Dampak Pengembangan Subsektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi

DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN
TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

RAKHMAT PRABOWO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak
Pengembangan Subsektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis
Sistem Neraca Sosial Ekonomi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Rakhmat Prabowo
NIM H14090114

ABSTRAK
RAKHMAT PRABOWO. Dampak Pengembangan Subsektor Peternakan
Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi.
Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan subsektor peternakan
dan dampak pengembangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja dan distribusi pendapatan berdasarkan data Sistem Neraca Sosial
Ekonomi 2008, menggunakan metode analisis pengganda (multiplier), yaitu
multiplier nilai tambah dan multiplier keterkaitan antar sektor serta menggunakan
metode analisis simulasi kebijakan. Dari hasil analisis pengganda, investasi pada
subsektor peternakan memiliki dampak yang relatif besar terhadap peningkatan
nilai tambah, dan peningkatan produksi sektor-sektor hulunya, yang dibuktikan
dengan nilai multiplier nilai tambah (1.86) dan multiplier keterkaitan antar sektor

(2.44). Dari hasil analisis kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor
komoditas peternakan, menunjukan bahwa kebijakan ini tidak hanya efektif dalam
meningkatkan produksi peternakan domestik, akan tetapi juga dapat memperbaiki
distribusi pendapatan rumah tangga pertanian-non pertanian.
Kata Kunci: Distribusi Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, Pertumbuhan
Ekonomi, SNSE, Subsektor Peternakan.
ABSTRACT
RAKHMAT PRABOWO. The Impact of Development In The Livestock Sector
Towards The Economy of Indonesia : An Analysis of Social Accounting Matrix.
Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
This paper analyze, the role and the impact of development in the livestock
sector towards economic growth, income distribution, and employment based on
2008 Indonesia SAM (SNSE) by using multiplier analysis (value added multiplier
and other sector linkage multiplier). Empirical evidence based on multiplier
analysis indicated investments in the livestcok sector have profound significance
impact on the added value and in production of upstream sectors, which is proved
by the value of added value multiplier (1.86) and other sector linkage multiplier
(2.44). Based on the policy of reallocation budget over the function of import
livestock comodity indicated that this policy not only effective in increasing
domestic livestock production, but also improve the income distribution of

agricultural household.
Keywords: Employment growth, Income Distribution, Livestock Sectors, Social
Accounting Matrix.

DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN
TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

RAKHMAT PRABOWO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Dampak
Pengembangan Sektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis
Sistem Neraca Sosial Ekonomi”, akhirnya dapat terselesaikan. Skripsi ini di susun
sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan program
sarjana (S1) Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak memberikan waktu dan pikiran, membimbing serta
mengarahkan dan memberi saran, dorongan dan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini.
2. Dr. Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen penguji utama dam Ibu Ranti
Wiliasih, M.Si. selaku komisi pendidikan
3. Seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak

ilmu dan pemahamannya kepada penulis.
4. Orang tua penulis tercinta serta kakak dan adik-adik tersayang atas doa dan
dukungan yang sangat besar dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada pihak dari les private statistik yang telah membantu membimbing
pengolahan data
6. Adrian Prama Arta, Farah Meiska dan Taufik Imandana, atas dukungan, dan
motivasinya selama penulis menyusun skripsi ini hingga selesai.
7. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga besar
pakuan teguh dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 46 yang telah
memberikan dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis agar karya tulis ini dapat bermanfaat dan juga dapat
digunakan sebagai penambah ilmu pengetahuan pembaca.

Bogor, Agustus 2015

Rakhmat Prabowo

i


ABSTRAK
RAKHMAT PRABOWO. Dampak Pengembangan Sektor Peternakan Terhadap
Perekonomian Indonesia: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Dibimbing
oleh WIWIEK RINDAYATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan subsektor peternakan
dan dampak pengembangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja dan distribusi pendapatan antar golongan berdasarkan data Sistem
Neraca Sosial Ekonomi 2008, menggunakan metode analisis pengganda
(multiplier), yaitu multiplier nilai tambah, multiplier produksi, multiplier
pendapatan tenaga kerja dan multiplier pendapatan institusi rumah tangga dan
metode analisis simulasi kebijakan. Dari hasil analisis pengganda, investasi pada
subsektor peternakan dan hasil-hasilnya memiliki dampak yang relatif besar, baik
terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai
tambah, peningkatan produksi sektor-sektor hulunya dan peningkatan pendapatan
institusi rumah tangga, yang dibuktikan dengan nilai multiplier produksi (3.71),
multiplier nilai tambah (1.86), multiplier keterkaitan antar sektor (2.44) dan
multiplier tenaga kerja (1.19). Dari hasil analisis simulasi kebijakan, dampak
kebijakan injeksi anggaran belanja pada pengembangan sektor produksi subsektor
peternakan, memiliki dampak yang relatif besar terhadap peningkatan pendapatan

dan peningkatan daya serap tenaga kerja pertanian. Dari hasil analisis kebijakan
realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan dan hasil-hasinya
menunjukan bahwa kebijakan ini tidak hanya efektif dalam meningkatkan
produksi peternakan domestik, akan tetapi juga dapat memperbaiki distribusi
pendapatan rumah tangga pertanian-non pertanian.
Kata Kunci : Distribusi Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, Pertumbuhan
Ekonomi, SNSE, Subsektor Peternakan.
ABSTRACT
RAKHMAT PRABOWO. The Impact of Development In The Livestock Sector
Towards The Economy of Indonesia: An Analysis Indonesian Social Accounting
Matrix 2008 (SNSE 2008). Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
This paper analyze, the role and the impact of development in the livestock
sector towards economic growth, income disparity, and employment based on
2008 Indonesia SAM (SNSE) by using multiplier analysis (value added
Multiplier, institution Multiplier, other sector linkage multiplier). Empirical
evidence based on multiplier analysis indicated investments in the livestcok sector
have profound significance impact on the increase in institution income, added
value and in production of upstream sectors, which is proved by the value of
production multiplier (3.71), added value multiplier (1.86), other sector linkage
multiplier (2.45). Based on the analysis policy of the injection of budget

expenditures in the development of livestock production sector, indicated that the
policy has a relatively large exposure to the increase of income and absorption of
agricultural labor. Based on the policy of reallocation budget over the function of

ii

import livestock comodity indicated that this policy not only effective in
increasing domestic livestock production, but also improve the income
distribution of agricultural household.
Keywords: Employment growth, Income Distribution, Livestock Sectors, Social
Accounting Matrix.

