PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER

(1)

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam 18 tahun kedepan Indonesia tidak dapat dikatakan lagi sebagai negara produsen minyak bila tidak ditemukan cadangan minyak baru . Sebab dengan cadangan minyak saat ini sebesar 9,85 milyar barrel dan dengan produksi 1,5 juta barrel per hari hanya mampu bertahan untuk 18 tahun ( Majalah ENERGI edisi Agustus 2000)

Bahan bakar minyak merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui, sehingga penggunaan bahan bakar minyak ini harus sehemat mungkin. Pada saat ini minyak tanah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi karena subsidi dari pemerintah telah dicabut.

Pemerintah melakukan kebijakan konversi bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas yang sekarang sudah dimulai, tetapi masih terdapat kendala-kendala .Baik dari aspek psikologis yang akhir-akhir banyak terjadi peledakan , maupun secara teknis belum senyaman kompor minyak tanah dalam pengendalian nyala apinya. Untuk mengatasi kian mahalnya harga bahan bakar, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu mencari bahan bakar alternatif atau melakukan penghematan penggunaan bahan bakar yang telah ada.

Dalam usaha mencari bahan bakar alternatif tersebut untuk kebutuhan rumah tangga dapat menggunakan bahan bakar baru yaitu methanol. Untuk melakukan penghematan penggunaan bahan bakar Methanol ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi proses pembakaran yang terjadi. Peningkatan efisiensi proses pembakaran ini tidak terlepas dari desain ruang bakar yang baik. Ruang bakar yang baik dapat mensirkulasikan kalor secara tepat, sehingga dapat menurangi kalor yang terbuang. Batik dewasa ini sudah banyak dikembangkan oleh negara-negara ASEAN tetapi batik dari Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri, jika tidak dikembangkan baik teknologi maupun kwalitasnya akan kalah bersaing. Kerajinan batik yang tersebar di wilayah Indonesia merupakan potensi daerah yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangan. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah bersinergi untuk memberi dukungan untuk keberlangsungan indutri batik baik melalui pembinaan secara teknis maupun non teknis.


(2)

Selama ini untuk keperluan proses produksinya industri batik terbiasa menggunakan bahan bakar padat berupa kayu dan arang kayu sedangkan, untuk membatik menggunakan minyak tanah. Penggunan minyak tanah mempunyai kelebihan mudah dalam operasional dan bisa dibeli dengan jumlah yang kecil/sedikit karena ukuranya liter sehinnga cocok atau lebih disukai bagi industri kecil maupun masyarakat pengrajin batik.

Indutri batik banyak tersebar di wilayah Surakarta dan sekitarnya bahkan di wilayah propensi Jawa Tengah setiap daerah kabupaten mempunyai kerajinan batik yang khas. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan Penelitian Pengembang Kompor Methanol Untuk Keperluan Membatik

I.2 Tujuan Khusus

Tujuan dari pengembangan kompor methanol untuk mendapatkan rancang bangun berdasarkan karakteristik pembakaran ditunjukkan oleh parameter: temperatur pembakaran, kestabilan nyala dan konsumsi bahan bakarn.Unjuk kerja terbaik berdasarkan water boiling test dan pencairan lilin batik.

I.3 Keutamaan Penelitian

Penelitain ini merupakan penelitian terapan yang hasilnya diharapkan dapat mensubtitusi bahan bakar minyak tanah untuk keperluan membatik sehingga, dapat membantu kebutuhan industri maupun masyarakat yang bekerja pada bidang batik.


(3)

BAB II. STUDI PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ITS (2009) telah melakukan pengujian terhadap kompor bioethanol, ditemukan bahwa efisiensi kompor bioethanol sebesar 54 persen. Sementara kompor kerosin atau minyak tanah hanya 49 persen. Dari pengkajian sampel bioethanol di laboratorium Jurusan Kimia ITS, didapatkan hasil bahwa kalor adalah 5270 kKal/kg. Dibandingkan dengan kalor kerosin, ini hanya sekitar separuhnya.( www.its-online )

Oky Norli S (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk, penambahan reflektor dengan tekanan bahan bakar terhadap temperatur api yang dihasilkan pada kompor minyak tanah bertekanan yang menyatakan bahwa dari perbandingan masing-masing kompor dengan kondisi terbaiknya, kondisi optimal dihasilkan oleh kompor dengan menggunakan reflektor bulat pada tekanan 0.2 MPa.

Kerampran et all. (2000) dalam penelitiannya mengenai masalah mekanisme perambatan api di dalam tube menyatakan bahwa pergerakan api yang berimbas pada distribusi temperatur dipengaruhi oleh dimensi burner.

Hase et all. (1991) dalam penelitiannya mengenai masalah pengaruh AF ratio terhadap pembakaran gas dalam burner dengan lobang burner sejumlah 3 buah dan bersudut masing-masing 60o mengungkapkan bahwa AF ratio memiliki efek terhadap temperatur pembakaran yang dihasilkan dan letak temperatur maksimal dalam burner. Subroto dkk (2009) melakukan penelitian peningkatan kualitas pembakaran tungku briket batubara yang ramah lingkungan untuk aplikasi rumah tangga menyatakan bahwa penambahan kecepatan udara pembakar mempengaruhi karakteristik pembakaran yang ditunjukkan oleh temperatur dan kadar polutan hasil pembakaran.

2.2 Dasar Teori a. Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan bakar disertai dengan konversi energi kalor dalam jumlah yang besar. Pembakaran sempurna


(4)

(complete combustion), terjadi jika semua unsure C, H dan S yang terkandung dalam bahan bakar bereaksi membentuk CO2, H2O dan SO2.

Pembakaran sempurna dapat dicapai dengan : pencampuran antara bahan bkar dan oksidator dengat tepat dan baik, yaitu perbandingan rasio bahan bakar per udara tepat. Pembakaran tidak sempurna ( incomplete combustion), terjadi jika proses

pembakaran bahan bakar menghasilkan “intermediate combustion product” seperti CO, H2 , aldehid, disamping CO2 dan H2O. Pembakaran tidak sempurna dapat terjadi antara

lain karena pasokan oksidatornya terbatas atau kurang dari jumlah yang diperlukan. Pembakaran spontan (spontaneous combustion), terjadi jika zat atau bahan mengalami oksidasi perlahan-lahan, kalor yang dihasilkan tidak dilepas, sehingga suhu bahan naik secara perlahan mencapai titik bakarnya (ignition point), maka bahan terbakar dan menyala. Oksidasi adalah reaksi antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, berlangsung secara pelan tanpa timbul cahaya dan tanpa timbul kalor yang cepat, meskipun jumlah kalor yang dihasilkan seluruhnya cukup berarti.

b. Bahan Bakar Cair 1. Minyak bumi

Minyak bumi didapat dari tambang minyak dengan cara mengebornya diladang-ladang minyak dan memompanya sampai ke atas permukaan bumi. Untuk selanjutnya diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis minyak bakar. Minyak bumi ( crude oil ) yang berwarna coklat tua sampai kehitaman terdiri dari campuran berbagai macam persenyawaan zat cair arang ( C dan H ).

