Keragaan karet alam indonesia ditinjau dari jenis pengusahaan dan wilayah produksi

Di dalam pembangunan ekonomi Indonesia, sub sektor
perkebunan merupakan salah satu komponen sektor pertanian
yang

diharapkan

dapat

berperan

sebagai

wtriggerw yang

mampu menggerakkan perekonomian nasional, karena perkebunan

mempunyai

maupun

kemampuan


hilir.

untuk mendorong

Oleh karena

industri hulu

itu pembangunan perkebunan

diarahkan pada peningkatan produksi, kualitas, penggunaan
input yang optimal dan pemanfaatan limbah sehingga tercapai efisiensi produksi yang maksimal, yang
nya

akan

pada giliran-

mempunyai daya saing di pasar internasional.


Salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai

arti

yang sangat penting bagi Indonesia adalah tanaman k'aret .
Pentingnya tanaman karet ini dapat dilihat dari besarnya
devisa yang dihasilkamya, jumlah tenaga kerja yang terserap secara langsung maupun tidak langsung, dan banyaknya

penduduk

yang

komoditas karet,

sumber

hidupnya

tergantung


kepada

dimana lebih dari 12 juta jiwa penduduk

Indonesia bekerja di industri karet alam.
Sebagai
merupakan

sumber

penyumbang

perolehan

devisa,

komoditas

terbesar


keempat

setelah

karet
Migas,

tekstil/pakaian jadi dan Kayu.

Pada tahun 1989, ekspor

komoditas karet mencapai 1.2 juta ton dengan nilai US$ 1.0
milliar

atau sama dengan 7.5 persen dari penerimaan total

eksPor non migas.

Tetapi nilai ekspor tersebut menurun


pada tahun 1990 menjadi US $ 846.9 juta, walaupun jumlah
yang diekspor

meningkat pada tahun tersebut.

Pada tahun

1991 nilai ekspor meningkat kembali menjadi US $

963.4

atau 43 persen dari total nilai devisa ekspor komo-

juta

ditas primer yang berasal dari hasil perkebunan.

Nilai


devisa ekspor karet ini berasal dari volume ekspor karet
sebesar 963.4 ribu ton.
Pada masa mendatang, diperkirakan konsumsi karet alam
dunia akan terus meningkat.

Peningkatan konsumsi karet

alam tersebut didorong oleh karena

adanya perkembangan

teknologi industri perkaretan, adanya peningkatan pendapatan masyarakat, maupun adanya pertambahan jumlah penduduk.
Beberapa pakar ekonomi perkaretan memperkirakan bahwa pada
tahun

2000

dipenuhi

kebutuhan


dari

konsumsi

produksi. pada

alam

karet
tahun

tidak

tersebut.

dapat
Dengan

demikian pengembangan penawaran karet alam masih mempunyai

masa depan yang cerah (Smith, 1982 dan Sekhar, 1988 dalam
Hendratno, 1989) .
Adanya
karet
akan

alam

peningkatan dan perubahan struktur konsumsi
dunia

mempengaruhi

secara langsung ataupun tidak langsung
perubahan

struktur

penawaran


ekspor

karet alam Indonesia, karena
alam

Indonesia adalah di tujukan

karena itu maka
alam

Indonesia

ekonomi

tidak saja akan

internal,

di pasar


untuk

ekspor

.

Oleh

struktur produksi dan penawaran karet
tergantung pa&

tetapi juga akan dipengaruhi

faktor ekonomi eksternal.
han

90-95 persen produksi karet

faktor
f aktor-


Dengan demikian adanya peruba-

internasional dapat mempengaruhi struktur

ekspor dan akhirnya struktur penawaran karet alam Indonesia di dalam negeri.
Dalam rangka meningkatan produksi dan kualitas, serta
men jaga

kesinambungan

produksi

kare t

alam

Indonesia,

sejak Pelita I11 pemerintah telah menempuh berbagai usaha
dan kebi jakan dibidang produks i, pengolahan maupun pema sarannya.

Kebijakan yang telah dilaksanakan yang terkait

langsung dengan pengembangan perkaretan nasional, antara
lain adalah: pelaksanaan pembangunan perkebunan dipercepat
melalui pola

Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan pola Unit

Pelaksana Proyek (UPP).
grasi

deqgan

Mengkaitkan pelaksanaan transmi-

peabangunan

perkebunan

dengan

pola

PIR,

memberikan pinjaman dengan bunga yang rendah bagi pengembangan perkebunan, dan berbagai kemudahan serta fas ilitas
lainnya bagi petani, perusahaan swasta maupun perkebunan
negara (BUMN).
Kebi jakan

devaluasi

dan

penghapusan

pa jak

juga merupakan instrumen yang telah ditempuh dalam

ekspor ,
rangk

mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia.
pelaksanaan

Dengan

berbagai kebijakan ini, diharapkan akan &pat

mendorong pengembangan dan perbaikan struktur perkaretan
nasional

.

Sejauhmana kebijakan yang telah ditempuh selama ini
serta sejaubmana perubahan faktor-faktor ekonomi internal
maupun

eksternal berpengaruh terhadap perkembangan per-

karetan nasional menurut wilayah produksi dan jenis pengusahaan, hingga sekarang belum banyak diungkapkan.
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
berbagai kebijakan yang ditempuh maupun pengaruh perubahan
yang terjadi di tingkat
tional

terhadap

nasional

perkembangan

dan di tingkat interna-

perkaretan

nasional,

khu-

susnya terhadap perkembangan perkaretan menurut wilayah
produksi dan jenis pengusahaan perlu
Dengan pengetahuan
memudahkan

melakukan

dilakukan.

tersebut, diharapkan akan
antisipasi

terhadap

lebih

perubahan-

perubahan yang mungkin timbul dikemudian hari.

Daerah pengusahaan tanaman karet Indonesia tersebar
di

20 propinsi, walaupun produksi terutama terpusat di

beberapa propinsi.

Perkebunan karet rakyat terpusat di

propinsi Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat,

Riau,

Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Perkebunan

karet

jenis pengusahaan

Negara

terpusat di

propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi,
Riau, dan Jawa Timur.

Sedangkan perkebunan karet jenis

pengusahaan perkebunan besar swasta nasional terpusat di
propinsi

Sumatera Utara,

Jawa Barat,

Sumatera Selatan,

Riau, Aceh, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Perkebunan Karet

jenis pengusahaan perkebunan besar swasta asing terdapat
di

empat

propinsi,

yaitu

Sumatera

Utara,

Jawa

Barat,

Sumatera Selatan, dan Jawa Timur (Lampiran 36) .
Secara

garis

besar,

wilayah

produksi

karet

Indonesia dapat di kelompokkan atas tiga wilayah,
(1) Wilayah Sumatera,

Kalimantan
kebunan

serta

rakyat

(2)

wilayah Kalimantan.

lainnya.

Pengembangan per-

wilayah

di

Sumatera

dan

Perkebunan karet negara (BUMN) dan

perkebunan besar swasta terpusat
dan

yaitu:

Wilayah Jawa, dan (3) Wilayah

propinsi

terpusat

alam

di

wilayah

Sumatera

wilayah Jawa.
Perkembangan

luas

areal

tanaman karet yang terjadi

berbeda antar jenis pengusahaan maupun antar daerah produksi.

Areal tanaman

karet

yang dominan perkembangannya

akhir-akhir ini adalah areal karet dengan jenis pengusahaan perkebunan rakyat.
1991 luas

Antara tahun 1984 hingga tahun

areal karet perkebunan rakyat meningkat sebesar

18.96 persen.

