Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus IPB Darmaga

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITANNYA
DENGAN SUHU UDARA PERMUKAAN DI KAMPUS IPB
DARMAGA, BOGOR

NARDY NORMAN NAJIB

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus
IPB Darmaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Nardy Norman Najib
NIM E34100056

ABSTRAK
NARDY NORMAN NAJIB. Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya
dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus IPB Darmaga. Dibimbing oleh ENDES
N. DACHLAN dan BREGAS BUDIANTO.
Kampus IPB Darmaga mengalami perkembangan cukup pesat dalam hal
pembangunan yang menimbulkan implikasi permasalahan yang berdampak pada
ekosistem udara seperti keberadaan karbondioksida yang semakin meningkat dan
suhu udara yang semakin panas. Kondisi Kampus IPB Darmaga saat ini masih
memiliki lahan vegetasi yang cukup bervariasi bermanfaat dalam pengembangan
dan pengendalian fungsi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dengan
tujuan untuk memetakan sebaran penggunaan lahan dan suhu udara permukaan
terhadap penggunaan lahan, serta pengaruh fungsi hutan kota di Kampus IPB
Darmaga. Tahapan metode penelitian ini terdiri dari pengolahan peta data Google

earth 2013 guna mendapatkan peta kelas klasifikasi penggunaan lahan di kampus
IPB, lalu pengukuran suhu udara dilakukan pada berbagai tipe penggunaan lahan
menggunakan sensor suhu dengan tiga kali pengulangan dalam sepuluh hari. Hasil
penelitian didapatkan penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga dipetakan dalam
lima kelas lahan, dan dilakukan pengukuran suhu pada kelima klasifikasi lahan.
Kata kunci: hutan kota, penggunaan lahan, suhu udara.

ABSTRACT
NARDY NORMAN NAJIB. Identification of Land Use and Its Correlation with
Air Surface Temperature in IPB Campus Darmaga. Supervised by ENDES N.
DACHLAN and BREGAS BUDIANTO.
IPB Campus Darmaga has been progressing quite rapidly in the term of
development which generates problems implication affective atmosferic
ecosystem, such as the increasing carbon dioxide and air temperature. However,
IPB Campus Darmaga has varying vegetated land which arrived benefit in
developing and preserving environmental functions. The objective of this
research was to map land use distribution and surface air temperature to land
use as well as the influence of urban forest function in IPB Campus Darmaga.
Method used in this research comprised managing map Google earth 2013 data
in order to take classification class map of land use in IPB Campus, measuring

air temperature conducted to each land use type with using temperature sensor for
3 times replication during 10 days. The research results obtained that land use in
IPB Campus Darmaga was able to be mapped in five class and carried the
measurement of temperature on the fifth classifications land.
Keywords: air temperature, land use, urban forest.

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERKAITANNYA
DENGAN SUHU UDARA PERMUKAAN DI KAMPUS IPB
DARMAGA, BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan dan suhu udara yang
dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juni 2014 dengan judul Identifikasi
Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara Permukaan di Kampus
IPB Darmaga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Ir
Bregas Budianto, Ass Dipl selaku pembimbing yang telah memberikan banyak
masukan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat tercinta
Nepenthes rafflesiana atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014

Nardy Norman Najib

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan Penelitian

2


Metode Pengambilan Data

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Perubahan Penggunaan Lahan

4


Analisis Sebaran Suhu Udara

6

Analisis Kelembapan Udara

11

Pengaruh Hutan Kota

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15


Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3

Perubahan penggunaan lahan kampus IPB Darmaga

tahun 2000, 2008, dan 2013
Luasan penggunaan lahan kampus IPB Darmaga tahun 2014
Luas Penggunaan lahan 2014 dan THI

5
5
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Bagan alir pengelolaan data peta penggunaan lahan
Peta penutupan lahan kampus IPB Darmaga tahun 2014
Hutan Alhurriyah
Kolam Pintu 2
Rektorat IPB
Fapet 2 IPB
Sebaran suhu udara plot vegetasi
Sebaran suhu udara plot lahan pertanian
Sebaran suhu udara plot lahan terbuka
Sebaran suhu udara lahan terbangun
Sebaran suhu udara plot badan air
Pengukuran RH plot lahan vegetasi
Pengukuran RH plot lahan terbuka
Pengukuran RH plot lahan terbangun
Pengukuran RH plot lahan pertanian
Pengukuran RH plot badan air
Rangkaian dioda
Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 3 bola kering
Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 3 bola basah
Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 4 bola kering
Grafik hasil kalibrasi sensor suhu 4 bola basah

3
6
7
7
7
7
8
9
9
10
11
12
12
13
13
14
18
19
19
19
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Sensor suhu udara
Suhu udara rata-rata
Kelembaban udara rata-rata
Indeks Kenyamanan

