Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana, Taman Nasional Gunung Ciremai

(1)

ARIZKA MUFIDA

PERENCANAAN JALUR INTERPRETASI BIRDWATCHING DI

RESORT CIGUGUR DAN RESORT JALAKSANA

TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana Taman Nasional Gunung Ciremai adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Arizka Mufida NIM E34100100


(4)

ARIZKA MUFIDA. Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana Taman Nasional Gunung Ciremai. Dibimbing oleh E.K.S HARINI MUNTASIB dan YENI ARYATI MULYANI.

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) memiliki berbagai potensi daya tarik wisata yang layak untuk dikembangkan, salah satunya adalah keanekaragaman burung yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata minat khusus birdwatching. Agar kegiatan birdwatching memberikan manfaat lebih bagi konservasi di TNGC , maka perlu dilakukan interpretasi, karena interpretasi dapat menjembatani objek dengan pengunjung. Salah satu aspek penting dalam interpretasi adalah adanya jalur interpretasi. Perencanaan jalur interpretasi birdwatching dilakukan di Resort Cigugur dan Jalaksana. Penelitian mencatat 91 jenis burung dari 28 suku, namun 27 jenis yang potensial untuk dikembangkan sebagai objek birdwatching. Dari 12 jalur yang ada, terdapat 5 jalur yang potensial untuk dikembangkan sebagai yaitu jalur Bumi Perkemahan (Buper) Palutungan, Jalur Buper Palutungan-Perbatasan Resort Darma, Buper Ipukan dan Jalur Buper Ipukan-Blok Cigowong. Perencanaan jalur interpretasi birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana disusun berdasarkan potensi dan kondisi jalur serta keinginan pengunjung.

Kata kunci: birdwatching, jalur interpretasi, taman nasional Gunung Ciremai

ABSTRACT

ARIZKA MUFIDA. Birdwatching Interpretive Trail Planning in Cigugur Resort and Jalaksana Resort Gunung Ciremai National Park. Supervised by E.K.S HARINI MUNTASIB and YENI ARYATI MULYANI.

Gunung Ciremai National Park has many potential tourist attraction that deserves to be developed, one of which is diversity of birds that can be developed as a birdwatching tourism. In order to make birdwatching activity more beneficial for conservation of TNGC an interpretation program is needed, because interpretation can connect object and visitor. One important aspect in interpretation is the interpretive trail. Birdwatching interpretive trail planning in Cigugur Resort and Jalaksana Resort had been conducted from February until March 2014. The research had recorded 91 species of birds from 28 families and twelve trails, but only 27 species and five tracks were considered as potential to be developed as objects and the trail interpretive for birdwatching. The potential trails were Palutungan Camping Ground, Palutungan Camping Ground-Darma Resort boundary, Ipukan Camping Ground and Ipukan Camping Ground-Cigowong Block.

Keywords: birdwatching, Gunung Ciremai national park, interpretive trail


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

ARIZKA MUFIDA

PERENCANAAN JALUR INTERPRETASI BIRDWATCHING DI

RESORT CIGUGUR DAN RESORT JALAKSANA

TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

Cigugur dan Resort Jalaksana, Taman Nasional Gunung Ciremai

Nama : Arizka Mufida

NIM : E34100100

Disetujui oleh

Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS Pembimbing I

Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen


(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2014 ini adalah interpretasi, dengan judul Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana, Taman Nasional Gunung Ciremai.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof Dr E.K.S Harini Muntasib, MS dan Ibu Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada seluruh pegawai Balai Taman Nasional Gunung Ciremai terutama Mbak Nisa, Pak Rahmat, Pak Mufti, Pak Iing, Pak Jawil dan Pak Zaini R serta keluarga besar Himakova dan KSHE 47 (Nepenthes rafflesiana), Felisia, Rizqiah Megawati, Adinda, Eka Dana, Bangkit, Ade Surahman, Fahmi, Lupi, Dyah Ayu PP, Teguh Pradityo dan pihak lain yang telah membantu serta memberikan dukungan dalam penyelesaian studi ini. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Mamah dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014 Arizka Mufida


(9)

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Subyek 2

Tahap Pengumpulan Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kekayaan Jenis Burung 5

Keinginan dan Harapan Pengunjung 7

Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort

Jalakasana 11

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 19


(10)

