Peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia analisa sistem neraca sosial ekonomi

(1)

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM

PEREKONOMIAN INDONESIA

ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

MUHAMMAD MUSYAFFAK FAUZI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

MUHAMMAD MUSYAFFAK FAUZI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD MUSYAFFAK FAUZI. The Role of Agricutural Sector in Indonesian Economic : Social Accounting Matrix Model. (ARIEF DARYANTO

as Chairman. SJAFRI MANGKUPRAWIRA and ERWIDODO as Members of Advisory Committee)

The attention of government to the agricultural development during this time is large enough, but from the amount of the policies that be released often less of touch and to accelerate to the performance of agricultural sector so that the role of agricutural sector in national economy is not optimal yet. The objective of this study is in order to analize the role of agricultural sector in national economy to identify the effect of income path of agriculture sector to the housing income and to formulate the agricultural development policy that have the most highest of influence to the housing income, the labor, production and economy sector entirely. In order to answer all of such purpose in this study used social accounting matrix model (SAM).

Some important findings be concluded from this research namely (1) base on the quality of multiplier numbering side (VM, HM, FM, OSM, PM and GM) to 39 prodution sectors show nine production sectors that have level between first to ten come from agricultural sector and agro industry sector namely paddy milling industry sub sector, paddy, sugar cane, livestock cattle beef sector, corn, livestock and its production, godds plant agicultural, wood industry and the production of plantation, (2) Agricultural sector have the multiplier effect that be reflected more to the agriculture businessman housing industrial, (3) the elementary path of agriculture sector that ends in the housing which have the low income and the labor of agriculture in general only through the channel of production sector, labor and ends in housing, some the Agricultural sectors that have the basic path such as namely corn, food, beverage and tobacco, Forestry industry and hunting industry, oil industry and fat and also paddy milling industry and (4) The best policy of agricultural development that motivate the economy aggregately and to repair the income distribution is the policy in production and price sector. Both of these policies have the abilities to increase the income, the production factor, houshold institution and the better production sector.

Key words : role of agricultural sector, agricultural development policy, income path effect, social accounting matrix.


(4)

MUHAMMAD MUSYAFFAK FAUZI. Perananan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Indonesia; Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (ARIEF

DARYANTO sebagai Ketua, SJAFRI MANGKUPRAWIRA dan

ERWIDODO sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Perhatian pemerintah terhadap pembangunan pertanian selama ini cukup besar, namun dari sejumlah kebijkan yang dikeluarkan seringkali kurang menyentuh dan mengakselerasi kinerja sektor pertanian, sehingga peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional belum terlihat optimal. Studi ini bertujuan untuk menganilisis peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional, mengidentifikasi efek jalur pendapatan sektor pertanian terhadap pendapatan rumahtangga, dan merumuskan kebijakan pembangunan pertanian yang memiliki pengaruh paling besar terhadap pendapatan rumahtangga, tenaga kerja, sektor-sektor produksi dan perekonomian secara menyeluruh. Untuk menjawab semua tujuan tersebut digunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE).

Beberapa temuan penting disimpulkan dari penelitian ini yakni : (1) berdasarkan pembobotan dari sisi angka value added multiplier (VM), houshold multiplier (HM), Firm multiplier (FM), OSM, PM dan gross multiplier (GM) terhadap 39 sektor produksi, menunjukan sembilan sektor produksi yang menduduki peringkat 1 sampai dengan 10 berasal dari sektor pertanian dan sektor agroindustri yaitu subsektor industri penggilingan padi, padi, tebu,industri pemotongan ternak, jagung, peternakan dan hasil-hasilnya, pertanian tanaman pangan, industri kayu dan tanaman perkebunan, (2) sektor pertanian mempunyai efek pengganda yang lebih banyak dipancarkan kepada rumahtangga pengusaha tani, (3) jalur dasar sektor pertanian yang berakhir pada rumahtangga berpendapatan rendah dan buruh tani umumnya hanya melalui alur dari sektor produksi, tenaga kerja, dan berakhir pada rumahtangga, untuk pengusaha tani dan rumahtangga di perkotaan, sebagian besar jalur dasarnya dimulai dari sektor pertanian, kemudian tenaga kerja, modal, produksi, dan terakhir rumahtangga. Beberapa sektor pertanian yang memiliki jalur dasar seperti ini antara lain subsektor jagung, kehutanan dan perburuan, industri makanan, minuman dan tembakau, industri minyak dan lemak, serta industri penggilingan padi, dan (4) kebijakan pembagunan pertanian yang paling baik mendorong perekonomian secara agregat dan memperbaiki distribusi pendapatan adalah kebijakan di sektor produksi dan harga. Kedua kebijakan ini secara merata mampu menaikkan pendapatan faktor produksi, institusi rumahtangga, dan sektor produksi lebih baik.

Kata kunci : peran sektor pertanian, kebijakan pembangunan pertanian, efek jalur pendapatan, Sistem Neraca Sosial Ekonomi


(5)

RINGKASAN

Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, baik itu pada pertumbuhan ekonomi, penerimaan devisa negara, pemenuhan kebutuhan pangan, maupun penyerapan tenaga kerja. Pada Tahun 2006 kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), menyumbang sekitar 14.15 persen, dan menyerap 95,5 juta penduduk yang bekerja atau setara 42.05 persen dari keseluruhan tenaga kerja serta menyumbang surplus neraca perdagangan sebesar 10 041.01 juta US $ (BPS 2006).

Sektor pertanian mempunyai pengaruh paling besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya yang berada di daerah pedesan dan memiliki keterkaitan yang paling tinggi dengan penigkatan produksi di sektor-sektor kegiatan produksi lainnya sehingga pembangunan di sktor pertanian memberikan dampak paling besar terhadap perekonomian nasional.

Terkait dengan kenyataan di atas serta adanya kebijakan dari pemerintah mengenai strategi pembangunan ekonomi di Indonesia ke depan yang dikenal dengan triple-track strategy dengan misinya (1) menigkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui penciptaan investasi dan ekspor (2) mengerakan sektor riil untuk menyerap angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk pengentasan kemiskinan. Melalui ketiga track-strategy tersebut diharapkan sektor pertanian bisa menjadi prime mover pertumbuhan ekonomi negara Indonesia di masa mendatang, maka perlu untuk mengkaji kembali dan menelaah lebih jauh mengenai peranan sektor pertanian di Indonesia.

Sektor pertanian saat ini hanya dipandang dan diposisikan sbagai pendukung (buffer sector) bagi pertumbuhan sektor-sektor lainnya, terutama industri dan jasa. Pandangan tersebut telah mengakibatkan dan mendorong terjadinya berbagai paradoks dalam pembangunan. Peningkatan produktivitas sektor pertanian berjalan sangat lambat dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya sementara proporsi tenaga kerja pada berbagai kegiatan produktif di pertanian masih cukup besar, sehingga sisi negatif yang sangat tampak dominan adalah masih rendahnya tingkat pendapatan riil petani, lambatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan, serta kesenjangan produktivitas tenaga kerja dan earning capacity sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lain.

Program dan langkah nyata untuk mengintegrasikan kegiatan ekonomi pertanian primer dengan kegiatan industri pengolahan (agroindustri) perlu dilakukan segera untuk menigkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat, mengingat nilai tambah yang tinggi berada di industri pengolahan. Tumbuhnya sektor pertanian bersama-sama dengan industri pengolahannya dapat mendorong transformasi penyerapan tenaga kerjayang semula terkonsentrasi di sektor pertanian primer secara bertahap dapat beralih ke sektor industri pengolahan (agroindustri). Akan tetapi masalahnya, banyak faktor yang menghambat untuk menciptakan kondisi semacam itu, terutama karena persoalan teknis budidaya, pasca panen, permodalan, akses pasar, kebijakan kelembagaan, perdagangan dan pengembangan industri pengolahan masih dirasakan lamban. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, dapat dipastikan akan melemahkan petani dan


(6)

sepenuhnya berhasil mengangkat kesejahteraan masyarakat pedesaan. Untuk itu sangat diperlukan adanya program terobosan yang dapat mentransformasikan tenaga kerja pertanian ke sektor industri yang terkaitdengan sumberdaya pertanian. Kebijakan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah yang terkait dengan agro manufacuring (agroindustri) di banyak negara berkembang termasuk Indonesia masih rendah dikarenakan kementerian pertanian tidak memiliki mandat menyangkut kebijakan perbaikan iklim investasi yang terkait dengan lembaga keuangan, asuransi, perpajakan, dukungan dalam pembentukan jaringan agroindustri serta perbaikan infrasturktur di pedesaan, sementara kementerian lain yang memiliki mandat dalam hal kebijakan ekonomi kurang perduli terhadap rantai nilai pertanian di daerah-daerah pedesaan.

Oleh karena itu, untuk menjelaskan seberapa besar peran penting pertanian dalam tulisan ini dengan mengkaji ulang dan menelaah, sejauh mana pengaruh langsung dan pengaruh global dari pembangunan sektor pertanian dan agroindustri terhadap perubahan pendapatan rumah tangga di pedesaan dan rumah tangga lainnya yang tergolong rendah, dan dampaknya dalam mempengaruhi kenaikan pendapatan rumah tangga di pedesaan dan rumah tangga lainnya yang tergolong rendah, penerimaan upah tenaga kerja , sektor-sektor produksi dan nilai tambah dari sektor produksi.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan sektor pertanian dan agroindustri pada perekonomian nasional serta melakukan analisis efek jalur pendapatan sektor pertanian dan agroindustri yang paling besar mempengaruhi pendapatan rumah tangga di pedesaan, dan rumahtangga lainnya. Diharapkan dari penelitian ini diperoleh saran kebijakan pembangunan pertanian dan agroindustri yang tepat di Indonesia.

Metedologi penelitian yang digunakan adalah meliputi pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, melakukan konstruksi SNSE 2003 dengan memasukan subsektor padi, jagung, sawit, dan gula, dengan maksud untuk melakukan analisis yang lebih mendalam. Data yang digunakan dalam penelitian berupa tabel Input-Output Indonesia 2003. Tabel SNSE Indonesia 2000, PDB Indonesia 1993-2006, Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja (1993-2006), Jumlah Penduduk Indonesia (1993-2006), Neraca Pedagangan Ekspor-Impor1993-2003, Statistik Pertanian tahun 2002-2006, Sensus pertanian tahun 2003, Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga (SKTIR).

Atas dasar kontruksi SNSE 2003 tersebut dilakukan analisis terhadap struktur perekonomian Indonesia terhadap nilai tambah, neraca perdagangan luar negeri dan struktur tenaga kerja dari masing-masing sektor perekonomian. Disamping itu, analisis dilakukan berdasarkan angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other sector income multiplier (OSM), production multiplier (PM) dan gross output multiplier (GM). Atas hasil analisis tersebut agar dapat memotret alur dampak sektor pertanian terhadap perekonomian nasional yang lebih rinci maka digunakan metode structural path analysis atau SPA. Melalui SPA dapat dilakukan identifikasi seluruh jaringan


(7)

yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainnya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya dapat melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit). Selain itu pengaruh yang diukur bukan hanya mencangkup pengaruh langsung, namun juga termasuk pengaruh tidak langsung, pengaruh total dan pengaruh global. Beragam analisis ini untuk mengetahui bagaimana peranan dan dampak sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia.