18
20
20
20

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga telah mengalami
perkembangan cukup pesat dalam hal pembangunan, seperti terdapat gedunggedung baru perkuliahan serta berbagai infrastruktur penunjang lainnya.
Perkembangan pembangunan tersebut menimbulkan implikasi permasalahan yang
berdampak pada lingkungan kampus dan sekitarnya. Dengan kondisi lahan hijau
yang dikonversi untuk memenuhi kebutuhan ruang bagi kegiatan perkuliahan
tentunya menyebabkan berbagai dampak terhadap ekosistem udara seperti
keberadaan karbondioksida di udara semakin meningkat dan tentunya suhu udara
yang semakin panas serta terganggunya keseimbangan ekologi. BMKG (2010)
diaju dalam Dahlan (2011) mengatakan bahwa terjadi peningkatan suhu udara
sebesar 0.25oC sejak tahun 2001 sampai tahun 2010 di Kampus IPB Darmaga. Oleh
karena itu, dibutuhkan segera upaya-upaya dalam mengetahui lokasi yang
mengalami dampak dari penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga dan disekitar
wilayah kampus.
Alternatif yang dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi
permasalahan lingkungan hidup yakni tetap menjaga lahan untuk Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dalam menyeimbangi pembangunan di kampus IPB Darmaga. Dahlan
(2008), menyebutkan bahwa vegetasi pada RTH dapat menguapkan uap air
sehingga suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar
tegakan serta RTH memodifikasi suhu udara. Salah satu bentuk RTH yakni hutan
kota. Komponen hutan kota sebagai ruang terbuka hijau dapat berupa taman
kampus, tanaman, jalur hijau serta keberadaan ruang terbuka hijau lainnya
(Herdiansyah 2005). Hutan kota memiliki fungsi dalam menciptakan iklim mikro,
sebagai sistem hidro-orologi, meredam kebisingan, mengurangi polutan serta
menjaga keseimbangan oksigen dan karbondioksida (Irwan 2005).
Kondisi Kampus IPB Darmaga yang masih memiliki kondisi vegetasi
bervariasi dari tingkat pohon sampai dengan tumbuhan bawah sangat bermanfaat
dalam hal pengembangan dan pengendalian fungsi lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi sebaran penggunaan lahan dan
keterkaitannya dengan suhu udara permukaan kampus IPB Darmaga sebagai salah
satu bentuk hutan kota di wilayah bogor sehingga dapat berperan optimal guna
menjaga kualitas lingkungan kampus dan kehidupan masyarakat di sekitar kampus.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memetakan penggunaan lahan
dan suhu udara permukaan terhadap penggunaan lahan, serta pengaruh fungsi hutan
kota di Kampus IPB Darmaga.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan zertimbangan dalam menentukan
perencanaan pembangunan kedepan kampus IPB Darmaga. Sehingga kampus IPB
dapat menjadi contoh perkembangan Kampus Hijau dengan menerapkan konsep
pembangunan yang tetap memperhatikan kondisi lingkungan Kampus dan
sekitarnya.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB Darmaga, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan pada
Bulan Maret 2014, lalu pembuatan sensor suhu pada Bulan April 2014, serta
pengukuran suhu udara dari tanggal 1 – 16 Mei 2014 . Pengolahan data dan hasil
penulisan laporan selanjutnya dilakukan pada bulan Juni 2014.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
dilengkapi dengan software Google Earth, sedangkan alat yang digunakan di
lapangan meliputi alat sensor yaitu multimeter, dioda, resistor, kipas laptop, pipa
aluminium 30cm, kabel, tombol tictac, kamera digital, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan penelitian ini yaitu peta administrasi Kampus IPB
Darmaga, Data Penggunaan Lahan Kampus IPB Darmaga dan peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI).

Metode Pengambilan Data
Persiapan peta kerja
Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat
komputer yang dilengkapi Google Earth 2013 dengan cara mengklasifikasikan
lahan kampus IPB yang selanjutnya peta tersebut menghasilkan sebuah peta
pengklasifikasian penggunaan lahan. Data keluaran yang dihasilkan kemudian
digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan untuk
pengambilan data suhu udara permukaan sesuai dengan klasifikasi lahan.
Observasi dan ground check
Observasi lapang dilakukan dengan melihat langsung kondisi suhu udara
dilokasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data nyata di lapangan mengenai
kondisi suhu udara permukaan serta dilakukan penentuan koordinat dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System) sehingga menghasilkan peta
tematik penggunaan lahan pada lokasi penelitian.

3

Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada Pihak Penentu Kebijakan Kampus IPB
Darmaga dan instansi-instansi terkait dengan pengembangan dan pembangunan
Kampus pada saat ini dan di masa mendatang.
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data penting yang dapat
menunjang penelitian. Kegiatan ini dilakukan dengan mempelajari dokumendokumen instansi terkait, bentuk dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini.

Analisis Data
Pengolahan Peta
Dalam pengolahan peta data Google earth 2013 (peta administrasi IPB) di
digitasi guna mendapatkan kelas klasifikasi penggunaan lahan di kampus IPB
Darmaga. Analisis selanjutnya peta yang di digitasi di export ke dalam software
Arcgis 9.3 guna mengubah format peta menjadi format shp. Dilakukannya overlay
terhadap peta penutupan lahan dengan peta administratif kampus agar mendapatkan
tampilan akhir peta. Peta penggunaan lahan tersebut selanjutnya menjadi dasar
acuan peneliti dalam penentuan lokasi titik pengukuran suhu udara permukaan.
Analisis data dapat dilihat pada bagan alir pengelolaan data peta penggunaan lahan
pada Gambar 1.

Google Earth

Digitasi
Klasifikasi
Penggunaan Lahan
Peta Administratif IPB
Peta Penggunaan
Lahan
Overlay Peta

Analisis Penggunaan Lahan
Gambar 1 Bagan Alir Pengelolaan Data Peta Penggunaan Lahan.
Pengukuran Suhu Udara Permukaan
Pengumpulan data berupa data primer diperoleh dengan melakukan
pengamatan langsung (observasi). Pengukuran suhu dilakukan pada berbagai tipe

4
penggunaan lahan Kampus IPB Darmaga. Data pengukuran suhu dilakukan dengan
tiga kali pengulangan dalam sehari yakni pada pukul 08.00-10.00 (pagi hari), pukul
13.00-15.00 (siang hari), dan pukul 16.00-18.00 (sore hari). Pengambilan data suhu
udara permukaan pada setiap tipe penggunaan lahan dilakukan selama sepuluh hari,
serta dilakukan dalam waktu yang bersamaan pada tiap titik pengamatan.
Kenyamanan Kampus IPB Darmaga dinyatakan secara kuantitatif
menggunakan Temperature Humidity Index (THI) yang dipengaruhi oleh unsur
suhu dan kelembaban udara dimana secara langsung mempengaruhi aktivitas
manusia. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
�� x �
THI = (0.8 x T)+
5
Ket:
T = suhu udara (oC)
RH = Kelembaban udara (%) (Ogunjimi, et.al., 2007 dalam Listyanti, 2009)
Survey Lapang
Survey lapang bertujuan memverifikasi data citra dengan keadaan sebenarnya
di bumi. Ground check dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara pasti kondisi
lapangan dan penggunaan lahan. Penentuan titik lokasi penambilan data dilakukan
hanya pada beberapa tempat yang dianggap mewakili kelas klasifikasi penggunaan
lahan di Kampus IPB Darmaga, misalnya kelas untuk bangunan, hutan, kebun,
badan air dan lahan terbuka. Lokasi pengambilan data yang mewakili kelas
penggunaan lahan disurvey dan selanjutnya akan diverifikasi dengan data citra.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kampus IPB Darmaga secara administratif terletak di Desa Babakan
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Secara keseluruhan Kampus IPB Dramaga
memiliki luas sebesar 256,97 ha dan secara geografis, Kampus IPB terletak pada
perpotongan garis 6o30’-6o45’ LS dan 106o45’-106o50’ BT (Mulyani, 1985 dalam
Yazid, 2006). Kampus IPB Darmaga memiliki curah hujan rata – rata per tahun
yaitu 4051 mm/th, dengan temperatur udara tahunan rata – rata 25.8oC, suhu
maksimum 33.2oC dan minimum 22.7oC serta curah hujan tertinggi terjadi bulan
November yaitu 437.13 mm dan terendah pada bulan Juli yaitu 146.95 mm (BMKG
2010 dalam Dahlan 2011).
Keadaan topografi Kampus IPB Darmaga terdiri dari lapangan datar sampai
sedikit bergelombang dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan
sungai-sungai (Balen et al ,1986 dalam Dahlan, 2011). Areal Kampus IPB Darmaga
memiliki jenis tanah latosol, bertekstur sedang, dengan kedalaman efektif lebih dari
90 cm.Hasil