1 Karakteristik Pengunjung dan Hasil Kuesioner. 7

2 Kondisi dan potensi seluruh jalur pengamatan. 8

3 Jenis burung potensial beserta sebarannya di seluruh jalur 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Kekayaan jenis burung di seluruh jalur pengamatan. 5 3 Sebaran temporal burung pada seluruh jalur pengamatan. 7 4 Contoh papan interpretasi Burungmadu dan Pijantung. 15 5 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas

pendukung di Jalur 1, 2, 3 dan 4. 16

6 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas

pendukung di Jalur 5 dan 6. 16

7 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas

pendukung di Jalur 7. 17

8 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas

pendukung di Jalur 8, 9 d 10. 17

9 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas

pendukung di Jalur 11 dan 12. 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur 21 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta

deskripsinya 30

3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Jawa Barat, merupakan taman nasional baru di Indonesia yang berdiri pada 14 Oktober 2004. Hasil penelitian Muslih (2011) menunjukkan bahwa kawasan TNGC memiliki daya tarik wisata, baik fisik dan biologis yang tinggi, namun belum dikembangkan dengan baik. Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, TNGC memiliki potensi keanekaragaman burung yang tinggi (Dewi 2006, Surahman 2010, Maulana 2013).

Pentingnya kawasan TNGC sebagai kawasan konservasi burung diakui oleh BirdLife International yang menetapkan TNGC sebagai daerah penting bagi burung atau Important Bird Area (IBA) (JID24) sekaligus daerah burung endemik atau Endemic Bird Area (EBA) (DBE160) (Rombang & Rudyanto 1999, Burung Indonesia 2009). Mengingat potensi burung yang dimiliki oleh TNGC, maka wisata birdwatching atau wisata pengamatan burung merupakan kegiatan yang potensial untuk dikembangkan. Aktivitas yang dapat dilakukan selama kegiatan wisata birdwatching antara lain mengamati burung serta tingkah lakunya (Mulyani dan Pakpahan 1993).

Wisata birdwatching yang disertai dengan interpretasi dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran pengunjung akan pentingnya melestarikan sumber daya alam. Hal ini karena interpretasi dapat menjembatani objek dengan pengunjung. Namun, perencanaan interpretasi belum terdapat dalam kawasan ini. Perencanaan interpretasi perlu mempersiapkan perencanaan satuan. Salah satu bagian dari perencanaan satuan adalah perencanaan jalur interpretasi yang dibuat untuk melengkapi lokasi interpretasi. Salah satu syarat jalur interpretasi yang baik adalah mengarahkan pengunjung kepada objek. Untuk mengembangkan suatu tempat sebagai lokasi kegiatan birdwatching, terlebih dahulu harus diketahui potensi dari tempat tersebut, misalnya potensi keanekaragaman jenis, peluang dijumpainya jenis-jenis tertentu, penyebaran burung secara temporal, spasial dan jenis burung langka maupun dilindungi.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan jalur interpretasi birdwatching. Jalur tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta terhadap burung sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun perencanaan jalur interpretasi birdwatching di Taman Nasional Gunung Ciremai. Tujuan penelitian secara terperinci yaitu:

1. Mengidentifikasi jenis-jenis burung yang potensial sebagai objek wisata birdwatching dan sebarannya di TNGC

2. Menganalisis keinginan dan harapan pengunjung pada wisata birdwatching di TNGC


(12)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengembangkan wisata birdwatching di TNGC bagi pihak pengelola TNGC secara berkelanjutan

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Resort Jalaksana dan Resort Cigugur, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Kuningan, TNGC (Gambar 1). Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas tersedianya informasi dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Dewi (2006), Surahman (2010) dan Maulana (2013). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret 2014.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Alat dan Subyek

Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian antara lain alat tulis, kamera digital (Olympus TG-810 dan Nikon Coolpix), GPS (Global Positioning System)


(13)

Garmin 7, Software ArcGis 9.3, Software CorelDRAW X5, peta kerja dan zonasi TNGC, binokuler, literatur, buku panduan lapang burung, tally sheet pengamatan dan laptop. Subyek penelitian adalah pengelola TNGC, masyarakat sekitar kawasan, pengunjung dan anggota pemerhati burung.

Tahap Pengumpulan Data Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah jenis dan sebaran burung sebagai dasar penentuan lokasi penelitian. Pustaka terdiri dari artikel dalam jurnal, skripsi, tesis, dan laporan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh pihak TNGC.

Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah dibuat dan menggunakan prosedur tanya jawab (Sevilla et al. 1993). Wawancara ditujukan kepada:

1. Masyarakat Mitra TNGC dan mantan pemburu di sekitar Resort Cigugur dan Resort Jalaksana

Wawancara ditujukan kepada salah satu masyarakat mitra TNGC, dua pegawai di Resort Cigugur dan dua pegawai di Resort Jalaksana untuk mendapatkan informasi tentang jenis burung beserta penyebarannya di TNGC. 2. Pengelola Resort Cigugur dan Resort Jalaksana

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan pengembangan wisata yang telah dilakukan, sedang, atau yang akan direncanakan. Berdasarkan data tersebut, dapat direncanakan jalur interpretasi birdwatching yang akan dikembangkan. Berdasarkan wawancara ini diketahui bahwa Resort Cigugur dan Resort Jalaksana sesuai untuk dijadikan lokasi wisata birdwatching. 3. Pengunjung di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana

Informasi didapatkan dari kuesioner tertutup untuk mendapatkan preferensi pengunjung terhadap jenis burung yang menarik untuk dijadikan objek birdwatching. Jumlah sampel responden didapatkan dengan rumus Slovin (1990) yang diacu dalam Sevilla et al. (1993) :

Keterangan: n = ukuran sampel

N = jumlah pengunjung tahun 2013 (88.000 orang) e = nilai kritis (10%)

Berdasarkan penghitungan diperoleh jumlah responden minimal 99,88 ≈

100 orang, namun dalam penelitian ini diambil 114 orang responden, karena penelitian dilakukan pada masa libur sekolah dengan jumlah pengunjung dua kali dari hari biasanya yaitu sebanyak 400 orang setiap harinya. Responden dibagi menjadi dua kelas umur yaitu 16-23 tahun sebanyak 78 orang dan kelas sumur ≥ 23 tahun sebanyak 36 orang. Untuk mendapatkan data demand potential atau pengunjung potensial dilakukan survey kepada pengamat atau pemerhati burung sebanyak 30 orang. Menurut Koentjaraningrat (1993), jika total populasi tidak diketahui, jumlah sampel sebanyak 30 orang telah mewakili suatu populasi.


(14)

Pengamatan Lapang

Berdasarkan telaah pustaka, di TNGC telah tercatat 136 jenis burung (Dewi 2006, Surahman 2010, Maulana 2013). Jumlah dan jenis burung tersebut digunakan sebagai dasar penentuan lokasi dan waktu pengamatan, yaitu Resort Cigugur dan Resort Jalaksana dengan waktu pengamatan pagi (06.00-09.00 WIB) dan sore (15.00-17.00 WIB). Dari kedua resort yang dipilih, kemudian dibagi menjadi dua belas lokasi, sehingga menghasilkan dua belas jalur pengamatan. Jalur 1 (Buper Palutungan, Resort Cigugur), Jalur 2 (Buper Palutungan, Resort Cigugur- Perbatasan Resort Darma), Jalur 3 (Buper Palutungan-Curug Mangkok Resort Cigugur), Jalur 4 (Buper Palutungan-Blok Lempong Balong, Resort Cigugur), Jalur 5 (Buper Ipukan, Resort Cigugur), Jalur 6 (Blok Gupitan, Resort Cigugur), Jalur 7 (Buper Balong Dalem, Resort Jalaksana), Jalur 8 (Lembah Cilengkrang, Resort Jalaksana), Jalur 9 (Curug Mangkok, Resort Cigugur), Jalur 10 (Curug Putri, Resort Cigugur), Jalur 11 Buper Ipukan-Blok Cigowong, Resort Cigugur) dan terakhir Jalur 12 (Blok Cigowong-Blok Kuta, Resort Cigugur).

Pengamatan burung dilakukan dengan cara menelusuri setiap jalur dan mencatat jenis burung yang dijumpai, jumlah, aktivitas, habitat yang digunakan oleh burung serta waktu perjumpaan dengan burung. Jalur yang dilalui direkam dan titik penemuan burung ditandai dengan GPS. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali pada masing-masing jalur. Pada pagi pukul 06.00-09.00 WIB dan sore pukul 15.00-17.00 WIB. Untuk melihat tingkat kemudahan perjumpaan dengan jenis burung, dihitung frekuensi perjumpaan jenis burung pada setiap jalur pengamatan, dengan anggapan bahwa semakin tinggi frekuensi perjumpaan maka tingkat kemudahan perjumpaan juga semakin tinggi

Tahap Sintesis Data

Kegiatan yang dilakukan pada tahap sintesis data berupa:

a. Menentukan jenis-jenis burung yang potensial sebagai objek interpretasi (berdasarkan frekuensi perjumpaan, status konservasi, endemisitas dan ketertarikan pengunjung).

b. Menentukan jalur yang potensial sebagai jalur wisata birdwatching berdasarkan frekuensi perjumpaan burung, objek lain (air terjun, danau, arboretum) dan kondisi jalur secara umum.

d. Perencanaan jalur interpretasi dengan menggunakan software ArcGIS 9.3 untuk membuat peta dan software CorelDRAW X5 untuk mendesain papan nama dan papan interpretasi.