Hasil penelitian menunjukan peranan sektor pertanian terhadap nilai tambah atau pendapatan faktor-faktor produksi adalah yang paling besar bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Terutama subsektor padi, subsektor industri penggilingan padi, dan subsektor tebu. Ketiganya merupakan subsektor pertanian dan agroindustri yang paling tinggi peranannya dilihat dari sisi multiplier nilai tambah (VM) dan terhadap perubahan pendapatan rumahtangga serta keterkaitannya dengan sektor perekonomian lain dalam perekonomian Indonesia.

Analisis struktur ekonomi Indonesia memperlihatkan sektor pertanian masih merupakan pengguna tenaga kerja tertinggi dalam menghasilkan nilai tambah (value added), hal ini merupakan suatu petunjuk peranan penting sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja nasional terbesar. Ditilik dengan SPA, jalur dasar sektor pertanian yang berakhir pada rumahtangga berpendapatan rendah dan buruh tani umumnya hanya melalui jalur mulai dari sektor produksi, kemudian tenaga kerja, dan berakhir pada rumahtangga. Sedangkan untuk pengusaha tani dan rumahtangga di perkotaan, sebagian besar jalur dasarnya dimulai dari sektor pertanian, kemudian tenaga kerja, modal, produksi (padi, jagung, kelapa sawit, perkebunan, dan perdagangan), dan terakhir rumahtangga.

Kebijakan pembangunan pertanian yang paling besar mendorong kenaikan pendapatan tenga kerja pertanian adalah kebijakan dalam bidang produksi, harga dan perdagangan. Sedangkan pada rumahtangga petani yakni buruh tani dan petani pemilik modal, diluar kebijakan transfer pendapatan secara langsung, maka kebijakan harga merupakan kebijakan pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan kedua institusi rumahtangga tersebut.

Atas kondisi tersebut, ke depan diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih efektif dalam menigkatkan produksi pertanian melalui proses intensifikasi seperti akses ke sumber-sumber input berkualitas, informasi, penyuluhan dan pendampingan, teknologi tepat guna, kredit, maupun pasar output, yang kesemuanya ini merupakan acces reform yang tujuan utamanya adalah meningkatkan nilai tambah bagi petani, dan ekstensifikasi melalui pembukaan lahan pertanian baru (land reform) mengingat masih tersedianya lahan yang belum termanfaatkan seluas 10 juta hektar.


(8)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Indonesia : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2009

MUHAMMAD MUSYAFAK FAUZI NRP. A5460141514


(9)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(10)

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1961 di desa Temor Lorong Kecamatan Burneh, Kabupaten Bangkalan Jawa Timur, sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara dari pasangan Haji Mohammad Fauzi dengan Hajjah Siti Syafi’ah.

Penulis memulai pendidikan sekolah dasar (SD) pada Sekolah Dasar Negeri Burneh I Bangkalan tahun (1968 – 1973), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) pada Sekolah Menegah Pertama Negeri II Bangkalan (1974 -1976), dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) pada Sekolah Menegah Atas Negeri I Bangkalan tahun (1977 – 1980). Pendidikan Strata I (S-1) penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Pertanian (Stiper) Yogyakarta tahun 1980 – 1987 dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 1982 – 1988. Penulis menempuh pendidikan pascasarjana (strata 2 / S-2 pada Program Pascasarjana studi notariat dan Pertanahan Universitas Indonesia di Jakarta pada tahun 1990-1995 dan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada tahun 1998 – 2000 (tugas belajar /beasiswa OTO Bappenas Jakarta).

Penulis mempunyai pengalaman bekerja sebagai staf pembela umum pada LBH Yogyakarta pada tahun 1987 – 1988, Corporate Lawyer PT Morelly Makmur di Subang Jawa Barat dan PT Katheta di Kuningan Jawa Barat pada tahun 1990 – 1999. Pekerjaan penulis sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Pertanian dimulai tahun 1990 sampai sekarang, dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bagian Umum Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.

Penulis menikah pada tahun 1998 dengan seorang wanita bernama Hayyin Farichah, puteri ke-3 dari pasangan K.H. Nur Muhammad dengan Hajjah Maulidlatul Ummayah dan dari pernikahan tersebut telah dikaruniai 6 orang putera dan puteri : Nurmilla ’Izzati, Namira Fauzia, Rizka Azkia, Muhammad ’Izzul-islam, Muhammad Mufawwizul-Kaunain dan Muhammad Aghis Nasli Wifqo.


(11)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang mana karena berkah, rahmat serta karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan disertai ini, yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program doktor (S-3) pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Disertai dengan judul:” Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Indonesia : Analisis Sitem Neraca Sosial Ekonomi”, adalah suatu tulisan yang mencoba membahas peran sektor pertanian dilihat dari kontribusinya dalam perekonomian nasional dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan, penyediaan lapangan kerja, multiplier yang ditimbulkan, perdagangan luar negeri dan keterkaitan dengan sektor lain. Beberapa kebijakan disimulasikan pada penelitian ini, dikaitkan dengan peranan sektor pertanian terhadap pendapatan rumahtangga (khususnya di pedesaan), produksi nasional, perdagangan luar negeri dan pendapatan pemerintah sendiri, serta alur proses aliran perubahan dari suatu sektor ke sektor lainnya, dalam Sistem Neraca Ekonomi Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira dan Dr. Ir. Erwidodo, MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, arahan, nasehat dan bimbingan dalam penulisan disertai ini.

2. Para guru atau dosen pengajar selama penulis menempuh pendidikan S-3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah membimbing dan mengajar penulis sehingga dapat membuka pengetahuan dan wawasan penulis dalam ilmu ekonomi khususnya ekonomi pertanian.

3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA., selaku ketua program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian,, yang telah banyak memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang sangat berharga bagi terselesaikannya disertasi ini.

4. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk


(12)

5. Kepala Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian (Dr. Ir. Delima Azhari, MS. dan Dr. Drh. Sofyan Darajat, MS.) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat mengikuti jenjang pendidikan Strata 3 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

6. Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, Suparno, SA. SH. yang telah memberikan kesempatan, dorongan dan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

7. Orang tua penulis Ayahanda H. Moh. Fauzi (Alm), dan ibunda Hajjah Syafi’ah Fauzi yang mana berkat doa, ridho, dan jasa kedua orang tua yang saya muliakan. Penulis dapat mengikuti pendidikan dan menyelesaikan disertasi pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

8. Isteri penulis yang mana dengan penuh kesabaran dan tidak bosan-bosannya mendorong serta memberikan dukungan bagi terselesaikannya disertasi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan maaf yang teramat dalam dan terima kasih karena dalam menyelesaikan disertasi ini banyak waktu yang tersita untuk penyelesaian disertasi ini, yang seharusnya tersedia untuk para anakku tercinta. Serta juga tidak lupa untuk adik-adik penulis : Hajjah Siti Mudhiatussyari”ah, Haji Ir. Mohammad Toha Fauzi MT, Dra. Afifatul Anwariyah M.Si., Dra. Hajjah Shofiyah, Dra. Anisah Fauziah dan Dra. Afifatul Anawariyah M.Si. yang mana berkat sindirannya secara tidak langsung mendorong penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.

9. Seluruh keluarga penulis, terutama keluarga Pondok Pesantren Asshomadiyah di Burneh Bangkalan Madura dan keluarga besar Pondok Pesantren Mojosari Loceret Nganjuk, paguyuban keluarga besar Kiyai Bagus Harun (Kiyai Ageng Basyariyah Sewulan Madiun), yang telah memberikan dorongan moral dan spritual bagi terselesaikannya disertasi ini. 10. Teman-teman penulis terutama dari Program Study EPN Khusus IPB

angkatan pertama (tahun 2002), teman-teman Program S-3 EPN Reguler angkatan tahun 2000, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang selalu setia untuk memberikan semangat agar tidak


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 15

1.5.Kegunaan Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1. Pembangunan Sektor Pertanian... 17

2.2. Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 28

2.3. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu ... 34

2.3.1. Peranan Sektor Pertanian ... 34

2.3.2. Penerapan Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 41

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 53

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 53

3.2. Kerangka Analisis Penelitian ... 56

3.3. Kebijakan Pembangunan Pertanian ... 57

3.3.1. Subsidi dan Dukungan Harga. ... 62

3.3.2. Stabilisasi Harga ... 66

3.3.3. Kebijakan Tarif dan Kuota ... 69

IV. METODE PENELITIAN ... 72

4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 72

4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 ... 72


(14)

ii

4.3.1. Analisis Angka Pengganda ... 80

4.3.2. Structural Path Analysis ... 85

4.4. Aplikasi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 89

4.4.1. Analisis Struktur Ekonomi ... 89

4.4.2. Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 89

4.4.3. Transfer terhadap Kelompok Rumahtangga ... 91

4.4.4. Analisis Jalur Struktural ... 91

4.4.5. Simulasi Kebijakan ... 91

V. DESKRIPSI SEKTOR PERTANIAN BERDASARKAN KAJIAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI ... 95

5.1. Struktur Nilai Tambah ... 95

5.2. Perdagangan Luar Negeri ... 103

5.4. Penggunaan Tenaga Kerja... 110

VI. DAMPAK SEKTOR PERTANIAN BERDASARKAN ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI ... 114

6.1. Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Perekonomian... 114

6.2. Dampak Sektor Pertanian terhadap Pendapatan Tenaga Kerja dan Modal, Rumahtangga dan Sektor-Sektor Produksi ... 125

6.3. Dekomposisi Multiplier Sektor Pertanian ... 139

6.4. Jalur Struktural Sektor Pertanian ke Rumahtangga ... 145

VII. SIMULASI DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN ... 157

7.1. Dampak Kebijakan di Sektor Perekonomian terhadap Pendapatan Tenaga Kerja dan Rumahtangga ... 160

7.2. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektoral dan Output Nasional ... 170

7.3. Dampak Pembangunan Pertanian terhadap Perekonomian Dirinci Menurut Kelompok Kebijakan... 178


(15)

iii

VIII. IMPLIKASI KEBIJAKAN ……….. 183

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 189

9.1. Kesimpulan ... 189

9.2. Saran ... 191

DAFTAR PUSTAKA ... 194


(16)

iv

Nomor Halaman

1. Neraca Ekspor Impor Komoditas Pertanian Tahun 2003-2007 ... 2

2. Rata-Rata Produktivitas Relatif Tenaga Kerja Per Tahun Selama Periode 1993-1997 dan Tahun 1998-2006 Dirinci Menurut Sektor Produksi ….. 3

3. Kontribusi Relatif Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja ... 4

4. Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 33

5. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Komoditi Pertanian Indonesia Tahun 2003 (44 x 44) ... 73

6. Skema Sederhana Sistem Neraca Sosial Ekonomi... 81

7. Distribusi Nilai Tambah PDB Tahun 2003 Dalam 5 Sektor ... 96

8. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Pertanian ... 96

9. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Pertambangan ... 98

10. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Agroindustri ... 99

11. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Manufaktur ... 101

12. Distribusi Nilai Tambah PDB Kelompok Sektor Jasa-Jasa ... 103

13. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Pertanian Primer ... 104

14. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Pertambangan ... 105

15. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Agroindustri ... 105

16. Nilai Ekspor Impor Sektor Industri Manufaktur ... 106

17. Nilai Ekspor Impor Kelompok Sektor Industri Jasa ... 106

18. Total Ekspor Impor Indonesia Tahun 2003 ... 107

19. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Sektor Pertanian Primer ... 109


