. Perlakuan terakhir yaitu
penambahan bakteri pada minggu ke-10 dengan kode POC10.

Gambar 4 Perlakuan olahan sampah pada jerigen tertutup
Penghitungan Jumlah Bakteri
Penghitungan jumlah sel pada penelitian ini dilakukan melalui metode
hitungan cawan (Total Plate Count). Metode hitungan cawan menggunakan
anggapan bahwa setiap sel akan hidup dan berkembang menjadi satu koloni.
Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah organisme yang
terkandung di dalam contoh uji. Teknik penghitungan ini meliputi pengenceran
dan mencawankan hasil pengenceran. Cawan yang dipilih untuk penghitungan
koloni sesuai dengan kaidah statistik adalah cawan yang berisi 25 sampai 250
koloni sesuai dengan SNI 01-2897-1992 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba.
Jumlah organisme yang terdapat dalam contoh uji asal dihitung dengan cara
mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran. Tahapan
dalam penghitungan jumlah bakteri adalah media disiapkan sesuai dengan bakteri
pendegradasi selulosa, pati, dan protein. Media yang digunakan adalah agar bacto
1.5 gram dan masing-masing menggunakan CMC, serbuk pati, dan susu skim
sebanyak 1 gram. Semua alat yang telah dibungkus koran, media dan aquadest
disterilisasi pada autoclave selama 15 menit pada suhu 121 °C. Alat dan bahan
yang telah disterilisasikan kemudian didinginkan. Larutan untuk pengenceran
disiapkan dari 0.85 gram NaCl dan 100 ml aquadest. Sebanyak 10 ml larutan
tersebut kemudian dituang ke dalam beberapa tabung (Gambar 5). Contoh uji
dimasukkan pada tabung yang berisi 10 ml larutan yang telah steril dan dilakukan
secara aseptis pada laminar dan dikocok sebanyak 25 sampai 30 kali. Pengenceran
berikutnya dilakukan dengan memipet 1 ml dari tabung dan dimasukkan ke
tabung berikutnya. Tabung kemudian divortex dan contoh uji di dalamnya dipipet

10

1 ml untuk dimasukkan ke pengenceran selanjutnya. Contoh uji dituang pada
masing-masing media dan disebar bakteri menggunakan batang sebar, kemudian
ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi terbalik. Media yang telah diisi contoh
uji kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2 sampai 3 hari. Bakteri yang
tumbuh dihitung secara manual. Rumus yang digunakan untuk menghitung
jumlah mikroba adalah sebagai berikut :
(Lukman et al. 2009)

Gambar 5 Tabung untuk pengenceran
Pengukuran kadar air
Pengujian di laboratorium diawali dengan analisis kadar air. Kadar air dari
sampah organik yang didekomposisikan merupakan salah satu sifat fisis sampah
organik tersebut. Kadar air menunjukkan kandungan air yang ada dalam sampah
organik. Dalam pengukuran kadar air sampah organik, metode yang biasa
dilakukan adalah metode pengukuran berat basah dan berat kering. Metode
pengukuran berat basah menyatakan kandungan air sampah sebagai persentase
berat basah material, sedangkan metode pengukuran berat kering menyatakan
kandungan air sampah organik sebagai persentase berat kering material. Langkah
pertama yang dilakukan pada pengukuran kadar air di laboratorium yaitu
persiapan alat yang mencakup cawan petri yang dikeringkan di oven pada
temperatur 105 °C selama ± 10 menit, desikator, oven, dan pinset. Contoh uji
dibuat duplo dan ditimbang ± 10 gram diatas cawan yang sudah ditimbang lebih
dulu (Gambar 6.A). Pengeringan dilakukan dalam oven pada temperatur 105 °C
selama ± 4 jam. Setelah dikeringkan di oven, ketiga contoh uji didinginkan di
desikator selama 15 menit. Bobot contoh uji ditimbang pada neraca analitik
(Gambar 6.B). Pengukuran kadar air belum selesai dilakukan jika bobot contoh uji
belum tetap. Bobot yang belum tetap menunjukkan masih ada air yang akan
menguap. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Keterangan :
a : berat cawan kosong (g)
b : berat cawan kosong + berat contoh uji sebelum dioven (g).
c : berat cawan kosong + berat contoh uji sampah setelah dioven (g)