5
Perubahan Penggunaan Lahan
Bertambahnya perubahan penggunaan lahan dari vegetasi menjadi nonvegetasi seperti hutan menjadi bangunan/pemukiman dapat merubah albedo dan
jumlah sinar matahari yang diserap oleh permukaan tanaman, dan selain itu dapat
menjadi salah satu penyebab perubahan iklim secara global (Hairiah & Rahayu,
2007). Perubahan penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga dapat diketahui dari
data penggunaan lahan tahun 2000, tahun 2008, dan tahun 2013. Dari awal
pengklasifikasian berupa lima kelas meliputi vegetasi, lahan terbangun, lahan
terbuka, lahan pertanian, serta badan air dikelompokkan lagi menjadi ke dalam tiga
kelas menurut penentu kebijakan pembangunan kampus IPB yaitu bangunan,
taman/penghijauan, serta jalan dan tempat parkir. Perubahan luas tiap kelas
penggunaan lahan Kampus IPB dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perubahan Penggunaan Lahan Kampus IPB Darmaga tahun 2000, 2008,
dan 2013
Tahun

2000

2008

2013

Klasifikasi
Penggunaan Lahan

Luas
(m2)

%

Luas (m2)

%

Luas (m2)

%

Bangunan

264600

10

266000

10

434300

16

Jalan dan Tempat
Parkir (Aspal)

1368000

51

1368000

51

285800

10

Taman/Penghijauan

1037500

39

1036000

39

2050600

74

Jumlah

2670000

100

2670000

100

2770700

100

Sumber: Direktorat sarana dan prasarana kampus IPB Darmaga (2014)
Luasan jenis penggunaan lahan dari tahun 2000 – 2013 menunjukkan ada
perubahan cukup besar terjadi pada tahun 2013 dimana adanya penambahan luasan
Kampus IPB 100655m2 yang tentunya menambah luasan lahan yang dikonversi
menjadi beberapa kelas penggunanaan lahan terutama pada kelas bangunan dan
taman/penghijauan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan dalam
hal pemenuhan fasilitas sarana prasarana guna menunjang kegiatan aktivitas
perkuliahan dan aktivitas perkantoran (administratif).
Berdasarkan dari pengklasifikasian penggunaan lahan tahun 2014 dengan
menggunakan penginderaan didapatkan data luasan untuk kelima kelas lahan yang
terjadi penambahan luasan pada kelas lahan terbangun dapat dilihat pada Tabel 2
dan Gambar 2.

6

Tabel 2 Luasan penggunaan lahan Kampus IPB Darmaga tahun 2014
Klasifikasi Penggunaan Lahan
Vegetasi

Luas (m2)

%

1.287.300

52

Lahan Terbangun

630.000

25

Lahan Terbuka

112.000

4

Lahan Pertanian

26.200

1

439.300

18

2.494.800

100

Badan Air
Jumlah

Gambar 2 Peta penutupan lahan Kampus IPB Darmaga tahun 2014
Pengalihfungsian lahan dikampus IPB Darmaga tentunya akan menimbulkan
dampak, khususnya dampak jangka panjang. Oleh karena itu, perubahan suatu jenis
penggunaan lahan menjadi peruntukkan lainnya harus berdasarkan pada
perencanaan terkait dengan tata ruang. Berdasarkan arahan penggunaan lahan,
bahwa sebagian wilayah kampus IPB Darmaga masih akan mengalami
pembangunan dalam hal penunjang aktivitas perkuliahan baik gedung laboratorium
dan gedung fakultas, lalu pembangunan asrama mahasiswa, serta sarana olahraga
bagi mahasiswa. Tentunya pengalifungsian ini harus diimbangi dengan
ketersediaan lahan terbuka hijau didalam serta di sekitar kawasan bangunan yang
sangat memberi manfaat terhadap kualitas lingkungan.

7
Analisis Sebaran Suhu Udara
Derajat panas atau dingin yang disebut suhu diukur berdasarkan skala tertentu
dengan menggunakan termometer serta unsur iklim yang sangat penting. Suhu
udara salah satu unsur iklim yang sangat mempengaruhi kenyamanan suatu tempat.
Tingginya lalu lintas kendaraan bermotor di kampus IPB Darmaga menimbulkan
gas buangan maupun debu ke udara yang tentunya dapat menurunkan kualitas udara.
Hasil pengukuran suhu udara pada dua puluh titik penggunaan lahan
mencakup badan air, lahan terbangun, lahan terbuka, vegetasi dan lahan pertanian
di kampus IPB Darmaga dapat dilihat pada gambar 2. Kelima lokasi pengukuran
dipilh berdasarkan dugaan besarnya pengaruh, yaitu:
a. Vegetasi meliputi areal hutan rektorat, hutan shelter bus IPB, Hutan landskap,
Cikabayan, dan Hutan alhurriyah (Alhur). Kelima lokasi ini dimanfaatkan
sebagai tempat koleksi pohon-pohonan.