iii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................................v
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1

Rumusan Masalah ....................................................................................................5
Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 5
Manfaat Penelitian ................................................................................................... 6
Ruang lingkup Penelitian ......................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN............................................ 7
Peran Subsektor Peternakan dalam Pembangunan .................................................. 7
Konsep Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 8
Teori Pertumbuhan Neo Klasik ................................................................................ 9
Pengertian Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)................................................. 9
Kegunaan SNSE .....................................................................................................12
Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial
Ekonomi ................................................................................................................. 14
Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 15
Penelitian Terdahulu .............................................................................................. 15
Kerangka Pemikiran ............................................................................................... 18
METODE PENELITIAN ................................................................................................ 22
Jenis dan Sumber Data ........................................................................................... 22
Metode Analisis Data ............................................................................................. 22
Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi................................................................... 22
Metode Analisis Multiplier .................................................................................... 25

Analisis Dekomposisi Pengganda Neraca .............................................................. 28
Simulasi Kebijakan ................................................................................................ 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 32
Peranan Subsektor Peternakan terhadap Perkonomian ......................................... 32
Dekomposisi Pengganda ........................................................................................ 43
Simulasi Kebijakan ................................................................................................ 50
SIMPULAN DAN SARAN............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................67
LAMPIRAN .................................................................................................................... 69

iv

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Distribusi PDB Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha
Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha
Tenaga Kerja Subsektor Peternakan menurut Status Pekerjaan
Kerangka Dasar SNSE
Multiplier Nilai Tambah, Tenaga Kerja dan Modal
Multiplier Tenaga Kerja menurut Golongan
Multiplier Rumah Tangga, Perusahaan dan Institusi
Pengganda Institusi Rumah Tangga menurut Golongan
Multiplier Produksi, Own Multiplier dan Multiplier Keterkaitan
Multiplier Nilai Tambah, Institusi, Produksi dan Multiplier Total
Dampak Injeksi pada Subsektor Peternakan
Peranan Subsektor Peternakan terhadap Pendapatan dan Penyerapan
Tenaga Kerja
Dekomposisi Pengganda terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor
Peternakan terhadap Nilai Tambah
Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor
Peternakan terhadap Pendapatan Tenaga Kerja
Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor
Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor
Peternakan terhadap Pendapatan Institusi Rumah Tangga
Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas
Peternakan terhadap Nilai Tambah
Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas
Peternakan terhadap Pendapatan Tenaga Kerja
Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas
Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas
Peternakan terhadap Pendapatan Institusi Rumah Tangga

2
3
3
11
33
35
36
38
40
42
44
46
49
51
52
53
55
57
58
60
61

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Grafik perkembangan impor komoditas peternakan
Hubungan antar subsistem dalam SNSE
Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian
Kerangka Pikir Konseptual Penelitian

4
14
20
21

v

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Dekomposisi pengganda sektor pertanian
Nilai koefisien pengganda tenaga kerja dan nilai tambah
Penyerapan tenaga kerja berdasarkan snse 2008
Pengganda dan dekomposisi pengganda sektor peternakan
Sistem Neraca Sosial Ekonomi ukuran 105x105 sektor 30
Sistem Neraca Sosial Ekonomi Ukuran 105X105 Sektor 30 (Lanjutan)
Sistem Neraca Sosial Ekonomi Ukuran 105X105 Sektor 30 (Lanjutan)
Sistem Neraca Sosial Ekonomi Ukuran 105X105 Sektor 30 (Lanjutan)
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2000-2014
10. Laju PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha
(Miliar Rupiah), 2000-2014
11. Statistik Konsumsi Daging Sapi Indonesia