11

Gambar 6 Contoh uji pada cawan petri (A), bobot contoh uji ditimbang pada
neraca analitik (B)
Rasio C/N
Proses pengukuran rasio C/N terbagi menjadi dua metode, yakni prosedur
pengukuran nilai karbon menggunakan Walkley-Black Method dan prosedur
pengukuran nilai nitrogen menggunakan Metode Nitrogen Kjeldahl (Direct
Method) JP Selecta.
Menentukan nilai Karbon (C) dengan metode Walkley-Black Method
Proses penentuan nilai karbon (C) dimulai dari tahap pembuatan larutan.
Larutan yang dibuat terdiri dari larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) dan larutan
Defimilamine. Tahap selanjutnya contoh uji ditimbang sebanyak ±0.02 gram dan
dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Blanko dibuat sebagai pembanding
hasil reaksi (Gambar 7.A). Sebanyak 10 ml larutan dikromat 1 N dan 20 ml
H2SO4 pekat dimasukan ke dalam gelas erlenmeyer sambil digoyang-goyang
dengan tangan selama 1 menit, kemudian didiamkan selama 30 menit. Air
destilasi sebanyak 200 ml ditambahkan pada masing-masing erlenmyer dan 5 ml
asam fosfat pekat serta 1 ml larutan difenilamine. Contoh uji dan blanko dititrasi
dengan larutan FeSO4 sehinga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah
bata (Gambar 7.B). Perhitungan nilai karbon digunakan persamaan :

Gambar 7 Blanko sebagai pembanding hasil reaksi (A), hasil titrasi (B)

12

Metode Pengukuran Nilai Nitrogen
Penentuan Nitrogen Kjeldahl (Direct Method) JP Selecta. Metode ini
terdiri dari mineralisasi contoh uji dengan H2SO4 terkosentrasi (Destruksi) dan
proses alkalinisasi dengan NaOH. Nitrogen yang didapatkan adalah lewat proses
distilasi dan pengikatan oleh asam boric. Jumlah nitrogen yang terdapat dalam
contoh uji dapat dihitung dengan proses titrasi menggunakan HCL yang tepat.
Proses preparasi contoh uji adalah tahap pertama dalam penentuan nilai
nitrogen. Bahan ditimbang dengan contoh uji sebanyak 1 sampai 2 gram (pada
contoh uji yang kandungan nitrogennya kecil seperti air limbah, sebaiknya
ditimbang lebih banyak). Contoh uji kemudian digiling dan diaduk sehingga
menjadi homogen atau tercampur, kemudian contoh uji ditaruh ke dalam contoh
uji tube glass.
Tahap kedua yaitu proses digestion/destruksi. Tube yang telah berisi
contoh uji diletakan ke dalam rak set digestion tube. Unit water circulation
vacuum pump dan Tempertature controller RAT – 2 kemudian dinyalakan. Katalis
kjeldahl ditambahkan ke dalam masing-masing uji contoh, 15 sampai 25 ml
H2SO4 96% dan beberapa butir batu didih. Kemudian set digestion tube
dipindahkan ke dalam Block-Digest dan ditutup dengan tutup fume extraction.
Pada Temp. Controller RAT – 2 dipilih program yang akan dijalankan, sesuai
dengan panduan SOP, kemudian tombol START (R/S) ditekan. Pada akhir proses
digestion/destruksi, hasil larutan akan berwarna hijau atau biru jernih atau kuning
(bergantung jenis contoh uji dan katalis yang dipakai). Haruslah tidak terdapat
sisa yang berwarna hitam menempel pada dinding tube. Gambar perlatan destruksi
disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Peralatan untuk proses destruksi nitrogen
Tahap ketiga adalah proses pelarutan dan pendinginan. Contoh uji dari
Digestion Block dikeluarkan dan ditaruh di rak (beserta tutup fume exhaust)
kemudian dibiarkan hingga dingin sampai dengan temperatur ruangan (selama
kurang lebih 15-20 menit). Tutup fume exhaust dipindahkan ke rak tempatnya dan
Water Circulator Vac. Pump dimatikan dan dibiarkan sampai dingin. Secara
perlahan 25 sampai 50 ml aquadest ditambahkan ke masing-masing tube, sambil
digoyang perlahan (agar tidak terjadi endapan). Kembali dibiarkan dingin sampai
benar-benar pada suhu ruangan.
Tahap keempat pada pengukuran nitrogen adalah proses destilasi. Sistem
Distilasi Pro Nitro dinyalakan. Contoh uji, tube, dan erlenmeyer dimasukan ke

