Produksi Karet Berprotein Rendah Dari Lateks Karet Alam Dengan Menggunakan Papain

PRODUKSI KARET BERPROTEIN RENDAH

DARI LATEKS KARET ALAM DENGAN
MENGGUNAKAN PAPAIN
#

Y

OLEH :
ARY ACHYAR ALPA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
ARY ACHYAR ALFA. Produksi Karet Berprotein Rendah Dari Lateks Karet
Alam Dengan Mengunakan Papain. Dibimbing oleh ILLAH SAILAH,
CHILWAN PANDJI clan RIDHA ARIZAL

Karet alam berprotein rendah (DPNR) adalah bentuk karet alam yang telah

diturunkan kadar nitrogennya dari 0,3% - 0,5% menjadi maksimal 0,12%. Di
Indonesia belum ada pabrik yang mengoiah DPNR, karena belum dikuasainya
teknologi yang sesuai untuk kondisi lokal dan karena lemahnya kemampuan
penetrasi pasar. Selama ini penelitian mengenai pengolahan DPNR belum banyak
dilakukan, padahal peluang pasarnya cukup t d u k a diantaranya sebagai bahan
baku sumbat botol atau seal karet yang kontak dengan air, bahan baku karet alam
termodifikasi, bahan baku barang jadi karet untuk keperluan teknis, serta bahan
baku ban kendaraan yang memerlukan daya lenting tinggi dan heat build up
rendah seperti ban kendaraan besar.
Penelitian ini bertujuan untuk menguasai aspek teknologi pengolahan DPNR
menggunakan papain lokal sebagai enzim penghldrolisis protein pada lateks karet
alam. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kemampuan
papain menurunkan kadar nitrogen karet alarn, menguji pengaruh kadar karet
kering (KKK) lateks dan dosis Terik terhadap kinerja papain menurunkan kadar
nitrogen karet alam, serta menentukan pengaruh jenis lateks clan pengaruh
deproteinisasi terhadap karakter karet alam.
Penelitian diawali dengan pengadaan bahan dan alat yang digunakan,
hlanjutkan dengan pengolahan DPNR dan diakhiri dengan karakterisasi DPNR.
Pengolaban DPNR dibagi atas penelitian awal untuk mengetahui pengaruh dosis
papain menurunkan kadar nitrogen karet alam mentah. Selanjutnya diamati

pengaruh KKK lateks, dosis s u r f h Terik dan jenis lateks terhadap kemampuan
papain menurunkan kadar nitrogen karet mentah. Karakterisasi produk ddakukan
untuk mengetahui keunggulan DPNR dibanding karet alam konvensional,
meliputi pengujian sifat teicnis, karakter vulkanisasi dan sifat fisika.
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa secara umum kinerja papain
sebagai bahan penghtdrolisis protein karet alarn cukup baik Makin besar dosis
papain, rnaka kadar nitrogen karet alam akan semakin rendah. Namun pernaban
papain hingga 1,0 bsk pada lateks kebun belum mampu menurunkan kadar
nitrogen hingga maksimal 0,12%. Selanjutnya diketahui bahwa KKK lateks dan
dosis Terik berpengaruh terhadap kinerja papain. Jika KKK lateks semakin rendah
dan dosis Terik semakin tinggi, maka kadar nitrogen karet alam semakin rendah.
Dengan mempertimbangkan kemudahan penggumpalan lateks maka KKK
lateks terendah adalah 10% dan dosis Terik tertinggi adalah 0,5 bsk. Pada kondisi
ini, 0,07 bsk papain mampu menurunkan kadar nitrogen lateks kebun dari 0,46%
menjadi 0,07%. Penggunaan lateks pekat sebagai bahan baku dapat menurunkan
dosis papain menjadi 0,05 bsk dan akan menunmkan kadi-u nitrogen diui 0,33%
menjah 0,06%, tetapi biaya olahnya lebih mahal. Derajat ikatan silang DPNR
lebih tinggi sehingga kuat tarik, kekerasan dan modulus 300% vulkanisatnya lebih
tinggi. Keunggulan lain DPNR adalah pada sifat kalor timbulnya, yang lebih
rendah dari pada karet alam biasa.


SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilrniah berupa tesis ini, yang
bejudul Produksi Karet Berprotein Rendah Dari Latebs Karet &m

Dengan

Menggunakan Papain, adalah benar hasil karya saya sendiri dm belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digudcan dalam
penyusunan tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.

Bogor, 11 September 2002

Ary Achyar Alfa

PRODUKSI KARET BERPROTEIN RENDAH
DARI LATEKS KARET ALAM DENGAN


MENGGUNAKAN PAPAIN

ARY ACHYAR ALFA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

-

Judul Tesis

: Produksi Karet Berprotein Rendah Dari Lateks Karet Alam

Dengan Menggunakan Papain

Nama

: Ary Achyar Alfa

NRP

: P25500023

Program Studi

: Teknologi Industri Pertanian

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Illah Sailah, MS.
Kefm

Drs. Chilwan Pand_ii. Apt.. MSc.
Ansgota


2. Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertania

+-wm--A
Dr. Ir. Irawadi Diamaran

Tanggal Lulus: 11 September 2002

Dr.Ridha Arizal. MSc.
Awgota

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 21 November 1956 sebagai
anak kedua dari jmangan Anas Angku Sinaro Kayo dan Haudar. Pendidikan
sarjana ditempuh pada Departernen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Ill3 Bandung hingga tahap Sajana / Tugas Akhir pada tahun
1983 dan diselesaikan pada Jurusan Kimia Sekolah Tinggi MIPA Bogor pada
tahun 1997. Pada Tahun 2000 penulis diterima untuk melanjutkan studi pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pascasarjana IPB dan
menarnatkannya pada tahun 2002.

Penulis bekeja sebagai Peneliti Muda kelompok Bahan Olah dan
Pengembangan Produk pada Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, sejak tahun
1984. Bidang tugas penulis adalah melakukan penelitian mengenai substitusi
bahan krmia karet dan pengembangan produk barang jadi karet melalui modifikasi
pada karet mentahnya.
Penulis juga terdaftar sebagai anggota Himpunan Polimer Indonesia
cabang Bogor. Berbagai karya ilmiah telah penulis hasilkan selama bekerja
sebagai peneliti dan dipublikasikan pada berbagai jurnal dan prosiding yang
diterbitkan himpunan profesi, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian.

PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahirabbil'aalamiin.