Untuk kurun waktu yang sama, areal karet

perkebunanan besar hanya meningkat sebesar 13.6 persen.
Dari gambaran di atas, yang menjadi pertanyaan adalah
faktor-f aktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya peru-

bahan

areal

tanaman karet

tersebut dan

seberapa besar

pengaruhnya pada setiap pola pengelolaan di masing-masing
wilayah produksi?
Sejak

awal

tanaman

pengusahaan

karet hingga tahun

1968 Indonesia hanya menghasilkan karet alam &lam
konvensional dan lateks pekat.

bentuk

Tetapi setelah tahun 1968

terjadi berbagai perubahan permintaan karet alam di pasar
dunia,

sehingga

Indonesia mulai menghasilkan jenis karet

alam dengan spesifikasi teknis berupa karet remah atau
crumb rubber
dan

eksport

.

Kebi jaksanaan peningkatan produksi

(SIR)
karet

remah pada

waktu

itu

adalah sangat

tepat , karena dapat memperkua t daya saing terhadap karet
sintetik (Simbolon, dkk. 1989)
Sebagai

negara

tujuan

.

ekspor

karet alam Indonesia

yang utama dilihat dari jumlah ekspornya untuk lima tahun
terakhir ini adalah:
(3)

Jepang,

Amerika

(4)

Latin.

(1) Amerika Serikat,

Mexico,
Jumlah

dan beberapa

ekspor

karet

(2)

Singapura,

negara Eropa
alam

Indonesia

dan
ke

berbagai negara tujuan ekspor tersebut berfluktuasi dari
tahun ke tahun.
faktor

apa

Yang menjadi pertanyaan adalah faktor-

yang mempengaruhi penawaran ekspor karet aLam

Indonesia dan berapa besar pengaruh dari

faktor-faktor

tersebut?
Nilai

ekspor

karet

alam

Indonesia

yang

dominan

adalah dari ekspor karet dalam bentuk TSR, kemudian dalam
bentuk

sheet,

barang

dari

karet,

terakhir dalam bentuk crepe.

lateks

pekat,

dan

Perkembangan nilai ekspor

karet yang dicapai Indonesia pada kurun waktu antara tahun
1984 hingga 1991 relatif rendah, secara total hanya 1.4
persen per tahun.

Penurunan nilai ekspor terjadi untuk

ekspor bentuk crepe dan RSS. Nilai ekspor komoditas karet
yang meningkat cukup besar diperoleh dari ekspor barang
dari karet dan sedikit dari ekspor lateks.
Rendahnya peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia

selain akibat rendahnya pertambahan volume

juga

disebabkan

adanya

kecenderungan

karet alam di pasar internasional.
pasar

luar

negeri

terlepas dari

maupun

pengaruh

di

menurunnya

harga

Fluktuasi harga di

pasar

tingkat

ekspor,

domestik

produksi

karet

tidak
alam,

kebijaksanaan stock dan tingkat konsumsi karet alam dunia.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah faktor-faktor apa yang
mempengaruhi tingkat harga karet alam di pasar internasional maupun di pasar domestik ?
Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama
karet alam juga merupakan salah satu

eksportir karet alam

terbesar di pasar dunia, sedikit banyak akan selalu terpengaruh

oleh

perkaretan

dunia.

karet

alam

di

adanya

perubahan

Dengan

pasar

dalam

industri

adanya perubahan

permintaan

internasional

akan

mempengaruhi

struktur harga, kemudian akan mempengaruhi produksi maupun
penawaran karet alam Indonesia.
Seberapa

jauh

perubahan yang terjadi

dan perubahan

apa saja yang terjadi di tingkat internasional maupun di
tingkat
perlu

domestik yang mempengaruhi perkaretan nasional

selalu mendapat

pengkajian.

Dari

hasil

tersebut akan dapat dilakukan antisipasi atau
penanggulangan

terhadap kemungkinan

kajian

tindakan

terjadinya

dampak

negatif terhadap perkaretan nasional pada masa mendatang.

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang
dikemukakan,
untuk

maka

menganalisis

secara

u
m
w

keragaan

telah

penelitian ini bertujuan

produksi, harga

karet alam Indonesia. Secara khusus,

dan ekspor

tujuan penelitian

ini adalah untuk menganalisis:
(1) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

tanam

dan

produktivitas

tanaman

menurut jenis pengusahaan dan

karet

areal

Indonesia

wilayah produksi.

Faktor- faktor

(2

yang

mempengaruhi

penawaran

ekspor

karet alam Indonesia, Malaysia dan Thailand, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet alam di
pasar dalam negeri dan di pasar internasional.
( 31

Dampak a1 ternatif perubahan kebi jakan terhadap produksi, ekspor dan harga karet alam.

1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil peneli tian ini diharapkan dapat menjadi bahan
informasi

dasar

dalam

penyusunan

kebijakan-kebijakan

perkaretan

pengembangan

tanam,

areal

dan

nasional

penyempurnaan
yang menyangkut

produktivitas,

produksi

dan

ekspor .
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat men jadi
dasar

penelitian

tambahan
karet

lebih

informasi

alam

mana

lanjut,

tentang

yang

perlu

serta

dapat

menjadi

jenis pengusahaan perkebunan
dikembangkan pada

wilayah

tertentu di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan
tujuan penelitian yang
ruang

lingkup

telah diutarakan di depan, maka

penelitian

ini

adalah

menganalisis

perkaretan nasional yang menyangkut perubahan luas areal
tanam, produktivitas,

produksi,

ekspor,

dan harga karet

di pasar domestik maupun di paaar interna- sional.
analisis areal

Untuk

tanam, produktivitas dan produksi dida-

sarkan kepada pembagian wilayah produksi dan jenis pengusahaan

.

Wilayah

produksi

dikelompokkan

Sumatera, wilayah Jawa, dan wilayah
kan

jenis

pengusahaan

atas

wilayah

Kalimantan.

Sedang-

dikelompokkan

atas

perkebunan

rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan negara.
Untuk menganalisis pengaruh berbagai perubahan faktor
internal maupun faktor eksternal
nasional

digunakan

mode1

terhadap

ekonometrika

industri karet
&lam

bentuk

persamaan simultan.
Keterbatasan dari penelitian ini antara lain adalah:
tidak

dibedakannya

bentuk

dan

kualitas

produk menurut

wilayah produksi maupun menurut jenis pengusahaan, tidak
dibedakannya bentuk dan kualitas produk karet alam yang
diekspor, tidak dibedakan negara tujuan ekspor, dan
dimasukkannya

perkembangan

permintaan

karet

tidak

kebutuhan

industri di dalam negeri di dalam model analisis.

11 GAMBARAN UMUM KARET ALAM DUNLA DAN INDONESIA

2.1 Sejarah Perkembangan Karet Alam Dunis dan Indonesia

Tanaman karet yang dikenal dengan nama botani Hevea

Brasiliensis berasal

dari

daerah

Amazone

di

Brasilia.

Pada tahun 1860 Markham dikirim ke Amerika Selatan oleh
nThe Royal Botanic GardensH untuk mengumpulkan bi ji-biji
hevea untuk disemaikan di Kew Garden London, dan hasilnya
dikirim untuk ditanam di India dan Sailan (Siswoputranto,
1981).
Pada tahun 1877 tanaman karet hasil persemaian bijibiji karet yang dikirimkan oleh Wickham dari Brasilia ke
Kew Gardens pa&
Raya

tahun 1876, kemudian dikirim ke Kebun

Pasadeniya di Srilanka, Kebun Raya di Penang, dan

Kebun Raya di Bogor sebagai percobaan.

menjelang akhir abad ke-19,

Pada tahun-tahun

mulai ada usaha-usaha untuk

melakukan penanaman karet secara luas.

Dalam tahun 1905

dimulai penanaman karet dalam bentuk perkebunan, terutama
di

Malaya

dan Sailan.

Pada

tahun

1910 Dunlop

Rubber

Company membuka perkebunan karet yang pertama, dan pada
tahun 1915 didirikan Dunlop Plantations Ltd. yang merupakan perkebunan terbesar pada waktu itu

(Siswoputranto,

1981).
Areal tanaman karet bertambah secara mencolok di Asia
Tenggara, dimana pada tahun 1907 luas areal tanaman

karet

di Asia Tenggara baru 5 ribu hektar, meningkat menjadi 400

ribu

hektar

pada

tahun

1909.