69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, dan sekaligus negara kepulauan
terbesar di dunia, hampir setengah dari jumlah penduduknya yang mencapai 250
juta jiwa bermata pecarian sebagai petani. Banyaknya jumlah masyarakat yang
berprofesi sebagai petani ini menjadikan sektor pertanian beserta subsubsektornya di Indonesia memiliki peranan yang sangat strategis dalam
perekonomian Indonesia. Bahkan, di banyak daerah dan di sebagian besar desadesa di Indonesia, sektor pertanian menjadi sektor penopang perekonomian daerah
dan desa tersebut.
Dengan latar belakang kondisi geografis dan demografis tersebut, Indonesia
sebagai negara agraris, sangat berpotensi menjadi produsen bahan pangan dunia.
Sebagai negara agraris sudah tentu fokus pengembangan dan pembangunan
ekonomi di Indonesia haruslah berbasis pada sektor pertanian beserta sub-sub
sektornya. Oleh karena itu, sektor pertanian beserta sub-subsektornya, termasuk
subsektor peternakan haruslah menjadi salah satu prioritas utama dalam rencana
pembangunan nasional.
Menurut Gillis et.al. (1992) yang dikutip oleh Rudor (2012), beberapa
peranan penting pertanian bagi pembangunan ekonomi: pertama, pertanian
menyediakan makanan yang dikonsumsi oleh manusia; kedua, pertanian penting
sebagai penyedia lapangan pekerjaan; ketiga, pertanian sebagai penyedia inputinput sektor industri; keempat, sektor pertanian dapat menjadi sumber modal
untuk pertumbuhan ekonomi modern melalui pengelolaan komoditas pertanian,
sehingga komoditas pertanian memiliki nilai tambah; serta kelima, pertanian dapat
menjadi sumber devisa negara melalui hasil ekspor komoditas pertanian maka
negara akan mendapatkan penerimaan SDA nonmigas.
Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan
dari sektor pertanian, sehingga pengembangan subsektor peternakan memiliki
peranan yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, terutama
dalam menjaga ketersediaan dan kecukupan protein hewani yang mayoritas
terdapat pada komoditas peternakan, seperti daging, telur, dan susu yang tidak
dapat digantikan dan ketersediaannya sebagian masih bergantung kepada impor.
Subsektor peternakan di Indonesia, ditinjau dari ketersediaan sumberdaya
serta sarana dan prasarana, memiliki potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan. Ditinjau dari kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung
ekosistem serta ketersediaan sumber daya manusia yang sangat besar, Indonesia
sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan produk dan jasa peternakan secara
meluas, seperti bahan pangan dan pakan yang permintaannya meningkat setiap
tahunnya, farmasi, bioenergi, kosmetika, agrowisata, estetika, dan sebagainya.
Jika potensi tersebut dapat dioptimalkan, maka Indonesia tidak hanya akan
mampu mencukupi kebutuhan domestik akan produk-produk komoditas
peternakan, akan tetapi bahkan dapat menjadikan subsektor peternakan sebagai
sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia di masa depan. Namun,
fakta menunjukkan bahwa potensi subsektor peternakan yang sangat besar
tersebut belum mampu didayagunakan dan atau dimanfaatkan secara optimal

2

menjadi kekuatan riil dalam memenuhi kebutuhan dan menjaga pasokan serta
kecukupan protein hewani di dalam negeri, apalagi dalam mendukung upaya
peningkatan swasembada dan ketahanan pangan nasional, bahkan ketergantungan
terhadap impor dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin tinggi. Hal ini
dapat dilihat dari perkembangan data statistik, baik kontribusi dan pertumbuhan
subsektor peternakan dalam distribusi PDB maupun laju pertumbuhan sektor
pertanian menurut lapangan usaha, maupun dari kemampuan dayaserap tenaga
kerja subsektor peternakan menurut status pekerjaan.
Tabel 1. Distribusi PDB sektor pertanian menurut lapangan usaha
LAPANGAN USAHA

Pertanian, Peternakan, Kehutanan
Dan Perikanan

2005

2006 2007 2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014 Rata-rata

13.13 12.97 13.72 14.48 15.29 15.29 14.71 14.50 14.42 14.33

14.28

1. Tanaman Bahan Makanan (%)

6.54

6.42 6.71 7.07

7.48

7.48

7.14

6.98

6.84

6.62

6.93

2. Tanaman Perkebunan (%)

2.03

1.90 2.07 2.14

1.99

2.11

2.07

1.97

1.92

1.91

2.01

3. Peternakan dan Hasil-hasilnya
1.59
(%)

1.53 1.55 1.68

1.87

1.85

1.74

1.77

1.82

1.83

4. Kehutanan (%)

0.81

0.90 0.92 0.82

0.80

0.75

0.70

0.67

0.63

0.60

0.76

5. Perikanan (%)

2.15

2.23 2.47 2.77

3.15

3.09

3.06

3.10

3.21

3.37

2.86

1.72

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Berdasarkan data distribusi PDB sektor pertanian menurut lapangan usaha
sebagaimana tampak pada Tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa subsektor
peternakan memberikan kontribusi yang sangat rendah terhadap PDB, yaitu ratarata hanya sebesar 1.72% dari PDB Indonesia selama periode 2005–2014, atau
memiliki kontribusi terendah kedua (setelah subsektor kehutanan) diantara
berbagai subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Rendahnya kontribusi
subsektor peternakan terhadap PDB tersebut cukup memprihatinkan, mengingat
besarnya potensi pengembangan subsektor peternakan di Indonesia, baik ditinjau
dari ketersediaan sumber daya alam dan besarnya sumber daya manusia, maupun
dari kondisi geografis dan daya dukung ekosistem yang besar. Oleh karena itu,
dalam rangka memanfaatkan dan mendayagunakan sepenuhnya potensi subsektor
peternakan yang besar agar dapat menjadi modal pertumbuhan baru bagi
perekonomian Indonesia, pemerintah dalam satu dekade ini terus berupaya untuk
mendorong pengembangan subsektor peternakan dan sekaligus mengoptimalkan
peranannya dalam perekonomian nasional. Hal ini ditempuh melalui berbagai
program pembangunan di dalam rencana kerja pemerintah (RKP), dengan antara
lain menyediakan berbagai fasilitas yang dapat menunjang kegiatan para peternak.
Dari data laju pertumbuhan sektor pertanian sebagaimana terlihat pada
Tabel 2 dibawah ini, subsektor peternakan memiliki laju pertumbuhan PDB yang
cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan PDB subsektor
peternakan tersebut bahkan merupakan pertumbuhan tertinggi ketiga diantara
berbagai subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Peningkatan pertumbuhan
PDB subsektor peternakan tersebut tentunya juga akan diikuti dengan peningkatan

3

produksi pada subsektor peternakan, yang selanjutnya juga akan mendorong
peningkatan permintaan input pada subsektor peternakan, baik input tenaga kerja
maupun input kapital yang lebih besar.
Tabel 2. Laju pertumbuhan sektor pertanian menurut lapangan usaha
LAPANGAN USAHA

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013
*

2014
**

Rata
-rata

Pertanian, Peternakan,
Kehutanan Dan Perikanan

2.72

3.36

3.47

4.83

3.96

3.01

3.37

4.20

3.44

3.29

3.56

2.60

2.98

3.35

6.06

4.97

1.64

1.75

3.09

1.90

1.33

2.97

2.48

3.79

4.55

3.67

1.73

3.49

4.47

6.22

4.40

4.79

3.96

2.13

3.35

2.36

3.52

3.45

4.27

4.78

4.69

4.73

4.69

3.80

1.
2.
3.

