Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul
KESTABILAN TERMAL ASAM AMINO ENZIM LIPASE
BACILLUS SUBTILIS MENGGUNAKAN
SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL
NYA DANIATY MALAU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kestabilan Termal Asam
Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Nya Daniaty Malau
NIM G751130031
RINGKASAN
NYA DANIATY MALAU. Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase
Bacillus subtilis Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul. Dibimbing oleh
TONY IBNU SUMARYADA dan LAKSMI AMBARSARI.
Lipase A Bacillus subtilis (BsL) secara ekstensif dipelajari dalam
produksi biodiesel, deterjen, surfaktan, pangan, produk farmasi, kosmetik,
industri kertas, dan nutrisi. Salah satu kekurangan penggunaan BsL adalah
suhu optimumnya yang relatif rendah pada 37 oC (310 K). Tujuan penelitian
ini adalah untuk merancang mutan BsL termostabil dibanding BsL wild type
melalui rekayasa mutasi residu pengunci kestabilan BsL. Simulasi dinamika
molekul dilakukan dengan mengamati proses unfolding atau denaturasi termal
BsL yang dipercepat dengan melakukan simulasi pada suhu tinggi. Simulasi
dinamika molekul BsL dilakukan menggunakan perangkat lunak NAMD (Not
Just Another Molecular Dynamic) pada suhu 400-500 K. Pemilihan residu yang
dimutasi, didasarkan pada hasil analisis Interaksi Elektrostatis, Ikatan disulfida
dan Interaksi Hidrofobik. Berdasarkan hasil analisis tersebut dirancang tiga
mutan enzim BsL yaitu Mutan-1 (Iso151Val), Mutan-2 (Glu65Asp), dan
Mutan-3 (Ile135Cys/Hsd145Cys).
Parameter
yang
digunakan
untuk
membandingkan termostabilitas enzim mutan dengan wild type adalah RMSD
(Root Mean Square Deviation), SASA (Solvent Accessible Surface Area), Rg
(Radius of Gyration), RMSF (Root Mean Square Fluctuation) dan Struktur
Sekunder. Simulasi dinamika molekul yang dilakukan pada ketiga mutan
tersebut
menunjukkan bahwa
Mutan-1 (Iso151Val) dengan pemberian
temperatur 525 K selama 20 ns (nano second) memiliki termostabilitas yang
lebih baik dibanding wild type. Sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi
hidrofobik penting dalam peningkatan stabilitas termal enzim lipase Bacillus
subtilis. Pengaruh mutasi dari hasil analisa Interaksi hidrofobik pada peningkatan
kestabilan termal untuk mutan-1 (Iso151Val) dengan pemberian temperatur 500 K
mampu meningkatkan stabilitas termal yang dibuktikan oleh penurunan nilai
parameter RMSD, Rg, RMSF, SASA dan Struktur Sekunder yaitu RMSD mampu
diturunkan sebesar 7.7 Å, nilai Rg mampu diturunkan sebesar 3.41 Å dan nilai
SASA mampu diturunkan sebesar 1504 Å2. Untuk struktur beta-sheet, mampu
mempertahankan sekitar 16% dibandingkan wild-type yang sama sekali tidak
memiliki struktur beta-sheet. Untuk struktur alpa-helix, mutan-1 tidak begitu
mempengaruhi komposisi alpa-helix nya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan saran rancangan mutasi yang dapat diimplementasikan pada
laboratorium basah (wet experiment).
Kata kunci: Enzim Lipase A Bacillus subtilis, termostabilitas, dinamika molekul,
NAMD, mutasi, interaksi hidrofobik
SUMMARY
NYA DANIATY MALAU. Termal Stability of the Amino Acid Enzyme Lipase
Bacillus subtilis Using Molecular Dynamics Simulation. Supervised by TONY
IBNU SUMARYADA and LAKSMI AMBARSARI.
Bacillus subtilis lipase A (BsL) is extensively studied in enzymatic production of
biodiesel, production of detergents, surfactants, food, pharmaceutical products,
cosmetics, paper industry and nutrition. One drawback of using BsL is its
relatively low optimum temperature at 37 oC (310 K). The objective of this
research is to design BsL mutant more thermostable than the wild-type BsL by
engineering mutations in residue stabilizer BsL. Molecular dynamic simulation
was conducted to get better insight on the process of thermal denaturation
or unfolding in BsL. Thermal denaturation of BsL was accelerated by
conducting simulation at high temperature. Molecular dynamic simulation of
BsL was performed with NAMD software package at 400-500 K. Selection of
mutated residues was based on electrostatic interaction, disulfida bond,
hidrofobic interaction analysis of BsL. From those analyses, three mutants were
designed, which are Mutant-1 (Iso155Val), Mutant-2 (Ile135Cys/Hsd156Cys),
and Mutant-3 (Glu65Asp). Parameters that were used to compare the
thermostability of mutant with wild type enzyme were RMSD (Root Mean
Square Deviation), SASA (Solvent Accessible Surface Area), Rg (Radius of
Gyration), RMSF (Root Mean Square Fluctuation) and Secondary Structure.
Molecular dynamics simulations were performed on all three mutants showed that
the mutant-1 (Iso155Val) by giving the temperature of 525 K for 20 ns has a
better thermostability compared to the wild type BSL. It concluded that
hydrophobic interaction is important in improving the thermal stability of the
enzyme lipase B. subtilis. Effect of mutation of hydrophobic interaction analysis
results in an increase in the thermal stability of mutant-1 (Iso151Val) by giving a
temperature of 500 K for 50 ns can improve thermal stability as evidenced by a
decrease in the value of the parameter RMSD, Rg, RMSF, SASA and Secondary
Structure is RMSD able lowered by 7.7 Å, the value of Rg able lowered by 3.41 Å
and value SASA able lowered by 1504 Å2. For the beta-sheet structure, is able to
retain about 16% compared to wild-type who did not have the beta-sheet structure.
For the alpha-helix structure, mutan-1 did not influence alpa-helix composition.
The resulted mutant design will be used as a suggestion to engineer BsL
mutant in wet experiment.
Keywords: Bacillus subtilis lipase A, thermostability, molecular dynamic,
NAMD, mutation, hydrofobic interaction
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KESTABILAN TERMAL ASAM AMINO ENZIM LIPASE
BACILLUS SUBTILIS MENGGUNAKAN
SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL
NYA DANIATY MALAU
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Setyanto Tri Wahyudi
Judul Tesis : Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis
Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul
Nama
: Nya Daniaty Malau
NIM
: G751130031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Tony Ibnu Sumaryada
Ketua
Dr. Laksmi Ambarsari
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Mersi Kurniati, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Juni 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
segala kasih dan karunia-Nya yang tidak berkesudahan sehingga karya ilmiah
yang berjudul Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis
Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tony Ibnu Sumaryada dan
Ibu Dr. Laksmi Ambarsari selaku pembimbing. Dr. Setyanto Tri Wahyudi selaku
penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada DIKTI selaku pemberi beasiswa BPPDN
yang telah membantu pendanaan selama kuliah dan penelitian di Biofisika IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta
teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Nya Daniaty Malau
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
3
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Lipase A Bacillus subtilis Ekstraseluler (BsL)
Stabilitas Termal Protein
Simulasi Dinamika Molekul
3
3
4
5
3 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
6
6
6
6
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Metode Simulasi Dinamika Molekul
Analisis Kestabilan Termal Wild-type Bacillus subtilis
Pemilihan Mutan Protein Bacillus subtilis
Analisis Kestabilan Termal Mutan Bacillus subtilis
10
10
11
15
22
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
27
27
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1 Nilai parameter enzim pada 50 ns
2 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 400 K, 450 K,
475 K dan 500 K masing-masing pada 50 ns
3 Pemilihan Mutan dan Nilai ∆∆Gsolv
4 Nilai akhir parameter enzim pada suhu 500 K saat 50 ns
5 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 500 K saat 50
ns
12
13
19
25
26
DAFTAR GAMBAR
1 Representasi struktur sekunder enzim lipase Bacillus subtilis serta letak
daerah sisi aktifnya.
2 Perbandingan nilai faktor-β kristal 1ISP (Biru) dengan faktor-β simulasi
(Orange) pada temperatur 300 K
3 Perubahan analisis parameter enzim pada temperatur 400 K, 450 K, 475
K dan 500 K masing-masing selama 50 ns (a). RMSD (b). Rg (c).SASA
(d). RMSF
4 (a) Persentase perubahan komposisi struktur sekunder selama simulasi
di 500 K selama 50 ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning), Turn (Biru)
dan Coil (Hitam) (b) Perubahan struktur pada simulasi 500 K selama 50
ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning) 3-10helix (Biru), Turn (Hijau) dan
Coil (Putih)
5 (a) Jarak ikatan interaksi elektrostatistik antara Asp64 – Lys35 (Merah)
dan Glu65 – Lys35 (Hitam) selama proses simulasi pada 500 K (b)
Gaya elektrostatik antara Asp64 – Lys35 (Merah) dan Glu65 – Lys35
(Hitam) selama proses simulasi pada 500 K
6 Target mutasi pada enzim wild type dan mutan-mutan yang dihasilkan
7 Perubahan energi bebas solvasi mutasi (a). Asp64Asn (Biru), Asp64Glu
(Hitam), Glu65Gln (Hijau), Glu65Asp (Merah) (b). Ala146Cys (Ungu),
Glu155Cys (Biru), Gly158Cys (Merah), Hsd156Cys (Hijau), Ile135Cys
(Hitam) (c). Ile73Gln (Biru Muda), Ile75Leu (Biru), Ile151Ser (Hijau),
Ile151Val (Merah), Val59Ile (ungu), Val59Thr (Hitam)
8 Posisi calon mutan berdasarkan interaksi elektrostatik (a) Glu64
(Hitam)-Lys35 (Merah) (b) Asp65 (Hitam)-Lys35(Merah)
9 Posisi calon mutan berdasarkan ikatan disulfida (a) Ile135 (Hjau)Hsd146 (Orange) (b) Ile145 (Hijau)-Hsd146(Orange) (c) Gly155
(Hijau)-Gly158 (Orange)
10 Posisi calon mutan berdasarkan interaksi hidrofobik : Val59 (Pink) ,
Ile73 (Abu-Abu) dan Ile 151 (Hijau)
11 Perubahan analisis parameter enzim pada mutan-1, mutan-2, mutan-3
dan wild-type dengan pemberian temperatur 525 K selama 20 ns
(a). RMSD (b). Rg (c). SASA (d). RMSF
12 Perubahan komposisi struktur sekunder pada mutan-1, mutan-2, mutan3 dan wild-type dengan pemberian temperatur 525 K selama 20 ns (a).
α-helix (b). β-sheet
4
11
12
14
15
16
18
19
20
19
22
23
13 Representasi struktur sekunder lipase Bacillus subtilis (a) Native (b)
Mutan-1
14 Perbandingan nilai faktor-β Mutan-1 (Biru), faktor-β wild-type
(Orange) dan faktor-β eksperimen pada temperatur 300 K
15 Perubahan analisis parameter enzim pada mutan-1 dan wild-type
dengan pemberian temperatur 500 K selama 50 ns (a). RMSD (b). Rg
(c). SASA (d). RMSF
16 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 500 K selama
50 ns.
17 Representasi struktur sekunder enzim lipase Bacillus subtilis setelah
simulasi selama 50 ns pada temperatur 500 K (a) Wild-type (b)
Mutan-1
23
24
25
26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Residu penyusun struktur sekunder enzim lipase 1ISP
2 Diagram alir penelitian
3 Tabel pasangan jembatan garam yang muncul selama simulasi 50 ns
pada temperatur 500 K
4 Prediksi mutasi hasil keluaran perangkat lunak “Disulfide by DesignTM”
5 Pasangan mutasi hasil keluaran perangkat lunak “Disulfide by DesignTM”
yang berada pada β–sheet maupun α-helix
6 Preferensi konformasi residu penyusun struktur sekunder
32
33
34
34
35
36
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim adalah biokatalisator yang dapat mengurangi dampak pencemaran
dan pemborosan energi karena reaksinya tidak membutuhkan energi tinggi,
bersifat spesifik, dan tidak beracun (Aunstrup et al. 1979). Lipase (Acylhydrolases
triasilgliserol, E.C.3.1.1.3) merupakan enzim yang menghidrolisis trigliserida dan
mengubahnya menjadi gliserol dan asam lemak (Prasad 2015). Lipase banyak
diaplikasikan pada pembuatan obat-obatan, industri pengolahan makanan, deterjen
dan pengolahan air limbah (Corzo dan Revah 1999). Mikroorganisme penghasil
lipase yaitu bakteri (Kulkarni dan Gadre 2002), jamur (Fodiloglu dan Erkmen
1999), ragi (Corzo dan Revah 1999) dan actinomycetes (Sommer et al. 1997).
Beberapa lipase yang dihasilkan oleh bakteri spesies bacillus seperti
B. subtilis,
B.
pumilis,
B.
licheniformis,
B. thermoleovorans,
B.
stearothermophilus, dan B. Sphaericuspossess, banyak dimanfaatkan untuk
bidang bioteknologi (Nthangeni et al. 2001; Rahman et al. 2003; Ruiz et al.
2003). Enzim lipase yang dihasilkan dua jenis bakteri mesofilik B. subtilis dan
B. pumilus berbeda dari lipase Bacillus lainnya. Kedua lipase ini memiliki massa
molekul yang relatif kecil yaitu sebesar 19.6 kDa sedangkan B. themocatenulatus,
B. thermoleovorans, dan B. stearothermophilus merupakan lipase yang relatif
besar dengan massa molekul sekitar 43 kDa (Shah dan Bhatt 2011).
