Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring Di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2011

(1)

ABSTRAK

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas. Sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF) mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher. Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk atau diperkirakan sekitar 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesi. Indonesia, menempati urutan ke-4 diantara keganasan yang terdapat di seluruh tubuh. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, desain penelitian ini adalah retrospective. Penelitian dilakukan bulan September sampai bulan November 2012 di RSUP H.Adam Malik dengan melihat data rekam medis pasien KNF dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2011. Subjek penelitian diambil dengan menggunaan teknik total sampling. Data yang terkumpul kemudian diolah dan di analisi dengan bantuan program SPSS for windows. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi.

Penelitian ini dibuat untuk mengetahui karakteristik penderita KNF di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah laki-laki 103 orang (68.2%) dan perempuan 48 orang (31.8%). Usia yang paling rentan terkena KNF 41-50 tahun (33.1%) kemudian diikuti dengan urutan kedua dengan umur 51-60 tahun (27.2%), dan jumlah umur yang paling rendah 11-20 tahun (3.3%). Pekerjaan yang paling tinggi adalah wiraswasta 34.4%, keluhan utama berupa benjolan dileher 89.4% kemudian hidung sumbat. Terapi yang paling banyak digunakan adalah kemoterapi 57.6% dan radioterapi (16.6%) stadium tertinggi adalah stadium IV 49.7% dan stadium terendah dalah stadium I and II (1.3%) dan (13.2%).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih sering terkena KNF dengan usia dia atas 41 tahun. Dengan keluhan utama adanya benjolan dileher diikuti hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri dan sakit kepala.


(2)

ABSTRACT

Nasopharyng Carcinoma is the most common THT malignant tumor in Indonesia ,it is the fifth malignant tumor but, in head , and neck Nasopharyng Ca for the first malignant tumor ( The percentage of Nasopharing Carcinoma is almost 60 % in head and neck tumor. The prevalence of NPC in Indonesia is high enough with about 4,7 new case of 100.000 people or about 7000 – 8000 cases one year in Indonesia. Indonesia get the 4 th malignanancy in the word. This study is descriptive study with Retrospective design. This study begin on September – November 2012 and the author look from the medical record from January – Desember 2011. The subjects of this study by using total sampling. The data is collected and analysed with SPSS program, The analysis of statistic that is used is descriptive statistic and use frequency statistic. The author aimed to determine Characteristic patients of Nasopharyng Carcinoma in Adam Malik General Hospital in Medan 2011.

The author aimed to determine Characteristic patients of Nasopharyng Carcinoma in Adam Malik General Hospital in Medan 2011.

This study shows that the man 68,2% and woman 31,8%. The most often of age from Nasopharyng carcinoma is 41 – 50 years ( 33,1% ) and then, followed by the 2 th age with 51 – 60 years ( 27,2% ), and the lowest age between 11 – 20 years. ( 3,3% ).The most occupation is private work 34,4% there is mass in the neck 89,4%. The most treatment that is used is chemotherapy 57,6% and radiotherapy ( 16,6 % ).the highest stage is forth grade 49,7%. And the lowest stage is I and II ( 1,3%) and ( 13,2%).

It is conclude that the man is most often get Nasopharyng carcinoma with age >41 years. And symptom with mass in the neck and is followed by flu, epistaksis , tinnitus, otitis, and headache.


(3)

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2011

Oleh:

WULAN MELANI 090100114

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian dengan Judul:

Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring di Rumah Sakit H.Adam Malik Medan Tahun 2011

Yang dipersiapkan oleh:

Wulan Melani 090100114

Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk hasil seminar hasil penelitian

Medan, 10 Januari 2013 Disetujui,

Dosen Pembimbing

(...)


(5)

ABSTRAK

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas. Sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF) mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher. Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk atau diperkirakan sekitar 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesi. Indonesia, menempati urutan ke-4 diantara keganasan yang terdapat di seluruh tubuh. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, desain penelitian ini adalah retrospective. Penelitian dilakukan bulan September sampai bulan November 2012 di RSUP H.Adam Malik dengan melihat data rekam medis pasien KNF dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2011. Subjek penelitian diambil dengan menggunaan teknik total sampling. Data yang terkumpul kemudian diolah dan di analisi dengan bantuan program SPSS for windows. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi.

Penelitian ini dibuat untuk mengetahui karakteristik penderita KNF di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah laki-laki 103 orang (68.2%) dan perempuan 48 orang (31.8%). Usia yang paling rentan terkena KNF 41-50 tahun (33.1%) kemudian diikuti dengan urutan kedua dengan umur 51-60 tahun (27.2%), dan jumlah umur yang paling rendah 11-20 tahun (3.3%). Pekerjaan yang paling tinggi adalah wiraswasta 34.4%, keluhan utama berupa benjolan dileher 89.4% kemudian hidung sumbat. Terapi yang paling banyak digunakan adalah kemoterapi 57.6% dan radioterapi (16.6%) stadium tertinggi adalah stadium IV 49.7% dan stadium terendah dalah stadium I and II (1.3%) dan (13.2%).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih sering terkena KNF dengan usia dia atas 41 tahun. Dengan keluhan utama adanya benjolan dileher diikuti hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri dan sakit kepala.


(6)

ABSTRACT

Nasopharyng Carcinoma is the most common THT malignant tumor in Indonesia ,it is the fifth malignant tumor but, in head , and neck Nasopharyng Ca for the first malignant tumor ( The percentage of Nasopharing Carcinoma is almost 60 % in head and neck tumor. The prevalence of NPC in Indonesia is high enough with about 4,7 new case of 100.000 people or about 7000 – 8000 cases one year in Indonesia. Indonesia get the 4 th malignanancy in the word. This study is descriptive study with Retrospective design. This study begin on September – November 2012 and the author look from the medical record from January – Desember 2011. The subjects of this study by using total sampling. The data is collected and analysed with SPSS program, The analysis of statistic that is used is descriptive statistic and use frequency statistic. The author aimed to determine Characteristic patients of Nasopharyng Carcinoma in Adam Malik General Hospital in Medan 2011.

The author aimed to determine Characteristic patients of Nasopharyng Carcinoma in Adam Malik General Hospital in Medan 2011.

This study shows that the man 68,2% and woman 31,8%. The most often of age from Nasopharyng carcinoma is 41 – 50 years ( 33,1% ) and then, followed by the 2 th age with 51 – 60 years ( 27,2% ), and the lowest age between 11 – 20 years. ( 3,3% ).The most occupation is private work 34,4% there is mass in the neck 89,4%. The most treatment that is used is chemotherapy 57,6% and radiotherapy ( 16,6 % ).the highest stage is forth grade 49,7%. And the lowest stage is I and II ( 1,3%) and ( 13,2%).

It is conclude that the man is most often get Nasopharyng carcinoma with age >41 years. And symptom with mass in the neck and is followed by flu, epistaksis , tinnitus, otitis, and headache.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendak-Nya proposal karya tuli ilmiah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Penulisan proposal karya mahasiswa ini bertujuan untuk mengikuti program karya tulis ilmiah dengan judul : “Karakteristik Kanker Nasofaring di RSUP HAM Medan”. Selain sebagai karya tulis ilmiah, penulis juga ingin memaparkan sedikit tentang kanker nasofaring itu sendiri.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan masih sedikitnya pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya proposal karya mahasiswa ini dapat terselsaikan walaupun masih banyak kekurangan didalamnya. Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

2. Prof. dr. Guslihan dasa Tjipta, SpA (K) selaku pembantu Dekan I.

3. dr.Ferryan Sofyan,M.Kes,Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing saya yang membimbing saya dalam menyelesaikan KTI ini, dan tanpa lelah memberikan banyak masukan untuk perbaikan-perbaikan dalam menyusun KTI ini.

4. dr. Maya Savira, Mkes dan dr. Sri Amelia, Mkes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran untuk pembuatan karya tulis ilmiah ini.

5. Bunda, kakak, dan adik saya yang banyak memberi dukungan baik dari doa, material dan moral, juga yang selalu mengingatkan agar penulis tidak malas dalam menyelesaikan KTI ini.

6. Teman-teman satu kelompok KTI dan teman-teman satu stambuk 2009 yang berjuang bersama dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(8)

Penulis menyadari karya mahasiswa ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yag positif agar karya mahasiswa ini menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.