Tanaman Bahan
Makanan (%)
Tanaman Perkebunan
(%)
Peternakan dan Hasilnya
(%)

4.

Kehutanan (%)

-1.47

-2.85

-0.83

-0.03

1.82

2.41

0.85

0.16

0.11

0.19

0.03

5.

Perikanan (%)

5.87

6.90

5.39

5.07

4.16

6.04

6.96

6.49

6.86

6.97

6.07

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014

Peningkatan kebutuhan input pada subsektor peternakan tersebut, selain
akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja pada subsektor peternakan, juga akan
mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja untuk berkerja pada subsektor
tersebut. Dengan demikian, semakin besar laju pertumbuhan PDB subsektor
peternakan, maka akan semakin besar pula tenaga kerja yang mampu diserap oleh
subsektor peternakan tersebut.
Tabel 3. Tenaga kerja subsektor peternakan menurut status pekerjaan
Status pekerjaan
Berusaha Sendiri
(Pekerja)
Berusaha Dibantu,
Buruh Tidak
Tetap/Buruh Tidak
Dibayar (Pekerja)
Berusaha Dibantu,
Buruh Tetap/Buruh
Dibayar (Pekerja)
Buruh/Karyawan
(Pekerja)
Pekerja Bebas
Pertanian (Pekerja)
Pekerja Keluarga
(Pekerja)
Jumlah (Pekerja)

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

462 305

493 437

594 834

579 025

610 362

764 713

819 334

1 306 949

1 500 297

1 527 010

1 412 555

1 374 871

1 273 227

1 452 813

27 923

33 535

29 553

32 433

50 501

50 509

43 557

133 810

160 339

149 216

190 046

240 152

265 072

253 349

64 646

77 690

79 660

44 186

48 339

66 397

58 995

1 774 424

1 778 881

2 005 892

1 909 649

1 879 988

1 818 291

1 929 495

3 770 057

4 044 179

4 386 165

4 167 894

4 204 213

4 238 209

4 557 543

Sumber: Statistik Tenaga Kerja Pertanian 2009-20013

Berdasarkan data tenaga kerja subsektor peternakan menurut status
pekerjaan seperti terlihat pada Tabel 3 di atas, tampak bahwa perkembangan
tenaga kerja subsektor peternakan selama periode 2007-2014 cenderung
mengalami peningkatan yang fluktuatif. Selama periode tahun 2007–2009, tenaga
kerja pada subsektor peternakan cenderung terus meningkat, kemudian turun pada
tahun 2010, dan meningkat kembali pada periode tahun 2011 hingga tahun 2013.
Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.8% per tahun, subsektor peternakan

4

1 600

4 000

1 400

3 500

1 200

3 000

1 000

2 500

800

2 000

600

1 500

400

1 000

200

500

0

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

0

US$ Juta

Ribu Ton

dapat menyerap tenaga kerja rata-rata sebesar 131.248 pekerja/tahun. Daya serap
tenaga kerja subsektor peternakan tersebut berpotensi akan terus meningkat,
mengingat Indonesia belum mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang dimiliki.
Pengembangan subsektor peternakan dalam beberapa tahun terakhir masih
belum mandiri, seperti terlihat dari perkembangan komoditas impor peternakan
dan hasil-hasilnya yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan
Gambar 1 di bawah, dapat dilihat perkembangan impor komoditas peternakan dan
hasil-hasilnya di Indonesia selama periode 2001-2014 yang secara keseluruhan
mengalami tren peningkatan, baik volume maupun nilai impornya. Volume impor
komoditas peternakan dan hasil-hasilnya turun hanya pada tahun 2006 dan tahun
2011. Hal ini berkaitan erat dengan keberhasilan kebijakan dan program
swasembada sapi pada tahun 2005 dan tahun 2010. Sementara itu, nilai impor
komoditas peternakan dan hasil-hasilnya turun hanya pada tahun 2009 dan tahun
2012, antara lain dipengaruhi oleh kecenderungan penurunan harga komoditas
peternakan di pasar internasional.

Volume
(Ribu
Ton)
Nilai (Juta
US$)

Tahun

Gambar 1. Grafik perkembangan impor komoditas peternakan
Sumber: Statistik ekspor impor komoditas pertanian 2001-2014

Impor komoditas peternakan ini dilakukan guna mencukupi kesenjangan
(gap) antara permintaan komoditas peternakan di dalam negeri yang tinggi, yang
tidak mampu tercukupi dengan ketersediaan komoditas peternakan dan hasilhasilnya dari hasil produksi domestik yang masih terbatas. Agar harga komoditas
peternakan dan hasil-hasilnya tidak mengalami peningkatan, maka pemerintah
harus memenuhi gap tersebut dengan melakukan impor komoditas peternakan dan
hasil-hasilnya. Tingginya permintaan komoditas peternakan domestik ini, selain
disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk di satu sisi, juga berkaitan
dengan perubahan pola konsumsi dan perubahan terhadap selera masyarakat di
sisi lain. Akan tetapi impor ini menimbulkan disinsentif yang menyebabkan
subsektor peternakan di Indonesia tidak berkembang, disebabkan oleh