(17)

v

21. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Kelompok Sektor Pertambangan ... 112

22. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Kelompok Sektor Manufaktur ... 112

23. Penggunaan Tenaga Kerja untuk Kelompok Sektor jasa ... 113

24. Angka Multiplier Sektoral Berdasarkan SNSE Tahun 2003... 117

25. Rangking Sektor-Sektor Ekonomi Berdasarkan Multiplier SNSE ... 124

26. Disagregasi Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah 126 27. Disagregasi Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 130

28. Dampak Konsumsi Rumahtangga terhadap Pendapatan Sektor Pertanian ... 135

29. Disagregasi Multiplier Produksi Sektor Pertanian ... 137

30. Dekomposisi Multiplier Sektor Pertanian ... 141

31. Jalur Dasar Komoditi Padi ke Institusi Rumahtangga ... 148

32. Jalur Dasar Sektor Industri Penggilingan Padi ke Rumahtangga... 153

33. Simulasi Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 161

34. Simulasi Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Institusi ... 165

35. Simulasi Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor-Sektor Produksi ... 172

36. Rata-Rata Peningkatan Total Output Kebijakan Sektor Pertanian dengan Non Pertanian ... 176

37. Penyerapan Tenaga Sektoral untuk Masing-Masing Kebijakan ... 177


(18)

vi

Nomor Halaman

1. Perubahan Permintaan dan Penawaran pada Produk Pertanian dan Non Pertanian Dalam Pertumbuhan Ekonomi Dilihat dari Hukum

Engel. ... 26

2. Diagram Sistem Modular SNSE... 31

3. Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Nasional ... 54

4. Kerangka Analisis Penelitian ... 56

5. Subsidi Dipandang Sebagai Pajak Negatif (Keuntungan Subsidi Dibagi Antara Pembeli dan Penjual) ... 64

6. Dukungan Harga dan Dampaknya ... 65

7. Kebijakan Pemerintah dengan Penetapan Harga Minimum ... 67

8. Kebijakan Pemerintah dengan Penetapan Harga Maksimum ... 68

9. Kebijakan Pemerintah dengan Pengenaan Tarif atau Kuota ... 70

10. Contoh Kemungkinan Keterkaitan antara Dua Sektor ... . 86

11. Peranan Sektor-Sektor Produksi dalam Perekonomian Berdasarkan Nilai Multiplier dan Kelompok Sektor ... 118

12. Jalur Dasar Komoditi Padi ke Institusi Rumahtangga ... 150

13. Jalur Struktural Industri Penggilingan Padi ke Institusi Rumahtangga ... 154

14. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Faktor Produksi ... 161

15. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Rumahtangga ... 165

16. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor Produksi Pertanian ... 173

17. Dampak Kebijakan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor Produksi Pertambangan dan Penggalian ... 173


(19)

vii

18. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor Produksi Industri ... 174 19. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor

Produksi Jasa-Jasa ... 174 20. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor

Produksi Jasa-Jasa Menurut Kelompok Kebijakan ... 180 21. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan

Rumahtangga Menurut Kelompok Kebijakan ... 180 22. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap Pendapatan Sektor-


(20)

viii

Nomor Halaman

1. Laju Inflasi selama tahun 1994-2006 ... 205 2. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1993 -2006 Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku ... 206 3. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1993 -2006 Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku ... 208 4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1994-2006 ... 210 5. Kontribusi Sektor Produksi terhadap Perekonomian Indonesia

Tahun 993-2006 ... 211 6. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha Tahun 1993-2006 ... 212 7. Produktivitas Relatif Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas

Yang Bekerja menururt Lapangan Usaha Tahun 1993-2006 ... 213 8. Jumlah Tenaga Keja Persektor Ekonomi Tahun 2003 ... 214 9. Nilai Tambah Persektor Dilihat Dari Kelompok Tenaga Kerja ... 215 10. Kontribusi Kelompok Tenaga Kerja terhadap Penciptaan

Nilai Tambah dan Produktivitas Tenaga Kerja Persektor Produksi ... 216 11. Jumlah Tenaga Kerja dalam Per sektor Produksi ... 217 12. Simulasi dan Dampaknya terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Dan Perolehan Tenaga Kerja ... 218 13. Simulasi dan dampaknya terhadap 27 sektor Produksi ... 220 14. Simulasi dan Dampaknya terhadap Total Produksi, Pendapatan

Rumah Tangga, Upah Tenaga Kerja, Neraca Kapital, Penerimaan

Pemerintah dan Impor ... 222 15. Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Pendapatan

Tenaga Kerja, Rumah Tangga dan Total Produksi ... 223

16. Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Produksi


(21)

ix

17. Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Produksi

Berdasarkan Pertambahan Jumlah Produksi ... 225 18. Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Penyerapan Tenga Kerja ... 226 19. Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja ... 227 20. Pengaruh Simulasi Kiebijakan terhadap Rata-rata Peningkatan

Total Output, Penerimaan Pemerintah, Ekspor dan Subsidi ... 228 21. Matrik Koefisien Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia

Tahun 2003 ... 229 22. Matriks Angka Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Indonesia Tahun 2003 ... 235 23. Matriks Transfer Multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Indonesia Tahun 2003 ... 241 24. Matriks Open Loop Multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Indonesia Tahun 2003 ... 247 25. Matriks Closed Loop Multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Indonesia Tahun 2003 ... 253 26. Jalur Dasar Sektor Pertanian dan Agroindustri Ke Rumahtangga ... 259 27. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian ... 282


(22)

11. Dr. Ir. Yundi, MS. yang telah banyak membantu penulis dalam mengolah data yang berkaitan dengan analisis jalur struktural (Structural Path Analysis/SPA) dan telah membagi pengetahuannya tersebut kepada penulis. 12. Dr. Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik dan saudari Nina Suri,

Kepala Seksi SNSE BPS Jakarta, yang telah membantu penyediaan data bagi tersusunnya SNSE Indonesia tahun 2003 yang telah dimodifikasi. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan disertasi

ini, yang pada kesempatan ini tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Sebagai manusia biasa sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits : Al Insaanu makhallul-khotho’ wa-nisyan yang mempunyai arti ” manusia adalah tempat bersemayamnya kesalahan dan kelupaan”. Namun demikian dari disertasi ini penulis sangat berharap dapat memberi manfaat terhadap banyak kalangan baik pemerintah, akademisi, mahasiswa atau siapa saja sehingga dari manfaat ini dapat menjadi amal jariyah bagi penulis, guru-guru penulis yang nantinya dapat menjadi bekal kelamatan dalam mengahadap sang Khalik di alam masa yang kekal.

Jakarta, Januari 2009


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, baik itu pada pertumbuhan ekonomi, penerimaan devisa negara, pemenuhan kebutuhan pangan, maupun penyerapan tenaga kerja. Pada Tahun 2006 kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 14.15 persen, menempati posisi ketiga sesudah sektor perdagangan sebesar 16.89 persen, dan sektor industri pengolahan sebesar 27.84 persen. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis, dimana dari 95.5 juta penduduk yang bekerja sekitar 42.05 persen merupakan tenaga kerja di sektor pertanian (BPS 2006). Selain itu sektor pertanian merupakan penyedia bahan baku penting bagi keperluan industri, khususnya industri pengolahan makanan dan minuman (agroindustri). Sektor pertanian juga merupakan pilar utama dalam menopang ketahanan pangan negara melalui sumbangannya terhadap kecukupan konsumsi dari sebagian besar rakyat Indonesia khususnya dalam kebutuhan pangan.

Sumbangan devisa sektor pertanian ditunjukkan melalui kinerja neraca perdagangan (balance of trade) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 , selama periode tahun 2003-2007 selalu menunjukkan nilai surplus dengan tingkat kenaikan yang cukup tinggi. Ekspor komoditas pertanian selama periode 2003-2007 naik sebesar 11 520.16 juta US $ (152 persen), disisi lain impor hanya mengalami kenaikan sebesar 1 479.15 juta US $ (32 persen), dilihat dari surplus


(24)

neraca perdagangan terjadi kenaikan dari 2 995.63 juta US $ menjadi 13 036.64 juta US $ atau sebesar 10 041.01 juta US $ (335 persen).

Tabel 1. Neraca Ekspor Impor Komoditas Pertanian Tahun 2003-2007

(Juta rupiah)

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Ekspor 7 536 242 9 887 593 11 584 429 14 863 221 19 056 402 Impor 4 540 614 5 027 755 5 136 916 5 961 331 6 019 761 Neraca 2 995 628 4 859 838 6 447 513 8 901 890 13 036 641 Sumber : BPS 2007 (diolah)

Proses industrialisasi menyebabkan struktur perekonomian Indonesia mengalami pergeseran (structural change), yang digambarkan dengan menurunnya kontribusi relatif sektor pertanian dalam struktur PDB, dan meningkatnya andil relatif sektor industri dalam PDB. Pada tahun 1980-an peranan pertanian dalam PDB adalah sebesar 24.64 persen, sedangkan sektor industri sebesar 10.19 persen. Pada tahun 1995 kontribusi sektor pertanian hanya 16.14 persen dan sektor industri naik menjadi 46.65 persen. Meskipun demikian perubahan tersebut tidak menghilangkan peran penting sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia sampai saat ini dan masa mendatang.

Kontribusi relatif sektor pertanian terhadap total PDB di negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam beberapa dekade terakhir cenderung mengalami penurunan. Namun di sisi lain tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian realtif tidak mengalami perubahan. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara produktivitas relatif sektor pertanian dengan sektor yang lain. Sebagai indikatornya dapat dilihat pada Tabel 2 yang menyajikan perkembangan produktivitas relatif antara sektor pertanian dengan sektor lainnya yang diperoleh dengan membagi besaran PDB suatu sektor perekonomian dengan


(25)

Tabel 2. Rata-rata Produktivitas Relatif Tenaga Kerja Pertahun Selama periode 1993-1997 dan 1998-2006 dirinci Menurut Sektor produksi

(Juta rupiah)

Sektor Produksi 1993-1997 1998-2006

Pertanian 1.75 3.19

Pertambangan 4671 98.36

Industri 9.10 20.32

Listrik, Gas & Air 24.57 46.46

Kontruksi 8.17 11.81

Perdag, Hotel & Resto 4.36 7.68

Angkutan & Komunikasi 7.59 11.12

Keuangan Dan Sewa 53.80 66.91

Jasa-Jasa 3.12 7.42

Seluruh Sektor 4.83 9.19

Sumber : BPS, 2006 (diolah)

jumlah tenaga kerja di sektor tersebut. Sepanjang periode 1993-2006 keadaan produktivitas sektor pertanian yang ditunjukkan oleh rata-rata produktivitas relatif tenaga kerja di sektor pertanian selalu lebih rendah dibandingkan produktivitas relatif pada sektor-sektor yang lain. Terutama jika dibandingkan dengan tingkat produktivitas sektor pertambangan dan penggalian, serta jasa keuangan dan sewa. Misalkan pada periode 1998-2006, rata-rata produktivitas relatif tenaga kerja di sektor pertambangan dan penggalian adalah sebesar 98.36 juta rupiah, artinya untuk satu orang tenaga kerja di sektor pertambangan dan penggalian, relatif mampu menghasilkan nilai tambah di sektor tersebut rata-rata sebesar 98.36 juta rupiah. Kemudian untuk sektor jasa keuangan dan sewa adalah sebesar 66.91 juta rupiah. Sedangkan untuk sektor pertanian hanya sebesar 3.19 juta rupiah, keadaan seperti ini telah menunjukkan terjadinya ketimpangan yang mencolok antara produktivitas di sektor pertanian dengan kedua sektor non pertanian tersebut.