Medan, 10 Januari 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... .. 1

1.1 Latar Belakang... .... 1

1.2 Rumusan Masalah... ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring ... 5

2.2 Etiologi ... 5

2.3 Gejala Klinis ... 8


(10)

2.5 Histopatologi ... 14

2.6 Stadium ... 15

2.7 Diagnosis Banding ... 17

2.8 Terapi ... 17

2.9 Follow-up ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL. 21 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2 Definisi Operasional... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Jenis Penelitian ... 24

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

4.4 Tekhnik Pengumpulan Data ... 24

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1 Hasil Penelitian ... 26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2 Karakteristik Individu ... 26

5.1.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan usia ... 27

5.1.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan pekerjaan ... 27 5.1.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Utama


(11)

pada Penderita KNF ... 28

5.1.6 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama lebih dari satu pada Penderita KNF ... 28

5.1.7 Distribusi Frekuensi Stadium pada Penderita KNF.... 31

5.1.8 Distribusi Frekuensi Penderita KNF yang Menerima Pengobatan ... 32

5.2 Pembahasan ... 32

5.1.2 Jenis Kelamin, Usia, dan Pekerjaan Penderita KNF ... 33

5.2.2 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama Penderita KNF ... 33

5.2.3 Distribusi Frekuensi Stadium Kanker Nasofaring pada Penderita KNF ... 33

5.2.4 Distribusi Frekuensi Penderita KNF yang Menerima Pengobatan. ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Insidensi kanker nasofaring berdasrkan stadium 16

5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin 26

5.2 Distribusi frekuensi usia 27

5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan 27

5.4 Distribusi frekuensi keluhan utama 28

5.5 Distribusi frekuensi satu keluhan utama atau lebih 28 5.6 Distribusi frekuensi stadium pada penderita KNF 31 5.7 Distribusi frekuensi penderita KNF menerima


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(14)

LAMPIRAN

Judul Halaman


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana KNF termasuk dalam lima besar tumor ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah (Pahala,2009).

Distribusi penyakit ini paling banyak dijumpai pada ras Mongol, di samping Mediteranian, dan beberapa ras di Afrika di bagian Utara. Di Hongkong tercatat sebanyak 24 pasien kanker nasofaring per tahun per 100.000 penduduk, sedangkan angka rata-rata di Cina bagian selatan berkisar antara 20 per 100.000 penduduk, dibandingkan dengan negara Eropa atau Amerika Utara yang mempunyai angka kejadian hanya 1 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk atau diperkirakan sekitar 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesi. Indonesia, menempati urutan ke-4 diantara keganasan yang terdapat di seluruh tubuh. Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh (Kris,2009).

Penelitian case series Roezin (1996) selama periode 10 bulan mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun masing-masing sebesar 25.92% di RSCM Jakarta. Penelitian case series Muyassaroh et al (1999) di RSUP dr. Kariadi Semarang mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 40-49 tahun dan 50-59 tahun masing-masing sebesar 24.8% dari 141 kasus (Pahala,2009).


(16)

Hasil yang berbeda didapat oleh Hadi dan Kusuma (1999) di RSUD dr. Soetomo Surabaya mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu 39 (30.23%) diikuti kelompok umur 41-50 tahun yaitu 31 dari 129 kasus (24.03%). Penelitian dijumpai lebih banyak pada pria daripada wanita dengan perbandingan 2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita (Dewi, 2011).

Pada tahun 2002 sampai bulan Agustus 2007 ditemukan 924 penderita KNF, di mana terdapat 630 orang laki-laki dan 294 orang wanita. Ditemukan kecendrungan penderita KNF laki-laki lebih banyak dari wanita. Insiden KNF di Malaysia Juli 2007 sampai Februari 2008 antara laki-laki dengan wanita berbanding 3 : 1. Secara case series, di RSUP dr. M. Djamil Padang dan RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukit tinggi selama tahun 2006-2008 ditemukan 45 kasus KNF dengan 32 kasus laki-laki dan 13 kasus wanita dengan kelompok umur tersering pada umur 51-60 tahun (Dewi,2011).

Diagnosa dini sangat menentukan prognosis penderita. Hal ini sukar dicapai karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak maupun leher. Diagnosis dini yaitu menemukan kasus KNF pada stadium I dan II,dimana belum terjadi metastase regional. Keadaan ini sangat sulit dicapai baik di Indonesia maupun di luar negeri. Dari beberapa penelitian di Indonesia dan di luar negeri, Kasus ini hanya ditemukan antara 3,8%-13,9%

dibandigkan dengan khasus lanjut stadium III dan IV seitar 88,1%-96,2% (Kris,2009).

Database 2007-2008 di Malaysia pada kasus baru KNF dijumpai 47 % stadium IV, 28 % stadium III, 21 % stadium II, dan hanya 4 % stadium I. (Pua et al, 2008). Di RSUP HAM periode Desember 2006 sampai September 2007 dari 24 penderita KNF dijumpai 41,1 % stadium III, stadium IV sebanyak 29,1 %, dan hanya 4,2 % dan 25 % dengan stadium I dan II (Zahara,2007).

Radioterapi tetap merupakan modalitas terapi primer terhadap KNF. Penderita dengan stadium I dan II mempunyai angka kesembuhan tinggi dengan pemberian radioterapi saja, dimana prognosis bagi penderita dengan metastase jauh masih buruk. Bagi penderita dengan stadium III dan IV peran pembedahan


(17)

terbatas dan pemberian radioterapi yang dikombinasian dengan kemoterapi telah menjadi standar terapi (Farhat,2009).

Berdasarkan paparan di atas diketahui bahwa penderita KNF cukup tinggi di Indonesia. Oleh karenanya, penulis ingin melakukan penelitian tentang karakteristik penderita KNF di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik penderita kanker nasofaring di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2011?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita kanker nasofaring di RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2011?

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi menurut umur pada KNF di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Mengetahui distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada KNF di RSUP H. Adam Malik Medan.

c. Mengetahui distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF di RSUP H.Adam Malik Medan.

d. Mengetehui distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF di RSUP H. Adam Malik Medan.

e. Mengetahui distribusi frekuensi stadium pada KNF di RSUP H.Adam Malik.

f. Mengetahui distribusi frekuensi menurut terapi pada KNF di RSUP H.Adam Malik.


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.4.1 RSUP HAM Medan

Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data penderita KNF.

1.4.2 Peneliti

a. Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai karakteristik penderita kanker nasofaring.

b. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pegalaman dalam melakukan penelitian

1.4.3 Pembaca

a. Memberikan informasi bagi pembaca bagaimana keluhan utama dari kanker nasofaring.

b. Memberikan informasi tambahan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai kanker nasofaring.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan prediksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring. Letaknya kadang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak daerah vital sehingga diagnosa dini sulit untuk ditegakkan (Roezin, dan Adam,2007).

2.2 Etiologi

Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya karsinoma nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar dan asap dupa (kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya karsinoma nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring (Nasution,2007).

2.2.1 Infeksi Virus Epstein-barr

Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host Infeksi Virus Epstein Barr (Brennan, 2006). Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen membran (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA), dll

Konsumsi ikan asin

Beberapa peneliti epidemologi dan laboratorium menghubungkan ikan yang diasinkan yang merupakan makanan kegemaraan penduduk cina selatan kemungkinan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan KNF. Hal ini didasari


(20)

atas insiden KNF yang tinggi pada masyarakat nelayan di hongkong yang makanannya banyak mengkonsumsi ikan yang diasinkan dan sedikit mengandung sayur dan buah. Kebiasaan memakan makan yang di asinkan juga di temukan pada penduduk keturunan cina yang bermigrasi ke Negara lain seperti ke Malaysia timur dan Negara asia tenggara.

Penelitian lain sebelumnya di cina juga mendapatkan bahwa penduduk yang mulai mengkonsumsi ikan asin setelah masa diasapi mempunyai resiko terjadi KNF yang lebih tinggi. Tan tjin joe mengirim 12 jenis ikan asin yang berbeda dari Sumatra utara dan dianalisa oleh prof.HO di hongkong, ternyata ke 12 ikan tersebut dijumpai nitrosamine (Brennan,2006).

Selain ikan asin, uap nitrosamin tingkat tinggi juga ditemukan pada berbagai makan yang di awetkan di china, Greenland dimana bahan makan tersebut mengandung precursor nitrosamine yang tinggi setelah di cerna di lambung.

2.2.2 Faktor genetik

Berdasarkan fakta-fakta yang ada terdapat perbedaan frekuensi yang nyata diantara beberapa kelompok etnik, yaitu adanya peningkatan risiko pada keluarga penderita KNF. Dan masih tingginya imigran Cina yang terkena KNF di daerah yang insiden KNF nya sangat rendah.

Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan dengan kejadian KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA). Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46 (Cottrill dan Nutting, 2003). Penelitian di Medan menemukan gen yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah gen HLA-DRB1*08 (Munir D, 2007).

2.2.3 Lingkungan dan kebiasaan hidup

Faktor lingkungan lain yang mempunyai risiko terhadap KNF adalah merokok, terpapar bahan dari industri seperti formaldehid, asap kayu bakar, asap dupa, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan KNF belum dapat


(21)

dijelaskan. Penelitian matching case control di Semarang dilaporkan paparan formaldehid berbentuk uap dan asap yang terhirup berpeluang terbesar terhadap terjadinya KNF (Nolodewo A, Yuslam, dan Muyassaroh, 2007). Perokok berat berisiko 2-4 kali dibanding yang tidak merokok. Konsumsi alkohol yang tinggi tidak menunjukkan risiko pada masyarakat Cina, walaupun di Amerika Serikat menunjukkan adanya hubungan (Yi, dan Jhen,2009).

2.2.4 Radang Kronis

Beberapa peneliti lain melaporkan adanya hubungan yang bermakna antara adanya infeksi kronis di hidung seperti rhinitis, sinusitis, atau polip nasi dan infeksi kronis di telinga tengah dengan timbulnya KNF. Adanya peradangan menahun di nasofaring maka mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen penyebab KNF (Zahara,2007).

