kematian setelah trauma parah atau multipel trauma.
Sebelumnya, pada tahun 2011 Guvette dan kawan-kawan dari University of Pittsburgh School Medicine, USA telah meneliti tentang serum laktat yang dapat
digunakan sebagai prediktor hasil akhir dari pasien-pasien trauma. Namun, Guvette dan kawan-kawan tidak membahas bagaimana resusitasi dilakukan pada saat sebelum
atau sesudah dilakukan resusitasi. Peningkatan tingkat laktat
mencerminkan hipoksia jaringan dan metabolisme anaerobik berlangsung dalam tubuh dan biasanya diatasi dengan resusitasi yang memadai Abramson, 1993.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian tentang kaitan pemeriksaan serum laktat setelah dilakukan resusitasi yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk
menilai mortalitas dan morbiditas pasien multipel trauma di rumah sakit H. Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan masalah
Apakah kadar serum laktat setelah dilakukan resusitasi dapat menjadi indikator dalam menentukan morbiditas dan mortalitas pada pasien multipel trauma.
1.3. Hipotesis
Kadar serum laktat setelah dilakukan resusitasi dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam menilai morbiditas dan mortalitas pada pasien multipel trauma.
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan umum
Mengetahui kadar serum laktat pada pasien multipel trauma
1.4.2.Tujuan khusus
1. Menentukan kadar serum laktat sebelum resusitasi pada pasien multipel trauma.
2. Menentukan kadar serum laktat setelah resusitasi pada pasien multipel trauma.
3. Menilai perubahan kadar serum laktat setelah resusitasi pada pasien multipel trauma.
4. Menentukan hubungan kadar serum laktat sebelum resusitasi dengan hasil akhir.
Universitas Sumatera Utara
5. Menetukan hubungan kadar serum laktat setelah resusitasi dengan hasil akhir.
6. Hubungan perubahan kadar serum laktat setelah resusitasi dengan hasil akhir.
1.5. Manfaat
1.5.1. Bidang akademik ilmiah
Meningkatkan pengetahuan peneliti dibidang orthopaedi khususnya dapat mengetahui apakah kadar serum laktat dapat digunakan untuk menentukan morbiditas dan
mortalitas pada pasien multipel trauma.
1.5.2. Bidang masyarakat
Dengan penelitian ini diharapkan dokter dapat segera menilai prognosis pasien trauma yang datang sehingga dapat segera memberikan pelayanan dan pengobatan yang tepat
sehingga harapan hidup dapat ditingkatkan.
1.5.3. Bidang pengembangan penelitian
Memberikan data dan informasi apakah kadar serum laktat dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan morbiditas dan mortalitas pada pasien multipel
trauma.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun di seluruh dunia WHO, 2004. Proporsi terbesar dari kematian 1,2 juta pertahun
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia WHO memprediksi bahwa pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab
kematian dini dan kecacatan Peden, 2004. Multipel trauma adalah istilah medis yang menggambarkan kondisi seseorang yang
telah mengalami beberapa luka traumatis, seperti cedera kepala serius selain luka bakar yang serius. Multipel trauma atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau
lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi dampak pada fisik, kognitif, psikologik
atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional Lamichhane P, et al., 2011. Multipel trauma atau politrauma adalah suatu istilah yang biasa digunakan untuk
menggambarkan pasien yang mengalami suatu cedera berat yang diikuti dengan cedera yang lain, misalnya dua atau lebih cedera berat yang dialami pada minimal dua
area tubuh. Kondisi yang penting dalam menggambarkan penggunaan istilah ini adalah pada keadaan trauma yang bisa disertai dengan shock dan atau perdarahan
serta keadaan yang dapat membahayakan jiwa seseorang Kroupa J, 1990. Beberapa penelitian terdahulu, diantaranya Border dan kawan-kawan mendefinisikan multipel
trauma adalah cedera yang cukup signifikan mengenai dua atau lebih regio tubuh. Tscherne dan kawan-kawan mengatakan multipel trauma adalah dua atau lebih cedera
berat dengan salah satunya atau semuanya dapat mengancam jiwa. Beberapa penulis mendefinisikan multipel trauma menggunakan pengukuran yang lebih objektif yaitu
dengan menggunakan scoring Injury Severity Score ISS , dimana dikatakan multipel trauma bila nilai ISS 15 sampai 26 atau lebih besar Nerida E, et al, 2013.
Kematian setelah trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya tingkat ekonomi merupakan faktor penentu utama. Laporan WHO 2004 mengutip
angka kematian untuk dewasa, yaitu mereka dengan cedera skor keparahan ISS dari 9 atau lebih tinggi Mock, 2004. ISS akan diuraikan secara lebih rinci dalam bagian
berikutnya. Keseluruhan angka kematian, termasuk pra-rumah sakit dan di rumah sakit, adalah 35 di negara-negara berpenghasilan tinggi, namun meningkat menjadi
Universitas Sumatera Utara
55 di negara berpenghasilan menengah dan 63 di negara berpenghasilan rendah. Lebih serius pasien cedera ISS 15-24 mencapai rumah sakit menunjukkan
peningkatan enam kali lipat dalam mortalitas pada pasien berpenghasilan ekonomi rendah.
Dalam sistem kesehatan yang canggih, korban dibawa ke rumah sakit terdekat kemudian dilakukan manajemen komprehensif di instalasi gawat darurat. Pengobatan
berpusat pada evaluasi, resusitasi dan stabilisasi. Fase ini menyatu ke perawatan definitif dalam operasi, dengan kontrol jalan napas, ventilasi, dan bedah pengelolaan
perdarahan. Cedera muskuloskeletal pada awalnya stabil, diikuti oleh pengobatan definitif. Level 2 atau 3 perawatan kritis mungkin diperlukan untuk meminimalkan
komplikasi dan mencegah kematian, dan rehabilitasi berkepanjangan mungkin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan korban dengan cedera otak dan kerusakan
muskuloskeletal kompleks. Kematian yang disebabkan oleh trauma itu secara klasik memiliki 3
penyebaran, yang berhubungan antara waktu kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk mengatasi mortalitas :
1. Immediate deaths kematian yang segera Dimana pasien meninggal oleh karena trauma sebelum sampai ke rumah sakit.
Misalnya cedera kepala berat, atau trauma spinal cord. Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat hidup sampai ke rumah sakit, karena hampir 60 dari kasus ini
pasien meninggal bersamaan dengan saat kejadian. 2. Early deaths
Dimana pasien meninggal beberapa jam pertama setelah trauma. Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian lagi disebabkan oleh
cedera sistem saraf pusat. Hampir semua kasus pada trauma ini potensial dapat ditangani. Bagaimanapun, pada umumnya setiap kasus membutuhkan
pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di pusat-pusat trauma. Khususnya pada institusi yang dapat melakukan resusitasi segera, identifikasi
trauma, dan sarana pelayanan operasi selama 24 jam. 3. Late deaths
Dimana pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah trauma. Sepuluh sampai dua puluh persen 10-20 dari seluruh kematian kasus trauma terjadi
pada periode ini. Kematian pada periode ini mayoritas disebabkan oleh karena infeksi dan kegagalan multipel organ. Trauma kepala paling banyak dicatat pada
Universitas Sumatera Utara
pasien multipel trauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome
dan kondisi kelainan jiwa yang lain David et al, 2008.
2.2. Manajemen trauma