Gambar 3 Hutan Al Hurriyah

Gambar 4 Kolam pintu 2

b. Lahan terbuka meliputi areal Gymnasium dan pintu 1 IPB, yang ditanami
vegetasi rumput dan beraspal.
c. Lahan pertanian meliputi Fapet 1, Fapet 2, dan Biofarmaka. Dalam hal ini areal
tersebut ditumbuhi tanaman pertanian seperti rumput ternak, jagung, dan kelapa
sawit.
d. Badan air meliputi kolam Fakultas Kelautan dan Perikanan (FPIK), kolam
perpustakaan LSI, kolam Fakultas Peternakan (Fapet), dan Kolam pintu 2 IPB.
Pada areal ini didominasi kondisi berair dengan dikelilingi oleh vegetasi.
e. Lahan terbangun meliputi Common class room (CCR), Fakultas Peternakan
(Fapet), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Rektorat IPB, gedung Graha
Widya Wisuda (GWW), dan Perumahan dosen (Perumdos). Pada areal ini
didominasi oleh semen/beton.

8

Gambar 6 Rektorat IPB

Gambar 7 Fapet 2 IPB

Pengukuran suhu udara untuk kelima kelas lahan dilakukan pada pukul 08.00,
13.00, dan 16.00 WIB pada tiap hari pengukuran selama sepuluh hari dengan
mengukur suhu bola basah (Tbb) dan suhu bola kering (Tbk). Pengukuran ini
dilakukan secara acak yaiu pada hari pertama dimulai dari penggunaan lahan
vegetasi ke penggunaan lahan selanjutnya, lalu pada hari kedua dimulai dari
penggunaan lahan terbangun dan seterusnya sampai dengan hari kesepuluh. Hal ini
dilakukan guna melihat keseragaman data hasil pengukuran diberbagai penggunaan
lahan.
Suhu udara salah satu unsur iklim yang sangat berpengaruh pada kenyamanan
suatu kota. Oleh karena itu, selain persamaan-persamaan linear yang didapatkan,
dilakukan pengukuran data suhu udara dari pengamatan langsung mengalami
kenaikan yang secara umum jika diamati dalam satu hari maka akan terjadi
kenaikan dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB yang disebabkan karena
ada penambahan panas dari radiasi matahari. Pengukuran suhu udara dari
perbedaan penggunaan lahan diketahui dari perbandingan suhu udara pada area
vegetasi dengan keempat penggunaan lahan lainnya. Perbandingan suhu udara
dibandingkan dengan diwakili suhu udara rata-rata pada pagi, siang, dan sore hari.
Hasil pengukuran suhu udara pada klasifikasi lahan vegetasi dengan lima
lokasi contoh pengukuran yaitu Hutan Rektorat, Hutan Shelter Bus, Hutan Alhur,
Cikabayan, dan Landskap didapatkan data suhu udara rata-rata pagi hari (pukul
08.00 WIB) yaitu 25.7oC, dan suhu udara rata-rata siang hari (pukul 13.00 WIB)
pada kelas vegetasi ini didapatkan nilai 29.6oC serta suhu udara rata-rata sore hari
(pukul 16.00 WIB) yaitu 27.6oC. Pengamatan selama sepuluh hari dari awal
pengukuran hingga mencapai suhu maksimum, mengalami kenaikan suhu udara
sebesar 3.9oC (Gambar 8). Hal ini dapat terjadi, karena radiasi matahari yang datang
masih lebih besar jika dibandingkan dengan radiasi keluar yang berupa pantulan
panjang gelombang pendek dari vegetasi.

9
40
S

SUHU

35

agi

ore

iang

30
25
20
15
7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

17,00

19,00

Waktu
Landskap

Hutan Rektorat

Hutan Shelter Bus

Cikabayan

Hutan Alhur

Gambar 8 Fluktuasi suhu udara plot vegetasi
Pengukuran di lokasi penggunaan lahan pertanian selama sepuluh hari
didapatkan nilai suhu udara rata-rata pada tiga lokasi contoh yaitu Fapet 1, Fapet 2,
dan Biofarmaka sebesar 27.1oC pada pengukuran pagi hari pukul 08.00 WIB,
sedangkan suhu udara rata-rata siang hari terjadi pada pukul 13.00 WIB dengan
suhu 30.5oC (Gambar 9) serta suhu udara rata-rata sore hari yaitu 27.5oC. Hal
tersebut juga terjadi pada klasifikasi lahan untuk kelas Lahan Terbuka pengukuran
suhu udara rata-rata pada dua lokasi di Gymnasium dan Pintu 1 nilai suhu udara
pagi hari yang didapat sebesar 26.2oC pada pukul 08.00 WIB dan suhu udara ratarata siang hari sebesar 29.9oC pukul pengukuran 13.00 WIB (Gambar 10), serta
pengukuran suhu udara rata-rata sore hari pada pukul 16.00 WIB didapatkan nilai
28.7oC. Pada klasifikasi Lahan Terbuka dari awal hingga sepuluh hari pengamatan
terjadi kenaikan suhu udara sebesar 3.7oC.
40

Siang

Pagi

Sore

SUHU

35
30
25
20
15
7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

17,00

Waktu
Fapet 1 (pertanian)

Biofarmaka

Fapet 2 (pertanian)