13

dalam unit distilasi (Jika diperlukan sebelumnya ditambahkan indikator titrasi ke
dalam erlenmeyer). Sebanyak 40 sampai 50 ml Asam Boric dan 50 sampai 70 ml
NaOH ditambahkan kedalam tube. Contoh uji kemudian didistilasi selama 5
sampai 10 menit sampai terkumpul 250 ml larutan pada erlenmeyer (200 ml
distilat + 50 ml Asam Boric). Setelah proses distilasi contoh uji selesai,
dilanjutkan dengan membuat blank test, yaitu dengan mendistilasi memakai 5 ml
aquadest sebagai contoh uji. Pada proses alkalisasi (penambahan NaOH) contoh
uji akan berubah warna menjadi biru, bila tidak tambahkan lagi NaOH. Gambar
perlatan destruksi disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Destilator Pro-Nitro S [J.P. Selecta]
Tahap akhir yaitu proses titrasi. Titrasi contoh uji yang dihasilkan pada
erlenmeyer dengan HCL 0.25 N sampai warna berubah keunguan (pada end point
pH 4.65).
Perhitungan rancangan unit pengelolaan sampah
Unit pengelolaan sampah yang dirancang adalah bangunan sederhana yang
dapat menampung timbulan sampah organik rumah tangga dan sampah pertanian
khususnya jerami padi dalam skala pengembangan 1 RT = 100 jiwa dengan
asumsi jumlah KK 25 dan masing-masing KK terdiri dari 4 jiwa. Menurut SNI
19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan
dan Komposisi Sampah Perkotaan, bila data pengamatan lapangan belum tersedia,
maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat digunakan nilai timbulan
sampah sebagai berikut : satuan timbulan sampah kota besar adalah 2 sampai 2.5
(liter/orang)/hari, atau 0.4 sampai 0.5 (kg/orang)/hari dan satuan timbulan sampah
kota sedang/kecil = 1.5 sampai 2 (liter/orang)/hari, atau 0.3 sampai 0.4
(kg/orang)/hari.
Perhitungan rancangan unit pengelolaan sampah didasarkan pada timbulan
sampah yang dihasilkan 100 jiwa dalam kurun waktu tertentu. Unit yang dibuat
berupa satu unit pengolahan dengan menggunakan bakteri dan sebagai pelengkap
yaitu rancangan open windrow composting. Rancangan open windrow ini dibuat
sebagai tempat menampung sampah organik untuk beberapa hari yang telah
ditentukan sebelum masuk ke unit pengelolaan sampah organik dengan
menggunakan mikroba.