Minyak bumi adalah campuran komplek hidrokarbon plus senyawaan organik dari Sulfur, Oksigen, Nitrogen dan senyawa-senyawa yang mengandung konstituen logam terutama nikel, besi dan tembaga. unsur-unsur yang terdapat dalam minyak bumi sangat bervariasi.

2. Methanol

Salah satu jenis bahan bakar cair yang akhir-akhir ini mulai dilirik untuk dijadikan sebagai bahan bakar dalam skala kecil maupun menengah adalah Methanol. Methanol juga dikenal sebagai methil alkohol, wood alkohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada


(5)

mudah terbakar, dan dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada ethanol). Digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi ethanol industri.

Reaksi kimia methanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut :

2 CH3OH + 3 O2→ 2 CO2 + 4 H2O

Api dari methanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat methanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat. Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini methanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida; kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan methanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.

Methanol jika direaksikan dengan uap air (steam) dengan katalis nikel untuk menghasilkan gas sintesis dapat dituliskan dengan reaksi kimia berikut:

CH4 + H2O → CO + 3 H2

Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR, merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi batasan dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan. Methanol juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:

2 CH4 + O2→ 2 CO + 4 H2

Reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming. Ketika dua proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut sebagai autothermal reforming. Rasio CO and H2

dapat diatur dengan menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction):

CO + H2O → CO2 + H2

Untuk menghasilkan stoikiometri yang sesuai dalam sintesis methanol. Karbon monoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua untuk menghasilkan methanol. ( www.wikipedia.com )


(6)

3. Ethanol

Ethanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut atau alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ethanol termasuk dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia C2H5OH.

Fermentasi gula menjadi ethanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Pada zaman modern ethanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak. Dalam sejarahnya ethanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar. ( www.wikipedia.com )

a. Kalor Pembakaran

Kalor adalah energi yang mengalir dari sebuah benda ke sebuah benda yang lain karena adanya perbedaan temperatur diantara kedua benda tersebut. Kapasitas suatu zat didefinisikan sebagai jumlah kalor yang dibutuhkan oleh zat untuk menaikkan suhunya satu derajat. Energi kalor sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya untuk memasak air kita menggunakan energi kalor dari api, mengubah wujud es batu menjadi air dengan cara memanaskan-nya (memberi energi kalor). Istilah kalor pertama kali diperkenalkan oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794). Menurutnya, kalor merupakan semacam zat alir, yaitu zat yang mengalir dari suatu benda ke benda yang lain. Satuan kalor pada masa itu disebut satuan kalori. Kalor adalah bentuk energi yang berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah. Jika suatu benda menerima / melepaskan kalor maka suhu benda itu akan naik/turun atau wujud benda berubah.

: = Kalor yang diterima suatu zat (Kalori) = Massa zat (Kilogram)

= Kalor jenis (Kalori/gram°C)

= Perubahan suhu (°C) → (t2 - t1)


(7)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Peneltian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Pengambilan data pengujian

dan penarikan kesimpulan Pengujian Karakteristik Pembakaran :

1.Pengukuran temperatur api dan air 2.Pengukuran waktu pendidihan 3. Pengukuran konsumsi bahan bakar

Variasi II Tinggi Burner Variasi I

Diameter Burner

Variasi III Jumlah Lubang Mulai

Hasil Penelitian Tahun Pertama

Tahap Pembuatan dan Instalasi Alat

Pengujian Opersional Kompor Terbaik untuk membatik


(8)

3.2 Pembuatan dan instalasi alat

Sebelum kita melakukan pengujian alat, hal yang harus dilakukan adalah persiapan, pembuatan serta instalasi alat. Untuk mendapatkan data yang akurat sebaiknya alat-alat yang diuji serta digunakan untuk menguji lengkap dan dalam kondisi yang baik sehingga dalam pengujian tidak terjadi masalah-masalah yang dapat mengganggu pengujian tersebut. Selain itu instalasi atau perangkaian alat dilakukan dengan teliti sehingga tidak terjadi masalah seperti kebocoran bahan bakar ataupun masalah lainnya yang dapat menghambat pengujian. Instalasi alat pada saat pengujian dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 3.2 Skema Penelitian

Keterangan : a. Thermometer b. Panci

c. Thermocouple

d. Thermocouple reader e. Burner Variasi f. Selang Bahan Bakar g. Tabung Bahan Bakar

h. Katup pengatur aliran bahan bakar i. Pipa tembaga


(9)

Burner

Burner merupakan benda paling utama dalam penelitian ini karena burner merupakan media yang akan menghasilkan api yang akan diuji. Selain untuk mengetahui karakteristik pembakaran desain burner juga diharapkan dapat mempermudah kontrol nyala api sehingga menghasilkan api yang optimal dan mudah untuk dikendalikan.

3.3 Burner Variasi I

Terbuat dari kuningan dengan diameter 21mm, 12.8mm dan 10mm.

Gambar 3.3 Burner Variasi I Diameter 21 mm


(10)

Gambar 3.5 Burner Variasi I diameter 10 mm

3.4 Burner Variasi II

Terbuat dari kuningan dengan tinggi 5,5mm, 9,5mm dan 16mm.


(11)

Gambar 3.7 Burner Variasi II dengan tinggi 9,5 mm


(12)

3.5 Burner Variasi III

Terbuat dari kuningan dengan jumlah lubang 8, 11 dan 16 .

Gambar 3.9 Burner Variasi III lubang 8


(13)

Gambar 3.11 Burner Variasi III lubang 16

3.6 Peralatan Penelitian 1. Tabung Bahan Bakar.

Sebagai tempat bahan bakar methanol sebelum dialirkan ke burner kompor, Tabung ini terdapat 1 buah lubang untuk pengisian bahan bakar Methanol, dan 1 buah lubang untuk mengalirkan methanol melalui pipa yang terhubung dengan burner


(14)

2. Pipa Bahan Bakar

Berfungsi sebagai penghubung aliran bahan bakar dari selang bahan bakar yang kemudian diteruskan ke pipa kuningan yang mengalir ke burner. Menggunakan pipa kuningan karena pipa kuningan tahan dari api sehingga bahan bakar dapat mengalir ke burner dengan aman tidak terbakar.

Gambar 3.13 Pipa Bahan Bakar

3. Kerangka Kompor Methanol

Bahan yang digunakan untuk membuat kerangka kompor ini adalah plat (1mm), yang biasanya terbuat dari plat kaleng bekas sehingga sangat mudah dan murah dan berfungsi sebagai penyangga burner.


