The capacity of women in the development of the creative economy of Acehnese embroidery business
KAPASITAS PEREMPUAN DALAM PENGEMBANGAN
USAHA EKONOMI KREATIF KERAJINAN BORDIR ACEH
HAFNI ZAHARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kapasitas Perempuan
dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Hafni Zahara
NRP I351110021
RINGKASAN
HAFNI ZAHARA. Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi
Kreatif Kerajinan Bordir Aceh. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S HUBEIS
dan ANNA FATCHIYA.
Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional dan
sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat hubungannya
dengan pasar dan hasil akhir dari usaha ini adalah produk kerajinan yang dijual ke
pasar. Namun pasar bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan melalui
inovasi produk. Dalam hal ini, untuk meningkatkan kapasitasnya, perempuan
pengusaha dituntut lebih kreativitas dan memiliki inovasi produk yang tinggi agar
mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, tetapi tidak
merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengukur tingkat kapasitas perempuan
dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten
Aceh Utara. (2) menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas
perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di
Kabupaten Aceh Utara.
Penelitian ini dilakukan terhadap perempuan pengusaha kerajinan bordir di
Kabupaten Aceh Utara. Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive atau
sengaja, berdasarkan pada potensi kerajinan bordir Aceh paling besar dibanding
Kabupaten yang lain di Aceh, yaitu Kecamatan Muara Batu, Lhoksukon,
Dewantara, Sawang, dan Nisam. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 175
pelaku usaha yang tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Utara dengan sampel
penelitian sebanyak 52 perempuan pengusaha kerajinan bordir secara Stratified
Random Sampling dengan anggota populasi bersifat heterogen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kapasitas perempuan dalam
menjalankan fungsi usaha dan beradaptasi dengan pasar tergolong tinggi. Namun
kapasitas memecahkan masalah modal berada pada kategori rendah. Kapasitas
menjalankan fungsi usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh frekuensi
mengikuti pameran, omset per bulan, cara pemasaran, dukungan keluarga/suami,
dan dukungan pameran. Kapasitas memecahkan masalah modal dipengaruhi
secara positif dan nyata oleh pengalaman usaha, frekuensi mengikuti pameran,
omset per bulan, dukungan modal, dan dukungan pameran. Kapasitas beradaptasi
dengan pasar dipengaruhi secara nyata dan negatif oleh jumlah anak balita.
Kata kunci: kapasitas, peran perempuan, ekonomi kreatif, bordir.
SUMMARY
HAFNI ZAHARA. The capacity of women in the development of the creative
economy of Acehnese embroidery business. Guided by AIDA VITAYALA S
HUBEIS and ANNA FATCHIYA
The Acehnese creative embroidery business was a traditional business and
has been run hereditarily. This creative business closely related to the market
which the last result of this business was creative’s products for sale to the market.
However, the market was dinamic where always make changes through products
innovation. In this case, the entrepreneurs should be more creative and had high
product innovation by developing woman’s (entrepreneurs) capacity to be able
creting products that suit the market demand. But, this case didn’t change the
Acehnese embroidery motives as the main characteristic of the products.
The purpose of this study was: (1) to describe the level of woman capacity
in the development of creative economy businesses of Acehnese embroidery in
northern districts of Aceh. (2) to analyze the factors associated with the capacity
of women in the creative economic development of Acehnese embroidery
business in North Aceh.
This study was conducted on woman entrepreneurs of embroidery in five
districts namely Muara Batu, Lhoksukon, Dewantara, Sawang, and Nisam, North
Aceh. The site selection of study was done purposively or intentionally, based on
the huge potential of embroidery. The number of population in this study was 175
businesses, which were scattered throughout the northern districts of Aceh and the
sample taken was as many as 52 women entrepreneurs embroidery. The sample
taken used stratified random sampling whose population was heterogeneous.
The results showed that the level of women's capacity to carry out the
business functions and the capacity to adapt to the market was high, however, the
capacity to solve the problem of capital was in the low category. The capacity to
run the business function was influenced positively and significantly by the
frequency of the exhibition, turnover/ month, marketing, family support/ husband,
and exhibition support. The capacity to solve the problem of capital was
influenced positively and significantly by the experience of the business, the
frequency of the exhibition, turnover / month, capital support, and exhibition
support. The capacity to adapt to market was influenced significantly and
negatively by the number of children under five.
Keyword: capacity, the role women, creative economy, embroidery
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAPASITAS PEREMPUAN DALAM PENGEMBANGAN
USAHA EKONOMI KREATIF KERAJINAN BORDIR ACEH
HAFNI ZAHARA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis
: Dr Ir Pudji Muljono MSi
Judul Tesis : Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi
Kreatif Kerajinan Bordir Aceh
Nama
: Hafni Zahara
NIM
: I351110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
Ketua
Dr Ir Anna Fatchiya MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan
Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
ekonomi kreatif, dengan judul Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha
Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
dan Dr Ir Anna Fatchiya Msi selaku pembimbing atas segala bimbingan yang tak
mengenal lelah, kesabaran yang luar biasa dan saran yang hebat serta segala
kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Terimakasih kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah MSc selaku ketua program studi Ilmu
Penyuluhan Pembangunan, Bapak Dr Ir Pudji Muljono MSi selaku dosen penguji
pada ujian tesis, dan Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh MSi selaku dosen penguji
program studi, juga seluruh dosen pada program studi PPN IPB.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional atas Beasiswa BPPS yang diberikan.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh responden, informan, dan
narasumber lainnya di instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara serta
enumerator yang telah membantu dalam mengumpulkan data di lokasi penelitian.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan paling dalam penulis tujukan
kepada Abdullah suami tercinta yang selalu sabar menemani setiap langkah
perjuangan ini dengan penuh cinta dan pengorbanan. Juga kepada bidadari kecil
kami Balqis Assyifa Azra yang hadir pada saat perjuangan menyelesaikan
pendidikan. Teristimewa kepada ayah Murdani Syam dan ibu Hafsah yang telah
bersusah payah melahirkan, merawat, membesarkan, dan mendidik penulis
sehingga bisa menempuh pendidikan tinggi hingga seperti sekarang ini. Untuk
Pak wa Jarnawi Syam dan Bunda Etty, terimakasih atas cinta dan kasih
sayangnya, serta semua saudara yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil kepada penulis selama ini.
Terimakasih kepada sahabat seperjuangan angkatan 2011 PPN, Pak Iwan,
Pak Akrab, Pak Darojad, Pak Suherdi, Pak Zainuddin, Pak Multi, Rafnel,
Rikhlata, Nini, Krisna, dan Bu Irma atas dukungan dan kebersamaan selama ini.
Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IKAMAPA) Aceh dan adikadik di Asrama mahasiswi Malahayati Aceh.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan karya ilmiah ini, saran dan kritik
yang membangun akan diterima dengan senang hati. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2014
Hafni Zahara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusaan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
9
9
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekonomi Kreatif
Konsep Kapasitas
Peran Perempuan
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas
Peranan Penyuluhan dalam Pengembangan Kapasitas
Kerajinan Bordir
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
4
4
8
10
11
17
18
20
METODE
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
22
22
22
23
24
25
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
31
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
31
Usaha Kerajinan Bordir Aceh
32
Program Penyuluhan dan pemberdayaan
34
Karakteristik Pribadi Pengusaha Kerajinan Bordir
35
Karakteristik Usaha Perempuan Pengusaha
39
Karakteristik Eksternal Perempuan Pengusaha
42
Kapasitas Perempuan Pengusaha Kerajinan Bordir dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan
47
Kapasitas Pengusaha Kerajinan Bordir
47
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas
53
DAFTAR ISI Lanjutan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
59
59
59
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran karakteristik pribadi pelaku usaha.
2. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran karakteristik usaha.
3. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran faktor eksternal yang mempengaruhi usaha.
4. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran kapasitas responden.
5. Jenis industri kerajinan Aceh Utara
6. Jumlah produksi kerajinan bordir Aceh
7. Sebaran responden menurut umur
8. Sebaran responden menurut pendidikan formal
9. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pelatihan
10. Sebaran responden menurut pengalaman usaha
11. Sebaran responden menurut jumlah anak balita
12. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pameran
13. Sebaran responden menurut jumlah modal awal usaha
14. Sebaran responden menurut omset per bulan
15. Sebaran responden menurut cara pemasaran
16. Sebaran responden menurut jumlah tenaga kerja
17. Sebaran responden menurut jumlah mesin jahit
18. Sebaran responden menurut dukungan modal
19. Sebaran responden menurut dukungan keluarga/suami
20. Bentuk dukungan suami terhadap usaha
21. Sebaran responden menurut dukungan pameran
22. Sebaran responden menurut dukungan bahan baku
23. Tingkat kapasitas pengusaha kerajinan bordir
24. Jenis produksi kerajinan sentra kerajinan bordir Aceh di Kabupaten
Aceh Utara
27
28
29
30
32
33
36
36
37
38
38
39
39
40
41
42
42
43
43
44
46
46
48
50
25. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas menjalankan fungsi
usaha
26. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas memecahkan masalah
modal
27. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas beradaptasi dengan
pasar
55
56
58
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Transformasi perekonomian dunia menurut Toffler (1980)
Kerangka berpikir operasional
Skema penarikan sampel
Proses produksi kerajinan bordir Aceh
Saluran distribusi produk kerajinan bordir Aceh
4
21
23
49
51
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Aceh Utara
2. Dokumentasi Penelitian
65
65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekonomi kreatif memiliki kontribusi ekonomi yang signifikan bagi
perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, ekonomi kreatif perlu dikembangkan
karena dapat menciptakan iklim bisnis yang positif, dapat memperkuat citra dan
identitas bangsa Indonesia, mendukung pemanfaatan sumberdaya yang
terbarukan, merupakan pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreativitas, dan
memiliki dampak sosial yang positif (DEPDAG 2008). Adapun yang termasuk
dalam ekonomi kreatif adalah jasa periklanan, arsitektur, seni, pasar barang antik,
kerajinan, desain, perancang busana, film, video (termasuk animasi), perangkat
lunak, hiburan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan, perangkat lunak
dan pelayanan komputer, televisi dan radio, sesuai dengan Undang-undang Nomor
10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia
No 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif pertama sekali dikenalkan oleh Toffler (1987), dimana
dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi dalam tiga
gelombang, yaitu: gelombang ekonomi pertanian, gelombang ekonomi industri,
dan terakhir gelombang ekonomi informasi. Saat ini sedang dikembangkan
gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan
berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. Pada pelaksanaannya ekonomi kreatif
lebih mengedepankan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), dibandingkan
dengan gelombang ekonomi sebelumnya yaitu ekonomi pertanian dan industri
yang lebih mengedepankan sumber daya alam (SDA). Namun, pemanfaatan kedua
sumberdaya tersebut secara optimal dapat menyukseskan pengembangan usaha
ekonomi kreatif.