(26)

Salah satu faktor yang menyebabkan produktivitas relatif tenaga kerja sektor pertanian terlihat rendah, karena selama ini produk yang dihasilkannya masih berupa komoditi primer yang mempunyai nilai tambah (value added) sangat kecil. Selain itu juga karena para petani umumnya mengusahakan lahan dengan luasan kurang dari 1 ha. Hal inilah yang menyebabkan tingkat pendapatan petani pada umumnya masih rendah.

Adanya kesenjangan produktivitas yang sangat lebar antara sektor pertanian dengan non pertanian merupakan petunjuk bahwa transformasi ekonomi tidak berjalan dengan baik. Sektor non pertanian tidak berkembang sebagai penyerap tenaga kerja yang signifikan (lihat Tabel 3), oleh karena kelebihan tenaga kerja akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi menumpuk di sektor pertanian, sehingga menurunkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian. Melihat kondisi ini, maka di masa mendatang perlu adanya dukungan untuk mendorong sektor industri (agroindustri) yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, serta menyerap hasil produk pertanian sebagai bahan bakunya.

Tabel 3. Kontribusi Relatif Sektor Perekonomian dalam Penyerapan Tenaga Kerja

(%)

Lapangan Usaha 1993 1997 2002 2006

1. Pertanian, Peternakan,Kehutanan Perikanan 45.17 40.61 44.34 42.05 2. Pertambangan & Penggalian 0.84 1.03 0.69 0.97 3. Industri Pengolahan 1159 12.93 13.21 12.46 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.26 0.27 0.19 0.24

5. Kontruksi/Bangunan 3.92 4.91 4.66 492

6. Perdag, Hotel, dan Restoran 17.62 19.91 19.42 20.13 7. Pengangkutan & Komunikasi 4.20 4.85 5.10 5.93

8. Keuangan, Penyewaan 0.84 0.77 1.08 1.41

9. Jasa-jasa 15.56 14.72 11.30 11.90

Total Sektor 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber : BPS, (1993-2006) diolah

Peranan penting sektor pertanian dalam perekonomian nasional terlihat pada saat krisis tahun 1998, terutama melalui subsektor tanaman bahan makanan.


(27)

5

Ketika semua sektor ekonomi umumnya mengalami penurunan pertumbuhan hingga menjadi negatif, subsektor tanaman bahan makanan masih tetap tumbuh positip sebesar 2.03 persen. Dalam hal tenaga kerja, kejatuhan sektor industri dan jasa pada masa krisis telah meningkatkan jumlah pengangguran akibat terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Akan tetapi di sektor pertanian, sedikit pun tidak ada PHK, bahkan yang terjadi adalah mobilitas tenaga kerja dari sektor industri dan jasa ke sektor pertanian.

Simatupang dan Darmorejo (2003) menyebutkan keunggulan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lainnya adalah dalam proses produksinya sektor pertanian berbasis pada sumberdaya domestik sehingga lebih tahan dalam menghadapi gejolak internal dan perekonomian makro pada masa krisis. Disamping itu penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian bersifat fleksibel, dan tenaga kerja bebas untuk keluar masuk karena kurang membutuhkan keahlian dan pendidikan tertentu. Pertumbuhan produksi di sektor pertanian juga menjadi penghalang bagi kenaikan harga pangan sehingga dapat mencegah peningkatan penduduk miskin. Beberapa kasus dalam program pemulihan ekonomi terbukti sektor pertanian merespon lebih cepat daripada sektor non pertanian terhadap kebijakan baru dan tumbuh lebih cepat daripada sektor lainnya. Sektor pertanian di Chili dan Brazil untuk waktu 4 sampai 5 tahun merupakan penggerak utama perekonomian untuk keluar dari resesi dan tumbuh lebih cepat dibanding sektor manufaktur sepanjang dekade 1990-an (Norton, 2004).

Meskipun pemerintah menyadari bagaimana peran penting sektor pertanian, namun sampai saat ini banyak kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya mendukung sektor pertanian. Kebijakan terhadap sektor pertanian


(28)

dalam implementasinya belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai contoh pengaturan tataniaga beberapa input dasar (pupuk, obat-obatan, dan lain-lain), dengan maksud untuk mempermudah akses petani dalam memperoleh input, namun karena produksinya hanya dilakukan produsen tunggal, akibatnya yang terjadi adalah praktek monopoli terhadap supply input. Disisi lain pada pasar produk komoditas pertanian, pembangunan industri hilir produk pertanian selama ini juga tidak banyak melibatkan masyarakat petani, akibatnya petani hanya terfokus pada produk primer dengan nilai tambah yang rendah. Nilai tambah yang kecil dengan tingkat risiko yang tinggi, pada akhirnya hanya memarginalkan petani dalam kelompok warga yang memiliki penghasilan yang rendah (Syafa’at et al, 2005).

Sajogyo (2002) menyebutkan keberhasilan pembangunan pertanian era 1980-an disebabkan adanya kebijakan ekonomi mikro dan makro yang mendukung terhadap sektor pertanian. Alokasi APBN untuk sektor pertanian sebesar 9.6 persen, lebih tinggi dibandingkan dari rata-rata negara berkembang hanya sebesar 7.5 persen. Sebaliknya pembangunan sektor pertanian setelah pasca swasembada pangan kurang didukung dengan kebijakan makro ekonomi yang memadai baik dari segi moneter mapun fiskal. Dalam beberapa kebijakan moneter alokasi kredit oleh perbankan untuk sektor pertanian masih rendah, dan pengenaan suku bunga yang masih tinggi. Demikian halnya kebijakan fiskal melalui pengeluaran pemerintah (APBN) hanya sekitar 1.5 – 2.5 persen dari total APBN, tidak sebanding dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional yang berkisar pada tingkat 14.15 persen dan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 42.05 persen (BPS, 2006).


(29)

7

Pertumbuhan sektor pertanian masih dipercaya dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat yang lebih luas dan kemampuan mengurangi tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor non pertanian. Di Cina tingkat pengentasan kemiskinan berkat pertumbuhan PDB yang berasal dari sektor pertanian hampir empat kali lebih tinggi daripada yang dipicu oleh sektor industri dan jasa. Sebagai contoh 75-80 persen dari penurunan dramatis kemiskinan di Cina selama 1980-2001, disebabkan berkurangnya kemiskinan di wilayah-wilayah perdesaan sebab terkait dengan keberhasilan pertumbuhan sektor pertanian (World Development Report, 2008). Oleh karena itu pertumbuhan di sektor pertanian di Indonesia penting mengingat 66 persen penduduk Indonesia tinggal di perdesaan dimana dari jumlah penduduk sebanyak itu, sekitar 63.1 persen yang hidupnya bergantung pada kegiatan pertanian dan sisanya 36.9 persen hidup dari kegiatan non-farm (BPS, 2006).

Pemerataan pendapatan tidak dapat tercipta dengan melakukan injeksi pada sektor manufaktur maupun sektor jasa, namun harus diarahkan pada sektor berbasis pertanian, karena sektor pertanian mempunyai pengaruh paling besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya yang berada di daerah perdesaan dan sektor pertanian memiliki keterkaitan yang paling tinggi dengan peningkatan produksi di sektor-sektor kegiatan produksi lainnya sehingga pembangunan di sektor pertanian memberikan dampak paling besar terhadap gross output dan value added. Pengembangan ekonomi perdesaan melalui penguatan sektor pertanian, dalam sebuah sinergi antar satu kegiatan ekonomi di suatu desa dengan desa yang lainnya, terbukti dapat membangkitkan pertumbuhan


(30)

ekonomi yang signifikan di suatu negara dengan penduduk yang besar seperti China (Daryanto, 2005).

Terkait dengan berbagai kenyataan yang terjadi selama ini, ditambah juga dengan pemikiran-pemikiran logis yang mendasar, maka sangat menarik sekali untuk mengkaji kembali peranan sektor pertanian di Indonesia. Isu ini menjadi sangat relevan dan penting sekali untuk ditelaah lebih jauh, mengingat Presiden Susilo Bambang Yudhono pada tahun 2004 telah mengeluarkan gagasan pembangunan ekonomi yang disebut triple-track strategy dengan misinya: (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui penciptaan investasi dan ekspor, (2) menggerakkan sektor riil untuk menyerap angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk pengentasan kemiskinan. Melalui ketiga track-strategy tersebut diharapkan sektor pertanian bisa menjadi prime mover pertumbuhan ekonomi negara Indonesia di masa mendatang.

1.2. Perumusan Masalah

Pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu bidang pembangunan yang paling penting dijalankan di negara Indonesia. Ada beberapa hal kenapa pembangunan pertanian begitu sangat penting, pertama negara Indonesia sebagian besar wilayahnya adalah agraris, sehingga potensi sumber dayanya lebih banyak berbasis pertanian. Kedua, populasi penduduk terbesar berada di wilayah perdesaan yang bekerja di bidang pertanian. Ketiga, pertanian juga menyediakan lapangan kerja terbesar, sebagai sumber ketahanan pangan nasional, tangguh menghadapi krisis ekonomi karena berbasis domestik, dan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.


(31)

9

Namun ironisnya, pembangunan pertanian di Indonesia selama ini justru menunjukkan perkembangan yang lambat dengan dinamika yang tidak sesuai harapan. Hal ini tercermin pada total factor productivity (TPF) di sektor pertanian yang terlihat rendah, serta penggunaan kapitalnya relatif terbatas (capital-output ratio cenderung konstan), akibatnya pertumbuhan output pertanian relatif lambat. Sepanjang periode 2001-2006 misalkan, rataan laju pertumbuhan sektor pertanian hanya 2.40 persen, lebih rendah dibandingkan rataan laju pertumbuhan PDB yaitu 4.90 persen (Winoto dan Siregar, 2008).

Sektor pertanian selama ini hanya dipandang dan diposisikan sebagai pendukung (buffer sector) bagi pertumbuhan sektor-sektor lainnya, terutama industri dan jasa. Pandangan tersebut telah mengakibatkan dan mendorong terjadinya berbagai paradoks dalam pembangunan. Peningkatan produktivitas sektor pertanian berjalan sangat lambat dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya sementara proporsi tenaga kerja pada berbagai kegiatan produkif di pertanian masih cukup besar, sehingga sisi negatif yang sangat tampak dominan adalah masih rendahnya tingkat pendapatan riil petani, lambatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan, serta kesenjangan produktivitas tenaga kerja dan earning capacity sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lain (Wibowo, 2004).