(15)

4. Katup Pengatur Aliran Bahan Bakar.

Berfungsi sebagai pengatur aliran bahan bakar, sehingga konsumsi bahan bakar bisa terkontrol sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 3.15 Katup Pengatur Aliran Bahan Bakar

5. Thermochouple dan Thermocouple Reader

Berfungsi untuk mengetahui besarnya temperatur pembakaran yang dihasilkan dan sebagai alat pencatat temperatur yang disa dilihat melalui layar.


(16)

6. Stop watch

Digunakan untuk mencatat waktu saat proses percobaan dimulai hingga selesai.

Gambar 3.17 Stop watch

3.7 Pengujian

Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan 3 buah variasi burner

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian adalah sebagai berikut : a. Siapkan bahan bakar methanol dan masukkan kedalam tabung bahan bakar dengan

banyak sesuai ketentuan

b. Setelah semuanya siap kemudian buka keran hingga methanol keluar dari burner dan nyalakan methanol yang ada disekitar burner (di lempeng penadah) atur keran hingga didapatkan api yang optimal atau terbaik.

c. Selanjutnya siapkan panci yang telah diisi 500ml air dan tempatkan diatas kompor. d. Pada saat memulai pemanasan catat dan hitung waktu dengan menggunakan stop


(17)

e. Ukur temperatur awal air dengan menggunakan thermometer dan ukur temperatur api pada 4 titik api berbeda dengan ketinggian sama menggunakan thermocouple reader..

f. Temperatur api diukur dengan menggunakan thermocouple yang telah dihubungkan dengan alat pembacanya thermocouple reader.

g. Ulangi pengukuran tiap periode waktu tertentu dengan catatan jarak waktu harus konstan/tetap.

h. Catat data hasil pengukuran pengurangan bahan bakar, temperatur air dan temperatur api tiap waktu tertentu dengan jarak waktu yang tetap hingga air mendidih.

i. Ulangi pengukuran dengan cara yang sama dengan mengganti variasi burner yang lain.


(18)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perbandingan Unjuk Kerja Pada Burner Variasi I Perbandingan temperatur api pada burner variasi I

Gambar 4.1 Karakteristik pembakaran pada burner dengan diameter 10mm ,12.8mm dan 21mm

Dari gambar 4.1 dapat dilihat setiap burner memiliki karakteristik pembakaran yang berbeda. Pada burner dengan diameter 10 mm temperatur terlihat kurang stabil dari awal dan akhir pengujian pembakaran temperatur rata-rata yang dihasilkan cukup tinggi yaitu berada pada kisaran 825 0C. Sedangkan pada burner dengan diameter 12,8 mm temperatur api cenderung stabil pada awal pengujian pembakaran dan sedikit kurang stabil pada akhir pengujian pembakaran tetapi temperatur yang dihasilkan cukup tinggi dengan temperatur rata-rata 810 0C. Pada burner dengan diameter 21 mm temperatur terlihat lebih stabil dibanding dengan burner lain akan tetapi temperatur rata-rata yang dihasilkan relatif lebih rendah dari burner lain yaitu 705 0C.


(19)

Perbandingan temperatur air pada burner variasi I.

Gambar 4.2 Temperatur Air pada burner diameter 10 mm,12.8 mm dan 21 mm Dari gambar 4.2 hasil pengujian pendidihan air dapat kita lihat secara jelas burner 12,8 mm merupakan burner yang paling cepat mendidihkan 500 ml air, hal ini sesui dengan hasil pengujian pengukuran karakteristik pembakaran dimana temperatur rata-rata pembakaran cukup tinggi 810 0C. Burner diameter 21,8 mmm nyala api lebih stabil bila dibandingkan nyala api burner diameter 10 mm. Perbandingan konsumsi bahan bakar pada burner variasi I

Gambar 4.3 Hubungan waktu dengan konsumsi bahan bakar burner diameter 21 mm, 12,8 mm dan 10 mm


(20)

Pada burner diameter 10 mm dalam proses pembakaran selama 15 menit bahan bakar yang diperlukan 22 ml adalah yang terkecil , kemudian burner 21 mm bahan bakar yang diperlukan 25 ml dan burner diameter 12,8 mm bahan bakar yang diperlukan 28 ml merupakan yang terbesar . Pada burner diameter 12,8 mm ini konsumsi bahan bakarnya cenderung relatif lebih besar jika dibandingkan dengan burner yang lain. Burner dengan diameter 10 mm merupakan burner yang paling hemat bahan bakar jika dibandingkan dengan burner lain pada penelitian ini.

Perbandingan konsumsi bahan bakar pada waktu pendidihan pada burner variasi I

Gambar 4.4 Hubungan konsumsi bahan bakar dan waktu pendidihan air burner diameter 21 mm, 12,8 mm dan 10 mm

Konsumsi bahan bakar pada burner diameter 12,8 mm dalam grafik terlihat lebih besar jika dibanding dengan burner lain. Akan tetapi jika dilihat dari waktu pendidihan air dan konsumsi bahan bakar burner dengan diameter 12,8 mm merupakan burner yang lebih baik jika dibandingkan dengan burner lainnya.


(21)

Hal ini dapat kita lihat dengan membandingkan konsumsi bahan bakar dan lamanya waktu yang diperlukan untuk mendidihkan 500 ml air. Pada burner 21 mm waktu yang diperlukan untuk menaikkan temperatur air hingga mencapai titk didih adalah 13 menit dengan konsumsi bahan bakar sebanyak 23 ml, sedangkan pada burner 12,8 mm waktu yang diperlukan relatif cepat yaitu 9 menit dengan konsumsi bahan bakar 18,5 ml dan pada burner dengan diameter 10 mm waktu yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur air adalah 13 menit dengan konsumsi bahan bakar 19,5 ml. Hal ini menunjukkan bahwa burner dengan diameter 12,8 lebih cepat menaikkan temperatur air hingga mencapai titik didih dan memerlukan bahan bakar yang sedikit dibanding dengan burner lainnya sehingga dapat disimpulkan burner dengan diameter 12,8 mm lebih baik jika dibanding dengan burner lainnya pada penelitian ini.

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa diameter burner berpengaruh terhadap temperatur yang dihasilkan dan konsumsi bahan bakar. Diameter burner yang berubah mengakibatkan jumlah bahan bakar yang terbakar juga berubah sehingga mempengaruhi komposisi perbandingan campuran udara dan bahan bakar (AFR ratio). Perbandingan campuran bahan bakar dan udara tersebut akan berpengaruh terhadap temperatur yang dihasilkan. Pengujian terhadap burner selama 15 menit dengan suplai udara tetap, maka diketahui bahwa pada burner diameter 10 mm konsumsi bahan bakar yang rendah serta efektifitas penguapan yang baik mengakibatkan temperatur yang dihasilkan tinggi.