Tujuan pengembangan ekonomi kreatif secara umum adalah untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan melestarikan kebudayaan lokal suatu
daerah. Untuk mengatasi permasalahan ekonomi, pengembangan ekonomi kreatif
sangat diperlukan yakni perekonomian kreatif yang menjual keanekaragaman
budaya Indonesia, yang berlandaskan kearifan lokal sehingga kelestariannya akan
terjaga serta dikenal secara global (Rini dan Czafrani 2010). Selain untuk
mengatasi permasalahan ekonomi, pengembangan ekonomi kreatif juga dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah karena mampu menyerap tenaga kerja. Pada
beberapa jenis produk, hasil produksi industri kecil di bidang pangan, sandang,
kulit, kimia, dan bidang kerajinan mempunyai prospektif untuk ekspor (Hubeis
2010). Oleh karena itu, dalam rangka otonomi daerah pemerintah memberikan
perhatian yang lebih optimal guna meningkatkan produktivitas pada sektor ini
(Hamdan 2008).
Salah satu jenis ekonomi kreatif yang dikembangkan di Aceh Utara adalah
ekonomi kreatif bidang kerajinan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai dengan penyelesaian produknya. Kerajinan
tersebut berupa kreasi desain motif bordir ukiran khas Aceh yang dituang dalam
berbagai model tas motif Aceh, dompet, tas laptop, travel bag, pakaian, dan
2
berbagai asesoris lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada observasi lapangan,
sentra kerajinan khas motif Aceh yang terdapat di daerah Aceh Utara cukup
berkembang, hal ini terlihat pada banyaknya permintaan pasar akan kerajinan
Aceh tersebut, baik lokal, nasional maupun internasional.
Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional dan
sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat hubungannya
dengan pasar, dan hasil akhir dari usaha ini adalah produk kerajinan yang dijual
kepasar. Namun pasar bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan melaui
inovasi produk. Dalam hal ini dituntut kreativitas dan inovasi produk yang tinggi
untuk mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, namun
tidak merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh, dengan
meningkatkan kapasitas perempuan pengusaha.
Keterlibatan perempuan dalam pengembangan ekonomi kreatif juga harus
diperhatikan, hal ini dikarenakan peran perempuan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan ekonomi kreatif. Sebagian besar ekonomi kreatif membutuhkan,
kreatifitas, ketelatenan dan ketelitian dalam menghasilkan suatu produk (JPKU
2006). Jika dipandang dari segi kuantitas, jumlah penduduk perempuan terutama
di daerah Aceh Utara lebih besar dari penduduk laki-laki, yaitu 59.2 % perempuan
dan 40.8 % laki-laki (BPS Aceh Utara 2011). Jika kualitas keseluruhan penduduk
tersebut bermutu di semua kelompok umur dan jenis kelamin, maka akan menjadi
potensi pembangunan yang sangat besar.
Secara umum terdapat lima permasalahan yang menjadi pokok perhatian
dalam rencana pengembangan ekonomi kreatif untuk pencapaian tahun 2015,
salah satunya adalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku
dalam industri kreatif yang membutuhkan perbaikan dan pengembangan untuk
mampu mengembangkan ekonomi kreatif (Depdag 2008). Permasalahan utama
yang dialami oleh usaha kerajinan bordir Aceh dalam menjalani dan mengelola
usaha, diantaranya adalah kemampuan pengusaha ekonomi kreatif kerajinan
bordir Aceh dalam pemasaran, modal dan pengelolaan manajemen usaha
(Disperindag 2012). Utami (2007) juga mengemukakan bahwa, permasalahan
dalam industri kecil adalah rendahnya kapasitas pengrajin dalam hal perencanaan,
pengelolaan keuangan, kewirausahaan, keberlanjutan usaha, dan pertumbuhan
skala ekonomi.
Perumusaan Masalah
Umumnya pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh masih
mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya, antara lain adalah
kemampuan dalam bidang pemasaran, akses modal, dan pengelolaan manajemen
usaha (Disperindag 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya
kapasitas perempuan dalam mengelola usaha kerajinan bordir Aceh.
Adanya keterbatasan akses terhadap sumberdaya seperti modal, bahan baku,
keterampilan, dan pemasaran merupakan salah satu penyebab sulitnya perempuan
pengusaha untuk melakukan pengembangan kapasitas usaha serta kapasitas
dirinya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan perempuan pengusaha
dalam mengembangkan usahanya.
3
Peningkatan kapasitas perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh
merupakan sasaran yang seharusnya menjadi tujuan pembangunan industri kecil.
Sehingga dengan SDM yang berkualitas dan mempunyai kreatifitas yang tinggi
akan mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar tanpa
menghilangkan ciri khas daerah yaitu motif bordir khas Aceh. Dengan demikian,
akan membawa pengrajin ke arah keberlanjutan dan kemajuan usaha. sehingga
akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat industri kecil.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, perumusan masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut :
(1) Bagaimana tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha
ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara?
(2) Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam
pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh?
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
(1) Mengukur tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha
ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara.
(2) Menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas
perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan
bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(1) Bagi perguruan tinggi diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam
pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir dan juga dapat
mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
(2) Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi instansi pemerintah pusat maupun daerah yang berkepentingan
dengan kebijakan ekonomi kreatif, terutama tentang pengembangan
kapasitas perempuan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan
informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari
SDM sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur
perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi, dari basis SDA ke basis SDM, dari era pertanian ke era
industri dan informasi. Alvin Toffler dalam teorinya melakukan pembagian
gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama
adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri, dan
yang ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan
gelombang keempat inilah merupakan gelombang ekonomi kreatif yang
berorientasi pada ide dan gagasan kreatif, seperti yang terlihat pada Gambar 1 di
bawah ini
Gambar 1. Transformasi perekonomian dunia menurut Toffler (1987)
Istilah ekonomi kreatif pada mulanya dikemukakan oleh seorang kreator
berkebangsaan Inggris, John Howkins, melalui bukunya yang berjudul Creative
Economy, How People Make Money from Ideas. Menurut Howkins (2001),
ekonomi kreatif adalah “kegiatan ekonomi yang output inputnya adalah berupa
gagasan yang orisinil yang patennya dapat dilegalkan dan dilindungi dengan
instrumen hukum. Sedangkan menurut New England Foundation of The Arts
pengertian ekonomi kreatif (creative economy) diartikan sebagai “represented by
the cultural core”, termasuk didalamnya pekerjaan dan industri yang fokus pada
produksi dan distribusi barang budaya, jasa, dan kekayaan intelektual (Setiawan
2012).
Saat ini ekonomi kreatif memang sedang dikembangkan, hal ini penting
untuk peningkatan lapangan kerja dan wirausaha, bagi peningkatan kesejahteraan
petani dan masyarakat pada umumnya. Secara politik, Departemen Perdagangan
(2008) menyatakan bahwa ekonomi kreatif perlu dikembangan karena: (1)
memberi kontribusi ekonomi yang semakin nyata terhadap produk domestik bruto
(PDB), penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan volume dan nilai ekspor, (2)
5
menciptakan iklim bisnis yang positif dan kondusif, (3) dapat memperkuat citra
dan identitas bangsa Indonesia, (4) mendukung pemanfaatan sumberdaya yang
terbarukan, (5) merupakan pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreatifitas,
dan (6) memiliki dampak sosial yang positif.
Departemen Perdagangan RI (Setiawan 2012) melaporkan bahwa ekonomi
dan industri kreatif berkontribusi signifikan terhadap pendapatan domestik bruto
(PDB) nasional. Pada periode 2002-2006 saja rata-rata kontribusinya sebesar
6.28%. Pada tahun 2008 kontribusi ekonomi kreatif sebesar Rp 151 triliun atau
naik signifikan (2.4%) dari tahun 2006 yang besarnya baru sekitar Rp 104 787
triliun. Tingkat pertumbuhan industri ekonomi kreatif di Indonesia memang
sangat fluktuatif. Pada periode 2002-2006 pertumbuhannya hanya 0.74% (jauh di
bawah pertumbuhan ekonomi nasional waktu itu, 5.24%). Namun, jika dirataratakan, tingkat pertumbuhannya sebesar 2.32% dengan pertumbuhan tertinggi
mencapai 8.17% pada tahun 2004.
Departemen Perdagangan RI (2008) memprediksi bahwa industri kreatif
memiliki prospek yang cerah beberapa tahun ke depan. Prediksi tersebut didasari
oleh besarnya peluang-peluang sebagai berikut: (1) perubahan perilaku pasar dan
konsumen, (2) tumbuhnya era produksi non massal, (3) porsi konsumsi produk
dan jasa ekonomi kreatif yang relatif besar, (4) porsi pasar dalam negeri yang
besar, (5) keragaman sosio-kultural Indonesia, (6) kontribusi ekonomi kreatif
terhadap PDB masih berpeluang untuk ditingkatkan karena Indonesia baru 6%,
sedangkan pada tahun 2007 Inggris bisa mencapai 8.2%, Amerika 11.12%, dan
Ekonomi global 7.3%. Tetapi pada pelaksanaannya, industri kreatif di Indonesia
masih banyak menghadapi tantangan, di antaranya adalah sebagai berikut: (1)
masih lemahnya kesiapan SDM kreatif, (2) masih minimnya lembaga pendidikan
yang mampu menghasilkan insan kreatif, (3) beragamnya sosio-kultural, (4) masih
minimnya kesiapan perangkat negara (birokrasi) untuk mendukung industri yang
berbasis intellectual property, (5) semakin terbukanya pasar (perdagangan bebas),
(6) belum adanya standar kelayakan bisnis bagi proses dan karya kreatif, terutama
untuk memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh lembaga-lembaga keuangan
formal, (7) belum siapnya lembaga-lembaga keuangan formal bagi mendukung
industri kreatif terjadi karena masih kesulitan dalam menilai kelayakan (feasible)
karya kreatif yang sulit memenuhi kriteria perbankan (bankable).
Departemen Perdagangan RI (2008), mendefinisikan ekonomi kreatif
sebagai kegiatan usaha yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan
melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Adapun subsektor yang merupakan industri yang berbasis kreativitas adalah
sebagai berikut :
1. Periklanan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan
(komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang
meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan,
misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang,
produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan
di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik, pemasangan
berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, brosur, dan
penyewaan kolom atau spot untuk iklan.
6
2. Arsitektur, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain
bangunan, perncanaan biaya kontruksi, konservasi bangunan wrisan
(heritage), urban desain, desain interior, dan arsitektur taman (arsitecture
lanscape).
3. Pasar barang seni, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai
estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar, swalayan,
supermarket, dan internet (misalnya alat musik, peretakan, kerajinan, film,
seni rupa dan lukisan)
4. Kerajinan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi
dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal
dari desain awal sampai dengan penyelesaian produknya, antara lain
meluputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam
maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, perunggu,
tembaga, besi), kayu, kaca, porselain, marmer, kain, tanah liat dan kapur.
Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumah yang
relatif kecil (bukan produksi massal).
5. Desain, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis,
desain interior, Desain produk, desain industri, konsultasi, jasa riset,
produksi kemasan, dan jasa pengepakan.
6. Fesyen, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian,
desain alas kaki, desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian dan
aksesorisnya, konsultasi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
7. Video, film, dan fotografi, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
produk video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan
film. Termasuk didalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi,
sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan interaktif, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi,
produksi, distribusi permainan komputer, serta video yang bersifat
hiburan, ketangkasan dan edukasi. Selain untuk hiburan, permainan kreatif
juga berfungsi untuk alat bantu pembelajaran dan edukasi.
9. Musik, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi,
pertunjukan, reproduksi dan distribusi dari rekaman suara.
10. Seni pertunjukan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukan, (misalnya pertunjukan balet,
tarian tradisional, teater dan opera), tatapanggung, tata pencahayaan, dan
desain busana pertunjukan.
11. Penerbitan dan percetakan, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan
penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan
konten digital. juga termasuk penerbitan perangko, materai, uang kertas,
blanko cek, obligasi, surat saham, foto-foto, kartu pos, rekaman mikro
film, dan sebagainya.
12. Layanan komputer dan piranti lunak, yaitu kegiatan kreatif yang terkait
dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan
komputer, penglolaan data, pengembangan data base, pengembangan
piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain
portal perawatannya.
7
13. Televisi dan radio, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
kerasi, produksi, dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis,
realitishow, infotainment), penyiaran dan transmisi konten acara televisi
dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio
dan televisi.
14. Riset dan pengembangan, kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha
inovatif yang menawarkan penemua ilmu dan teknologi danpenerapan
ilmu dan teknologi tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk
baru, proses baru, materal baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru
yang dapat memenuhi kebuthan pasar, termasuk yang terkait dengan
humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra,dan seni,
serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen.
Dalam model pengembangan ekonomi kreatif ada lima pilar yang harus
diperkuat sehingga industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang mencapai visi
dan misi ekonomi kreatif Indonesia. Kelima pilar tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Industri, yaitu bagian dari kegiatan masyarakat yang terkait dengan
produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi produk dari sebuah negara
atau area tertentu yang menghasikan produk kreatif.
2. Teknologi, yaitu suatu entitas, baik material dan non material produk
proses fisik dan mental untuk mencapai nilai tertentu, termasuk metodemetode, alat analisis (tools) dan tekniknya.
3. Sumberdaya, yaitu input yang diperlukan dalam proses penciptaan nilai
tambah, selain kreatifitas yang ada pada insani.
4. Institusi, yaitu tatanan sosial termasuk kebiasaan, norma, adat aturan, serta
hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bisa yang bersifat informal seperti
sistem nilai, adat istiadat dan norma, dan yang formal dalam bentuk
peraturan perundang-undangan.
5. Lembaga intermediasi keuangan, yaitu lembaga yang menyalurkan
pendanaan kepada pelaku industri kreatif, baik dalam bentuk
modal/ekuitas maupun pinjaman/kredit.
Subsektor kerajinan (industri furnitur, kerajinan kulit, rotan, bambu,
kerajinan dari bahan kain seperti bordir, dan batik termasuk didalamnya) memiliki
daya serap tenaga kerja yang tinggi dengan tingkat keterampilan pekerja yang
mampu dikuasai oleh segala lapisan masyarakat. Sehingga, apabila industri ini
dibenahi dengan benar, ia akan berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan dan
turut serta mengurangi angka kemiskinan (Depdag 2008).
Salah satu ciri yang melekat pada ekonomi kreatif adalah inovasi dan
kreativitas, yaitu memiliki ide dan gagasan juga penciptaan nilai (Depdag 2008).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1, tentang
desain industri, desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan keduanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan
dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk mengahsilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan
tangan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka konsep ekonomi kreatif dalam
penelitian ini adalah suatu kegiatan usaha yang dihasilkan dari pemanfaatan
8
kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan
daya cipta individu tersebut. Kegiatan usaha dilakukan untuk menciptakan sebuah
produk sehingga dapat dijual ke pasar dan memperoleh keuntungan. Kegiatan
usaha tersebut merupakan usaha kerajinan bordir yang umumnya dikelola oleh
pengusaha perempuan yang terdapat di Aceh Utara.
Usaha kerajinan bordir Aceh, dikatakan sebagai ekonomi kreatif karena
memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Deperindag tersebut, yaitu
kerajinan bordir Aceh adalah usaha kerajinan yang berupa hiasan yang dibuat di
atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang,
hiasan untuk bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam,
mutiara, manik-manik, dan payet. Desain motif bordir yang digunakan sangat
beragam, mulai dari desain motif tradisional yang merupakan motif tradisi yang
sudah turun temurun digunakan dan dikombinasikan dengan motif yang modern
sehingga tidak ketinggalan zaman, tanpa menghilangkan ciri khas kedaerahan
yaitu motif bordir Aceh.
Penggunaan warna kain dan benang juga sangat beragam, awalnya
penggunaan warna kain dan benang adalah warna khas daerah Aceh yaitu warna
hitam, merah, kuning, dan hijau. Tetapi seiring berjalannya waktu, saat ini
penggunaan warna sudah sangat bervariasi dan dikombinasikan antara komposisi
warna tradisi dan modern yaitu warna biru, merah muda, jingga, dan lain
sebaginya sesuai dengan permintaan pasar dan trend warna yang sedang
berkembang saat ini. Selain kombinasi warna yang menarik, perubahan fungsi
produk juga marupakan salah satu ciri kreativitas, dimana pada saat ini kerajinan
bordir tidak hanya berupa tas dan pakaian, tetapi terdapat banyak produk yang
dihasilkan dari kerajinan bordir Aceh yaitu dompet, dompet HP, tempat tissu, tas
lap top, koper, bantalan sofa, bed cover, kerudung, perlengkapan sholat, dan lain
sebagainya.
Konsep Kapasitas
Kapasitas secara umum diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang. Secara harfiah istilah kapasitas berasal dari Bahasa Inggris capacity,
yang artinya kemampuan, kecakapan, dan daya tampung yang ada. Kapasitas juga
memiliki arti yang sangat luas tidak hanya sekedar sebagai suatu bentuk
kemampuan. Liou (Fatchiya 2010a) menyatakan bahwa kapasitas mengarah pada
konteks kinerja (performance), kemampuan (ability), kapabilitas (capability) dan
potensi kualitatif suatu objek atau orang. Selanjutnya Milen (2001)
mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem
untuk menjalankan secara tepat fungsi-fungsinya secara efektif, efesien, dan
berkelanjutan.
United Nation Development Program UNDP (Fatchiya 2010a)
mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, lembaga atau masyarakat
dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam
menyusun dan mencapai tujuan yang bekelanjutan, seperti yang dikatakan bahwa
“capacity as the ability of individuals, institutions and societies to perform
9
functions, solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable
manner.” Dalam hal ini kapasitas yang dimaksud mengacu pada tiga ranah yaitu
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Konsep kapasitas harus dipahami sebagai suatu nilai yang harus dipegang,
dalam proses dengan pembangunan masyarakat. Menurut Morgan (2006),
kapasitas merupakan aset dan keterampilan yang diperlukan dalam implementasi
program pembangunan, dan diperlukan pengorganisasian infrastruktur kolektif
dari keterampilan, kepandaian dan pemecahan masalah dan efek bagi masyarakat
itu sendiri. Terdapat lima aspek utama konsep kapasitas, yaitu menurut Morgan
(2006) yaitu :
(1) Kapasitas terkait dengan pemberdayaan (empowerment) dan identitas
(identity), yang diperlukan agar organisasi atau sistem tetap bertahan,
tumbuh dan berkembang lebih kompleks. Itu semua membutuhkan
kekuatan, kotrol, dan ruang. Kapasitas dikembangkan bersama-sama
dengan masyarakat dalam mengontrol kehidupannya sendiri dalam
berbagai bentuk.
(2) Kapasitas harus dikerjakan dengan kemampuan kolektif (collective
ability), seperti pengkombinasian atribut dalam sistem, pertukaran nilai,
dan membangun relasi yang kuat.
(3) Kapasitas sebagai suatu fenomena sistem yang bersifat tetap atau
kondisional. Kapasitas adalah sifat yang muncul sebagai efek interaksi.
Sebagai hasil yang dinamis seperti kombinasi kompleks antara perilaku,
sumberdaya, strategi, dan keterampilan.
(4) Kapasitas sebagai keadaan yang potensial. Kapasitas bersifat laten bertolak
belakang dengan energi kinetik. Berbeda dengan kinerja yang memiliki
arti implementasi atau hasil dari aplikasi/penggunaan kapasitas. Sebagai
kualitas laten kapasitas yang sulit dinyatakan secara jelas, sehingga sulit
untuk diterapkan, dikelola dan diukur. Dengan demikian diperlukan
pendekatan yang berbeda untuk pengembangan, pengelolaan, perkiraan,
dan monitoring.
(5) Kapasitas sebagai kreasi nilai masyarakat (creation of public value).
Kapasitas yang bernilai kekuatan, kontrol, dan sumberdaya dinyatakan
sebagai kemampuan suatu kelompok atau sistem yang memberi kontribusi
yang positif bagi kehidupan masyarakat.
Dari berbagai konsep kapasitas diatas, konsep kapasitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah mengacu pada kemampuan yang diperlukan dalam
menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik, mengatasi masalah-masalah
dalam usaha, dan kemampuan dalam beradaptasi (Fatchiya 2010b). Dalam hal ini
kapasitas perempuan adalah kemampuan perempuan pengusaha kerajinan bordir
dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik (fungsi produksi dan
pemasaran), mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapai pada usahanya
terutama masalah modal, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan mode
saat ini, yaitu mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.
10
Peran Perempuan
Peran perempuan dalam dunia usaha atau bisnis sangat dibutuhkan, dimana
perempuan selain mengurusi kebutuhan keluarga dirumah juga membantu suami
menambah pendapatan rumah tangga. Secara empiris, peran perempuan didalam
rumahtangga dan diluar rumah tangga menimbulkan kompleksitas fungsi, tugas
dan kewajiban yang menuntut mereka untuk mampu memprediksi dan
mengalokasikan potensi yang dimiliki dengan tepat. Para perempuan sebagai ibu
rumahtangga harus mampu memutuskan kapan, dimana dan bagaimana
menjalankan tugas sebagai isteri, ibu, menejer rumahtangga, pencari nafkah dan
anggota masyarakat. Harapan ini menuntut kemampuan supra manajerial
perempuan dalam menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya
yang berlaku (Hubeis 1992).