Selama periode 1999-2006 misalkan, produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian rata-rata menurun sebesar 0.01 persen per tahun, dimana penurunan yang cukup besar terjadi pada tahun 2002 mencapai 0.83 persen . Sementara produktivitas tenaga kerja sektor industri untuk periode yang sama mengalami kenaikan rata-rata 2.11 persen per tahun. Akibat kondisi semacam ini


(32)

menyebabkan kesenjangan produktivitas antara sektor pertanian dan sektor non pertanian cenderung semakin melebar, sehingga bisa dikatakan berbagai kebijakan yang dilakukan dalam rangka memperkuat sektor pertanian seakan tidak membawa pengaruh banyak terhadap pembangunan pertanian.

Program dan langkah nyata untuk mengintegrasikan kegiatan ekonomi pertanian primer dengan kegiatan industri pengolahan (agroindustri) perlu dilakukan segera untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat, mengingat nilai tambah yang tinggi berada di industri pengolahan. Tumbuhnya sektor pertanian bersama-sama dengan industri pengolahannya dapat mendorong transformasi penyerapan tenaga kerja yang semula terkonsentrasi di sektor pertanian primer secara bertahap dapat beralih ke sektor industri pengolahan (agroindustri). Akan tetapi masalahnya, banyak faktor yang menghambat untuk menciptakan kondisi semacam itu, terutama karena persoalan teknis budidaya, pasca panen, permodalan, akses pasar, kebijakan kelembagaan, perdagangan dan pengembangan industri pengolahan masih dirasakan lamban. Jika dibiarkan berlarut-larut, dapat dipastikan akan melemahkan petani dan agroindustri, serta mendorong peningkatan impor komoditi pertanian dan produk olahannya ke pasar domestik.

Kebijakan dukungan harga, proteksi dengan melalui pengenaan tarif impor maupun non tariff barrier, subsidi input, dukungan harga, riset, infrastruktur serta kemudahan distribusi terhadap aktivitas sektor pertanian khususnya komoditas strategis dipandang sangat relevan untuk merangsang petani agar lebih meningkatkan produktivitas usaha taninya. Namun demikian kebijakan tersebut hanya akan efektif bilamana didukung oleh semua pihak pemangku kepentingan


(33)

11

dengan mengedepankan kepentingan nasional. Meskipun disadari bukan hanya faktor itu saja yang mempengaruhi, masih ada yang lain seperti respon petani terhadap harga, sistem pemasaran yang efisien, biaya distribusi yang murah.

Pembangunan pertanian yang dijalankan selama ini tampaknya belum sepenuhnya berhasil mengangkat kesejahteraan masyarakat perdesaan yang tampaknya berkorelasi positip dengan proses transformasi struktural yang lambat, sehingga menyebabkan semakin terakumulasinya angkatan kerja di sektor pertanian dan meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya lahan. Hal ini akhirnya menyebabkan produktivitas usahatani (output per tenaga kerja) semakin senjang dibanding dengan sektor lain. Untuk itu sangat diperlukan adanya program terobosan yang dapat mentransformasikan tenaga kerja pertanian ke sektor industri yang terkait dengan sumberdaya pertanian. Sudah barang tentu kondisi tersebut memerlukan dukungan semua pihak terhadap penguatan sektor pertanian dan industri pengolahannya (agro industri).

Kebijakan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah yang terkait dengan agro manufacuring (agroindustri) di banyak negara berkembang termasuk Indonesia masih rendah dikarenakan kementerian pertanian tidak memiliki mandat menyangkut kebijakan perbaikan iklim investasi yang terkait dengan lembaga keuangan, asuransi, perpajakan, dukungan dalam pembentukan jaringan agroindustri serta perbaikan infrastruktur di perdesaan, sementara kementerian lain yang memiliki mandat dalam hal kebijakan ekonomi kurang perduli terhadap rantai nilai pertanian di daerah-daerah perdesaan (World Development Report, 2008).


(34)

Kebijakan di sektor pertanian yang dikeluarkan memposisikan sektor pertanian hanya sebagai pendukung bagi sektor-sektor lainnya, terutama sektor industri. Akhirnya sejumlah kebijakan sektor perdagangan dan industri, kebijakan fiskal dan moneter yang dikeluarkan kurang mendukung secara optimal terhadap peningkatan kinerja sektor pertanian.

Pengalaman menunjukkan pada tahun 1999 dikala pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengalihkan kredit program menjadi sistem pembiayaan perbankan komersial. Kebijakan ini telah membuat petani mengalami kesulitan di dalam mencari modal, karena mereka belum terbiasa dengan sistem pembiayaan yang sifatnya komersial tersebut. Disamping itu, dengan dihilangkannya peran pemerintah sebagai penanggung resiko kredit pertanian, otomatis hanya sedikit bank yang bersedia menyalurkan kredit kepada petani. Kemudian contoh yang lain dalam hal penyediaan input. Akibat tekanan dari IMF, pemerintah pada tahun 1998 akhirnya mencabut subsidi pupuk. Tindakan ini membuat harga pupuk melambung tinggi sebesar 147.9 persen pada tahun 1999, yang sudah tentu berakibat buruk bagi petani karena mereka harus memikul beban kenaikan harga pupuk tersebut dalam komposisi biaya produksinya. Kebijakan-kebijakan publik semacam ini tampaknya memperlihatkan sikap pemerintah yang masih belum sepenuhnya mendukung sektor pertanian, akibatnya sektor pertanian tidak dapat berperan banyak sesuai dengan potensi yang seharusnya dalam pembangunan ekonomi.

Kerentanan terhadap ketahanan pangan bisa ditunjukkan dari penurunan luasan lahan sawah Indonesia yang menyusut dari sekitar 8.4 juta hektar menjadi sekitar 7.5 juta hektar sepanjang periode 1994-2003. Angka ini sama dengan


(35)

13

penurunan luasan sawah dengan laju -1.90 persen per tahun. Penurunan terbesar terjadi di luar Jawa, yakni dari 5.0 juta hektar menjadi 4.1 juta hektar pada periode yang sama, atau turun dengan laju -3.21 persen per tahun. Disisi lain masih terdapat lahan yang sementara tidak diusahakan (LSTD) dengan jumlah yang besar. Sepanjang periode1994-2003, LSTD cenderung terus meningkat, dari 6.9 juta hektar menjadi 10.2 juta hektar, atau meningkat dengan rataan pertumbuhan 7.97 persen per tahun. Rataan pertumbuhan LSTD di luar Jawa mencapai 8.08 persen per tahun, sementara di Jawa 3.05 persen per tahun. LSTD terutama berada di luar Jawa, yakni dengan luasan sekitar 10.1 juta hektar pada tahun 2003 (Winoto, 2005).

Beranjak pada berbagai permasalahan yang terungkap di atas, terutama yang terkait dengan kontribusi sektor-sektor produksi dalam perekonomian, khususnya sektor pertanian, kemudian dihubungkan dengan keterkaitannya antara kegiatan suatu perekonomian, struktur produksi, distribusi nilai tambah, dan distribusi pendapatan rumahtangga maka dapat disampaikan beberapa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Seberapa besar peranan pembangunan di sektor pertanian dan agroindustri terhadap peningkatan pendapatan faktor produksi, rumahtangga, penerimaan produksi sektor-sektor lain, dan perekonomian nasional secara menyeluruh. 2. Sejauhmana pengaruh langsung dan pengaruh global dari pembangunan

sektor pertanian dan agroindustri terhadap perubahan pendapatan rumahtangga di perdesaan dan rumahtangga lainnya yang tergolong rendah, khususnya jika dikaji melalui serangkaian efek jalur pendapatan dari sektor pertanian.


(36)

3. Seberapa besar dampak kebijakan pembangunan pertanian dan agroindustri dapat mempengaruhi kenaikan pendapatan rumahtangga di perdesaan dan rumahtangga lainnya yang tergolong rendah, penerimaan tenaga kerja pertanian dan sektor-sektor produksi, peningkatan nilai tambah (output nasional).

Untuk menjawab ketiga permasalahan di atas, dalam penelitian ini akan digunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang merupakan suatu sistem data yang komprehensif dan dapat menghubungkan saling keterkaitan dalam sektor industri, faktor produksi dan institusi sekaligus dalam satu kesatuan neraca yang terintegrasi, sehingga diharapkan hasil analisis lebih memadai daripada hanya menggunakan Input-Output.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan sebagaimana yang diuraikan di atas maka secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengkaji seberapa besar peranan dan dampak sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk :

1. Menganalisis peranan pembangunan sektor pertanian dan agroindustri pada perekonomian nasional dalam hal peningkatan output nasional, dan keterkaitannya terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga, penerimaan sektor-sektor produksi non pertanian, dan tenaga kerja. 2. Menganalisis efek jalur pendapatan sektor pertanian dan agroindustri yang

paling besar mempengaruhi pendapatan rumahtangga di perdesaan, dan rumahtangga lainnya.


(37)

15

3. Menganalisis simulasi kebijakan pembangunan pertanian dan agroindustri yang memiliki peranan paling tinggi terhadap distribusi pendapatan rumahtangga di perdesaan (kaitannya dengan kesejahteraan petani) dan tenaga kerja, penerimaan sektor-sektor produksi dan output nasional.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup analisis dalam penelitian ini mencakup: peranan sektor pertanian, perspektifnya pada sektor industri lain dan perdesaan serta strategi kebijakan yang akan diterapkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia berdasarkan hasil dari penggunaan metode analisis SNSE.

Penelitian peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia menggunakan SNSE yang di update dengan data tahun 2003. Sebagai suatu instrumen pengkajian dan analisis tentunya SNSE mengandung banyak asumsi dan keterbatasan diantaranya : (1) keseluruhan kegiatan ekonomi nasional dibagi habis menurut klasifikasi tertentu ke dalam sektor dan institusi, (2) jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran dari masing-masing sektor atau institusi berimbang (adanya prinsip keseimbangan umum), dan (3) distribusi koefisien antar sektor/institusi berlaku konstan. Asumsi-asumsi tersebut pada akhirnya menimbulkan keterbatasan-keterbatasan dari SNSE yaitu :

1. Harga relatif antara harga input dan harga output berlaku konstan. 2. Hubungan antarsektor atau institusi bersifat proporsional konstan

3. Alat analisis dengan SNSE adalah model statik dengan koefisien atau parameter bersifat konstan yang belum memperhitungkan perubahan peran atau teknologi antarsektor atau institusi.


(38)

1.5. Kegunaan Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi :

1. Pemerintah sebagai bahan (input) dalam membuat kebijakan pembangunan pertanian terutama dalam pengalokasian anggaran pemerintah (fiskal) yang paling berperan bagi peningkatan ouput nasional, penerimaan rumahtangga, dan faktor produksi serta memberikan bahan ulasan review terhadap kebijakan sektor pertanian yang telah dilakukan selama ini.

2. Peneliti atau pemerhati sektor pertanian sebagai salah satu bahan kajian dalam menganalisis kebijakan pertanian yang telah dilakukan dikaitkan dengan kondisi makroekonomi nasional umumnya dan sektor pertanian khususnya.


(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Sektor Pertanian

Sasaran pembangunan pertanian dalam pemerintahan “Kabinet Pembangunan Bersatu” yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 adalah tercapainya tingkat pertumbuhan sektor pertanian rata-rata 3.52 persen per tahun dalam periode 2004-2009 dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.