Setelah

tanaman

karet

diusahakan dalam bentuk perkebunan di Malaya, banyak buruh
yang berasal dari Indonesia yang bekerja di perkebunan
karet

di

Malaya

maupun

pedagang

dari

Indonesia

yang

tertarik terhadap tanaman karet membawa biji-biji karet
tersebut untuk ditanam di kampungnya masing-masing.
Buruh kebun maupun pedagang Indonesia tersebut pada
umumnya berasal dari daerah pantai di Sumatera, seperti:
Jambi,

Palembang,

Riau,

Tapanuli,

dan

dari

Kalimantan

sepanjang sungai Kapuas dan Sambas, di sekitar Serapat dan
Klampa.

Di sekitar Kalimantan bagian selatan dan bagian

timur, yaitu di daerah Barabai, Kandangan, Amoentai dan
Tanjung, tanaman karet ini juga banyak diusahakan.

Sejak

tahun 1920 hingga 1935, areal tanaman karet di wilayah
Sumatera dan

Kalimantan terus berkembang melebihi

luas

tanaman karet di Jawa.
Tpbel 2.1

Perkembangan Luas Tanaman Karet di Indonesia.
Jawa

Luar Jawa

Total
luas
(ha)

Tahun
Luas (ha)

Pangsa

(%)

Luas (ha)

Pangsa (%)

--

Sumber:

De Landbouns
(1981)

in den Indischen Archipal dalam Siswoputranto

2.2 Ekonomi Karet Alam Dnnia
Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia

2.2.1

Tanaman karet umumnya ditanam di negara-negara Asia,
Amerika Selatan dan Afrika.

Pada tahun 1990, negara yang

terluas tanaman karetnya adalah Indonesia, Thailand dan
Malaysia untuk wilayah Asia, negara Nigeria untuk wilayah
Afrika, dan negara Brazil untuk wilayah Amerika.
Tabel 2.2

Luas Areal Tanaman dan Produksi Karet Alam di
Negara Produsen Utama (1990)

Negara

Luas Tanam
(000 Ha)

Produksi
(000 metrik ton)

Indonesia
Thailand
Malaysia
China
India
Nigeria
Sri Lanka
Brazilia
Liberia
Vietnam
Sumber

:

International Rubber Study Group, Desember 1992

Walaupun
yang

terluas

areal tanaman karet
di

dunia,

Indonesia merupakan

tetapi hingga tahun 1988 negara

yang

produksi

karet

alamnya

terbesar

adalah

Malaysia,

kedua Indonesia dan ketiga Thailand (Tabel 2.3).
P e r k e m b a n g a n Produksi
N e g a r a Produsen

Tabel 2.3

Karet

Alam

Utama

D u n i a Menurut

-

Pzuduksi (000 ton)

1985

-0

Sumber

1986

1987

1988

1989

1990

(a)

1991

Statistik Perkebunan Indonesia, 1989
International Rubber Study Group 1992.

:

Keterangan

:

Setelah

angka dalam kurung
produksi dunia .
tahun

1990,

( )

urutan

dan

adalah presentase dari

kedudukan

dari

ketiga

negara penghasil utama karet alam pada tahun 1991 berubah
menjadi

Thailand

produsen

terbesar

1.34 juta ton, kedua Indonesia
1.28 juta

ton,

dan

sebesar 1.20 juta ton.

dengan

produksi

dengan produksi sebesar

ketiga Malaysia

dengan

produksi

.

Konsumsi Karet Alam Dunia

2.2.2

Negara yang mengkonsumsi karet alam terbesar adalah
Amerika

Serikat,

Tabel 2.4

kemudian

Jepang,

China,

dan

Perkembangan Konsumsi Karet Alam Beberapa
Negara Konsumen Utama
Konsumsi (000 ton)

Pertumbuhan

Negara

1. Amerika
Serikat
2. Jepang
3. China
4. India
5. Korea
6. Jerman
7. Francis
8. Italia
9 Inggris
10. Taiwan
11. CIS

.

Total Dunia

Sumber

India

:

1986

1987

1988

1989

1990

1991

743.0
535.0
450.0
251.7
180.0
198.7
158.7
133.0
130.0
105.0
165.0

789.0
568.0
555.0
277.6
200.0
198.5
170.0
136.0
134.0
105.0
165.0

858.3
623.0
660.0
311.1
235.0
203.6
181.0
140.0
140.0
150.0
100.0

866.9
657.0
675.0
333.2
230.0
221.1
184.0
143.0
132.5
100.0
140.0

807.5
677.0
600.0
358.3
252.0
208.7
179.0
130.0
136.0
105.0
150.0

751.0
689.5
605.0
374.8
259.0
210.7
183.0
120.0
119.0
120.0
80.0

4460.0

4800.0

5180.0

5300.0

5270.0

5150.0

(%)

0.16
3.09
3.10
2.46
1.58
0.24
0.48
-0.26
-0.22
0.30
-1.80
3.09

International Rubber Study Group, Desember 1992.

Dari negara-negara yang mengkonsumsi karet alam dalam
jumlah di atas 100 ribu ton, China dan India adalah juga
merupakan
besar.

negara produsen karet alam dalam

jumlah yang

Tetapi karena kebutuhan konsumsi karet alam di

dalam negerinya lebih besar dari produksi, maka negaranegara tersebut tetap h a m s melakukan impor.
Konsumsi karet alam oleh negara-negara maju digunakan
untuk

bahan

baku

ban

dan

produk-produk umum non

ban,

seperti sepatu, bantalan re1 kereta

api,

dll.

bangnya konsumsi karet alam untuk ban, tidak

Berkemterlegas

dari perkembangan produksi kendaraan penumpang yang menggunakan ban dari karet alam serta perkembangan teknologi
pembuatan ban.

.

Ada dua macam tehnologi pembuatan ban sekarang ini,

yaitu tehnologi pembuatan ban konvesional dan tehnologi
pembuatan ban
memerlukan

Tehnologi pembuatan ban

radial.

karet

alam

dalam

jumlah yang

lebih

radial
besar

dibandingkan dengan kebutuhan karet alam untuk pembuatan
ban konvesional.
radial

untuk

Xebutuhan karet alam untuk pembuatan ban

kendaraan

penumpang

mencapai

39

persen

bagian, sedangkan untuk ban konvesional untuk kendaraan
penumpang kebutuhan karet alam hanya mencapai 15 persen
bagian dari total bahan karet yang digunakan.
truk

radial

bagian,

kebutuhan

karet

alam

mencapai

sedangkan untuk pembuatan ban

kebutuhan karet alam hanya

Untuk ban
75

persen

truk konvesional

37 persen bagian dari total

bahan karet yang digunakan (Budiman, 1984) ,
2.2-3

Struktur Pasar Karet Alam Dunia
Negara

Indonesia,
pengimpor

pengekspor
Malaysia

karet

karet

dan

alam

Thailand.

utama

dunia

adalah

Sedangkan

negara

alam terbesar antara lain adalah negara-

negara Amerika Serikat, Jepang, China, Jerman, Prancis,

Inggeris,

Italia,

Rusia,

Korea,

dan

Spanyol,

Taiwan.