2.3 Gejala Klinis

Dikarenakan kaya akan suplai limfatik dan area yang sulit diperiksa, maka metastasis servikal sering dijumpai pada tampilan awal. Seperti keganasan kepala dan leher lainnya, tidak ada hubungan antara ukuran tumor primer dengan kelenjar limfe servikal. Tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa. Sehingga KNF sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan keganasan kepala leher lainnya.

Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial, dan pembesaran kelenjar limfe leher.

2.3.1 Gejala Hidung Epistaksis

Gejala ini timbul akibat permukaan tumor rapuh sehingga iritasi ringan dapat terjadi perdarahan.


(22)

Hidung sumbat

Gejala ini akibat pertumbuhan massa tumor yang menutup koana, infiltrasi tumor dapat terjadi ke mukosa kavum nasi, dan massa tumor dapat menonjol kedalam kavum nasi (Asroel,2002).

2.3.2. Gejala Telinga

Gejala ini disebabkan perluasan tumor ke latero-posterior sampai ruang para nasofaringeal sehingga terjadi gangguan pada fungsi tuba Eustachius.

2.3.3 Gangguan pendengaran Tinnitus

Sering dijumpai pada penderita KNF, dapat sangat mengganggu dan sulit diobati. Gejala ini juga disebabkan akibat gangguan fungsi tuba (Juli,2011).

Nyeri telinga / Otalgia

Bila dijumpai gejala otalgia, maka tumor sudah menginfiltrasi daerah parafaring dan mendestruksi basis kranii. Nyeri yang hebat pada telinga dapat juga terjadi akibat infiltrasi tumor pada glossofaringeus (Juli,2011).. • Otitis media serosa sampai perforasi membran timpani

Disfungsi tuba Eustachius dari infiltrasi ke m.levator veli palatini menyebabkan terjadi otitis media serosa pada 40 % penderita (Juli,2011).

2.3.4 Gejala Neurologis Sindroma Petrosfenoidal

Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior berturut-turut yaitu saraf VI, III, IV, sedangkan saraf II paling akhir mengalami gangguan. Dapat pula menyebabkan parese saraf V. Parese saraf II menyebabkan gangguan visus, parese saraf III menimbulkan ptosis, dan parese saraf III, IV, dan VI menyebabkan keluhan diplopia karena saraf-saraf tersebut berperan dalam pergerakan bola mata, dan saraf V (trigeminus) dengan keluhan rasa kebas di pipi


(23)

dan wajah yang biasanya unilateral. Apabila semua saraf grup anterior (n. II – n. VI) terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral, oftalmoplegi unilateral, serta gejala nyeri kepala hebat yang timbul akibat penekanan tumor pada duramater.

Sindroma Parafaring

Gejala ini timbul akibat gangguan saraf kranial grup posterior (n. IX, X, XI dan XII) karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh ke belakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus. Manifestasi kelumpuhan ialah : nervus IX : kesulitan menelan karena hemiparese.konstriktor faringeus superior, nervus X : gangguan motorik berupa afoni, disfoni, disfagia dan spasme esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring, dyspnoe dan hipersalivasi. nervus XI : kelumpuhan atau atrofi m. trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, nervus XII : hemiparese dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan nervus VIII jarang terkena KNF karena letaknya agak tinggi (Munir,2007).

2.3.5 Limfadenopati servikal

Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi dengan dokter, sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar leher baik unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher ini merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran kelenjar yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior (atas dan tengah), kemudian diikuti kelenjar servikal tengah. Penelitian di Hongkong mendapatkan sebagian besar penderita KNF (74.5%) datang berobat dengan keluhan benjolan di leher, dan paling banyak bilateral sebesar 50% (Lee et al, 1997), sedangkan di Taiwan mendapatkan 64 dari 83 penderita KNF dengan pembesaran kelenjar leher (Liu et al,2003). Dari enam sentra di Malaysia keluhan utama adalah bengkak di leher (42%), hidung sumbat (30%), keluhan telinga


(24)

(11%), sakit kepala (5%), saraf kranial (6 %), dll (6%). Tumor biasa teraba keras, tidak nyeri, dapat terfiksir atau mudah digerakkan (Siregar,2010).

2.3.6 Gejala Metastasis Jauh

Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal dan limpa. Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang, paru-paru, hepar dan kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosa yang sangat buruk, biasanya 90% meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan (Siregar,2010).

2.4 Diagnosa

Pengetahuan mengenai epidemiologi dan gambaran klinis KNF sangat diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan dokter terhadap pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya keganasan ini. Setelah dicurigai kemungkinan adanya KNF,pemeriksa yang menyeluruh dan teliti harus segera dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang pasti dan stadium penyakit ini.

2.4.1 Anamnesis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat bervariasi antara satu pasien dengan pasien yang lain (Munir, 2009). Demikian pula dengan keluhan yang ditimbulkannya. Pada stadium dini, keluhan yang ada erring tidak menimbukan kecurigan atas keberadan tumor ini. Jika ada biasanya berupa keluhan telinga, hidung atau keduannya.

2.4.2 Pemeriksaan

Pada kasus KNF pemeriksaan yang teliti keseluruhan kepala dan leher merupakan bagian yang terpenting dala menegakkan diagnosis. Nasofaring merupakan daerah yang tersembunyi atau daerah yang paling sulit diperiksa dengan cara konvensional.


(25)

1. Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter

Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita dewasa yang tidak sensitif, dilakukan dengan menggunakan kaca nasofaring. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan tampak dengan mudah.

2. Rinoskopi posterior dengan menggunakan kateter

Dua buah kateter dimasukkan masing-masing ke dalam rongga hidung kanan dan kiri. Setelah tampak di orofaring, ujung kateter tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar, kemudian disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya. Kedua ujung ini ditarik dengan keras agar palatum molle terangkat ke atas sehingga rongganya menjadi luas, selanjutnya dikunci dengan klem. Dengan kaca nasofaring rongga nasofaring tampak dengan jelas.

3. Endoskopi

• Nasofaringoskopi kaku (Rigid nasopharyngoscopy)

Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut bervariasi yaitu 0, 30, dan 70 derajat dengan tang biopsi.

Nasofaringoskopi dapat dilakukan dengan cara:

 Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung  Transoral, teleskop dimasukkan melalui rongga mulut. • Nasofaringoskopi lentur (Flexible nasopharyngoscopy)

Alat ini bersifat lentur dengan ujungnya yang dilengkapi alat biopsi. Endoskopi fleksibel memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap nasofaring, meskipun masuknya hanya melalui satu sisi kavum nasi. Biopsi massa tumor dapat dilakukan dengan melihat langsung sasaran. Alat endoskopi fleksibel ini memiliki saluran khusus untuk suction dimana forsep biopsi dapat dimasukkan melaluinya, sehingga biopsi tetap dapat dilakukan dengan pandangan langsung.


(26)

2.4.3 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat kecurigaan adanya tumor di daerah nasofaring, menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya. (Chan,Teo, dan Johnson,2002).

Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak

Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan bayangan jaringan lunak(soft tissue) di daerah nasofaring terutama pada tumor yang tumbuh secara eksofitik atau adanya destruksi dasar tengkorakatau os vertebra servikal. • CT scan nasofaring, pada KNF yang tumbuh endofitik/submukosa dapat

dideteksi dengan CT scan. Pemeriksaan ini dapat juga mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya yang belum terlalu luas, dan juga dapat mendeteksi erosi basis krani dan penjalaran perineural melalui foramen ovale sebagai jalur utama perluasan ke intrakranial. CT scan dilakukan tanpa zat kontras atau bila diperlukan dapat digunakan zat kontras bila terdapat kesulitan dalam menentukan batas tumor atau untuk menilai kelenjar limfe dan pembuluh darah. Selain itu, dapat pula menilai kekambuhan tumor setelah pengobatam, adanya metastasis, dan juga akibat komplikasi paska radioterapi seperti nekrosis lobus temporal dan atrofi kelenjar hipofise.

Magnetic Resonance Imaging(MRI) lebih baik dari CT dalam memperlihatkan jaringan lunak nasofaring superfisial atau dalam dan untuk membedakan tumor dengan jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam. Akan tetapi MRI kemampuannya terbatas dalam detail tulang dan CT harus dilakukan bila status dasar tengkorak tidak dapat ditentukan dengan jelas oleh MRI.

Positron Emission Tomography (PET), merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk menilai adanya tumor residual atau rekuren pada KNF (Chan,Teo,dan Johnson,2002).


(27)

Pemeriksaan Patologi Anatomi a. Sitologi

Sediaan sitologi eksfoliatif dari nasofaring didapat dengan beberapa cara seperti melalui kerokan (scrapping), sikatan (brushing), usapan (swab) atau dengan menggunakan alat khusus yang dihubungkan dengan penghisap. Akan tetapi pemeriksaan ini hasilnya sering meragukan, sehingga pemeriksaan sitologi ini belum dapat diterima untuk mendiagnosis KNF.

b. Histopatologi

Biopsi nasofaring mutlak dilakukan, tujuannya untuk konfirmasi dalam menentukan subtipe histopatologi.