Pada burner diameter 12,8 mm temperatur menurun disebabkan oleh konsumsi bahan bakar yang terlalu banyak (rich) dan efektifitas penguapan yang kurang baik. Sedangkan pada burner diameter 21 mm konsumsi bahan bakar yang berkurang dibanding burner diameter 12,8 mm serta efektifitas penguapan yang kurang baik menghasilkan temperatur yang paling rendah dibanding denga burner lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa campuran bahan bakar dan udara dengan suplai udara tetap dan bahan bakar yang semakin banyak tidak selalu akan mengakibatkan temperatur naik.


(22)

4.2 Perbandingan Unjuk Kerja Pada Burner Variasi II Perbandingan temperatur api pada burner variasi II

500 550 600 650 700 750 800 850

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Waktu (menit) T e m p e ra tu r A p i ( 0 C)

Tinggi burner (h) 5,5 mm Tinggi burner (h) 9,5 mm Tinggi burner (h) 16 mm

Gambar 4.5 Karakteristik pembakaran burner tinggi 5,5 mm, 9,5 mm, dan 16 mm. Dari gambar 4.5. diketahui bahwa kestabilan temperatur api terbaik dicapai oleh burner dengan tinggi 16 mm dengan temperatur rata – rata 795,083

0

C dimulai pada menit ketiga. Kemudian burner dengan tinggi 9,5 mm juga mempunyai kestabilan temperatur api yang cukup baik dengan temperatur rata – rata 780,083 0C dimulai pada menit keempat dibandingkan burner dengan tinggi 5,5 mm. Sedangkan burner dengan tinggi 5,5 mm mempunyai kestabilan temperatur api yang tidak begitu baik dibanding kedua burner yang lain.

Perbandingan temperatur air pada burner variasi II

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Waktu (mnt) T e m p e ra tu r A ir ( 0 C)

Tinggi burner (h) 5,5 mm Tinggi burner (h) 9,5 mm Tinggi burner (h) 16mm Waktu (menit)


(23)

Dari gambar 4.6. Diketahui bahwa burner dengan tinggi 5,5 mm paling lama dalam mendidihkan air dibanding dengan burner yang lain. Burner dengan tinggi 5,5 mm membutuhkan waktu 10 menit untuk mendidihkan 500 ml air dan burner dengan tinggi 9,5 mm membutuhkan waktu selama 9 menit untuk mendidihkan 500 ml air. Sedangkan burner dengan tinggi 16 mm mampu mendidihkan air sebanyak 500 ml dalam waktu 8 menit.

Kenaikan temperatur air tiap menit dipengaruhi oleh besar kecilnya dari temperatur nyala api pembakaran . Jika temperatur api naik maka kenaikan temperatur air semakin cepat sebaliknya jika temperatur api turun maka kenaikan temperatur air menjadi lambat.

Perbandingan konsumsi bahan bakar pada burner variasi II

0 5 10 15 20 25 30 35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Waktu (menit) k o n s u m s i B B ( m l)

Tinggi burner (h) 5,5 mm Tinggi burner (h) 9,5 mm Tinggi burner (h) 16mm

Gambar 4.7. Hubungan antara waktu dengan konsumsi bahan bakar burner. tinggi 5,5 mm, 9,5 mm, dan 16 mm.

Dari gambar 4.7. Konsumsi bahan bakar terbanyak selama 15 menit adalah burner dengan tinggi 16 mm yaitu 30 ml. Untuk burner dengan tinggi 9,5 mm konsumsi bahan bakarnya sebanyak 29 ml. Dan pada burner dengan tinggi 5,5 mm sebanyak 27 ml. Dengan membandingkan antara temperatur api maksimal dan konsumsi bahan bakar tiap burner selama 15 menit, maka diketahui bahwa pada jumlah udara tetap temperatur api terendah yang dicapai burner dengan tinggi 5,5 mm disebabkan oleh kurangnya konsumsi bahan bakar yang disertai


(24)

efektifitas penguapan bahan bakar yang kurang baik (dipengaruhi oleh bentuk burner) saat proses pembakaran sehingga temperatur menjadi rendah.

Perbandingan konsumsi bahan bakar dengan waktu pendidihan burner variasi I I

18 16 18,5 8' 9' 10' 0 5 10 15 20 25

5,5 9,5 16

K o n su m si b ah an b ak ar ( m l) 0 2 4 6 8 10 12

Wa

kt

u

(m

en

it)

Tinggi Burner (mm)

Gambar 4.8. Hubungan antara konsumsi bahan bakar dan waktu didih, burner tinggi 5,5 mm, 9,5 mm, dan 16 mm.

Dari Gambar 4.8 dapat dijelaskan konsumsi bahan bakar burner dengan tinggi 5,5 mm sebanyak 18,5 ml, burner dengan tinggi 9,5 mm sebanyak 16 ml, dan untuk burner dengan tinggi 16 mm sebanyak 18 ml. Hal ini disebabkan temperatur api tertinggi yang dicapai burner dengan tinggi 9,5 mm dibandingkan dengan burner yang lain. Konsumsi bahan bakar yang cukup dengan jumlah udara tepat saat proses pembakaran serta terjadi efektifitas proses penguapan bahan bakar yang baik akan menghasilkan temperatur api pembakaran yang tinggi .Untuk burner dengan tinggi 5,5 mm yang memiliki temperatur api pembakaran yang palin rendah dibanding burner yang lain ,walaupun konsumsi bahan bakar yang banyak tetapi udaranya cenderung kurang membuat temperatur api menjadi turun.


(25)

4.2 Perbandingan Unjuk Kerja Pada Burner Variasi III Perbandingan temperatur api pada burner variasi III

Gambar 4.9 Karakteristik pembakaran burner dengan lubang 8 ,11 dan 16 Dari gambar 4.9 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik pembakaran pada burner lubang 8 temperatur tertinggi 785,25oC dan temperatur terendah 759,75oC serta temperatur rata-rata 7800C. Sedangkan pada burner lubang 11 temperatur tertinggi 881,75oC dan temperatur terendah 777,75oC serta temperatur rata-rata 840oC. Pada burner lubang 16 dengan temperatur tertinggi 834oC dan temperatur terendah 764oC serta temperatur rata-rata 790oC. Burner dengan jumlah lubang 11 , temperatur rata-rata tertinggi adalah 840oC

Perbandingan temperatur air pada burner variasi III


(26)

Dari gambar 4.10 diatas dapat dilihat bahwa, variasi jumlah lubang mempengaruhi waktu pendidihan air. Dari grafik diatas variasi jumlah lubang 8 membutuhkan waktu 13 menit untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml sampai temperatur air 100oC, variasi jumlah lubang 11 membutuhkan waktu 9 menit untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml sampai temperatur air 100oC dan variasi jumlah lubang 16 membutuhkan waktu 11 menit untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml sampai temperatur air 100oC. Jadi burner dengan variasi jumlah lubang 11 paling cepat untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml dan variasi jumlah lubang 8 paling lama untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml.