Secara garis besar ada tiga pandangan umum dalam literatur mengenai
perempuan dan industrialisasi. Pertama, keterlibatan perempuan dalam industri
telah mampu mengangkat derajat perempuan dan kerjanya ke dunia yang lebih
kentara, mendobrak struktur patriarkal didalam rumah dan keluarga, serta
memberinya posisi tawar yang lebih baik. Kedua, keterlibatan perempuan dalam
industri merupakan suatu hal negatif dan bersifat eksploitatif, karena upah yang
rendah, tidak adanya perbaikan upah dan kondisi kerja, hubungan dengan laki-laki
sering bersifat patriarkal dan sering menjadi kekerasan seksual. Ketiga,
keterlibatan perempuan dalam industri bisa terjadi pada pekerjaan yang sangat
eksploitatif tetapi membawa perbaikan posisi sosial dan ekonomi bagi dirinya
(Saptari dan Holzner 1997).
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kecenderungan perempuan
lebih menyukai terlibat dalam kegiatan industri rumahtangga dari pada kegiatan
industri dalam pabrik. Jam kerja yang lebih luwes dalam industri rumahtangga
merupakan keuntungan besar bagi perempuan yang telah berkeluarga terutama
yang mempunyai anak balita. Melalui industri rumahtangga mereka masih bisa
mengawasi anak-anaknya, Boserup (Widiastuty 2009). Sari R (2002) menemukan
bahwa kaum perempuan berpotensi dalam meningkatkan pendapatan
rumahtangga, dimana pendapatan rumahtangga dibentuk dari kontribusi
pendapatan setiap anggota rumahtangga dalam usia kerja.
Penelitian Sondakh (1985) mengenai peran perempuan desa dalam
kesejahteraan keluarga dan masayarakat di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa
peran perempuan tidak terbatas hanya pada satu aspek dalam kehidupan, tetapi
mencakup berbagai peran diantaranya pekerjaan mencari nafkah, pekerjaan
rumahtangga dan berbagai kegiatan sosial yang masing-masing mempunyai arti
dalam peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Demikian juga,
Saskara (1998) dalam penilitianya mengenai sumberdaya perempuan Bali
mengemukakan bahwa peran perempuan cukup menonjol dalam keluarga di Bali.
Dari segi pendapatan, kontribusi pendapatan isteri terhadap pendapatan keluarga
lebih kecil dibandingkan suami, padahal jika dilihat dari segi penggunaan waktu,
maka penggunaan waktu isteri, baik untuk kegiatan rumahtangga maupun mencari
nafkah lebih banyak dari pada jam kerja suami.
11
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas
Kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dirinya sendiri
yaitu karakteristik personal atau pribadi dan karakteristik usaha. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Karakteristik personal
dan karakteristik usaha sebagai faktor internal akan mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal ini adalah pelaku usaha
ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh.
Faktor-faktor karakteristik internal yang diduga akan berhubungan dengan
kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif adalah umur,
pengalaman usaha, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, jumlah anak
balita, frekuensi mengikuti pameran, omset per bulan, jumlah modal awal usaha,
cara pemasaran, jumah tenaga kerja, dan jumlah mesin jahit. Sedangkan faktor
eksternalnya adalah dukungan modal, dukungan suami/keluarga, dukungan
pameran, dan dukungan bahan baku.
Umur
Umur adalah usia seseorang dalam menjalani hidupnya. Berdasarkan taraf
perkembangan individu, umur dikelompokkan pada usia balita, usia anak-anak,
usia remaja, usia dewasa, dan usia lanjut. Secara ekonomi pembagian umur
seseorang didasarkan atas umur produktif dan umur tidak produktif. Umur
produktif berkisar antara 15 sampai 65 tahun, dan sebaliknya umur di bawah 15
tahun dan di atas 65 tahun digolongkan sebagai umur tidak produktif. Umur
produktif adalah umur yang paling baik dalam melaksanakan pekerjaan seseorang
dimana kemampuan bekerja untuk memperoleh pendapatan atas pekejaannya
tersebut masih bisa optimal.
Robbins (1996) mengemukakan pendapat tentang efek yang ditimbulkan
oleh usia pada pergantian karyawan, kemangkiran, produktivitas dan kepuasan.
Terdapat beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa: (1) semakin tua usia
seseorang maka semakin kecil kemungkinannya berhenti dari pekerjaan, (2) usia
memiliki hubungan terbalik dengan kemangkiran, orang dengan usia yang lebih
tua memiliki kemampuan yang lebih tinggi dengan masuk kerja yang lebih teratur,
(3) tidak terbukti bahwa semakin tua usia maka produktivitas semakin menurun
akibat menurunnya kecekatan, kecepatan, kekuatan dan koordinasi, jika ada
penurunan karena usia, maka akan diimbangi dengan pngalaman, (4) pada
individu yang pofesional kepuasan cenderung meningkat dengan meningkatnya
usia, pada individu yang non profesional kepuasan cenderung menurun dengan
meningkatnya usia pada setengah baya dan akan naik lagi pada tahun-tahun
berikutnya.
Penelitian Yunita (2011) menunjukkan bahwa umur berpengaruh terhadap
peningkatan kapasitas seseorang. Bird (1996) menemukan bahwa faktor umur
individu wirausaha memiliki hubungan yang positif terhadap keberhasilan usaha.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Fatchiya (2010b) menunjukkan bahwa umur
berperan dalam meningkatkan kapasitas seseorang. Berdasarkan pendapat
12
tersebut, umur mempengaruhi perilaku perempuan pengusaha dalam
melaksanakan aktivitas usaha, dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha.
Pengalaman usaha
Secara umum pengalaman usaha adalah pengalaman seseorang yang
diperoleh selama mengelola dan menjalankan suatu usaha. Pengalaman
kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan
dengan baik (Ranupandojo 1985). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau
keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari
perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu
(Manulang 1984).
Menurut Bird (Utami 2007), pembelajaran yang diperoleh dari pegalaman
memberikan kemampuan (ability) bagi seseorang untuk : (1) belajar dari
pengalaman yang berasal dari kegagalan dan keberhasilan, (2) merefleksikan
pengalaman dengan melibatkan ego, emosi dan asumsi untuk melihat apa yang
akan terjadi, (3) mengabstraksi pengalaman yang dialami dan menghubungkan
dengan pengalaman orang lain, kemudian membuat prediksi apa yang akan
dilakukan, (4) mencoba sesuatu yang baru pada masa yang akan datang.
Pengalaman usaha dalam hal ini merupakan pengetahuan atau keterampilan
perempuan yang telah diketahui dan dikuasai akibat dari pekerjaan yang telah
dilakukan selama beberapa waktu tertentu dalam menjalankan usaha ekonomi
kreatif kerajinan bordir Aceh.
Tingkat Pendidikan
Menurut Undang-Undang (UU) Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara.”
Pendidikan bertujuan untuk menjadikan seseorang menjadi anggota
masyarakat tempat ia tinggal, sebagaimana yang dinyatakan UNESCO dengan
empat pilar pendidikan, yaitu : (1) learning to know; belajar untuk mengetahui, (2)
learning to do; belajar untuk berbuat, (3) learning to be; belajar untuk menjadi
dirinya sendiri, dan (4) learning to live together; belajar untuk hidup bersama
dengan orang lain.
Pendidikan juga mengantarkan orang selalu menjadi modern sebagaimana
yang dinyatakan oleh Alex Inkeles (Asngari 2008) yang menyebutkan bahwa
salah satu ciri orang modern menempatkan pendidikan formal yang ditunjang oleh
frekuensi mengikuti pelatihan dan pendidikan informal, sebagai suatu yang sangat
13
tinggi nilainya. Hal ini karena adanya kepercayaan bahwa orang menguasai
lingkungan dan dunianya dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Konsep pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan formal,
frekuensi mengikuti pelatihan, dan pendidikan informal yang merupakan
pendidikan sosialisasi dalam keluarga. Pendidikan formal merupakan pendidikan
yang diselenggarakan secara resmi dan tertentu disekolah yang pelaksanaannya
diatur secara sistematis berdasarkan aturan dan kurikulum yang baku serta
mempuyai tujuan sesuai dengan jenjang pendidikannya sejak dari taman kanakkanak sampai perguruan tinggi. Proses pendidikan yang dimaksudkan adalah
menyiapkan peserta didik bagi tugas perkembangan dimasa datang, baik secara
individu, makhluk sosial, sebagai warga negara maupun yang terkait dengan tugas
atau profesi tertentu melalui pengembangan kemampuan (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap).
Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang terjadi diluar sekolah,
yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi
dari pendidikan nonformal adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Menurut Tampubolon (2001)
pendidikan non formal merupakan suatu kegiatan pendidikan diluar sistem
pendidikan formal dan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam arti
luas. Salah satu pendidikan non formal adalah penyuluhan (Wiriaatmadja 1983).
Supriatna (1997) juga menyebutkan bahwa pendidikan non formal dapat berupa
penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis yang lain
dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan seseorang.
Jumlah Anak Balita
Balita (bawah lima tahun) merupakan salah satu periode usia manusia
setelah bayi sebelum anak awal. Jumlah anak balita dalam hal ini adalah jumlah
anak balita yang dimiliki oleh pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir
Aceh. Kapasitas perempuan pengusaha juga dipengaruhi oleh jumlah anak balita
yang dimiliki, dengan memiliki balita maka waktu yang dibutuhkan perempuan
untuk mengelola usaha tersebut akan terbagi, karena balita masih memerlukan
perhatian khusus dari orang tuanya, terlebih bila balita tersebut belum masuk usia
sekolah.
Kendala lain yang dialami perempuan pengusaha yang mempunyai anak
balita adalah sulitnya membagi waktu untuk mengikuti pelatihan. Dalam
mengikuti pelatihan, perempuan pengusaha membutuhkan waktu khusus dan
biasanya berlangsung seharian. Ini akan membuat perempuan pengusaha sulit
untuk memutuskan apakah ikut pelatihan yang akan menunjang usahanya atau
tetap dirumah mengasuh anak balita mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widiastuty (2009) yang mengatakan bahwa, kendala anakanak dan nilai ekonomi membatasi peremuan untuk meningkatkan kapasitas,
dimana perempuan enggan mengikuti pelatihan di luar komunitas, dikarenakan
mereka harus meninggalkan anak-anak di rumah dan meninggalkan pendapatan dari
usaha yang biasanya mereka peroleh.
14
Pemasaran
Pemas
USAHA EKONOMI KREATIF KERAJINAN BORDIR ACEH
HAFNI ZAHARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kapasitas Perempuan
dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Hafni Zahara
NRP I351110021
RINGKASAN
HAFNI ZAHARA. Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi
Kreatif Kerajinan Bordir Aceh. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S HUBEIS
dan ANNA FATCHIYA.
Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional dan
sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat hubungannya
dengan pasar dan hasil akhir dari usaha ini adalah produk kerajinan yang dijual ke
pasar. Namun pasar bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan melalui
inovasi produk. Dalam hal ini, untuk meningkatkan kapasitasnya, perempuan
pengusaha dituntut lebih kreativitas dan memiliki inovasi produk yang tinggi agar
mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, tetapi tidak
merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengukur tingkat kapasitas perempuan
dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten
Aceh Utara. (2) menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas
perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di
Kabupaten Aceh Utara.
Penelitian ini dilakukan terhadap perempuan pengusaha kerajinan bordir di
Kabupaten Aceh Utara. Pemilihan lokasi kajian dilakukan secara purposive atau
sengaja, berdasarkan pada potensi kerajinan bordir Aceh paling besar dibanding
Kabupaten yang lain di Aceh, yaitu Kecamatan Muara Batu, Lhoksukon,
Dewantara, Sawang, dan Nisam. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 175
pelaku usaha yang tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Utara dengan sampel
penelitian sebanyak 52 perempuan pengusaha kerajinan bordir secara Stratified
Random Sampling dengan anggota populasi bersifat heterogen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kapasitas perempuan dalam
menjalankan fungsi usaha dan beradaptasi dengan pasar tergolong tinggi. Namun
kapasitas memecahkan masalah modal berada pada kategori rendah. Kapasitas
menjalankan fungsi usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh frekuensi
mengikuti pameran, omset per bulan, cara pemasaran, dukungan keluarga/suami,
dan dukungan pameran. Kapasitas memecahkan masalah modal dipengaruhi
secara positif dan nyata oleh pengalaman usaha, frekuensi mengikuti pameran,
omset per bulan, dukungan modal, dan dukungan pameran. Kapasitas beradaptasi
dengan pasar dipengaruhi secara nyata dan negatif oleh jumlah anak balita.
Kata kunci: kapasitas, peran perempuan, ekonomi kreatif, bordir.
SUMMARY
HAFNI ZAHARA. The capacity of women in the development of the creative
economy of Acehnese embroidery business. Guided by AIDA VITAYALA S
HUBEIS and ANNA FATCHIYA
The Acehnese creative embroidery business was a traditional business and
has been run hereditarily. This creative business closely related to the market
which the last result of this business was creative’s products for sale to the market.
However, the market was dinamic where always make changes through products
innovation. In this case, the entrepreneurs should be more creative and had high
product innovation by developing woman’s (entrepreneurs) capacity to be able
creting products that suit the market demand. But, this case didn’t change the
Acehnese embroidery motives as the main characteristic of the products.
The purpose of this study was: (1) to describe the level of woman capacity
in the development of creative economy businesses of Acehnese embroidery in
northern districts of Aceh. (2) to analyze the factors associated with the capacity
of women in the creative economic development of Acehnese embroidery
business in North Aceh.
This study was conducted on woman entrepreneurs of embroidery in five
districts namely Muara Batu, Lhoksukon, Dewantara, Sawang, and Nisam, North
Aceh. The site selection of study was done purposively or intentionally, based on
the huge potential of embroidery. The number of population in this study was 175
businesses, which were scattered throughout the northern districts of Aceh and the
sample taken was as many as 52 women entrepreneurs embroidery. The sample
taken used stratified random sampling whose population was heterogeneous.
The results showed that the level of women's capacity to carry out the
business functions and the capacity to adapt to the market was high, however, the
capacity to solve the problem of capital was in the low category. The capacity to
run the business function was influenced positively and significantly by the
frequency of the exhibition, turnover/ month, marketing, family support/ husband,
and exhibition support. The capacity to solve the problem of capital was
influenced positively and significantly by the experience of the business, the
frequency of the exhibition, turnover / month, capital support, and exhibition
support. The capacity to adapt to market was influenced significantly and
negatively by the number of children under five.
Keyword: capacity, the role women, creative economy, embroidery
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAPASITAS PEREMPUAN DALAM PENGEMBANGAN
USAHA EKONOMI KREATIF KERAJINAN BORDIR ACEH
HAFNI ZAHARA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis
: Dr Ir Pudji Muljono MSi
Judul Tesis : Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi
Kreatif Kerajinan Bordir Aceh
Nama
: Hafni Zahara
NIM
: I351110021
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
Ketua
Dr Ir Anna Fatchiya MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan
Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
ekonomi kreatif, dengan judul Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha
Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
dan Dr Ir Anna Fatchiya Msi selaku pembimbing atas segala bimbingan yang tak
mengenal lelah, kesabaran yang luar biasa dan saran yang hebat serta segala
kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini.
Terimakasih kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah MSc selaku ketua program studi Ilmu
Penyuluhan Pembangunan, Bapak Dr Ir Pudji Muljono MSi selaku dosen penguji
pada ujian tesis, dan Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh MSi selaku dosen penguji
program studi, juga seluruh dosen pada program studi PPN IPB.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional atas Beasiswa BPPS yang diberikan.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh responden, informan, dan
narasumber lainnya di instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara serta
enumerator yang telah membantu dalam mengumpulkan data di lokasi penelitian.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan paling dalam penulis tujukan
kepada Abdullah suami tercinta yang selalu sabar menemani setiap langkah
perjuangan ini dengan penuh cinta dan pengorbanan. Juga kepada bidadari kecil
kami Balqis Assyifa Azra yang hadir pada saat perjuangan menyelesaikan
pendidikan. Teristimewa kepada ayah Murdani Syam dan ibu Hafsah yang telah
bersusah payah melahirkan, merawat, membesarkan, dan mendidik penulis
sehingga bisa menempuh pendidikan tinggi hingga seperti sekarang ini. Untuk
Pak wa Jarnawi Syam dan Bunda Etty, terimakasih atas cinta dan kasih
sayangnya, serta semua saudara yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil kepada penulis selama ini.
Terimakasih kepada sahabat seperjuangan angkatan 2011 PPN, Pak Iwan,
Pak Akrab, Pak Darojad, Pak Suherdi, Pak Zainuddin, Pak Multi, Rafnel,
Rikhlata, Nini, Krisna, dan Bu Irma atas dukungan dan kebersamaan selama ini.
Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IKAMAPA) Aceh dan adikadik di Asrama mahasiswi Malahayati Aceh.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan karya ilmiah ini, saran dan kritik
yang membangun akan diterima dengan senang hati. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2014
Hafni Zahara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusaan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
9
9
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekonomi Kreatif
Konsep Kapasitas
Peran Perempuan
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas
Peranan Penyuluhan dalam Pengembangan Kapasitas
Kerajinan Bordir
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
4
4
8
10
11
17
18
20
METODE
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
22
22
22
23
24
25
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
31
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
31
Usaha Kerajinan Bordir Aceh
32
Program Penyuluhan dan pemberdayaan
34
Karakteristik Pribadi Pengusaha Kerajinan Bordir
35
Karakteristik Usaha Perempuan Pengusaha
39
Karakteristik Eksternal Perempuan Pengusaha
42
Kapasitas Perempuan Pengusaha Kerajinan Bordir dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan
47
Kapasitas Pengusaha Kerajinan Bordir
47
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas
53
DAFTAR ISI Lanjutan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
59
59
59
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran karakteristik pribadi pelaku usaha.
2. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran karakteristik usaha.
3. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran faktor eksternal yang mempengaruhi usaha.
4. Variabel teramati, definisi operasional, parameter, dan kategori
pengukuran kapasitas responden.
5. Jenis industri kerajinan Aceh Utara
6. Jumlah produksi kerajinan bordir Aceh
7. Sebaran responden menurut umur
8. Sebaran responden menurut pendidikan formal
9. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pelatihan
10. Sebaran responden menurut pengalaman usaha
11. Sebaran responden menurut jumlah anak balita
12. Sebaran responden menurut frekuensi mengikuti pameran
13. Sebaran responden menurut jumlah modal awal usaha
14. Sebaran responden menurut omset per bulan
15. Sebaran responden menurut cara pemasaran
16. Sebaran responden menurut jumlah tenaga kerja
17. Sebaran responden menurut jumlah mesin jahit
18. Sebaran responden menurut dukungan modal
19. Sebaran responden menurut dukungan keluarga/suami
20. Bentuk dukungan suami terhadap usaha
21. Sebaran responden menurut dukungan pameran
22. Sebaran responden menurut dukungan bahan baku
23. Tingkat kapasitas pengusaha kerajinan bordir
24. Jenis produksi kerajinan sentra kerajinan bordir Aceh di Kabupaten
Aceh Utara
27
28
29
30
32
33
36
36
37
38
38
39
39
40
41
42
42
43
43
44
46
46
48
50
25. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas menjalankan fungsi
usaha
26. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas memecahkan masalah
modal
27. Faktor yang berhubungan dengan kapasitas beradaptasi dengan
pasar
55
56
58
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Transformasi perekonomian dunia menurut Toffler (1980)
Kerangka berpikir operasional
Skema penarikan sampel
Proses produksi kerajinan bordir Aceh
Saluran distribusi produk kerajinan bordir Aceh
4
21
23
49
51
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Aceh Utara
2. Dokumentasi Penelitian
65
65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekonomi kreatif memiliki kontribusi ekonomi yang signifikan bagi
perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, ekonomi kreatif perlu dikembangkan
karena dapat menciptakan iklim bisnis yang positif, dapat memperkuat citra dan
identitas bangsa Indonesia, mendukung pemanfaatan sumberdaya yang
terbarukan, merupakan pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreativitas, dan
memiliki dampak sosial yang positif (DEPDAG 2008). Adapun yang termasuk
dalam ekonomi kreatif adalah jasa periklanan, arsitektur, seni, pasar barang antik,
kerajinan, desain, perancang busana, film, video (termasuk animasi), perangkat
lunak, hiburan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan, perangkat lunak
dan pelayanan komputer, televisi dan radio, sesuai dengan Undang-undang Nomor
10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia
No 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif pertama sekali dikenalkan oleh Toffler (1987), dimana
dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi dalam tiga
gelombang, yaitu: gelombang ekonomi pertanian, gelombang ekonomi industri,
dan terakhir gelombang ekonomi informasi. Saat ini sedang dikembangkan
gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan
berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. Pada pelaksanaannya ekonomi kreatif
lebih mengedepankan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), dibandingkan
dengan gelombang ekonomi sebelumnya yaitu ekonomi pertanian dan industri
yang lebih mengedepankan sumber daya alam (SDA). Namun, pemanfaatan kedua
sumberdaya tersebut secara optimal dapat menyukseskan pengembangan usaha
ekonomi kreatif.