Biopsi Nasofaring

Biopsi dilakukan melalui tuntunan nasofaringoskopi kaku. Forseps biopsi harus selalu dimasukkan seiring dengan endoskopi agar dapat melakukan biopsi tumor dengan pandangan langsung.

2.4.4 Pemeriksaan Imunohistokimia

Merupakan teknik deteksi antigen dalam jaringan yang melibatkan deteksi substansi kimia spesifik dalam jaringan dengan menggunakan derivat antibodi terhadap substans. Antibodi digunakan terhadap potongan jaringan dan dibiarkan berikatan dengan antigen yang sesuai. Sistem deteksi digunakan untuk identifikasi lokasi antibodi menggunakan penanda molekuler yang dapat dilihat. Deteksi antibodi ini dihubungkan dengan molekul petanda seperti zat fluororesens atau suatu enzim yang mengkatalis reaksi lebih lanjut membentuk produk berwarna yang dapat dilihat.

2.4.5 Pemeriksaan Serologi

Adanya dugaan kuat virus Epstein Barr sebagai salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya KNF menjadi dasar dari pemeriksaan serologi ini. Antibodi terhadap VEB baik Ig G dan Ig A penderita KNF meningkat


(28)

sampai 8-10 kali lebih tinggi dibandingkan penderita tumor lain atau orang yang sehat. Titer imunoglobulin A (Ig A) terhadap virus Epstein Barr spesifik untuk kapsul virus (viral capsid antigen/VCA) dan antigen awal (early antigen/EA) tetapi tingkat spesifisitasnya kurang terutama pada titer yang rendah, sedangkan IgA VEB anti EA sangat spesifik untuk KNF tetapi kurang sensitif, dan titernya akan menurun mendekati normal pada KNF stadium lanjut. Titer yang tinggi dapat merupakan indikator KNF. Pemeriksaan ini juga berguna untuk tindak lanjut penderita paska pengobatan untuk mengetahui kemungkinan residif.

2.4.6 Polimerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk menyalin rantai DNA spesifik dalam jumlah besar, sehingga dapat menunjukkan ada atau tidaknya sebuah gen, mendeteksi adanya mutasi, amplifikasi, rekayasa genetika, dan untuk mendeteksi DNA virus atau bakteri.

2.5 Histopatologi

KNF merupakan kanker sel skuamus yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring. Menurut WHO KNF diklasifikasikan dalam 3 tipe yaitu : Tipe 1.karsinoma sel skuamosa berkeratin,ditandai dengan:

1. Adanya bentuk kromatin di dalam mutiara skuamosa atau sebaga sel mengalami keratinisasi (diskratosis).

2. Adanya stratifikasi dari sel, terutama pada sel yng terletak di permukaan atau suatu rongga kistik.

3. Adanya jembatan intersel (intercellular bridges). Jembatan intersel ini mungkin disebabkan arena sel mengalami pegerutan akibat dehidrasi pada waktu membuat sediaan.

Tipe 2.karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, ditandai dengan :

1. Masing-masing sel tumor mempunyai batas yang jelas dan terlihat tersusun tertur/berjajar.


(29)

2. Sering terlihat bentuk plekiform yang mungkin terihat sebagai sel tumor yang jernih atau terang yang disebabkan adanya glikogen dalam

sitoplasma sel.

3. Tidak terdapat musin atau diferensiasi dari kelenjar.

Tipe 3 karsinoma tidak berdifrensiasi,ditandai dengan: 1. Susunan sel tumor berbentuk sinsitial.

2. Batas sel atu dengan yang lain suit dibedakan.

3. Sel tumor berbentuk spindle dan beberapa sel mempunyai inti yang hiperkromatik dan sel ini sering bersifat dominan.

4. Sel tumor tidak memproduksi musin. (Hidayat, 2008).

Tipe 2 dan 3 biasanya lebih radiosensitive dan memiliki hubungan yang kuat dengan VEB (Pahala, 2009).

2.6 Stadium

Dibeberapa daerah non-endemik menggunakan sistem stadium TNM berdasarkan AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer/ International Union Against Cancer). Cara penentuan stadium KNF menurut AJCC/UICC edisi ke-7 tahun 2002, yaitu (Roezin,2007):

2.6.1 Tumor primer (T)

Tx : tumor primer tidak dapat ditemukan To : tidak ada bukti tumor primer

Tis : karsinoma in situ

2.6.2 Nasofaring

T1 : tumor terbatas di nasofaring

T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau kavum nasi • T2a : tanpa perluasan ke parafaring


(30)

T3 : tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 : tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang mastikator

2.6.3 Kelenjar limfe regional (N)

Nx : pembesaran kelenjar limfe regional tidak dapat ditemukan N0 : tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional

N1 : metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular

N2 : metastasis kelenjar limfe bilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular

N3 : metastasis kelenjar limfe • N3a : ukuran > 6 cm

• N3b : meluas ke fossa supraklavikular

2.6.4 Metastasis Jauh (M)

Mx : metastasis jauh tidak dapat ditemukan Mo : tidak dijumpai metastasis jauh

M1 : dijumpai metastasis jauh

Table 2.6 insidensi kanker nasofaring berdasarkan stadium

Stadium KNF Stadium T N M

I II A II B III IV A IV B IV C T 1 T 2a T 1-2a T 1-2b T 3 T 4 semua T semua T No No N 1 N 2 N 0 N 0-2 N 3 Semua N Mo Mo Mo Mo Mo Mo Mo M 1


(31)

Database 2007-2008 di Malaysia pada kasus baru KNF dijumpai 47 % stadium IV, 28 % stadium III, 21 % stadium II, dan hanya 4 % stadium I. (Pua et al, 2008). Di RSUP HAM periode Desember 2006 sampai September 2007 dari 24 penderita KNF dijumpai 41,1 % stadium III, stadium IV sebanyak 29,1 %, dan hanya 4,2 % dan 25 % dengan stadium I dan II (Zahara, 2007).

2.7 Diagnosis Banding

a. Angifibroma Juvenile, merupakan tumor yang terdiri dari 2 macam jaringan, yaitu jaringan vaskular dan jaringan fibrosa. Pada pemeriksaan radiologis dengan menggunakan foto polos didapatkan gambaran massa jaringan lunak di nasofaring ataupun dapat digunakan pemeriksaan yang lebih sensitif seperti CT Scan, MRI, dan angiografi.

b. Limfoma, terlihat licin, eksofitik, sub mucosal, non ulseratif. Limfoma yang terjadi di nasofaring biasanya dapat terdeteksi lebih cepat daripada di daerah lain, karena akibat dari oklusi tuba Eustachius menyebabkan munculnya penyakit otitis media serosa.

c. Kordoma, biasanya memiliki komponen intrakranial terutama mengisi sphenoid, mengandung kalsifikasi ireguler dan dapat melibatkan jaringan retrofaringeal.

d. Rhabdomyosarkoma, yang biasanya terjadi pada anak-anak dan invasi dasar tengkorak ditemukan pada 1/3 penderita dan biasanya melibatkan sinus kavernosus.

2.8 Terapi

Terapi standar KNF adalah radioterapi. Keuntungan dengan memberikan radioterapi sebagai regimen tunggal pada kanker stadium I dan II akan memberikan harapan hidup 5 tahun 90-95%, namun kendala yang dihadapi adalah sebagian besar penderita datang dengan stadium lanjut (stadium III dan IV), bahkan sebagian datang dengan keadaan yang sudah jelek. Disamping itu KNF dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi untuk mengadakan metastase regional maupun jauh. Keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh stadium.


(32)

Keterlambatan untuk mendapatkan penanganan yang adekuat menyebabkan hasil terapi jauh dari menggembirakan.

2.8.1 Radioterapi

Radioterapi sebagai terapi standar KNF sudah dimulai sejak lama (sekitar tahun 1930-an). Hasil radioterapi untuk KNF stadium dini cukup baik dengan complete response sekitar 80-100%. Respon tumor terhadap radioterapi secara keseluruhan sebesar 25-65%. Kegagalan radioterapi konvensional dalam memberantas sel kanker di nasofaring maupun anak sebarnya di kelenjar getah bening leher mencapai angka 40-80%. Selain itu, paska radioterapi cukup sering dijumpai metastase jauh dan komplikasi akibat lokasi tumor yang dekat dengan organ-organ dengan dosis radiasi terbatas seperti batang otak, medulla spinalis, aksis hipofise- hipotalamus, lobus temporalis, mata, telinga tengah dan telinga dalam, dan kelenjar parotis. Brachytherapy (Radiasi Internal)

Radiasi interna pada karsinoma nasofaring bertujuan untuk memberikan dosis tinggi pada regio nasofaring dan bukan untuk kelenjar. Indikasinya adalah sebagai booster bila masih ditemukan residu dan sebagai pengobatan kasus kambuh.

Seiring dengan kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini dan didukung oleh hasil penelitian dari para ahli,sekarang telah ditemukan beberapa cara meningkatkan kontrol tumor pada pasien KNF (Nasution,2008).