Gambar 9 Sebaran Suhu udara plot lahan pertanian

19,00

10
40
Siang

Pagi

Sore

SUHU

35
30
25
20
15
7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

17,00

19,00

Waktu
Gymnasium

Pintu 1

Gambar 10 Sebaran suhu udara plot Lahan terbuka.
Perubahan suhu di non vegetasi seperti Lahan terbangun, dimana pengukuran
dilakukan pada enam plot contoh GWW, Perumdos, Fapet, FKH, CCR, dan
Rektorat. Dari pengukuran didapatkan nilai suhu udara rata-rata pagi hari sebesar
26.4oC pada pukul 08.00 WIB, sedangkan suhu udara rata-rata siang hari pada
pukul pengukuran 13.00 WIB sebesar 30.1oC dan suhu udara rata-rata sore hari
28.5oC (Gambar 11), dengan kenaikan suhu udara sebesar 3.7oC selama sepuluh
hari pengamatan. Hal ini dapat disebabkan dari bahan-bahan pembentuk permukaan
yang umumnya merupakan bahan dengan daya hantar tinggi, yang menyebabkan
dalam waktu yang singkat dapat cepat menerima panas lebih banyak. Kelas
klasifikasi lahan terakhir untuk badan air pengukuran dilakukan pada empat lokasi
contoh di Kolam LSI, Kolam Pintu 2, Kolam FPIK, dan Kolam Fapet. Nilai suhu
udara rata-rata pagi hari sebesar 26.8oC sedangkan nilai suhu udara rata-rata siang
hari dan sore hari pada keempat lokasi sebesar 29.5oC dan 28oC (Gambar 12).
Hasil pengukuran suhu udara pada penggunaan lahan vegetasi berkisaran
antara 20.5oC - 36.3oC, sedangkan pada penggunaan lahan terbuka, lahan pertanian,
lahan terbangun, dan badan air masing-masing berkisaran antara 22.6 oC – 35.4oC,
23.8oC – 35.7oC, 21.9oC – 37.6oC, dan 20.5oC – 35.7oC. Penelitian Permana (2004)
yang juga mengukur suhu udara kampus IPB Darmaga, didapatkan nilai suhu udara
untuk pada tipe vegetasi dan lahan terbangun masing-masing berkisar antara 24.0oC
– 31.6oC dan 24.4oC – 33.0oC. Hal ini menunjukkan terjadi kenaikan suhu
maksimum dari tahun 2004 – 2014 sebesar 4.7oC dan 4.6oC untuk klasifikasi lahan
vegetasi dan lahan terbangun.
Penggunaan lahan terbangun dan lahan pertanian memiliki nilai suhu udara
yang tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal ini
disebabkan tipe lahan pertanian beberapa arealnya terbuka yang ditanami tanaman
pertanian sehingga cahaya matahari dapat masuk dengan cukup tinggi dan pada
lahan terbangun lebih disebabkan oleh permukaan yang keadaannya terbuka dan
lebih kering (aspal/beton) secara cepat memanaskan permukaan aspal selanjutnya
udara yang diatasnya dipanaskan dari permukaan aspal/beton tersebut.
Vegetasi dan badan air menunjukkan nilai suhu udara yang rendah, hal ini
dikarenakan tumbuhan memiliki kemampuan menyerap cahaya matahari untuk
melakukan fotosintesis yang dapat menurunkan suhu sekitarnya dan badan air

11
mampu menyimpan panas yang lebih baik dibandingkan daratan/tanah. Tajuk
vegetasi yang rapat dapat menahan atau menurunkan efek dari peningkatan radiasi
matahari pada siang hari dan menahan turunnya suhu udara minimum pada malam
hari (Griffiths, 1976 diaju dalam Listyanti 2009). Pernyataan yang sama oleh Miller
(1988) diaju dalam Permana (2004) bahwa adanya hutan kota akan mampu
menyejukkan suhu udara ekstrim dibandingkan dengan area terbuka atau pusat kota.
40
Pagi

Sore

Siang

SUHU

35
30
25
20
15
7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

17,00

19,00

Waktu
GWW

Rektorat

Fapet

FKH

Perumdos

CCR

Gambar 11 Sebaran suhu udara plot lahan terbangun
40

Pagi

Siang

Sore

SUHU

35
30
25
20
15
7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

17,00

19,00

Waktu
Kolam LSI

Kolam Pintu 2

Kolam FPIK

Kolam Fapet

Gambar 12 Sebaran suhu udara plot Badan Air
Analisis data suhu udara rata-rata menunjukkan pola hampir sama pada
semua tipe penggunaan lahan dengan satu puncak suhu maksimum terjadi pada
siang hari. Kisaran waktu suhu udara tertinggi terjadi pada pukul 13.00 WIB sampai
dengan pukul 14.00 WIB dan akan mulai menurun pada pukul 15.00 WIB (sore
hari). Hal ini terjadi karena peningkatan intensitas matahari yang sampai ke

12
permukaan bumi. Sedangkan untuk fluktuasi suhu udara pagi hari menunjukan nilai
yang tidak jauh berbeda untuk semua penggunaan lahan lainnya, disebabkan pada
pagi hari pengaruh radiasi matahari masih rendah dan penyinaran yang belum
begitu lama.

Analisis Kelembaban Udara
Kelembaban udara (RH) pada kelima klasifikasi penggunaan lahan
dikelompokkan menjadi kelembaban udara rata – rata pada 20 lokasi titik contoh.
Hasil kelembaban udara pagi hari yang didapat pada kelas lahan Vegetasi, Lahan
terbuka, Lahan Terbangun, Lahan Pertanian, dan Badan air secara berurutan paling
tinggi berkisaran 90% (08.00 WIB), 93% (09.12 WIB), 93% (09.37 WIB), 90%
(08.03 WIB), dan 92% (09.10 WIB). Kelembaban udara untuk lahan terbangun
(gambar 10) dan lahan pertanian (gambar 13) lebih tinggi 3%, hal ini karena untuk
lahan terbangun dan lahan pertanian pengukuran nilai kelembaban dilakukan
dibawah tegakan vegetasi disekitar bangunan (GWW) dan lahan pertanian
(Biofarmaka).
95

% RH

85
75

Landskap

65

Hutan Rektorat

55

Hutan Shelter Bus

45

Cikabayan

35
7,00

Hutan Alhur
9,00

11,00

13,00
Waktu

15,00

17,00

19,00

Gambar 13 Pengukuran RH plot Vegetasi
95
85

% RH

75
65

Gymnasium

55

Pintu 1

45
35
7,00

9,00

11,00

13,00

15,00

17,00

19,00

Waktu

Gambar 14 Pengukuran RH plot lahan terbuka

13
Nilai kelembaban untuk waktu siang hari secara berurutan 74% (13.41 WIB),
67% (13.22 WIB), 69% (13.29 WIB), 68% (13.13 WIB), dan 69% (13.34 WIB)
perbedaan kelembaban waktu siang sekitar 13% terhadap nilai kelembaban pagi
hari. Nilai kelembaban di siang hari lebih rendah dipengaruhi oleh radiasi yang
tinggi sehingga nilai kelembaban udara pagi dan sore hari lebih besar dibandingkan
disiang hari. Kelembaban udara pada sore hari dikelima kelas lahan yaitu 91%
(16.47 WIB), 83% (17.39 WIB), 84% (16.00 WIB), 82% (16.57 WIB), dan 86%
(17.19 WIB).
Nilai kelembaban udara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat
ketersediaan bahan penguap, suhu udara, dan radiasi matahari. Pada pagi hari yang
pengaruh radiasi matahari belum nampak, kondisi ini menunjukkan kelembaban
udara yang stabil. Sebaliknya pada siang hari saat radiasi tinggi, menyebabkan
kelembaban udara tergantung pada tingkat ketersediaan bahan penguap. Sehingga
pada siang hari variasi kelembaban udara cukup besar dibandingkan pagi dan sore
hari. Hal ini pun berlaku pada kelima penggunaan lahan.
95
85
GWW