Perbandingan konsumsi bahan bakar pada burner variasi I II

Gambar 4.11 Hubungan waktu dengan konsumsi bahan bakar burner lubang 8, 11 dan 16

Gambar 4.11 diatas dapat dilihat bahwa, bahan bakar yang dibutuhkan oleh burner lubang 8 selama 15 menit adalah 22 ml,serta bahan bakar yang diperlukan untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml sampai air mendidih adalah 19 ml selama 13 menit. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa, bahan bakar yang dibutuhkan oleh burner lubang 11 selama 15 menit adalah 31 ml,serta bahan bakar yang diperlu untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml sampai air mendidih adalah 18 ml selama 9 menit. Dapat dilihat juga, bahan bakar yang dibutuhkan oleh burner lubang 16 selama 15 menit adalah 27 ml, serta bahan bakar yang


(27)

diperlukan untuk mendidihkan air sebanyak 500 ml sampai air mendidih adalah 20 ml selama 11 menit

Perbandingan konsumsi bahan bakar dengan waktu pendidihan burner variasi III

Gambar 4.12 Hubungan antara konsumsi bahan bakar dan waktu didih, burner lubang 8, 11 dan 16

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan jumlah lubang burner mempengaruhi temperatur api dan konsumsi bahan bakar. Pada burner jumlah lubang 8 konsumsi bahan bakarnya 19 ml dan watku pendidihan 13 menit . Burner jumlah lubang 11 konsumsi bahan bakarnya 18 ml dengan waktu pendidihan 9 menit , sedangkan burner dengan jumlah lubang 11 konsumsi bahan bakarnya adalah 20 ml dengan waktu pendidihan 11 menit. Konsumsi bahan bakar yang cukup dengan jumlah udara tepat serta efektifitas proses penguapan yang baik, akan menghasilkan temperatur pembakaran yang tinggi.

Burner Variasi I, Variasi II dan Variasi III yang mempunyai unjuk kerja terbaik adalah burner diameter 12,8mm tinggi 9,5mm dengan jumlah lubang 11, selanjutnya dibandingkan unjuk kerjanya dengan kompor minyak tanah untuk mencairkan lilin batik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan : kompor methanol dengan selubung, kompor methanol tanpa selubung dan kompor minyak tanah dengan selubung.


(28)

4.4 Perbandingan Unjuk Kerja Kompor Methanol Dengan Minyak Tanah Perbandingan temperatur api kompor methanol dengan minyak tanah

Gambar 4.13 Perbandingan temperatur pembakaran dan waktu mencairkan lililn batik antara kompor methanol dengan kompor minyak tanah Melalui gambar 4.13 dapat dijelaskan kompor methanol dengan selubung temperatur tertinggi 570 oC dan temperatur terendah 521 oC serta temperatur rata-rata 544,3 0C. Sedangkan pada kompor methanol tanpa selubung temperatur tertinggi 546 oC dan temperatur terendah 518,5 oC serta temperatur rata-rata 530,9 oC. Pada kompor minyak tanah temperatur tertinggi 381,5 °C dan temperatur terendah 326,5 oC serta temperatur rata-rata 342,9 0C.

Dari hasil pengujian kompor methaol menghasilkan temperatur pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan kompor minyak tanah . Selubung tidang mempengaruhi temperatur pembakaran tetapi, mempengaruhi kestabilan nyala api . Kalor hasil pembakaran secara langsung dipengaruhi suhu lingkungan maka kompor yang memakai selubung kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak banyak terbuang.


(29)

Perbandingan konsumsi bahan bakar dengan waktu pendidihan kompor methanol dengan kompor minyak tanah

Gambar 4.14 Hubungan antara konsumsi bahan bakar dan waktu mencair lilin batik kompor methanol dengan kompor minyak tanah

Melalui gambar 4.14 dapat dijelaskan konsumsi bahan bakar untuk pencairan 100gr lilin batik pada kompor methanol dengan selubung sebanyak 7 ml memerlukan waktu 4 menit. Untuk kompor methanol tanpa selubung konsumsi bahan bakar sebanyak 10 ml dengan waktu 6 menit jadi kompor methanol dengan selubung mempunyai unjuk kerja yang lebih baik . Pada kompor minyak tanah konsumsi bahan bakarnya 12 ml dengan waktu 9 menit.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kompor methanol mempunyai unjuk kerja yang lebih baik dibandingkan dengan kompor minyak tanah ditinjau dari temperatur pembakaran, konsumsi bahan bakar dan waktu yang diperlukan untuk mencairkan lilin batik. Untuk mengatur nyala api yaitu membesarkan maupun mengecilkan kompor minyak tanah sangat mudah dilakukan sedangkan , kompor methanol agak sulit dilakukan hal ini menjadi kelemahan sehingga kedepan sangat penting untuk dipecahkan .


(30)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRAC ... iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ... .vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang………...………...1

1.2 Tujuan Khusus ...………...2

1.3 Keutamaan Peneltian ….………..2

BAB II. STUDI PUSTAKA ...3

2.1 Tinjauan Pustaka ...3

2.2 Dasar Teori ...4

BAB III . METODE PENELITIAN ...7

3.1 Desain Penelitian ………...8

3.2 Pembuatan dan Instalasi Alat ..………...8

3.3 Burner Variasi I ...I.…... .9

3.4 Burner Variasi II ...I.…...10

3.5 Burner Variasi III . ...12

3.6 Peralatan Peneltian ... 13

3.7 Pengujian Peneltian ... 16

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...….. 18

4.1 Perbandingan Unjuk Kerja Pada Burner Variasi I ...18


(31)

4.3 Perbandingan Unjuk Kerja Pada Burner Variasi III...I ...25

4.4 PerbandinganUnjuk Kerja Kompor Methanol Dengan Minyak Tanah...28

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...30

5.1 Kesimpulan ...30

5.2 Saran ...30

DAFTAR PUSTAKA ...31

LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Diagram Alir Peneltian... ... 7