5

ketidakmampuan komoditas peternakan domestik untuk bersaing dengan
komoditas peternakan hasil dari impor.
Rumusan Masalah
Sebagai negara yang memiliki jumlah populasi penduduk terbesar ketiga di
dunia, menyebabkan Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang berlimpah.
Namun, jumlah tenaga kerja yang besar tersebut sebagian besar merupakan tenaga
kerja tidak terdidik yang terkonsentrasi di pedesaan. Besarnya tenaga kerja
tersebut dapat menjadi beban tanggungan tersendiri bagi pemerintah pusat,
apabila tenaga kerja yang berlimpah tersebut tidak dapat terserap oleh sektorsektor perekonomian yang ada pada saat ini. Selain itu, dengan kondisi geografis
Indonesia yang terdiri atas banyak pulau, menyebabkan proses pembangunan di
Indonesia menjadi tidak merata, sehingga berakibat pada semakin melebarnya
ketimpangan pembangunan antardaerah.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka pengembangan sektor
pertanian, khususnya subsektor peternakan menjadi sangat vital dan strategis
dalam perekonomian Indonesia. Selain itu, output subsektor peternakan juga
merupakan input bagi sektor-sektor ekonomi lainnya, terutama input antara yang
banyak digunakan oleh industri pengolahan makanan dan minuman, sehingga
apabila terjadi ketidakstabilan harga komoditas peternakan, maka kinerja sektorsektor lainnya juga akan terganggu, dan pada akhirnya akan berdampak pada
penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan menjadikan subsektor peternakan
sebagai lokomotif yang dapat menarik perkembangan sektor-sektor lainnya.
Dengan demikian, apabila subsektor peternakan tumbuh, maka sektor-sektor
lainnya juga akan dapat ditarik untuk ikut tumbuh.
Berdasarkan uraian dan latar belakang persoalan di atas, maka dalam
penelitian ini dapat diformulasikan 2 (dua) permasalahan mendasar dalam
pengembangan subsektor peternakan di Indonesia, sebagai berikut:
1. Bagaimana peran subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi,
penyerapan tenaga kerja, dan ketimpangan distribusi pendapatan dalam
perkonomian Indonesia ?
2. Bagaimana dampak pengembangan subsektor peternakan terhadap
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan ketimpangan distribusi
pendapatan ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah serta latar belakang di atas, maka secara
umum, tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari
pengembangan subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia. Secara
khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji peranan subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi,
penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan dalam perekonomian
Indonesia
2. Mengkaji bagaimana dampak pengembangan subsektor peternakan melalui
simulasi kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi,
penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan.

6

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan
pertimbangan dalam merumuskan kebijakan serta pengalokasian anggaran belanja
pemerintah pada subsektor peternakan, terutama dalam meningkatkan kontribusi
subsektor peternakan terhadap PDB, memperbaiki distribusi pendapatan, maupun
dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan
mengenai besarnya potensi pengembangan subsektor peternakan, serta pentingnya
subsektor peternakan dalam menunjang perekonomian nasional, sehingga
masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengembangannya melalui kerjasama
pemeliharaan ternak dengan para peternak di desa dengan sistem bagi hasil.
Bagi kalangan akademisi dan pemerhati pertanian, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan kajian dalam menganalisis kebijakan-kebijakan pemerintah
yang menyangkut pengembangan subsektor peternakan yang dikaitkan dengan
kondisi perekonomian terkini, serta keterkaitannya dengan sektor-sektor lainnya
dan subsektor peternakan itu sendiri. Selain itu, penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian di masa yang akan datang.
Ruang lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai peran dan dampak dari pengembangan
subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan
data SNSE. Fokus penlitian ini adalah pada peran subsektor peternakan terhadap
perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi pertumbuhan ekonomi,
penyerapan tenaga kerja, maupun distribusi pendapatan, dan dampak
pengembangan subsektor peternakan melalui simulasi kebijakan pemerintah
dalam alokasi anggaran maupun pembatasan impor komoditas peternakan
terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, serta penyerapan tenaga
kerja. Subsektor peternakan yang termasuk dalam pembahasan penelitian ini
meliputi produksi dan komoditas peternakan, yang meliputi ternak dan hasilhasilnya kecuali susu segar, unggas dan hasil-hasilnya serta hasil pemeliharaan
hewan (BPS, 2010).