1. Radioterapi konvensional (2 DRT) dengan teknik fraksinasi yang dipercepat.

2. Peningkatan dosis,misalnya dengan stereotactic radiotherapy, intracavitary brachytherapy.

3. Three-dimensional radiation therapy (3 DRT),IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy).

4. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi. 5. Pembedahan pada tumor yang rekuren. 6. Radiasi interna


(33)

Radiasi interna pada karsinoma nasofaring bertujuan untuk memberikan dosis tinggi pda region nasofaring dan bukan untuk kelenjar. Indikasi adalah sebagai booster bila masih ditemukan residu dan sebagai pengobatan kasus kambuh ( Nasution, 2008).

2.8.2 Kemoterapi

Alternatif lain untuk mengobati penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan leher yang secara lokal berstadium lanjut adalah kemoterapi induksi diikuti dengan kemoradioterapi sebagai terapi radikal, terutama pada penderita dengan respon yang baik terhadap kemoterapi induksi.

Kombinasi kemoterapi dan radioterapi telah diterima oleh kebanyakan ahli onkologi sebagai terapi standar terapi KNF stadium lanjut. Indikasi pemberian kemoterapi adalah untuk KNF dengan penyebaran ke kelenjar getah bening leher, metastase jauh, dan kasus-kasus residif.

Dari banyak laporan penelitian, ternyata kemoradioterapi konkuren merupakan yang paling efektif dalam penanganan KNF. Dibandingkan dengan kemoterapi induksi yang diikuti dengan radioterapi, kemoradioterapi konkomitan lebih disukai.

Menurut Agulnik dan Siu (2005), dosis obat kemoterapi yang paling optimal hanya dapat dicapai dengan kemoterapi neoadjuvan. (Munir,2007).

2.8.3 Imunoterapi

Imunoterapi dilakukan dengan memberikan vaksin anti virus Epstein-Barr pada populasi yang rentan sebelum terinfeksi virus Epstein-Barr untuk mencegah terjadinya KNF.

2.8.4 Pembedahan a. Diseksi leher radikal

Hal ini dilakukan jika masih ada sisa kelenjar paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih. Adanya fibrosis dan reaksi jaringan paska radiasi sering


(34)

menjadi sulit untuk memperkirakan perluasan penyakit pada kelenjar limfe servikal baik secara klinis maupun radiologi (Munir,2007).

b. Nasofaringektomi

Ketika tumor di nasofaring yang menetap atau berulang meluas ke dalam rongga paranasofaringeal, atau terlalu besar untuk radiasi interna, maka pilihan selanjutnya adalah operasi. Nasofaringektomi efektif dalam eradikasi penyakit-penyakit terlokalisir. Berbagai pendekatan pernah digunakan untuk mencapai nasofaring. Posisi otak dan korda vertebralis membuat pendekatan secara posterior dan superior menjadi tidak dapat dilakukan. Pendekatan-pendekatan anterior seperti ini, meskipun mengikutsertakan pematahan palatum durum hanya dapat memperlihatkan dinding posterior nasofaring sedangkan dinding lateral tidak terlihat.

Nasofaring dapat dicapai secara inferior dengan teknik transpalatal, transmaksila, dan transservikal. Pendekatan-pendekatan ini berguna untuk tumor-tumor yang terletak di tengah dan dinding posterior nasofaring. Secara umum selama tumor menetap atau berulang dapat direseksi dengan batas yang jelas, maka hasilnya cukup memuaskan (Munir,2007).

2.9Follow-Up

Tidak seperti keganasaan kepala leher yang lainnya,knf mempunyai resiko terjadinya rekurensi dan follow-up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjai kuran dari 5 tahun,5-15% kekambuhan seringkali terjadi antar 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di follow-up setidaknya 10 tahun setelah terapi (Roezin, dan Adam,2007).


(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPRASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2 DefenisiOprasional

• Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring.

• Penderita KNF adalah semua pasien yang dinyatakan menderita kanker nasofaring berdasarkan diagnosis dokter sesuai yag tercatat dalam rekam medis di RSUP HAM Medan.

• Umur adalah jumlah tahun hidu pasien penderita KNF sejak lahir sampai ulang tahun terakhir yang sesuai denga rekam medis.

• Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.

• Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh pasien KNF sesuai dengan data rekam medis.

• Keluhan utama adalah tanda-tanda yang didapatkan dari keluhan yang diutarakan pasien KNF yang sesuai data rekam medis.

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Pekerjaan 4. Keluhan utama 5. Stadium 6. terapi


(36)

• Stadium tumor: penentuan stadium penyakit yang tertulis di rekam medis berdasarkan klasifikasi AJCC 2002:

-Stadium dini : Stadium I dan II -Stadium lanjut : Stadium III dan IV

• Terapi adalah tindakan medis yang diberikan kepada pasien KNF oleh dokter yang bersangkutan dan sesuai dengan data rekam medis.

3.2.1 Cara menilai

Melihat rekam medik pasien KNF di RSUP HAM dan memperhatikan variable usia, jenis kelamin, pekerjaan, keluhan utama, stadium, serta terapi pasien KNF yang ada pada sempel.

3.2.2 Alat ukur

Lembar pengumpulan data yang dilampirkan pada bagian akhir proposal ini.

3.2.3 Hasil pengukuran

Hasil disajikan dalam betuk table.

a. Usia: 11-20, 21-30, 31-40, 41-50, 51-60, 61-70, 71-80 b. Jenis kelamin: Laki-laki atau perempuan.

c. Pekerjaan: Pegawai negri, wiraswasta, petani, pegawai swasta, pelajar, ibu rumah tangga, pekerja lepas, tidak bekerja.

d. Gejala klinis: Benjolan dileher, hidung tersumbat, hidung berdarah, telinga berdengung, telinga nyeri, sakit kepala.

e. Stadium: Stadium I, II, III, dan IV

f. Terapi: Kemoterapi, radioterapi, kemoradioterapi

Skala pengukuran:

a. Usia diukur dengan skala interval

b. Jenis kelamin, pekerjaan, gejala klinis, stadium, terapi diukur dengan menggunakan skala nominal.


(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Desain penelitian ini adalah retrospective.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan bulan September sampai bulan November 2012 di RSUP H.Adam Malik dengan melihat data rekam medis pasien KNF dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2011.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua penderita yang didiagnosa KNF di bagian THT RSUP.H.Adam Malik Medan pada bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2011.

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling bahwa semua pasien KNF yang datang ke bagian THT RSUP.H.Adam Malik Medan dari bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpukan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang di dapat dari rekam medis pasien KNF yang menjalani pengobatan di RSUP.H.Adam Maik Medan dari bulan Januari 2011 sampai bulan Desember 2011

Seluruh subjek dalam populasi terjangkau dimasukkan sebagai sampel dalam penelitian ini dengan teknik total sampling. Dari masing-masing sampel ditabulasi karakteristik KNF. Dan data tersebut merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.


(38)

4.5 Pengolahan dan Analisa data

Data yang terkumpul kemudian diolah dan di analisi dengan bantuan program SPSS for windows. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi.


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang penyimpanan rekam medis Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2Karakteristik Individu

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis yang menderita KNF pada tahun 2011 berjumlah 151 orang. Distribusi frekuensi penderita KNF meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, gejala klinis, stadium, dan pengobatan.

Berikut ini diuraikan karakteristik individu penderita KNF berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Variable N

(Orang)

Persen (%) Jenis kelamin

Laki-laki 103 68.2

prempuan 48 31.8

Total 151 100.0

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 151 penderita KNF terdapat 103 orang laki-laki (68,2%) dan 48 orang perempuan (31,8%) yang menderita KNF.


(40)

5.1.3Distribusi Frekuensi Berdasarkan usia Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi usia

Variable N

(Orang)

Persen (%) Usia

11-20tahun 5 3.3

21-30 tahun 10 6.6

31-40 tahun 23 15.2

41-50 tahun 50 33.1

51-60 tahun 41 27.2

61-70 tahun 18 11.9

71-80 tahun 4 2.6

Total 151 100.0

Dari table di atas menunjukkan penderita KNF yang terbanyak pada usia 41-50 tahun berjumlah lima puluh orang (33.1%) dan yang paling rendah pada usia 71-80 tahun sebanyak empat orang (2.6%).

5.1.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan pekerjaan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi pekerjaan

Variable N

(Orang)

Persen (%) Pekerjaan

Pegawai negri 22 14.6

Wiraswasta 52 34.4

Petani 17 11.3

Pegawai swasta 6 4.0

Nelayan 1 0.7

IRT 31 20.5

Pelajar 5 3.3

Pekerja lepas 7 4.6

Tidak bekerja 10 6.6


(41)

Dari tabel diatas menunjukan bahwa penderita KNF terbanyak bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 52 orang (34.4%) dan yang terendah bekerja sebagai nelayan sebanyak satu orang (0.7%).

5.1.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keluhan Utama pada Penderita KNF

Data mengenai keluhan utama yang dialami penderita KNF dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi keluhan utama

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 151 orang penderita KNF terdapat 135 orang (89,4%) memiliki keluhan benjolan dileher, dan yang paling rendah dengan keluhan pandangan kabur sebanyak 21 orang (13.9%).