Adapun perkembangan volume dan nilai ekspor karet alam
beberaga

dari

negara

produsen

dapat

dilihat

pa&

Tabel 2.5.
Tabel 2.5

Perkembangan Volume dan Pangsa
Alam Negara Produsen Utama

Indmeeia

Walaysia

Thpiland

gkspor Karet

Lain-lain

lbtrl

-

T&un

v01-

gb.rr

(OOOeoa)

Sumber

:

(S)

V0l€me Sbnrs
(OOOton)

Volrra

Sbua

V0lra

(OOOtan)

(*I

(OOOtOn)

dari

ketiga

di atas dapat

(S)

negara

diketahui bahwa pangsa

penghasil

tersebut mencapai lebih dari 90 persen.
Tabel 2.3

laSpm
(OOOtan)

Direktorat Jenderal Perkebunan

Dari Tabel 2.5
ekspor

(*)

-

dengan Tabel 2.5,

alam yang diekspor

karet

alam

utama

Bila dibandingkan

dapat diketahui bahwa karet

Indonesia, Malaysia dan Thailand pa&

tahun 1990 adalah merupakan bagian terbesar dari produksi
karet masing-masing negara.

Adapun pangsa produksi karet

alam masing-masing negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan
Thailand, secara berturut-turut adalah sebesar 84.5

per-

sen, 100.2 persen dan 90.2 persen dari produksi masingmasing negara pada tahun bersangkutan.
-

Sedangkan untuk

tahun 1991 pangsa produksi yang diekspor Indonesia, Malaysia, dan Thailand secara berturut-turut 95.0 persen, 94.3
persen dan 120.5 persen dari total produksi masing-masing
negara.

Malaysia dan Thailand kadang-kadang mengekspor

karet alam lebih besar dari produksi karet alamnya pada
tahun bersangkutan.

Hal ini mungkin dapat terjadi karena

adanya pengurangan stock pada tahun-tahun tertentu ataupun
terjadinya reekspor

.

Secara keseluruhan, pangsa produksi karet alam negara-negara produsen

yang diekspor pada tahun 1988, 1989,

1990 dan 1991 secara berturut-turut adalah sebesar 92.3
persen, 77.1 persen, 76.6 persen dan 74.5 persen.

Terjadi

penurunan pangsa produksi karet alam dunia yang diekspor,
ha1

ini

memberikan

gambaran

perkembangan industri hilir
di negara-negara produsen
Indonesia,

Malaysia

adanya

peningkatan

atau

yang menggunakan karet alam

yang bersangkutan.
dan

Thailand

sebagai

negara

produsen karet alam yang utama, konsumsi karet alamnya
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada tahun

1986 Indonesia hanya mengkonsumsi

sebesar 93

karet

alam

ribu ton telah meningkat menjadi 110 ribu ton pa&
1991.

Hal yang sama juga terjadi pa&

tahun

konsumsi karet alam

Malaysia dan Thailand, masing-masing meningkat dari 70.8
ribu ton dan 39.6 ribu ton pa&

tahun 1986 menjadi 214.8

ribu ton dan 103.7 ribu ton pa&

tahun 1991.

Negara

tujuan

adalah Amerika

ekspor

karet

Indonesia yang

utama

Serikat , Singapura dan Jepang .

Adapun

negara tujuan ekspor yang utama bagi Malaysia adalah Korea
Selatan, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan beberapa
negara Eropa barat.

Sedangkan negara tujuan ekspor utama

Thailand adalah Jepang, China, Amerika Serikat, Taiwan,
Singapura dan beberapa negara Eropa barat.
Adapun

perkembangan

impor

dari

beberapa

negara

pengimpor utama karet alam dunia adalah seperti terlihat
pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6

Perkembangan Volume
Negara Importir Utama

1. Amerika
Serikat
2. Jepang
3. China
4. India
5. Korea
6. Jerman
7. Prancis
8. Italia
9. Inggris
10. Taiwan
11. CIS
12. Spanyol
Total Dunia
:

Karet

Alam

Jumlah Impor (000 ton)

Negara

Sumber

Impor

dari

Pertumbuhan

1986

1987

1988

1989

1990

721.0
534.5
222.0
60.3
179.9
198.9
157.5
124.1
130.4
105.2
168.2
107.8

769.1
570.2
360.5
45.0
200.0
198.3
173.4
132.5
133.9
105.0
167.0
111.6

791.8
656.6
420.7
58.4
235.4
203.3
176.7
137.6
120.5
154.2
93.6
116.9

880.9
665.4
409.6
41.1
231.4
221.3
182.4
141.2
127.5
103.0
132.8
121.7

820.1
663.0
339.5
61.4
253.7
208.7
177.7
131.7
136.2
104.5
151.9
119.2

3595.0

3896.0

4121.0

4176.0

4047.0

1991

(%I

776.2
1.53
690.6
5.84
321.0
8.92
16.4 -14.56
262.5
9.18
210.6
1.18
170.2
1.61
122.4 -0.27
117.5 -1.98
118.4
2.51
78.0 -10.73
101.2 -1.22
3794.0

1.11

International Rubber Study Group, Desember 1992

Bila dibandingkan Tabel 2.4 dan Tabel 2.6,

terlihat

bahwa negara-negara yang konsumsi karet alamnya tinggi
jugs merugakan negara pengimpor karet alam yang besar.
Hal ini kecuali India. dimana konsumsi karet alam negara
ini lebih banyak dipenuhi dari hasil produksi karet sendiri.

Negara konsumen utama karet slam yang jugs menjadi

pengimpor

karet

alam

terbesar adalah Amerika

Serikat.

Pada tahun 1969 pangsa impor karet alam Amerika Serikat
mencapai 20.2 persen dari total impor karet alam dunia,
Uni Soviet

10.4 persen, Jepang sebesar 9.9 persen, China

sebesar 9.7 persen, Inggris sebesar 6.97 persen, Jerman
Barat sebesar 6.9 persen, dan Perancis sebesar 5.7 persen.
Pada

tahun 1990, pangsa

Serikat adalah 20.3

impor karet alam Amerika

persen dari total impor karet alam

dunia,

Jepang

sebesar 16.8

persen,

Korea

sebesar 6.3

persen,
persen,

China

sebesar

8.9

Jerman

sebesar

5.2

persen, Prancis sebesar 4.4 persen, CIS sebesar 3.8 persen,

Inggris

persen,

sebesar

3.4

persen,

Spanyol sebesar 2.9

Italia

sebesar

3.3

persen, dan negara lainnya

sebesar 25.9 persen.
Bila dilihat perkembangan impor karet alam antara
tahun 1986 hingga tahun 1991, beberapa negara ada yang
mengalami peningkatan dan ada beberapa negara yang mengalami

penurunan.

Negara

yang pangsa impor karet alamnya

meningkat

antara

tahun 1986-1991 adalah Jepang,

Amerika Serikat,

Taiwan dan Jerman.

impor

terlepas

ini

tidak

dari

Korea,

Adanya peningkatan

kemungkinan

terjadinya

dan industri-

peningkatan industri kendaraan bermotor

industri yapg menggunakan bahan baku karet alam, serta
perkembangan

tehnologi

meningkatkan pemakaian
pangsa

atau

industri

karet alam.

yang

Sedangkan negara yang

impornya menurun antara lain adalah CIS, India,

Inggris, China, Prancis, Italia dan Spanyol.
impor

mcndorong

karet

alam

dunia

untuk

kurun

waktu

Secara total
yang

sama,

berkurang 4.2 persen untuk setiap tahunnya.

2.3 ~EkonomiKaret Alam ladonesia
2.3.1

Perkembangan Luas Areal Tanam

Produksi karet alam Indonesia bersumber dari

tiga

jenis pengusahaan, yai tu dari perkebunan rakyat, perkebu-

nan besar swasta dan perkebunan negara.

Bagian

berasal dari produksi perkebunan rakyat.

Hal ini sesuai

dengan pangsa luas areal tanaman karet yang
perkebunan rakyat.

terbesar

didaminasi

Pertumbuhan areal tanaman karet Indo-

nesia untuk kurun waktu 1977-1992 mencapai 2.41 persen per
tahunnya

.

Untuk

j enis

pengusahaan

perkebunan

rakyat ,

perkebunan besar swasta, dan perkebunan negara untuk kurun
waktu

yang

sama

pertumbuhannya

secara

berturut-turut

adalah 3 persen, 0.38 persen dan 3 persen (Tabel 2.7).