% RH

75

Rektorat

65

Fapet

55

FKH

45

Perumdos

35
7,00

CCR
9,00

11,00

13,00
Waktu

15,00

17,00

19,00

Gambar 15 Pengukuran RH plot lahan terbangun
95
85

% RH

75
65

Fapet 1

55

Biofarmaka
Fapet 2

45
35
7,00

9,00

11,00

13,00
Waktu

15,00

17,00

19,00

Gambar 16 Pengukuran RH plot lahan pertanian
Kelembaban udara tidak lepas dari pola suhu udara, yang cenderung
berbanding terbalik apabila kelembaban udara tinggi maka suhu udaranya akan

14
rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1995), bahwa kelembaban
udara dipengaruhi oleh suhu udara dan tidak berlaku sebaliknya. Hasil pengukuran
menunjukkan kelembaban udara tinggi terdapat pada daerah vegetasi (gambar 8).
Hal ini dikarenakan pada lokasi terjadi evapotranspirasi, yang pada lokasi terdapat
banyak pohon atau tanaman lain memungkinkan terjadinya evapotranspirasi yang
besar oleh karena itu massa udara dilokasi ini banyak mengandung uap air
dibandingkan pada klasifikasi lahan lainnya.
Hal yang sama terjadi pada areal badan air (gambar 15) memiliki kelembaban
udara tinggi, disebabkan keadaan lokasi keempat plot contoh badan air
disekelilingnya didominasi permukaan air dengan beberapa pepohonan
disekitarnya yang memungkinkan terjadinya evaporasi dan juga evapotranspirasi
yang banyak mengandung uap air. Uraian tersebut menjelaskan bahwa peranan
hutan untuk menaikkan kelembaban udara melalui proses evapotranspirasi. Hal
berbeda terjadi pada penggunaan lahan terbangun yang nilai kelembabannya rendah,
yang dikarenakan udara dilokasi ini lebih kering sehingga kapasitas udara untuk
menampung uap air yang lebih besar akan tetapi bahan penguapnya kurang.
95
85

% RH

75
Kolam LSI

65

Kolam FPIK

55

Kolam Fapet

45

Kolam Pintu 2

35
5,00

7,00

9,00

11,00 13,00
Waktu

15,00

17,00

19,00

Gambar 17 Pengukuran RH plot badan air

Pengaruh Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga
Pemenuhan kebutuhan gedung perkuliahan dan infrastruktur lainnya,
seringkali lahan hijau menjadi korban. Ditambah lagi peningkatan kendaraan
bermotor di kampus IPB Darmaga meningkatkan keberadaan karbondioksida.
Perubahan penggunaan lahan dapat merubah kesetimbangan energi yang pada
akhirnya mempengaruhi suhu udara. Kampus IPB Darmaga hampir sebagian besar
lahannya telah mengalami perubahan, dan berubah fungsi menjadi bangunan
gedung-gedung kampus dan beberapa sarana prasarana penunjang aktivitas civitas
kampus yang tentunya menambah kontribusi persentase peningkatan suhu udara di
kampus IPB Darmaga.

15
Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan 2014 dan THI
NO Penggunaan Lahan Luas Penggunaan Lahan (Ha)

THI

1
2
3
4
5

25.6
26.6
26.6
26
25.5

Vegetasi
Lahan Terbangun
Lahan Terbuka
Lahan Pertanian
Badan Air
Jumlah

128.73
63.00
11.20
2.62
43.93
249.48

Berdasarkan literatur kondisi kenyamanan dibedakan dalam tiga kondisi yaitu
nyaman (THI= 19-23), sedang (THI= 23-26), dan tidak nyaman (THI > 26)
(Ayoade, 1983 dalam Listyanti, 2009).
Hasil menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk vegetasi di kampus IPB
Darmaga memiliki luas wilayah yang besar, sedangkan penggunaan lahan terendah
ada pada wilayah badan air. Hasil THI rata-rata didapat pada lima klasifikasi lahan
menunjukkan untuk klasifikasi vegetasi, lahan pertanian dan badan air
menunjukkan kondisi sedang dan untuk klasifikasi lahan terbuka dan lahan
terbangun menunjukkan kondisi tidak nyaman. Dari beberapa uraian di atas terkait
suhu dan kelembaban juga menunjukkan bahwa hutan sangat berperan penting
dalam menahan radiasi matahari dengan naungan langsung ke permukaan, sehingga
hutan dapat menciptakan suhu lebih dingin dibandingkan daerah terbuka tanpa
pepohonan dapat memberi panas yang tinggi.
Perbedaan dalam penggunaan lahan tentu mempengaruhi kondisi iklim mikro
pada masing-masing lahan. Dari tingkat kenyamanan kampus IPB Darmaga pada
beberapa klasifikasi lahan masih tergolong sedang, akan tetapi beberapa tahun
kedepan kondisi tersebut dapat berubah seiring pengembangan pembangunan
kampus. Oleh karenanya, untuk membuat kondisi sedang berubah menjadi nyaman
diperlukan pengembangan bentuk hutan kota dibeberapa lokasi. Sistem penghijaun
dapat berupa jalur hijau yang ditempatkan dibeberapa tepi jalan yang padat oleh
aktivitas kendaraan seperti pada lahan terbuka pintu 1, karena dilokasi ini tingkat
kenyamanan sangat rendah sehingga dapat ditanam dengan tanaman yang tinggi
dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.
Pengembangan hutan kota juga dapat dengan bentuk taman, yang dapat
ditempatkan dibeberapa titik disekitar lokasi bangunan dengan tanaman bebungaan
ataupun pohon seperti cemara.
Hutan kota sangat berperan penting dalam menahan radiasi matahari oleh
naungan langsung ke permukaan sehingga hutan dapat menciptakan iklim mikro
lebih dingin dibandingkan dengan daerah terbuka tanpa pepohonan. Secara umum,
dari kelima penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga tersebut telah memiliki titik
penempatan hutan kota baik berupa bentuk jalur ataupun taman – taman kecil. Akan
tetapi khusus untuk lahan terbuka dan lahan terbangun masih sangat kurang
ditambah lagi perkembangan pembangunan kampus IPB kedepannya masih sangat
memungkinkan dalam hal mengkonversi lahan hijau menjadi lahan terbangun,
untuk itu sangat diperlukan perhatian lebih dalam menyeimbangi kebutuhan
pembangunan dengan ruang hijau sehingga tingkat kenyaman pada setiap
penggunan lahan tidak menjadi sangat rendah. Widyawati et. al (2002) diaju dalam
Listyanti (2009) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kenyamanan dalam lahan