Segala

puji hanya bagi Allah swt, pemilik segala ilmu, pemberi rahrnat dan kasih
sayang, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih &lam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Januari 2002 ini ialah karet alam, dengan judul Produksi
Karet Berprotein Rendah Dari Lateks Karet Alam Dengan Menggunakan Papain.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya k e r n Ibu Dr. Ir. Illah Sailah, MS., Bapak Drs.
Chilwan Pandji, Apt. MSc. dan Dr. hdha Arizal, MSc. selaku pembimbing, serta
kepada Bapak Dr. Lr. Dahrulsyah atas saran dan penilaiannya. Penghargaan yang
sebesar-besamya juga penulis sampaikan kepada Pimpinan Balai Penelitian
Teknologi Karet (BPTK) Bogor yang telah memberikan bantuan moril, tempat
dan sarana lainnya kepada penulis untuk melakukan penelitian, serta seluruh
karyawan BPTK yang telah banyak membantu.
Ungkapan terima kasih juga disarnpaikan kepada Bunda Haudar dan Bunda
Sri yang sangat penulis cintai dan hormati, adik-adik (Yen, Yet, Nel, Is, It, Eri,
Vera, Andung), almarhurn kakandaku Afdhal, anak-anakku yang kusayangi
(Devie, Mia dan si bungsu Anggie) dan ibunya, serta seluruh keluarga yang telah
memberikan dorongan moril dan materil, doa serta kasih sayangnya. Penulis juga
sangat berterima kasih kepada rekan peneliti khususnya pak Yoharmus, pak
Dadang, pak Agus, pak Bambang dan bu Nelly; serta rekan keja dan sahabat
Dani, Gunawan, Ridwan, Anwar, Aos, Yuli, Fuadah, Upik, Anrusa, Fina, Anti,
Yudi dan Hindun; dan juga kepada rekan TIP-2000 atas kebersamaan dan
persahabatannya.
Segala kesempurnaan hanya milik Allah swt,maka kritik dan saran sangat
diharapkan untuk menjaQkan tesis ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga karya

yang sederhana ini banyak memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, September 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
..

DAFTAR TABEL .............................................................................................
vil

...

DAFTAR GANLBAR .......................................................................................vi11
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
LATAR BELAKANG ............................................................................

1


TUJUAN PENELITIAN .........................................................................3
RUANG LINGKUP ............................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
KARET ALAM HEVEA ....................................................................... 5
Lateks kebun ...................................................................................... 7
Lateks pekat .................................................................................... 8
Karet mentah ................................................................................... 10
KARET ALAM BERPROTEIN RENDAH ........................................... 12
Protein Dalarn Karet Alam ............................................................ 13
Pengaruh Protein Dalarn Karet Alam .............................................. 14
Pembuatan Karet Alam Berprotein Rendah ....................................16
PAPAIN .................................................................................................. 18
Enzim ............................................................................................. 18
Pembuatan Papain ........................................................................... 19
Sifat Papain .....................................................................................
20
SURFAKTAN .....................................................................................2 2
Surfaktan Anionik .......................................................................... 2 3
Surfaktan Kationik...........................................................................23

Surfaktan Amfoterik dan Non-ionik................................................ 24
KOMPON KARET ..............................................................................
24
Bahan Kimia Karet .......................................................................2 5
Mastikasi Dan Penggilingan Kompon ............................................2 6
MASTIKASI KARET ALAM ............................................................. 28
Sistim Vulkanisasi .....................................................................
2
8
Pengaruh Vulkanisasi Pada Sifat Vulkanisat ...................................31
METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................34

BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 3 4
Bahan .............................................................................................. 34
Alat .................................................................................................
34

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ........................................... 3 5
METODA PENELITIAN ....................................................................3 5
Pengaruh Dosis P a p n Pada Berbagai KKK Lateks Terhadap
Kadar Nitrogen Karet Mentah ........................................................ 3 5
Pengaruh Dosis Terik Dan Papain Terhadap Kadar Nitrogen
Karet Mentah ............................................................................... 3 6
Pengaruh Dosis Papain Pada Kadar Nitrogen Karet Mentah
Dari Lateks Pekat ...........................................................................37
Karakterisasi Produk DPNR ............................................................37
RANCANGAN PERCOBAAN ...........................................................3 9
HIPOTESIS ............................................................................................40
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................41
PERSIAPAN BAHAN BAKU ..............................................................4 1
Lateks Kebun .................................................................................. - 4 1
Papain ...............................................................................................41
PENGOLAHAN KARET ALAM BERPROTEIN RENDAH .............42
Dosis Papain dan Kadar Nitrogen ................................................... 43
Pengaruh KKK Lateks................................................................... 4 5
Pengaruh Surfaktan Terik.................................................................
47
Pengaruh Jenis Lateks ...................................................................... 51
KARAKTERISASI KARET ALAM BERPROTEIN RENDAH .......... 54
Pengujian Sifat Teknis Karet Mentah ............................................5 5
Karakter Vulkanisasi Kompon DPNR ............................................6 1
Sifat Fisika Vulkanisat DPNR .................................................... 6 5
PEMBAHASAN UMLTM .................................................................. 6 7
Keunggulan Papain........................................................................... 68
Kajian fingkas Teknoekonomi ........................................................ 71
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................73
SARAN .................................................................................................

74

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................75

DAFTAR TABEL
Halaman
Komposisi lateks kebun hasil sadapan pohon umur 10 thn ........................ 9
Persyaratan mutu Standard Indonesian Rubber (SIR) ..............................12
Komposisi bahan penyusun karet alarn kering ..........................................12
Spesifikasi Standar Karet Alam Berprotein Rendah (DPNR)................... 13
Karakteristik Papain ..................................................................................21
Bahan kimia karet dan kegunaannya ........................................................ 26
Berbagai sistem vulkanisasi belerang........................................................ 30
Forrnulasi kompon standar ASTM- 1A karet alam bemitrogen rendah.....38
Hasil analisis lateks kebun segar ............................................................... 41
Pengaruh dosis papain dalam lateks terhadap kadar nitrogen karet
mentah dan kestabilan lateks ..................................................................... 45
Pengaruh dosis surfaktan pada kestabilan lateks kebun KKK 32% ..........49
Hasil analisis lateks kebun segar .............................................................. 52
Sifat teknis DPNR ..................................................................................... 56
Karakter vulkanisasi kompon DPNR ......................................................6 1
Sifat fisika vulkanisat DPNR ....................................................................64
Perhitungan biaya pokok per kg DPNR .................................................... 72