Tabel 2.7

Perkembangan Areal Tanaman Karet Menurut
Jenis Pengusahaan
Areal Tanam (000 Ha)
Perkebunan Perkebunan
Perkebunan
Total
Negara
Rakyat
Besar Swasta

Tahun

Pertumbuhan

2.99
0.79
3.08
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan
Keterangan : * ) Data Sementara

2.41

(% )

Tabel

2.7

terluas di

menggambarkan bahwa

Indonesia adalah

areal

areal tanaman karet
karet

dengan

jenis

pengusahaan perkebunan rakyat dengan pangsa 84.0 persen,
perkebunan negara

dengan pangsa areal

8.5

persen,

perkebunan besar swasta dengan pangsa sebesar
total areal tanaman karet pada tahun 1991.
bunan

karet

rakyat

7.5

Areal

dan
dari

perke-

terluas terdapat di wilayah Sumatera

dengan pangsa 73 persen, kemudian di wilayah Kalimantan
dengan pangsa 25 persen.

Areal karet perkebunan besar

swasta terluas adalah di wilayah Sumatera dengan pangsa
58

persen, kemudian di wilayah Jawa dengan pangsa

persen.

33

Sedangkan tanaman karet dengan jenis pengusahaan

perkebunan negara, yang terluas adalah di wilayah Sumatera
dengan pangsa 71 persen, kemudian di wilayah Jawa dengan
pangsa 23 persen.
Dilihat dari pola pemgembangannya, perkebunan karet
rakyat &pat

Plasma dari Perkebunan Inti Rakyat (PIR), (2)

yaitu: (1)
UPP

dikelompokkan atas enam pola pengembangan,

Program

Perluasan

Rehabilitasi

Peremajaan

Tanaman

.

Ekspor (UPP PRPTE) , (3 ) UPP Berbantuan, (4 ) Transmigrasi,
Swadaya Berbantuan, dan (6) Swadaya Murni.

(5)

Tanaman karet

perkebunan rakyat terluas adalah yang

dikembangkan dengan pola swadaya murni yaitu mencapai 85
persen, kemudian yang dikembangkan dengan pola plasma PIR
sebesar

5.6

persen,

sebesar 5 persen,
karet

perkebunan

dan

dengan

pola

UPP

berbantuan

masing-masing dari luas total tanaman
rakyat

pada

kondisi

tahun

1991

(Tabel 2.8).
Areal tanaman karet dengan jenis pengusahaan perkebunan

rakyat untuk

wilayah

tahun 1991 yang

Sumatera yai tu mencapai

terluas terdapat di

72.7

persen,

kemudian

untuk wilayah Kalimantan dll. mencapai 26.3 persen, sedangkan untuk wilayah Jawa hanya 0.96 persen dari total
areal karet perkebunan rakyat,

Dari 72.7 persen areal

tanaman karet perkebunan rakyat yang terdapat di wilayah
Sumatera 2 persen merupakan areal yang dikembangkan dengan
pola swadana murni, sebesar 3.5 persen dengan pola PIR,

sebesar 3.5 persen dengan pola UPP berbantuan, dan sisanya
dengan pola UPP-PRPTE, pola Transmigrasi, dan pola swadaya
berbantuan.
Areal tanaman karet perkebunan rakyat yang terdapat
di

Jawa,

pola

swadaya murni

Penyebaran Luas Areal Tanaman
Pola Pengembanganaya (1991)

Karet Menurut

yang

Tabel 2.8

dikembangkan

Wilryrh supten

dengan

Jmwa

Nil-

lilylh lhliuata '

rotrl

Jsnie Rmgm&mmn/
P o l a Pengambimg~ur

A.

hI6E

(Ha)

(C)

(t)

Luae (Ha)

hI6E (Ha)

(C)

W (Ud

(2)

wt

Perkebunrn

1. Plaar PIR

91 968

2. Imp PRPlg

58 947

3. Imp Berbantupn

94 469

4. Trrnaigrami
5. SuadayaBeubmnt.up

2 604
29 647

6. Supdaya muni

1 645 907

Jdrb A

1 937 524

7. Inti PIP

30 302

11.70

23 770

9.17

17 052

6.S.

71 I24

24.45

8. Won Inti

120 993

46.70

52 208

20.15

14 753

5.69

187 954

72.54

Jdah B

151 295

59-40

75 978

29.32

31 805

1227

259 078

100.00

9-

p=w='-

4 218

o

10. Inti PIR

1-75

0

0.00

0

0.00

4 2 1

1.75

0.00

o

0.00

0

0.00

o

0.00

11. Won P ~ u g r n

114 764

47.69

48 063

19.97

16 012

8.75

178 S39

12. Swaeta &sing

55 035

22.87

2 546

1.06

0

0.00

57 1
.
5

174 017

72.31

50 609

21.03

16 012

2 262 636

71.50

152 224

Jdah C

Jdah A

Sumber:

+

B

+

C

Dirjen Perkebunan, 1993

4

1

749 857

5

23.69

74.32
23.92.

188 630

100.00

3 164 917

100.00

mencapai 0.7 persen, dengan pola PIR sebesar 0.1 persen,
dan dengan pola PRPTE sebesar 0.1 persen.

Sedangkan areal

tanaman karet perkebunan rakyat yang terdapat di Kalinarrntan dll. yang dikesubangkan dengan pola swasta n m m i melipersen, dengan pola PIR meliputi 2.0 persen,

puti 22.2

dengan pola UPP berbantuan meliputi 1.6

persen, dengan

pola PRPTE meliputi 0.4 persen, dan dengan pola Swadaya
berbantuan meliputi 0.2 persen dari areal total tanaman
karet perkebunan rakyat.
Dari gambaran yang dikemukakan di atas, dapat dimaklumi rendahnya tingkat produktivitas tanaman karet yang
dicapai perkebunan rakyat.

Dimana sebagian besar areal

perkebunan rakyat tersebut dikembangkan dengan pola swadaya murni.

Artinya, pengusahaan peltkebunan dengan pola

swadaya murni mempunyai keterbatasan kemmpuan modal dan
pengetahuan dari petani pekebun untuk mengusahakan dan
memelihara kebunnya secara intensif.
Di tinj au
perkebunan

dari pola

negara

dapat

pengembangannya,
dikelompokkan

pengembangan yaitu pola Inti

tamman karet
atas

dua

pola

(PIR), dan pola Non Inti.

Luas areal perkebunan inti meliputi 27.5 persen dari total
areal

tanaman karet perkebunan

persen dengan pola non
terdapat

di

wilayah

negara,

sedangkan 72.5

inti.

Pola inti yang terluas

Sumatera

(11.7 %) , di wilayah Jawa

.

26

(9.2 %),

dan di wilayah Kalimantan dll. (6.6 % ) .

Pengusa-

haan perkebunan negara dengan pola non Inti yang terdapat
di wilayah Sumatera meliputi 46.7 persen, di wilayah Jawa
20.2 geraen, dan di wilayah

gersen &ri

Kalimantan dll. meliputi 5.7

total areal tanaman karet perkebunan negara.

Ditinjau dari pola
perkebunan besar

pengembangannya,

tanaman karet

swasta dapat dikelompokkan atas empat

pola pengembangan yaitu: pola program, pola inti (PIR),
pola non program, dan pola swasta asing.
hanya

terdapat di wilayah

Sumatera.

Pola program

Pola Inti belum

berjalan pada tanaman karet untuk perkebunan besar swasta.
Pola pengembangan perkebunan swasta asing hanya ditemui di
wilayah Sumatera dan di wilayah Jawa.

