Akurasi dan Electoral Fraud
12
Data yang paling penting pada BA adalah data pemilih seperti jumlah pemilih terdaftar, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih, dan jumlah suara
sah serta data surat suara seperti jumlah surat suara yang diterima, jumlah surat suara yang digunakan, dan jumlah surat suara rusak. Data yang paling
penting dari sertiikat HPS sudah barang tentu adalah jumlah suara yang diperoleh parpol dan calon.
Yang dimaksudkan dengan mekanisme yang mampu mencegah manipulasi isi kedua dokumen tersebut adalah:
a sebutan dalam kata-kata di depan setiap angka perolehan suara setiap parpol dan calon Misalnya, 125 disertai pula dengan “seratus
duapuluh lima”; b paraf saksi peserta pemilu yang hadir pada setiap halaman BA dan
sertiikat HPS; c tanda tangan ketua dan anggota KPPS di TPS dan tanda tangan
ketua dan anggota PPK untuk rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan dan saksi peserta Pemilu yang hadir pada
halaman terakhir kedua dokumen tersebut;
d jenis kertas khusus untuk sertiikat HPS; e setiap saksi peserta pemilu menerima salinan BA dan sertiikat HPS;
dan f
selembar salinan BA dan sertiikat HPS ditempelkan di tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh para pemilih dan warga masyarakat.
Penjelasan pasal yang mengatur alat kelengkapan pemungutan dan penghitungan suara dalam UU No. 102008 menggolongkan formulir BA dan
sertiikat HPS sebagai alat kelengkapan lain yang dibutuhkan demi keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan dan penghitungan
suara. Fungsi BA dan sertiikat HPS jelas tidak berkaitan dengan keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan dan penghitungan
suara. BA dan sertiikat HPS merupakan rekaman tertulis pernyataan kedaulatan rakyat dan merupakan rekaman puncak proses penyelenggaraan
pemilu.
13
Karena itu fungsi BA dan sertiikat HPS sangat berkaitan dengan integritas proses dan hasil pemilu.
Karena pemilu legislatif dilaksanakan secara serentak, jumlah BA dan HPS yang harus dicetak juga sangat besar, yaitu: 1 empat macam BA dan empat
macam sertiikat HPS pemungutan dan penghitungan suara pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota di setiap TPS, PPK, KPU
KabupatenKota, KPU Provinsi seluruh Indonesia, dan KPU, 2 salinan sebanyak saksi peserta pemilu dan sebanyak pengawas pemilu di setiap tingkatan, dan
3 salinan yang dikirimkan kepada PPS untuk ditempelkan di tempat umum. Karena BA dan sertiikat HPS merupakan alat kelengkapan yang sangat
penting dan karena jumlah formulir untuk keperluan ini sangat besar, alat kelengkapan ini seharusnya tidak dikategorikan sebagai alat perlengkapan
lain yang disejajarkan dengan tanda pengenal, lemperekat, spidol, dan karet pengikat surat suara seperti yang dirumuskan dalam penjelasan UU Pemilu.
BA dan Sertiikat HPS mempunyai fungsi yang jauh lebih esensial daripada tinta, misalnya. Tanpa tinta, pemungutan dan penghitungan suara dapat
berjalan. Sedangkan pemungutan dan penghitungan suara tidak mungkin berjalan tanpa BA dan sertiikat HPS.
Lawan dari akurasi adalah kesalahan tidak sengaja honest mistake dan kesalahan yang disengaja berupa penyimpangan pemilu electoral fraud.
Kesalahan dalam penghitungan menjumlah, mengurangi, atau membagi yang dilakukan secara manual dan melakukan penjumlahan pada tingkat
PPK karena mengira semua hasil penghitungan suara TPS sudah dihitung, merupakan sejumlah contoh kesalahan tidak sengaja dalam proses
pemungutan dan penghitungan suara.
Kesalahan tidak sengaja seperti ini sangat manusiawi misalnya karena sudah terlalu lelah, tetapi kesalahan seperti tetap harus dapat dicegah.
Penyelenggara pemilu harus menciptakan mekanisme yang dapat mencegah kemungkinan tersebut, seperti hasil penghitungan yang dilakukan oleh
seorang petugas wajib dicek ulang oleh petuga lain bukan cek dan ricek, melainkan cek dan counter cek.
3
3 Yang sering dilakukan adalah dua orang petugas bersama-sama melaksanakan penghitungan
atau seorang petugas melakukan ricek atas penghitungan yang sudah dilakukannya. Kedua kebiasaan ini cenderung tidak menemukan kekeliruan karena dilakukan oleh orang yang sama.
14
Penyimpangan pemilu adalah tindakan sengaja memanipulasi kegiatan pemilu atau yang berkaitan dengan material pemilu untuk mempengaruhi
hasil pemilu yang mungkin mempengaruhi atau bertentangan dengan kehendak pemilih. Penyimpangan pemilu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
manipulasi hasil penghitungan suara sehingga mengubah pembagian kursi atau mengubah pemenang serta pelanggaran pemilu yang tidak mengubah
pembagian kursi atau pemenang.
Kedua bentuk penyimpangan pemilu ini merupakan tindak pidana yang harus ditindak sesuai dengan hukum.
4
Akan tetapi tindakan manipulasi hasil penghitungan suara mempunyai implikasi politik yang serius karena
memungkinkan penetapan hasil pemilu berbeda dengan kehendak rakyat. Tindakan memanipulasi hasil penghitungan suara merupakan tindakan
penipuan atas proses pemungutan dan penghitungan suara yang bertujuan mencegah hasil pemilu sesuai dengan kehendak rakyat. Singkat kata,
manipulasi hasil penghitungan suara adalah tindakan yang bertentangan dengan kedaulatan rakyat.