Untuk mencapai hal tersebut pemerintah menetapkan beberapa sasaran : (1) meningkatnya kemampuan petani untuk dapat menghasilkan komoditas yang berdaya saing tinggi, (2) terjaganya tingkat produksi beras dalam negeri dengan tingkat ketersediaan minimal 90 persen dari kebutuhan domestik, (3) diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras, (4) meningkatnya ketersediaan pangan ternak dan ikan dari dalam negeri, (5) meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap protein hewani yang berasal dari ternak dan ikan, (6) meningkatnya daya saing dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan, (7) meningkatnya produksi dan ekspor hasil pertanian dan perikanan, (8) meningkatnya kemampuan petani dan nelayan dalam mengelola sumber daya alam secara lestari dan bertanggung jawab, (9) optimalnya nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu, (10) meningkatnya hasil hutan non kayu, dan (11) bertambahnya hutan tanaman minimal seluas 5 juta ha.

Menyamakan persepsi dalam pembangunan pertanian adalah persoalan yang tidak mudah, mengingat banyak kebijakan pembangunan di masa lalu belum


(40)

dilakukan evaluasi dan perbaikan secara maksimal. Pembangunan pertanian pada awalnya (Repelita I-V) terprogram dengan perencanaan yang baik. Sektor pertanian merupakan sektor prioritas, akan tetapi dalam implementasinya strategi dan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mudah dilanggar dimana program-program industrialisasi dengan cepatnya merubah titik pandang pembuat kebijakan untuk berpaling ke sektor non pertanian terutama pada masa setelah swasembada pangan telah tercapai.

Dalam awal Pelita dengan besarnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 5 persen per tahun, namun dengan adanya booming minyak pada awal 80-an dana pemerintah yang tersedia melimpah dan arah pembangunan mulai memfokuskan juga pada industrialisasi dan pembangunan fisik yang pada umumnya kurang terencana dengan baik. Pemerintah mendanai secara leluasa pembangunan industri substitusi impor, yang sebagian besar tidak kredibel yang pada akhirnya hanya menjadi beban pemerintah. Inilah awal industri lead sector dan pertanian hanya sebagai pendukung. Pemikiran ini sejalan dengan pengalaman sejarah negara barat, yang mengidentikkan pembangunan ekonomi dengan transformasi struktural terhadap perekonomian secara cepat, yakni dari perekonomian yang bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi perekonomian industri modern dan jasa-jasa yang serba lebih kompleks (Todaro, 2000).

Pemerintah selama periode tahun 1980-an telah melakukan proteksi di sektor industri yang biayanya 10 kali lebih tinggi daripada proteksi terhadap sektor pertanian. Atas kebijakan ini memunculkan keengganan berinvestasi di sektor pertanian dikarenakan keuntungan investasi pada sektor pertanian kurang


(41)

19

dari setengah kali daripada berinvestasi di sektor industri (Halwani, 2002). Selain itu perhatian dan anggaran pembangunan pertanian mulai dikurangi dan dialihkan ke sektor industri (broad based industry) yang tidak berdasarkan sumberdaya domestik, termasuk mengembangkan teknologi tinggi yang menguras keuangan negara, devisa dan hutang luar negeri (Masyhuri, 2006).

Ketidakseimbangan pembangunan antara industri dan pertanian, dianggap wajar, karena para pengambil keputusan terlalu mengedepankan model pembangunan yang mampu meningkatkan sumbangan sektor industri dan “menurunkan” sumbangan sektor pertanian (Mubyarto, 2004). Memang dalam proses pembangunan sebagai ukuran keberhasilan suatu pembangunan di suatu negara adalah adanya penurunan sumbangan sektor pertanian sehingga ketimpangan dukungan antara sektor pertanian dan sektor industri merupakan suatu keharusan, namun sejak tahun 1980-an terjadi perubahan pandangan dari beberapa pembuat kebijakan dengan munculnya konsep Agriculture Demand Led Industrialization (ADLI) strategi yang mengedepankan sektor pertanian sebagai penggerak utama pertumbuhan dan industrialisasi (Daryanto, 1999).

Sektor pertanian mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang kuat kepada sektor non pertanian, sehingga sektor pertanian merupakan sektor unggulan (leading sector) di dalam strategi industrialisasi. Analisis terhadap dekomposisisi multiplier dapat menjelaskan arti penting kontribusi tidak langsung (indirect contributions) yang dibuat oleh permintaan rumahtangga kepada keterkaiatan produksi hasil pertanian. Potensi dari keterkaitan ini yang membuat ADLI sebuah pilihan kebijakan yang menarik untuk negara-negara berpendapatan rendah (Vogel, 1994).


(42)

Pembangunan sektor pertanian dengan strategi Agricultural Demand Led Industrialization ditengarai selaras dengan kondisi negara-negara berkembang yang masih menitikeratkan program pembangunan di sektor pertanian. Strategi ini menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak pembangunan sektor industri dan sektor-sektor lain. Sebagaimana dimunculkan oleh Adelman (1984), sebagai berikut:

“The development strategy consist of public investment program designed to induce a progressive downward shift in the supply curve of the domestic agricultural sector. The argument in favour of this strategy rest both on its linkage effect, in creating a domestic mass market for industrial product through intermediate and final demand linkages, and on its distributional impact, poor members of society. The proposed strategy is stimultaniously a growth programme, and employment programme since agriculture is considerably more labour intensive than even labour-intensive manufacturing, a basic needs, food security and income distribution program and industrialization program.

Pembangunan dengan strategi ADLI adalah strategi pembangunan yang terdiri dari program investasi publik, yang dirancang untuk mendorong kurva penawaran sektor pertanian domestik menjadi lebih elastis. Alasan dari strategi ini diarahkan pada keterkaitan di dalam penciptaan pasar secara massal untuk produk industri melalui keterkaitan permintaan antara (intermediate demand) dan permintaan akhir (final demand) dan dampaknya pada distribusi anggota masyarakat miskin. Program ini secara bersamaan merupakan program pertumbuhan ekonomi dan program penciptaan lapangan kerja, mengingat sektor pertanian merupakan sektor yang lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dibanding sektor manufaktur, disamping juga sebagai penyedia kebutuhan dasar (basic need), ketahanan pangan (food security) dan disamping itu sebagai program distribusi pendapatan dan program industrialisasi.


(43)

21

Sementara Syafa’at (2005) mengartikan ADLI sebagai strategi pembangunan nasional dengan berbasis pada pertanian sebagai sektor utama dan pembangunan industri dengan penekanan kuat pada keterkaitan industri pertanian. Strategi ADLI akan menekankan pada peningkatan produktivitas sektor pertanian dalam menuju industrialisasi. Senada dalam Todaro (2000), para pakar ekonomi pembangunan berpendapat bahwa daerah perdesaan pada umumnya dan sektor pertanian khususnya sama sekali tidak bersifat pasif, dan tidak hanya sebagai penunjang melainkan sebagai elemen unggulan yang sangat penting, dinamis dan menentukan dalam strategi-strategi pembangunan secara keseluruhan, terutama untuk negara berkembang berpendapatan rendah.

Daryanto (1999) melakukan penelitian dengan menganalisis dampak dari krisis ekonomi di Indonesia pada penduduk miskin dan sektor pertanian serta relevansi penggunaan strategi ADLI dalam mengatasi krisis tersebut. Hasil analisis menunjukkan pendapatan kelompok rumahtangga perdesaan dan perkotaan keduanya meningkat akan tetapi kelompok rumahtangga perkotaan meningkat lebih tinggi dibanding rumahtangga perdesaan. Hasil dari penelitian dengan menggunakan kebijakan ADLI menunjukkan keberhasilan menaikkan produksi sektor pertanian dan pendapatan riil, disamping itu juga menyebabkan perbaikan di sektor non pertanian. Meskipun rumahtangga perdesaan lebih sedikit keuntungannya daripada rumahtangga perkotaan. Hal ini dimungkinkan karena adanya perolehan yang berkurang akibat biaya transaksi perdagangan. Inilah tugas pembuat kebijakan untuk membuat cara yang dapat menjamin para petani memperoleh keuntungan yang terbesar dari penerapan strategi ADLI. Berdasarkan hasil penelitian ini Indonesia perlu mencoba alternatif pembangunan dengan


(44)

strategi ADLI yang merupakan strategi pembangunan pertanian sebagai penggerak industrialisasi dan motor pertumbuhan ekonomi. Adanya pertumbuhan di sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan dan permintaan barang dan jasa dari perdesaan terhadap sektor non pertanian.

Sisi penting pembangunan pertanian dalam mendorong dan menstimulasi pembangunan perdesaan (rural development) dapat terlihat dari perannya dalam peningkatan kesejahteraan penduduk desa, termasuk diantaranya petani-petani kecil, petani gurem, dan buruh-buruh tani yang miskin, penyakap, petani penggarap dan lain-lain yang kegiatannya tidak terkait dengan industrialisasi dan merekalah penduduk miskin di perdesaan yang membutuhkan perhatian dan pemihakan dari para pembuat kebijakan di sektor pertanian (Mubyarto, 2004). Mangkuprawira (2000) yang melakukan analisa terhadap perekonomian kotamadya Bogor, menunjukkan bahwa peran sektor pertanian adalah terpenting ke dua setelah sektor agroindustri dalam kegiatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja untuk wilayah kabupaten Bogor.

Pembangunan pertanian yang dijalankan selama ini tampaknya belum sepenuhnya berhasil mengangkat kesejahteraan masyarakat perdesaan. Sebagai indikatornya dapat dilihat pada perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP merupakan perbandingan antara indeks yang diterima petani dan yang dibayar petani. Jika NTP berada dibawah angka 100, menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani masih rendah karena hasil produksi yang diperoleh petani tidak sebanding dengan keuntungan yang diterima. Sebaliknya, bila NTP di atas 100 dikatakan tingkat kesejahteraan petani cukup baik. Perkembangan faktual yang tampak selama ini, NTP di Jawa selalu lebih baik dan meningkat terus


(45)

23

dibandingkan dengan NTP di luar Jawa. Misalnya untuk tahun 2006 data BPS (2006) menunjukkan NTP di 12 provinsi dari 23 provinsi yang dipantau BPS nilai NTP-nya di bawah angka 100, yaitu NAD, Sumut, Sumatera Barat, Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Paling rendah adalah di NTB, dengan NTP-nya sebesar 51.94. Masalah klasik yang selalu ditonjolkan untuk menjelaskan mengapa NTP kita selalu berfluktuatif turun naik setiap waktunya adalah karena rendahnya produktivitas, pemanfaatan teknologi yang masih sangat kurang, dan permasalahan harga yang tidak mendukung penguatan NTP. Ketiga ini selalu menjadi sorotan ketika pemerintah ingin memecahkan permasalahan turunnya NTP. Kecenderungan penurunan NTP ini tampaknya berkorelasi dengan proses transformasi struktural yang terhambat, yang menyebabkan semakin terakumulasinya angkatan kerja di sektor pertanian, sehingga meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya lahan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan produktivitas usahatani (output per tenagakerja) semakin menurun.

Rendahnya produktivitas ini tidak bisa dilepaskan dari penguasaan lahan petani makin lama makin kecil. Rata-rata penguasaan lahan petani Indonesia 1.05 hektar per rumahtangga tahun 1983, menurun menjadi hanya 0.86 hektar per rumahtangga tahun 1993 dan kurang dari 0.5 hektar tahun 2003. Penurunan luas pemilikan lahan petani dan meningkatnya jumlah petani menunjukkan transformasi ekonomi tidak berjalan lancar. Berbeda dengan Thailand, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Australia, jumlah petani menurun dan luas pemilikan lahan meningkat. Tahun 1820 jumlah petani Amerika Serikat 71.8 persen, saat ini tinggal 2


(46)

persen dari total penduduk dengan penguasaan lahan rata-rata 200 hektar (Setiawan, 2007).