Gambar 3.2 Skema Alat Penelitian ... 8

Gambar 3.3 Burner Variasi I diameter 21mm... 9

Gambar 3.4 Burner Variasi I diameter 12,8mm... 9

Gambar 3.5 Burner Variasi I diameter 10mm... 10

Gambar 3.6 Burner Variasi II tinggi 5,5mm... 10

Gambar 3.7 Burner Variasi II tinggi 9,5mm... 11

Gambar 3.8 Burner Variasi II tinggi 16mm ... ...11

Gambar 3.9 Burner Variasi III lubang 8 ... ...12

Gambar 3.10 Burner Variasi III lubang 11... ...12

Gambar 3.11 Burner Variasi III lubang 16... ...13

Gambar 3.12 Tabung Bahan Bakar... 13

Gambar 3.13 Pipa Bahan Bakar... 14

Gambar 3.14 Kerangka Kompor Methanol... 14

Gambar 3.15 Katup Bahan Bakar... 15

Gambar 3.16 Thermochouple dan Thermochouple Reader... 15

Gambar 3.17 Stop watch... 16

Gambar 4.1 Karakteristik pembakaran burner diameter 10mm 12,8mm 21mm...18


(32)

Gambar 4.3 Hubungan waktu dan konsumsi bahan bakar burner. diameter 10mm

12,8mm 21mm ...20 Gambar 4.4 Hubungan antara waktu pendidihan dan konsumsi baban bakar burner

diameter 10mm 12,8mm 21mm... 20 Gambar 4.5 Karakteristik pembakaran burner tinggi 5,5mm 9,5mm 16mm...22 Gambar 4.6 Temperatur air burner tinggi 5,5mm 9,5mm 16mm...22 Gambar 4.7 Hubungan waktu dan konsumsi bahan bakar burne tinggi 5,5mm 9,5mm

16mm...23 Gambar 4.8 Hubungan antara waktu pendidihan dan konsumsi bahan bakar burner

tinggi 5,5mm 9,5mm 16mm... 24 Gambar 4.9 Karakteristik pembakaran burner lubang 8 , 11 dan 16. ...25 Gambar 4.10 Temperatur air burner lubang 8 , 11 dan 16...25 Gambar 4.11 Hubungan waktu dan konsumsi bahan bakar burner

lubang 8 , 11 dan 16...26 Gambar 4.12 Hubungan antara waktu pendidihan dan konsumsi bahan bakar burner

lubang 8 , 11 dan 16... 27 Gambar 4.13 Perbandingan temperatur pembakaran dan waktu mencairkan lilin batik

antara kompor methnol dengan kompor minyak tanah ... 28 Gambar 4.12 Hubungan antara konsumsi bahan bakar dan waktu mencairkan lilin batik


(33)

PENGEMBANGAN KOMPOR METHANOL UNTUK KEPERLUAN MEMBATIK

Subroto, Nur Aklis

Jurusan Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail: [email protected]

RINGKASAN

Batik dewasa ini sudah banyak dikembangkan oleh negara-negara ASEAN tetapi batik dari Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri, jika tidak dikembangkan baik teknologi maupun kwalitasnya tidak akan kalah bersaing. Industri batik yang tersebar di wilayah Indonesia merupakan potensi daerah yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangan. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah memberi dukungan untuk keberlangsungan indutri batik baik melalui pembinaan secara teknis maupun non teknis. Selama ini untuk keperluan proses produksinya industri batik terbiasa menggunakan bahan bakar padat berupa kayu dan arang kayu, sedangkan untuk mencairkan lilin batik menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya . Penggunan minyak tanah mempunyai kelebihan antara lain mudah dalam operasional dan bisa dibeli dengan jumlah yang kecil karena dengan ukuranya liter sehingga lebih disukai bagi industri kecil maupun masyarakat pengrajin batik.

Bahan bakar minyak merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui, sehingga penggunaan bahan bakar minyak ini harus dihemat . Saat ini minyak tanah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi karena subsidi dari pemerintah telah dicabut. Pemerintah melakukan kebijakan konversi bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas, tetapi masih terdapat kendala-kendala. Dari aspek psikologis sebagian masyarakat masih merasa takut dalam menggunakan bahan bakar gas, karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan. Untuk mengurangi ketergantungan minyak tanah, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu mencari bahan bakar alternatif atau melakukan penghematan penggunaan bahan bakar yang telah ada.

Dalam usaha mencari bahan bakar alternatif untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri kecil dapat menggunakan bahan bakar baru yaitu methanol. Untuk melakukan penghematan penggunaan bahan bakar methanol ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi proses pembakaran yang terjadi. Peningkatan efisiensi proses pembakaran ini tidak terlepas dari desain ruang bakar yang baik. Ruang bakar yang baik dapat mensirkulasikan kalor secara tepat, sehingga dapat mengurangi kalor yang terbuang selama operasional berlangsung. Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki unjuk kerja kompor methanol berdasarkan karakteristik pembakarannya untuk mencairkan lilin batik.

Pengembangan rancang bangun kompor methanol dilakukan dengan memvariasi dimensi burner yang meliputi diameter masing-masing tiga kali. Diameter burner 10 mm, 12,8 mm, dan 21 mm, tinggi burner 5,5 mm, 9,5 mm, dan 16 mm sedangkan jumlah lubang burner 8, 11, dan 16 . Penelitian karakteristik pembakaran dilakukan melalui water boiling test dengan cara mengukur temperatur api pembakaran, temperatur air, konsumsi bahan bakar, dan waktu pendidihan. Hasil unjuk kerja terbaik dari pengujian water boiling test selanjutnya dibandingkan dengan kompor minyak tanah melalui


(34)

pengujian untuk mencairkan lilin batik. Supaya hasil unjuk kerja lebih baik kompor methanol juga dilengkapi dengan selubung yang sama dengan kompor minyak tanah.

Berdasarkan pengujian water boling test diameter burner, tinggi burner maupun jumlah lubang burner sangat berpengaruh terhadap karakteristik pembakaran. Burner diameter 10 mm dan 12,8 mm unjuk kerjanya hampir sama yaitu temperatur pembakaran yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan burner diameter 21 mm. Burner tinggi 9,5 mm dan 16 mm karakteristik pembakaran lebih baik dibandingkan burner tinggi 5,5 mm. Burner dengan jumlah lubang 11 menghasilkan temperatur pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan burner dengan jumlah lubang 8 dan 16. Berdasarkan parameter temperatur api, konsumsi bahan bakar dan waktu pendidihan maka kompor methanol yang unjuk kerja terbaik adalah kompor methanol dengan diameter burner 12,8 mm, tinggi 9,5 mm, dan jumlah lubang 11. Penambahan selubung pada kompor methanol berguna untuk membantu kestabilan nyala api pembakaran dan mengurangi kalor yang terbuang dilingkungan. Untuk mencairkan lilin batik kompor methanol mempunyai unjuk kerja yang lebih baik dibandingkan kompor minyak tanah, akan tetapi ada kelemahan dalam operasional masih sulit dalam mengatur besar kecil nyala api pembakaran.