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Struktur molekul isopren (a). monomer (b) dan polimer karet alam (c) ....7
Partikel karet dalam lateks Hevea (Tanaka, 1998) .......................................8
Rekaan struktur karet alam dengan ujung protein ( 0 ) dan lipid (a).......... 14
Pengaruh vullcanisasi terhadap sifat vuikanisat (Eirich, 1978) ................. 32
Pengaruh dosis papain terhadap kadar nitrogen karet mentah .................. 44
Pengaruh kombinasi dosis papain dan KKK lateks terhadap kadar
nitrogen karet mentah .............................................................................. 46
Pengaruh dosis terik clan papain pada lateks KKK 10% terhadap kadar
nitrogen DPNR mentah ............................................................................. 50
Pengaruh dosis papain dan jenis lateks KKK 10% terhadap kadar
nitrogen DPNR mentah ......................................................................... 5 3
Perbedaan kadar nitrogen, kadar zat menguap dan ekstrak aseton
antara DPNR clan karet pembanding ......................................................... 57
Perbedaan nilai Po. PRI dan ASHT antara DPNR dan karet
pembanding ............................................................................................ 5 7
Perbedaan kadar aby kadar kotoran dan indeks warna antara DPNR

dan karet pembanding ............................................................................. 5 7
Mekanisme reaksi pengerasan karet alam melalui reaksi ikatan silang
aldehid - aldehid .......................................................................................
60
Pengaruh kadar nitrogen karet alam terhadap modulus torsi
komponnya ................................................................................................ 63
Pengaruh kadar nitrogen karet alam terhadap waktu vulkanisasi
komponnya ................................................................................................65
Pengaruh kadar nitrogen karet alam terhadap kuat tarik, kekerasan dan
modulus 300% wlkanisat ........................................................................65
Pengaruh kadar nitrogen karet alam terhadap perpanjangan putus dan
kalor tirnbul vulkanisat ............................................................................6 6
Potongan uji untuk uji penetapan PRI .......................................................85
Potongan uji perpanjangan putus .............................................................. 92

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Diagram alir pelaksanaan penelitian ......................................................... 80
2 . Diagram alir pengaruh dosis papain pada berbagai KKK lateks...............80

3. Diagram alir pengaruh dosis Terik dan papain ........................................8 1
4 . Diagram alir pengaruh dosis papain terhadap kadar nitrogen lateks
pekat ........................................................................................................ 81

5. Diagram alir karakterisasi DPNR ............................................................ 82
6. Tata cara pengujian sifat teknis DPNR mentah......................................... 83
7. Tata cara pengujian karakteristik vulkanisasi kompon DPNR (ASTM-

D.2084)...................................................................................................

89

8. Tata cara pengujian sifat fisik vulkanisat DPNR ...................................... 90

9. Pengukuran aktifitas papain (Unit Bioteknologi Perkebunan - APPI) .....93
10A. Data Pengamatan pengaruh KKK lateks dan dosis papain terhadap
kadar nitrogen karet .......................................................................... 9

4

10B. Data pengamatan pengaruh Terik terhadap kadar nitrogen karet
mentah hasil hidrolisis protein lateks KKK 10% oleh papain...................95
10C. Data pengamatan pengaruh jenis lateks terhadap kadar nitrogen karet

hail hidrolisis protein lateks KKK 10% dengan papain ........................... 95
11A. Analisis sidik ragam untuk kadar nitrogen karet alarn dari lateks kebun
yang diperlakukan dengan papain pa& berbagai KKK ............................96
11B. Analisis sidik ragam untuk kadar nitrogen KANR hasil perlakuan
lateks KKK 10% dengan papain dan terik ......................................... 96
11C. Analisis sidik ragarn untuk kadar nitrogen KANR hasil perlakuan
lateks KKK 10% dengan papain dan terik ................................................ 96

A. LATAR BELAKANG

Karet dam (natural rubber) merupakan hasil penyadapan kulit pohon
Hevea brasiliensis yang menjadi tumpuan pencaharian bagi banyak keluarga

petani, sekaligus sebagai komoditas ekspor yang sangat penting peranannya
sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan. Menurut
Ditjenbun (1998) areal tanaman karet Indonesia adalah yang terluas di dunia,
yaitu lebih dan 3,4 juta hektar, namun produksinya hanya sekitar 26%
produksi karet alam dunia, yang menempatkan Indonesia sebagai produsen
karet alam terbesar kedua setelah Thailand (IRSG, 200 1 ) . Rendahnya produksi
disebabkan oleh sekitar 85% (2,9 juta ha) dari total areal perkebunan
merupakan areal perkebunan rakyat yang produktivitasnya rendah, yaitu
kurang dari 600 kg/ha/tahun.

Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini penggunaan karet alam makin
terdesak oleh karet sintetis, karena karet alam yang dikenal selama ini
mutunya tidak konsisten serta tidak tahan terhadap panas, oksidasi, dan
minyak (Arizal, 1989 dan Mubyarto, 1991). Kelemahan ini, selain
dikarenakan karet alam memiliki ikatan rangkap yang mudah teroksidasi atau
mengadisi gugus lain pada rantai molekul monomernya, juga karena
mengandung sejurnlah besar bahan non-karet, terutama protein. Sebetulnya
mutu karet alam masih &pat ditmgkatkan, melalui yerubahan struktur
molekulnya, pencampuran dengan karet lain atau plastik, atau dengan cara
mengurangi bahan non-karetnya.
Salah satu produk hasil peningkatan mutu karet dam adalah karet yang
dikenal dengan nama karet alam berprotein rendah atau karet DPNR
(DeproteinisedNatural Rubber), yaitu karet alam yang kandungan proteinnya

telah dikurangi. Dalam praktek kadar protein dalam karet alam dihitung dari
penentuan kadar nitrogen yang dikalikan dengan faktor 6,25, sehingga karet
DPNR dikenal juga sebagai karet alam nitrogen rendah atau LNNR (Low
Nitrogen Natural Rubber).

Menurut Yapa dan Lionel (1980), protein dalam karet alam akan
mempengaruhr sifat dinamis barang jadi karet clan menyebabkan karet dapat
menyerap air, sehtngga jika kadarnya dikurangi sifat dinamiknya akan
rnerungkat dan kemampuan menyerap airnya menurun. Kandungan air yang
tinggi dalam karet alam akan menurunkan efisiensi rnastikasi dan akan