5.1.6 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama pada Penderita KNF

Data mengenai frekuensi pasien yang memiliki satu Keluhan Utama atau lebih pada penderita KNF dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Variabel Frekuensi Persen (%)

1 Benjolan dileher 135 89.4

2 Hidung sumbat 97 64.2

3 Hidung berdarah 76 50.3

4 5 6 7

Telinga berdengung Telinga nyeri Sakit kepala Pandangan ganda

57 12 60 21

37.7 7.9 39.7 13.9


(42)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dengan Satu Keluha Utama atau lebih pada Penderita KNF

No Variable frekuensi Persen (%)

Satu Keluhan Utama

1 Benjolan dileher 11 7.3

2 Telinga nyeri 1 0.7

3 Sakit kepala 2 1.3

Dua Keluhan Utama

1 Benjolan, hidung sumbat 12 7.9

2 Hidung berdarah, telinga dengung 1 0.7

3 Benjolan, hidung berdarah 4 2.6

4 Bejolan, telinga berdengung 8 5.3

5 Benjolan, sakit kepala 8 5.3

6 Hidung sumbat, telinga dengung 2 1.3

7 8

Hidung sumbat, telinga nyeri Benjolan, maata ganda

1 2

0.7 1.3 Tiga Keluhan Utama

1 Benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah 11 7.3 2 Benjolan, hidung sumbat, telinga nyeri 1 0.7 3 Hidung sumbat, telinga dengung, sakit kepala 1 0.7 4 Benjolan, sakit kepala, telinga berdenging 10 6.6 5 Benjolan, telinga dengung, hidung sumbat 4 2.6 6 Hidung sumbat, hidung berdarah, sakit kepala 2 1.3 7 Benjolan, telinga dengung, hidung berdarah 2 1.3 8 Hidung sumbat, hidung berdarah, telinga nyeri 2 1.3 9 Hidung sumbat, hidung berdarah, telinga

berdengung

3 2.0

10 Sakit kepala, benjolan, hidung sumbat 8 5.3 11

12

Benjolan, hidung berdarah, sakit kepala Benjolan, sakit kepala, mata ganda

3 1

2.0 0.7 Empat Keluhan Utama

1 Benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung

8 5.3

2 Telinga dengung, sakit kepala, hidung berdarah, benjolan

1 0.7

3 Benjolan , hidung sumbat, hidung berdarah, mata ganda

7 4.6

4 Benjolan , sakit kepala,mata ganda,hidung sumbat 4 2.6 5 Benjolan ,telinga dengung,hidung sumbat,mata

ganda h

1 0.7

6 7

Hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri

Sakit kepala, benjolan, hidung sumbat, hidung 1 11

0.7 7.3


(43)

8 berdarah

Hidung sumbat, telinga dengung, sakit kepala, benjolan

4 2.6

Lima Keluhan Utama

1 Benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri

2 1.3

2 Benjolan ,hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, mata kabur

1 0.7

3 4 5 6 7

Telinga dengung, sakit kepala, benjolan, hidung berdarah, mata ganda

Benjolan, sakit kepala, hidung berdarah, telinga dengung, mata kabur

Benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, mata ganda, sakit kepala

Sakit kepala, benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung

Benjolan , hidung sumbat, hidung berdarah, telnga nyeri, sakit kepala

1 1 1 1 6 0.7 0.7 0.7 0.7 4.0 Enam Keluhan Utama

1 2 3

Benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga berdengung, telinga nyeri, sakit kepala

Benjolan, hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung, telinga nyeri, pandangan ganda

Benjolan, hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung, telinga nyeri, pandangan ganda

1 1 1 0.7 0.7 0.7

Total 151 100.0

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 151 penderita KNF yang hanya memiliki keluhan benjolan dileher, telinga nyeri atau sakit kepala masing-masing hanya berjumlah sebelas orang (7,3%), satu orang (0,7%), dua orang (1,3%) dan 137 orang lagi memiliki lebih dari satu gejala klinis. Penderita KNF dapat memiliki dua gejala klinis diantaranya benjolan di leher dan hidung sumbat 12 orang (7,9%), benjolan dan mata ganda dua orang (1.3%), hidung berdarah dan telinga dengung satu orang (0,7%), benjolan dileher dan hidung berdarah empat orang (2,6%), benjolan dileher dan telinga berdengung delapan orang (5,3%), benjolan dileher dan sakit kepala delapan orang (5,3%), hidung sumbat dan telinga dengung dua orang (1,3%), hidung sumbat dan teling nyeri satu orang (0,7%).


(44)

Pasien yang memiliki 3 gejala klinis yaitu benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah sebanyak sebelas orang (7,3%), benjolan,hidung sumbat, telinga nyeri sebanyak satu orang (0,7%), hidung sumbat, telinga dengung, sakit kepala sebanyak satu orang (0,7%), benjolan, sakit kepala, telinga berdenging sebanyak sepuluh orang (6,6%), benjolan, telinga dengung, hidung sumbat sebanyak empat orang (2,6%), hidung sumbat, hidung berdarah, sakit kepala sebanyak dua orang (1,3%), benjolan, telinga dengung, hidung berdarah sebanyak dua orang (1,3%), hidung sumbat, hidung berdarah, telinga nyeri sebanyak dua orang (1,3%), hidung sumbat, hidung berdarah, telinga berdengung sebanyak tiga orang (2,0%),benjolan, sakit kepala,mata ganda sebanyak satu orang (0.7%), benjolan, hidung sumbat, mata ganda sebanyak satu orang (0.7%), sakit kepala, benjolan, hidung sumbat sebanyak delapan (5,3%), dan benjolan, hidung berdarah, sakit kepala sebanyak tiga orang (2,0%).

Pasien yang memiliki 4 gejala klinis yaitu benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung sebanyak Sembilan orang (5.3%), telinga dengung, sakit kepala, hidung berdarah, benjolan sebanyak satu orang (0.7%), benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, mata ganda sebanyak tujuh orang (4.6%), benjolan, sakit kepala, mata ganda, hidung sumbat sebanyak empat orang (2.6%), benjolan, telinga dengung, hidung sumbat, mata ganda sebanyak satu orang (0.7%). hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri sebanyak satu orang (0,7%), sakit kepala, benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah sebanyak sebelas orang (7.3 %), hidung sumbat,telinga dengung, sakit kepala, benjolan sebanyak empat orang (2,6%).

Berdasarkan tabel tersebut juga diketahui 5 gejala klinis yaitu benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri dua orang (1,3%), benjolan.hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,mata ganda sebanyak satu orang (0.7%), telinga dengung,sakit kepala,benjolan,hidung sumbat,mata ganda sebanyak satu orang (0.7%),benjolan,sakit kepala, hidung berdarah,telinga dengung,mata ganda sebanyak satu orang (0.7%), sakit kepala, benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung sebanyak satu orang (0.7%), benjolan,


(45)

hidung sumbat, hidung berdarah, telinga nyeri, sakit kepala sebanyak enam orang (4.0%).

Berdasarkan table tersebut juga diketahui 6 gejala kilinis yaitu benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga berdengung, telinga nyeri, sakit kepala sebanyak satu orang (0,7%), benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri, sakit kepala, mata ganda sebanyak satu orang (0.7%), benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung telinga nyeri, sakit kepala, mata ganda sebanyak satu orang (0.7%).

5.1.7 Distribusi Frekuensi Stadium pada Penderita KNF

Data mengenai distribusi frekuensi stadium pada penderita KNF dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi stadium pada Penderita KNF

No Variabel Frekuensi Persen (%)

1 I 2 1.3

2 II 20 13.2

3 III 54 35.8

4 IV 75 49.7

Total 151 100.0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa penderita KNF datang dengan stadium lanjut yaitu stadium IV sebanyak 75 orang (49,7%) dan yang jarang ditemui pada stadium I sebanyak dua orang (1.3%).

5.1.8 Distribusi Frekuensi Penderita KNF yang Menerima Pengobatan Data mengenai frekuensi penderita KNF yang menerima pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(46)

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penderita KNF yang menerima pengobatan

No Variabel Frekuensi Persen (%)

1 Kemoterapi 87 57.6

2 Radioterapi 25 16.6

3 Kemoradioterapi 39 25.8

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari 151 orang penderita KNF yang melakukan kemoterapi sebanyak 84 orang (57,6%), radioterapi sebanyak 25 orang (16,6)% ) sedangkan pasien yang mendapatkan terapi kemoradioterapi sebanyak 29 orang (25,8%). Pasien yang tidak melakukan kemoterapi, radioterapi, kemoradioterapi secara berurutan sebanyak 64 orang (42,4%), 126 orang (83,4%), 112 orang (74,2%).

5.2 Pembahasan

5.2.1 Jenis Kelamin, Usia, dan Pekerjaan Penderita KNF

Pada penelitian ini subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan 2:1. Hal ini sesuai dengan penelitian (Hidayat, 2008) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2.1:1.

Pada penelitian ini usia subjek penelitian KNF berkisar antara 11-80 tahun. Jumlah KNF terbesar penderita KNF berusia 41-50 tahun sebanyak lima puluh orang (33.1%). (Henny, 2006) mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umr 41-50 tahun 30.4% dari 79 kasus. (Thompson, 2005) insiden tertinggi pada kelompok 40-60 tahun.