Tujuan pengembangan ekonomi kreatif secara umum adalah untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan melestarikan kebudayaan lokal suatu
daerah. Untuk mengatasi permasalahan ekonomi, pengembangan ekonomi kreatif
sangat diperlukan yakni perekonomian kreatif yang menjual keanekaragaman
budaya Indonesia, yang berlandaskan kearifan lokal sehingga kelestariannya akan
terjaga serta dikenal secara global (Rini dan Czafrani 2010). Selain untuk
mengatasi permasalahan ekonomi, pengembangan ekonomi kreatif juga dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah karena mampu menyerap tenaga kerja. Pada
beberapa jenis produk, hasil produksi industri kecil di bidang pangan, sandang,
kulit, kimia, dan bidang kerajinan mempunyai prospektif untuk ekspor (Hubeis
2010). Oleh karena itu, dalam rangka otonomi daerah pemerintah memberikan
perhatian yang lebih optimal guna meningkatkan produktivitas pada sektor ini
(Hamdan 2008).
Salah satu jenis ekonomi kreatif yang dikembangkan di Aceh Utara adalah
ekonomi kreatif bidang kerajinan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai dengan penyelesaian produknya. Kerajinan
tersebut berupa kreasi desain motif bordir ukiran khas Aceh yang dituang dalam
berbagai model tas motif Aceh, dompet, tas laptop, travel bag, pakaian, dan
2
berbagai asesoris lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada observasi lapangan,
sentra kerajinan khas motif Aceh yang terdapat di daerah Aceh Utara cukup
berkembang, hal ini terlihat pada banyaknya permintaan pasar akan kerajinan
Aceh tersebut, baik lokal, nasional maupun internasional.
Usaha kerajinan bordir Aceh merupakan usaha yang bersifat tradisional dan
sudah dijalankan secara turun temurun. Usaha kerajinan ini erat hubungannya
dengan pasar, dan hasil akhir dari usaha ini adalah produk kerajinan yang dijual
kepasar. Namun pasar bersifat dinamis yaitu selalu melakukan perubahan melaui
inovasi produk. Dalam hal ini dituntut kreativitas dan inovasi produk yang tinggi
untuk mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar, namun
tidak merubah ciri khas kedaerahan yaitu motif bordir khas Aceh, dengan
meningkatkan kapasitas perempuan pengusaha.
Keterlibatan perempuan dalam pengembangan ekonomi kreatif juga harus
diperhatikan, hal ini dikarenakan peran perempuan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan ekonomi kreatif. Sebagian besar ekonomi kreatif membutuhkan,
kreatifitas, ketelatenan dan ketelitian dalam menghasilkan suatu produk (JPKU
2006). Jika dipandang dari segi kuantitas, jumlah penduduk perempuan terutama
di daerah Aceh Utara lebih besar dari penduduk laki-laki, yaitu 59.2 % perempuan
dan 40.8 % laki-laki (BPS Aceh Utara 2011). Jika kualitas keseluruhan penduduk
tersebut bermutu di semua kelompok umur dan jenis kelamin, maka akan menjadi
potensi pembangunan yang sangat besar.
Secara umum terdapat lima permasalahan yang menjadi pokok perhatian
dalam rencana pengembangan ekonomi kreatif untuk pencapaian tahun 2015,
salah satunya adalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku
dalam industri kreatif yang membutuhkan perbaikan dan pengembangan untuk
mampu mengembangkan ekonomi kreatif (Depdag 2008). Permasalahan utama
yang dialami oleh usaha kerajinan bordir Aceh dalam menjalani dan mengelola
usaha, diantaranya adalah kemampuan pengusaha ekonomi kreatif kerajinan
bordir Aceh dalam pemasaran, modal dan pengelolaan manajemen usaha
(Disperindag 2012). Utami (2007) juga mengemukakan bahwa, permasalahan
dalam industri kecil adalah rendahnya kapasitas pengrajin dalam hal perencanaan,
pengelolaan keuangan, kewirausahaan, keberlanjutan usaha, dan pertumbuhan
skala ekonomi.
Perumusaan Masalah
Umumnya pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh masih
mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahanya, antara lain adalah
kemampuan dalam bidang pemasaran, akses modal, dan pengelolaan manajemen
usaha (Disperindag 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya
kapasitas perempuan dalam mengelola usaha kerajinan bordir Aceh.
Adanya keterbatasan akses terhadap sumberdaya seperti modal, bahan baku,
keterampilan, dan pemasaran merupakan salah satu penyebab sulitnya perempuan
pengusaha untuk melakukan pengembangan kapasitas usaha serta kapasitas
dirinya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan perempuan pengusaha
dalam mengembangkan usahanya.
3
Peningkatan kapasitas perempuan pengusaha kerajinan bordir Aceh
merupakan sasaran yang seharusnya menjadi tujuan pembangunan industri kecil.
Sehingga dengan SDM yang berkualitas dan mempunyai kreatifitas yang tinggi
akan mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan pasar tanpa
menghilangkan ciri khas daerah yaitu motif bordir khas Aceh. Dengan demikian,
akan membawa pengrajin ke arah keberlanjutan dan kemajuan usaha. sehingga
akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat industri kecil.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, perumusan masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut :
(1) Bagaimana tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha
ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara?
(2) Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam
pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh?
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
(1) Mengukur tingkat kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha
ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara.
(2) Menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas
perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan
bordir Aceh di Kabupaten Aceh Utara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(1) Bagi perguruan tinggi diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan kapasitas perempuan dalam
pengembangan usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir dan juga dapat
mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
(2) Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi instansi pemerintah pusat maupun daerah yang berkepentingan
dengan kebijakan ekonomi kreatif, terutama tentang pengembangan
kapasitas perempuan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan
informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari
SDM sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur
perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi, dari basis SDA ke basis SDM, dari era pertanian ke era
industri dan informasi. Alvin Toffler dalam teorinya melakukan pembagian
gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama
adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri, dan
yang ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan
gelombang keempat inilah merupakan gelombang ekonomi kreatif yang
berorientasi pada ide dan gagasan kreatif, seperti yang terlihat pada Gambar 1 di
bawah ini
Gambar 1. Transformasi perekonomian dunia menurut Toffler (1987)
Istilah ekonomi kreatif pada mulanya dikemukakan oleh seorang kreator
berkebangsaan Inggris, John Howkins, melalui bukunya yang berjudul Creative
Economy, How People Make Money from Ideas. Menurut Howkins (2001),
ekonomi kreatif adalah “kegiatan ekonomi yang output inputnya adalah berupa
gagasan yang orisinil yang patennya dapat dilegalkan dan dilindungi dengan
instrumen hukum. Sedangkan menurut New England Foundation of The Arts
pengertian ekonomi kreatif (creative economy) diartikan sebagai “represented by
the cultural core”, termasuk didalamnya pekerjaan dan industri yang fokus pada
produksi dan distribusi barang budaya, jasa, dan kekayaan intelektual (Setiawan
2012).
Saat ini ekonomi kreatif memang sedang dikembangkan, hal ini penting
untuk peningkatan lapangan kerja dan wirausaha, bagi peningkatan kesejahteraan
petani dan masyarakat pada umumnya. Secara politik, Departemen Perdagangan
(2008) menyatakan bahwa ekonomi kreatif perlu dikembangan karena: (1)
memberi kontribusi ekonomi yang semakin nyata terhadap produk domestik bruto
(PDB), penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan volume dan nilai ekspor, (2)
5
menciptakan iklim bisnis yang positif dan kondusif, (3) dapat memperkuat citra
dan identitas bangsa Indonesia, (4) mendukung pemanfaatan sumberdaya yang
terbarukan, (5) merupakan pusat penciptaan inovasi dan pembentukan kreatifitas,
dan (6) memiliki dampak sosial yang positif.
Departemen Perdagangan RI (Setiawan 2012) melaporkan bahwa ekonomi
dan industri kreatif berkontribusi signifikan terhadap pendapatan domestik bruto
(PDB) nasional. Pada periode 2002-2006 saja rata-rata kontribusinya sebesar
6.28%. Pada tahun 2008 kontribusi ekonomi kreatif sebesar Rp 151 triliun atau
naik signifikan (2.4%) dari tahun 2006 yang besarnya baru sekitar Rp 104 787
triliun. Tingkat pertumbuhan industri ekonomi kreatif di Indonesia memang
sangat fluktuatif. Pada periode 2002-2006 pertumbuhannya hanya 0.74% (jauh di
bawah pertumbuhan ekonomi nasional waktu itu, 5.24%). Namun, jika dirataratakan, tingkat pertumbuhannya sebesar 2.32% dengan pertumbuhan tertinggi
mencapai 8.17% pada tahun 2004.
Departemen Perdagangan RI (2008) memprediksi bahwa industri kreatif
memiliki prospek yang cerah beberapa tahun ke depan. Prediksi tersebut didasari
oleh besarnya peluang-peluang sebagai berikut: (1) perubahan perilaku pasar dan
konsumen, (2) tumbuhnya era produksi non massal, (3) porsi konsumsi produk
dan jasa ekonomi kreatif yang relatif besar, (4) porsi pasar dalam negeri yang
besar, (5) keragaman sosio-kultural Indonesia, (6) kontribusi ekonomi kreatif
terhadap PDB masih berpeluang untuk ditingkatkan karena Indonesia baru 6%,
sedangkan pada tahun 2007 Inggris bisa mencapai 8.2%, Amerika 11.12%, dan
Ekonomi global 7.3%. Tetapi pada pelaksanaannya, industri kreatif di Indonesia
masih banyak menghadapi tantangan, di antaranya adalah sebagai berikut: (1)
masih lemahnya kesiapan SDM kreatif, (2) masih minimnya lembaga pendidikan
yang mampu menghasilkan insan kreatif, (3) beragamnya sosio-kultural, (4) masih
minimnya kesiapan perangkat negara (birokrasi) untuk mendukung industri yang
berbasis intellectual property, (5) semakin terbukanya pasar (perdagangan bebas),
(6) belum adanya standar kelayakan bisnis bagi proses dan karya kreatif, terutama
untuk memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh lembaga-lembaga keuangan
formal, (7) belum siapnya lembaga-lembaga keuangan formal bagi mendukung
industri kreatif terjadi karena masih kesulitan dalam menilai kelayakan (feasible)
karya kreatif yang sulit memenuhi kriteria perbankan (bankable).
Departemen Perdagangan RI (2008), mendefinisikan ekonomi kreatif
sebagai kegiatan usaha yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan
melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Adapun subsektor yang merupakan industri yang berbasis kreativitas adalah
sebagai berikut :
1. Periklanan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan
(komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang
meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan,
misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang,
produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan
di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik, pemasangan
berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, brosur, dan
penyewaan kolom atau spot untuk iklan.
6
2. Arsitektur, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain
bangunan, perncanaan biaya kontruksi, konservasi bangunan wrisan
(heritage), urban desain, desain interior, dan arsitektur taman (arsitecture
lanscape).