menghasilkan kompon dengan viskositas Mooney yang tinggi (Perera dan
Siriwardena, 1985). Protein dalam karet alam juga dapat memacu pemghtan
&dungan gel, yang akan menghambat proses m o d i f h i karet a h , seperti
proses epoksidasi dan siklisasi karet alam. Karet alam yang mempmyai kadar
protein rendah juga lebih mudah untuk diproses, mempunyai stabilitas
mekanis yang lebih tinggi, serta &pat mengurangi efek alergi terhadap karet
alam (Tanaka et al., 1996 clan Nakade et al., 1997).
Sama dengan kegiatan memodifikasi struktur molekd karet alam,
kegiatan penurunan kadar protein karet alam telah lama diteliti diberbagai
negara. Bahkan Malaysia, salah satu negara penghasil karet alam terkemuka di
dunia, telah memproduksinya. Tetapi di Indonesia, yang merupakan negara
penghasil karet kedua terbesar didunia, belum ada pabrik karet yang
mengolahnya, karena belum dikuasainya teknologi yang sesuai untuk kondisi
lokal dan karena lemahnya kemampuan penetrasi pasar. Selama ini peneIitian
mengenai pengolahan karet DPNR belum banyak dilakukan, padahal peluang

pasar karet DPNR cukup terbulca diantaranya sebagai bahan baku seal karet
atau produk karet lain yang kontak dengan air, bahan baku karet alam
termodifikasi, serta bahan baku biil-ang jadi karet untuk keperluan t e h s dm
ban kendaraan yang memerlukan daya lenting tinggi dan heat build up rendah
seperti ban kendaraan besar.
Umumnya produsen karet alam di Indonesia hanya mengolah sit asap
(RSS) dan karet spesifikasi teknis (TSR), serta sedikit krep dan lateks pekat.

Rata-rata sekitar 90% dari total produksi karet alam Indonesia diekspor ke
berbagai negara, dengan ekspor terbesar tercatat pada tahun 1998, yang
mencapai hampir 96% dari total produksi. Guna menmgkatkan posisi tawar
karet alam Indonesia, konsumsi karet alam dalam negeri perlu ditingkatkan,

diantaranya melalui pemanfaatan karet dam yang telah ditingkatkan mutunya,
yaitu karet DPNR.
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengurangi protein
karet alam, baik yang diterapkan pada karet padat, maupun langsung pada
keadaan lateksnya. Secara urnum ada dua metode yang banyak dikembangkan,
yaitu hidrolisis secara enzimatis atau kimiawi (Chin dan Smith, 1974; Yapa
dan Yapa, 1984). Menurut Tanaka (1996) serta Tangpakdee dan Tanaka
(1997), dengan metode saponifikasi, hidrolisis protein secara lcimiawi akan
berlangsung lebih efektif. Walaupun lebih efektif, penerapan saponifikasi
karet alam memerlukan sarana dan tahapan proses yang relatif lebih m i t .
Sebaliknya secara teknis hidrolisis protein secara enzimatis lebih sederhana
karena dapat dilakukan pada keadaan lateks.
Oleh karena itu teknologi penurunan kadar nitrogen karet alam secara
enzimatis dipilih untuk dipelajari aspek teknisnya, memanfaatkan papain

kasar, sejenis enzim protease lokal dari tanaman sebagai penghidrolisis
protein. Karena sebagan protein terikat pada @el

karet alam dan sebagian

lain terperangkap di dalam jaringan molekul karet, maka apabila jaringan
molekul karet dilonggarkan melalui pengenceran lateks dan kestabilannya
dijaga dengan penambahan surfaktan, diharapkan hidrolisis protein oleh enzim

akan lebih efektif Diharapkan telcnologi ini sesuai untuk diterapkan pacia
pabrik pengolahan karet alam tanpa memerlukan peralatan tambahan yang
nunit dan mahal.

B. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan dari penelitim ini adalah untuk mempelajari aspek
teknologi pengolahan karet DPNR memanhtkan papain kasar hasil
pengeringan getah buah pepaya sebagai enzim pe&drolisis

protein karet

alam. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Membuktikan kemampuan papain menurunka. kadar nitrogen karet alam
melalui pemakcuannya pada fasa lateks.

2. Menguji pengaruh kadar karet kering (KKK) lateks pada penurunan kadar

nitrogen karet mentah oleh papain

3. Menguji pengaruh surf*

Terik terhadap kestabilan lateks dan

penurunan kadar nitrogen karet mentah oleh papain.
4. Menguji pen-

kadar nitrogen karet mentah dari lateks pekat oleh

papain
5. Menentukan pengaruh penunman kadar nitrogen karet mentah terhadap

sifat teknis karet, karakter vulkarusasi kornpon karet dan sifat fisika
vulkanisatnya

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian meliputi beberapa kegiatan sebagar berikut :
1. Penerapan metode pengolahan karet DPNR secara enzimatis pada fasa

lateks.
2. Penetapan dosis papain, dosis surfaktan Terik dan KKK lateks.
3. Penetapan jenis mutu b a h baku lateks yang akan dihldrolisis.
4. Karakterisasi karet DPNR yang dihasilkan, meliputi analisis sifat teknis

karet mentahnya, pengamatan karakter Mlllranisasi kompon, dan pengujian
sifat fisika vullranisatnya.

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. KARET ALAM HEVEA

Karet dam adalah suatu senyawa hidrokarbon berupa polimer alam yang
telah dikenal lebih dari seratus tahun. Karet alam yang diked cialam
perdagangan adalah karet basil penggumpalan getah karet atau lateks kebun,
yaitu cairan seperti susu hasil sadapan dari pohon karet Hevea brasiliensis.
Selain tanaman Hevea, masih banyak tanaman lain yang dapat menghasilkan
getah karet atau lateks misalnya Manihot glaziovii, Castilloa elastica, Ficus
elastica, Funtumia elestica, Tarawcum kokbsaghyz dan sebagainya.

Penelitian terdahulu yang membandingkan beberapa jenis tanaman karet
tersebut membuktikan bahwa Hevea brasiliensis adalah tanaman penghasil
karet yang paling baik clan ekonomis untuk dibudidayakan pada skala industri
(Le Brass, 1968).
Setiap pohon karet &pat disadap getahnya sebanyak 165 kali setiap
tahun dan memberikan 1 - 2 ons lateks per pohon setiap kali penyadapan.

Pohon karet sudah dapat disadap getahnya pada umur 5 tahun walaupun h i 1
penyadapan yang memadai dihasilkan sejak umur 7 tahun. Produktivitas
tamman ini diperkirahn selama 50 tahun dengan umur yang paling baik

untuk produksi adalah 13 - 17 tahun, setelah itu produksi tanaman karet akan
mengalami kernwlduran. Kadar karet kering (KKK) lateks segar bervariasi
antara 30% - 40%, tergantung pada kondisi musim tiap tahun, umur pohon dan
lain-lain.
Menurut N m d d i n dan Paimin (1992), tanaman karet hevea tumbuh
dengan baik pada daerah yang luas mencakup antam 15' LU sampai 100' LS,

dengan ketinggian autara 1 - 600 m di atas pemukaan law. Faktor-faktor lain
yang berpengaruh terhadap produktifitas karet adalah besarnya curah hujan
yaitu antara 2.000 - 2.500 rnm setahun, suhu harian rata-rata yang berkisar

antara 25'

- 30' C,dm men-

sinar matahani selama 5 - 7jam sehari.