Pekerjaan pasien dapat mempengaruhi terjadinya KNF. Hal ini berhubungan dengan paparan terhadap substansi berbahaya dilingkungan kerja (Adams, 2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa 34.4% pasien bekerja sebagai wiraswasta, 14.6% pasien bekerja sebagai pegawai negri, 11.3% pasien bekerja sebagai petani, 20.5 % pasien sebagai ibu rumah tangga, 6.6% pasien tidak bekerja, 4,6% pasien bekerja sebagai pekerja lepas, 3.3% pasien sebagai pelajar dan 0.7% pasien bekerja sebagai nelayan.


(47)

5.2.2 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama Penderita KNF

Dari hasil penelitian didapatkan hampir seluruh pasien KNF mengalami keluhan benjolan dileher (89.4%). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dewi, 2011) bahwa sebagian besar penderita KNF datang kerumah sakit atau dokter spesialis THT dengan mengeluhkan adanya benjolan di leher.

Selain keluhan benjolan di leher, 97 dari 151 orang pasien (64.2%) mengeluhkan hidung sumbat, dan 76 dari 151 orang pasien mengalami hidung berdarah. Hal ini terjadi jika masa tumornya telah menyumbat koane. Infiltrasi tumor dapat terjadi ke mukosa kavum nasi dan masa tumor dapat menonjol ke dalam kavum nasi (Munir, 2007).

Sebanyak 37,7% pasien mengeluhkan telinga dengung dan 7.9% pasien mengeluh telinga nyeri. Hal ini terjadi karena penyumbatan pada tuba Eustachius oleh massa tumor sehingga menimbulkan gangguan mekanisme pembukaan tuba (Munir, 2007). Sedangkan 60 orang (39.7%) dari 151 orang pasien memiliki keluhan sakit kepala , hal tersebut disebabkan oleh erosi tulang dasar tengkorak atau iritasi nervus kranial (Munir, 2007).

5.2.3 Distribusi Frekuensi Stadium Kanker Nasofaring pada Penderita KNF

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa penderita KNF dengan stadium I sebanyak dua orang (1,3%), stadium II sebanyak dua puluh orang (13,2%), stadium III 54 orang (35,8%), stadium IV tujuh puluh orang (49,7%). Hal ini berarti bahwa stadium terbanyak adalah stadium IV (49.7%) diikuti stadium III (35.8%), stadium II (13.2%) dan stadium I hanya (1.3%).

Penelitian ini hampir sama degan penelitian (Nasution, 2007) stadium lanjut sebesar 99%, (Zahara, 2007) 70.8%, (Munir, 2007) 93% .

Diagnosis dini sulit dilakukan karena tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa. Sehingga KNF sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan keganasan kepala leher lainnya (farhat, 2009).


(48)

5.2.4 Distribusi Frekuensi Penderita KNF yang Menerima Pengobatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa dari 151 penderita KNF, sebagian besar pasien mengambil tindakan kemoterapi 57.6%, radioterapi 16.6% dan kemoradioterapi 25.8%.

Penelitian ini hampir sama dengan (Dewi, 2011) 35.8% pasien KNF mendapat kemoterapi. Berdasarkan kepustakaan, lokasi anatomi dan kecendrungan dijumpai pada stadium lanjut menyebabkan tindakan reseksi bedah jarang dilakukan pada KNF (Brennan, 2006). KNF memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya (Dewi, 2011).


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita KNF mulai bulan Januari tahun 2011 sampai bulan Desember tahun 2011 didapatkan 151 penderita, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi frekuensi penderita KNF menurut kelompok umur terbanyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun sedangkan terendahnya pada kelompok umur 71-80 tahun.

2. Distribusi frekuensi penderita KNF terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki.

3. Distribusi frekuensi penderita KNF menurut pekerjaan dijumpai bahwa wiraswasta merupakan pekerjaan yang banyak terkena KNF. 4. Distribusi frekuensi keluhan utama penderita KNF terbanyak adalah

benjolan di leher.

5. Distribusi frekuensi stadium klinis penderita KNF terbanyak adalah stadium IV dan yang terendah pada stadium I.

6. Distribusi frekuensi terapi pada penderita KNF terbanyak mendapatkan kemoterapi.

6.2 Saran

1. Diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis dan medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih cepat terdeteksi dan agar memberikan prognosa yang lebih baik. 2. Kepada pihak rumah sakit terutama dokter yang bertugas hendaknya

lebih memperlengkap status pada rekam medis, karena hal ini sangat berguna baik bagi penderita klinis maupun bagi peneliti.

3. Untuk penelitian selanjutnya agar penelitian tidak hanya dilakukan melalui rekam medis, tetapi dilakukan secara langsung terhadap pasien sehingga didapatkan hasil yang lebih mendalam.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Asroel, H.A.,2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Available from [Accessed 21 may 2012].

Brennan, B., 2006. Review: Nasopharyngeal Carcinoma. Orphanet Journal of Rare Diseases; 1:23: 1-5.

Chan, A..TC.,Teo, P.M.L., and Johnson, P.J., 2002. Nasopharyngeal Carcinoma. Annals of Oncology [serial online] Available from URL:

Dewi, P., 2011. Gambaran Penderita Karsinoma Nasofaring Di RSUP H. Adam

Malik Medan Tahun 2006-2010. Available fro may 2012].

Farhat., 2009. Dapertemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah kepala Leher di RSUP H.Adam Malik. Majalah Kedokteran Nusantara, 42 (1): 59-62. Available from:

Henny F. 2006. Ekspresi Protein Mutan p53 pada Karsinoma Nasofaring. Tesis, Medan:FK USU .[Accessed 23 November 2012].

Juli, A.S., 2011.Hubungan Ekspresi Latent Membrane Protein 1 Dengan Berbagai Stadium Tumor Dan Jenis Histopatologi Pada Karsinoma Nasofaring. Available from [Accessed 31 may 2012].

Kris., 2009. Kanker Nasofaring: kanker no 1 dibidang THT. Available from:

Munir, D., 2007. Asosiasi Antara Alel Gen HLA DRB-DRB1 dan HLA-DQB1 dengan Kerentanan Timbulnya Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak. Medan: FK-USU, pp.11-5; 102-4.

Nasution, II., 2008. Hubungan merokok dengan karsinoma nasofaring. Available from:

[Accessed 26 April 2012].


(51)

Pahala, H.M., 2009. Expresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring. Available from:

2012].

Roezin, A., and Adam, M., 2007.Karsinoma nasofaring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala & LeherEdisike 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:182-87.

Siregar, S.M., 2010. Hubungan EBNA-1 pada KNF di RSUP H.Adam Medan: FK USU, halaman 25-27.

Thompson, L.D.R., 2005. Nasopharyngeal carcinoma.Ear Nose and Throat Journal (84): 404-5.

Yi, S.L., Jhen, C.L., 2009. Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx, Oropharynx and Hypopharynx. J. Chinese Oncol. Soc, (25): 102-13.

Zahara, D., 2007. Ekspresi Epidermal Growth Factor Receptor pada Karsinoma

Nasofaring. Available from:


(52)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Wulan melani

Tempat/ Tanggal lahir : Parapat,13 Agustus 1992

Agama : Islam

Alamat : Komp.tasbih blok yy 165 Medan Riwayat pendidikan : 1. TK cahaya parapat

2. SD Negeri 922 Medan 3. SMP Santo Thomas 4 Medan 4. SMA Santo Thomas 2 Medan

Riwayat pelatikan : 1.National Symposium & Workshop “Sirkumsisi” SCOPH FK-USU 2010

2.Nationa Symposium & Workshop “Basic Life Support” TBM FK-USU 2009

Riwayat organisasi : 1.Wakil ketua basket putri Santo Thomas 2 2.Seksi dana pelaksanaan turnamen futsal


(53)

Lampiran Frequency Table

Kategori usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 11-20 5 3.3 3.3 3.3

21-30 10 6.6 6.6 9.9

31-40 23 15.2 15.2 25.2

41-50 50 33.1 33.1 58.3

51-60 41 27.2 27.2 85.4

61-70 18 11.9 11.9 97.4

71-80 4 2.6 2.6 100.0

Total 151 100.0 100.0

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 103 68.2 68.2 68.2

perempuan 48 31.8 31.8 100.0


(54)

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pegawai negri 22 14.6 14.6 14.6

wiraswasta 52 34.4 34.4 49.0

petani 17 11.3 11.3 60.3

pegawai swasta 6 4.0 4.0 64.2

nelayaan 1 .7 .7 64.9

ibu rumah tangga 31 20.5 20.5 85.4

pelajar 5 3.3 3.3 88.7

pekerja lepas 7 4.6 4.6 93.4

tidak bekerja 10 6.6 6.6 100.0

Total 151 100.0 100.0

stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid I 2 1.3 1.3 1.3

II 20 13.2 13.2 14.6

III 54 35.8 35.8 50.3

IV 75 49.7 49.7 100.0

Total 151 100.0 100.0

kemoterapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 87 57.6 57.6 57.6

- 64 42.4 42.4 100.0


(55)

radioterapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 25 16.6 16.6 16.6

- 126 83.4 83.4 100.0

Total 151 100.0 100.0

kemoradioterapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 39 25.8 25.8 25.8