Indonesia melakukan pembangunan pertanian harus diartikan sebagai pembaruan penataan pertanian dalam upaya mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling kurang beruntung di perdesaan, melalui maksimalisasi sumberdaya utama pembangunan pertanian (Mubyarto, 2004). Mellor (2000) meyakini bahwa program yang paling signifikan dalam menanggulangi kemiskinan adalah melalui pertumbuhan sektor pertanian yang cukup tinggi, dengan program perubahan teknologi pertanian yang dapat meningkatkan produksi disertai biaya produksi yang lebih murah, percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan dengan maksud mengurangi biaya transaksi dan memperkuat pengembangan komoditas unggulan bernilai tinggi.

Upaya peningkatan produksi pertanian dalam proses pembangunan pertanian merupakan tujuan antara, sasaran sebenarnya adalah kesejahteraan dari masyarakat secara keseluruhan, sebagaimana yang disampaikan Seers (2001). Dasar pemilihan sektor pertanian dipilih pada tahap awal pembangunan dengan strategi untuk memproduksi pangan dan jika produksi pertanian bertambah maka kenaikan produksi itu dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk. Oleh karena itu kebijakan pertanian yang relevan harus diarahkan bagaimana meningatkan produksi, dan bagaimana hasil produksi didistribusikan secara adil sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Suatu rangkaian penting dalam pembangunan pertanian erat kaitannya dengan ketahanan pangan (food security) dan pengentasan kemiskinan. Selama tahun 2000-2004 melalui program ketahanan pangan telah berhasil mengurangi


(47)

25

penduduk miskin, dari 38.7 juta jiwa (19.1 persen) tahun 2000 menjadi 36.1 juta jiwa (16.7 persen) pada 2004. Akan tetapi pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 39.05 juta jiwa (17.75 persen). Sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian. Penduduk di sektor pertanian menempati proporsi 55 persen dari total penduduk miskin, sekitar 75 persen di antaranya pada subsektor tanaman pangan, 7.4 persen pada perikanan laut dan 4.6 persen pada peternakan. Penduduk miskin memiliki resiko tinggi dan rentan terhadap kerawanan pangan. Apabila program-program pemantapan ketahanan pangan kurang memperhatikan kelompok ini, maka akan berdampak pada peningkatan kemiskinan/kerawanan pangan (Nainggolan, 2006).

Pembangunan pertanian juga harus mencermati sistem perdagangan global telah mengalami transformasi yang sangat nyata. Negara-negara maju tetap memelihara tingkat subsidi pertanian yang cukup tinggi yang dibarengi pula dengan subsidi ekspor. Hal ini merupakan insentif nyata bagi produsen di negara tersebut sehingga terjadi kelebihan produksi yang membanjiri pasar dunia. Sementara negara sedang berkembang masih harus bergulat dengan persoalan usaha tani skala kecil, keterbatasan teknologi, dukungan keuangan dan infrastruktur, yang menyebabkan sebagian besar negara sedang berkembang belum bisa melepaskan diri dari masalah kemiskinan, pengangguran, ketahanan pangan dan keterbelakangan kehidupan masyarakat desa.

Penurunan relatif sektor pertanian adalah suatu proses alami dalam suatu perekonomian nasional dan merupakan kebiasaan dan ciri-ciri yang melekat dari pertumbuhan semua lapangan ekonomi. Penurunan ini disebabkan adanya


(1)

Lampiran 16. Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Produksi Berdasarkan Persentase

SIM-1 SIM-2 SIM-3 SIM-4 SIM-5 SIM-6 SIM-7 SIM-8 SIM-9

% % % % % % % % %

20 3.36 28 2.87 16 2.62 35 1.12 15 1.54 15 1.48 17 6.72 29 5.12 37 1.08 14 3.09 29 2.33 13 2.51 38 1.09 20 1.49 20 1.47 18 4.79 16 4.97 38 1.04 13 2.99 16 2.27 14 2.45 37 1.04 29 1.49 29 1.44 15 3.61 17 3.12 33 0.99 16 2.97 25 2.23 20 2.22 33 0.93 16 1.47 16 1.41 20 3.29 18 2.67 32 0.96 15 2.89 30 2.21 17 2.10 23 0.89 14 1.44 19 1.41 14 2.89 30 2.23 23 0.88 19 2.80 27 2.15 15 2.02 39 0.85 19 1.43 14 1.34 19 1.44 14 2.18 36 0.80 22 2.80 13 2.02 18 2.01 29 0.84 25 1.37 22 1.31 25 1.27 15 2.06 29 0.78 18 2.79 26 1.92 22 1.96 16 0.82 22 1.33 25 1.30 16 1.16 20 1.94 16 0.77 17 2.34 17 1.85 19 1.95 32 0.80 27 1.31 27 1.24 22 1.15 25 1.87 35 0.74 21 2.05 14 1.81 28 1.94 25 0.79 13 1.26 13 1.20 13 1.14 28 1.34 25 0.74 25 1.31 31 1.52 25 1.77 36 0.79 28 1.22 28 1.16 29 1.14 19 1.23 27 0.72 29 1.16 18 1.23 29 1.75 27 0.78 35 1.10 35 1.09 21 1.09 13 1.17 28 0.71 36 1.10 15 1.16 27 1.62 14 0.76 38 1.07 37 1.05 27 1.05 27 1.17 19 0.70 27 1.08 21 1.12 21 1.58 19 0.75 37 1.07 38 1.04 36 1.05 22 1.12 14 0.70 28 1.01 22 1.12 30 1.39 28 0.75 36 1.00 18 0.95 28 0.99 36 1.06 13 0.70 38 0.90 36 1.10 26 1.27 13 0.75 18 0.97 36 0.92 38 0.88 35 0.89 15 0.69 37 0.89 20 1.09 36 1.10 15 0.75 39 0.86 30 0.84 37 0.87 21 0.87 20 0.69 35 0.87 19 1.09 35 0.88 20 0.73 30 0.82 39 0.81 35 0.86 38 0.84 18 0.67 39 0.63 35 0.89 38 0.87 18 0.67 26 0.78 26 0.75 39 0.63 37 0.82 22 0.59 26 0.61 38 0.84 31 0.85 22 0.64 17 0.77 17 0.74 26 0.60 26 0.69 39 0.56 30 0.56 37 0.81 37 0.85 24 0.54 33 0.62 33 0.60 30 0.55 39 0.56 17 0.43 33 0.53 39 0.53 39 0.58 17 0.46 32 0.58 32 0.58 33 0.54 33 0.53 26 0.41 32 0.45 33 0.52 33 0.53 26 0.44 21 0.45 21 0.45 32 0.44 32 0.41 30 0.38 23 0.36 32 0.40 32 0.43 30 0.41 23 0.43 23 0.42 23 0.36 23 0.37 24 0.36 31 0.18 23 0.37 23 0.36 21 0.40 31 0.25 31 0.25 31 0.18 31 0.36 21 0.31 24 0.11 24 0.11 24 0.11 34 0.37 24 0.14 24 0.13 24 0.11 24 0.11 31 0.13

224


(2)

Lampiran 17.

Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Sektor Produksi Berdasarkan Pertambahan Jumlah Produksi

SIM-1 SIM-2 SIM-3 SIM-4 SIM-5 SIM-6 SIM-7 SIM-8 SIM-9

∆X ∆X ∆X ∆X ∆X ∆X ∆X ∆X ∆X

15 4 035.93 30 5945.81 25 4637.18 33 6872.89 33 4588.32 33 4483.85 15 5040.23 30 5979.01 33 7385.98 33 3 964.13 25 5838.23 33 3925.52 32 5280.58 39 4006.79 32 3798.65 33 4006.95 25 4905.99 32 6356.41 25 3 436.14 33 3886.91 30 3721.51 39 3938.68 32 3836.84 39 3785.61 18 3607.16 33 3963.85 38 3031.63 20 2 986.38 32 2647.83 15 2824.75 38 3186.84 25 3583.02 25 3415.64 25 3321.73 15 2878.77 39 2615.65 32 2 962.99 39 2477.76 32 2805.41 25 2079.75 38 3132.98 38 3044.90 39 2941.27 32 2702.37 37 2018.25 39 2 919.70 38 2439.78 39 2698.73 37 1943.08 30 2210.17 30 2251.63 20 2930.39 39 2596.34 25 1929.72 38 2 628.44 28 2322.14 38 2534.11 23 1937.57 15 2154.61 15 2060.97 32 2897.48 38 2453.27 23 1911.37 22 2 373.99 36 2188.07 36 2189.58 36 1583.26 36 1991.58 37 1956.15 38 2559.51 36 2122.43 36 1589.09 13 2 214.87 27 1900.32 20 1978.85 34 1223.42 37 1989.40 36 1842.04 36 2096.74 18 2008.37 30 1014.67 36 2 191.08 15 1613.57 13 1856.42 30 1093.20 20 1327.73 20 1307.93 37 1628.44 20 1727.80 15 970.36 18 2 102.24 37 1516.50 22 1661.74 15 1047.91 27 1154.10 22 1109.00 30 1471.47 37 1528.62 27 638.50 37 1 661.29 26 1513.75 37 1588.89 35 791.18 22 1128.99 27 1094.25 17 1343.63 28 1080.92 20 615.21 30 1 497.20 13 1497.97 28 1570.59 27 684.30 28 985.45 28 936.97 22 974.35 27 1033.52 28 573.29 19 1 100.93 31 1325.16 18 1515.37 20 652.00 13 934.83 23 916.54 27 930.39 22 951.95 35 521.45 27 955.35 20 971.32 27 1427.83 28 607.83 23 934.22 13 887.99 13 844.31 13 869.24 13 518.91 14 895.77 22 949.49 26 999.14 13 555.69 35 777.16 35 768.13 14 838.69 23 798.00 18 505.32 28 819.05 18 928.50 23 789.15 22 538.83 18 731.03 18 715.36 28 797.65 29 781.31 22 500.13 23 782.17 23 796.13 19 764.15 18 507.41 26 613.27 26 589.69 23 780.08 14 631.52 26 320.84 35 614.96 35 623.44 31 742.33 26 347.30 19 560.39 19 553.57 35 602.25 35 623.75 19 276.49 21 578.20 14 523.51 14 709.64 19 295.74 14 418.80 14 389.57 19 567.14 17 623.28 14 203.28 26 484.53 19 427.37 35 619.20 14 219.45 29 227.59 31 220.51 26 473.83 26 541.14 34 166.20 17 468.83 17 370.21 21 447.69 24 191.60 31 221.19 29 219.34 21 307.74 19 482.11 24 129.14 34 186.25 29 356.34 17 419.52 31 173.67 34 194.06 34 184.84 34 187.40 31 312.18 29 119.19 16 180.42 21 317.18 29 267.03 29 128.33 17 154.04 17 148.20 29 173.39 16 301.42 31 115.12 29 177.72 34 168.57 34 177.41 21 113.97 21 126.96 21 128.13 31 156.58 21 245.45 21 88.15


(3)

Lampiran 18. Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Penyerapan Tenga Kerja

Kode Sim-1 Sim-2 Sim-3 Sim-4 Sim-5 Sim-6 Sim-7 Sim-8 Sim-9

13 387.480 262.063 324.772 97.216 163.544 155.350 147.709 152.069 90.781

14 129.018 75.401 102.210 31.607 60.320 56.109 120.796 90.958 29.279

15 464.457 185.690 325.073 120.594 247.954 237.178 580.032 331.290 111.669

16 16.202 12.362 14.282 4.489 7.990 7.704 6.333 27.067 4.171

17 10.167 8.028 9.097 2.006 3.340 3.214 29.137 13.516 1.881

18 125.400 55.385 90.393 30.267 43.606 42.672 215.169 119.800 30.142

19 8.161 3.168 5.665 2.192 4.154 4.104 4.204 3.574 2.050 20 78.777 25.622 52.200 17.199 35.024 34.502 77.301 45.578 16.228 21 9.564 5.247 7.405 1.885 2.100 2.119 5.090 4.060 1.458 22 46.517 18.605 32.561 10.558 22.122 21.730 19.092 18.653 9.800 23 1.070 1.089 1.080 2.651 1.278 1.254 1.067 1.092 2.615 24 0.508 0.474 0.491 2.384 0.636 0.579 0.504 0.490 1.607 25 23.989 40.759 32.374 14.520 25.015 23.846 23.191 34.251 13.472 26 0.410 1.279 0.845 0.294 0.518 0.498 0.400 0.457 0.271 27 4.137 8.228 6.182 2.963 4.997 4.738 4.028 4.475 2.765 28 1.500 4.254 2.877 1.113 1.805 1.716 1.461 1.980 1.050 29 0.817 1.639 1.228 0.590 1.047 1.009 0.797 3.593 0.548 30 19.415 77.101 48.258 14.176 28.660 29.197 19.081 77.531 13.157

31 4.446 36.934 20.690 4.840 6.165 6.146 4.364 8.701 3.209

32 8.396 7.503 7.949 14.963 10.872 10.764 8.210 7.657 18.012

33 7.320 7.177 7.249 12.691 8.473 8.280 7.399 7.320 13.639

34 2.302 2.084 2.193 15.122 2.399 2.285 2.316 2.187 2.054

35 1.907 1.933 1.920 2.453 2.409 2.381 1.867 1.934 1.617

36 194.505 194.238 194.372 140.548 176.795 163.520 186.130 188.411 141.066 37 44.023 40.186 42.104 51.490 52.717 51.836 43.152 40.507 53.482 38 11.776 10.931 11.354 14.278 14.037 13.642 11.467 10.991 13.583 39 66.850 56.731 61.791 90.181 91.740 86.676 67.344 59.446 59.888

Jmh 1669.114 1144.112 1406.613 703.272 1019.718 973.050 1587.645 1257.589 639.494

22


(4)

Lampiran 19. Ranking Pengaruh Simulasi Kebijakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Sim-1 Sim-2 Sim-3 Sim-4 Sim-5 Sim-6 Sim-7 Sim-8 Sim-9 15 464.457 13 262.063 15 325.073 36 140.548 15 247.954 15 237.178 15 580.032 15 331.290 36 141.066 13 387.480 36 194.238 13 324.772 15 120.594 36 176.795 36 163.520 18 215.169 36 188.411 15 111.669 36 194.505 15 185.690 36 194.372 13 97.216 13 163.544 13 155.350 36 186.130 13 152.069 13 90.781 14 129.018 30 77.101 14 102.210 39 90.181 39 91.740 39 86.676 13 147.709 18 119.800 39 59.888 18 125.400 14 75.401 18 90.393 37 51.490 14 60.320 14 56.109 14 120.796 14 90.958 37 53.482 20 78.777 39 56.731 39 61.791 14 31.607 37 52.717 37 51.836 20 77.301 30 77.531 18 30.142 39 66.850 18 55.385 20 52.200 18 30.267 18 43.606 18 42.672 39 67.344 39 59.446 14 29.279 22 46.517 25 40.759 30 48.258 20 17.199 20 35.024 20 34.502 37 43.152 20 45.578 32 18.012 37 44.023 37 40.186 37 42.104 34 15.122 30 28.660 30 29.197 17 29.137 37 40.507 20 16.228 25 23.989 31 36.934 22 32.561 32 14.963 25 25.015 25 23.846 25 23.191 25 34.251 33 13.639 30 19.415 20 25.622 25 32.374 25 14.520 22 22.122 22 21.730 22 19.092 16 27.067 38 13.583 16 16.202 22 18.605 31 20.690 38 14.278 38 14.037 38 13.642 30 19.081 22 18.653 25 13.472 38 11.776 16 12.362 16 14.282 30 14.176 32 10.872 32 10.764 38 11.467 17 13.516 30 13.157 17 10.167 38 10.931 38 11.354 33 12.691 33 8.473 33 8.280 32 8.210 38 10.991 22 9.800 21 9.564 27 8.228 17 9.097 22 10.558 16 7.990 16 7.704 33 7.399 31 8.701 16 4.171 32 8.396 17 8.028 32 7.949 31 4.840 31 6.165 31 6.146 16 6.333 32 7.657 31 3.209 19 8.161 32 7.503 21 7.405 16 4.489 27 4.997 27 4.738 21 5.090 33 7.320 27 2.765 33 7.320 33 7.177 33 7.249 27 2.963 19 4.154 19 4.104 31 4.364 27 4.475 23 2.615 31 4.446 21 5.247 27 6.182 23 2.651 17 3.340 17 3.214 19 4.204 21 4.060 34 2.054 27 4.137 28 4.254 19 5.665 35 2.453 35 2.409 35 2.381 27 4.028 29 3.593 19 2.050 34 2.302 19 3.168 28 2.877 24 2.384 34 2.399 34 2.285 34 2.316 19 3.574 17 1.881 35 1.907 34 2.084 34 2.193 19 2.192 21 2.100 21 2.119 35 1.867 34 2.187 35 1.617 28 1.500 35 1.933 35 1.920 17 2.006 28 1.805 28 1.716 28 1.461 28 1.980 24 1.607 23 1.070 29 1.639 29 1.228 21 1.885 23 1.278 23 1.254 23 1.067 35 1.934 21 1.458 29 0.817 26 1.279 23 1.080 28 1.113 29 1.047 29 1.009 29 0.797 23 1.092 28 1.050 24 0.508 23 1.089 26 0.845 29 0.590 24 0.636 24 0.579 24 0.504 24 0.490 29 0.548 26 0.410 24 0.474 24 0.491 26 0.294 26 0.518 26 0.498 26 0.400 26 0.457 26 0.271


(5)

Lampiran 20. Pengaruh Simulasi Kiebijakan Terhadap Rata-rata Peningkatan

Total Output, Penerimaan Pemerintah, Ekspor dan Subsidi.

Sektor Produksi

Sim 1,2,3

Sim 4

Sim 5,6

Sim 7,8

Sim 9

Padi 13 2.51 0.75 1.23 1.16 0.70

Jagung 14 2.45 0.76 1.39 2.54 0.70

Pertanian tanaman pangan di luar 13 dan 14 15 2.02 0.75 1.51 2.83 0.69

Tebu 16 2.62 0.82 1.44 3.06 0.77

Kelapa sawit 17 2.10 0.46 0.76 4.92 0.43

Pertanian perkebunan di luar 16 dan 17 18 2.01 0.67 0.96 3.73 0.67 Industri pemotongan ternak 19 1.95 0.75 1.42 1.34 0.70 Peternakan dan hasil-hasilnya 20 2.22 0.73 1.48 2.62 0.69 Kehutanan dan perburuan 21 1.58 0.40 0.45 0.98 0.31

Perikanan 22 1.96 0.64 1.32 1.14 0.59

Pertambangan batubara, biji logam, migas 23 0.36 0.89 0.42 0.36 0.88 Pertambangan dan penggalian lainnya 24 0.11 0.54 0.14 0.11 0.36 Industri makanan, minuman dan tembakau 25 1.77 0.79 1.34 1.57 0.74 Industri minyak dan lemak 26 1.27 0.44 0.76 0.64 0.41 Industri penggilingan padi 27 1.62 0.78 1.27 1.11 0.72 Industri tepung segala jenis 28 1.94 0.75 1.19 1.16 0.71

Industri gula 29 1.75 0.84 1.46 3.13 0.78

Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 30 1.39 0.41 0.83 1.39 0.38 Industri kayu, barang-barang dari kayu 31 0.85 0.20 0.25 0.27 0.13 Industri kertas, angkutan, barang logam & industri

lain 32 0.43 0.80 0.58 0.42 0.96

Industri kimia, pupuk, & semen, dan logam dasar 33 0.53 0.93 0.61 0.54 0.99

Konstruksi/bangunan 34 0.05 0.37 0.06 0.06 0.05

Listrik, gas dan air minum 35 0.88 1.12 1.10 0.87 0.74 Perdagangan, hotel dan restoran 36 1.10 0.79 0.96 1.06 0.80 Pengangkutan dan komunikasi 37 0.85 1.04 1.06 0.85 1.08 Keuangan, jasa perusahaan, real estate 38 0.87 1.09 1.06 0.86 1.04

Jasa-jasa 39 0.58 0.85 0.84 0.60 0.56

Jumlah TP 0.92 0,77 0.81 0.90 0.73


(6)

MUHAMMAD MUSYAFFAK FAUZI

. The Role of Agricutural Sector in

Indonesian Economic : Social Accounting Matrix

Model. (

ARIEF DARYANTO

as Chairman

. SJAFRI MANGKUPRAWIRA

and

ERWIDODO

as Members of

Advisory Committee)

The attention of government to the agricultural development during this

time is large enough, but from the amount of the policies that be released often

less of touch and to accelerate to the performance of agricultural sector so that the

role of agricutural sector in national economy is not optimal yet. The objective of

this study is in order to analize

the role of agricultural sector in national economy

to identify the effect of income path of agriculture sector to the housing income

and to formulate the agricultural development policy that have the most highest of

influence to the housing income, the labor, production and economy sector

entirely. In order to answer all of such purpose in this study used social

accounting matrix model (SAM).

Some important findings be concluded from this research namely (1) base

on the quality of multiplier numbering side (VM, HM, FM, OSM, PM and GM) to

39 prodution sectors show nine production sectors that have level between first

to ten come from agricultural sector and agro industry sector namely paddy

milling industry sub sector, paddy, sugar cane, livestock cattle beef sector, corn,

livestock and its production, godds plant agicultural, wood industry and the

production of plantation, (2) Agricultural sector have the multiplier effect that be

reflected more to the agriculture businessman housing industrial, (3) the

elementary path of agriculture sector that ends in the housing which have the low

income and the labor of agriculture in general only through the channel of

production sector, labor and ends in housing, some the Agricultural sectors that

have the basic path such as namely corn, food, beverage and tobacco, Forestry

industry and hunting industry, oil industry and fat and also paddy milling industry

and (4) The best policy of agricultural development that motivate the economy

aggregately and to repair the income distribution is the policy in production and

price sector. Both of these policies have the abilities to increase the income, the

production factor, houshold institution and the better production sector.

Key words : role of agricultural sector, agricultural development policy, income

path effect, social accounting matrix.