16
terbangun perlu ditanami aneka vegetasi, khususnya pepohonan serta pembangunan
air mancur yang dapat menyejukkan udara disekitarnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari kelima kelas lahan didapatkan secara berurutan nilai suhu udara
Penggunaan lahan di kampus IPB Darmaga dipetakan dalam lima kelas lahan.
Perkembangan pembangunan kampus IPB terjadi peningkatan terhadap kelas lahan
terbangun dari tahun 2000 – 2014 sebesar 15%. Hasil pengukuran suhu udara di
lima tipe penggunaan lahan didapatkan hasil pengukuran suhu rendah pada tipe
vegetasi dan badan air serta suhu udara yang tinggi dan kelembaban udara rendah
pada tipe lahan terbangun. Adanya radiasi matahari yang dipantulkan oleh tajuk
pepohonan menyebabkan suhu dalam komunitas vegetasi menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan lahan terbangun yang bahan permukaannya lebih tertutup
dengan aspal atau beton suhu udaranya lebih cepat tinggi/panas. Perbedaan nilai
suhu udara menunjukkan bahwa adanya pepohonan (hutan kota) di Kampus IPB
Darmaga mampu mempengaruhi suhu udara di kampus. Serta mempengaruhi
tingkat kenyamanan pada kelima kelas penggunaan lahan di kampus. Namun,
pengaruh bentuk hutan kota di kampus hanya cukup berpengaruh dalam
meningkatkan kenyamanan pada kondisi siang hari, sehingga pengembangan
bentuk hutan kota di IPB diperlukan baik berupa jalur hijau ataupun bentuk
pertamanan.

Saran
1.
2.

Penentu kebijakan pembangunan kampus perlu menambah penghijauan lagi di
lahan – lahan terbangun di kampus IPB Darmaga.
Bangunan kampus yang ada saat ini perlu untuk ditambahkan lagi bentuk hutan
kota taman atau jalur hijau agar tingkat kenyamanan kampus dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih ES, Soenarmo SH, Mujiasih S. 2001. Kajian Perubahan Distribusi
Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutupan Lahan (Studi Kasus
Cekungan Bandung). Warta LAPAN Vol3 (1): 29-44
Ardhiningrum, SR. 2002. Perubahan Iklim Bogor (Studi Kasus Lima Kecamatan di
Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): institut Pertanian Bogor.
Dahlan. 2011. Potensi hutan kota sebagai alternatif substitusi fungsi alat pendingin
ruangan (Air Conditioner) (Studi kasus kampus IPB Darmaga) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

17
Dahlan EN. 2008. Jumlah emisi gas CO2dan pemilihan jenis tanaman berdaya rosot
sangat tinggi: studi kasus di Kota Bogor. Media Konservasi 13: 85-89
Effendy S. 2007. Keterkaitan antara ruang terbuka hijau dengan urban heta island
wilayah Jabotabek [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Fajri PYN. 2011. Pemodelan Pengaruh Jarak Jangkau Ruang Terbuka Hijau
Terhadap Suhu Permukaan di Perkotaan (Studi Kasus: Kota Bogor) [skripsi].
Bogor (ID): Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika
dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya: Jakarta.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai
Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre – (ICRAF SEA)
Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia.
Herdiansyah. 2005. Penentuan luasan optimal hutan kota sebagai rosot gas
karbondioksida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hernowo JB, Soekmadi R, Ekarelawan. 1991. Kajian pelestarian satwaliar di
Kampus IPB Darmaga. Media konservasi III (2): 43-65.
Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara:
Jakarta.
Listyanti AD. 2009. Pengaruh perubahan penggunaan dan penutupan lahan
terhadap kenyamanan di Suburban Bogor Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Permana D. 2004. Studi iklim mikro di beberapa tipe penutupan lahan kampus IPB
Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pratama GE. 2013. Rencana pengembangan Ruang Terbuka Hijau berdaasarkan
distribusi suhu permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di kota
Surakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prasasti I. 2004. Analisis Hubungan Penutupan Lahan dan Parameter Tururnan
Data Penginderaan Jauh dengan Albedo Permukaan [tesis]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Yazid M. 2006. Perilaku berbiak katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii Kuhl
& van Hasselt, 1822) di kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Yuliana S. 2000. Keragaman jenis amfibi (Ordo anura) di Kampus IPB Darmaga,
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

18

Lampiran 1 Sensor Suhu Udara
Perakitan Suhu Udara
Sensor suhu yang digunakan yaitu dioda silikon 1N4148. Perakitan dua buah
sensor (sensor 3 & sensor 4) terdiri dari sensor suhu bola kering dan suhu bola basah.
Komponen utama dari alat sensor suhu yaitu dioda yang telah diklasifikasikan.
Klasifikasi ini ditujukan untuk memberikan kemampuan yang sama pada tiap
sensor suhu. Dioda selanjutnya dirangkai menjadi 2 rangkaian yang masing –
masing satu rangkaian dipasangkan tiga dioda, lalu disambungkan dengan resistor
2k10 dan kabel yang telah tersambung pada baterai 6 volt dan multimeter (Gambar
5). Dioda yang dirangkai dicat putih guna mengurangi tingkat panas saat
penggunaan dilapang. Rangkaian Dioda dipasangkan dibelakang kipas laptop yang
terpasang pada pipa aluminium 30cm, guna saat kipas berputar udara yang terserap
dapat melewati dioda sehingga didapatkan nilai suhu udara. Dalam membedakan
sensor bola basah dengan sensor bola kering, dioda yang dirangkaikan salahsalu
rangkaiannya dililitkan benang yang selanjuttnya benang tersebut dibasahi dengan
air. Setelah rangkaian terbentuk untuk mengaktifkan sensor suhu dipasangkan dua
tombol tictac pada pipa aluminium yang terdiri dari tombol sensor bola kering dan
sensor bola basah.