Areal perkebunan

besar swasta yang terluas adalah dengan pola non program
yaitu mencapai 74.3

persen, dan pola perkebunan swasta

asing dengan pangsa sebesar 23.9

persen dari luas total

karet perkebunan besar swasta.
Secara lebih rinci, penyebaran luas areal tanaman
karet

di

Indonesia ditinjau dari propinsi

dan wilayah

produksi, pola pengembangannya, dan jenis pengusahaannya
dapat dilihat pada Tabel 2.8. dan Lampiran 36.
Tabel

2.9

dapat

dilihat

penyebaran

menurut wilayah produksi dan jenis

areal

Dan, pa&

tanam karet

pengusahaan.

Tabel 2.9

Penyebaran Luas Areal Perkebunan Ksret Menurut
Pengelolaannya

-

Lura 1

Ldusi
~

r

lwcYIt

l

Dari Tabel 2.9

c

~

I)wrr

-

Wwtr

rslrr

(000 Em)

lurs A r o d 1-1

1987 (000 &.)

Pl*&&mml

ursur

8vrsta

terlihat bahwa antara tahun 1987 dan

tahun 1991, untuk wilayah Jawa terjadi pengurangan luas
areal tanam karet perkebunan rakyat dan perkebunan besar
swasta, tetapi untuk periode yang sama terjadi peningkatan
areal

tanam

karet

untuk

perkebunan

negara. Di wilayah

Sumatera, untuk periode waktu yang sama terjadi pertamlahan luas areal tanaman karet perkebunan rakyat clan perkebunan besar swasta, tetapi terjadi pengurangan areal karet
untuk perkebunan negara.

Di'wilayah Kalimantan dll. untuk

periode yang sama secara absolut terjadi pengurangan areal
tanam

untuk

perkebunan

swasta,

peningkatan

tanam

untuk

perkebunan

rakyat

dan

luas areal

perkebunan

negara.

Berarti secara total terjadi pengurangan tanaman karet di
wilayah Jawa, dimana peningkatan areal karet perkebunan

negara

lebih kecil dari

total pengurangan areal karet

perkebunan rakyat di tambah dengan pengurangan areal karet
perkebunan besar swasta.
Procbktivitas den Produksi

2.3.2

Sejalan dengan perkembangan luas areal tanaman karet
yang terjadi, peningkatan produksi karet alam Indonesia
turut meningka t

.

Produksi karet

alam

Indonesia untuk

kurun waktu 1977-1992 meningkat sebesar 3.30 persen per
tahun

.

Sedangkan untuk perkebunan rakyat meningkat 4.62

persen, perkebunan besar swasta 2.64 persen dan perkebunan
negara 2.82 persen pertahun untuk kurun waktu yang sama.
Penyumbang

terbesar

terhadap produksi

dan perkembangan

karet Indonesia adalah perkebunan rakyat, kedua dari perkebunan negara, dan terakhir dari perkebunan besar swasta.
Gambaran perkembangan

produksi

karet

alam Indonesia

secara jelas dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Pada
rakyat
sebesar
persen.
rakyat

tahun

1977 pangsa

produksi

adalah

sebesar

69.1

persen,

13.7

persen,

perkebunan

karet

perkebunan

perkebunan

negara

swasta

sebesar

17.2

Pada tahun 1991, pangsa produksi karet perkebunan
meningkat

menjadi

70.0

persen,

dan

perkebunan

negara meningkat menjadi 18.8 persen, sedangkan perkebunan
besar swasta menurun menjadi 11.2 persen.
Bila pangsa produksi dibandingkan dengan pangsa areal
tanaman karet

antar

jenis pengusahaan

terlihat

adanya

ketidak konsistenan.

Pangsa

produksi

perkebunan rakyat

relatif lebih rendah hripada pangsa luas arealnya terhadag produksi maupun terhadap areal tanaman karet total.
Hal

ini

&pat

nap rakyat pa&

terjadi

karena

produktivitas

perkebu-

umumnya lebih rendah dari produktivitas

perkebunan beaar swasta maupun perkebunan negara.
Tabel 2 . 1 0

Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia
Menurut Jenis Pengusahaan
Produksi ( 0 0 0 Ton)

Tahun
Perkebunan
Rakya t

Pertumbuhan

Perkebunan
Swasta

4.62

Perkebunan
Negara

2.64

2.82

Total
Produksi

3.30

(%)

Sumber

:

Direktorat Jenderal
Perkebunan)

Keterangan :

*)

Gambaran

Perkebunan

(Statistik

Data Sementara
penyebaran

lokasi,

jumlah

perusahaan

dan luas tanam karet perkebunan swasta yang terdapat di

Indonesia, secara rinci &pat

dilihat pa&

Tabel 2.11.

Jumlah gerusahaan perkebunan besar swasta tanaman karet
terbanyak

terdapat

di

Jawa

Barat

tetapi yang

terluas

terdapat di Sumatera Utara.
Tabel 2.11
No.
1
2
3
4
5
6
7

8
9
10

Jumlah Perkebunan Besar Swasta Tanam8n
Indonesia (1991)

Propinsi

Jumlah Perusahaan
(Unit)

Luas Tananran
(Ha)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jamb1
Sumatera Selatan
LamPung

11
71
1
3
3
5
3

15 918
168 775
697
2 370
1 108
7 701
16 046

12 677
91 263
697
2 190
307
5 599
2 979

Sumatera

97

212 615

115 712

177

113 153

53 389

D.1

.

Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa

11
12
13
14.
15.

Luas HaU
(Ha)

Karet

Bali
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara

1
6
1
2
1

1
10
11
6
2
-

Kalimantan dl1
Total

129
790
913
592
739
-

231
4 802
3 121
2 156
106
--

-

-

-

-

11

33 163

10 416

285

358 931

179 517

Sumber : Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal
Perkebunan, 1993
Bila dibandingkan luas tanaman yang telah diusahakan
dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki perusahaan perkebunan swasta di masing-masing propinsi, ternyata masih

cukup luas lahan yang belum diusahakan.

Dengan demikian,

penggunaan lahan untuk mengusahakan komoditi lain belum
kompetitif dengan lahan
Pada Tabel 2.12

dilihat perkembangan

berikut &pat

maupun perbedaan tingkat groduktivitas tanrmarr karet antar
jenis pengusahaan, maupun antar wilayah produksi.
Tabel 2.12

Perkembangan Produktivitas Tanaman Karet Menurut
dan Jenis Pengusahaan
p
p

Wilayah

-

Produktivitas (Kg/Ha)
Tahun

Wilayah Sumatera

1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
Ratarata

Wilayah Jawa

Wilayah Kalimantan

PR

PBS

PN

PR

PBS

PN

PR

PBS

PN

494
497
530
534
516
482
522
513
526
556
565
587
573
659
608

950
836
857
937
1149
1051
1128
961
1039
1340
1053
990
1097
1082
1121

1109
1180
1194
1317
1317
1345
1377
1320
1320
1278
1205
1247
1231
1319
1249

404
409
464
468
421
340
507
417
454
414
466
464
477
479
482

488
514
566
564
588
536
621
665
694
530
594
624
625
714
782

799
912
979
1068
1115
1015
1155
1180
1193
1156
1074
1161
1185
1143
1257

402
429
495
495
475
406
468
467
492
447
493
520
544
466
550

321
324
284
369
478
696
691
691
685
615
481
492
717
667
926

1024
1082
713
804
676
667

544

1039

1267

444

607

1093

477

563

828

2.63 13.46

-6.97

-

-

Trend

(%I

1.65

Sumber
Keterangan

:
:

1.29

0.84

1.38

4.30

4.09

~irektoratJenderal Perkebunan (Diolah)
PR
= adalah Perkebunan Rakyat
PBS = adalah Perkebunan Besar Swasta
PN
= adalah Perkebunan Negara

Dari
tingkat

Tabel

produktivitas

pnagusahaan

uwlmnya

wilayah Sumatera.
a&

yang

&pat

2.12

di

dilihat

tertinggi

dari

dicagai perkebunan

bahwa

rata-rata

setiag

jenis

yang berada

di

Produktivitas karet perkebunan rakyat

wilayah Jawa rata-rata lebih rendah dari

produktivitaa yang dicapai perkebunan rakyat di wilayah
Kalimantan dll.
&n

Sedangkan untuk perkebunan besar swasta

perkebunan negara,

rata-rata produktivitas tanaman

karet perkebunan yang ada di wilayah Jawa lebih tinggi
dari

rata-rata

produktivitas

tanaman

perkebunan

yang

berlokasi di wilayah Kalimantan.
Dilihat dari perkembangannya, hampir di semua wilayah
dan pada setiap jenis pengusahaan terjadi trend produktivitas yang positif, walaupun pada tahun-tahun tertentu
terjadi penurunan.