Areal perkebunan karet Hevea di Indonesia saat ini adalah yang terluas
di dunia yaitu hampir mencapai t i p setengah juta hektar @@enbun, 1998),

namun dengan produksi lebih dari 1,7 juta ton atau sekitar 26% produksi karet
alam dunia, Indonesia adalah produsen karet alam nomor dua di dunia setelah
Thailand yang berhasil menempati urutan pertama, sedangkan Malaysia yang

pernah menempat u

. pertama negara penghasil karet alam berada di

urutan ketiga (IRSG, 2001). Rendahnya produksi disebabkan sekitar 85% (2,9
juta ha) dari total areal perkebuuan merupakan areal perkebunan rakyat yang

produktivitasnya rendah, yaitu kurang dari 600 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 1998).
Selain sebagai komoditas industri barang jadi karet dalam negeri, karet
alam Hevea tennasuk penghmil devisa utma

negara dari sektor

perkebunan. Volume ekspor terbesar tercatat pada tahun 1998, yang mencapai
1.641.000 ton atau hampir 96% dari total produksi, dengan nilai sekitar US$
1.438 juta (IRSG, 2001). Sayangnya Indonesia hanya mengekspor dalam
bentuk karet perdagangan tradisional yaitu sekitar 95,4% berupa karet sit asap
(RSS) serta karet spesifikasi teknis (TSR) SIR-10 dan SIR-20, 1,5% dalam
bentuk lateks pekat, dan sisanya &lam bentuk karet spesifikasi teknis lain
yang cerah dan atau berviskositas mantap (Gapkindo, 1998). Volume ekspor
yang besar ini merupakan salah satu sebab lemahnya posisi tawar karet alam
Indonesia, dan di pasar dunia harga karet alam cenderung turun dari tahun ke
tahun.

Karet alam digolongkan ke dalam kelompok elastomer untuk
penggunaan umum karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis

clan tipe barang jadi karet. Penggunaannya sebagai bahari baku barang jadi
karet sangat disukai dikarenakan keunggulan sifat-sifatnya, seperti daya
pantul, elastisitas, daya lengket dan serta daya cefigkeram yang baik, serta

mudah untuk digiling. Selain itu karet aiam juga memiliki beberapa sifat
mekanik yang baik antan lain memiliki tegangan putus, ketahanan sobek dm
kikis yang baik, sehingga karet alam merupakan elastomer pilihan. Namun
demikian, karet darn juga memiliki beberap kekumgan yaitu sifat-sifatnya
tidak konsisten clan warnanya bervariasi dari kuning hmgga coklat gelap, serta
tidak tahan terhadag panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon, sehmgga
tidak &pat digunakan sebagai bahan baku barang jadi karet khusus yang tahan
minyak, panas dan oksidasi (Arid, 1989 dan Mubyarto, 1991). Kelemahan

tersebut terutama disebabkan karet alam merniliki sejumlah ikatan rangkap
&lam struktur molekulnya, disamping juga menganduug sejumlah bahan non
karet, terutama protein.
Ditinjau dari s u s w molekulnya, karet alam adalah polimer yang
tefbentuk secara teratur oleh unit ulang atau monomer isoprena yang terikat
secara kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan goemeti hampir 1W/o
cis-1,4 dan mempunyai berat molekul berkisar antara 1

- 2 juta.

Menurut

Tangpakdee (1998) berat molekul mempakan sifat kloml, tetapi biasanya
berada diantara 3 x lo4 sarnpai 10'.Setiap satu monomer isoprena merniliki
satu ikatan rangkap, sehmgga karet alam dapat diadisi oleh gugus aktif lain.
Konfigurasi ruangnya berupa konfigurasi cis dengan susunan ruang yang
teratur, sehingga karet alam ditulis dengan rumus molekul 1,4-cispoliisoprena. Gambar 1 memperlihatkan struktur molekul isopren (a), struktur
monomer isopren (b) dan struktur polimer karet alam (c).

(a)

(b)

CH2=C-CiH=CH2
CH3

CH3

H
I
C=C
I
\
-CH2
CH2\

Gambar 1. Struktur molekul isopren (a), monomer (b) dan polimer karet
alam (c).
1. Lateks Kebun

Karet alam yang diked dalam perdagangan adalah karet hasil
penggumpalan getah atau lateks kebun, yaitu h i 1 sadapan dari pohon
karet Hevea brasiliensis. Getah karet atau cairan seperti susu hasil sadapan
pohon karet disebut lateks kebun, berupa sistem koloid yang sangat
kompleks yang terdiri dari hidrokarbn karet, karbohidrat, protein, lipid,

karoten, garam-garam, mineral, enzim dan berbagai bahan lain. Lateks
terdapat dalam pembuluh lateks yang terletak pada bagian kulit pohon dan
diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Penyadapm dilakukan
dengan cam melukai kulit pohon karet dengan kemiringan 25'-35' diantara
batang dan kambium. Setelah pohon karet disadap, lateks mengalir dengan
cepat, lalu makin lama makin lambat dm akhirnya berhenti setelah
beberapa

waktu.

Terhentinya aliran

lateks disebabkan

adanya

penyumbatan pada ujung-ujung pembuluh. Penyurnbatan ini disebabkan
terjadmya penggumpalan lateks dalam pembuluh tersebut (Gills clan
Soeharto, 1976).
Lateks kebun segar yang baru disadap berwarna putih seperti susu
atau kekuning-kuningan, bergan-

pada jenis klonnya. Menurut Barney

(1973), lateks kebun yang baru disadap mengandung 36% hidrokarbon
karet sebagai fraksi padatan dan sisanya adalah fraksi cairan yang terdiri
dari bahan-bahan yang terlamt dalam air. Tanaka (1998), mengungkapkan

bahwa @el

karet terdiri dari hidrokarbon karet yang diselimuti

senyawa lipid dan protein dengan diameter 0,l-1,O pm, seperti yang
terlihat pada Gambar 2, sedangkan komposisi lateks alam secara umum
disajikan pada Tabel 1.

