5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen dan abu gunung vulkanik terhadap tanah lempung, penulis
memberikan saran bahwa: 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk
setiap bahan pencampur. 2.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan abu gunung vulkanik dan abu sekam padi sebagai bahan stabilisator
stabilizing agents pada tanah lempung jika dikombinasikan dengan bahan pencampur semen.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh penambahan abu gunung
vulkanik dan abu sekam padi pada jenis tanah yang lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Tanah
Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan
dari batuan. Craig, 1989 Tanah sebagai material yang terdiri dari agregrat butiran mineral-mineral
padat yang tidak tersementasi terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan- bahan organik yang telah melapuk yang berpartikel padat disertai dengan zat
cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut Das, 1995.
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai bahan padat baik berupa mineral maupun organik yang terletak di permukaan bumi,
terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu. Tanah umumnya dapat disebut sebagai
kerikil gravel, pasir sand, lanau silt, atau lempung clay, tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Tanah terdiri dari 3
komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.
Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau
Universitas Sumatera Utara
udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian partially saturated.
Tanah terdiri dari 3 tiga fase elemen yaitu: butiran padat solid, air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah
yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti
ditunjukkan Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli dan Tiga Fase Elemen Tanah Dalam hal ini:
V = Isi Volume
cm
3
V
a
= Isi udara Volume of air cm
3
V
w
= Isi air Volume of water cm
3
V
v
= Isi porirongga Volume of void cm
3
Universitas Sumatera Utara
V
s
= Isi butir-butir padat Volume of solid cm
3
W = Berat Weight
gr W
a
= Berat udara Weight of air gr
W
w
= Berat air Weight of water gr
W
s
= Berat butir-butir padat Weight of solid gr
Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk menghitung volume V dan berat tanah W sebagai berikut:
V = V
s
+ V
v
= V
s
+ V
w
+ V
a
2.1 Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah
W dapat dinyatakan dengan: W = W
s
+ W
w
2.2
2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Kadar Air Water Content
Kadar air W merupakan perbandingan antara berat air W
w
dengan berat butiran padat W
s
dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.
W =
W
w
W
s
x 100 2.3
Dimana: W
= Kadar air
Universitas Sumatera Utara
W
w
= Berat air gr
W
s
= Berat butiran gr
2.1.2.2 Angka Pori Void Ratio
Angka pori e merupakan perbandingan antara volume rongga V
v
dengan volume butiran V
s
, biasanya dinyatakan dalam desimal.
e =
V
v
V
s
2.4
Dimana: e
= angka pori V
v
= volume rongga cm
3
V
s
= volume butiran cm
3
2.1.2.3 Porositas Porocity
Porositas n merupakan perbandingan antara volume rongga V
v
dengan volume total V. Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.
n =
V
v
V
2.5
Dimana: n
= porositas V
v
= volume rongga cm
3
Universitas Sumatera Utara
V = volume total
cm
3
2.1.2.4 Berat Volume Basah Unit Weight
Berat volume lembab atau basah γ
b
merupakan perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udaraW dengan volume tanah V.
γ
b
=
W V
2.6
Dimana: γ
b
= Berat volume basah grcm
3
W = berat butiran tanah gr
V = volume total tanah cm
3
dengan W = Ww + Ws + Wv Wv = berat udara = 0 .
Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya Va = 0, maka tanah menjadi jenuh.
2.1.2.5 Berat Volume Kering Dry Unit Weight
Berat volume kering γ
d
merupakan perbandingan antara berat butiran W
s
dengan volume total V tanah. γ
d
=
W
s
V
2.7
Dimana: γ
d
= berat volume kering grcm
3
Universitas Sumatera Utara
W
s
= berat butiran tanah gr V
= volume total tanah cm
3
2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat Soil Volume Weight
Berat volume butiran padat γ
s
merupakan perbandingan antara berat butiran tanah
W
s
dengan volume butiran tanah padat V
s
. γ
s
=
W
s
V
s
2.8
Dimana: γ
s
= berat volume padat grcm
3
W
s
= berat butiran tanah gr V
s
= volume total padat cm
3
2.1.2.7 Berat Jenis Specific Gravity
Berat jenis tanah G
s
merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat
γ
s
dengan berat volume air γ
w
pada temperature 4º.Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan tidak berdimensi.