Menurunnya tingkat produktivitas pada

tahun-tahun tertentu dapat terjadi akibat iklim yang tidak
mendukung atau harga jual karet yang tidak arenguntungkan
ataupun akibat faktor-faktor lainnya.

Bila pa&

swtu

saat tingkat harga tidak menguntungkan, kemungkinaa penyadapan dan pemeliharaan tidak lagi dilakukan secara intensift bahkan tidak dilaksanakan.
dapat

menyebabkan

tahun bersangkutan.

turunnya

Bila ha1 itu terjadi

tingkat

produktivitas

pada

Faktor lain yang mungkin menjadi

penyebab kurang besarnya peningkatan produktivitas tanaman
karet di Indonesia adalah semakin banyaknya jumlah pohon

karet yang tua
jaan

tanaman

akibat

kurang

secara teratur,

dilaksanakannya
masih

perema-

banyaknya

tanaman

karet yang tidak klon-klon unggul, serta kurang intensifnya pemeliharaan

.

Perdagangan dan Peaassran Karet A l a r Incloneaia

2.3.3

Kegiatan pemasaran komoditas karet alam Indonesia &pat dikelompokkan atas pemasaran bahan olahan karet rakyat
(Bokar), pemasaran

bahan

karet

mentah,

barang jadi hasil olahan dari karet alam.
karet

umumnya

hanya

dipasarkan

di

dalam

dan

pemasaran

Bahan olahan
negeri

dalam

bentuk getah tipis (USS), luntp (ojol). slab, screp. dan
lateks cair.
Bentuk produk dari tanaman karet perkebunan rakyat

yang dihasilkan petani dapat berbeda antara satu daerah
produsen dengan daerah lainnya.

Di propiwi JaPnbi misal-

nya, petani pekebun tanaman karet rakyat lebih daminan
menghasilkan

bahan

olahan

bentuk lumb atau slab.

karet

rakyat

(Bokar) dalam

Sedangkan di wilayah Kalimantan

.

dl1 , lebih banyak petani menghasilkan bahan olahan karet
&lam

bentuk karet tipis

karet

rakyat yang

(USS) dan slab.

Untuk kebun

termasuk kebun plasma PIR,

sebagian

menghasilkan lateks cair dan sebagian menghasilkan bentuk
slab ataupun USS (getah tipis).

Petani plasma dari Peruaahaan Inti Rakyat Perkebunan
(PIR) menurut
kepada

ketentuannya

perusahaan

inti

&n

hams

menyerahkan

mendapat

kurang 70 persen dari harga FOB.

hasilnya

pembayaran

lebih

Walaupun ada ikatan

antara petani plasma dengan perusahaan inti, dimrrnr petani
plasma h a m a menjual hasilnya kepada perusahaan inti pa&
keqataanya

ada

petani

plasma

yang

berusaha

menjual

hasilnya kepada pedagang bebas atau pedagang pengumpul.
Hal ini terjadi karena beberapa sebab, seperti pembayaran
yang dilakukan perusahaan inti tidak kontan, harga jual di
pasar bebas lebih tinggi daripada yang dibayar peruaahaan
inti,

dan

adanya pernotongan

langsung untuk pembayaran

cicilan kredit pembangunan kebun plasma sebesar 25 persen
hingga 30 persen dari setiap penjualan hasil ke perusahaan
inti (Saragih, dkk. 1991).
Sedangkan

petani

yang

bukan

peserta

PIR

urnumnya

men jual has ilnya kepada pedagang pengumpul desa, pedagang
pengumpul

tingkat

kecamatan,

ke

KUD

atau

langsung ke

pabrik pengolahan dalam bentuk ojol (lump), slab dan atau
screp.

Bokar yang dijual petani umumnya

rendah,

karena

Disamping

itu,

hanya

diolah

dengan

dengan mutu

cara

telah berkembangnya pasar

sederhana.

lelang

lokal

karet di beberapa daerah, seperti di Jambi, Kalimantan dan

Suma tera Utara,

yang

dapa t dimanfaa tkan petani maupun

kelompok tani untuk memasarkan bokar yang dihasilkannya.

Perkebunan

besar

swasta

maupun

umumaya menghaailkan lateks cair.

perkebunan

negara

Kemudian diolah oleh

mas ing-masing peruaahaan men jadi bahan mentah karet alam
bentuk

konvensional

(RSS),

dan

atau

&lam

bentuk

spesifikasi tehnis (SIR). Sedangkan lateks pekat, umumuya
hanya dihasilkan perkebunan negara.
Bahan olah karet yang berasal dari petani perkebunan
rakyat di jual kepada pedagang pengumpul , ke perusahaan
inti maupun dijual langsung ke pabrik pengolahan, kemudian
diolah menjadi bahan mentah karet alam.
tersebut

&pat

dalam bentuk

hasil

Easil olahan

olahan konvensional

(RSS), dalam bentuk spesifikasi tehnis

(SIR),

maupun

dalam bentuk lateks pekat oleh perkebunan inti atau pabrik
Bentuk karet konvensional dan lateks pekat

pengolahan.

pada umumnya dihasilkan oleh perkebunan besar swasta dan
perkebunan

negara,

dan biasanya

perusahaan sendiri.

pengolahan

dilakukan

pengolahan karet dalam

Sedangkan

bentuk spesifikasi tehnis sebagian besar dilakukan perusahaan pengolahan karet swasta yang tidak memiliki kebun.
Seperti
kurang

telah

dikemukakan

95 persen pangsa

ditujukan untuk ekspor,

di

produksi

depan,
karet

bahwa

lebih

alam Indonesia

Negara tujuan ekspor karet alam

Indonesia yang utama adalah Amerika Serikat dan Singapura,
Pangsa ekspor karet alam Indonesia terhadap impor karet
alam Amerika Serikat dan Singapura 69.4 persen dan 53.6

persen untuk tahun 1991.

Saingan utama Indonesia &lam

memasok ekspor karet ke Amerika Serikat dan Singapura
adalah negara Malaysia dan Thailand.

Pangsa

ekspor karet

alam Malaysia ke Amerika Serikat dan Singagura masingmasing mencapai 16 persen untuk tahun 1991.

Sedangkan

pangsa ekspor Thailand untuk tahun yang sama mencapai 14.4
persen

dari

impor Amerika

dan

21.5

persen

dari

impor

Singapura.
Jurnlah negara pengimpor karet alam dari

Indonesia

dengan volume di atas 10 ribu ton per tahun, untuk tahun
1991 ada 15 negara.

Secara persentase terjadi penurunan

ekspor karet slam Indonesia ke Amerika Serikat, tetapi
secara absolut tidak.
Amerika

Serikat

Pada tahun 1989 pangsa ekspor ke

sebesar 45 persen

persen pada tahun 1991.

menurun

menjadi

44

Tetapi secara absolut, antasa

tahun 1989 dan tahun 1991 terjadi peningkatan dari 520.4
ribu ton menjadi 538.9

ribu ton.