Karet

Protein

Lipid

Gambar 2. Partikel karet &lam lateks Hmea (Tanaka,1998).
2. Lateks Pekat

Lateks kebun dengan kadar karet kering (KKK) sekitar 30 persen
dianggap tidak menguntungkan &am

transportasi karena biaya

transportasi teralokasikan untuk mengangkut fase cairan yang mencapai 70
persen. Oleh karena itu lateks dipekatkan hingga KKKnya mencapai 60
persen sehmgga air yang diangkut hanya 40%. Selain alasan ekonorni,
sebagian besar proses pembuatan barang jadi asal lateks memang
memerlukan lateks berkadar karet tinggi, dengan KKK minimal 60%.
Pemekatan lateks menyebabkan sebagian bahan bukan karet yang terdapat
di dalamnya akan berkurang, menghasilkan lateks pekat yang mutunya
lebih baik daripada mutu lateks kebun asalnya (Utami dan Siswantoro,
1989). Karena lebih bermutu dan kadar bahan bukan karetnya lebih
rendah, lateks pekat juga merupakan bahan baku yang cocok untuk
modifikasi karet.
Tabel 1. Komposisi lateks kebun hasil sadapan pohon umur 10 thn
Komponen
Hidrokarbon karet
Ekstrak aseton (lemak, lilin, resin)
Protein
Karbohidrat
Abu
Air
Sumber : Stern (1954)

Persen (%)
35,62
1,65
2,03
0,34
0,70
59,62

Pemekatan lateks kebun &pat Qlakukan dengan empat metode, yaitu
pusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming), penguapan (evaporasi)

clan elektrodekantasi (Stern, 1967). Diantara keempat metode tersebut,
sentrifugasi merupakan metode yang paling lazim digunakan, sedangkan
metode evaporasi dan elektrodekantasi hampir tidak digunakan lagi
(Utami dan Siswantoro, 1989). Walaupun jarang, pemekatan lateks dengan

metode pendadihan masih dilakukan, dan produknya disebut lateks dadih
atau lateks pekat dadih.

Guna mencegah terjadinya proses penggumpalan dan agar lateks
dapat disimpan lama, lateks pekat diberi bahan pengawet, yang paling

umum adalah amoniak. Bahan pengawet lain yang dapat dig&

adalah

natrium sulfit, formaldehid dan asam borat. Lateks pekat berbahan

pengawet amoniak dibedakan atas 2 jenis yaitu lateks pekat amonia tinggi
(high ammoniated latex) clan lateks pekat amonia rendah (low ammoniated
late+). Dengan demikian dalam perdagangan dikenal 3 jenis mutu lateks

pekat yang dikelompokan berdasarkan spesifikasi dm syarat uji mutu
menurut ASTM (1997), yaitu:
o Jenis I, adalah lateks pekat pusingan yang diawetkan dengan amonia

saja atau dengan pengawet formaldehida yang kemudian dilanjutkan
dengan pengawet amonia.
o Jenis 11, adalah lateks pekat dadih yang diawetkan dengan amonia saja
atau dengan pengawet formaldehida yang kemudian dilanjutkan
dengan pengawet amonia.
o Jenis III, adalah lateks pekat pusingan yang diawetkan dengan kadar

arnonia rendah dan bahan-bahan pengawet sekunder.

3. Karet Mentah
Apabila dibiarkan tanpa dilindungi bahan pengawet, lateks kebun
akan menggumpal secara alami karena mengalami dehidratasi atau
terjadinya penurunan muatan listrik, menghasilkan fase gel yang disebut
karet padat. P e n m muatan listrik dapat terjadi karena penurunan pH
lateks, penambahan elektrolit, penambahan zat giat permukaan, dm karena
aktifitas enzim protease yang menyerang lapisan pelindung protein
partikel lateks (Glathe, 1959). Penggumpalan alami juga dapat terjadi
karena terbentuknya asam lemak eteris yang akan menurunkan pH lateks,
atau karena terjadinya garam yang talc larut antara asam lemak tinggi
dengan ion-ion logam yang ada di dalam lateks.
Karet yang yang diperoleh dari gumpalan karet yang tela\
dikeringkan dan belum dicampur dengan bahan-bahan kimia, disebut karet
darn mentah atau disrngkat karet mentah. Dalam perbincangan sehari-hari
karet mentah dari tamman hevea tersebut disebut karet alam, sedangkan
bentuk cairnya disebut lateks kebun. Dalam perdagangan lateks kebun
dijual dalam bentuk lateks pekat, sedangkan karet alam dibedakan atas tiga
jenis, yaitu karet konvensional seperti sit dan krep; karet spesifikasi telcnis

seperti SIR-3L, SIR-S, SIR-10 dan SIR-20; dan karet khusus seperti karet

CV (Constant Viscosity), LV (Low Viscosity) dan karet OENR (Oil
Extended Natural Rubber).
Sit dan lcrep adalah jenis karet konvensional yang terpenting,
sedangkan jenis lain yang kurang bermutu dan harganya rendah adalah ofsheets, compo, blanket, cutting dan brown crepe. Sit adalah bahan olah
karet yang diperoleh dari penggumpalan lateks kebun yang sebelurnnya
telah disaring clan diencerkan hmgga KKK 16

-

18 persen, sedangkan

hanya krep mutu baik yang berasal dari penggumpalan lateks kebun.
Bahan penggumpal yang digunakan adalah asam format 1% atau asarn
asetat 2%, dengan waktu penggumpalan sekitar 1 - 2 jam. Sit umumnya
dikeringkan dengan metode pengasapan dan produknya dikenal dengan

narna Ribbed Smoked Sheet (RSS), sedangkan yang dikeringkan tanpa
pengasapan disebut Air dried sheet (ADS).
Karet s p e s i f h i teknis adalah karet yang diolah secara khusus dan

secara teknis mutunya dapat ditentukan ( N m d d i n dan Famy, 1998).
Karet spesifikasi teknis tidak Qgolongkan atas penampakannya secara
visual seperti pada sit, tetapi berdasarkan sumber karet dan sifat karet yang
diuji oleh laboratorium. Di Indonesia jenis karet ini dikenal dengan SIR
(Standar Indonesian Rubber). Sebagai acuan mutu &lam perdagangdn,
pemerintah telah mengeluarkan persyaratan mutu standar SNI 06-19031990, yang berisi syarat spesifikasi mutu dan sumber bahan baku berbagai

kelas mutu karet remah. SNI 06-1903-1990 telah menetapkan jenis mutu
karet remah yang boleh diproduksi yaitu SIR 3L, 3CV, dan 3WF yang
dibuat dari bahan olah lateks, SIR 5 dari koagulum lateks tipis, serta SIR
10 dan SIR 20 dari koagulum lapangan. Persyaratan mutu lengkap SIR
sesuai SNI 06- 1903-1990 dapat dilihat pada Tabel 2.
Karet alam tidak seluruhnya terdiri dari senyawa hidrokarbon karet,
tetapi juga mengandung sejumlah kecil senyawa non-karet, seperti protein,
karbohidrat, lernak, glikolipid, fosfolipid dan bahan-bahan anorgad lain
yang terperanglcap dalarn jaringan partikel karet. Bahan-bahan non-karet
tersebut ikut terperangkap ketika lateks kebun digumpalkan, dan kadarnya

dalam karet alam akan mem-

sifat rnaupun penampalcan karet dan

barang jadi karetnya Komposisi bahan-bahan yang biasanya terdapat
dalam karet alam dapat dilihat pada Tabel 3 (Morton, 1987).
Tabel 2. Persyaratan mutu Standard Indonesian Rubber (SIR)
Standard Indonesian Rubber (SIR).
3L 3WF
5
10
20
Koaglum Koagulum
Lateks
lateks tipis lapangan
0,03 0,03 0,03
0,05
. 0,lO
0,20
0,50 0,50 0,50
0,50
0,75 1,00
C,80 0,80 0,80
0,80
0,80 0,80
.