(35)

METHANOL STOVE DEVELOPMENT TO IMPROVE FOR BATIK

Subroto, Nur Aklis

Department of Mechanical Engineering, University of Muhammadiyah Surakarta E-mail: [email protected]

SUMMARY

Batik to day have been developed by the ASEAN countries of Indonesia, but batik has its own characteristics, if not well developed technology and quality, will not compete. Scattered batik industry in Indonesia is a potential area that needs attention to developed. The central and local governments already provide support for the sustainability of batik industry was either through the development of technical and non technical. During this production process for batik industry used to use a solid fuel wood and charcoal, while, to melt the wax using kerosene. Use of kerosene has the advantage of ease in operation and can be purchased by a small amount due to the liter size, and preferably so suitable for small industry batik artisans and communities. In the search for alternative fuels for household and small industries can use the new fuel is methanol. To economize on the use of methanol fuel can be done by increasing the efficiency of the combustion process. Increased efficiency of the combustion process is not independent of the combustion chamber design is good. A good combustion chamber heat can circulate properly, so as to reduce the heat that is wasted during operation place. The purpose of this study is to improve the performance of methanol based on the characteristics of the combustion stove to melt the wax batik.

Fuel oil is a fuel that can not be renewed, so the use of fossil fuels must be conserved. At this time oil prices rise high enough due to government subsidies have been removed. The government made a policy of kerosene fuel conversion to gas fuel, but there are still obstacles. From the psychological aspect of some people still fear the use of fuel gas, because of the recent frequent blasting. To reduce oil dependence, then there are some things you can do is look for an alternative fuel or fuel savings that have been there.

Design development is done by varying the methanol stove burner dimensions, including diameter of each three times. Burner diameter 10 mm, 21 mm, and 12.8 mm, 5.5 mm burner height, 9.5 mm and 16 mm while the number of burner holes 8, 11, and 16. Research conducted through the combustion characteristics of the boiling water test by measuring the combustion flame temperature, water temperature, fuel consumption, and the boiling time. The best performance results from further testing of water boiling test compared to the kerosene stove to melt the wax through the testing. So that the better performance of methanol stove is also equipped with the same sheath with a kerosene stove.

Based on water testing test bowling diameter burner, burner height and number of burner holes greatly affect the combustion characteristics. Burner 10 mm diameter and 12.8 mm diameteter in their performance is almost the same, the resulting combustion temperature is higher than 21mm diameter, burner high 9.5 mm, and combustion


(36)

characteristics of the 16 mm is better than 5.5 mm high burner. Burner with the holes 11 produce higher combustion temperatures than the burner with the holes 8 and 16. Based on the parameters of the fire temperature, fuel consumption, and time of the stove boiling methanol with the best performance of the methanol burner stove with a diameter of 12.8 mm, height 9.5 mm, and the number of hole 11. The addition of methanol useful wrapper on the stove to help the stability of the combustion flame and reduce the heat wasted in the environment. To melt the wax batik methanol burner has a better performance than kerosene stove, but there are weaknesses in operation still difficult in a large set of small flame combustion.


(1)

ii

4.3 Perbandingan Unjuk Kerja Pada Burner Variasi III...I ...25

4.4 PerbandinganUnjuk Kerja Kompor Methanol Dengan Minyak Tanah...28

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...30

5.1 Kesimpulan ...30

5.2 Saran ...30

DAFTAR PUSTAKA ...31

LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Diagram Alir Peneltian... ... 7

Gambar 3.2 Skema Alat Penelitian ... 8

Gambar 3.3 Burner Variasi I diameter 21mm... 9

Gambar 3.4 Burner Variasi I diameter 12,8mm... 9

Gambar 3.5 Burner Variasi I diameter 10mm... 10

Gambar 3.6 Burner Variasi II tinggi 5,5mm... 10

Gambar 3.7 Burner Variasi II tinggi 9,5mm... 11

Gambar 3.8 Burner Variasi II tinggi 16mm ... ...11

Gambar 3.9 Burner Variasi III lubang 8 ... ...12

Gambar 3.10 Burner Variasi III lubang 11... ...12

Gambar 3.11 Burner Variasi III lubang 16... ...13

Gambar 3.12 Tabung Bahan Bakar... 13

Gambar 3.13 Pipa Bahan Bakar... 14

Gambar 3.14 Kerangka Kompor Methanol... 14

Gambar 3.15 Katup Bahan Bakar... 15

Gambar 3.16 Thermochouple dan Thermochouple Reader... 15

Gambar 3.17 Stop watch... 16

Gambar 4.1 Karakteristik pembakaran burner diameter 10mm 12,8mm 21mm...18


(2)

iii

Gambar 4.3 Hubungan waktu dan konsumsi bahan bakar burner. diameter 10mm

12,8mm 21mm ...20 Gambar 4.4 Hubungan antara waktu pendidihan dan konsumsi baban bakar burner

diameter 10mm 12,8mm 21mm... 20 Gambar 4.5 Karakteristik pembakaran burner tinggi 5,5mm 9,5mm 16mm...22 Gambar 4.6 Temperatur air burner tinggi 5,5mm 9,5mm 16mm...22 Gambar 4.7 Hubungan waktu dan konsumsi bahan bakar burne tinggi 5,5mm 9,5mm

16mm...23 Gambar 4.8 Hubungan antara waktu pendidihan dan konsumsi bahan bakar burner

tinggi 5,5mm 9,5mm 16mm... 24 Gambar 4.9 Karakteristik pembakaran burner lubang 8 , 11 dan 16. ...25 Gambar 4.10 Temperatur air burner lubang 8 , 11 dan 16...25 Gambar 4.11 Hubungan waktu dan konsumsi bahan bakar burner

lubang 8 , 11 dan 16...26 Gambar 4.12 Hubungan antara waktu pendidihan dan konsumsi bahan bakar burner

lubang 8 , 11 dan 16... 27 Gambar 4.13 Perbandingan temperatur pembakaran dan waktu mencairkan lilin batik

antara kompor methnol dengan kompor minyak tanah ... 28 Gambar 4.12 Hubungan antara konsumsi bahan bakar dan waktu mencairkan lilin batik


(3)

PENGEMBANGAN KOMPOR METHANOL UNTUK KEPERLUAN MEMBATIK

Subroto, Nur Aklis

Jurusan Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail: [email protected]

RINGKASAN

Batik dewasa ini sudah banyak dikembangkan oleh negara-negara ASEAN tetapi batik dari Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri, jika tidak dikembangkan baik teknologi maupun kwalitasnya tidak akan kalah bersaing. Industri batik yang tersebar di wilayah Indonesia merupakan potensi daerah yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangan. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah memberi dukungan untuk keberlangsungan indutri batik baik melalui pembinaan secara teknis maupun non teknis. Selama ini untuk keperluan proses produksinya industri batik terbiasa menggunakan bahan bakar padat berupa kayu dan arang kayu, sedangkan untuk mencairkan lilin batik menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya . Penggunan minyak tanah mempunyai kelebihan antara lain mudah dalam operasional dan bisa dibeli dengan jumlah yang kecil karena dengan ukuranya liter sehingga lebih disukai bagi industri kecil maupun masyarakat pengrajin batik.