3. Pasar barang seni, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai
estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar, swalayan,
supermarket, dan internet (misalnya alat musik, peretakan, kerajinan, film,
seni rupa dan lukisan)
4. Kerajinan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi
dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal
dari desain awal sampai dengan penyelesaian produknya, antara lain
meluputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam
maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, perunggu,
tembaga, besi), kayu, kaca, porselain, marmer, kain, tanah liat dan kapur.
Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumah yang
relatif kecil (bukan produksi massal).
5. Desain, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis,
desain interior, Desain produk, desain industri, konsultasi, jasa riset,
produksi kemasan, dan jasa pengepakan.
6. Fesyen, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian,
desain alas kaki, desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian dan
aksesorisnya, konsultasi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
7. Video, film, dan fotografi, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
produk video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan
film. Termasuk didalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi,
sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan interaktif, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi,
produksi, distribusi permainan komputer, serta video yang bersifat
hiburan, ketangkasan dan edukasi. Selain untuk hiburan, permainan kreatif
juga berfungsi untuk alat bantu pembelajaran dan edukasi.
9. Musik, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi,
pertunjukan, reproduksi dan distribusi dari rekaman suara.
10. Seni pertunjukan, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukan, (misalnya pertunjukan balet,
tarian tradisional, teater dan opera), tatapanggung, tata pencahayaan, dan
desain busana pertunjukan.
11. Penerbitan dan percetakan, yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan
penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan
konten digital. juga termasuk penerbitan perangko, materai, uang kertas,
blanko cek, obligasi, surat saham, foto-foto, kartu pos, rekaman mikro
film, dan sebagainya.
12. Layanan komputer dan piranti lunak, yaitu kegiatan kreatif yang terkait
dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan
komputer, penglolaan data, pengembangan data base, pengembangan
piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain
portal perawatannya.
7
13. Televisi dan radio, yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
kerasi, produksi, dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis,
realitishow, infotainment), penyiaran dan transmisi konten acara televisi
dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio
dan televisi.
14. Riset dan pengembangan, kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha
inovatif yang menawarkan penemua ilmu dan teknologi danpenerapan
ilmu dan teknologi tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk
baru, proses baru, materal baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru
yang dapat memenuhi kebuthan pasar, termasuk yang terkait dengan
humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra,dan seni,
serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen.
Dalam model pengembangan ekonomi kreatif ada lima pilar yang harus
diperkuat sehingga industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang mencapai visi
dan misi ekonomi kreatif Indonesia. Kelima pilar tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Industri, yaitu bagian dari kegiatan masyarakat yang terkait dengan
produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi produk dari sebuah negara
atau area tertentu yang menghasikan produk kreatif.
2. Teknologi, yaitu suatu entitas, baik material dan non material produk
proses fisik dan mental untuk mencapai nilai tertentu, termasuk metodemetode, alat analisis (tools) dan tekniknya.
3. Sumberdaya, yaitu input yang diperlukan dalam proses penciptaan nilai
tambah, selain kreatifitas yang ada pada insani.
4. Institusi, yaitu tatanan sosial termasuk kebiasaan, norma, adat aturan, serta
hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bisa yang bersifat informal seperti
sistem nilai, adat istiadat dan norma, dan yang formal dalam bentuk
peraturan perundang-undangan.
5. Lembaga intermediasi keuangan, yaitu lembaga yang menyalurkan
pendanaan kepada pelaku industri kreatif, baik dalam bentuk
modal/ekuitas maupun pinjaman/kredit.
Subsektor kerajinan (industri furnitur, kerajinan kulit, rotan, bambu,
kerajinan dari bahan kain seperti bordir, dan batik termasuk didalamnya) memiliki
daya serap tenaga kerja yang tinggi dengan tingkat keterampilan pekerja yang
mampu dikuasai oleh segala lapisan masyarakat. Sehingga, apabila industri ini
dibenahi dengan benar, ia akan berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan dan
turut serta mengurangi angka kemiskinan (Depdag 2008).
Salah satu ciri yang melekat pada ekonomi kreatif adalah inovasi dan
kreativitas, yaitu memiliki ide dan gagasan juga penciptaan nilai (Depdag 2008).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1, tentang
desain industri, desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan keduanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan
dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk mengahsilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan
tangan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka konsep ekonomi kreatif dalam
penelitian ini adalah suatu kegiatan usaha yang dihasilkan dari pemanfaatan
8
kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan
daya cipta individu tersebut. Kegiatan usaha dilakukan untuk menciptakan sebuah
produk sehingga dapat dijual ke pasar dan memperoleh keuntungan. Kegiatan
usaha tersebut merupakan usaha kerajinan bordir yang umumnya dikelola oleh
pengusaha perempuan yang terdapat di Aceh Utara.
Usaha kerajinan bordir Aceh, dikatakan sebagai ekonomi kreatif karena
memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Deperindag tersebut, yaitu
kerajinan bordir Aceh adalah usaha kerajinan yang berupa hiasan yang dibuat di
atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang,
hiasan untuk bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam,
mutiara, manik-manik, dan payet. Desain motif bordir yang digunakan sangat
beragam, mulai dari desain motif tradisional yang merupakan motif tradisi yang
sudah turun temurun digunakan dan dikombinasikan dengan motif yang modern
sehingga tidak ketinggalan zaman, tanpa menghilangkan ciri khas kedaerahan
yaitu motif bordir Aceh.
Penggunaan warna kain dan benang juga sangat beragam, awalnya
penggunaan warna kain dan benang adalah warna khas daerah Aceh yaitu warna
hitam, merah, kuning, dan hijau. Tetapi seiring berjalannya waktu, saat ini
penggunaan warna sudah sangat bervariasi dan dikombinasikan antara komposisi
warna tradisi dan modern yaitu warna biru, merah muda, jingga, dan lain
sebaginya sesuai dengan permintaan pasar dan trend warna yang sedang
berkembang saat ini. Selain kombinasi warna yang menarik, perubahan fungsi
produk juga marupakan salah satu ciri kreativitas, dimana pada saat ini kerajinan
bordir tidak hanya berupa tas dan pakaian, tetapi terdapat banyak produk yang
dihasilkan dari kerajinan bordir Aceh yaitu dompet, dompet HP, tempat tissu, tas
lap top, koper, bantalan sofa, bed cover, kerudung, perlengkapan sholat, dan lain
sebagainya.
Konsep Kapasitas
Kapasitas secara umum diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang. Secara harfiah istilah kapasitas berasal dari Bahasa Inggris capacity,
yang artinya kemampuan, kecakapan, dan daya tampung yang ada. Kapasitas juga
memiliki arti yang sangat luas tidak hanya sekedar sebagai suatu bentuk
kemampuan. Liou (Fatchiya 2010a) menyatakan bahwa kapasitas mengarah pada
konteks kinerja (performance), kemampuan (ability), kapabilitas (capability) dan
potensi kualitatif suatu objek atau orang. Selanjutnya Milen (2001)
mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem
untuk menjalankan secara tepat fungsi-fungsinya secara efektif, efesien, dan
berkelanjutan.
United Nation Development Program UNDP (Fatchiya 2010a)
mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, lembaga atau masyarakat
dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam
menyusun dan mencapai tujuan yang bekelanjutan, seperti yang dikatakan bahwa
“capacity as the ability of individuals, institutions and societies to perform
9
functions, solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable
manner.” Dalam hal ini kapasitas yang dimaksud mengacu pada tiga ranah yaitu
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Konsep kapasitas harus dipahami sebagai suatu nilai yang harus dipegang,
dalam proses dengan pembangunan masyarakat. Menurut Morgan (2006),
kapasitas merupakan aset dan keterampilan yang diperlukan dalam implementasi
program pembangunan, dan diperlukan pengorganisasian infrastruktur kolektif
dari keterampilan, kepandaian dan pemecahan masalah dan efek bagi masyarakat
itu sendiri. Terdapat lima aspek utama konsep kapasitas, yaitu menurut Morgan
(2006) yaitu :
(1) Kapasitas terkait dengan pemberdayaan (empowerment) dan identitas
(identity), yang diperlukan agar organisasi atau sistem tetap bertahan,
tumbuh dan berkembang lebih kompleks. Itu semua membutuhkan
kekuatan, kotrol, dan ruang. Kapasitas dikembangkan bersama-sama
dengan masyarakat dalam mengontrol kehidupannya sendiri dalam
berbagai bentuk.
(2) Kapasitas harus dikerjakan dengan kemampuan kolektif (collective
ability), seperti pengkombinasian atribut dalam sistem, pertukaran nilai,
dan membangun relasi yang kuat.
(3) Kapasitas sebagai suatu fenomena sistem yang bersifat tetap atau
kondisional. Kapasitas adalah sifat yang muncul sebagai efek interaksi.
Sebagai hasil yang dinamis seperti kombinasi kompleks antara perilaku,
sumberdaya, strategi, dan keterampilan.
(4) Kapasitas sebagai keadaan yang potensial. Kapasitas bersifat laten bertolak
belakang dengan energi kinetik. Berbeda dengan kinerja yang memiliki
arti implementasi atau hasil dari aplikasi/penggunaan kapasitas. Sebagai
kualitas laten kapasitas yang sulit dinyatakan secara jelas, sehingga sulit
untuk diterapkan, dikelola dan diukur. Dengan demikian diperlukan
pendekatan yang berbeda untuk pengembangan, pengelolaan, perkiraan,
dan monitoring.
(5) Kapasitas sebagai kreasi nilai masyarakat (creation of public value).
Kapasitas yang bernilai kekuatan, kontrol, dan sumberdaya dinyatakan
sebagai kemampuan suatu kelompok atau sistem yang memberi kontribusi
yang positif bagi kehidupan masyarakat.
Dari berbagai konsep kapasitas diatas, konsep kapasitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah mengacu pada kemampuan yang diperlukan dalam
menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik, mengatasi masalah-masalah
dalam usaha, dan kemampuan dalam beradaptasi (Fatchiya 2010b). Dalam hal ini
kapasitas perempuan adalah kemampuan perempuan pengusaha kerajinan bordir
dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha secara lebih baik (fungsi produksi dan
pemasaran), mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapai pada usahanya
terutama masalah modal, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan mode
saat ini, yaitu mampu menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.
10
Peran Perempuan
Peran perempuan dalam dunia usaha atau bisnis sangat dibutuhkan, dimana
perempuan selain mengurusi kebutuhan keluarga dirumah juga membantu suami
menambah pendapatan rumah tangga. Secara empiris, peran perempuan didalam
rumahtangga dan diluar rumah tangga menimbulkan kompleksitas fungsi, tugas
dan kewajiban yang menuntut mereka untuk mampu memprediksi dan
mengalokasikan potensi yang dimiliki dengan tepat. Para perempuan sebagai ibu
rumahtangga harus mampu memutuskan kapan, dimana dan bagaimana
menjalankan tugas sebagai isteri, ibu, menejer rumahtangga, pencari nafkah dan
anggota masyarakat. Harapan ini menuntut kemampuan supra manajerial
perempuan dalam menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya
yang berlaku (Hubeis 1992).