G
s
=
γ
s
γ
w
2.9
Dimana: G
s
= berat jenis γ
s
= berat volume padat grcm
3
Universitas Sumatera Utara
γ
w
= berat volume air grcm
3
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan S merupakan perbandingan volume air V
w
dengan volume total rongga pori tanah V
v
, biasanya dinyatakan dalam persen.
S =
V
w
V
v
x100 2.10
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau tak organic 2,62 – 2,68
Lempung organic 2, 58 – 2,65
Lempung tak organic 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80
Universitas Sumatera Utara
Dimana: S
= derajat kejenuhan V
w
= volume air cm
3
V
v
= volume total rongga pori tanah cm
3
Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering Tanah agak lembab
0 – 0,25 Tanah lembab
0,26 – 0,50 Tanah sangat lembab
0,51 – 0,75 Tanah basah
0,76 – 0,99 Tanah jenuh
1
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Batas-batas Atterberg Atterberg Limit
Batas-batas Atterberg
digunakan untukmengklasifikasikan jenis tanahuntuk
mengetahuiengineering propertiesdanengineeringbehaviortanahberbutirhalus.Pada tanahberbutir
halushalyang palingpenting adalahsifatplastisitasnya.Plastisitas disebabkanolehadanyapartikelminerallempungdalam
tanahyangdapatdidefinisikan sebagaikemampuantanahdalammenyesuaikanperubahanbentuk padavolumeyang
konstan tanpa adanya retak ataupunremuk. Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis.Sifat plastis
tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas
berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair liquid limit, batas plastis plastic limit dan batas susut shrinkage limit.
Atterberg 1911 memberikan carauntuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan
kadar airnya. Batas-batastersebut adalah batas cair, batasplastis dan batas susut. Batas- batas Atterberg dapatdigambarkan seperti dalamGambar 2.2 .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg 1.
Batas cair Liquid Limit Batas Cair LL adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,
tanah akan berprilaku sebagai cairan kental batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batascairditentukan dari
pengujian Cassagrande 1948, yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk dapat dilihat pada gambar 2.3 sedemikian rupa yang telah
berisisampeltanah yang telah dibelah olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua sampel
dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan
agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan
nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0– 1000,akantetapikebanyakantanahmemilikinilaibatascairkurangdari100
Holtz danKovacs, 1981.Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah
dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan
Universitas Sumatera Utara
ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm
1 2
�� pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool Das, 2002
Universitas Sumatera Utara
2. Batas Plastis Plastic Limit
Batasplastisplasticlimitmerupakankadarairtanah padakedudukanantara
daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi manatanahdengandiametersilinder3,2 mmmulaimengalamiretak-retakketika
digulung.Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah
dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis PL dari tanah itu.Batas plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.
Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm
1 8
��, kadar airnya adalah batas plastis ASTM D-424.
3. Batas Susut Shrinkage Limit
Batas susut shrinkage limit merupakan kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam berikut:
SL = �
m
1
−m
2
m
2
−
v
1
−v
2
γ
w
m
2
� x 100 2.11
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
m
1
= berat tanah basah dalam cawan percobaan gr m
2
= berat tanah kering oven gr
v
1
= volume tanah basah dalam cawan cm
3
v
2
= volume tanah kering oven cm
3
γ
w
= berat jenis air grcm
3
4. Indeks Plastisitas Plasticity Index
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitasplasticityindex adalahselisih batas cairdan batas
plastis.Adapunrumusandalammenghitung besarannilaiindeksplastisitasadalah
sesuai dengan Persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah. IP=LL -PL
2.12 Dimana:
PI = indeks plastisitas
LL = batas cair
PL = batas plastis
Indeksplastisitasmerupakanintervalkadarair dimanatanahmasih bersifat plastis. Karenaitu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan
tanahtersebut.Jikatanahmempunyaiintervalkadarairdaerahplastisyang kecil, maka keadaaninidisebutdengantanahkurus,kebalikannya jikatanah mempunyai interval
Universitas Sumatera Utara
kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3:
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002 5.