Bahan bakar minyak merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui, sehingga penggunaan bahan bakar minyak ini harus dihemat . Saat ini minyak tanah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi karena subsidi dari pemerintah telah dicabut. Pemerintah melakukan kebijakan konversi bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas, tetapi masih terdapat kendala-kendala. Dari aspek psikologis sebagian masyarakat masih merasa takut dalam menggunakan bahan bakar gas, karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan. Untuk mengurangi ketergantungan minyak tanah, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu mencari bahan bakar alternatif atau melakukan penghematan penggunaan bahan bakar yang telah ada.

Dalam usaha mencari bahan bakar alternatif untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri kecil dapat menggunakan bahan bakar baru yaitu methanol. Untuk melakukan penghematan penggunaan bahan bakar methanol ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi proses pembakaran yang terjadi. Peningkatan efisiensi proses pembakaran ini tidak terlepas dari desain ruang bakar yang baik. Ruang bakar yang baik dapat mensirkulasikan kalor secara tepat, sehingga dapat mengurangi kalor yang terbuang selama operasional berlangsung. Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki unjuk kerja kompor methanol berdasarkan karakteristik pembakarannya untuk mencairkan lilin batik.

Pengembangan rancang bangun kompor methanol dilakukan dengan memvariasi dimensi burner yang meliputi diameter masing-masing tiga kali. Diameter burner 10 mm, 12,8 mm, dan 21 mm, tinggi burner 5,5 mm, 9,5 mm, dan 16 mm sedangkan jumlah lubang burner 8, 11, dan 16 . Penelitian karakteristik pembakaran dilakukan melalui water boiling test dengan cara mengukur temperatur api pembakaran, temperatur air, konsumsi bahan bakar, dan waktu pendidihan. Hasil unjuk kerja terbaik dari pengujian water boiling test selanjutnya dibandingkan dengan kompor minyak tanah melalui


(4)

pengujian untuk mencairkan lilin batik. Supaya hasil unjuk kerja lebih baik kompor methanol juga dilengkapi dengan selubung yang sama dengan kompor minyak tanah.

Berdasarkan pengujian water boling test diameter burner, tinggi burner maupun jumlah lubang burner sangat berpengaruh terhadap karakteristik pembakaran. Burner diameter 10 mm dan 12,8 mm unjuk kerjanya hampir sama yaitu temperatur pembakaran yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan burner diameter 21 mm. Burner tinggi 9,5 mm dan 16 mm karakteristik pembakaran lebih baik dibandingkan burner tinggi 5,5 mm. Burner dengan jumlah lubang 11 menghasilkan temperatur pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan burner dengan jumlah lubang 8 dan 16. Berdasarkan parameter temperatur api, konsumsi bahan bakar dan waktu pendidihan maka kompor methanol yang unjuk kerja terbaik adalah kompor methanol dengan diameter burner 12,8 mm, tinggi 9,5 mm, dan jumlah lubang 11. Penambahan selubung pada kompor methanol berguna untuk membantu kestabilan nyala api pembakaran dan mengurangi kalor yang terbuang dilingkungan. Untuk mencairkan lilin batik kompor methanol mempunyai unjuk kerja yang lebih baik dibandingkan kompor minyak tanah, akan tetapi ada kelemahan dalam operasional masih sulit dalam mengatur besar kecil nyala api pembakaran.


(5)

METHANOL STOVE DEVELOPMENT TO IMPROVE FOR BATIK

Subroto, Nur Aklis

Department of Mechanical Engineering, University of Muhammadiyah Surakarta E-mail: [email protected]

SUMMARY

Batik to day have been developed by the ASEAN countries of Indonesia, but batik has its own characteristics, if not well developed technology and quality, will not compete. Scattered batik industry in Indonesia is a potential area that needs attention to developed. The central and local governments already provide support for the sustainability of batik industry was either through the development of technical and non technical. During this production process for batik industry used to use a solid fuel wood and charcoal, while, to melt the wax using kerosene. Use of kerosene has the advantage of ease in operation and can be purchased by a small amount due to the liter size, and preferably so suitable for small industry batik artisans and communities. In the search for alternative fuels for household and small industries can use the new fuel is methanol. To economize on the use of methanol fuel can be done by increasing the efficiency of the combustion process. Increased efficiency of the combustion process is not independent of the combustion chamber design is good. A good combustion chamber heat can circulate properly, so as to reduce the heat that is wasted during operation place. The purpose of this study is to improve the performance of methanol based on the characteristics of the combustion stove to melt the wax batik.

Fuel oil is a fuel that can not be renewed, so the use of fossil fuels must be conserved. At this time oil prices rise high enough due to government subsidies have been removed. The government made a policy of kerosene fuel conversion to gas fuel, but there are still obstacles. From the psychological aspect of some people still fear the use of fuel gas, because of the recent frequent blasting. To reduce oil dependence, then there are some things you can do is look for an alternative fuel or fuel savings that have been there.

Design development is done by varying the methanol stove burner dimensions, including diameter of each three times. Burner diameter 10 mm, 21 mm, and 12.8 mm, 5.5 mm burner height, 9.5 mm and 16 mm while the number of burner holes 8, 11, and 16. Research conducted through the combustion characteristics of the boiling water test by measuring the combustion flame temperature, water temperature, fuel consumption, and the boiling time. The best performance results from further testing of water boiling test compared to the kerosene stove to melt the wax through the testing. So that the better performance of methanol stove is also equipped with the same sheath with a kerosene stove.

Based on water testing test bowling diameter burner, burner height and number of burner holes greatly affect the combustion characteristics. Burner 10 mm diameter and 12.8 mm diameteter in their performance is almost the same, the resulting combustion temperature is higher than 21mm diameter, burner high 9.5 mm, and combustion


(6)

characteristics of the 16 mm is better than 5.5 mm high burner. Burner with the holes 11 produce higher combustion temperatures than the burner with the holes 8 and 16. Based on the parameters of the fire temperature, fuel consumption, and time of the stove boiling methanol with the best performance of the methanol burner stove with a diameter of 12.8 mm, height 9.5 mm, and the number of hole 11. The addition of methanol useful wrapper on the stove to help the stability of the combustion flame and reduce the heat wasted in the environment. To melt the wax batik methanol burner has a better performance than kerosene stove, but there are weaknesses in operation still difficult in a large set of small flame combustion.