Lipase B. subtilis adalah lipase yang tepat untuk mempelajari struktur dan
fungsi enzim karena ukurannya yang kecil (~19.6 kDa) dan spesifisitas
substratnya yang luas (Dartois et al. 1992; Eggert et al. 2000). Lipase B. subtilis
menghasilkan dua jenis lipase yaitu Lipase A (LipA) dan Lipase B (LipB) yang
dihasilkan pada medium kultur dan bergantung pada komposisi media
pertumbuhan. LipA adalah lipase yang diproduksi dalam medium yang kaya
komposisi media pertumbuhan dan pada medium yang minimal komposisi media
pertumbuhan, sedangkan LipB hanya diproduksi dalam medium yang kaya
komposisi media pertumbuhan (Eggert et al. 2001).
Lipase A B. subtilis (BsL) adalah lipase yang berasal dari bakteri mesofilik
B. subtilis yang dihasilkan secara ekstraseluler dan bekerja pada temperatur
optimum yaitu 370C, sehingga memiliki kestabilan termal yang rendah (Gertie et
al. 2001). Beberapa aplikasi lipase dalam bidang industri memerlukan lipase yang
termostabil. Hal tersebut diperlukan karena penggunaan suhu tinggi dalam proses
industri akan meningkatkan kecepatan reaksi sehingga mengurangi jumlah enzim
yang dibutuhkan. Kemungkinan adanya kontaminasi mikrobial oleh mikroba
mesofilik yang mengganggu dapat dikurangi, kelarutan substrat dan senyawa senyawa kimia lainnya meningkat (Haki dan Rakshit 2003). Sehingga dilakukan
berbagai teknik untuk meningkatkan stabilitas termal enzim tersebut. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan termostabilitas suatu enzim adalah
dengan teknik rekayasa protein.
Kesulitan melakukan mutasi pada suatu protein target dengan pendekatan
eksperimen adalah menentukan daerah atau residu yang akan dimutasi. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan residu asam amino yang
akan dimutasi adalah dengan mempelajari stabilitas enzim yang berkaitan dengan
2
proses terjadinya unfolding (Pikkemaat et al. 2002; Han et al. 2009; Liu et al.
2003; Kim et al. 2010). Sejauh ini hasil penelitian dengan berbagai metode baik
eksperimen, statistik maupun komputasi telah menemukan bahwa sifat stabilitas
termal dipengaruhi oleh adanya interaksi hidrofobik, ikatan disulfida, ikatan
hidrogen, interaksi elektrostatik dan lain-lain (Jaenicke dan Zavodszky 1990;
Jaenicke dan Bohm 1998; kumar et al. 2000b; Daniel dan Cowan 2000; Das dan
Gerstein 2000; Gianese et al. 2000).
Dari hasil analisis sifat stabilitas termal tersebut maka dapat ditentukan
residu-residu yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kestabilan enzim.
Mencari residu yang menjadi pengunci kestabilan enzim dan menggantinya
menjadi residu yang lebih stabil akan meningkatkan kestabilan termal enzim
tersebut (Liu et al. 2003).
Mutasi protein tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari struktur
protein melalui pendekatan simulasi dinamika molekul (Molecular Dynamic
Simulation) atau pemodelan komputer (Han et al. 2009; Santarossa et al. 2005).
Strategi simulasi yang dilakukan untuk mempelajari perubahan struktur protein
selama proses denaturasi/ unfolding adalah dengan melakukan simulasi pada
temperatur yang sangat tinggi (Li dan Dagget 1994; Day et al. 2002; Becker et al.
2001; Liu dan wang 2003; Purmonen et al. 2007). Penggunaan temperatur tinggi
menyebabkan simulasi pada proses perubahan struktur dapat terjadi lebih cepat
sehingga penggunaan sumber daya komputasi dapat dikurangi.
Analisis hasil simulasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh peneliti secara
in-vitro sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan residu asam amino yang
akan dimutasi pada rekayasa genetik. Untuk meningkatkan kestabilan termal
wild-type, pada suhu 500 K, Ashutosh et al. (2014) telah menganalisis wild-type
Bacillus subtilis ekstraseluler (BsL) yang telah di mutasi secara in-vitro dengan
memutasi 12 residu dan diperoleh penurunan RMSD sebesar 3.567 Å.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan termal enzim lipase
A B. subtilis ekstraseluler (BsL) wild type (Kode PDB : 1ISP) dengan mengamati
peristiwa unfolding yang terjadi untuk mencari residu-residu penstabil.
Selanjutnya dirancang mutan yang termostabil dengan cara mengganti residu
pengunci kestabilan enzim dengan residu yang diduga lebih stabil. Selanjutnya
membandingkan hasil analisis kestabilan termal enzim wild-type dan mutan yang
telah dirancang dengan membandingkan parameter Root Mean Squared Deviation
(RMSD), Radius of Gyration (Rg), Solvent Accessible Surface Area (SASA),
Root Mean Squared Fluctuation (RMSF) dan Struktur Sekunder.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor
penentu stabilitas termal enzim lipase B. subtilis dan residu-residu yang
bertanggung jawab terhadap kestabilan termal enzim yang dapat dijadikan sebagai
acuan untuk merekayasa protein dalam meningkatkan sifat termalnya.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan termal enzim lipase
A B. subtilis (BsL) wild type dengan mengamati peristiwa unfolding yang terjadi
untuk mencari residu-residu penstabil. Selanjutnya dirancang mutan yang
termostabil dengan cara mengganti residu pengunci kestabilan enzim dengan
residu yang diduga lebih stabil. Selanjutnya membandingkan hasil analisis
kestabilan termal enzim wild-type dan mutan yang telah dirancang dengan
membandingkan parameter Root Mean Squared Deviation (RMSD), Radius of
Gyration (Rg), Solvent Accessible Surface Area (SASA), Root Mean Squared
Fluctuation (RMSF) dan Struktur Sekunder.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan saran rancangan
mutasi enzim lipase B. subtilis termostabil yang dapat diimplementasikan secara
in-vitro (wet experiment) untuk melakukan rekayasa genetik pada enzim lipase
B. subtilis.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berupa simulasi dinamika molekuler pada temperatur yang
sangat tinggi untuk menganalisis sifat termal dari enzim lipase B. subtilis.
Simulasi dinamika molekuler untuk mengamati fenomena unfolding dilakukan
pada temperatur 300 K selama 2 ns untuk validasi metode, temperatur 400 K, 450
K, 475 K dan 500 K selama 50 ns untuk simulasi pada wild-type. Sedangkan
untuk mutan dilakukan dengan temperatur 525 K selama 20 ns dan 500 K selama
50 ns.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Lipase A Bacillus subtilis Ekstraseluler (BsL)
Bacillus subtilis adalah bakteri gram-positif yang ditemukan di tanah, air
dan dalam tanaman. Organisme ini sangat menarik untuk dipelajari karena
memiliki efisiensi yang tinggi dalam mensekresikan protein seperti lipase, amilase
dan protease (Harwood 1992).
Lipase A Bacillus subtilis Ekstraseluler (BsL) dengan kode PDB 1ISP
(Kawasaki et al. 2002) merupakan molekul dengan bobot 19.6 kDa yang sangat
kecil dibandingkan molekul lipase lainnya yang umumnya memiliki bobot 30 – 75
kDa. BsL sangat stabil pada kondisi basa yang tinggi (pH 12 ) dan optimal pada
pH 10 sehingga disebut juga lipase alkaliphilic (Lessuisse et al. 1993). BsL
memiliki suhu optimal yang rendah yaitu 37 0C dan memiliki jumlah asam amino
4
179 residu. Representasi struktur sekunder secara new cartoon menggunakan
program VMD (Humprey et al. 1996), dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Se r 7 7
H is 1 5 5
Asp 1 3 3
Gambar 2.1 Representasi struktur sekunder enzim lipase Bacillus subtilis serta
letak daerah sisi aktifnya.
Struktur kristal 1ISP adalah struktur dengan resolusi kristalografis terbaik
sebesar 1,3 Å. Struktur sekunder nya terdiri atas 6 β-sheet, β1(3-12), β2(35-42),
β3(71-77), β4(97-103), β5(123-130), β6(146-152) sebagai inti protein yang
diselingi 5 α-heliks, α1(16-28), α2(48-66), α3(78-89), α4(157-161), α5(163-173)
(Kawasaki et al. 2002). Sisi aktif 1ISP terdiri dari triad katalitik yaitu serin,
histidin, dan asam aspartat (Ser77-His155-Asp133). Sisi aktif His 155 terletak
pada ujung coil setelah β-sheet ke 6. Sisi aktif Asp133 terletak pada
turn setelah β-sheet ke 5. Sisi aktif Ser77 terletak pada coil setelah β-sheet ke 3.
Enzim lipase 1ISP tidak memiliki ikatan disulfida pada keadaan native (Kawasaki
et al. 2002).
Stabilitas Termal Protein
Stabilitas termal protein didefinisikan sebagai ketahanan suatu protein
untuk tetap dalam struktur alaminya (folded state) sedemikian rupa sebagai respon
terhadap energi termal (temperatur tinggi) sehingga tetap dapat menjalankan
fungsinya dengan baik (Zhang et al. 2004).
Stabilitas protein secara termodinamika diukur dari perubahan energi
bebas Gibbs antara keadaan protein native (N) dengan keadaaan protein
terdenaturasi/ unfolded (U) pada kesetimbangan dinamik (N ⇌U) yang juga
disebut sebagai perubahan energi bebas unfolding protein (Kumar dan Nussinov
2001) :
∆G = ∆H - T∆S
(1)
5
Dimana ∆H adalah perubahan entalpi dan ∆S adalah entropi antara protein dalam
keadaan native dengan keadaan unfolded. Penggunaan model sederhana untuk
kesetimbangan ini dilakukan dengan model dua keadaan (two state unfolding),
dimana protein hanya berada pada dua keadaan diskret, yaitu N dan U. Keadaan N
adalah keadaan dimana kekompakan struktur tercapai dan protein melipat secara
sendiri. Struktur kristal yang ditentukan secara eksperimental dapat dianggap
mewakili keadaan N, walaupun sebenarnya keadaan N tidak terdiri dari
konformasi tunggal melainkan berupa sekumpulan struktur dengan konformasi
pada tingkatan yang sama (Buechner dan Kiefhaber 2005).
Entalpi dari reaksi unfolding protein bernilai positif, sehingga secara
entalpi, keadaan native lebih disukai dan lebih stabil dibanding keadaan unfolded.
Interaksi-interaksi internal seperti ikatan hidrogen dan interaksi van der Waals
intramolekular memberi efek menstabilkan secara entalpik, sedangkan ekspos
interior protein terhadap protein pada keadaan unfolding bersifat destabilisasi
secara entalpik (Buechner dan Kiefhaber 2005).
Proses unfolding protein disertai oleh peningkatan entropi sistem, sehingga
secara keadaan unfolding lebih disukai secara entropik. Faktor pertama yang
menyebabkan peningkatan entropi adalah interaksi gugus-gugus yang terekspos
kepada pelarut pada keadaan unfolded. Faktor lainnya adalah bertambahnya
jumlah konformasi protein yang dapat diakses oleh protein keadaan unfolded
dibanding konformasi yang mungkin diakses keadaan native. Secara keseluruhan,
kestabilan struktur dicapai secara entalpik yang diimbangi oleh destabilisasi
entropik. Kesetimbangan ke arah keadaan native tercapai ketika nilai entalpik
cenderung lebih besar dibanding entropi destabilisasi (Buchner dan Kiefhaber
2005).
Simulasi Dinamika Molekul
Biomolekul seperti protein dan asam nukleat merupakan sistem yang
dinamis. Simulasi dinamika molekul merupakan salah satu bagian dari
pendekatan komputasi dimana atom dan molekul dibiarkan saling berinteraksi
selama periode waktu tertentu sehingga tingkah laku sistem dapat teramati.
Metode simulasi dinamika molekul pertama kali diperkenalkan oleh Alder
dan Wainwright pada akhir tahun 1950. Pada awalnya digunakan untuk
mempelajari permukaan yang keras (hard spheres). Sedangkan simulasi dinamika
molekul terhadap sistem nyata baru dilakukan pada tahun 1974. Tahun 1977
teknik ini pertama kali digunakan untuk kajian biomolekul dengan menggunakan
bovine pancreatic trypsin inhibitor (BPTI) (McCammon et al. 1997).
Secara umum, simulasi dinamika molekul didasarkan atas integrasi
numerik terhadap persamaan Newton tentang gerak (F = ma). Gaya interaksi antar
atom dalam simulasi dinamika molekul hanya tergantung pada posisi atom
dan tidak bergantung kepada kecepatannya yang diekspresikan sebagai gradien
dari energi potensial.
6
Gaya Intramolekul
Dalam simulasi dinamika molekul, fungsi energi potensial diberikan oleh
medan gaya, yaitu fungsi yang mendefinisikan gaya-gaya yang bekerja pada suatu
atom individual pada keadaan energi rendah (kesetimbangan termal) (Ponder dan
Case 2003). Ada dua kelompok interaksi yang dapat memberikan pengaruh
terhadap energi potensial, yaitu interaksi internal dan eksternal. Interaksi internal
didefinisikan sebagai interaksi kovalen antar atom yang disebut sebagai interaksi
ikatan (bonded interaction), meliputi uluran ikatan (bonded streching) yaitu
interaksi kovalen antara dua atom pada jarak kesetimbangan tertentu, sudut ikatan
dan sudut dihedral. Pada simulasi dinamika molekul, ikatan kovalen didefinisikan
sebagai pegas dengan pergerakan harmonis (Becker 2001). Sedangkan interaksi
eksternal mengekspresikan interaksi non-ikatan. Interaksi non-ikatan
mempresentasikan interaksi fleksibel diantara pasangan atom atau partikel. Dua
jenis interaksi non-ikatan paling umum yang dapat mengakibatkan perubahan
energi potensial adalah interaksi elektrostatik (Potential Coulomb) dan interaksi
van der Waals (Potential Lennard Jones) (Becker et al. 2001).