Spesifikasi
Kadar kotoran (%), maks
Kadar abu (%), maks
Kadar zat menguap (%), maks

8

Po, min
Kadar nitrogen (%), maks
ASHT (satuan wallace), maks
Warna Lovzbond, malts

3CV

-

30
30
0,60 0,60 0,60
8
6

-

30
0,60

-

30
0,60

30
0,60

-

-

Surnber : SNI 06-1903- 1990
Tabel 3. Komposisi bahan penyusun karet alam kering
Kompooen

Persen (%)

Hidrokarbon karet
Protein
Karbohidrat
Lemak
Glikolipid dm fosfolipid
Lain-lain
Sumber : Morton, 1987

B. KARET ALAM BERPROTEIN RENDAH
G r e t alam berprotein rendah adalah karet alam yang kadar nitrogennya
telah diturunkan semaksimd mungkm. Karet alam dengan kadar nitrogen
rendah ini dikenal dengan nama karet DPNR (Deproteinized Natural Rubber)

dan dikarenakan besarnya kadar protein dalam karet alam biasanya dihitung

sebagai kadar nitrogen yang dikalikan denga. faktor 6,25, maka dikenal juga
sebagai karet alam nitrogen rendah atau LNNR (Low Nitrogen Natural
Rubber),.
Hingga saat ini belum ada kesamaan persepsi mengenai batasan kadar
nitrogen yang dapat menggolongkan karet sebagai karet DPNR. Batasan kadar
nitrogen karet DPNR yang digunakan oleh para peneliti sangat bervariasi.
Mengacu pada spesifikasi standar karet alam berprotein rendah menurut
Whelan dan Lee (1979) seperti yang &pat dilihat pada Tabel 4, DPNR adalah
jenis karet alam dengan kandungan nitrogen maksimal sebesar 0,15%, tetapi
menurut Nakade et al. (1997) DPNR adalah karet yang memiliki kadar
nitrogen antara 0,06% sampai O,l%.
Tabel 4. Spesifikasi Standar Karet Alam Berprotein Rendah (DPNR)
Komponen

Standar

Kadar kotoran (% berat)

maksimal 0,O 15

Kadar abu (% berat)

rnaksimal 0,15

Kadar nitrogen (% berat)

maksimal 0,15

Kadar zat menguap (% berat)

maksimal 0,5

PRI (Plasticity Retention Index) ( % )

minimal 60

Viskositas Mooney (ML 1 + 4,100 OC)

50* 5

Sumber : Whelan dan Lee (1979)
1. Protein Dalam Karet Alam

Selain partikel karet, lateks kebun segar juga mengandung berbagai
bahan non-karet diantaranya sekitar 2% (wlw) protein, yang mana sekitar
20% dari jurnlah protein itu terserap pada partikel karet, dalam jumlah
yang sama terhpat pada M i dasar dan sisanya terdapat pada bagan
serum (Archer et al, 1963). Sebagian protein tersebut larut dalam air dan
sebagian lainnya, terutama protein yang terserap pada permukaan parhkel
karet, tidak dapat larut. Apabila digumpalkm dengan asam, protein dan
bahan non-karet lain yang terserap pada partikel karet tersebut berssma

dengan sebagian protein dan bahan non-karet lain yang terdapat pada
senun akan terperangkap dalam gumpalan karet.
Setelah proses pencucian dan pengeringan, karet kering tersebut
masih mengandung bahan non-karet terutama protein dengan kadar
nitrogen sekitar 0,3% hingga 0,5% atau setara dengan 1.875% hingga
3.125% protein, serta lipid 1 fosfolipid sekitar 1% - 3% (Morton, 1987).
Menurut Tanaka et a1 (1996) dalam jaringan partikel karet alam, lipid dan
protein tersebut berfhgsi sebagau jembatan penghubung antam rantairantai polimer. Lipid dari suatu rantai molekul karet akan saling berikatan
dengan protein maupun lipid dari rantai karet lainnya, sehingga terbentuk
jalinan molekul karet yang mempunyai berat molekul tinggi. Rekaan dari
asumsi struktur rantai molekul karet alam menurut gambaran Tanaka

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rekaan struktur karet dam dengan ujung protein (0)dan
lipid (a).
2. Pengaruh Protein h l a m Karet Alam

Beberapa bahan non-karet yang terdapat dalam karet alam dapat
memberikan dampak positif terhadap sifat produk akhir barang karet.
Tetapi keberadaan protein kurang menguntungkan karena sifatnya yang
polar dan bersifizt hidrofilik (suka air) menyebabkan karet yang
mengandung protein yang lebih banyak, relatif lebih menyerap air.
Kandungan air dalam karet alam dapat m e m m sifat dinamik

barang karet. Penelitian yang dilakukan John dan Sin (1974)
memperlihatkan bahwa barang karet yang dibuat dari karet berkadar
protein tinggi, hasil penggumpalan dengan panas atau uap panas, memiliki
sifat-sifat dinamik yang buruk. Sebaliknya jika barang karet dibuat dari
karet berkadar protein sangat rendah, hasil penggumpalan secara biologi,
sifat dinamiknya jauh lebih baik (John, 1966).
Menurut Yapa dan Lionel (1980) serta Smith (1974) beberapa sifat
fisika dinamis atau sifat dinamis barang jadi karet ciapat ditingkatkan
apabila kandungan protein atau nitrogen yang terdapat dalam karet alam
dikurangi. Kandungan air yang tinggi dalam karet alam juga akan
menurunkan efisiensi mastikasi dm akan menghasilkan kompon dengan
viskositas Mooney yang tinggi. Protein bersifat higroskopis, sehingga
penurunan kadarnya akan rnenurdcan kemampuan karet menyerap air.
Makin rendah kadar protein atau nitrogen dalam karet alam, maka
kemampuan menyerap aimya semakin kecil dan sifat Qnarnisnya semakin
baik. Karet alam yang mempunyai kadar protein rendah juga lebih mudah
untuk diproses, mempunyai stabilitas mekanis yang lebih tinggi, serta
dapat mengurangi efek alergi terhadap karet alam (Tanaka et al., 1996 dan
Nakade et al., 1997).
Dari berbagai penelitian juga diketahui bahwa protein dalam karet