Secara garis besar ada tiga pandangan umum dalam literatur mengenai
perempuan dan industrialisasi. Pertama, keterlibatan perempuan dalam industri
telah mampu mengangkat derajat perempuan dan kerjanya ke dunia yang lebih
kentara, mendobrak struktur patriarkal didalam rumah dan keluarga, serta
memberinya posisi tawar yang lebih baik. Kedua, keterlibatan perempuan dalam
industri merupakan suatu hal negatif dan bersifat eksploitatif, karena upah yang
rendah, tidak adanya perbaikan upah dan kondisi kerja, hubungan dengan laki-laki
sering bersifat patriarkal dan sering menjadi kekerasan seksual. Ketiga,
keterlibatan perempuan dalam industri bisa terjadi pada pekerjaan yang sangat
eksploitatif tetapi membawa perbaikan posisi sosial dan ekonomi bagi dirinya
(Saptari dan Holzner 1997).
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kecenderungan perempuan
lebih menyukai terlibat dalam kegiatan industri rumahtangga dari pada kegiatan
industri dalam pabrik. Jam kerja yang lebih luwes dalam industri rumahtangga
merupakan keuntungan besar bagi perempuan yang telah berkeluarga terutama
yang mempunyai anak balita. Melalui industri rumahtangga mereka masih bisa
mengawasi anak-anaknya, Boserup (Widiastuty 2009). Sari R (2002) menemukan
bahwa kaum perempuan berpotensi dalam meningkatkan pendapatan
rumahtangga, dimana pendapatan rumahtangga dibentuk dari kontribusi
pendapatan setiap anggota rumahtangga dalam usia kerja.
Penelitian Sondakh (1985) mengenai peran perempuan desa dalam
kesejahteraan keluarga dan masayarakat di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa
peran perempuan tidak terbatas hanya pada satu aspek dalam kehidupan, tetapi
mencakup berbagai peran diantaranya pekerjaan mencari nafkah, pekerjaan
rumahtangga dan berbagai kegiatan sosial yang masing-masing mempunyai arti
dalam peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Demikian juga,
Saskara (1998) dalam penilitianya mengenai sumberdaya perempuan Bali
mengemukakan bahwa peran perempuan cukup menonjol dalam keluarga di Bali.
Dari segi pendapatan, kontribusi pendapatan isteri terhadap pendapatan keluarga
lebih kecil dibandingkan suami, padahal jika dilihat dari segi penggunaan waktu,
maka penggunaan waktu isteri, baik untuk kegiatan rumahtangga maupun mencari
nafkah lebih banyak dari pada jam kerja suami.
11
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas
Kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dirinya sendiri
yaitu karakteristik personal atau pribadi dan karakteristik usaha. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Karakteristik personal
dan karakteristik usaha sebagai faktor internal akan mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal ini adalah pelaku usaha
ekonomi kreatif kerajinan bordir Aceh.
Faktor-faktor karakteristik internal yang diduga akan berhubungan dengan
kapasitas perempuan dalam pengembangan usaha ekonomi kreatif adalah umur,
pengalaman usaha, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, jumlah anak
balita, frekuensi mengikuti pameran, omset per bulan, jumlah modal awal usaha,
cara pemasaran, jumah tenaga kerja, dan jumlah mesin jahit. Sedangkan faktor
eksternalnya adalah dukungan modal, dukungan suami/keluarga, dukungan
pameran, dan dukungan bahan baku.
Umur
Umur adalah usia seseorang dalam menjalani hidupnya. Berdasarkan taraf
perkembangan individu, umur dikelompokkan pada usia balita, usia anak-anak,
usia remaja, usia dewasa, dan usia lanjut. Secara ekonomi pembagian umur
seseorang didasarkan atas umur produktif dan umur tidak produktif. Umur
produktif berkisar antara 15 sampai 65 tahun, dan sebaliknya umur di bawah 15
tahun dan di atas 65 tahun digolongkan sebagai umur tidak produktif. Umur
produktif adalah umur yang paling baik dalam melaksanakan pekerjaan seseorang
dimana kemampuan bekerja untuk memperoleh pendapatan atas pekejaannya
tersebut masih bisa optimal.
Robbins (1996) mengemukakan pendapat tentang efek yang ditimbulkan
oleh usia pada pergantian karyawan, kemangkiran, produktivitas dan kepuasan.
Terdapat beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa: (1) semakin tua usia
seseorang maka semakin kecil kemungkinannya berhenti dari pekerjaan, (2) usia
memiliki hubungan terbalik dengan kemangkiran, orang dengan usia yang lebih
tua memiliki kemampuan yang lebih tinggi dengan masuk kerja yang lebih teratur,
(3) tidak terbukti bahwa semakin tua usia maka produktivitas semakin menurun
akibat menurunnya kecekatan, kecepatan, kekuatan dan koordinasi, jika ada
penurunan karena usia, maka akan diimbangi dengan pngalaman, (4) pada
individu yang pofesional kepuasan cenderung meningkat dengan meningkatnya
usia, pada individu yang non profesional kepuasan cenderung menurun dengan
meningkatnya usia pada setengah baya dan akan naik lagi pada tahun-tahun
berikutnya.
Penelitian Yunita (2011) menunjukkan bahwa umur berpengaruh terhadap
peningkatan kapasitas seseorang. Bird (1996) menemukan bahwa faktor umur
individu wirausaha memiliki hubungan yang positif terhadap keberhasilan usaha.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Fatchiya (2010b) menunjukkan bahwa umur
berperan dalam meningkatkan kapasitas seseorang. Berdasarkan pendapat
12
tersebut, umur mempengaruhi perilaku perempuan pengusaha dalam
melaksanakan aktivitas usaha, dan akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha.
Pengalaman usaha
Secara umum pengalaman usaha adalah pengalaman seseorang yang
diperoleh selama mengelola dan menjalankan suatu usaha. Pengalaman
kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan
dengan baik (Ranupandojo 1985). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau
keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari
perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu
(Manulang 1984).
Menurut Bird (Utami 2007), pembelajaran yang diperoleh dari pegalaman
memberikan kemampuan (ability) bagi seseorang untuk : (1) belajar dari
pengalaman yang berasal dari kegagalan dan keberhasilan, (2) merefleksikan
pengalaman dengan melibatkan ego, emosi dan asumsi untuk melihat apa yang
akan terjadi, (3) mengabstraksi pengalaman yang dialami dan menghubungkan
dengan pengalaman orang lain, kemudian membuat prediksi apa yang akan
dilakukan, (4) mencoba sesuatu yang baru pada masa yang akan datang.
Pengalaman usaha dalam hal ini merupakan pengetahuan atau keterampilan
perempuan yang telah diketahui dan dikuasai akibat dari pekerjaan yang telah
dilakukan selama beberapa waktu tertentu dalam menjalankan usaha ekonomi
kreatif kerajinan bordir Aceh.
Tingkat Pendidikan
Menurut Undang-Undang (UU) Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara.”
Pendidikan bertujuan untuk menjadikan seseorang menjadi anggota
masyarakat tempat ia tinggal, sebagaimana yang dinyatakan UNESCO dengan
empat pilar pendidikan, yaitu : (1) learning to know; belajar untuk mengetahui, (2)
learning to do; belajar untuk berbuat, (3) learning to be; belajar untuk menjadi
dirinya sendiri, dan (4) learning to live together; belajar untuk hidup bersama
dengan orang lain.
Pendidikan juga mengantarkan orang selalu menjadi modern sebagaimana
yang dinyatakan oleh Alex Inkeles (Asngari 2008) yang menyebutkan bahwa
salah satu ciri orang modern menempatkan pendidikan formal yang ditunjang oleh
frekuensi mengikuti pelatihan dan pendidikan informal, sebagai suatu yang sangat
13
tinggi nilainya. Hal ini karena adanya kepercayaan bahwa orang menguasai
lingkungan dan dunianya dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Konsep pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan formal,
frekuensi mengikuti pelatihan, dan pendidikan informal yang merupakan
pendidikan sosialisasi dalam keluarga. Pendidikan formal merupakan pendidikan
yang diselenggarakan secara resmi dan tertentu disekolah yang pelaksanaannya
diatur secara sistematis berdasarkan aturan dan kurikulum yang baku serta
mempuyai tujuan sesuai dengan jenjang pendidikannya sejak dari taman kanakkanak sampai perguruan tinggi. Proses pendidikan yang dimaksudkan adalah
menyiapkan peserta didik bagi tugas perkembangan dimasa datang, baik secara
individu, makhluk sosial, sebagai warga negara maupun yang terkait dengan tugas
atau profesi tertentu melalui pengembangan kemampuan (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap).
Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang terjadi diluar sekolah,
yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi
dari pendidikan nonformal adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Menurut Tampubolon (2001)
pendidikan non formal merupakan suatu kegiatan pendidikan diluar sistem
pendidikan formal dan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam arti
luas. Salah satu pendidikan non formal adalah penyuluhan (Wiriaatmadja 1983).
Supriatna (1997) juga menyebutkan bahwa pendidikan non formal dapat berupa
penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis yang lain
dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan seseorang.
Jumlah Anak Balita
Balita (bawah lima tahun) merupakan salah satu periode usia manusia
setelah bayi sebelum anak awal. Jumlah anak balita dalam hal ini adalah jumlah
anak balita yang dimiliki oleh pelaku usaha ekonomi kreatif kerajinan bordir
Aceh. Kapasitas perempuan pengusaha juga dipengaruhi oleh jumlah anak balita
yang dimiliki, dengan memiliki balita maka waktu yang dibutuhkan perempuan
untuk mengelola usaha tersebut akan terbagi, karena balita masih memerlukan
perhatian khusus dari orang tuanya, terlebih bila balita tersebut belum masuk usia
sekolah.
Kendala lain yang dialami perempuan pengusaha yang mempunyai anak
balita adalah sulitnya membagi waktu untuk mengikuti pelatihan. Dalam
mengikuti pelatihan, perempuan pengusaha membutuhkan waktu khusus dan
biasanya berlangsung seharian. Ini akan membuat perempuan pengusaha sulit
untuk memutuskan apakah ikut pelatihan yang akan menunjang usahanya atau
tetap dirumah mengasuh anak balita mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widiastuty (2009) yang mengatakan bahwa, kendala anakanak dan nilai ekonomi membatasi peremuan untuk meningkatkan kapasitas,
dimana perempuan enggan mengikuti pelatihan di luar komunitas, dikarenakan
mereka harus meninggalkan anak-anak di rumah dan meninggalkan pendapatan dari
usaha yang biasanya mereka peroleh.
14
Pemasaran
Pemas