(
) = ∑
cos (
(
−
,
) + ∑
− )) + ∑
(
∑
4
−
,
) + ∑
−
+
( 1 +
(2)
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data eksperimen hasil XRay Diffraction berupa data koordinat lipase B. subtilis (Kawasaki et al. 2002)
yang dapat diunduh di Protein Data Bank (http://www.rscb.org/pdb/) (Berman
et al. 2000) dengan kode PDB 1ISP.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras dan
perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas komputer dengan spesifikasi RAM 8
GB, Quad Core Processor (Intel CoreI7), Graphic Card NVIDIA Ge Force GTS
9400, 32 core GPU dan sistem operasi LINUX Ubuntu versi 12.04. Perangkat
lunak yang digunakan untuk proses simulasi adalah NAMD (Not Just Another
Molecular Dynamics Program) versi 2.9 (Philips et al. 2005), sedangkan untuk
preparasi dan analisa hasil simulasi dilakukan menggunakan program VMD
(Visual Molecular Dynamics Program) versi 1.9.1 (Humprey et al. 1996),
7
perangkat lunak yang digunakan untuk prediksi mutasi sepasang residu menjadi
sistein adalah “Disulfide by DesignTM V 1.2” (Dombkowski 2003) untuk
pengolahan data digunakan program CatDCD versi 4. VBA Ms. Excel 2010
digunakan untuk smoothing grafik, dan Gnuplot versi 2.6 digunakan untuk
membuat grafik.
Prosedur Analisis Data
Preparasi Sistem Simulasi
Struktur kristal Lipase A Bacillus subtilis (Kode PDB : 1ISP) (Kawasaki et
al. 2002) yang digunakan pada simulasi diperoleh dari bank data Protein Data
Bank (PDB), (http://www.rscb.org/pdb/) (Berman et al. 2000). Penentuan struktur
kristal 1ISP dilakukan dengan metode sinar X yang memiliki resolusi 1.3 Å
dengan jumlah residu penyusunnya 179. Pada berkas tersebut terdapat 1 frame
sebagai model konformasi. Sebelum digunakan sebagai data awal dalam
penelitian, data koordinat terlebih dahulu dipreparasi karena data tersebut masih
terdapat molekul air dan ligan yaitu Gliserol. Selanjutnya di atur pH sesuai dengan
pH alami enzim tersebut yaitu 10 dengan menggunakan web server H++ (Gordon
et al. 2005). Program psfgen digunakan untuk menerapkan medan gaya ke dalam
sistem molekul. Medan gaya yang digunakan untuk mendefinisikan energi
potensial struktur kristal adalah CHARMM22 (Brooks et al. 1983). Solvasi
model molekul menggunakan TIP3P sebagai molekul pelarut (Jorgensen et al.
1983) dengan dimensi kotak sebesar 70 Å x 70 Å x 70 Å. Secara total, jumlah
molekul air yang ditambahkan pada kotak adalah 30404 molekul air. Penambahan
molekul air secara eksplisit dilakukan sebagai pendekatan terhadap keadaan
molekul dalam pelarut, dimana interaksi dengan molekul pelarut ikut
mempengaruhi konformasi molekul. Untuk menetralkan total muatan sistem,
empat ion Cl- ditambahkan untuk menetralkan empat ion Na+.
Kondisi Simulasi
Keseluruhan simulasi menggunakan parameter integrasi waktu (time step)
setiap 2 femto detik (fs). Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode
periodic boundary condition (PBC) untuk menghilangkan efek tegangan
permukaan dan untuk mencapai kondisi dengan kerapatan dan tekanan yang
lebih seragam (Allen dan Tildesley 1989). Algoritma SHAKE dengan toleransi
10-5 diterapkan kedalam sistem untuk mengekang seluruh ikatan yang
mengandung atom hidrogen (Ryckaert et al. 1977). Energi elektrostatik sistem
dihitung secara menyeluruh menggunakan metode particle mesh Ewald
(PME) (Darden et al. 1993; Essmann et al. 1995) sedangkan Interaksi van der
Waals dihitung menggunakan potensial Lennard-Jones dengan cutoff masingmasing adalah 12 Å (Bui et al. 2009). Untuk mengontrol tahapan minimisasi,
pemanasan dan production run dilakukan dengan menggunakan NVT ensemble
(constant number, volume and temperature) pada temperatur yang diinginkan
dimana sistem dikopling terhadap termostat velocity rescaling pada konstanta
kopling 0,1 (Bussi et al. 2007). Untuk mengontrol tahapan ekuilibrasi dijaga pada
NPT Ensemble (constant number, pressure and temperature) oleh termostat
Nose-Hoover (Martyna et al. 1994; Feller et al. 1995).
8
Minimisasi
Molekul yang telah disolvasi kemudian diminimisasi untuk
menghindari kontak van der Waals yang tidak sesuai (bad contact) dan untuk
meminimalkan efek-efek sterik yang berenergi tinggi. Setiap simulasi dimulai
dengan minimisasi selama 40 ps untuk membuat protein berada di energi
terendahnya (keadaan stabil).
Pemanasan dan Ekulibrasi
Adapun proses pemanasan molekul yang telah diminimisasi menggunakan
perangkat lunak NAMD dilakukan secara bertahap dari suhu 0 K sampai 300 K,
400 K, 450 K, 475 K, 500 K untuk wild-type, 500 K dan 525 K untuk mutan.
Dilakukan selama 20 ps dengan kenaikan setiap 25 K. Selanjutnya dilakukan
ekuilibrasi yang bertjuan untuk menahan protein stabil di dalam sistem
simulasi. Ekuilibrasi dilakukan dengan protokol Langevin selama 40 ps.
Production Run
Setelah molekul enzim terekuilibrasi dengan baik maka tahap
selanjutnya adalah tahap produksi (Production Run). Konstrain yang diterapkan
pada proses ekuilibrasi kemudian dihilangkan pada proses production run
sehingga molekul protein bebas bergerak. Production run dilakukan selama 2 ns
dengan temperatur 300 K untuk validasi metode, selama 50 ns dengan temperatur
400 K, 450 K, 475 K, dan 500 K untuk wild-type dan selama 20 ns dengan
temperatur 525 K untuk uji mutan serta selama 50 ns dengan 500 K untuk
mutan-1.
Analisis Simulasi Dinamika Molekul
Untuk menganalisis kestabilan dan fleksibilitas enzim wild-type dan mutan
serta mengevaluasi proses simulasi yang telah dilakukan, sejumlah parameter
dianalisis terhadap hasil simulasi meliputi Root Mean Square Deviation
(RMSD), Jari-Jari Girasi (Rg), Root-mean-square fluctuation (RMSF), Solvent
Accessible Surface Area (SASA) dan analisis struktur sekunder
Root-mean-square deviation (RMSD) adalah akar kuadrat rata-rata
penyimpangan koordinat atom dari posisi referensi. RMSD merupakan ukuran
perbedaan struktur protein selama proses simulasi terhadap struktur awal protein.
Analisis ini difokuskan pada perubahan struktur atom C-α asam amino penyusun
protein yang didefinisikan sebagai berikut :
RMSD =
∑
( ( ) (
))
(3)
dengan N adalah jumlah total atom C-α yang terdapat pada protein
sedangkan ri(t2) dan ri(t1) adalah koordinat atom C-α pada waktu t2 dan pada
waktu t1. Untuk mendapatkan gambaran profil kestabilan sistem yang
disimulasikan serta tahap-tahap transisi pada proses simulasi termal protein,
maka hasil analisis RMSD tersebut akan di plot dalam bentuk grafik antara
RMSD terhadap waktu simulasi (Becker et al. 2001; Coutsias et al. 2004).
Analisis jari-jari girasi (radius of gyration, Rg) juga dapat digunakan untuk
menggambarkan kekompakan (compactness) serta kepadatan/ densitas molekul
9
protein. Nilai jari-jari girasi dihitung menggunakan fungsi posisi atom terhadap
pusat massa protein.
Root-mean-square fluctuation (RMSF) adalah akar kuadrat rata-rata
fluktuasi koordinat atom terhadap struktur referensinya. RMSF merupakan
analisis fleksibilitas residu asam amino penyusun protein yang dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
RMSF = [ R − |R |]
(4)
dimana Rj merupakan koordinat residu j dan |Rj| merepresentasikan rata-rata
posisi residu j. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai residu asam amino yang bersifat fleksibel dan yang bersifat kaku
selama proses simulasi berlangsung.
Solvent accessible surface area (SASA) merupakan luas permukaan
biomolekul (protein misalnya) yang dapat di akses oleh pelarut (Lee dan
Richards 1971). Nilai SASA memberikan gambaran terhadap struktur tersier
protein. Pada umumnya, protein mengemas struktur tersiernya sedemikian rupa
sehingga gugus-gugus yang bersifat hidrofobik akan berada di bagian dalam
sedangkan gugus-gugus asam amino yang bersifat hidrofil akan terdapat di bagian
luar. Ketika proses simulasi termal berlangsung, kestabilan struktur tersier protein
dan derajat keeksposuran dapat diamati dengan melakukan perhitungan SASA.
Struktur sekunder protein tersusun atas interaksi lokal inter-residu yang
pada umumnya dimediasi oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder yang paling
umum adalah α-helix dan β-sheet. Analisis struktur sekunder dilakukan untuk
melihat kestabilan struktur sekunder selama proses simulasi berlangsung yang
dikarakterisasi dengan perubahan komposisi α-helix, β-sheet, turn dan coil.
Perhitungan struktur sekunder dilakukan dengan menggunakan plug-in yang
terdapat pada perangkat lunak VMD yang didasarkan atas algoritma
STRIDE (Structural identification) (Frishman dan Argos 1995).
Prediksi Pasangan Residu yang akan Dimutasi Menjadi Sistein
Pasangan residu yang akan dapat dimutasi menjadi sistein pada Bacillus
subtilis diprediksi menggunakan perangkat lunak “Disulfide by DesignTM”
(Dombkowski 2003). Masukan data yang diperlukan adalah struktur kristal
Bacillus subtilis (Kode PDB 1ISP). Kriteria yang digunakan adalah Optimum
Chi3-angle = +100o/-80o, tolerance ± 30o; dan Ca-Cb-S-angle=114.60, tolerance±
10o. Keluaran dari perangkat lunak ini adalah beberapa pasangan residu yang
dapat dimutasi menjadi sistein dan dapat membentuk ikatan disulfida berdasarkan
kriteria geometrik (jarak dan sudut). Pembuatan struktur enzim mutan juga
dilakukan dengan perangkat lunak ini dengan memilihi mutasi yang diinginkan.
Keluaran struktur mutan didapat dalam bentuk file pdb (*.pdb).
Penentuan Mutan dengan Teknik simulasi FEP (Free Energy Perturbation)
Untuk menganalisis efek mutasi terhadap stabilitas termal enzim secara
kuantitatif, dilakukan perhitungan nilai perubahan energi bebas (∆∆Gsolv )
melalui pendekatan free energy perturbation (FEP). Jika perhitungan nilai
∆∆Gsolv positif mengindikasikan bahwa mutan lebih tidak stabil dibandingkan
wild-type nya dan sebaliknya jika perhitungan ∆∆Gsolv negatif mengindikasikan
10
bahwa mutan lebih stabil dibandingkan wild-type nya (Kollman 1993; Ghoufi et
al. 2004).
Simulasi FEP dilakukan dengan dua kondisi yaitu sistem tanpa air (vacuo)
dan sistem dengan air (aqua). Simulasi vacuo dilakukan dengan kenaikan λ
sebesar 0.05 selama 10 ps dan diambil nilai energi bebas selama 100 ps
untuk setiap λ sedangkan simulasi aqua dilakukan dengan kenaikan λ sebesar
0.05 yang diekulibrasi selama 100 fs dan diambil nilai energi bebas selama
500 fs setiap nilai λ. Kedua simulasi dilakukan tanpa menggunakan soft-core
potential untuk menghilangkan interaksi topologi target dengan lingkungan pada
saat nilai λ mendekati 0 atau 1. Struktur asli dan mutan tidak saling
berinteraksi selama simulasi.
Simulasi Dinamika Molekul Mutan
Molekul BsL yang telah dimutasi (mutan) kemudian dianalisis
kestabilannya pada temperatur tertentu dengan metode simulasi dinamika molekul.
Simulasi dilakukan pada temperatur 525 K uji mutan dan 500 K untuk mutan-1.
Tahapan simulasi dinamika molekular mutan sama seperti tahapan simulasi wild
type, yaitu preparasi, minimisasi, pemanasan dan ekuilibrasi, serta production run.
Parameter-parameter kondisi dan sistem simulasi yang digunakan juga sama
seperti simulasi wild type. Kemudian dilakukan analisis terhadap trajektori
simulasi dinamika molekul yang dihasilkan. Termostabilitas mutan dan wild type
dibandingkan dengan melakukan analisis terhadap parameter struktur protein
seperti RMSD, Rg, RMSF, SASA dan Struktur Sekunder.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pada enzim atau protein termostabil dapat memberikan
pengetahuan baru tentang faktor-faktor yang menentukan stabilitas termal enzim,
maupun aplikasi praktis pada bidang industri. Pemahaman tentang faktor penentu
stabilitas termal suatu protein atau enzim dapat dijadikan sebagai acuan untuk
merekayasa protein serta menghindari kesalahan target mutasi yang dapat
berakibat fatal terhadap kestabilan maupun aktivitas enzim.
Penelitian yang telah dilakukan terbagi atas tiga kelompok, meliputi
simulasi kestabilan termal enzim wild-type, simulasi FEP untuk menganalisis
calon mutan dan simulasi kestabilan termal mutan.
Validasi Metode Simulasi Dinamika Molekul
Validasi teknik percobaan penting dilakukan agar percobaan yang dilakukan
dapat mewakili fenomena yang akan dipelajari. Begitu juga dengan metode
simulasi dinamika molekul dapat divalidasi dengan membandingkan data simulasi
faktor-β dengan data eksperimennya (Van gunsteren 1998).
Faktor-β atau atomic displacement values (nilai pergeseran atomik)
digunakan untuk menggambarkan pergeseran kerapatan elektron suatu atom pada
kristal (Parthasarathy et al. 2000). Koordinat tiap atom dalam suatu kristal protein
11
pada file bank data (PDB) menggambarkan koordinat kesetimbangan atau ratarata, dan bukanlah koordinat pasti (rigid) dari molekul protein dikarenakan adanya
perbedaan struktur antar molekul dalam kisi kristal. Pergeseran atom dari posisi
kesetimbangan dapat diamati dari pergeseran kerapatan elektron yang terdapat
pada bank data suatu kristal protein.
Nilai faktor-β simulasi, diperoleh dari data RMSF (root mean-square
fluctuation) hasil simulasi. Dari RMSF dapat dapat dihitung faktor-β dengan
persamaan berikut (Kuzmanic dan Zagrovic 2010) :
=
(5)
Nilai RMSF yang digunakan adalah RMSF atom-atom C-α dari simulasi
dinamika molekul pada temperatur 300 K yang dihitung dengan waktu simulasi 2
ns dengan struktur pembanding kristal 1ISP dari PDB. Hasil perbandingan
menunjukkan bahwa faktor-β simulasi dinamika molekul dan faktor-β
kristalografi tidak berbeda secara signifikan (Gambar 4.1). Secara kesuluruhan
keduanya memiliki pola yang sama.
(2)
(13)
(120)
(44)
Gambar 4.1 Perbandingan nilai faktor-β kristal 1ISP (Biru) dengan faktor-β
simulasi (Orange) pada temperatur 300 K
Residu-residu yang memiliki perbedaan nilai faktor-β yang cukup besar
adalah pada residu 2, 13, 44, 120. Pada daerah-daerah tersebut faktor-β simulasi
lebih besar dibanding faktor-β kristalografi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
kondisi protein pada simulasi dan kristalografi. Pada sistem simulasi, protein
berada dalam kondisi terlarut dalam air sehingga residu penyusunnya menjadi
lebih fleksibel dibandingkan dengan residu dalam kondisi kristal yang rigid.
Analisis Kestabilan Termal Wild-type Bacillus subtilis
Proses unfolding pada suatu protein dapat dianalisis dengan sejumlah
parameter yaitu RMSD, Jari-jari Girasi (Rg), SASA, RMSF dan Struktur
12
Sekunder. Gambar 4.2 menunjukkan fluktuasi nilai RMSD, Rg, dan SASA pada
variasi temperatur 400 K, 450 K, 475 K dan 500 K selama 50 ns.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.2 Perubahan analisis parameter enzim pada temperatur 400 K, 450 K,
475 K dan 500 K masing-masing selama 50 ns (a). RMSD (b). Nilai
Jari-Jari Girasi (Rg) (c). SASA (d). RMSF
Tabel 4.1 Nilai parameter enzim pada 50 ns
Temperatur
(K)
400
450
475
500
RMSD
(Å)
1.46
2.76
3.87
16.45
Rg
(Å)
15.09
15.29
15.76
20.24
SASA Total
(Å2)
8852
9615
10401
14029
Nilai RMSD, Rg dan SASA pada temperatur 400 K, 450 K dan 475 K
cukup konstan dan tidak mengalami peningkatan nilai yang signifikan. Adanya
kenaikan temperatur pada sistem tersebut belum mempengaruhi kestabilan
protein. Berbeda halnya dengan suhu 500 K, pada temperatur ini nilai RMSD, Rg
13
dan SASA cukup konstan sampai periode waktu 25 ns. Kemudian terjadi
peningkatan nilai RMSD, Rg dan SASA yang cukup tajam. Adanya kenaikan
nilai RMSD, Rg dan SASA yang cukup signifikan pada rentang 28 – 42 ns
mengindikasikan telah terjadi proses unfolding.
Nilai tertinggi parameter RMSD, Rg dan SASA selama 50 ns dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Nilai RMSD, Rg maupun SASA pada 500 K meningkat sangat
tinggi jika dibandingkan dengan suhu 475 K, 450 K dan 400 K. Pada suhu 400 K,
450 K dan 475 K kenaikan nilai RMSD hanya sekitar 1.5 sampai 2 kali semula
sedangkan untuk suhu 500 K, RMSD meningkat 5 kali lipat. Untuk Rg pada
suhu 400 K, 450 K dan 475 K kenaikan Rg hanya sekitar 1.3% sampai 3%
sedangkan untuk suhu 500 K Rg meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 28%.
Untuk SASA pada suhu 400 K, 450 K dan 475 K kenaikan SASA hanya sekitar
8% sedangkan untuk suhu 500 K SASA meningkat pesat sebesar 35% .
Untuk parameter RMSF dari gambar 4.2.d terlihat bahwa simulasi pada
temperatur 400 K, 450 K dan 475 K nilai RMSF tidak mengalami peningkatan
yang signifikan. Pola yang diperlihatkan juga cenderung sama pada ketiga variasi
suhu. Ini menandakan bahwa protein masih cenderung stabil, walaupun ada
beberapa puncak yang muncul yang menggambarkan residu yang fleksibel, tetapi
jumlahnya masih tergolong sedikit. Sedangkan pada temperatur 500 K nilai
RMSF meningkat cukup signifikan dan pola nilainya juga sangat berbeda
dibandingkan variasi suhu lainnya. Seiring meningkatnya temperatur, residuresidu yang semula rigid menjadi fleksibel, yang ditandai oleh banyaknya puncak
yang muncul. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi proses unfolding pada
protein.
Analisis perubahan struktur sekunder merupakan analisis yang dapat
digunakan sebagai penanda telah terjadinya unfolding protein, terutama hilang/
rusaknya struktur heliks dan sheet (Day et al. 2002; Li et al. 1994). Analisis
struktur sekunder juga dapat melengkapi pemahaman akan perubahan struktur
selama simulasi yang sebelumnya dilakukan lewat analisis RMSD, Rg dan
SASA.
Komposisi struktur sekunder terutama alpa-helix maupun beta-sheet pada
temperatur 400 K, 450 K dan 475 K selama 50 ns tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Sedangkan pada temperatur 500 K komposisi alpa-helix maupun
beta-sheet menurun sangat drastis (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 400 K, 450 K,
475 K dan 500 K masing-masing pada 50 ns
Temperatur
(K)
400
450
475
500
Alpa-Helix
(%)
37
32
30
26
Struktur Sekunder
Beta-Sheet
Turn
Coil
(%)
(%)
(%)
22
16
22
20
27
19
15
36
18
0
48
25
Isolated
Bridge (%)
3
2
3
2
14
(a)
(b)
Gambar 4.3 (a) Persentase perubahan komposisi struktur sekunder selama
simulasi di 500 K selama 50 ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning),
Turn (Biru) dan Coil (Hitam) (b) Perubahan struktur pada simulasi
500 K selama 50 ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning) 3-10helix
(Biru), Turn (Hijau) dan Coil (Putih)
Pada temperatur 400 K, 450 K dan 475 K komposisi struktur alpa-helix dan
beta-sheet mengalami penurunan sekitar 2% - 5%. Sedangkan untuk temperatur
500 K terlihat bahwa alpa-helix turun sekitar 4%. Untuk alpa-helix, penurunan
memang tidak signifikan tetapi pada beta-sheet mengalami penurunan yang
signifikan sekitar 15%. Pada temperatur ini, alpa-helix hanya mengalami sedikit
kerusakan sementara beta-sheet telah menghilang berubah menjadi coil dan turn.
15
Pada gambar 4.3.a memperlihatkan bahwa komposisi alpa-helix dan betasheet pada suhu 500 K menurun drastis sampai nol pada rentang waktu 28 ns
hingga 42 ns sedangkan komposisi coil dan turn meningkat. Hal ini menandakan
pada temperatur 500 K, protein telah mengalami unfolding sama seperti hasil
analisa RMSD, Rg dan SASA. Rusaknya struktur sekunder dari enzim Bacillus
subtilis pertama sekali terjadi pada α-helix 3 pada rentang waktu 22 ns dan
kemudian disusul oleh α-helix 1 pada waktu 28 ns. Sedangkan α-helix 2 dan ke 4
hanya mengalami kerusakan yang relatif sedikit jika dibandingkan α-helix
lainnya. Untuk struktur β-sheet, yang pertama kali mengalami kerusakan adalah βsheet 2, 4, 5 dan 6 pada rentang waktu 28 ns. Kemudiaan pada 30 ns kerusakan
dialami β-sheet ke 1 dan 3.
Pemilihan Mutan Protein Bacillus subtilis
Pemilihan residu-residu yang akan dimutasi untuk meningkatkan
kestabilan enzim lipase B.subtilis didasarkan pada analisis interaksi elektrostatik,
ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik. Analisa tersebut hanya dilakukan pada
suhu 500 K karena analisis ini dilakukan untuk mencari calon mutan yang akan
dimutasi. Pada suhu ini protein sudah unfolding, sehingga mudah untuk mencari
residu-residu penstabil protein.
Interaksi Elektrostatik/ Jembatan Garam
Interaksi elektrostatik yang sering disebut sebagai interaksi pasangan
ion (ion pairs interaction) (Vieille dan Zeikus 2001) atau jembatan garam
(salt bridge) (Tomazic dan Klibanov 1988) merupakan interaksi antara
residu-residu asam amino bermuatan. Penelitian mengenai pentingnya interaksi
elektrostatik pertama kali dilaporkan oleh Perutz (1978) yang menyatakan bahwa
interaksi ini memiliki kontribusi signifikan untuk menstabilkan protein.
Terdapat 57 pasangan jembatan garam pada temperatur 500 K selama 50 ns.
Selanjutnya jembatan garam diplot antara jarak (Å) dengan waktu (ns). Ada dua
kurva jembatan garam yang polanya sama dengan pola kurva RMSD dan SASA
yang meningkat pada selang waktu 28 ns, yaitu jembatan garam Asp64-Lys35 dan
Glu65-Lys35 (Gambar 4.4.a). Kenaikan tajam nilai RMSD dan SASA tersebut
disebabkan putusnya kedua jembatan garam tersebut. Sehingga ketika dilakukan
mutasi secara in-silico calon mutan yang akan dimutasi adalah residu-residu asam
amino yang diduga berperan dalam interaksi elektrostatik dan menggantinya
dengan residu asam amino yang lain atas dasar kemiripan struktur.
Selain itu, jika diamati dari energi elektrostatiknya (Gambar 4.4.b) kedua
pasang jembatan garam ini akan kehilangan energinya pada selang waktu 28 ns,
waktu ini sama dengan waktu unfolding nya. Ini menandakan bahwa kedua
pasang jembatan garam ini merupakan pengunci kestabilan termal enzim Bacillus
subtilis.
Hasilnya diperoleh empat variasi mutan in-silico yaitu Asp64Asn,
Asp64Glu, Glu65Asp dan Glu65Gln. Variasi mutan Asp64Asn dan Glu65Gln
akan mengubah interaksi elektrostatik menjadi ikatan hidrogen. Sedangkan
variasi mutan Asp64Glu dan Glu65Asp, dirancang untuk tetap mempertahankan
interaksi elektrostatik.
16
(a)
(b)
Gambar 4.4 (a) Jarak ikatan interaksi elektrostatistik antara Asp64 – Lys35
(Merah) dan Glu65 – Lys35 (Hitam) selama proses simulasi pada
500 K (b) Gaya elektrostatik antara Asp64 – Lys35 (Merah) dan
Glu65 – Lys35 (Hitam) selama proses simulasi pada 500 K
Ikatan Disulfida
Ikatan disulfida pada protein dibentuk oleh sepasang residu sistein dalam
keadaan teroksidasi pada atom S yang terjadi dengan bantuan oksidan. Di dalam
sel, tahapan pembentukan ikatan disulfida seringkali merupakan tahapan penentu
dalam proses folding suatu protein (Woycechowsky et al. 1999).
Termostabilitas protein dapat ditingkatkan dengan memodifikasi protein
sehingga proses unfolding protein pada kenaikan suhu terhambat. Penambahan
ikatan disulfida baru dilakukan dengan memutasi dua (satu pasang) asam amino
menjadi sistein. Ikatan disulfida diketahui dapat meningkatkan kestabilan enzim
terhadap denaturasi secara termal dengan menurunkan entropi enzim pada
keadaan unfolded atau terdenaturasi (Betz 1993; Yamaguchi et al. 1996).
Protein wild-type tidak memiliki residu sistein, sehingga tidak memiliki
ikatan disulfida. Untuk meningkatkan kestabilan termal protein perlu ditambahkan
ikatan disulfida dengan memutasi sepasang residu menjadi sistein. Perangkat
lunak yang digunakan untuk prediksi mutasi sepasang residu menjadi sistein
adalah “Disulfide by DesignTM” (Dombkowski 2003).
Hasil prediksi pasangan residu keluaran adalah 29 pasang residu yang
mungkin untuk dimutasi. Beberapa residu yang terlibat dalam pembentukan
struktur heliks atau sheet tidak dipilih sebagai target mutasi karena alasan sterik
(Pikkemaat et al. 2002). Dengan mengamati letak pada struktur helix atau pada
sheet (Lampiran 5) terpilihlah 10 pasang residu yang diprediksi dapat membentuk
ikatan disulfida.
Dari 10 pasang residu yang diprediksi dapat membentuk ikatan disulfida,
kemudian dilakukan kembali seleksi dengan mempertimbangkan hasil analisis
fleksibilitas (RMSF). Sehingga didapatkan tiga pasang residu sebagai target
mutasi menjadi sistein. Ketiga pasang residu ini kemudian akan dimutasi menjadi
sistein untuk membentu
BACILLUS SUBTILIS MENGGUNAKAN
SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL
NYA DANIATY MALAU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kestabilan Termal Asam
Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Nya Daniaty Malau
NIM G751130031
RINGKASAN
NYA DANIATY MALAU. Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase
Bacillus subtilis Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul. Dibimbing oleh
TONY IBNU SUMARYADA dan LAKSMI AMBARSARI.
Lipase A Bacillus subtilis (BsL) secara ekstensif dipelajari dalam
produksi biodiesel, deterjen, surfaktan, pangan, produk farmasi, kosmetik,
industri kertas, dan nutrisi. Salah satu kekurangan penggunaan BsL adalah
suhu optimumnya yang relatif rendah pada 37 oC (310 K). Tujuan penelitian
ini adalah untuk merancang mutan BsL termostabil dibanding BsL wild type
melalui rekayasa mutasi residu pengunci kestabilan BsL. Simulasi dinamika
molekul dilakukan dengan mengamati proses unfolding atau denaturasi termal
BsL yang dipercepat dengan melakukan simulasi pada suhu tinggi. Simulasi
dinamika molekul BsL dilakukan menggunakan perangkat lunak NAMD (Not
Just Another Molecular Dynamic) pada suhu 400-500 K. Pemilihan residu yang
dimutasi, didasarkan pada hasil analisis Interaksi Elektrostatis, Ikatan disulfida
dan Interaksi Hidrofobik. Berdasarkan hasil analisis tersebut dirancang tiga
mutan enzim BsL yaitu Mutan-1 (Iso151Val), Mutan-2 (Glu65Asp), dan
Mutan-3 (Ile135Cys/Hsd145Cys).
Parameter
yang
digunakan
untuk
membandingkan termostabilitas enzim mutan dengan wild type adalah RMSD
(Root Mean Square Deviation), SASA (Solvent Accessible Surface Area), Rg
(Radius of Gyration), RMSF (Root Mean Square Fluctuation) dan Struktur
Sekunder. Simulasi dinamika molekul yang dilakukan pada ketiga mutan
tersebut
menunjukkan bahwa
Mutan-1 (Iso151Val) dengan pemberian
temperatur 525 K selama 20 ns (nano second) memiliki termostabilitas yang
lebih baik dibanding wild type. Sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi
hidrofobik penting dalam peningkatan stabilitas termal enzim lipase Bacillus
subtilis. Pengaruh mutasi dari hasil analisa Interaksi hidrofobik pada peningkatan
kestabilan termal untuk mutan-1 (Iso151Val) dengan pemberian temperatur 500 K
mampu meningkatkan stabilitas termal yang dibuktikan oleh penurunan nilai
parameter RMSD, Rg, RMSF, SASA dan Struktur Sekunder yaitu RMSD mampu
diturunkan sebesar 7.7 Å, nilai Rg mampu diturunkan sebesar 3.41 Å dan nilai
SASA mampu diturunkan sebesar 1504 Å2. Untuk struktur beta-sheet, mampu
mempertahankan sekitar 16% dibandingkan wild-type yang sama sekali tidak
memiliki struktur beta-sheet. Untuk struktur alpa-helix, mutan-1 tidak begitu
mempengaruhi komposisi alpa-helix nya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan saran rancangan mutasi yang dapat diimplementasikan pada
laboratorium basah (wet experiment).
Kata kunci: Enzim Lipase A Bacillus subtilis, termostabilitas, dinamika molekul,
NAMD, mutasi, interaksi hidrofobik
SUMMARY
NYA DANIATY MALAU. Termal Stability of the Amino Acid Enzyme Lipase
Bacillus subtilis Using Molecular Dynamics Simulation. Supervised by TONY
IBNU SUMARYADA and LAKSMI AMBARSARI.
Bacillus subtilis lipase A (BsL) is extensively studied in enzymatic production of
biodiesel, production of detergents, surfactants, food, pharmaceutical products,
cosmetics, paper industry and nutrition. One drawback of using BsL is its
relatively low optimum temperature at 37 oC (310 K). The objective of this
research is to design BsL mutant more thermostable than the wild-type BsL by
engineering mutations in residue stabilizer BsL. Molecular dynamic simulation
was conducted to get better insight on the process of thermal denaturation
or unfolding in BsL. Thermal denaturation of BsL was accelerated by
conducting simulation at high temperature. Molecular dynamic simulation of
BsL was performed with NAMD software package at 400-500 K. Selection of
mutated residues was based on electrostatic interaction, disulfida bond,
hidrofobic interaction analysis of BsL. From those analyses, three mutants were
designed, which are Mutant-1 (Iso155Val), Mutant-2 (Ile135Cys/Hsd156Cys),
and Mutant-3 (Glu65Asp). Parameters that were used to compare the
thermostability of mutant with wild type enzyme were RMSD (Root Mean
Square Deviation), SASA (Solvent Accessible Surface Area), Rg (Radius of
Gyration), RMSF (Root Mean Square Fluctuation) and Secondary Structure.
Molecular dynamics simulations were performed on all three mutants showed that
the mutant-1 (Iso155Val) by giving the temperature of 525 K for 20 ns has a
better thermostability compared to the wild type BSL. It concluded that
hydrophobic interaction is important in improving the thermal stability of the
enzyme lipase B. subtilis. Effect of mutation of hydrophobic interaction analysis
results in an increase in the thermal stability of mutant-1 (Iso151Val) by giving a
temperature of 500 K for 50 ns can improve thermal stability as evidenced by a
decrease in the value of the parameter RMSD, Rg, RMSF, SASA and Secondary
Structure is RMSD able lowered by 7.7 Å, the value of Rg able lowered by 3.41 Å
and value SASA able lowered by 1504 Å2. For the beta-sheet structure, is able to
retain about 16% compared to wild-type who did not have the beta-sheet structure.
For the alpha-helix structure, mutan-1 did not influence alpa-helix composition.
The resulted mutant design will be used as a suggestion to engineer BsL
mutant in wet experiment.
Keywords: Bacillus subtilis lipase A, thermostability, molecular dynamic,
NAMD, mutation, hydrofobic interaction
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KESTABILAN TERMAL ASAM AMINO ENZIM LIPASE
BACILLUS SUBTILIS MENGGUNAKAN
SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL
NYA DANIATY MALAU
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Setyanto Tri Wahyudi
Judul Tesis : Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis
Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul
Nama
: Nya Daniaty Malau
NIM
: G751130031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Tony Ibnu Sumaryada
Ketua
Dr. Laksmi Ambarsari
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Mersi Kurniati, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Juni 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
segala kasih dan karunia-Nya yang tidak berkesudahan sehingga karya ilmiah
yang berjudul Kestabilan Termal Asam Amino Enzim Lipase Bacillus subtilis
Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Tony Ibnu Sumaryada dan
Ibu Dr. Laksmi Ambarsari selaku pembimbing. Dr. Setyanto Tri Wahyudi selaku
penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada DIKTI selaku pemberi beasiswa BPPDN
yang telah membantu pendanaan selama kuliah dan penelitian di Biofisika IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta
teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Nya Daniaty Malau
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
3
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Lipase A Bacillus subtilis Ekstraseluler (BsL)
Stabilitas Termal Protein
Simulasi Dinamika Molekul
3
3
4
5
3 METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
6
6
6
6
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Metode Simulasi Dinamika Molekul
Analisis Kestabilan Termal Wild-type Bacillus subtilis
Pemilihan Mutan Protein Bacillus subtilis
Analisis Kestabilan Termal Mutan Bacillus subtilis
10
10
11
15
22
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
27
27
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1 Nilai parameter enzim pada 50 ns
2 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 400 K, 450 K,
475 K dan 500 K masing-masing pada 50 ns
3 Pemilihan Mutan dan Nilai ∆∆Gsolv
4 Nilai akhir parameter enzim pada suhu 500 K saat 50 ns
5 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 500 K saat 50
ns
12
13
19
25
26
DAFTAR GAMBAR
1 Representasi struktur sekunder enzim lipase Bacillus subtilis serta letak
daerah sisi aktifnya.
2 Perbandingan nilai faktor-β kristal 1ISP (Biru) dengan faktor-β simulasi
(Orange) pada temperatur 300 K
3 Perubahan analisis parameter enzim pada temperatur 400 K, 450 K, 475
K dan 500 K masing-masing selama 50 ns (a). RMSD (b). Rg (c).SASA
(d). RMSF
4 (a) Persentase perubahan komposisi struktur sekunder selama simulasi
di 500 K selama 50 ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning), Turn (Biru)
dan Coil (Hitam) (b) Perubahan struktur pada simulasi 500 K selama 50
ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning) 3-10helix (Biru), Turn (Hijau) dan
Coil (Putih)
5 (a) Jarak ikatan interaksi elektrostatistik antara Asp64 – Lys35 (Merah)
dan Glu65 – Lys35 (Hitam) selama proses simulasi pada 500 K (b)
Gaya elektrostatik antara Asp64 – Lys35 (Merah) dan Glu65 – Lys35
(Hitam) selama proses simulasi pada 500 K
6 Target mutasi pada enzim wild type dan mutan-mutan yang dihasilkan
7 Perubahan energi bebas solvasi mutasi (a). Asp64Asn (Biru), Asp64Glu
(Hitam), Glu65Gln (Hijau), Glu65Asp (Merah) (b). Ala146Cys (Ungu),
Glu155Cys (Biru), Gly158Cys (Merah), Hsd156Cys (Hijau), Ile135Cys
(Hitam) (c). Ile73Gln (Biru Muda), Ile75Leu (Biru), Ile151Ser (Hijau),
Ile151Val (Merah), Val59Ile (ungu), Val59Thr (Hitam)
8 Posisi calon mutan berdasarkan interaksi elektrostatik (a) Glu64
(Hitam)-Lys35 (Merah) (b) Asp65 (Hitam)-Lys35(Merah)
9 Posisi calon mutan berdasarkan ikatan disulfida (a) Ile135 (Hjau)Hsd146 (Orange) (b) Ile145 (Hijau)-Hsd146(Orange) (c) Gly155
(Hijau)-Gly158 (Orange)
10 Posisi calon mutan berdasarkan interaksi hidrofobik : Val59 (Pink) ,
Ile73 (Abu-Abu) dan Ile 151 (Hijau)
11 Perubahan analisis parameter enzim pada mutan-1, mutan-2, mutan-3
dan wild-type dengan pemberian temperatur 525 K selama 20 ns
(a). RMSD (b). Rg (c). SASA (d). RMSF
12 Perubahan komposisi struktur sekunder pada mutan-1, mutan-2, mutan3 dan wild-type dengan pemberian temperatur 525 K selama 20 ns (a).
α-helix (b). β-sheet
4
11
12
14
15
16
18
19
20
19
22
23
13 Representasi struktur sekunder lipase Bacillus subtilis (a) Native (b)
Mutan-1
14 Perbandingan nilai faktor-β Mutan-1 (Biru), faktor-β wild-type
(Orange) dan faktor-β eksperimen pada temperatur 300 K
15 Perubahan analisis parameter enzim pada mutan-1 dan wild-type
dengan pemberian temperatur 500 K selama 50 ns (a). RMSD (b). Rg
(c). SASA (d). RMSF
16 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 500 K selama
50 ns.
17 Representasi struktur sekunder enzim lipase Bacillus subtilis setelah
simulasi selama 50 ns pada temperatur 500 K (a) Wild-type (b)
Mutan-1
23
24
25
26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Residu penyusun struktur sekunder enzim lipase 1ISP
2 Diagram alir penelitian
3 Tabel pasangan jembatan garam yang muncul selama simulasi 50 ns
pada temperatur 500 K
4 Prediksi mutasi hasil keluaran perangkat lunak “Disulfide by DesignTM”
5 Pasangan mutasi hasil keluaran perangkat lunak “Disulfide by DesignTM”
yang berada pada β–sheet maupun α-helix
6 Preferensi konformasi residu penyusun struktur sekunder
32
33
34
34
35
36
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim adalah biokatalisator yang dapat mengurangi dampak pencemaran
dan pemborosan energi karena reaksinya tidak membutuhkan energi tinggi,
bersifat spesifik, dan tidak beracun (Aunstrup et al. 1979). Lipase (Acylhydrolases
triasilgliserol, E.C.3.1.1.3) merupakan enzim yang menghidrolisis trigliserida dan
mengubahnya menjadi gliserol dan asam lemak (Prasad 2015). Lipase banyak
diaplikasikan pada pembuatan obat-obatan, industri pengolahan makanan, deterjen
dan pengolahan air limbah (Corzo dan Revah 1999). Mikroorganisme penghasil
lipase yaitu bakteri (Kulkarni dan Gadre 2002), jamur (Fodiloglu dan Erkmen
1999), ragi (Corzo dan Revah 1999) dan actinomycetes (Sommer et al. 1997).
Beberapa lipase yang dihasilkan oleh bakteri spesies bacillus seperti
B. subtilis,
B.
pumilis,
B.
licheniformis,
B. thermoleovorans,
B.
stearothermophilus, dan B. Sphaericuspossess, banyak dimanfaatkan untuk
bidang bioteknologi (Nthangeni et al. 2001; Rahman et al. 2003; Ruiz et al.
2003). Enzim lipase yang dihasilkan dua jenis bakteri mesofilik B. subtilis dan
B. pumilus berbeda dari lipase Bacillus lainnya. Kedua lipase ini memiliki massa
molekul yang relatif kecil yaitu sebesar 19.6 kDa sedangkan B. themocatenulatus,
B. thermoleovorans, dan B. stearothermophilus merupakan lipase yang relatif
besar dengan massa molekul sekitar 43 kDa (Shah dan Bhatt 2011).
Lipase B. subtilis adalah lipase yang tepat untuk mempelajari struktur dan
fungsi enzim karena ukurannya yang kecil (~19.6 kDa) dan spesifisitas
substratnya yang luas (Dartois et al. 1992; Eggert et al. 2000). Lipase B. subtilis
menghasilkan dua jenis lipase yaitu Lipase A (LipA) dan Lipase B (LipB) yang
dihasilkan pada medium kultur dan bergantung pada komposisi media
pertumbuhan. LipA adalah lipase yang diproduksi dalam medium yang kaya
komposisi media pertumbuhan dan pada medium yang minimal komposisi media
pertumbuhan, sedangkan LipB hanya diproduksi dalam medium yang kaya
komposisi media pertumbuhan (Eggert et al. 2001).
Lipase A B. subtilis (BsL) adalah lipase yang berasal dari bakteri mesofilik
B. subtilis yang dihasilkan secara ekstraseluler dan bekerja pada temperatur
optimum yaitu 370C, sehingga memiliki kestabilan termal yang rendah (Gertie et
al. 2001). Beberapa aplikasi lipase dalam bidang industri memerlukan lipase yang
termostabil. Hal tersebut diperlukan karena penggunaan suhu tinggi dalam proses
industri akan meningkatkan kecepatan reaksi sehingga mengurangi jumlah enzim
yang dibutuhkan. Kemungkinan adanya kontaminasi mikrobial oleh mikroba
mesofilik yang mengganggu dapat dikurangi, kelarutan substrat dan senyawa senyawa kimia lainnya meningkat (Haki dan Rakshit 2003). Sehingga dilakukan
berbagai teknik untuk meningkatkan stabilitas termal enzim tersebut. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan termostabilitas suatu enzim adalah
dengan teknik rekayasa protein.
Kesulitan melakukan mutasi pada suatu protein target dengan pendekatan
eksperimen adalah menentukan daerah atau residu yang akan dimutasi. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan residu asam amino yang
akan dimutasi adalah dengan mempelajari stabilitas enzim yang berkaitan dengan
2
proses terjadinya unfolding (Pikkemaat et al. 2002; Han et al. 2009; Liu et al.
2003; Kim et al. 2010). Sejauh ini hasil penelitian dengan berbagai metode baik
eksperimen, statistik maupun komputasi telah menemukan bahwa sifat stabilitas
termal dipengaruhi oleh adanya interaksi hidrofobik, ikatan disulfida, ikatan
hidrogen, interaksi elektrostatik dan lain-lain (Jaenicke dan Zavodszky 1990;
Jaenicke dan Bohm 1998; kumar et al. 2000b; Daniel dan Cowan 2000; Das dan
Gerstein 2000; Gianese et al. 2000).
Dari hasil analisis sifat stabilitas termal tersebut maka dapat ditentukan
residu-residu yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kestabilan enzim.
Mencari residu yang menjadi pengunci kestabilan enzim dan menggantinya
menjadi residu yang lebih stabil akan meningkatkan kestabilan termal enzim
tersebut (Liu et al. 2003).
Mutasi protein tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari struktur
protein melalui pendekatan simulasi dinamika molekul (Molecular Dynamic
Simulation) atau pemodelan komputer (Han et al. 2009; Santarossa et al. 2005).
Strategi simulasi yang dilakukan untuk mempelajari perubahan struktur protein
selama proses denaturasi/ unfolding adalah dengan melakukan simulasi pada
temperatur yang sangat tinggi (Li dan Dagget 1994; Day et al. 2002; Becker et al.
2001; Liu dan wang 2003; Purmonen et al. 2007). Penggunaan temperatur tinggi
menyebabkan simulasi pada proses perubahan struktur dapat terjadi lebih cepat
sehingga penggunaan sumber daya komputasi dapat dikurangi.
Analisis hasil simulasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh peneliti secara
in-vitro sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan residu asam amino yang
akan dimutasi pada rekayasa genetik. Untuk meningkatkan kestabilan termal
wild-type, pada suhu 500 K, Ashutosh et al. (2014) telah menganalisis wild-type
Bacillus subtilis ekstraseluler (BsL) yang telah di mutasi secara in-vitro dengan
memutasi 12 residu dan diperoleh penurunan RMSD sebesar 3.567 Å.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan termal enzim lipase
A B. subtilis ekstraseluler (BsL) wild type (Kode PDB : 1ISP) dengan mengamati
peristiwa unfolding yang terjadi untuk mencari residu-residu penstabil.
Selanjutnya dirancang mutan yang termostabil dengan cara mengganti residu
pengunci kestabilan enzim dengan residu yang diduga lebih stabil. Selanjutnya
membandingkan hasil analisis kestabilan termal enzim wild-type dan mutan yang
telah dirancang dengan membandingkan parameter Root Mean Squared Deviation
(RMSD), Radius of Gyration (Rg), Solvent Accessible Surface Area (SASA),
Root Mean Squared Fluctuation (RMSF) dan Struktur Sekunder.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor
penentu stabilitas termal enzim lipase B. subtilis dan residu-residu yang
bertanggung jawab terhadap kestabilan termal enzim yang dapat dijadikan sebagai
acuan untuk merekayasa protein dalam meningkatkan sifat termalnya.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan termal enzim lipase
A B. subtilis (BsL) wild type dengan mengamati peristiwa unfolding yang terjadi
untuk mencari residu-residu penstabil. Selanjutnya dirancang mutan yang
termostabil dengan cara mengganti residu pengunci kestabilan enzim dengan
residu yang diduga lebih stabil. Selanjutnya membandingkan hasil analisis
kestabilan termal enzim wild-type dan mutan yang telah dirancang dengan
membandingkan parameter Root Mean Squared Deviation (RMSD), Radius of
Gyration (Rg), Solvent Accessible Surface Area (SASA), Root Mean Squared
Fluctuation (RMSF) dan Struktur Sekunder.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan saran rancangan
mutasi enzim lipase B. subtilis termostabil yang dapat diimplementasikan secara
in-vitro (wet experiment) untuk melakukan rekayasa genetik pada enzim lipase
B. subtilis.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berupa simulasi dinamika molekuler pada temperatur yang
sangat tinggi untuk menganalisis sifat termal dari enzim lipase B. subtilis.
Simulasi dinamika molekuler untuk mengamati fenomena unfolding dilakukan
pada temperatur 300 K selama 2 ns untuk validasi metode, temperatur 400 K, 450
K, 475 K dan 500 K selama 50 ns untuk simulasi pada wild-type. Sedangkan
untuk mutan dilakukan dengan temperatur 525 K selama 20 ns dan 500 K selama
50 ns.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Lipase A Bacillus subtilis Ekstraseluler (BsL)
Bacillus subtilis adalah bakteri gram-positif yang ditemukan di tanah, air
dan dalam tanaman. Organisme ini sangat menarik untuk dipelajari karena
memiliki efisiensi yang tinggi dalam mensekresikan protein seperti lipase, amilase
dan protease (Harwood 1992).
Lipase A Bacillus subtilis Ekstraseluler (BsL) dengan kode PDB 1ISP
(Kawasaki et al. 2002) merupakan molekul dengan bobot 19.6 kDa yang sangat
kecil dibandingkan molekul lipase lainnya yang umumnya memiliki bobot 30 – 75
kDa. BsL sangat stabil pada kondisi basa yang tinggi (pH 12 ) dan optimal pada
pH 10 sehingga disebut juga lipase alkaliphilic (Lessuisse et al. 1993). BsL
memiliki suhu optimal yang rendah yaitu 37 0C dan memiliki jumlah asam amino
4
179 residu. Representasi struktur sekunder secara new cartoon menggunakan
program VMD (Humprey et al. 1996), dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Se r 7 7
H is 1 5 5
Asp 1 3 3
Gambar 2.1 Representasi struktur sekunder enzim lipase Bacillus subtilis serta
letak daerah sisi aktifnya.
Struktur kristal 1ISP adalah struktur dengan resolusi kristalografis terbaik
sebesar 1,3 Å. Struktur sekunder nya terdiri atas 6 β-sheet, β1(3-12), β2(35-42),
β3(71-77), β4(97-103), β5(123-130), β6(146-152) sebagai inti protein yang
diselingi 5 α-heliks, α1(16-28), α2(48-66), α3(78-89), α4(157-161), α5(163-173)
(Kawasaki et al. 2002). Sisi aktif 1ISP terdiri dari triad katalitik yaitu serin,
histidin, dan asam aspartat (Ser77-His155-Asp133). Sisi aktif His 155 terletak
pada ujung coil setelah β-sheet ke 6. Sisi aktif Asp133 terletak pada
turn setelah β-sheet ke 5. Sisi aktif Ser77 terletak pada coil setelah β-sheet ke 3.
Enzim lipase 1ISP tidak memiliki ikatan disulfida pada keadaan native (Kawasaki
et al. 2002).
Stabilitas Termal Protein
Stabilitas termal protein didefinisikan sebagai ketahanan suatu protein
untuk tetap dalam struktur alaminya (folded state) sedemikian rupa sebagai respon
terhadap energi termal (temperatur tinggi) sehingga tetap dapat menjalankan
fungsinya dengan baik (Zhang et al. 2004).
Stabilitas protein secara termodinamika diukur dari perubahan energi
bebas Gibbs antara keadaan protein native (N) dengan keadaaan protein
terdenaturasi/ unfolded (U) pada kesetimbangan dinamik (N ⇌U) yang juga
disebut sebagai perubahan energi bebas unfolding protein (Kumar dan Nussinov
2001) :
∆G = ∆H - T∆S
(1)
5
Dimana ∆H adalah perubahan entalpi dan ∆S adalah entropi antara protein dalam
keadaan native dengan keadaan unfolded. Penggunaan model sederhana untuk
kesetimbangan ini dilakukan dengan model dua keadaan (two state unfolding),
dimana protein hanya berada pada dua keadaan diskret, yaitu N dan U. Keadaan N
adalah keadaan dimana kekompakan struktur tercapai dan protein melipat secara
sendiri. Struktur kristal yang ditentukan secara eksperimental dapat dianggap
mewakili keadaan N, walaupun sebenarnya keadaan N tidak terdiri dari
konformasi tunggal melainkan berupa sekumpulan struktur dengan konformasi
pada tingkatan yang sama (Buechner dan Kiefhaber 2005).
Entalpi dari reaksi unfolding protein bernilai positif, sehingga secara
entalpi, keadaan native lebih disukai dan lebih stabil dibanding keadaan unfolded.
Interaksi-interaksi internal seperti ikatan hidrogen dan interaksi van der Waals
intramolekular memberi efek menstabilkan secara entalpik, sedangkan ekspos
interior protein terhadap protein pada keadaan unfolding bersifat destabilisasi
secara entalpik (Buechner dan Kiefhaber 2005).
Proses unfolding protein disertai oleh peningkatan entropi sistem, sehingga
secara keadaan unfolding lebih disukai secara entropik. Faktor pertama yang
menyebabkan peningkatan entropi adalah interaksi gugus-gugus yang terekspos
kepada pelarut pada keadaan unfolded. Faktor lainnya adalah bertambahnya
jumlah konformasi protein yang dapat diakses oleh protein keadaan unfolded
dibanding konformasi yang mungkin diakses keadaan native. Secara keseluruhan,
kestabilan struktur dicapai secara entalpik yang diimbangi oleh destabilisasi
entropik. Kesetimbangan ke arah keadaan native tercapai ketika nilai entalpik
cenderung lebih besar dibanding entropi destabilisasi (Buchner dan Kiefhaber
2005).
Simulasi Dinamika Molekul
Biomolekul seperti protein dan asam nukleat merupakan sistem yang
dinamis. Simulasi dinamika molekul merupakan salah satu bagian dari
pendekatan komputasi dimana atom dan molekul dibiarkan saling berinteraksi
selama periode waktu tertentu sehingga tingkah laku sistem dapat teramati.
Metode simulasi dinamika molekul pertama kali diperkenalkan oleh Alder
dan Wainwright pada akhir tahun 1950. Pada awalnya digunakan untuk
mempelajari permukaan yang keras (hard spheres). Sedangkan simulasi dinamika
molekul terhadap sistem nyata baru dilakukan pada tahun 1974. Tahun 1977
teknik ini pertama kali digunakan untuk kajian biomolekul dengan menggunakan
bovine pancreatic trypsin inhibitor (BPTI) (McCammon et al. 1997).
Secara umum, simulasi dinamika molekul didasarkan atas integrasi
numerik terhadap persamaan Newton tentang gerak (F = ma). Gaya interaksi antar
atom dalam simulasi dinamika molekul hanya tergantung pada posisi atom
dan tidak bergantung kepada kecepatannya yang diekspresikan sebagai gradien
dari energi potensial.
6
Gaya Intramolekul
Dalam simulasi dinamika molekul, fungsi energi potensial diberikan oleh
medan gaya, yaitu fungsi yang mendefinisikan gaya-gaya yang bekerja pada suatu
atom individual pada keadaan energi rendah (kesetimbangan termal) (Ponder dan
Case 2003). Ada dua kelompok interaksi yang dapat memberikan pengaruh
terhadap energi potensial, yaitu interaksi internal dan eksternal. Interaksi internal
didefinisikan sebagai interaksi kovalen antar atom yang disebut sebagai interaksi
ikatan (bonded interaction), meliputi uluran ikatan (bonded streching) yaitu
interaksi kovalen antara dua atom pada jarak kesetimbangan tertentu, sudut ikatan
dan sudut dihedral. Pada simulasi dinamika molekul, ikatan kovalen didefinisikan
sebagai pegas dengan pergerakan harmonis (Becker 2001). Sedangkan interaksi
eksternal mengekspresikan interaksi non-ikatan. Interaksi non-ikatan
mempresentasikan interaksi fleksibel diantara pasangan atom atau partikel. Dua
jenis interaksi non-ikatan paling umum yang dapat mengakibatkan perubahan
energi potensial adalah interaksi elektrostatik (Potential Coulomb) dan interaksi
van der Waals (Potential Lennard Jones) (Becker et al. 2001).
(
) = ∑
cos (
(
−
,
) + ∑
− )) + ∑
(
∑
4
−
,
) + ∑
−
+
( 1 +
(2)
3 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data eksperimen hasil XRay Diffraction berupa data koordinat lipase B. subtilis (Kawasaki et al. 2002)
yang dapat diunduh di Protein Data Bank (http://www.rscb.org/pdb/) (Berman
et al. 2000) dengan kode PDB 1ISP.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras dan
perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas komputer dengan spesifikasi RAM 8
GB, Quad Core Processor (Intel CoreI7), Graphic Card NVIDIA Ge Force GTS
9400, 32 core GPU dan sistem operasi LINUX Ubuntu versi 12.04. Perangkat
lunak yang digunakan untuk proses simulasi adalah NAMD (Not Just Another
Molecular Dynamics Program) versi 2.9 (Philips et al. 2005), sedangkan untuk
preparasi dan analisa hasil simulasi dilakukan menggunakan program VMD
(Visual Molecular Dynamics Program) versi 1.9.1 (Humprey et al. 1996),
7
perangkat lunak yang digunakan untuk prediksi mutasi sepasang residu menjadi
sistein adalah “Disulfide by DesignTM V 1.2” (Dombkowski 2003) untuk
pengolahan data digunakan program CatDCD versi 4. VBA Ms. Excel 2010
digunakan untuk smoothing grafik, dan Gnuplot versi 2.6 digunakan untuk
membuat grafik.
Prosedur Analisis Data
Preparasi Sistem Simulasi
Struktur kristal Lipase A Bacillus subtilis (Kode PDB : 1ISP) (Kawasaki et
al. 2002) yang digunakan pada simulasi diperoleh dari bank data Protein Data
Bank (PDB), (http://www.rscb.org/pdb/) (Berman et al. 2000). Penentuan struktur
kristal 1ISP dilakukan dengan metode sinar X yang memiliki resolusi 1.3 Å
dengan jumlah residu penyusunnya 179. Pada berkas tersebut terdapat 1 frame
sebagai model konformasi. Sebelum digunakan sebagai data awal dalam
penelitian, data koordinat terlebih dahulu dipreparasi karena data tersebut masih
terdapat molekul air dan ligan yaitu Gliserol. Selanjutnya di atur pH sesuai dengan
pH alami enzim tersebut yaitu 10 dengan menggunakan web server H++ (Gordon
et al. 2005). Program psfgen digunakan untuk menerapkan medan gaya ke dalam
sistem molekul. Medan gaya yang digunakan untuk mendefinisikan energi
potensial struktur kristal adalah CHARMM22 (Brooks et al. 1983). Solvasi
model molekul menggunakan TIP3P sebagai molekul pelarut (Jorgensen et al.
1983) dengan dimensi kotak sebesar 70 Å x 70 Å x 70 Å. Secara total, jumlah
molekul air yang ditambahkan pada kotak adalah 30404 molekul air. Penambahan
molekul air secara eksplisit dilakukan sebagai pendekatan terhadap keadaan
molekul dalam pelarut, dimana interaksi dengan molekul pelarut ikut
mempengaruhi konformasi molekul. Untuk menetralkan total muatan sistem,
empat ion Cl- ditambahkan untuk menetralkan empat ion Na+.
Kondisi Simulasi
Keseluruhan simulasi menggunakan parameter integrasi waktu (time step)
setiap 2 femto detik (fs). Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode
periodic boundary condition (PBC) untuk menghilangkan efek tegangan
permukaan dan untuk mencapai kondisi dengan kerapatan dan tekanan yang
lebih seragam (Allen dan Tildesley 1989). Algoritma SHAKE dengan toleransi
10-5 diterapkan kedalam sistem untuk mengekang seluruh ikatan yang
mengandung atom hidrogen (Ryckaert et al. 1977). Energi elektrostatik sistem
dihitung secara menyeluruh menggunakan metode particle mesh Ewald
(PME) (Darden et al. 1993; Essmann et al. 1995) sedangkan Interaksi van der
Waals dihitung menggunakan potensial Lennard-Jones dengan cutoff masingmasing adalah 12 Å (Bui et al. 2009). Untuk mengontrol tahapan minimisasi,
pemanasan dan production run dilakukan dengan menggunakan NVT ensemble
(constant number, volume and temperature) pada temperatur yang diinginkan
dimana sistem dikopling terhadap termostat velocity rescaling pada konstanta
kopling 0,1 (Bussi et al. 2007). Untuk mengontrol tahapan ekuilibrasi dijaga pada
NPT Ensemble (constant number, pressure and temperature) oleh termostat
Nose-Hoover (Martyna et al. 1994; Feller et al. 1995).
8
Minimisasi
Molekul yang telah disolvasi kemudian diminimisasi untuk
menghindari kontak van der Waals yang tidak sesuai (bad contact) dan untuk
meminimalkan efek-efek sterik yang berenergi tinggi. Setiap simulasi dimulai
dengan minimisasi selama 40 ps untuk membuat protein berada di energi
terendahnya (keadaan stabil).
Pemanasan dan Ekulibrasi
Adapun proses pemanasan molekul yang telah diminimisasi menggunakan
perangkat lunak NAMD dilakukan secara bertahap dari suhu 0 K sampai 300 K,
400 K, 450 K, 475 K, 500 K untuk wild-type, 500 K dan 525 K untuk mutan.
Dilakukan selama 20 ps dengan kenaikan setiap 25 K. Selanjutnya dilakukan
ekuilibrasi yang bertjuan untuk menahan protein stabil di dalam sistem
simulasi. Ekuilibrasi dilakukan dengan protokol Langevin selama 40 ps.
Production Run
Setelah molekul enzim terekuilibrasi dengan baik maka tahap
selanjutnya adalah tahap produksi (Production Run). Konstrain yang diterapkan
pada proses ekuilibrasi kemudian dihilangkan pada proses production run
sehingga molekul protein bebas bergerak. Production run dilakukan selama 2 ns
dengan temperatur 300 K untuk validasi metode, selama 50 ns dengan temperatur
400 K, 450 K, 475 K, dan 500 K untuk wild-type dan selama 20 ns dengan
temperatur 525 K untuk uji mutan serta selama 50 ns dengan 500 K untuk
mutan-1.
Analisis Simulasi Dinamika Molekul
Untuk menganalisis kestabilan dan fleksibilitas enzim wild-type dan mutan
serta mengevaluasi proses simulasi yang telah dilakukan, sejumlah parameter
dianalisis terhadap hasil simulasi meliputi Root Mean Square Deviation
(RMSD), Jari-Jari Girasi (Rg), Root-mean-square fluctuation (RMSF), Solvent
Accessible Surface Area (SASA) dan analisis struktur sekunder
Root-mean-square deviation (RMSD) adalah akar kuadrat rata-rata
penyimpangan koordinat atom dari posisi referensi. RMSD merupakan ukuran
perbedaan struktur protein selama proses simulasi terhadap struktur awal protein.
Analisis ini difokuskan pada perubahan struktur atom C-α asam amino penyusun
protein yang didefinisikan sebagai berikut :
RMSD =
∑
( ( ) (
))
(3)
dengan N adalah jumlah total atom C-α yang terdapat pada protein
sedangkan ri(t2) dan ri(t1) adalah koordinat atom C-α pada waktu t2 dan pada
waktu t1. Untuk mendapatkan gambaran profil kestabilan sistem yang
disimulasikan serta tahap-tahap transisi pada proses simulasi termal protein,
maka hasil analisis RMSD tersebut akan di plot dalam bentuk grafik antara
RMSD terhadap waktu simulasi (Becker et al. 2001; Coutsias et al. 2004).
Analisis jari-jari girasi (radius of gyration, Rg) juga dapat digunakan untuk
menggambarkan kekompakan (compactness) serta kepadatan/ densitas molekul
9
protein. Nilai jari-jari girasi dihitung menggunakan fungsi posisi atom terhadap
pusat massa protein.
Root-mean-square fluctuation (RMSF) adalah akar kuadrat rata-rata
fluktuasi koordinat atom terhadap struktur referensinya. RMSF merupakan
analisis fleksibilitas residu asam amino penyusun protein yang dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
RMSF = [ R − |R |]
(4)
dimana Rj merupakan koordinat residu j dan |Rj| merepresentasikan rata-rata
posisi residu j. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai residu asam amino yang bersifat fleksibel dan yang bersifat kaku
selama proses simulasi berlangsung.
Solvent accessible surface area (SASA) merupakan luas permukaan
biomolekul (protein misalnya) yang dapat di akses oleh pelarut (Lee dan
Richards 1971). Nilai SASA memberikan gambaran terhadap struktur tersier
protein. Pada umumnya, protein mengemas struktur tersiernya sedemikian rupa
sehingga gugus-gugus yang bersifat hidrofobik akan berada di bagian dalam
sedangkan gugus-gugus asam amino yang bersifat hidrofil akan terdapat di bagian
luar. Ketika proses simulasi termal berlangsung, kestabilan struktur tersier protein
dan derajat keeksposuran dapat diamati dengan melakukan perhitungan SASA.
Struktur sekunder protein tersusun atas interaksi lokal inter-residu yang
pada umumnya dimediasi oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder yang paling
umum adalah α-helix dan β-sheet. Analisis struktur sekunder dilakukan untuk
melihat kestabilan struktur sekunder selama proses simulasi berlangsung yang
dikarakterisasi dengan perubahan komposisi α-helix, β-sheet, turn dan coil.
Perhitungan struktur sekunder dilakukan dengan menggunakan plug-in yang
terdapat pada perangkat lunak VMD yang didasarkan atas algoritma
STRIDE (Structural identification) (Frishman dan Argos 1995).
Prediksi Pasangan Residu yang akan Dimutasi Menjadi Sistein
Pasangan residu yang akan dapat dimutasi menjadi sistein pada Bacillus
subtilis diprediksi menggunakan perangkat lunak “Disulfide by DesignTM”
(Dombkowski 2003). Masukan data yang diperlukan adalah struktur kristal
Bacillus subtilis (Kode PDB 1ISP). Kriteria yang digunakan adalah Optimum
Chi3-angle = +100o/-80o, tolerance ± 30o; dan Ca-Cb-S-angle=114.60, tolerance±
10o. Keluaran dari perangkat lunak ini adalah beberapa pasangan residu yang
dapat dimutasi menjadi sistein dan dapat membentuk ikatan disulfida berdasarkan
kriteria geometrik (jarak dan sudut). Pembuatan struktur enzim mutan juga
dilakukan dengan perangkat lunak ini dengan memilihi mutasi yang diinginkan.
Keluaran struktur mutan didapat dalam bentuk file pdb (*.pdb).
Penentuan Mutan dengan Teknik simulasi FEP (Free Energy Perturbation)
Untuk menganalisis efek mutasi terhadap stabilitas termal enzim secara
kuantitatif, dilakukan perhitungan nilai perubahan energi bebas (∆∆Gsolv )
melalui pendekatan free energy perturbation (FEP). Jika perhitungan nilai
∆∆Gsolv positif mengindikasikan bahwa mutan lebih tidak stabil dibandingkan
wild-type nya dan sebaliknya jika perhitungan ∆∆Gsolv negatif mengindikasikan
10
bahwa mutan lebih stabil dibandingkan wild-type nya (Kollman 1993; Ghoufi et
al. 2004).
Simulasi FEP dilakukan dengan dua kondisi yaitu sistem tanpa air (vacuo)
dan sistem dengan air (aqua). Simulasi vacuo dilakukan dengan kenaikan λ
sebesar 0.05 selama 10 ps dan diambil nilai energi bebas selama 100 ps
untuk setiap λ sedangkan simulasi aqua dilakukan dengan kenaikan λ sebesar
0.05 yang diekulibrasi selama 100 fs dan diambil nilai energi bebas selama
500 fs setiap nilai λ. Kedua simulasi dilakukan tanpa menggunakan soft-core
potential untuk menghilangkan interaksi topologi target dengan lingkungan pada
saat nilai λ mendekati 0 atau 1. Struktur asli dan mutan tidak saling
berinteraksi selama simulasi.
Simulasi Dinamika Molekul Mutan
Molekul BsL yang telah dimutasi (mutan) kemudian dianalisis
kestabilannya pada temperatur tertentu dengan metode simulasi dinamika molekul.
Simulasi dilakukan pada temperatur 525 K uji mutan dan 500 K untuk mutan-1.
Tahapan simulasi dinamika molekular mutan sama seperti tahapan simulasi wild
type, yaitu preparasi, minimisasi, pemanasan dan ekuilibrasi, serta production run.
Parameter-parameter kondisi dan sistem simulasi yang digunakan juga sama
seperti simulasi wild type. Kemudian dilakukan analisis terhadap trajektori
simulasi dinamika molekul yang dihasilkan. Termostabilitas mutan dan wild type
dibandingkan dengan melakukan analisis terhadap parameter struktur protein
seperti RMSD, Rg, RMSF, SASA dan Struktur Sekunder.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pada enzim atau protein termostabil dapat memberikan
pengetahuan baru tentang faktor-faktor yang menentukan stabilitas termal enzim,
maupun aplikasi praktis pada bidang industri. Pemahaman tentang faktor penentu
stabilitas termal suatu protein atau enzim dapat dijadikan sebagai acuan untuk
merekayasa protein serta menghindari kesalahan target mutasi yang dapat
berakibat fatal terhadap kestabilan maupun aktivitas enzim.
Penelitian yang telah dilakukan terbagi atas tiga kelompok, meliputi
simulasi kestabilan termal enzim wild-type, simulasi FEP untuk menganalisis
calon mutan dan simulasi kestabilan termal mutan.
Validasi Metode Simulasi Dinamika Molekul
Validasi teknik percobaan penting dilakukan agar percobaan yang dilakukan
dapat mewakili fenomena yang akan dipelajari. Begitu juga dengan metode
simulasi dinamika molekul dapat divalidasi dengan membandingkan data simulasi
faktor-β dengan data eksperimennya (Van gunsteren 1998).
Faktor-β atau atomic displacement values (nilai pergeseran atomik)
digunakan untuk menggambarkan pergeseran kerapatan elektron suatu atom pada
kristal (Parthasarathy et al. 2000). Koordinat tiap atom dalam suatu kristal protein
11
pada file bank data (PDB) menggambarkan koordinat kesetimbangan atau ratarata, dan bukanlah koordinat pasti (rigid) dari molekul protein dikarenakan adanya
perbedaan struktur antar molekul dalam kisi kristal. Pergeseran atom dari posisi
kesetimbangan dapat diamati dari pergeseran kerapatan elektron yang terdapat
pada bank data suatu kristal protein.
Nilai faktor-β simulasi, diperoleh dari data RMSF (root mean-square
fluctuation) hasil simulasi. Dari RMSF dapat dapat dihitung faktor-β dengan
persamaan berikut (Kuzmanic dan Zagrovic 2010) :
=
(5)
Nilai RMSF yang digunakan adalah RMSF atom-atom C-α dari simulasi
dinamika molekul pada temperatur 300 K yang dihitung dengan waktu simulasi 2
ns dengan struktur pembanding kristal 1ISP dari PDB. Hasil perbandingan
menunjukkan bahwa faktor-β simulasi dinamika molekul dan faktor-β
kristalografi tidak berbeda secara signifikan (Gambar 4.1). Secara kesuluruhan
keduanya memiliki pola yang sama.
(2)
(13)
(120)
(44)
Gambar 4.1 Perbandingan nilai faktor-β kristal 1ISP (Biru) dengan faktor-β
simulasi (Orange) pada temperatur 300 K
Residu-residu yang memiliki perbedaan nilai faktor-β yang cukup besar
adalah pada residu 2, 13, 44, 120. Pada daerah-daerah tersebut faktor-β simulasi
lebih besar dibanding faktor-β kristalografi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
kondisi protein pada simulasi dan kristalografi. Pada sistem simulasi, protein
berada dalam kondisi terlarut dalam air sehingga residu penyusunnya menjadi
lebih fleksibel dibandingkan dengan residu dalam kondisi kristal yang rigid.
Analisis Kestabilan Termal Wild-type Bacillus subtilis
Proses unfolding pada suatu protein dapat dianalisis dengan sejumlah
parameter yaitu RMSD, Jari-jari Girasi (Rg), SASA, RMSF dan Struktur
12
Sekunder. Gambar 4.2 menunjukkan fluktuasi nilai RMSD, Rg, dan SASA pada
variasi temperatur 400 K, 450 K, 475 K dan 500 K selama 50 ns.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.2 Perubahan analisis parameter enzim pada temperatur 400 K, 450 K,
475 K dan 500 K masing-masing selama 50 ns (a). RMSD (b). Nilai
Jari-Jari Girasi (Rg) (c). SASA (d). RMSF
Tabel 4.1 Nilai parameter enzim pada 50 ns
Temperatur
(K)
400
450
475
500
RMSD
(Å)
1.46
2.76
3.87
16.45
Rg
(Å)
15.09
15.29
15.76
20.24
SASA Total
(Å2)
8852
9615
10401
14029
Nilai RMSD, Rg dan SASA pada temperatur 400 K, 450 K dan 475 K
cukup konstan dan tidak mengalami peningkatan nilai yang signifikan. Adanya
kenaikan temperatur pada sistem tersebut belum mempengaruhi kestabilan
protein. Berbeda halnya dengan suhu 500 K, pada temperatur ini nilai RMSD, Rg
13
dan SASA cukup konstan sampai periode waktu 25 ns. Kemudian terjadi
peningkatan nilai RMSD, Rg dan SASA yang cukup tajam. Adanya kenaikan
nilai RMSD, Rg dan SASA yang cukup signifikan pada rentang 28 – 42 ns
mengindikasikan telah terjadi proses unfolding.
Nilai tertinggi parameter RMSD, Rg dan SASA selama 50 ns dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Nilai RMSD, Rg maupun SASA pada 500 K meningkat sangat
tinggi jika dibandingkan dengan suhu 475 K, 450 K dan 400 K. Pada suhu 400 K,
450 K dan 475 K kenaikan nilai RMSD hanya sekitar 1.5 sampai 2 kali semula
sedangkan untuk suhu 500 K, RMSD meningkat 5 kali lipat. Untuk Rg pada
suhu 400 K, 450 K dan 475 K kenaikan Rg hanya sekitar 1.3% sampai 3%
sedangkan untuk suhu 500 K Rg meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 28%.
Untuk SASA pada suhu 400 K, 450 K dan 475 K kenaikan SASA hanya sekitar
8% sedangkan untuk suhu 500 K SASA meningkat pesat sebesar 35% .
Untuk parameter RMSF dari gambar 4.2.d terlihat bahwa simulasi pada
temperatur 400 K, 450 K dan 475 K nilai RMSF tidak mengalami peningkatan
yang signifikan. Pola yang diperlihatkan juga cenderung sama pada ketiga variasi
suhu. Ini menandakan bahwa protein masih cenderung stabil, walaupun ada
beberapa puncak yang muncul yang menggambarkan residu yang fleksibel, tetapi
jumlahnya masih tergolong sedikit. Sedangkan pada temperatur 500 K nilai
RMSF meningkat cukup signifikan dan pola nilainya juga sangat berbeda
dibandingkan variasi suhu lainnya. Seiring meningkatnya temperatur, residuresidu yang semula rigid menjadi fleksibel, yang ditandai oleh banyaknya puncak
yang muncul. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi proses unfolding pada
protein.
Analisis perubahan struktur sekunder merupakan analisis yang dapat
digunakan sebagai penanda telah terjadinya unfolding protein, terutama hilang/
rusaknya struktur heliks dan sheet (Day et al. 2002; Li et al. 1994). Analisis
struktur sekunder juga dapat melengkapi pemahaman akan perubahan struktur
selama simulasi yang sebelumnya dilakukan lewat analisis RMSD, Rg dan
SASA.
Komposisi struktur sekunder terutama alpa-helix maupun beta-sheet pada
temperatur 400 K, 450 K dan 475 K selama 50 ns tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Sedangkan pada temperatur 500 K komposisi alpa-helix maupun
beta-sheet menurun sangat drastis (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Perubahan komposisi struktur sekunder pada temperatur 400 K, 450 K,
475 K dan 500 K masing-masing pada 50 ns
Temperatur
(K)
400
450
475
500
Alpa-Helix
(%)
37
32
30
26
Struktur Sekunder
Beta-Sheet
Turn
Coil
(%)
(%)
(%)
22
16
22
20
27
19
15
36
18
0
48
25
Isolated
Bridge (%)
3
2
3
2
14
(a)
(b)
Gambar 4.3 (a) Persentase perubahan komposisi struktur sekunder selama
simulasi di 500 K selama 50 ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning),
Turn (Biru) dan Coil (Hitam) (b) Perubahan struktur pada simulasi
500 K selama 50 ns ; α-helix (Ungu), β-sheet (Kuning) 3-10helix
(Biru), Turn (Hijau) dan Coil (Putih)
Pada temperatur 400 K, 450 K dan 475 K komposisi struktur alpa-helix dan
beta-sheet mengalami penurunan sekitar 2% - 5%. Sedangkan untuk temperatur
500 K terlihat bahwa alpa-helix turun sekitar 4%. Untuk alpa-helix, penurunan
memang tidak signifikan tetapi pada beta-sheet mengalami penurunan yang
signifikan sekitar 15%. Pada temperatur ini, alpa-helix hanya mengalami sedikit
kerusakan sementara beta-sheet telah menghilang berubah menjadi coil dan turn.
15
Pada gambar 4.3.a memperlihatkan bahwa komposisi alpa-helix dan betasheet pada suhu 500 K menurun drastis sampai nol pada rentang waktu 28 ns
hingga 42 ns sedangkan komposisi coil dan turn meningkat. Hal ini menandakan
pada temperatur 500 K, protein telah mengalami unfolding sama seperti hasil
analisa RMSD, Rg dan SASA. Rusaknya struktur sekunder dari enzim Bacillus
subtilis pertama sekali terjadi pada α-helix 3 pada rentang waktu 22 ns dan
kemudian disusul oleh α-helix 1 pada waktu 28 ns. Sedangkan α-helix 2 dan ke 4
hanya mengalami kerusakan yang relatif sedikit jika dibandingkan α-helix
lainnya. Untuk struktur β-sheet, yang pertama kali mengalami kerusakan adalah βsheet 2, 4, 5 dan 6 pada rentang waktu 28 ns. Kemudiaan pada 30 ns kerusakan
dialami β-sheet ke 1 dan 3.
Pemilihan Mutan Protein Bacillus subtilis
Pemilihan residu-residu yang akan dimutasi untuk meningkatkan
kestabilan enzim lipase B.subtilis didasarkan pada analisis interaksi elektrostatik,
ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik. Analisa tersebut hanya dilakukan pada
suhu 500 K karena analisis ini dilakukan untuk mencari calon mutan yang akan
dimutasi. Pada suhu ini protein sudah unfolding, sehingga mudah untuk mencari
residu-residu penstabil protein.
Interaksi Elektrostatik/ Jembatan Garam
Interaksi elektrostatik yang sering disebut sebagai interaksi pasangan
ion (ion pairs interaction) (Vieille dan Zeikus 2001) atau jembatan garam
(salt bridge) (Tomazic dan Klibanov 1988) merupakan interaksi antara
residu-residu asam amino bermuatan. Penelitian mengenai pentingnya interaksi
elektrostatik pertama kali dilaporkan oleh Perutz (1978) yang menyatakan bahwa
interaksi ini memiliki kontribusi signifikan untuk menstabilkan protein.
Terdapat 57 pasangan jembatan garam pada temperatur 500 K selama 50 ns.
Selanjutnya jembatan garam diplot antara jarak (Å) dengan waktu (ns). Ada dua
kurva jembatan garam yang polanya sama dengan pola kurva RMSD dan SASA
yang meningkat pada selang waktu 28 ns, yaitu jembatan garam Asp64-Lys35 dan
Glu65-Lys35 (Gambar 4.4.a). Kenaikan tajam nilai RMSD dan SASA tersebut
disebabkan putusnya kedua jembatan garam tersebut. Sehingga ketika dilakukan
mutasi secara in-silico calon mutan yang akan dimutasi adalah residu-residu asam
amino yang diduga berperan dalam interaksi elektrostatik dan menggantinya
dengan residu asam amino yang lain atas dasar kemiripan struktur.
Selain itu, jika diamati dari energi elektrostatiknya (Gambar 4.4.b) kedua
pasang jembatan garam ini akan kehilangan energinya pada selang waktu 28 ns,
waktu ini sama dengan waktu unfolding nya. Ini menandakan bahwa kedua
pasang jembatan garam ini merupakan pengunci kestabilan termal enzim Bacillus
subtilis.
Hasilnya diperoleh empat variasi mutan in-silico yaitu Asp64Asn,
Asp64Glu, Glu65Asp dan Glu65Gln. Variasi mutan Asp64Asn dan Glu65Gln
akan mengubah interaksi elektrostatik menjadi ikatan hidrogen. Sedangkan
variasi mutan Asp64Glu dan Glu65Asp, dirancang untuk tetap mempertahankan
interaksi elektrostatik.
16
(a)
(b)
Gambar 4.4 (a) Jarak ikatan interaksi elektrostatistik antara Asp64 – Lys35
(Merah) dan Glu65 – Lys35 (Hitam) selama proses simulasi pada
500 K (b) Gaya elektrostatik antara Asp64 – Lys35 (Merah) dan
Glu65 – Lys35 (Hitam) selama proses simulasi pada 500 K
Ikatan Disulfida
Ikatan disulfida pada protein dibentuk oleh sepasang residu sistein dalam
keadaan teroksidasi pada atom S yang terjadi dengan bantuan oksidan. Di dalam
sel, tahapan pembentukan ikatan disulfida seringkali merupakan tahapan penentu
dalam proses folding suatu protein (Woycechowsky et al. 1999).
Termostabilitas protein dapat ditingkatkan dengan memodifikasi protein
sehingga proses unfolding protein pada kenaikan suhu terhambat. Penambahan
ikatan disulfida baru dilakukan dengan memutasi dua (satu pasang) asam amino
menjadi sistein. Ikatan disulfida diketahui dapat meningkatkan kestabilan enzim
terhadap denaturasi secara termal dengan menurunkan entropi enzim pada
keadaan unfolded atau terdenaturasi (Betz 1993; Yamaguchi et al. 1996).
Protein wild-type tidak memiliki residu sistein, sehingga tidak memiliki
ikatan disulfida. Untuk meningkatkan kestabilan termal protein perlu ditambahkan
ikatan disulfida dengan memutasi sepasang residu menjadi sistein. Perangkat
lunak yang digunakan untuk prediksi mutasi sepasang residu menjadi sistein
adalah “Disulfide by DesignTM” (Dombkowski 2003).
Hasil prediksi pasangan residu keluaran adalah 29 pasang residu yang
mungkin untuk dimutasi. Beberapa residu yang terlibat dalam pembentukan
struktur heliks atau sheet tidak dipilih sebagai target mutasi karena alasan sterik
(Pikkemaat et al. 2002). Dengan mengamati letak pada struktur helix atau pada
sheet (Lampiran 5) terpilihlah 10 pasang residu yang diprediksi dapat membentuk
ikatan disulfida.
Dari 10 pasang residu yang diprediksi dapat membentuk ikatan disulfida,
kemudian dilakukan kembali seleksi dengan mempertimbangkan hasil analisis
fleksibilitas (RMSF). Sehingga didapatkan tiga pasang residu sebagai target
mutasi menjadi sistein. Ketiga pasang residu ini kemudian akan dimutasi menjadi
sistein untuk membentu