7

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Peran Subsektor Peternakan dalam Pembangunan
Peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang kegiatannya
meliputi kegiatan pemeliharaan/pembibitan, pengembangbiakan dan pemungutan
hasil tenak (Badan Pusat Statistik, 2008). Peternakan juga memiliki peranan yang
strategis dalam upaya pemantapan ketahanan pangan hewani, pemberdayaan
ekonomi masyarakat di perdesaan maupun dalam memacu pengembangan
wilayah, terutama wilayah pedesaan. Menurut Sudaryanto et al., (2002) subsektor
peternakan memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dalam
bentuk kontribusi GDP (Gross Domestic Product), penyumbang kesempatan
kerja, sumber pendapatan, perolehan devisa, dan sumber pangan hewani bagi
penduduk. Dalam kerangka pembangunan ekonomi, Saragih (2001) berpendapat,
sesuai dengan tujuan pembangunan subsektor peternakan pada Pelita VI, maka
peranan subsektor peternakan harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
petani peternak, mendorong diversifikasi pangan, perbaikan mutu gizi
masyarakat, dan mengembangkan ekspor.
Seiring dengan tuntutan efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan, tenaga
kerja, modal dan faktor produksi, sistem usaha peternakan terpadu pun menjadi
semakin rasional, hal inilah yang mendorong pengembangan subsektor peternakan
berbasis agribisnis (Arifin B, 2004). Pengembangan subsektor peternakan berbasis
agribisnis mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sektor lainnya. Menurut
Saragih (2001) keunggulan dari pengembangan subsektor peternakan berbasis
agribisnis adalah: (1) kegiatan peternakan, terutama budidaya ternak relatif tidak
memerlukan lahan yang luas serta tidak menuntut kualitas SDM yang tinggi
dalam prosesnya; (2) kegiatan budidaya peternakan memiliki ketersediaan pasar
yang luas, yang berarti bahwa ternak yang dipelihara dapat dijual pada umur
berapa saja dan pasarnya telah tersedia; (3) produk yang dihasilkan oleh agribisnis
berbasis peternakan merupakan produk yang berelastisitas tinggi terhadap
perubahan pendapatan, artinya konsumsi akan meningkat bila pendapatan
masyarakat juga meningkat; (4) kegiatan peternakan sebagai suatu sistem
agribisnis, selain akan mampu menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan
pendapatan, mulai pada tingkat hulu, tingkat budidaya, dan hilir juga akan
meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan pada sektor jasa yang terkait
seperti transportasi, perdagangan, dan lain-lain; (5) komoditas agribisnis berbasis
peternakan memiliki pangsa pasar yang luas di kawasan nasional (seperti DKI
Jakarta), bahkan di kawasan internasional (seperti: ASEAN, Asia Timur, Timur
Tengah, Afrika, dan kawasan lainnya).
Beberapa permasalahan yang terkait dengan pertumbuhan sub sektor
peternakan, dijelaskan oleh Ilham (2007) dan Budiono (2010) yang menyatakan
bahwa terdapat permasalahan dalam memicu pertumbuhan subsektor peternakan.
Permasalahan tersebut yaitu: pada industri unggas penyediaan bibit dan pakan
yang masih tergantung impor; pada industri ruminansia besar, sumber bibit yang
menghandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan
yang terus meningkat serta industri pakan ternak yang belum diusahakan dengan
baik. Selain itu terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak hidup tanpa
kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan

8

keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan permintaan,
khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor. Jika ditinjau dari
potensi geografis Indonesia yang didukung dengan kondisi demografisnya,
seharusnya Indonesia mampu menjadi negara produsen sapi potong. Namun
potensi-potensi tersebut belum termanfaatkan, sehingga pengembangan komoditas
sapi potong di Indonesia sebagiannya masih bergantung kepada impor. Sejak
tahun 2001 hingga tahun 2014 impor komoditi sapi potong Indonesia cenderung
mengalami peningkatan, baik volume dan nilainya. Impor ini dilakukan untuk
mencegah kenaikan harga daging sapi, akibat tingginya permintaan daging sapi
dengan rendahnya kemampuan supply daging sapi domestik.
Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari
pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan, sehingga tidak heran jika di awal pembangunan, banyak negara
yang perencanaan pembangunan ekonominya lebih berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi dibanding dengan distribusi pendapatan (Tambunan,
2001).
Tingkat pertumbuhan ekonomi haruslah lebih besar daripada laju
pertumbuhan penduduk di suatu negara. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan
pendapatan per kapita dapat tercapai. Akibat jumlah penduduk yang terus
meningkat setiap tahunnya, maka dengan sendirinya akan menyebabkan
kebutuhan konsumsi sehari-hari akan barang dan jasa juga semakin meningkat.
Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan pendapatan bagi masyarakat setiap
tahunnya agar kebutuhan hidupnya tetap dapat dipenuhi. Akibat peningkatan
konsumsi tersebut, dibutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja sebagai tambahan
sumber pendapatan masyarakat.
Beberapa negara tidak selalu dapat mencapai kondisi dimana pertumbuhan
ekonomi sama dengan tingkat pertumbuhan kemampuan produksi yang dimiliki
oleh faktor-faktor produksi yang juga semakin meningkat. Seringkali ditemukan
keadaan dimana pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya jauh lebih rendah dari
potensi pertumbuhan yang dapat dicapai.
Hal ini tentunya menyebabkan faktor-faktor produksi yang ada di negara
tersebut tidak terpakai secara optimal, terutama faktor produksi tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan
kerja ini, selain akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian pendapatan,
juga akan meningkatkan jumlah dan tingkat pengangguran. Hal ini selanjutnya
akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan peningkatan
kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja dicapai
melalui pertumbuhan output agregat atau peningkatan PDB yang merupakan
pertumbuhan ekonomi. Salah cara yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat
pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengukur laju pertumbuhan pendapatan
nasional per kapita. Untuk menghitung pendapatan per kapita lebih dulu dihitung
pertumbuhan PDB yang kemudian dirasiokan dengan jumlah penduduk.

9

Teori Pertumbuhan Neo Klasik
Salah satu teori pertumbuhan yang dapat dikategorikan sebagai teori
pertumbuhan neoklasik adalah toeri pertumbuhan Sollow. Teori pertumbuhan
Sollow mampu menunjukan interaksi antara pertumbuhan modal, angkatan kerja
dan kemajuan teknologi di dalam perekonomian. Model ini memprediksi bahwa
pada akhirnya pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mencapai kondisi steadystate dimana pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada perkembangan
teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja yang menunjukan equilibrium jangka
panjang. (Mankiw, 2007).
Asumsi utama pada teori pertumbuhan ini adalah faktor produksi kapital
yang mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja diasumsikan
tetap sedangkan kapital terus ditambah, maka penambahan ouput akibat
penambahan kapital akan selalu lebih sedikit dari penambahan sebelumnya, yang
menggambarkan produk marginal kapital yang menurun. Jika diasumsikan tidak
ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka pada satu titik
diminishing return kapital hanya akan cukup untuk menutupi jumlah kapital yang
susut karena depresiasi yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan berhenti
akibat tidak adanya perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.
Kenaika tingkat tabungan akan mengarah pada tingkat pertumbuhan
ekonomi dengan output yang tinggi, hanya jika kondisi steady-state dicapai. Pada
kondisi ini, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada
tingkat perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut yang akan
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
⁄ dan dituliskan sebagai
Model Sollow diawali dari fungsi ⁄
⁄ dan
⁄ . Fungsi ini menunjukan bahwa jumlah output
, dimana
per pekerja ⁄ adalah fungsi dari jumlah kapital per pekerja. Fungsi produksi
yang mengasumsikan diminishing returns terhadap modal, dicerminkan dari
kemiringan fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi
menggambarkan produk marjinal kapital (marginal product of capital) yang
menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja
ketika mendapatkan satu unit modal tambahan (Mankiw, 2007).
Model Sollow secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana:
n=