- 112 74.2 74.2 100.0

Total 151 100.0 100.0

SATU KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid benjoln di leher 10 6.6 6.6 6.6

telinga nyeri 1 .7 .7 7.3

sakit kepala 1 .7 .7 7.9

>1 139 92.1 92.1 100.0


(56)

DUA KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid benjolan,hidung sumbat 12 7.9 7.9 7.9

hidung berdarah,telinga dengung

1 .7 .7 8.6

<2 12 7.9 7.9 16.6

>2 101 66.9 66.9 83.4

benjolan,mata ganda 2 1.3 1.3 84.8

benjolan,hidung berdarah

4 2.6 2.6 87.4

bejolan,telinga berdengung

8 5.3 5.3 92.7

benjolan,sakit kepala 8 5.3 5.3 98.0

hidung sumbat,telinga dengung

2 1.3 1.3 99.3

hidung sumbat,telinga nyeri

1 .7 .7 100.0


(57)

TIGA KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah

11 7.3 7.3 7.3

benjolan,hidung sumbat, telinga nyeri

1 .7 .7 7.9

hidung sumbat, telinga dengung, sakit kepala

1 .7 .7 8.6

benjolan, sakit kepala, telinga berdenging

10 6.6 6.6 15.2

benjolan, telinga

dengung, hidung sumbat

4 2.6 2.6 17.9

hidung sumbat, hidung berdarah, sakit kepala

2 1.3 1.3 19.2

benjolan, telinga dengung, hidung berdarah

2 1.3 1.3 20.5

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga nyeri

2 1.3 1.3 21.9

benjolan,sakit kepala,mata ganda

1 .7 .7 22.5

benjolan,hidung sumbat,mata ganda

1 .7 .7 23.2

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung

3 2.0 2.0 25.2

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat

8 5.3 5.3 30.5

<3 48 31.8 31.8 62.3

>3 54 35.8 35.8 98.0

benjolan, hidung berdarah, sakit kepala


(58)

TIGA KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah

11 7.3 7.3 7.3

benjolan,hidung sumbat, telinga nyeri

1 .7 .7 7.9

hidung sumbat, telinga dengung, sakit kepala

1 .7 .7 8.6

benjolan, sakit kepala, telinga berdenging

10 6.6 6.6 15.2

benjolan, telinga

dengung, hidung sumbat

4 2.6 2.6 17.9

hidung sumbat, hidung berdarah, sakit kepala

2 1.3 1.3 19.2

benjolan, telinga dengung, hidung berdarah

2 1.3 1.3 20.5

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga nyeri

2 1.3 1.3 21.9

benjolan,sakit kepala,mata ganda

1 .7 .7 22.5

benjolan,hidung sumbat,mata ganda

1 .7 .7 23.2

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung

3 2.0 2.0 25.2

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat

8 5.3 5.3 30.5

<3 48 31.8 31.8 62.3

>3 54 35.8 35.8 98.0

benjolan, hidung berdarah, sakit kepala

3 2.0 2.0 100.0


(59)

EMPAT KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung

berdarah,teinga dengung

8 5.3 5.3 5.3

telinga dengung,sakit kepala,hidung

berdarah,benjolan

1 .7 .7 6.0

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,mata ganda

7 4.6 4.6 10.6

benjolan,sakit kepala,mata

ganda,hidung sumbat

4 2.6 2.6 13.2

benjolan,telinga dengung,hidung sumbat,mata ganda

1 .7 .7 13.9

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,telinga nyeri

1 .7 .7 14.6

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah

11 7.3 7.3 21.9

<4 99 65.6 65.6 87.4

>4 15 9.9 9.9 97.4

hidung sumbat,telinga dengung, sakit kepala, benjolan

4 2.6 2.6 100.0


(60)

LIMA KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,telinga nyeri

2 1.3 1.3 1.3

benolan,hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,mata kabur

1 .7 .7 2.0

telinga dengung,sakit kepala,benjolan,hidung berdarah,mata ganda

1 .7 .7 2.6

benolan,sakit kepala,hidung berdarah,telinga dengung,mata kabur

1 .7 .7 3.3

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,mata ganda,sakit kepala

1 .7 .7 4.0

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat,hidung

berdarah,telinga dengung

1 .7 .7 4.6

<5 135 89.4 89.4 94.0

>5 3 2.0 2.0 96.0

benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telnga nyeri, sakit kepala

6 4.0 4.0 100.0


(61)

ENAM KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung,telinga nyeri,sakit kepala

1 .7 .7 .7

<6 148 98.0 98.0 98.7

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung,telinga nyeri,mata ganda

1 .7 .7 99.3

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung,sakit kepala,mata ganda

1 .7 .7 100.0

Total 151 100.0 100.0

Benjolan dileher

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 135 89.4 89.4 89.4

- 16 10.6 10.6 100.0


(62)

Hidung umbat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 97 64.2 64.2 64.2

- 54 35.8 35.8 100.0

Total 151 100.0 100.0

Hidung berdarah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 76 50.3 50.3 50.3

- 75 49.7 49.7 100.0

Total 151 100.0 100.0

Telinga dengung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 57 37.7 37.7 37.7

- 94 62.3 62.3 100.0

Total 151 100.0 100.0

Telinga nyeri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 12 7.9 7.9 7.9

- 139 92.1 92.1 100.0


(63)

Sakit kepala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 60 39.7 39.7 39.7

- 91 60.3 60.3 100.0

Total 151 100.0 100.0

Pandangan ganda

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 21 13.9 13.9 13.9

- 130 86.1 86.1 100.0


(1)

TIGA KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah

11 7.3 7.3 7.3

benjolan,hidung sumbat, telinga nyeri

1 .7 .7 7.9

hidung sumbat, telinga dengung, sakit kepala

1 .7 .7 8.6

benjolan, sakit kepala, telinga berdenging

10 6.6 6.6 15.2

benjolan, telinga

dengung, hidung sumbat

4 2.6 2.6 17.9

hidung sumbat, hidung berdarah, sakit kepala

2 1.3 1.3 19.2

benjolan, telinga dengung, hidung berdarah

2 1.3 1.3 20.5

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga nyeri

2 1.3 1.3 21.9

benjolan,sakit kepala,mata ganda

1 .7 .7 22.5

benjolan,hidung sumbat,mata ganda

1 .7 .7 23.2

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung

3 2.0 2.0 25.2

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat

8 5.3 5.3 30.5

<3 48 31.8 31.8 62.3

>3 54 35.8 35.8 98.0

benjolan, hidung berdarah, sakit kepala


(2)

EMPAT KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung

berdarah,teinga dengung

8 5.3 5.3 5.3

telinga dengung,sakit kepala,hidung

berdarah,benjolan

1 .7 .7 6.0

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,mata ganda

7 4.6 4.6 10.6

benjolan,sakit kepala,mata

ganda,hidung sumbat

4 2.6 2.6 13.2

benjolan,telinga dengung,hidung sumbat,mata ganda

1 .7 .7 13.9

hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,telinga nyeri

1 .7 .7 14.6

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah

11 7.3 7.3 21.9

<4 99 65.6 65.6 87.4

>4 15 9.9 9.9 97.4

hidung sumbat,telinga dengung, sakit kepala, benjolan

4 2.6 2.6 100.0


(3)

LIMA KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,telinga nyeri

2 1.3 1.3 1.3

benolan,hidung sumbat,hidung berdarah,telinga dengung,mata kabur

1 .7 .7 2.0

telinga dengung,sakit kepala,benjolan,hidung berdarah,mata ganda

1 .7 .7 2.6

benolan,sakit kepala,hidung berdarah,telinga dengung,mata kabur

1 .7 .7 3.3

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,mata ganda,sakit kepala

1 .7 .7 4.0

sakit

kepala,benjolan,hidung sumbat,hidung

berdarah,telinga dengung

1 .7 .7 4.6

<5 135 89.4 89.4 94.0

>5 3 2.0 2.0 96.0

benjolan, hidung sumbat, hidung berdarah, telnga nyeri, sakit kepala

6 4.0 4.0 100.0


(4)

ENAM KELUHAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid benjolan,hidung

sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung,telinga nyeri,sakit kepala

1 .7 .7 .7

<6 148 98.0 98.0 98.7

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung,telinga nyeri,mata ganda

1 .7 .7 99.3

benjolan,hidung sumbat,hidung berdarah,telinga berdengung,sakit kepala,mata ganda

1 .7 .7 100.0

Total 151 100.0 100.0

Benjolan dileher

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 135 89.4 89.4 89.4

- 16 10.6 10.6 100.0


(5)

Hidung umbat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 97 64.2 64.2 64.2

- 54 35.8 35.8 100.0

Total 151 100.0 100.0

Hidung berdarah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 76 50.3 50.3 50.3

- 75 49.7 49.7 100.0

Total 151 100.0 100.0

Telinga dengung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 57 37.7 37.7 37.7

- 94 62.3 62.3 100.0

Total 151 100.0 100.0

Telinga nyeri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 12 7.9 7.9 7.9

- 139 92.1 92.1 100.0


(6)

Sakit kepala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 60 39.7 39.7 39.7

- 91 60.3 60.3 100.0

Total 151 100.0 100.0

Pandangan ganda

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid + 21 13.9 13.9 13.9

- 130 86.1 86.1 100.0