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah bakteri pendegradasi C dan N
Organisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa
organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan dalam
tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara
yang dapat digunakan kembali oleh tanaman, sehingga siklus hara dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Adanya aktivitas organisme perombak bahan organik
seperti mikroba dapat mendukung keberlangsungan proses siklus hara.
Belakangan ini, mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai
strategi untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang
mengandung lignin dan selulosa, selain untuk meningkatkan biomassa dan
aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, volume
bahan buangan, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan kesuburan dan
kesehatan tanah yang merupakan kebutuhan pokok untuk meningkatkan
kandungan bahan organik dalam tanah (Saraswati et al. 2010).
Penelitian kali ini menggunakan bakteri dari produk pasaran LB10 yang
dibiakkan dengan beberapa campuran bahan seperti air kelapa, mengkudu, dan
gula merah. Hasil biakan dari bakteri LB10 ini kemudian digunakan dalam proses
pengelolaan sampah organik dengan harapan mikroorganisme yang ada dapat
berguna sebagai perombak bahan organik dan dapat mempercepat proses
dekomposisi sampah organik. Jenis bakteri tidak menjadi pokok bahasan pada
penelitian kali ini, sehingga data yang digunakan yaitu jumlah mikroba (Tabel 2).
Jumlah mikroba yang dihitung dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu bakteri
pendegradasi pati dan selulosa yang merupakan kandungan dari karbon dan
jumlah bakteri pendegradasi protein yang merupakan kandungan dari nitrogen,
sehingga dari jumlah masing-masing bakteri akan tampak pengaruhnya pada laju
degradasi karbon dan nitrogen pada sub bab berikutnya. Menurut Endah et al.
(2007), senyawa karbon bersumber dari gula sederhana yaitu pati dan selulosa,
sehingga jumlah bakteri yang dihitung meliputi jumlah bakteri pendegradasi pati
dan selulosa. Bakteri selulolitik adalah bakteri yang tepat untuk mendegradasi
selulosa. Pemakaian bakteri selulolitik memiliki banyak keuntungan antara lain yaitu
hemat biaya, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, mudah ditemukan. Bakteri
selulolitik biasanya hidup dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi dari saluran
pencernaan kumbang tinja (Dung beetles) pada penelitian Wiparnaningrum (2010)
mendapatkan bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas, Pseudomonas, dan Cellvibrio.
Penghitungan jumlah mikroba diklasifikasikan berdasarkan kelompok
pendegradasi pati, selulosa, protein karena bahan baku yang digunakan pada
pengolahan sampah ini adalah campuran dari jerami padi dan sisa bahan makanan.
Menurut Legowo (2004), pada umumnya bahan makanan tersusun oleh tiga
komponen, yaitu protein, karbohidrat, dan lemak serta turunannya. Campuran bahan
baku yang merupakan bahan organik merupakan dasar penentuan klasifikasi 3
kelompok pendegradasi. Menurut Suryani (2007), bahan organik yang mudah
terdekomposisi karena tersusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H
termasuk di dalamnya senyawa selulosa, pati, gula, dan protein.
Kandungan senyawa karbon seperti gula, pati, selulosa, hemiselulosa, lignin,
pektin, lemak, dan protein menduduki 40% (sebagai C) berat kering jerami. Tiga

15

bentuk nitrogen biologis yang terdapat dalam bahan organik adalah protein, penyusun
dinding sel mikroba (Sutanto dalam Ekawati 2005). Hal ini yang mendasari
klasifikasi kelompok pendegradasi menjadi 3 kelompok, yaitu pendegradasi selulosa,
pati, dan protein karena hasil akhir yang akan dianalisis berkaitan dengan nilai C dan
N.
Tabel 2 Jumlah bakteri pada setiap perlakuan
Bakteri Pendegradasi Pati
cfu/ml
Murni LB10
8.1 x 102
∆=1.09 x105
5
cfu/ml
Biakan LB10
1.1 x 10
6
6
Aplikasi LB10 umur 2 Minggu
6.2 x 10
cfu/ml ∆=6.09x10
Bakteri Pendegradasi Protein
cfu/ml ∆=1.4x105
Murni LB10
6 x 102
cfu/ml
Biakan LB10
1.4 x 105
9
8
Aplikasi LB10 umur 2 Minggu
1.6 x 10
cfu/ml ∆=1.26x10
Bakteri Pendegradasi Selulosa
cfu/ml
Murni LB10
2.5 x 101
∆=1.85x102
2
cfu/ml
Biakan LB10
2.1 x 10
∆=3.9x105
5
Aplikasi LB10 umur 2 Minggu
3.9 x 10
cfu/ml

Jumlah bakteri yang dihitung meliputi bakteri murni LB10, biakan LB10,
dan Aplikasi LB10 umur 2 minggu. Bakteri murni LB10 merupakan bakteri asli
dari produk pasaran tanpa campuran apapun. Bakteri tersebut dihitung jumlah
bakterinya menurut jenis pendegradasinya dengan menggunakan metode Total
Plate Count. Biakan LB10 merupakan bakteri dari hasil biakan bakteri murni
yang telah diberi tambahan beberapa macam campuran seperti gula merah, air
kelapa dan mengkudu. Aplikasi LB10 umur 2 minggu adalah bakteri biakan LB10
yang telah dicampurkan pada olahan sampah dan telah difermentasi bersama
sampah organik yang telah diolah selama 2 minggu. Hasil perhitungan jumlah
bakteri secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.
Jumlah bakteri pada produk asli LB10, setelah dibiakkan, dan setelah proses
aplikasi rata-rata mengalami peningkatan seperti pada Tabel 2. Jumlah bakteri
setelah dibiakkan mengalami peningkatan daripada bakteri murni LB10 hal ini
disebabkan karena penambahan beberapa bahan baku seperti air kelapa, dan gula
merah. Air kelapa mengandung gula yaitu glukosa, fruktosa, dan sukrosa.
Glukosa dan fruktosa yang terkandung di dalam air kelapa merupakan gula
sederhana (monosakarida) sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh bakteri
(Fardiaz et al. 1996). Gula merah merupakan sumber karbohidrat untuk
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan. Selain itu, gula
merah merupakan sumber energi dan sumber makanan berbagai bentuk mikroba
yang dapat menciptakan kesuburan tanah alami yang lebih besar (Dewi 2013).
Penggunaan buah mengkudu pada bahan pembiakan bakteri bertujuan untuk
membunuh bakteri yang tidak diinginkan, sehingga bakteri yang dapat
mendegradasi C dan N dapat tumbuh sempurna, selain itu pada aplikasinya
sebagai pupuk organik cair mengkudu dapat berperan sebagai insektisida alami.
Menurut Hasnah dan Nasril (2005), salah satu tanaman yang bersifat sebagai
insektisida nabati adalah mengkudu (Morinda citrifolia L.)