Indeks Kecairan Liquid Indeks Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Kecairan Liquidity Index. Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks
plastisitasnya. Berikut persamaannya: �� = �
�
=
�
�
−�� ��−��
=
�
�
−�� ��
2.13 Dimana :
LI = Liquidity Index W
N
= Kadar air asli
PI Tingkat Plastisitas
Jenis Tanah Kohesi
Non – Plastis Pasir
Non – Kohesif 7
Plastisitas Rendah Lanau
Kohesif Sebagian 7 – 17
Plastisitas Sedang Lempung Berlanau
Kohesif 17
Plastisitas Tinggi Lempung
Kohesif
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Hubungan Antara W
P
, W
L
dan W
N
Dalam Menghitung LI atau I
L
Bowles, 1991
6. Dapat dilihat bahwa jika W
N
= LL, maka Indeks Kecairan akan sama 7.
8. Gambar 2.4 Hubungan Antara W
P
, W
L
dan W
N
Dalam Menghitung LI atau I
L
Bowles, 1991
Dapat dilihat bahwa jika W
N
= LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan 1. Sedangkan, jika W
N
= PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LLW
N
PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan W
N
LL akan mempunyai LI 1.
2.1.4Gradasi Ukuran Butiran
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama
pada macam tanah. Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan
grafik lengkung Grading Curve atau grafik lengkung pembagi butir Partial Size Distribution Cueve. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran
butir yang hampir vertikal semua partikel dengan ukuran yang hampir sama disebut tanah yang uniform Uniformly Graded. Apabila kurva membentang
Universitas Sumatera Utara
pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa saringan Sieve Analysis.
Gambar 2.5 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis Das, 1998 Gradasi Distribusi Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat
butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu. Karakteristik pengelompokkan tanah :
1. Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir
2. Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung
Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:
Universitas Sumatera Utara
•
Cu uniformity coefficient adalah koefiseien keseragaman dimana menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam uniform
tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam. Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti
semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :
Cu =
D
60
D
10
Cu =
D
60
D
10
2.14
Dimana : D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10 lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60 lolos ayakan
•
Cc curvature coefficient adalah koefiseien gradasi -
Tanah bergradasi sgt baik bila Cu 15 . -
Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu 4 untuk tanah kerikil, Cu 6 untuk pasir, dan
- Cc antara 1 – 3 untuk kerikil dan pasir.
Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.15 berikut :
Cc =
D
2 30
D
60
xD
10
Cc =
D
2 30
D
60
x D
10
2.15 Dimana :
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10 lolos ayakan D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30 lolos ayakan
D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60 lolos ayakan
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Sistem Klasifikasi Tanah 2.1.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur Ukuran Butir Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu.Seperti
diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir antara lain: pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini
dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat U.S. Departement of Agriculture dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem
U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk pekerjaan jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan persentase
susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration. Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian
tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu : 1.
Klasifikasi tanah berdasar teksturukuran butir 2.
Klasifikasi tanah sistem USCS 3.
Klasifikasi tanah sistem AASHTO Diagram klasifikasi tekstur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur
2.1.5.2 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah Unified Soil Classification System
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan
tanah.Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas- batas Atterberg.Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil
percobaan ini.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, 50 melalui ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus 50 melalui ayakan
No.200.Sistem ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang, diuraikan oleh Casagrande 1948. Ia telah dipakai sejak tahun 1942 ,
tetapi diubah sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan
untuk mengklasifikasikan tanah dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut: Huruf pertama:
Huruf kedua: G
= kerikil Gravel W
= bergradasi baik Well graded
S = pasir Sand
P = bergradasi buruk Poor graded
W P dari lengkung gradasi M
= kelanauan Muddy C
= kelempungan Clayey dari diagram plastisitas
M = lanau Mud
L = batas cair rendah Low LL
C = lempung Clay
H = bataas cair tinggi High LL
O = organik Organic
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.3Sistem Klasifikasi AASHTO
Klasifikasi tanah sistem AASHTO American Association of State Highway Transportation Official dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan
tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35 atau
kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35 butirannya lolos ayakan no.
200. Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut : 1.
Analisis ukuran butiran. 2.
Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. 3.
Batas susut. Khususuntuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus
diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Tabel 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Menurut AASHTO Das 1993
Universitas Sumatera Utara
2.1.6Sifat-Sifat Mekanis Tanah 2.1.6.1 Pemadatan Tanah Compaction
Pemadatan compaction merupakan proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara:
tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan
pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Energi pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan
getaran dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan. Di dalam laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan. Derajat kepadatan yang
dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang
digunakan Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998. Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk
menentukan kadar air optimum Optimum Moisture Content = O.M.C dan berat isi kering maksimum Maximum Dry Density=
γ
d
. Percobaan-percobaan tersebut ialah percobaan pemadatan standar Standart Compaction Test dan percobaan
pemadatan modifikasi Modified Compaction Test. Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan
kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
2.1.6.2 Pengujian California Bearing Ratio CBR
Daya dukung tanah dasar subgrade pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR California Bearing Ratio.CBR untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah
perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”0,2” denganbeban
yang ditahan batu pecah standar padapenetrasi0,1”0,2”.Sukirman,1995
Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan test load dengan beban standar standard load dan dinyatakan dalam
prosentase.Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam kepadatan maksimum.Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah
Universitas Sumatera Utara
dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100 dalam memikul beban lalu lintas.
CBR lapangan CBR inplace digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk
perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan
yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan direndam undisturbed soaked CBR digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai
CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan swelling yang maksimum.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm 0,1” terhadap
penetrasistandard besarnya 70,37 kgcm
2
1000 psi.
Harga CBR = Beban 0.1” 3 x 1000 x 100
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm 0,2”terhadap
penetrasi standard yang besarnya 105,56 kgcm
2
1500 psi
Harga CBR = Beban 0.2” 3 x 1500 x 100
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a. CBR laboratorium rendaman soaked design CBR
Universitas Sumatera Utara
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
laboratorium tanpa rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman Unsoaked Design CBR
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.
Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997
2.1.6.3 Pengujian Uji Tekan Bebas Unconfined Compression Test
Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam
keadaan asli maupun buatan remoulded. Yang dimaksud dengan kekuatan tekan
Universitas Sumatera Utara
bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai
20.Bilamaksudpengujianadalah untuk
menentukanparameterkuatgeser tanah,pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh,
dimana padapembebanancepat,airtidaksempatmengalirkeluardaribendauji. Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:
Gambar 2.9 Skema Uji Tekan Bebas Teganganaksialyangditerapkandiatasbendaujiberangsur-angsurditambah
sampaibendaujimengalamikeruntuhan.Padasaatkeruntuhannya,karen aσ
3
=0,maka: τ
f
=
σ
1
2
=
q
u
2
= c
u
2.16
Dimana: τ
f
= kuat geser kgcm
2
Universitas Sumatera Utara
σ1 = tegangan utama
kgcm
2
q
u
= kuat tekan bebas tanah kgcm
2
c
u
= kohesi kgcm
2
Gambar 2.10 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test UCT.
Gambar 2.10 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan q
u
Di Atas Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap Das, 2008
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung
Konsistensi q
u
kNm
2
Lempung keras 400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak 25
Faktor konversi : 1 lbin
2
= 6.894,8 Nm
2
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002 Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang
diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain Holtz dan Kovacs,
1981: 1.
Benda uji harus 100 jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori e berkurang sehingga
kekuatan benda uji bertambah. 2.
Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen.
Universitas Sumatera Utara
3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa
penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung.
4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah
mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan
kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.
2.2 Bahan-Bahan Penelitian