Sedangkan ekspor karet

alam Indonesia ke Singapura, antara tahun 1989-1991 terjadi penurunan sebesar 6.6 persen, dan untuk tahun yang sama
terjadi peningkatan ekspor ke Jepang sebesar 53.9 persen.
Peningkatan ekspor karet Indonesia &lam
berarti juga terjadi
wan, Cina dan Kanada.

jumlah yang cukup

untuk negara Mexico, Belanda, Tai Sedangkan penurunan ekspor karet

alam dari Indonesia terjadi ke negara-negara Singapura,
Spanyol, Jerman, Cekoslowakia, dan Yugoslavia.

Pada Tabel 2.13,

&pat

dilihat secara lebih rinci

tentang gambaran perkembangan ekspor karet alam Indonesia
menurut negara tujuan.

Dari tabel tersebut &pat

hui bahwa untuk tahun 1991 hanya a&

diketa-

19 negara tujuan

ekspor yang dapat menyerap ekspor karet alam Indonesia di
atas 3 ribu ton per tahunnya.
Tabel

2.13

Perkembangan Xkspor Karet
Menurut Negara Tujuan

Alam

Indonesia
--

1989

1990

-

1991

Negara Tuj uan
Volume
Pangsa
Volume Pangsa
(000 ton) (%)
(%I
(000 ton)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Amerika Serikat
Singapura
Jepang
Mexico
Belanda
Canada
Spanyol
Korea
Jerman
Taiwan
Prancis
Inggris
Cina
CIS
Australia
Cekoslowakia
Rumania
Hongaria
Yugoslavia
Lain-lain
Total

Sumber

520.40
281.70
40.30
19.20
21.50
15.70
34.60
4.30
30.20
8.20
17.50
21.70
4.00
19.00
13.40
13.90
2.00
5.90
7.80
70.50

45.18
24.46
3.50
1.67
1.87
1.36
3-00
0.37
2-62
0.71
1.52
1.88
0.35
1.65
1.16
1.21
0.17
0.51
0.68
6.13

1151.80 100.00
:

520.20
228.20
38.50
33.90
19.80
15.40
29.30
8.20
25.10
11.90
22.00
16.60
6.70
19.60
2.10
14.90
6.80
5.60
6.80
51.10
1007.30

48.29
20.68
3.57
3.15
1.84
1.43
2 -72
0.76
2.33
1.10
2.04
1.54
0.60
1.82
0.19
1.38
0.63
0.52
0.63
47.60
100.00

Volume Pangsa
(000 ton) (%I
538.90
263.20
62.00
38.70
32.30
28.10
26.70
25.70
23.30
22.60
21.90
20.20
18.50
17.10
12.20
7.40
6.00
4.30
3.30
47.60

44.17
21.57
5.08
3.17
2.65
2.30
2.19
2.11
1.91
1.85
1.80
1.66
1.52
1.40
1-00
0.61
0.49
0.35
0.27
3.90

1220.00 100.00

International Rubber Study Group, Desember 1992

Pada mulanya

karet alam yang dihasilkan Indonesia

untuk di ekspor adalah dalam bentuk konvensional, sama

dengan

produk

Iainnya.
jenis

.

yang

dihaailkan

negara

produsen

karet

Tetapi setelah meningkatnya penuintaan terhadap

karet

TSR,

maka

produsen

karet

Indonesia mulai

memproduksi karet bentuk TSR.

Sejak tahun 1969 Indonesia

mulai melakukan ekspor &lam

bentuk TSR, yang kemudian

berkembang dengan cepat.

Pada tahun 1969 ekspor karet

jenis TSR yang di ekspor Indonesia baru mencapai 8.4 ribu
ton

atau

Indonesia.

1.0

persen

Pads

dari

tahun

tabel

1986,

ekspor

ekspor

karet

karet
TSR

'

alam

telah

mencapai 752.9 ribu ton atau 78.5 persen dari total ekspor
karet alam Indonesia, dan pada tahun 1991

menjadi 1.0

juta ton atau 84.43 persen dari total ekspor karet alam
Indonesia.
Mutu jenis konvensional yang daminan dihasilkan dan
diekspor adalah RSS 1. Untuk tahun 1986 bentuk konvensional yang diekspor 90.7 persen mutu RSS 1 dan hanya 9.3
persen mutu RSS 2, RSS 3 dan RSS 4 .

Pada tahun 1991,

bentuk karet konvensional yang diekspor daminan adalah
mutu rendah yaitu SIR 20.

Jumlah SIR 20 yang diekspor

berkisar antara 84.6 persen hingga 89.0 persen dari total
ekspor karet TSR Indonesia untuk setiap tahunnya.
TSR

dengan

mutu

tinggi seperti 3CV/3L/3WF baru diekspor

pada tahun 1989 (Tabel 2.14)
Selain

karet

Bentuk

.

bentuk TSR dan Konvensional, Indonesia

juga mengekspor karet alam dalam bentuk lateks pekat dan

bentuk barang dari bahan baku karet.
gekat maugun barang &ri

lateks

Nilai ekepor dari

bahan baku karet tersebut

adalah cukug beaar dan semakin meningkat &ri
tahun.

tahun ke

Peningkatan nilai ekapor tersebut terutama terjadi

untuk barang-barang dari karet (Tabel 2.15).
Tabel 2.14

Perkembangan Ekspor Karet Alam Indonesia
Menurut Kualitas clan Pengolahan
Volume Ekspor (000 ton)

Kualitas

1. RSS 1

1986

1987

1988

1989

1990

1991

644.5
(85.6)

762.8
(86.2)

830.0
(89.0)

826.6
(86.2)

767.5
(84.6)

880.0
(85.4)

752.9

884.4

932.9

958.8

906.6

1030.0

128.8
(90.7)

2. RSS 2
3. RSS 3

3.0
(2.1)

4. RSS 4
Total
TSR

2. SIR 5
3. SIR 10
4. SIR 20
Total
Sumber

:

International Rubber Study Group, Desember 1992 (Diolah)

Keterangan : angka dalam kurung menyatakan pangsa &lam

persen.

Dari Tabel 2.15 dapat dilihat bahwa pertambahan nilai
ekspor

barang

dari

karet

mencapai

386.6

persen

per-

tahunnya, ban pertsa3bahan nilai ekspor lateks meningkat
6.2 gersen pertahun,

Sedaagkan nilai ekspor karet bentuk

konvensional berkurang 5.3 persen

dan nilai ekspor karet

bentuk TSR bertambah 1.39 gersen untuk setiap tahunnya.
Adapun penyebab terjadi penurunan nilai ekspor karet
bentuk konvensional dan nilai ekspor karet bentuk TSR,
bukanlah akibat menufunnya volume ekspor

tetapi karena

akibat turuMya harga karet alam di pasar internasional.
Tabel 2.15

Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Karet Alam
Indonesia
Jumlah Nilai Ekspor Menurut Kwalitas (000 US$)

Tahun
La tax

Rata-rata
Perkembangan (%)

Sumber

:

6.24

Barang
dari w e t

386.36

Crepe

-

5.30

Crumb Rubber
(SIR)

1.39

Total

1.37

Laporan Bul.rrnnn Departemen Perdagangan

Dari analisis yang dilakukan terhadap berbagai data
dan inforsnasi dapat dikemukakan ringkasan hasil berikut:

Untuk

kurun

produksi

waktu

karet

1986-1991

alam dunia

peningkatan konsumsi
ningkatan

impor

sebesar

sebesar

sebesar

terjadi

3.09

1.11

peningkatan

4.67

perasn,

persen

dan pe-

persen

per

tahun.

Sedangkan untuk kurun waktu tahun 1969-1991 terjadi
penurunan

harga

riil

karet

alam

di

pasar

dunia

sebesar 0.86 persen per tahun.
Untuk kurun waktu 1969-1991 areal karet

Indonesia

meningkat rata-rata sebesar 1.67 persen, produktivitas meningkat
meningkat

rata-rata 1.06

rata-rata 3.03

persen

persen

per

dan

produksi

tahun.

Dalam

kurun waktu yang