16

Selisih jumlah bakteri yang diperoleh pada bakteri murni, biakan, dan
aplikasi umur 2 minggu untuk bakteri pendegradasi protein memiliki nilai yang
berebeda. Selisih jumlah bakteri murni dan biakan adalah sebesar 1.09 x105,
sedangkan selisih bakteri biakan dan aplikasi umur 2 minggu adalah sebesar
1.26x109. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi aktivitas pendegradasian protein
yang lebih cepat pada aplikasi umur 2 minggu. Selisih jumlah bakteri untuk
pendegradasi pati dan selulosa pada bakteri murni dan biakan yaitu berturut-turut
sebesar 1.09 x105 dan 3.9x105. Pada bakteri pendegradasi pati dan selulosa juga
didapatkan selisih terbesar yaitu antara bakteri biakan dan aplikasi umur 2 minggu
yaitu berturut-turut sebesar 6.09x106 dan 3.9x105. Jumlah bakteri tertinggi didapat
pada aplikasi bakteri umur 2 minggu menunjukkan bahwa bakteri yang telah
diaplikasikan pada sampah organik melakukan kegiatan pendegradasian protein,
pati, dan selulosa. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya proses degradasi
protein, pati, dan selulosa merupakan indikasi terjadi proses degradasi C dan N
sehingga selanjutnya dapat dihitung nilai rasio C/N.

% Kadar Air

Kadar air dan pengaruhnya terhadap aktivitas mikroorganisme

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Bahan Kompos
POC2
POC6
POC8
POC10
0

2

4

6

8

10

12

14

Minggu Ke-

Gambar 10 Grafik nilai kadar air pada setiap perlakuan
Nilai kadar air awal bahan sebesar 52.54%. Persentasi nilai kadar air awal
bahan ditentukan oleh bahan yang digunakan sebagai campuran. Bahan campuran
jerami padi dan sampah dapur campur mendapatkan nilai kadar air terukur sebesar
52.54%. Nilai ini masih dalam kisaran nilai kadar air ideal (CPIS dalam Elia
2004). Dekomposisi bahan organik oleh mikroba terjadi pada selaput air (water
film) yang melapisi partikel bahan organik dan sekaligus merupakan habitat dari
jasad renik tersebut. Reaksi dekomposisi ini membutuhkan (O2) dan air (H2O).
Meningkatnya poulasi mikroba dalam selaput air akan mempercepat proses
pengomposan (Elia 2004).
Pengaruh kadar air terhadap aktivitas mikroorganisme dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Mikroorganisme membutuhkan air dalam
kehidupan dan pertumbuhannya. Proses pengomposan berjalan baik pada kadar
air awal bahan sekitar 50-60%, karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air

17

akan meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme.
Apabila kadar air meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobik
(EPA 1989). Pengolahan sampah pada penelitian ini dibuat dalam kondisi
anaerobik sehingga kadar air akhir pada setiap perlakuan lebih besar dari 70%.
Perhitungan kadar air secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
Laju dekomposisi C
Karbon merupakan bagian penting dari material organik, sehingga karbon
merupakan parameter yang penting dalam proses dekomposisi kompos
(Tchobanoglous et al. dalam Kusuma 2012). Selain itu, karbon merupakan salah
satu parameter penentu kematangan kompos karena ketersediaan kadar karbon
dibutuhkan untuk proses dekomposisi (Mehl 2008). Pada penelitian kali ini
sampah organik yang didekomposisikan memiliki nilai %C awal sebesar 27.39.
Pemberian bakteri yang dilakukan pada minggu ke-2, 6, 8, dan 10 menghasilkan
laju dekomposisi yang berbeda (Gambar 11).
30
25