Pada model Sollow, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga
variable berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan penduduk (n), dan depresiasi
atau penyusutan ( ).

10

Pengertian Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
Menurut Daryanto (2010) Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau
Social Accounting Matrix (SAM) adalah suatu sistem data yang memuat data-data
sosial dan ekonomi dalam perekonomian. Lebih lanjut Pyatt dan Round (1988)
menjelaskan bahwa SAM merupakan suatu kerangka data yang bersifat
keseimbangan umum (general equilibrrium) yang dapat menggambarkan
perekonomian secara menyeluruh, dan menghubungkan berbagai aspek sosial dan
ekonomi negara yang bersangkutan. Sumber-sumber data yang digunakan dalam
menyusun SAM antara lain: tabel I-O, statistik pendapatan nasional, serta statistik
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.
Model SNSE dapat disebut sebagai perluasan dari model I-O (Input-Output
model), dimana dalam model I-O hanya dijelaskan arus transaksi ekonomi dari
sektor produksi ke sektor faktor produksi, rumah tangga, pemerintah dan luar
negeri. Daryanto (2010) menyatakan bahwa yang dijelaskan pada tabel I-O
hanyalah arus transksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor-faktor
produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan dan luar negeri, dan tidak
dijelaskan mengelai transaksi ekonomi dari sektor produksi ke golongan-golongan
tenaga kerja pada sektor faktor produksi dan golongan-golongan rumah tangga.
Sedangkan dalam model SNSE, hal tersebut di disagregasi secara lebih rinci.
Misalnya, rumah tangga dapat di disagregasi berdasarkan tingkat pendapatan atau
kombinasi dari tingkat pendapatan dan lokasi pemukiman, dan seterusnya. Selain
itu, pada SNSE dapat dimasukan beberapa variabel ekoomi, seperti pajak, subsidi,
modal, dan sebagainya, sehingga model SNSE dapat menggambarkan seluruh
transaksi makroekonomi, sektoral, dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca.
Keunggulan lain dari model SNSE dibanding model I-O adalah, bahwa model
SNSE mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan dalam perekonomian.
Menurut Daryanto (2010), salah satu tujuan menyususn SNSE adalah untuk
memperoleh gambaran sistem pendapatan nasional (System of National Account)
secara meluas, melalui penggabungan sistem pendapatan nasional dengan data
distribusi pendapatan. Oleh karena itu, SNSE mampu memberikan sebuah
metode yang bisa mengubah sistem pendapatan nasional dari statistik produksi
menjadi statistik pendapatan, sehingga analisis dengan metode SNSE lebih
terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompokkelompok sosial ekonomi yang berbeda.
Bentuk dan Arti Kerangka SNSE
Model SNSE pada dasarnya merupakan sebuah matriks berbentuk
bujursangkar yang menggambarkan arus moneter dari berbagai transaksi
ekonomi. Arus moneter tersebut terbagi atas lajur baris dan lajur kolom, dimana
lajur baris menjelaskan mengenai penerimaan, dan lajur kolomnya
menggambarkan pengeluaran.
Terdapat empat neraca utama dalam sebuah matriks SNSE, yaitu neraca
faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi, dan neraca eksogen, yang
terdiri dari neraca modal dan rest of the world (Daryanto, 2010). Masing-masing
dari neraca tersebut berisikan berbagai macam transaksi yang menempati lajur
baris dan lajur kolom. Perpotongan antara suatu neraca dengan neraca yang

11

lainnya memberikan indikasi adanya interaksi antarpelaku beserta perilaku
ekonominya, meskipun ada sel-sel yang terisi dan ada yang tidak, untuk lebih
lengkap perhatikan Tabel 4. Neraca faktor produksi terdiri dari faktor produksi
tenaga kerja maupun faktor produksi modal. Ditinjau secara baris, neraca ini
memperlihatkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari upah dan sewa. Selain
itu, juga menggambarkan pendapatan remitance dan pendapatan modal. Ditinjau
secara kolom, neraca ini menunjukan adanya revenue yang didistribusikan ke
rumah tangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan, dan
keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah
dikurangi pembayaran pemerintah.
Neraca institusi mencakup rumah tangga, perusahaan dan pemerintahan.
Dalam hal ini, rumah tangga dapat di disagregasi kedalam kelompok-kelompok
sosial ekonomi yang saling berbeda tingkatannya. Penerimaan rumah tangga atara
lain berasal dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam transfer
seperti transfer pendapatan antarrumah tangga, transfer pendapatan dari
pemerintah, perusahaan (biasanya dalam bentuk asuransi) atau dari luar negeri.
Tabel 4. Kerangka dasar SNSE
Pengeluaran
Neraca Endogen
Faktor Produksi