Manipulasi terhadap hasil penghitungan suara merupakan bentuk penyimpangan pemilu yang paling buruk dan paling serius. Hasil pemilu
yang tidak akurat bisa terjadi karena praktik jual-beli suara antara calon dengan pemilih dengan atau tanpa perantara dan praktik manipulasi hasil
penghitungan suara karena kolusi antara calon dengan panitia pelaksana KPPS, PPK, KPU KabupatenKota, dan sebagainya. Ketidakakuratan juga
mungkin terjadi karena kesalahan manusiawi, seperti tidak akurat dalam menjumlah karena kelelahan bekerja tanpa henti selama 10 jam sebagaimana
banyak dialami ketua dan anggota KPPS atau anggota PPK merekapitulasi hasil penghitungan suara hanya sebagian dari jumlah TPS keseluruhan karena
mengira sudah mencakup semuanya honest mistake.
Penyimpangan pemilu yang sering terjadi adalah iregularities yang berkaitan dengan kelemahan dan kegagalan administratif, seperti nama pemilih salah
eja dalam DPT, nama calon salah eja dalam surat suara, pilihan pemilih ditandai secara kurang jelas dalam surat suara, kualitas tinta pemilu yang rendah,
penjumlahan yang tidak sinkron, perbedaan jumlah suara pada beberapa tingkat penghitungan, kekurangan surat suara, dan kegagalan perangkat
4 Rafael Lopez-Pintor, Assessing Electoral Fraud in New Democracies: A Basic Conceptual Framework,
International Foundation for Electoral System IFES, Desember 2010, h. 7-8.
15
teknologi informasi dalam proses pengiriman suara. Penyimpangan seperti ini sudah barang tentu harus diatasi secepat mungkin.
Manipulasi terhadap hasil penghitungan suara seringkali terjadi karena tindakan sengaja panitia pelaksana pemilihan yang berkolusi dengan calon
parpol tertentu atau tindakan pihak lain seperti saksi peserta pemilu, calon, pengurus partai, atau penjabat pemerintah yang dibiarkan terjadi oleh
panitia pemilihan. Penyimpangan lain yang termasuk manipulasi perhitungan suara adalah pendaftaran pemilih secara ilegal, intimidasi terhadap pemilih,
dan penghitungan suara yang tidak tepat misalnya menyatakan tidak sah terhadap surat suara yang sesungguhnya sah atau mencatat suara
seorang pemilih lebih dari sekali. Akibat dari manipulasi ini tidak saja hasil penghitungan suara menjadi tidak akurat, tetapi juga hasil pemilu yang
ditetapkan dan diumumkan oleh KPU tidak murni berasal dari suara pemilih.
Yang perlu diketahui lebih jauh adalah lingkup manipulasi hasil penghitungan suara tersebut, yaitu terkait dengan mekanisme material dan psikologis
macam apakah yang digunakan untuk manipulasi hasil penghitungan suara tersebut. Yang dimaksud dengan mekanisme material tidak saja menyangkut
intervensi terhadap aspek isik pemilu, seperti DPT, surat suara, kotak suara, sertiikat hasil penghitungan suara, dan perangkat komputer, tetapi juga
campur tangan dalam bentuk penawaran pekerjaan, ancaman pemecatan dari pekerjaan, pembayaran komisi atas jasa yang diberikan, janji secara lisan
atau tertulis akan mendapatkan projek dari pemerintah yang akan datang, menawarkan uang dalam jumlah kecil ataupun makan, dan jual-beli suara.
Mekanisme psikologis berkaitan dengan intimidasi terhadap para pemilih, baik secara individual atau suatu komunitas secara kolektif. Tindakan intimidasi
dapat berupa penggunaan kekerasan, tetapi dapat pula berupa deprivasi barang dan jasa tertentu yang diharapkan dari pemerintah dan pemimpin lokal.
Bentuk penyimpangan pemilu lainnya adalah jual-beli suara. Jual-beli suara merupakan korupsi politik yang paling kasar. Parpolcalon memberikan uang
danatau barang kepada pemilih sebagai tukar dari suara yang diberikan. Pemilih menjual suaranya dengan harga tertentu, parpolcalon membeli
suara pemilih tersebut dengan harga yang disepakati bersama. Sangatlah sukar mengetahui seberapa luas praktik jual-beli suara ini terjadi. Sejumlah
16
survei menunjukkan seberapa sering pemilih dibeli di beberapa negara
5
. Di Filipina, sekitar 7 persen pemilih menerima berbagai bentuk pembayaran
pada pemilu tingkat Barangay Desa. Di Thailand sekitar 30 persen ibu rumah tangga mengaku ditawari uang pada Pemilu tahun 1996. Dan di Brasil sekitar
7 persen pemilih mengaku ditawari uang pada pemilu perkotaan pada tahun 2001. Jual-beli suara biasanya terjadi manakala parpol lemah karena pemilu
berfokus pada calon daripada pada parpol. Pemilih kadangkala dibeli oleh petahana incumbents dengan menggunakan dana publik.
Di Meksiko misalnya, para pemilih memberi kesaksian bahwa mereka diancam tidak akan menerima subsidi dana pengentasan kemiskinan bila tidak
memberikan suara kepada petahana tersebut. Anggaran negara yang bersifat populis pemberian subsidi, bantuan tunai langsung, ataupun pemberian
kredit usaha kecil tanpa jaminan yang diberikan enam bulan sampai setahun sebelum pemungutan suara patut dicurigai sebagai upaya membeli suara
pemilih menggunakan anggaran negara.
5 Ibid.
17