% Karbon

20

Bahan Kompos
POC 2

15

POC 6
10
POC 8
5

POC 10

0
0

2

4

6
8
Minggu Ke-

10

12

14

Gambar 11 Grafik laju dekomposisi karbon pada setiap perlakuan
Untuk mengetahui laju dekomposisi karbon pada sampah organik yang
diolah, maka dapat dibuat persamaan. Persamaan yang paling memungkinkan
adalah persamaan logaritma. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kusuma
(2013). Keputusan tersebut diambil berdasarkan nilai R2 rata-rata tertinggi dari
keseluruhan perlakuan. Laju dekomposisi karbon pada setiap perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Sampah organik yang tidak diberikan perlakuan atau pun yang diberikan
penambahan bakteri pada minggu ke-2, 6, 8 dan 10 tetap mengalami dekomposisi.
Namun, laju dekomposisi sampah organik yang tidak diberi perlakuan memiliki
nilai paling kecil yaitu 0.236%/hari. Laju dekomposisi yang paling tinggi yaitu
pada pemberian bakteri pada minggu ke-8 (POC8) yaitu sebesar 0.283%/hari
(Tabel 3). Laju dekomposisi C pada perlakuan yang diberi penambahan mikroba
lebih besar karena mikroba mengambil energi untuk kegiatannya, dari kalori yang
dihasilkan dalam reaksi biokimia perubahan bahan limbah hayati terutama bahan

18

zat karbohidrat, terus menerus sehingga kandungan zat karbon sampah turun
makin rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO2 dan
H2O yang menguap. Nitrogen digunakan oleh mikroorgansme untuk mensintesis
protein (Bernal et al. 1998). Nilai akhir dari %C yang memenuhi syarat menurut
Peraturan Menteri Pertanian nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah yaitu minimal 6% hanya perlakuan
POC10, yaitu perlakuan dengan pemberian bakteri pada minggu ke 10 yaitu
sebesar 6.413% dan pada sampah organik yang tidak diberikan perlakuan sebesar
7.372%.
Tabel 3 Laju Dekomposisi Karbon Setiap perlakuan
Laju Dekomposisi Karbon Setiap Perlakuan
Perlakuan

Persamaan Laju
Dekomposisi

R2

C (%)
Awal

C (%)
Akhir

Selisih
C (%)

Bahan Kompos
POC2
POC6
POC8
POC10

y = -2.05ln(x) + 14.02
y = -2.35ln(x) + 12.26
y = -2.31ln(x) + 12.76
y = -2.26ln(x) + 13.05
y = -2.08ln(x) + 13.90

0.882
0.844
0.831
0.825
0.875

27.390
27.390
27.390
27.390
27.390

7.372
4.432
4.847
3.336
6.413

20.018
22.958
22.543
24.054
20.977

Laju
Dekomposisi
(%/hari)
0.236
0.270
0.265
0.283
0.247

Hasil perhitungan nilai karbon secara keseluran pada setiap perlakuan
(Lampiran3-7) menunjukkan perbedaan laju dekomposisi yang berbeda pada
minggu awal sampai dengan minggu ke-4 dan pada minggu ke-4 sampai dengan
minggu ke-12. Pada awal pengomposan grafik pada Gambar 2 menunjukkan laju
dekomposisi yang sangat signifikan pada minggu ke-0 sampai dengan minggu ke4, sedangkan pada minggu selanjutnya sampai dengan minggu ke-12 tidak terjadi
perubahan yang signifikan, sehingga laju dekomposisi dapat dibuat dengan 2
periode. Periode minggu ke-0 sampai minggu ke-4 disajikan pada Tabel 4 dan
periode minggu ke-4 sampai dengan minggu ke-12 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan untuk minggu ke-0 sampai
dengan minggu ke-4

Perlakuan
Bahan
Kompos
POC2
POC6
POC8
POC10

Persamaan Laju
Dekomposisi

R

y = -4.327x + 27.22
y = -4.962x + 27.65
y = -4.327x + 27.22
y = -4.327x + 27.22
y = -4.327x + 27.22

0.998
0.998
0.998
0.