alam dapat memacu peningkatan kandungan gel, yang &an menghambat
kemampuan memodifikasi karet alam (Gelling, 1991). Jannsen (1956)
menemukan bahwa siklisasi karet krep berprotein rendah akan lebih cepat
dibandmgkan siklisasi krep normal. Sedangkan menurut Japa dan Lionel
(1980) protein dalam karet alam akan menghambat proses siklisasi karet
alam. Juga ditemukan bahwa protein dalam karet alam akan menghambat

pencangkokan senyawa akrilat pada molekul karet (Fukushima, et al.,
1998) clan mempengardu proses epolcsidasi karet darn (Eng, et al., 1997).
Dengan berbagai keunggulan tersebut diatas, maka apabila nitrogen
yang berpmgamh buruk pada kemampuan karet alam dapat ditmmkan
kadarnya, maka karet alam akan semaldn menjadi pilihan sebagau bahan
baku berbagai barang karet. Berlcmmgnya kemampuan karet dam

menyerap air karena kadar nitrogennya yang rendah, menyebabkan karet

alam tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku barang karet yang
kontak dengan cairan. Dengan sifat dinamis yang lebih bark, menyebabkan
karet alam berkadar nitrogen rendah tersebut juga sangat baik digunakan

untuk barang karet keperluan teknik. Peluang pasar karet DPNR yang
cukup terbuka adalah sebagai bahan baku barang jadi karet yang kontak
dengan air, bahan baku ban kendaraan yang memerlukan daya lenting
tinggi dan heat build up (kalor timbul) rendah seperti ban kendaraan besar,

serta bahan baku karet siklo yaitu salah satu bentuk - karet alam
termodifikasi.
3. Pembuatan Karet AIam Berprotein Rendab

Secara urnurn kandungan protein dalam karet alam dapat dihilangkan
atau dideproteinisasi dengan cara menghidrolisisnya secara kimiawi atau
enzimatik (Chin & Smith, 1974; Yapa & Yapa, 1984). Hidrolisis secara
kimiawi biasanya dilakukan dengan cara merendam karet a h dalarn
larutan alkali, sedangkan hidrolisis secara enzimatik dilakukan dengan
cam menambaldcan enzim pada fasa lateks sebelurn digumpalkan.
Pengurangan kadar protein lateks juga dapat terjadi apabila lateks
dipekatkan. Pada proses ini sebagian besar protein dalam lateks akan ikut
terbuang bersama serum, sehingga kadar protein karet skim h i 1
penggumpalan serum akan sangat tinggi.
Berbagai usaha yang intensif telah dilakukan untuk men-gi
kadar nitrogen karet alam sebanyak mungkm. Pemekatan ulang lateks
hasil pemekatan sebelumnya yang telah diencerkm kernbali, merupakan
metode pengurangan kadar protein yang cukup sederhana. Dalimunthe
( 1993) menyatakan bahwa melalui proses pemekatan lateks kebun yang

dibubuhi amonia dengan dosis yang tinggi, yaitu 0,5%

- 0,7%,

seperti

yang biasa dilakukan di Indonesia, akan menghasilkan karet alam d e n p
kadar nitrogen yang rendah. Konsentrasi amonia p g tinggi menyebabkan

protein lateks akan terhidrolisis selama pengangkut. atau penampuugan

di tangki penerima, dan =lama pernew senyawa nitrogen yang larut
dalam air hasil hidrolisis protein tersebut akan terbuang bersarna serum.

Aplikasi hidrolisis protein secara kimiawi skala produksi telah
diterapkan pada pengolahan karet skim yang biasanya berwarna gelap dan
berkadar nitrogen sekitar 2%, menjadi karet skim baru yang mantap
viskositasnya, berwarna cerah dan kadar nitrogennya kurang dari 0,6%
(Alfa, et-al., 1998). Menurut TaDaka (1996) serta Tangpakdee dan Tanaka
(1997), hidmlisis protein secara kimiawi akan lebih efektif jika melalui
metode saponifikasi, karena terbebasnya lipid dari rantai molekul akan
lebih memudahkan hidrolisis protein Walaupun lebih efektif, penerapan
metode saponifikasi karet dam memerlukan sarana dan tahapan proses
yang relatif lebih rumit, karena prosesnya dilakukan pada karet padat. Alfa
et al. (2000) telah menerapkan metode saponifikasi ini, yaitu dengan cara
merendam karet alam dalam larutan komposit NaOH 1 isopropanol dan
berhasil memperoleh karet DPNR dengan kadar nitrogen sekitar 0,6%.
Secara umurn teknik hidrolisis protein secara emimatis relatif lebih
sederhana karena tahapan proses tambahan yang perlu dilakukan hanyalah
penambahan a i m pada lateks, sehmgga metode ini paling banyak
dikembangkan, menggunakan berbagai enzim protease. Smith (1971) clan
Chin, et al. (1974) berhasil memperoleh karet alam dengan kadar nitrogen
yang lebih rendah, yang dihasilkan dengan cara memperlzkukan lateks
pekat beramoniak yang telah diencerkan h q g a kadar karet kering (KKK)
sebesar 5%, dengan 0,025% enzim p r o w alkalin, lalu digurnpallcan
dengan pelarut organik.
Metode hidrolisis protein secara kimia juga dapat dilakukan pada
tahap lateks, yaitu dengan cara menambhkan senyawa pengekstrak
protein. Menggunakan metode ini John (1971) berhasil mengurangi kadar
nitrogen dalam karet alam sebesar 30%, dengan cara memperlakukan
lateks kebun dengan c a m p a n di-oktil natrium sulfosuksinat dan
surf*

anionik pada pH netral, sebelum digumpalkan. Surfdctan

berfungsi sebagai penstabil lateks agar tetap berada dalam bentuk cair,
sehingga dapat juga diaplikasikan pada hidrolisis protein secara emhatis.

Dalam keadaan cair, ruang diantara partdcel karet lebih terbuka sehingga
diharapkan M t a s e n z h ll~ngludrolisisprotein akan lebih efektif.

PAPAIN

Papain adalah enzim yang berasal dari getah pepaya yang telah

dikeringkan,