1

1
0

Institusi
2
0

Penerimaan
Neraca Endogen

Faktor
Produksi
2

Institusi

3

Alokasi
pendapatan
institusi dari
faktor
produksi
0

Kegiatan
Produksi

Neraca
Eksogen

Total

3

4

5

Alokasi nilai
tambah ke
faktor
produksi
0

Pendapatan
faktor
produksi dari
luar negeri

Distribusi
pendapatan
faktorial

Transfer dari
luar negeri

Distribusi
Pendapatan
Institusional

Kegiatan
Produksi

Transfer
Antar Institusi

Penerimaan
domestik

Penerimaan
antara

Ekspor dan
Investasi

Total output
sektor
produksi

Alokasi
pendapatan
faktor
produksi ke
luar negeri

Tabungan
pemerintah,
swasta dan
rumah tangga

Impor dan
pajak tak
langsung

Transfer
lainnya

Total
penerimaan
neraca
lainnya

Distribusi
pengeluaran
faktor
produksi

Distribusi
pengeluaran
Institusi

Jumlah
pengeluaran
Kegiatan
Produksi

Jumlah
pengeluaran
lainnya

4

Neraca
Eksogen
5

Jumlah

Sumber : Publikasi SNSE 2008

Sementara pengeluaran rumah tangga ditujukan untuk konsumsi barangbarang dan pajak pendapatan, serta sebagian dialokasikan untuk tabungan dan
dimasukan dalam neraca modal. Pada perusahaan, penerimaannya berasal dari

12

keuntungan yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluaran
ditujukan untuk pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah,
pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, serta transfer ke rumah
tangga dan perusahaan. Sebagian pengeluaran pemerintah juga dialokasian untuk
tabungan. Di sisi lain, penerimaan pemerintah yang utama adalah pajak dan
transfer pendapatan dari luar negeri. Neraca aktivitas atau sektor produksi
merupakan neraca yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan
mentah, barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditas.
Dibaca secara kolom, semua transaksi tersebut merupakan pengeluaran yang
meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added dari pajak, sedangkan
apabila menurut baris, semua transaksi tersebut dianggap sebagai penerimaan,
yang meliputi penjualan domestik, subsidi ekspor, dan penerimaan. Neraca
eksogen, neraca yang memuat neraca modal dan transaksi luar negeri atau rest of
world. Dalam neraca modal, dari sisi penerimaan (lajur baris) berupa pemasukan
dalam bentuk tabungan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, sedangkan dari
sisi pengeluaran (lajur kolom) pada neraca modal berupa investasi. Transaksi
dalam negeri dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca terakhir (neraca rest of
the world) yang berisi tentang segala penerimaan yang berhubungan dengan luar
negeri yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri,
transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi, dan pemasukan modal dari luar
negeri. Sedangkan pengeluarannya berupa impor, pembayaran faktor-faktor
produksi, dan transfer ke luar negeri. Jumlah penerimaan dan pengeluaran pada
masing-masing neraca haruslah sama, yang menunjukan bahwa pada tabel SNSE
selalu terdapat keseimbangan (Daryanto, 2010).
Untuk memudahkan analisis dan penggunaan kerangka dasar SNSE, matriks
dasar SNSE ukuran 5x5 bisa dirinci menjadi matriks berukuran 13x13, 37x37 dan
105x105 sesuai kebutuhan. Matriks 13x13 merupakan agregasi dari matriks
ukuran 37x37, sedangkan matriks 37x37 merupakan agregasi dari matriks
105x105. Empat neraca pertama dikelompokan sebagai neraca endogen,
sedangkan neraca kelima menjadi neraca eksogen yang dapat memengaruhi besar
kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca tersebut.
Kegunaan SNSE
Kerangka SNSE pada umumnya digunakan sebagai kerangka data yang
dapat menjelaskan mengenai: (1) kinerja prmbangunan ekonomi; (2) distribusi
pendapatan faktor produksi; (3) distribusi pendapatan rumah tangga; dan (4) pola
pengeluaran oleh rumah tangga (BPS, 2010).
A. Kinerja Pembangunan Ekonomi
Kinerja perekonomian nasional ditunjukkan, misalnya, dari nilai tambah
yang ditimbulkan oleh berbagai sektor ekonomi (neraca T1.3 pada Tabel 4) yang
memberikan gambaran mengenai besarnya PDB nasional atas dasar harga faktor
(GDP at factor costs) pada tahun tertentu. Bila ditambah dengan pajak tidak
langsung neto akan menghasilkan PDB atas dasar harga berlaku (GDP at current
price). Kinerja perekonomian nasional yang lain yang dapat ditunjukkan oleh
kerangka SNSE, misalnya, adalah:

13

1. Distribusi PDB menurut sektor-sektor ekonomi (supply side);
2. Distribusi PDB menurut pengeluaran (demand side);
3. Struktur input antara (intermediate input) dirinci menurut sumbernya (domestik
atau impor);
4. Struktur input antara (intermediate input) dirinci menurut sumbernya: domestik
atau impor;
5. Investasi dan tabungan masyarakat;
6. Hutang dan piutang negara; serta
7. Kebocoran nasional (national leakages), yaitu besarnya penerimaan negara
yang mengalir ke luar negeri.
B. Distribusi Pendapatan Faktor Produksi
Distribusi pendapatan faktor produksi ini menggambarkan tentang distribusi
pendapatan faktorial yang dirinci menurut faktor-faktor produksi, seperti tenaga
kerja dan modal. Distribusi pendapatan faktorial dalam kerangka SNSE
ditunjukan oleh baris neraca pertama pada kerangka dasar SNSE (lihat Tabel 4).
Seperti telah ditunjukan oleh Tabel 4 bahwa neraca T1.3 menunjukkan alokasi
nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor
produksi, yaitu sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor p