Konformasi Enzim Lipase T1 Pada Pelarut Alkohol Dikaji Dengan Teknik Simulasi Dinamika Molekul Enzim

KONFORMASI ENZIM LIPASE T1 PADA PELARUT
ALKOHOL DIKAJI DENGAN TEKNIK SIMULASI
DINAMIKA MOLEKUL

AYU MELISA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konformasi Enzim
Lipase T1 Pada Pelarut Alkohol Dikaji Dengan Teknik Simulasi Dinamika
Molekul adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Ayu Melisa Putri
NIM G751140091

iv

v

RINGKASAN
AYU MELISA PUTRI. Konformasi Enzim Lipase T1 Pada Pelarut Alkohol
Dikaji Dengan Teknik Simulasi Dinamika Molekul Enzim. Dibimbing oleh
TONY IBNU SUMARYADA dan SETYANTO TRI WAHYUDI.
Lipase T1 (Geobacilus zalihae) secara ekstensif dipelajari dalam produksi
biodiesel. Secara umum enzim lipase dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
deterjen, surfaktan, pangan, produk farmasi, kosmetik, industri kertas, dan nutrisi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kestabilan konformasi secara
komputasi enzim Lipase T1 pada pelarut metanol dan etanol. Simulasi dinamika
molekul dilakukan dengan mengamati energi konformasi enzim lipase T1 pada
pelarut yang digunakan. Simulasi dinamika molekul lipase T1 dilakukan
menggunakan perangkat lunak Ambertools12 pada suhu 300 K.
Parameter yang digunakan untuk membandingkan stabilitas enzim lipase
T1 dalam berbagai pelarut adalah dengan melihat nilai RMSD (Root Mean Square
Deviation), SASA (Solvent Accessible Surface Area), Rg (Radius of Gyration),
RMSF (Root Mean Square Fluctuation), Energi Konformasi dan Struktur
Sekunder. Simulasi dinamika molekul yang dilakukan pada ketiga pelarut
menunjukkan bahwa lipase pada etanol dan metanol lebih kaku atau kurang
fleksibel karena lebih banyak saltbridge yang terikat kuat di etanol dan metanol
dibanding air. Lipase harus fleksibel pada saat aktif. Sehingga dapat disimpulkan
keadaan yang terlalu kaku akan mengurangi fungsi lipase. Enzim lipase
Geobacilus zalihae butuh fleksibilitas dalam berbagai pelarut.
Untuk analisis struktur sekunder lipase T1 pada pelarut etanol dan metanol
tidak terjadi banyak perubahan struktur beta-sheet dan alpa-helix yang signifikan
atau tidak terjadi kerusakan struktur enzim lipase T1 pada pelarut yang digunakan.
Pelarut organik tidak begitu mempengaruhi komposisi alpahelix dan beta-sheet
nya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan saran rancangan penelitian

yang dapat diimplementasikan pada laboratorium basah (wet experiment).
Kata kunci: Biodiesel, enzim Lipase Geobacilus zalihae, pelarut alkohol ,
simulasi dinamika molekul, transesterifikasi.

SUMMARY

AYU MELISA PUTRI. Conformation Analysis of Lipase T1 Enzyme on
Alcohol Solvent using Molecular Dynamics Simulation. Supervised by TONY
IBNU SUMARYADA and SETYANTO TRI WAHYUDI.
T1 lipase (Geobacilus zalihae) extensively studied in the production of
biodiesel. In general, lipase enzymes can be utilized in the manufacture of
detergents, surfactants, food, pharmaceutical, cosmetic, paper industry, and
nutrition. The purpose of this research is to study conformational stability T1
Lipase enzyme in methanol and ethanol via computational approach. Molecular
dynamics simulations were performed observing the energy conformation of the
T1 lipase enzyme in various alcohol solvent. Molecular dynamics simulations of
T1 lipase enzyme were performed using the software Ambertools12 at 300 K for
10 ns
For the stability analysis of T1 lipase enzyme, the output such as RMSD
(Root Mean Square Deviation), SASA (Solvent Accessible Surface Area), Rg

(Radius of Gyration), RMSF (Root Mean Square Fluctuation), Energy
conformation and Secondary structure were analyzed. The results have shown that
in ethanol and methanol lipase enzyme was more rigid due to more fastened
saltbridge as compared to the water solvent. The rigidity will affect the
functionality of the enzyme as too rigid will reduce the function of the enzyme.
For the analysis of the secondary structure of T1 lipase in ethanol and
methanol does not happen a lot of changes in the structure of the beta-sheet and
alpha-helix significant or structural failure lipase T1 on the solvent used. Organic
solvents are not so affect the composition alpahelix and its beta-sheet. We hope
this research can provide advice study designs that can be implemented on a wet
lab (wet experiment).
Keywords: Alcohol solvents, biodiesel, enzyme lipase Geobacilus zalihae,
molecular dynamics simulations, transesterification.

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

viii

ix

KONFORMASI ENZIM LIPASE T1 PADA PELARUT
DIKAJIDIKAJI
DENGAN
TEKNIK
SIMULASI
ALKOHOL
DENGAN
TEKNIK
SIMULASI
DINAMIKA

MOLEKUL
DINAMIKA MOLEKUL

AYU MELISA PUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

x

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Laksmi Ambarsari, MS


xii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dengan judul “Konformasi Enzim Lipase T1 Pada Pelarut Alkohol Dikaji
Dengan Teknik Simulasi Dinamika Molekul”. Tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas
dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada
1. Dr Tony Ibnu Sumaryada dan Dr Setyanto Tri Wahyudi SSi MSi selaku
komisi pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan
arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Mersi Kurniati SSi MSi selaku ketua Program Studi Biofisika.
3. Ayahanda Zulkifli. R dan Ibunda Yetty Susi, beserta seluruh keluarga atas
doa, motivasi, finansial dan semangat selama penulis menempuh studi.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi Program Studi Biofisika yang
telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik selama penulis

menempuh studi.
5. Rekan rekan Forum Mahasiswa Pasca Sarjana yang telah banyak berbagi
dalam suka dan duka serta selalu memberikan dukungan kepada penulis saat
proses penelitian serta penulisan tesis ini .
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya
ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat
Indonesia umumnya.
Bogor, November 2016
Ayu Melisa Putri

xiv

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xi
xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lipase Geobacilus zalihae
Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Lipase
Simulasi Dinamika Molekul
Gaya Intamolekul

3
3
4

5
7

3 METODOLOGI
Bahan dan Alat
Waktu dan Tempat Penelitian
Tahapan Penelitian
Analisis Simulasi Dinamika Molekul

7
7
8
8
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
RMSD
Jari-jari Girasi
Energi Konformasi
SASA

RMSF
Interaksi Elektrostatik
Analisis Struktur Sekunder

10
10
11
12
13
14
15
24

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Representasi struktur tersier enzim lipase Enzim G. zalihae
Representasi keadaan struktur awal enzim lipase T1 pada pelarut
(a)etanol (b)air (c)metanol
Root Mean Square Deviation (RMSD) selama simulasi pada suhu
300 K selama 10 ns
Jari-jari girasi hasil simulasi pada suhu 300 K selama 10 ns
Energi konformasi selama simulasi pada suhu 300 K selama 10 ns
Nilai SASA (a) total (b) polar (c) non polar selama simulasi pada
suhu 300 K selama 10 ns
Nilai RMSF selama simulasi pada suhu 300 K selama 10 ns
Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Glu132-Lys84
Posisi residu Glu132-Lys84
Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Glu149-Arg134
Posisi residu Glu149-Arg134
Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Asp205-Arg92
Posisi residu Asp205-Arg92
Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Glu250-Arg330
Posisi residu Glu250-Arg330
Analisis struktur sekunder selama simulasi pada suhu 300 K selama
10 ns pada (a) air (b) metanol (c) etanol ; α-helix (Ungu), β-sheet
(Kuning), Turn (Biru) dan Coil (Hitam) ; α-helix (Ungu), β-sheet
(Kuning) 3-10helix (Biru), Turn (Hijau) dan Coil (Putih)

4
8
11
12
12
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Penelitian
2 Pasangan jembatan garam yang muncul selama simulasi dalam pelarut
air, metanol, dan etanol selama 10 ns dan suhu 300 K
3 Karakteristik Residu yang terdapat pada protein 2DSN
4 Residu penyusun struktur sekunder protein 2DSN
5 Nilai energi rata-rata enzim 2DSN pada ketiga pelarut
6 Daftar 14 pasang jembatan garam yang mucul pada semua pelarut
7 Pasangan jembatan garam yang terdapat pada pelarut air, etanol dan
metanol

31
32
33
43
45
46
49

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim adalah golongan protein yang disintesis oleh sel hidup dan
mempunyai fungsi penting sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme
yang terjadi pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang
menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim mempunyai
efisiensi dan efektifitas yang tinggi, reaksinya tidak menimbulkan produk
samping, serta dapat digunakan berulangkali dengan teknik amobilisasi
(Lehninger 1995).
Salah satu jenis enzim yang mempunyai peran penting dalam pertumbuhan
bioteknologi adalah enzim lipase. Enzim ini memiliki sifat khusus dapat
memecahkan ikatan ester pada lemak dan gliserol. Selain itu, lipase mempunyai
kemampuan mengkatalis reaksi organik baik didalam media berair maupun dalam
media non air (Sumarsih 2004). Enzim lipase sangat berperan dalam pemisahan
asam lemak dan pelarutan noda minyak pada alat industri agar minyak dapat
dilarutkan dalam air. Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase
diantaranya adalah reaksi hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi dan interesterifikasi
(Dosanjh dan Kaur 2002).
Beberapa lipase yang dihasilkan oleh bakteri dari genus geobacillus seperti
G. stearothermophilus, G. thermocatenulatus, G. thermoleovorans, G.
kaustophilus, G. thermoglucosidasius, G. thermodenitrificans, G. subterraneus,
G. uzenensis, G. caldoxylosilyticus, G. toebii, G. vulcani, G. lituanicus, G.
tepidamans, G. gargensis , G. jurassicus, G. caldoproteolyticus, G. pallidus dan
G. debilis dengan suhu pertumbuhan berkisar 35-78 ° C. Anggota dari genus ini
tersebar luas di berbagai wilayah geografis termofilik dan mesofilik di bumi
seperti ladang minyak, jerami kompos, lubang hidrotermal atau tanah (Nazina et
al. 2001).
Lipase banyak digunakan dalam pengolahan lemak dan minyak, detergen,
pengolahan makanan, sintesis bahan kimia, farmasi, sintesis kertas, produksi
kosmetik dan juga industri biodiesel. Biodiesel adalah salah satu bahan bakar
alternatif yang dapat diperbaruhi, ramah terhadap lingkungan, tidak mempunyai
efek terhadap kesehatan dan dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor. Lipase dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi pada sintesis
biodiesel dengan reagent yang sesuai dan kehadiran air yang terbatas. Reaksi
transesterifikasi yang dikatalisis dengan menggunakan bantuan enzim lipase
memiliki beberapa kelebihan dalam peningkatan kuantitas dan kualitas konversi
minyak nabati ke biodiesel, yakni tanpa busa, hasil konversi tinggi, produk yang
dihasilkan mudah dimurnikan, bahkan dapat dilakukan tanpa pemurnian, gliserol
mudah dipisahkan (Fukuda et al. 2001).
Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui,
ramah terhadap lingkungan, dan tidak mempunyai efek terhadap kesehatan.
Biodiesel dapat disintesis melalui reaksi kimia yang disebut transesterifikasi
dimana reaksi antara senyawa trigliserida (komponen utama minyak nabati)
dengan senyawa alkohol (biasanya metanol). Reaksi ini menghasilkan dua produk
yaitu metil ester asam lemak (biodiesel) dan gliserin. Biodiesel terbuat dari

2

minyak nabati berasal dari sumberdaya yang dapat diperbaruhi. Beberapa bahan
baku untuk pembuatan biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai, bunga matahari,
dan jarak pagar (Haryahto 2002).
Biodiesel telah diproduksi secara komersial melalui reaksi transesterifikasi
minyak nabati dengan metanol menggunakan katalis alkali. Tetapi katalis alkali
ini mempunyai beberapa kelemahan, seperti terjadinya reaksi pembentukan sabun
akibat bereaksinya katalis (logam alkali) dengan mudah. Alkohol yang paling
umum digunakan adalah metanol dan etanol, terutama metanol, karena harganya
murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksinya disebut metanolisis).
Produk yang dihasilkan (jika menggunakan metanol) lebih sering disebut sebagai
metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) daripada biodiesel
(Knothe et al. 2005), sedangkan jika etanol yang digunakan sebagai reaktan, maka
akan diperoleh campuran etil ester asam lemak (fatty acid ethyl ester/FAEE)
(Lam et al. 2010). Dengan minyak berbasis bio (minyak nabati) maka hubungan
stoikiometrinya memerlukan 3 mol alkohol per mol TAG (3:1), tetapi reaksi
biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar 6:1 hingga 20:1, tergantung
pada reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis basa dan 50:1 untuk
transesterifikasi katalis asam (Zhang et al. 2003).
Pada dasarnya teknologi produksi biodiesel yang diterapkan dalam skala
industri melalui reaksi transesterifikasi dari trigliserida (yang terdapat pada
minyak nabati) dengan alkohol (umumnya metanol) menggunakan katalis basa
(alkali). Teknologi ini banyak dikembangkan dikarenakan proses ini relatif lebih
murah. Namun, penggunaan katalis alkali ini mempunyai beberapa kelemahan
diantaranya proses pemurnian produk yang bercampur homogen sehingga relatif
sulit. Selain itu, katalis alkali tersebut akan bereaksi dengan trigliserida sehingga
terjadi reaksi samping yaitu reaksi saponifikasi (penyabunan). Reaksi saponifikasi
ini akan mengakibatkan proses pemisahan produk semakin sulit. Kelemahan lain
dari teknologi ini adalah perlunya sejumlah asam untuk penetralan katalis basa
yang ikut dalam aliran produk sehingga akan berdampak terhadap lingkungan
(Furuta 2006).
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan katalis yang tidak bercampur
homogen dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik guna menghasilkan
produk yang diinginkan tanpa reaksi samping. Belakangan ini, riset sintesis
biodiesel menggunakan enzim lipase semakin banyak dilakukan. Enzim lipase
yang bisa menjadi biokatalis dalam sintesis biodiesel tersebut mampu
memperbaiki kelemahan katalis alkali, yakni tidak bercampur homogen sehingga
pemisahannya lebih mudah. Akan tetapi penggunaan lipase sebagai biokatalis
menyisakan satu persoalan. Lingkungan beralkohol seperti metanol menyebabkan
lipase terdeaktivasi secara cepat dan stabilitas enzim tersebut dalam mengatalisis
reaksi menjadi buruk. Oleh karena itu, diperlukan pelarut yang dapat membuat
enzim lipase teraktivasi secara cepat dan dapat menjaga stabilitas enzim.
Dinamika Molekul (MD) merupakan suatu metode simulasi dengan media
komputer yang memungkinkan untuk merepresentasikan interaksi molekulmolekul atom dalam jangka waktu tertentu. Teknik ini berdasarkan pada
persamaan hukum newton dan hukum mekanika klasik (Calflisch 2005). Simulasi
MD dapat mengetahui dinamika dan perubahan konformasi protein pada tingkat
atom.

3

Analisis hasil simulasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh peneliti secara invitro sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan residu asam amino yang
akan dimutasi pada rekayasa genetik (Ashutosh et al. 2014). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kestabilan enzim lipase G. zalihae wild type (Kode
PDB : 2DSN) pada pelarut organik dengan mengamati peristiwa unfolding yang
terjadi untuk mendapatkan enzim yang memiliki stabilitas lebih tinggi terhadap
pelarut organik dan aktivitas yang lebih tinggi pada suhu tinggi. Selanjutnya
membandingkan hasil analisis kestabilan enzim dengan membandingkan
parameter Root Mean Squared Deviation (RMSD), Radius of Gyration (Rg),
Solvent Accessible Surface Area (SASA), Root Mean Squared Fluctuation
(RMSF) , Struktur Sekunder, dan analisis energi konformasi.
Tujuan penelitian
Untuk mempelajari kestabilan konformasi Lipase T1 pada pelarut metanol
dan etanol dengan metode komputasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berupa simulasi dinamika molekuler pada pelarut alkohol
untuk menganalisis energi konformasi dari enzim lipase Geobacilus zalihae.
Simulasi dinamika molekuler untuk mengamati kestabilan enzim dalam berbagai
pelarut dilakukan pada temperatur 300 K selama 10 ns
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi ilmiah mengenai pemanfaatan simulasi Dinamika
Molekul untuk melihat konformasi enzim Lipase T1 pada pelarut etanol dan
metanol.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Lipase Geobacilus zalihae
Geobacillus zalihae (za.li'ha.e. NL n. Zalihae dari Zaliha gen.). Spesies baru
diisolasi dari limbah pabrik kelapa sawit di Selangor, Malaysia, dengan jenis
strain T1 (DSM 18318T; NBRC 101842T). Sel yang berbentuk batang, 0,8-1,0
lebar dan 2,5 hingga 6,0 panjang, bakteri gram positif. Spora terminal berbentuk
oval/silinder dan memiliki sporangium. Pertumbuhan terjadi pada 50 hingga 70°C
dengan suhu optimum 65°C. Pertumbuhan pada 65°C terjadi antara pH 5 dan 9
dengan pertumbuhan maksimal pada pH 6,5. Komposisi basa DNA strain T1
adalah sekitar 52,6 persen mol G + C. (Leow TC et al. 2004).

4

Gambar 1 Representasi struktur tersier enzim lipase Enzim G. zalihae
Enzim lipase T1 memiliki jumlah asam amino 774 residu dan memiliki 2
chain yakni chain A dan chain B. Enzim lipase T1 memiliki struktur sekunder
utama 13 α-helix (warna ungu), 7 β-sheet (warna kuning). Representasi struktur
sekunder secara new cartoon menggunakan program VMD dapat dilihat pada
Gambar 1.
Distribusi geografis geobacillus cukup banyak seperti ladang minyak, jerami
kompos, lubang hidrotermal atau tanah. Para anggota dari genus geobacillus
memiliki suhu pertumbuhan berkisar 35 hingga 78 ° C dan berisi asam lemak
jenuh iso-bercabang (iso-15: 0, iso-16: 0 dan iso-17: 0) sebagai asam lemak
utama. Para anggota Geobacillus memiliki kesamaan dalam urutan gen 16S rRNA
(96,5 hingga 99,2 persen). Enzim termopilus yang stabil cocok untuk aplikasi
industri (Nazina TN et al. 2001).
Dua puluh sembilan produsen lipase disaring dan diisolasi dari limbah
pabrik kelapa sawit di Malaysia. Dari jumlah tersebut, dipilih T1 untuk studi lebih
lanjut sebagai aktivitas lipase yang relatif lebih tinggi terdeteksi secara kuantitatif.
T1 lipase mentah menunjukkan suhu optimum tinggi 70°C dan juga stabil sampai
60°C tanpa kehilangan aktivitas enzim kasar (Perry JJ et al. 1997).
Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Lipase
Aktivitas enzim lipase dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
temperatur, air, pelarut organik, konsentrasi enzim dan substrat. Peningkatan
temperatur akan menambah kecepatan reaksi kimia akibat peningkatan jumlah
energi bagi molekul reaktan, sehingga tumbukan antara molekul persatuan waktu
lebih produktif. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim sangat
mudah terinaktifasi karena sifat enzim yang mudah terdenaturasi. Inaktivasi enzim
pada temperatur tinggi disebabkan oleh dua hal yaitu adanya pembukaan partial
struktural molekul enzim dan perubahan struktur primer enzim karena adanya
perubahan atau kerusakan molekul-molekul asamasam amino tertentu
(Saktiwansyah 2001).
Air juga memegang peranan yang penting dalam proses inaktivasi enzim.
Air berfungsi sebagai pelumas yang membuat konformasi suatu molekul enzim
fleksibel. Penghilangan air akan membuat enzim menjadi lebih kaku (rigid). Pada

5

kondisi air terbatas, lipase masih menunjukkan aktifitasnya pada temperatur
100oC. Hal ini berarti struktur lipatan protein enzim dalam media organik masih
terjaga (August 2000).
Pelarut organik berhubungan dengan kenaikan “rigiditas” molekul enzim
yang disebabkan oleh konstanta dielektrika yang rendah yang akan memperkuat
dan menstabilkan struktur enzim secara keseluruhan (August 2000). Penggunaan
enzim untuk sintesis dalam pelarut organik memberikan beberapa keuntungan
antara lain kelarutan substrat organik dan enzim dalam pelarut organik lebih tinggi
dibandingkan dengan air, kestabilan enzim meningkat dan mudah mengisolasi
produk. Penggunaan pelarut organik juga mempunyai kelemahan seperti residu
pada produk akhir, toksisitas bagi makhluk hidup, mahal dan mudah terbakar
(Saktiwansyah 2001).
Studi mengenai aktivitas katalitik enzim dalam pelarut organik
menunjukkan bahwa pelarut yang baik yang dapat mempertahankan aktivitas dan
stabilitas enzim adalah pelarut yang bersifat hidrofobik. Pelarut ini pada kondisi
bebas air sangat baik untuk menjaga aktivitas enzim pada temperatur tinggi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut organik adalah
kelarutan substrat dan produk dalam pelarut, reaktivitas pelarut, densitas,
viskositas dan tegangan permukaan, toksisitas pelarut, mudah tidaknya terbakar,
harga serta masalah limbah bahan tersebut dan pembuangan sisa pelarut tersebut
ke alam (August 2000).
Simulasi Dinamika Molekul
Dinamika molekuler merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur
dari zat padat, cair dan gas. Umumnya dinamika molekuler menggunakan teknik
persamaan hukum newton dan mekanika klasik. Dinamika molekuler pertama kali
diperkenalkan oleh Alder dan Wainwright pada akhir tahun 1950-an, metode ini
digunakan untuk mempelajari interaksi pada bola keras. Dari studi tersebut
mereka mempelajari mengenai sifat sebuah cairan sederhana. Pada tahun 1964,
Rahman melakukan simulasi pertama menggunakan energi potensial terhadap
cairan argon. Dan di tahun 1974, Rahman dan Stillinger melakukan simulasi
dinamika molekuler pertama menggunakan sistem yang realistic yaitu simulasi
dengan menggunakan air. Kemudian pada tahun 1977, muncul pertama kali
simulasi terhadap protein yaitu simulasi sebuah inhibitor enzim tripsin bovine z
pancreas (BPTI) (Astuti dan Mutiara 2009). Tujuan utama dari simulasi dinamika
molekuler yang pertama adalah untuk memberi prediksi apa yang akan terjadi
apabila parameter eksternal diubah, menghasilkan trajektori molekul dalam jangka
waktu terhingga, menjadi jembatan antara teori dan hasil eksperimen, dan untuk
memudahkan para ahli kimia melakukan simulasi yang tidak bisa dilakukan dalam
laboratorium.
Dinamika Molekul adalah metode untuk mengevaluasi gerakan yang
dihasilkan dari interaksi atom dengan mengintegrasikan persamaan gerak. Secara
umum molecular dynamics dapat digunakan untuk mengevaluasi gerak dari setiap
sistem partikel. Pendekatan mudah adalah dengan mengintegrasikan persamaan
gerak yang diperoleh dalam hukum kedua Newton :
(1)

6

dimana (t) dan
menunjukkan posisi dan gaya yang bekerja pada
atom i dalam arah x pada waktu t dan mi adalah massa atom i (Wolf 2009).
Nilai energi berhubungan dengan temperatur melalui momentum partikel
(2)
dimana �� adalah jumlah konstrain dan 3N-Nc = N df adalah jumlah derajat
kebebasan. Temperatur rata-rata � identik dengan temperatur makroskopik
(Ruhle 2007)
Simulasi dilakukan menggunakan NVT ensemble (Jumlah molekul, Volume
dan Temperatur tetap). Distribusi Boltzman untuk ensembel NVT kanonik dalam
NAMD dihitung menggunakan persamaan Langevin
(3)
dimana m adalah massa, � kecepatan, � gaya, � jarak, � koefisien gesek. �b
konstanta boltzman, � temperatur dan (�) adalah proses acak Gaussian (Philips
2005).
Prinsip simulasi dinamika molekul adalah menjadikan perubahan koordinat
atom sebagai fungsi dari waktu dan menghitung pergerakan atom-atom yang ada
di dalam molekul. Yang dijadikan sebagai titik awal dari perhitungan ini adalah
struktur tunggal yang biasanya dijadikan sebagai struktur ekuilibrium yang
didapatkan setelah meminimalkan energi potensial. Kecepatan pergerakan atom
akan meningkat secara perlahan dari nol hingga mencapai nilai yang sesuai
dengan suhu tertentu. Suhu ini disebut sebagai suhu ekuilibrasi yang dibutuhkan
untuk memastikan sistem menuju ke suhu yang diinginkan (Levitt 1995)
Fungsi energi potensial yang mendasari simulasi dinamika molekul
merupakan penjumlahan antara energi potensial yang terjadi akibat interaksi
ikatan (bonded interaction) dengan energi potensial akibat interaksi non-ikatan
(nonbonded interaction). Interaksi ikatan pada ikatan kovalen berupa stretching,
bending, dan torsion dapat dijelaskan oleh hukum Hooke

U bonded 

K

bonds

b

(b  beq ) 2 

 K (  

angles

eq

)2 

 K  (1  cos(n   ))

(4)

torsions

Energi stretching dari semua ikatan kovalen dalam protein direpresentasikan
oleh suku penjumlahan pertama, dimana Kb adalah konstanta regangan
(stretching), b adalah panjang ikatan, beq adalah nilai keseimbangan panjang
ikatan. Energi bending direpresentasikan oleh suku penjumlahan kedua yang
dianalogikan mirip dengan parameter pada suku pertama. Suku ketiga
merepresentasikan potensial rotasi (Beckermen 2005). Sedangkan interaksi nonikatan berupa interaksi elektrostatik dan interaksi van der Waals dapat dimodelkan
menggunakan potensial Coulomb dan Lennard-Jones sebagai berikut :

7

U nonbonded

12
6

 r0   q i q j 
  r0 

      2   

r
r
r
4




i j  



0

 


(5)

Gaya Intramolekul
Dalam simulasi dinamika molekul, fungsi energi potensial diberikan oleh
medan gaya, yaitu fungsi yang mendefinisikan gaya-gaya yang bekerja pada suatu
atom individual pada keadaan energi rendah (kesetimbangan termal) (Ponder dan
Case 2003). Ada dua kelompok interaksi yang dapat memberikan pengaruh
terhadap energi potensial, yaitu interaksi internal dan eksternal. Interaksi internal
didefinisikan sebagai interaksi kovalen antar atom yang disebut sebagai interaksi
ikatan (bonded interaction), meliputi uluran ikatan (bonded streching) yaitu
interaksi kovalen antara dua atom pada jarak kesetimbangan tertentu, sudut ikatan
dan sudut dihedral. Pada simulasi dinamika molekul, ikatan kovalen didefinisikan
sebagai pegas dengan pergerakan harmonis (Becker 2001). Sedangkan interaksi
eksternal mengekspresikan interaksi non-ikatan. Interaksi non-ikatan
mempresentasikan interaksi fleksibel diantara pasangan atom atau partikel. Dua
jenis interaksi non-ikatan paling umum yang dapat mengakibatkan perubahan
energi potensial adalah interaksi elektrostatik (Potential Coulomb) dan interaksi
van der Waals (Potential Lennard Jones) (Becker et al. 2001).

3 METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data eksperimen hasil
Xray Diffraction berupa data koordinat lipase G. Zalihae yang dapat diunduh pada
Protein Data Bank (http://www.rscb.org/pdb/) (Berman et al. 2000) dengan kode
PDB 2DSN.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras dan
perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas komputer dengan spesifikasi RAM 8
GB, Quad Core Processor (Intel CoreI7), Graphic Card NVIDIA Ge Force GTX
760, dan sistem operasi LINUX Ubuntu versi 14.04. Perangkat lunak yang
digunakan untuk proses simulasi adalah Ambertools12, sedangkan untuk
preparasi menggunakan Ambertools12 dan analisa hasil simulasi dilakukan
menggunakan program VMD (Visual Molecular Dynamics Program) versi 1.9.2
(Humprey et al. 1996). Pengolahan data penelitian menggunakan program
CatDCD versi 4. VBA Ms. Excel 2013 digunakan untuk smoothing grafik, dan
Gimp versi 2.6.

8

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai bulan Juli
2016 di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengethaun Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tahapan Penelitian
Preparasi Sistem Simulasi
Struktur kristal Lipase G. Zalihae (Kode PDB : 2DSN) (Matsumura et al.
2007) yang digunakan pada simulasi diperoleh dari bank data Protein Data Bank
(PDB), (http://www.rscb.org/pdb/) (Berman et al. 2000). Penentuan struktur
kristal 2DSN dilakukan dengan metode sinar X dengan jumlah residu
penyusunnya 774 yang mana enzim lipase T1 memiliki 2 chain yaitu chain A dan
chain B yang masing-masing chain memiliki residu penyusun 387 dan terdapat 1
frame sebagai model konformasinya.
Solvasi model molekul menggunakan TIP3P sebagai molekul pelarut
(Jorgensen et al. 1983). Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah ; etanol,
methanol, dan air sebagai pembanding dengan menggunakan program
packmol.Pada tahap preparasi molekul, program yang digunakan adalah VMD.
Data 2DSN.pdb yang telah diunduh kemudian dihilangkan Na dan Cl. Kemudian
dilakukan pemisahan chain A dan chain B. Pada penelitian ini menggunakan
chain A yang berjumlah 387 residu asam amino.
Data 2DSN.pdb tersebut tidak memuat informasi spesifik bagaimana atom
bisa saling berinteraksi, sehingga dibutuhkan data agar dapat digunakan untuk
menerapkan medan gaya tertentu ke dalam sistem molekul. Medan gaya yang
digunakan untuk mendefinisikan energi potensial struktur kristal adalah ff12sb.
Tahap preparasi berikutnya adalah melarutkan molekul kedalam pelarut
(air,metanol,etanol) dalam kotak berukuran 10 Å x 10 Å x 10 Å sebagai wadah
pelarut molekul 2DSN. Jumlah molekul air yang ditambahkan pada kotak adalah
14658 molekul air, 4542 molekul etanol, dan 6514 molekul metanol.

Gambar 2 Representasi keadaan struktur awal enzim lipase T1 pada pelarut (a)
etanol (b) air (c) metanol

9

Kondisi Simulasi
Keseluruhan simulasi menggunakan parameter integrasi waktu (time step)
setiap 2 femto sekon (fs). Simulasi dilakukan dengan menggunakan metode
periodic boundary condition (PBC) untuk menghilangkan efek tegangan
permukaan dan untuk mencapai kondisi dengan kerapatan dan tekanan yang lebih
seragam (Allen 1989). Algoritma SHAKE dengan toleransi 10-5 diterapkan
kedalam sistem untuk mengekang seluruh ikatan yang mengandung atom
hidrogen (Ryckaert et al. 1977). Energi elektrostatik sistem dihitung secara
menyeluruh menggunakan metode particle mesh Ewald (PME) (Darden et al.
1993 dan Essmann et al. 1995) sedangkan Interaksi van der Waals dihitung
menggunakan potensial Lennard-Jones dengan cutoff masing-masing adalah 12 Å
(Bui et al. 2009). Untuk mengontrol tahapan minimisasi, pemanasan dan
production run dilakukan dengan menggunakan NVT ensemble (constant
number, volume and temperature) pada temperatur yang diinginkan dimana
sistem dikopling terhadap termostat velocity rescaling pada konstanta kopling 0,1
(Bussi et al. 2007). Untuk mengontrol tahapan ekuilibrasi dijaga pada NPT
Ensemble (constant number, pressure and temperature) oleh termostat NoseHoover (Martyna et al. 1994 dan Feller et al. 1995).
Minimisasi
Molekul yang telah disolvasi kemudian diminimisasi untuk menghindari
kontak van der Waals yang tidak sesuai (bad contact) dan untuk meminimalkan
efek-efek sterik yang berenergi tinggi. Setiap simulasi dimulai dengan minimisasi
selama 40 ps untuk membuat protein berada di energi terendahnya (keadaan
stabil) dengan menggunakan program sander.
Pemanasan dan Ekuilibrasi
Adapun proses pemanasan molekul yang telah diminimisasi menggunakan
perangkat lunak Ambertools12 dengan program pmemd yang dilakukan secara
bertahap selama 40 ps dengan suhu 300 K. Selanjutnya dilakukan ekuilibrasi yang
bertujuan untuk menahan protein stabil di dalam sistem simulasi. Ekuilibrasi
dilakukan dengan protokol Langevin selama 50 ps.
Production Run
Setelah molekul enzim terekuilibrasi dengan baik maka tahap selanjutnya
adalah tahap produksi (Production Run). Konstrain yang diterapkan pada proses
ekuilibrasi kemudian dihilangkan pada proses production run sehingga molekul
protein bebas bergerak. Production run dilakukan secara bertahap selama 10 ns
dengan temperatur 300 K pada pelarut air, metanol, dan etanol.
Analisis Simulasi Dinamika Molekul
Untuk menganalisis kestabilan dan fleksibilitas enzim serta mengevaluasi
proses simulasi yang telah dilakukan, sejumlah parameter dianalisis terhadap hasil
simulasi meliputi Root Mean Square Deviation (RMSD), Jari-Jari Girasi (Rg),
Root-mean-square fluctuation (RMSF), Solvent Accessible Surface Area (SASA),
analisis energi konformasi, dan analisis struktur sekunder.

10

Root-mean-square deviation (RMSD) adalah akar kuadrat rata-rata
penyimpangan koordinat atom dari posisi referensi. RMSD merupakan ukuran
perbedaan struktur protein selama proses simulasi terhadap struktur awal protein.
Hasil analisis RMSD tersebut akan di plot dalam bentuk grafik antara RMSD
terhadap waktu simulasi (Becker et al. 2001 dan Coutsias et al. 2004).
Analisis jari-jari girasi (radius of gyration) juga dapat digunakan untuk
menggambarkan kekompakan (compactness) serta kepadatan/ densitas molekul
protein. Nilai jari-jari girasi dihitung menggunakan fungsi posisi atom terhadap
pusat massa protein. Root-mean-square fluctuation (RMSF) adalah akar kuadrat
rata-rata fluktuasi koordinat atom terhadap struktur referensinya. RMSF
merupakan analisis fleksibilitas residu asam amino penyusun protein.
Solvent accessible surface area (SASA) merupakan luas permukaan
biomolekul (protein misalnya) yang dapat di akses oleh pelarut (Lee 1971). Nilai
SASA memberikan gambaran terhadap struktur tersier protein. Pada umumnya,
protein mengemas struktur tersiernya sedemikian rupa sehingga gugus-gugus
yang bersifat hidrofobik akan berada di bagian dalam sedangkan gugus-gugus
asam amino yang bersifat hidrofil akan terdapat di bagian luar. Ketika proses
simulasi termal berlangsung, kestabilan struktur tersier protein dan derajat
keeksposuran dapat diamati dengan melakukan perhitungan SASA.
Struktur sekunder protein tersusun atas interaksi lokal inter-residu yang
pada umumnya dimediasi oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder yang paling
umum adalah α-helix dan β-sheet. Analisis struktur sekunder dilakukan untuk
melihat kestabilan struktur sekunder selama proses simulasi berlangsung yang
dikarakterisasi dengan perubahan komposisi α-helix, β-sheet, turn dan coil.
Perhitungan struktur sekunder dilakukan dengan menggunakan plug-in yang
terdapat pada perangkat lunak VMD yang didasarkan atas algoritma (Frishman
1995).
Analisis energi konformasi merupakan energi total yang diperoleh dari
penjumlahan antara energi ikatan, energi sudut, energi dihedral, dan energi akibat
interaksi van der Waals antara atom-atom pada protein. Energi konformasi yang
tinggi menandakan suatu keadaan kurangnya stabilitas suatu protein.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian pada enzim atau protein termostabil dapat memberikan
pengetahuan baru tentang faktor-faktor yang menentukan stabilitas enzim,
maupun aplikasi praktis pada bidang industri. Pemahaman tentang faktor penentu
stabilitas suatu protein atau enzim dapat dijadikan sebagai acuan melakukan
penelitian secara in-vitro.
Root Mean Square Deviation (RMSD)
RMSD adalah jarak rata-rata antara konformasi dan struktur referensi dari
dua buah atom (Nuno 2010). RMSD juga dapat dikatakan sebagai simpangan
protein dari konformasi awalnya. Simulasi yang dilakukan pada temperatur 300 K
untuk enzim lipase T1 pada pelarut metanol memiliki nilai rata-rata RMSD paling

11

tinggi dibanding pada pelarut air dan etanol yaitu sebesar 1.1387Å dengan nilai
RMSD awal sebesar 0.8956Å (Gambar 3).

Gambar 3 Root Mean Square Deviation (RMSD) selama simulasi pada suhu
300K selama 10 ns. Biru (air), merah (etanol), hijau (metanol).
Nilai RMSD pada pelarut air, metanol, dan etanol cukup konstan dan tidak
mengalami peningkatan nilai yang signifikan. Adanya perbedaan pelarut pada
sistem tersebut tidak mempengaruhi kestabilan protein. Pada pelarut metanol
terjadi peningkatan nilai RMSD pada rentang waktu 8 hingga 9 ns yang
mengindikasikan enzim cukup aktif bergerak dan tidak kaku dalam pelarut
metanol. Enzim dikatakan rusak dari struktur awalnya jika nilai RMSD diatas 7
hingga 9 Å.
Pada gambar 3 dapat dilihat pada waktu 5 ns gerakan molekul didalam air
relatif lebih rendah dari pada dalam pelarut etanol dan metanol. Namun setelah
itu, pergerakan molekul dalam etanol relatif sama dengan pergerakan molekul
didalam air. Pergerakan molekul hingga waktu 10 ns dalam pelarut metanol lebih
tinggi dibandingkan pergerakan molekul dalam pelarut air dan etanol. Dinamika
RMSD dalam pelarut metanol lebih tinggi daripada di air dan etanol, diduga
karena polaritas relatif metanol (0.762) lebih dekat dengan polaritas air (1)
dibandingkan dengan polaritas relatif etanol (0.654). Enzim Lipase T1 pada
pelarut metanol diduga memiliki residu hidrofilik dan hidrofobik yang membuat
enzim tetap bergerak. Gerakan tinggi pelarut etanol pada 5 ns diduga karena
gerakan residu kutub pada permukaan ditekan saat bertemu pelarut non-polar.
Jari-jari Girasi (Rg)
Kekompakan protein sering ditinjau dari nilai jari-jari girasi dan RMSD.
Jari-jari girasi merupakan simpangan atom penyusun protein dari pusat massanya
(Kania 2014). Pada grafik dibawah ini (Gambar 4) menampilkan data jari-jari
girasi yang diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame. Nilai jarijari girasi pada pelarut air, metanol, dan etanol cukup konstan dan tidak
mengalami peningkatan nilai yang signifikan. Hal ini mengindikasikan
bahwasannya struktur enzim lipase T1 cukup kompak dalam ketiga pelarut. Enzim
lipase T1 mengalami penurunan ketika berada dalam pelarut etanol dibanding
ketika berada dalam air dan metanol. Penurunan ini menunjukkan bahwa struktur
ini lebih kaku dibandingkan dengan struktur dalam air atau metanol. Radius girasi

12

tidak begitu berbeda ketika enzim lipase T1 berada dalam metanol dan air seperti
yang terlihat pada gambar 4.

Gambar 4 Jari-jari girasi hasil simulasi pada suhu 300 K selama 10 ns. Biru (air),
merah (etanol), hijau (metanol).
Energi Konformasi
Energi konformasi adalah energi yang dibutuhkan protein untuk mengubah
konformasinya. Energi konformasi ini meliputi energi ikatan, sudut ikatan dan
sudut dihedral, serta interaksi eksternal yaitu non-kovalen dan non-ikatan. Jenis
interaksi non-ikatan adalah interaksi elektrostatik dan interaksi van der Waals
(Jellyta 2014). Pada gambar dibawah ini (Gambar 5) menampilkan energi
konformasi enzim lipase pada pelarut air, metanol, dan etanol yang sudah
diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame. Sepanjang simulasi,
protein mengalami perubahan konformasi sehingga membutuhkan sejumlah
energi. Nilai rata-rata energi konformasi pada pelarut air, metanol, dan etanol
adalah 54.93918 Å, 56.97616 Å, 56.32182 Å. Nilai rata-rata energi konformasi
terbesar adalah saat enzim Lipase T1 berada pada pelarut metanol. Energi yang
besar mengalami perubahan konformasi juga besar.

Gambar 5 Energi konformasi selama simulasi pada suhu 300 K selama 10 ns.
Biru (air), merah (etanol), hijau (metanol).

13

Solvent Accessible Surface Area (SASA)
Analisis SASA dapat digunakan untuk menghitung luas area permukaan
protein yang dapat dimasuki oleh molekul pelarut. Dalam penelitian ini molekul
pelarut yang digunakan adalah air, metanol, dan etanol. Semakin besar nilai
SASA menunjukkan semakin besar molekul protein berekspansi. Peningkatan
nilai SASA total ini karena sebagian struktur protein menjadi terbuka sehingga
permukaan protein dapat dimasuki molekul pelarut. Grafik pada Gambar 6
diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame.
Pada simulasi 4 ns, SASA total molekul lipase T1 dalam pelarut metanol
lebih tinggi daripada dalam pelarut air dan etanol. Setelah waktu 4 ns hingga akhir
simulasi, SASA total dalam pelarut metanol dan air relatif seimbang yang
ditunjukkan pada gambar 6 (c). Hasil yang berbeda dari SASA total ditunjukkan
pada gambar 6 (c) ketika molekul dalam pelarut etanol. Nilai SASA total pada
pelarut etanol cenderung menurun dan lebih rendah dibanding dalam pelarut air
dan metanol seperti yang terlihat pada gambar 6 (c). Nilai rata-rata SASA total
tertinggi pada saat molekul dalam pelarut metanol sebesar 16600 Å2, Nilai SASA
total dalam air sebesar 16343 Å2 , dan dalam pelarut etanol sebesar 16185 Å2.
Nilai rata-rata SASA total tertinggi ketika dilarutkan dalam metanol disebabkan
oleh nilai SASA non-polar paling tinggi ketika berada dalam pelarut metanol
dibandingkan pelarut air dan etanol seperti yang terlihat pada gambar 6 (a). Nilai
rata-rata SASA non-polar masing-masing adalah 5264 Å2, 5112 Å2 dan 4729 Å2
dalam metanol, etanol dan air. Perhitungan SASA polar untuk lipase T1 ketika
dalam metanol diperoleh nilai rata-rata yaitu sebesar 11336 Å2, sementara nilai
rata-rata SASA polar dalam air adalah 11614 Å2 dan dalam etanol adalah 11074
Å2 yang ditunjukkan pada gambar 6 (b). Hasil analisis SASA sesuai dengan data
RMSD pada gambar 3, dimana dinamika enzim lipase T1 yang lebih tinggi dalam
pelarut metanol karena adanya dinamika gerakan residu non-polar dan memiliki
gerakan residu polar yang cukup stabil. Penurunan nilai RMSD enzim lipase T1
ketika dalam pelarut etanol ditunjukkan pada gambar 3, diduga bahwa pada SASA
polar terjadi penyusutan nilai SASA dan pada SASA non polar tidak banyak
berubah setelah 4 ns. Peningkatan yang tinggi pada analisis SASA polar dalam
pelarut air serta nilai SASA yang tinggi pada pelarut non polar yaitu metanol
menandakan bahwasannya sistem berjalan dengan baik.

14

(a)

(b)

(c)
Gambar 6 Nilai SASA (a) non-polar (b) polar (c) total selama simulasi pada suhu
300 K selama 10 ns. Biru (air), merah (etanol), hijau (metanol).
Root-mean-square fluctuation (RMSF)
RMSF adalah simpangan rata-rata masing-masing residu selama simulasi
dinamika molekul dari konformasi awalnya. Nilai RMSF menggambarkan
fleksibilitas pergerakan residu tersebut. Residu yang memiliki nilai RMSF tinggi
memiliki arti bahwa residu tersebut terus berfluktuasi selama simulasi. Sedangkan
residu yang memiliki nilai RMSF rendah artinya residu tersebut kaku (rigid) (Nya
2015).

15

Gambar 7 Nilai RMSF selama simulasi pada suhu 300 K selama 10 ns. Biru (air),
merah (etanol), hijau (metanol).
Parameter RMSF dari gambar 7 terlihat bahwa simulasi pada pelarut air,
metanol, dan etanol nilai RMSF tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Pola yang diperlihatkan juga cenderung sama pada ketiga variasi pelarut. Ini
menandakan bahwa protein masih cenderung stabil, walaupun ada beberapa
puncak yang muncul menjelaskan bahwa residu fleksibel dalam pelarut, tetapi
jumlahnya tidak terlalu banyak. Sedangkan pada pelarut air dan metanol nilai
RMSF meningkat cukup signifikan dan pola nilainya juga sedikit berbeda
dibandingkan pada pelarut etanol. Dari grafik dapat dilihat bahwa residu-residu
yang semula rigid menjadi fleksibel, yang ditandai oleh banyaknya puncak yang
muncul.
Pada grafik RMSF, puncak tertinggi dari residu asam amino menunjukkan
fleksibilitas residu. Residu asam amino dalam pelarut air dan metanol
menunjukkan fleksibilitas yang lebih tinggi daripada dalam pelarut etanol
(Gambar 7). Residu Thr74, Thr93, Gly104, Ser201, Arg230, dan Ser333 adalah
residu polar, yang terletak di permukaan dan memiliki fleksibilitas yang lebih
tinggi saat berada dalam pelarut air dibanding dalam pelarut metanol dan etanol.
Namun, ada dua residu hidrofobik Pro217 dan Val294 yang memiliki fleksibilitas
tinggi dalam pelarut air dibanding dalam pelarut metanol dan etanol. Residu
Pro217 adalah residu hidrofobik tapi posisinya berada diantara 3 residu polar,
sehingga nilai RMSF menjadi lebih tinggi dalam pelarut air dibanding dalam
pelarut metanol dan etanol. Residu hidrofobik Val294 terletak pada helix ke 9
yang berdekatan dengan pusat tutupnya aktif dan posisi Val294 didorong oleh
residu Arg179 yang merupakan residu polar. Hasil RMSF menunjukkan bahwa
fluktuasi asam amino dalam pelarut etanol umumnya lebih kaku daripada dalam
pelarut air dan metanol serta lebih fleksibel pada pelarut metanol dan air (Gambar
7).
Interaksi Elektrostatik/ Jembatan Garam
Interaksi elektrostatik yang sering disebut sebagai interaksi pasangan ion
(ion pairs interaction) (Vieille 2001) atau jembatan garam (salt bridge)
merupakan interaksi antara residu-residu asam amino bermuatan. Penelitian
mengenai pentingnya interaksi elektrostatik pertama kali dilaporkan oleh Perutz

16

(1978) yang menyatakan bahwa interaksi ini memiliki kontribusi signifikan untuk
menstabilkan protein.
Pada hasil simulasi terdapat 19 pasangan jembatan garam pada temperatur
300 K selama 10 ns pada simulasi dengan masing-masing pelarut dan terdapat 14
pasangan jembatan garam yang muncul pada ketiga pelarut. Selanjutnya jembatan
garam diplot antara jarak (Å) dengan waktu (ns). Pada simulasi yang telah
dilakukan terdapat 8 pasangan jembatan garam yang statis yaitu Asp166-Lys329,
Asp178-Lys229, Asp36-Arg21, Asp76-Arg89, Glu23-Lys207, Glu284-Arg271,
Glu360-Arg271, Glu38-Arg21 (lampiran 6). Pasangan jembatan garam ini
mengindikasikan bahwa enzim Lipase T1 stabil dalam semua pelarut ini
menunjukkan saltbridge terikat kuat baik dalam air, etanol, dan metanol dapat
dikatakan 8 pasang jembatan garam ini sebagai penstabil struktur. Pada simulasi
terdapat 6 pasangan jembatan garam yang memiliki dinamika yaitu Asp205Arg92, Asp209-Arg92, Glu132-Lys84, Glu149-Arg134, Glu250-Arg330
(lampiran 6). Pada grafik dapat dilihat bahwasannya terjadi dinamika enzim
Lipase T1 pada pelarut air,etanol, dan metanol ini berarti saltbridge bersifat
fluktuatif sehingga membuat struktur enzim menjadi lebih dinamis.
Pada simulasi yang telah dilakukan terdapat 3 pasangan saltbridge yang
muncul pada pelarut air yaitu Asp43-Arg373, Glu381-Arg4, dan Glu100-Arg47, 2
saltbridge pada pelarut etanol yaitu Asp36-Lys28 dan Glu360-Arg34, serta 2
saltbridge yang muncul pada pelarut metanol yaitu Asp371-Arg34 dan Glu149Lys138 (lampiran 7). Selain itu juga terdapat 4 pasangan saltbridge yang
berperan dalam meningkatkan kekakuan struktur konformasi dari enzim Lipase T1
pada pelarut etanol dan metanol yaitu pasangan Glu132-Lys84, Glu149-Arg134,
Asp205-Arg92, dan Glu250-Arg330 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 8 Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Glu132-Lys84.
Biru (air), merah (etanol), hijau (metanol).

17

(a)

(b)

(c)
Gambar 9 Posisi residu Glu132-Lys84 pada pelarut (a) etanol (b) metanol (c) air.
Residu Glu132 ditampilkan dalam warna biru dan Lys84 warna merah.

18

Pasangan jembatan garam Glu132-Lys84 seperti yang terlihat pada
gambar 8 pasangan jembatan garam terlihat stabil dalam pelarut etanol dan
metanol. Pasangan jembatan garam ini menjauh saat waktu 2 ns hingga 4 ns
dalam pelarut etanol tetapi muncul lagi hingga akhir simulasi. Ini menunjukkan
bahwa jembatan garam ini kuat dan berperan penting terhadap stabilitas enzim
lipase T1 dalam etanol dan metanol. Hal ini dapat dilihat gada gambar 9 posisi
residu Glu132-Lys84 pada pelarut etanol dan metanol posisinya berdekatan
daripada saat berada didalam air. Hal ini menjelaskan bahwasannya pasangan
jembatan garam Glu132-Lys84 pada pelarut etanol dan metanol lebih terikat kuat
daripada saat berada dalam air.
Glu149-Arg134 merupakan pasangan jembatan garam yang cukup memiliki
dinamika sejak awal simulasi hingga akhir simulasi pada pelarut air yang
ditunjukkan pada gambar 10. Jembatan garam ini juga memiliki jarak ikatan
cukup lemah dalam etanol namun cukup kuat setelah 6 ns, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 10. Ketika molekul ini berada dalam pelarut metanol,
pasangan jembatan garam ini memiliki energi sekitar -40 kJ / mol sejak awal
simulasi sampai 8ns. Pasangan jembatan garam ini memiliki karakteristik yang
sama ketika berada dalam etanol, seperti yang ditunjukkan pada gambar 10. Ini
menunjukkan bahwa pasangan jembatan garam ini cukup kuat untuk membuat
struktur molekul stabil dalam metanol dan bahkan lebih kaku dalam etanol.
Pada gambar 11 menunjukkan posisi residu Glu149-Lys134 pada pelarut
etanol dan metanol posisinya berdekatan dibandingkan pada saat berada didalam
air. Hal ini menjelaskan bahwasannya pasangan jembatan garam Glu149-Lys134
pada pelarut etanol dan metanol lebih terikat kuat daripada saat berada dalam air
terlihat pada gambar 10, pada grafik dapat dilihat pada pelarut air residu memiliki
banyak dinamika daripada saat berada pada pelarut metanol dan etanol.

Gambar 10 Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Glu149-Arg134.
Biru (air), merah (etanol), hijau (metanol).

19

(a)

(b)

(c)
Gambar 11 Posisi residu Glu149-Arg134 pada pelarut (a) etanol (b) metanol (c)
air. Glu149 ditampilkan dalam warna biru dan Arg134 warna merah.

20

Pasangan jembatan garam Asp205-Arg92 memiliki energi yang kuat
untuk mengikat dalam pelarut etanol dan metanol dan juga menunjukkan energi
yang lemah setelah rusak pada waktu di 1,6 ns dalam pelarut air seperti yang
terlihat pada gambar 12. Ini menunjukkan bahwa jembatan garam ini sangat kuat
untuk membuat struktur lebih kaku dalam etanol dan metanol.
Pada gambar 13 menjelaskan bahwa pasangan residu Asp205-Arg92 saat
berada dalam pelarut etanol dan metanol residu stabil dan terikat kuat. Hal ini
dapat dilihat dari posisi residu yang berada berdekatan pada pelarut etanol dan
metanol dibandingkan pada saat didalam air. Posisi residu Asp205-Arg92 saat
didalam air setelah 2ns terjadi dinamika (gambar 12) serta letaknya yang
berjauhan menandakan bahwasannya ikatan antara kedua residu cukup lemah
(gambar 13) .

Gambar 12 Grafik energi elektrostatik pasangan jembatan garam Asp205-Arg92.
Biru (air), me