Gambar 18 Rangkaian dioda
Cara Kerja Sensor Suhu
Dioda silikon 1N4148 dipilih karena perubahan arus yang mengalir pada
dioda tersebut berbanding terbalik dengan suhu disekitarnya. Dengan kata lain, jika
suhu udara sekitar dioda semakin tinggi maka arus yang mengalir pada dioda
semakin kecil.
Sebelum pengujian dilapang, rangkaian sensor harus dikalibrasi terlebih
dahulu untuk mendapatkan hubungan nilai suhu yang terukur dengan tegangan
yang masuk. Kalibrasi dilakukan terhadap sensor bola basah dan bola kering
dengan tiga kali pengulangan dan pengukuran pada suhu yang berbeda. Pengukuran
pertama dengan cara memasukkan sensor kedalam lemari es dengan suhu 13.5oC
dan 15oC, pengukuran kedua dilakukan dengan cara menyimpan sensor dalam suatu
ruangan dengan suhu suhu dilakukan dengan menggunakan termometer 25.5oC dan

19

27oC, serta pengukuran terakhir dilakukan dengan cara sensor suhu diletakkan
didekat teko panas dengan suhu 30oC dan 32oC. Semua pengukuran dilakukan
dengan menggunakan termometer.
Kalibrasi sensor suhu, dilakukan dengan memberikan sumber tegangan sebesar 6
Volt pada rangkaian sensor dengan pengukuran tegangan menggunakan multimeter.
Hasil kalibrasi terhadap sensor suhu 3 bola basah dan sensor bola kering dapat
dilihat pada gambar 6 dan 7, serta gambar 8 dan 9 untuk sensor suhu 4.

35

35

30

30

25

25

Suhu

40

Suhu

40

20

20

15

15

10

10

y = -117,83x + 225,61
R² = 0,7675

5

y = -112,09x + 215,36
R² = 0,7554

5

0

0
1,6

1,65 Volt 1,7

1,75

1,8

1,6

1,65 Volt 1,7

1,75

1,8

35

35

30

30

25

25

Suhu

Gambar 20 Grafik hasil kalibrasi
sensor suhu 3 bola basah

Suhu

Gambar 19 Grafik hasil kalibrasi
sensor suhu 3 bola
kering

20

20

15

15

10
5

10

y = -193,88x + 359,24
R² = 0,8843

0
1,65

1,7 Volt 1,75

5
1,8

Gambar 21 grafik hasil kalibrasi
sensor suhu 4 bola
kering

y = -197,22x + 364,2
R² = 0,8151

0
1,65

1,7 Volt 1,75

1,8

Gambar 22 grafik hasil kalibrasi
sensor suhu 4 bola basah

Hasil kalibrasi sensor suhu 3 dan sensor suhu 4 untuk sensor basah dan sensor
kering menunjukkan grafik hubungan antara suhu dengan tegangan. Setelah
diregresikan sensor suhu 3 bola kering diperoleh nilai R2=0.7675 dan nilai sensor
bola basah R2=0.7554. sedangkan untuk sensor suhu 4 diperoleh nilai R2=0.8843
bola kering dan nilai R2=0.8151 bola basah. Dari keempat nilai R2 menyatakan
bahwa hubungan antara suhu dengan tegangan tersebut adalah linear. Nilai
tegangan yang didapat akan dimasukkan kedalam komputer yang selanjutnya

20

diubah kedalam satuan suhu oC dengan menggunakan persamaan linear masing –
masing sensor suhu. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linier
antara variabel bebas dan terikat. Jika nilai koefisien mendekati satu (R=1),
artinya hubungan antara dua variabel itu kuat.
Lampiran 2 Suhu udara rata-rata
T = (T08.00 + T13.00 + ...+ T18.00)/25
Contoh: Plot lahan terbuka = (26.2oC + 29.9oC + ... + 28.7oC)/25
= 28.3oC
Lampiran 3 Kelembaban udara rata-rata
RH = (RH08.00 + RH13.00 + ... + RH17.00)/25
Contoh: Plot lahan terbuka = (77 + 60 + ... + 76)/25
= 71%
Lampiran 4 Indeks Kenyaman
THI = (0.8 x T)+

�� x �
5

Contoh: Plot lahan terbuka

= (0.8 x 28.3) )+
= 26

x

5

.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada
tanggal 29 Mei 1992 sebagai anak ke dua dari empat
bersaudara pasangan Bapak Dr Muh Najib Kasim, SE MSi dan
Ibunda Nuraeni Nontji, SE MSi. Pada tahun 2010 penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Palopo, Sulawesi Selatan. Penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan pada tahun 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Kelompok
Pemerhati Flora–Rafflesia di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun 2011-2013. Penulis juga aktif sebagai anggota
Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesmah) di Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan tahun 2011 – 2012. Penulis juga aktif
sebagai anggota Pengurus Pusat di Ikatan Mahasiswa Kehutanan (Sylva Indonesia)
tahun 2012-2014. Penulis pernah mengikuti praktik lapang antara lain Praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan Jalur Papandayan–Sancang (2012), dan Praktik
Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Walat (2013), dan Praktik Kerja Lapang
Profesi di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (2014). Selain itu penulis
pernah mengikuti Program Magang Mandiri Fakultas Kehutanan di Taman
Nasional Alas Purwo (2012). Penulis juga pernah mendapatkan dana hibah Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian dari Kementrian Pendidikan tahun
2013.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan
judul Identifikasi Penggunaan Lahan dan Keterkaitannya dengan Suhu Udara
Permukaan di Kampus IPB Darmaga, Bogor dibawah bimbingan Dr Ir H Endes N
Dachlan, MS dan Ir Bregas Budianto, Ass Dipl.