Tahap Perencanaan Interpretasi

Perencanaan interpretasi diperoleh dari hasil analisis dan sintesis yang merujuk pada proses perencanaan interpretasi oleh Sharpe (1982) dan Veverka (1998), berupa:

a. Menentukan jalur dengan mempertimbangkan kondisi fisik calon jalur dan bentuk jalur yang akan digunakan.


(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Jenis Burung di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana Berdasarkan hasil penelitian tercatat 91 jenis burung dari 28 suku pada sebelas jalur pengamatan (Gambar 2). Jenis burung paling banyak ditemukan di jalur 11 sebanyak 45 jenis. Suku yang mendominasi di jalur ini adalah Timaliidae, Columbidae dan Muscicapidae, contohnya Tepus Pipi-perak (Malacocincla sepiarium), Walik Kepala-ungu (Ptilinopus porphyreus) dan Sikatan Cacing (Cyornis banyumas). Jenis burung paling sedikit ada di jalur 9. Pada jalur ini tercatat sebanyak empat jenis burung dari empat suku yang berbeda yaitu, Meninting Kecil (Enicurus velatus) suku Turdidae, Sikatan Cacing suku Muscicapidae, Elang Hitam (Ictinaetus malayensis) suku Accipitridae dan Walet Linchi (Collocalia linchi) suku Apodidae.

Gambar 2 Kekayaan jenis burung di seluruh jalur pengamatan.

Penelitian Dewi (2006) yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2006 mencatat 78 jenis burung dari 26 suku di Resort Jalaksana. Penelitian Surahman (2010) pada Januari-Februari 2010 mencatat 68 jenis burung dari 27 suku di Resort Darma, Jalaksana dan Mandirancan. Penelitian Maulana (2013) pada bulan Juli 2013 mencatat 88 jenis burung dari 33 suku di Resort Cigugur. Sedangkan dalam penelitian ini yang dilakukan pada bulan Februari-Maret 2014 di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana mencatat sebanyak 91 jenis burung dari 28 suku. Terdapat 23 jenis burung dari 16 suku yang selalu tercatat dalam setiap pengamatan. Jenis baru yang ditemukan dalam penelitian ini dan tidak ditemukan dalam penelitian sebelumnya sebanyak 13 jenis dari 8 suku. Sedangkan jenis yang tercatat dalam penelitian sebelumnya dan tidak tercatat dalam penelitian ini sebanyak 60 jenis dari 30 suku.

Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan keanekaragaman jenis burung pada suatu tempat adalah daya adaptasi burung terhadap kehadiran manusia dan kebutuhan hidupnya (Sawitri dan Iskandar 2012). Selain itu, keanekaragaman

21 20 12

16 19 19 7 20 4 14 20 10 35 27 17 33

30 29

10 25 4 20 45 12 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Suku Jumlah jenis burung Ju m lah Je n is Jalur


(16)

vegetasi yang ada di setiap resort juga mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Keanekaragaman jenis burung yang terdapat pada suatu kawasan diantaranya dipengaruhi oleh struktur dan kekayaan jenis vegetasi (Fachrul 2007). Perbedaan waktu pengamatan juga mempengaruhi jumlah jenis burung yang dijumpai, khususnya jenis burung migran seperti Sikepmadu Asia yang hanya dijumpai dalam penelitian ini (Februari-Maret). Sikepmadu Asia merupakan jenis burung migran/ pengunjung musim dingin di seluruh Sunda Besar sampai ketinggian 1.200 m dpl (MacKinnon et al. 2010). Raptor migrant melakukan migrasi sebanyak dua kali dalam satu tahun yaitu ketika autumn migration dimulai pada bulan September dari wintering area (Asia tenggara) ke breeding area (China dan benua Asia) dan spring migration dimulai bulan Februari dari breeding area ke wintering area (Yamazaki T et al. 2012).

Faktor lain yang mempengaruhi adalah metode pengamatan yang digunakan. Penelitian Dewi (2006) yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2006 dengan menggunakan metode Daftar Dua Puluh Jenis MacKinnon mencatat 78 jenis burung dari 26 suku di Resort Jalaksana. Penelitian Surahman (2010) dengan metode Daftar Dua Puluh Jenis MacKinnon dan Point Count’s pada tanggal 2 Januari-27 Februari 2010 mencatat 68 jenis burung dari 27 suku di Resort Darma, Jalaksana dan Mandirancan. Penelitian Maulana (2013) pada tanggal 2-19 Juli 2013 dengan metode Point Count’s mencatat 88 jenis burung dari 33 suku di Resort Cigugur. Hanya terdapat 23 jenis burung dari 16 suku yang selalu tercatat sejak pengamatan tahun 2006 sampai sekarang. Sedangkan jenis baru yang ditemukan dalam penelitian ini dan tidak ditemukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya ada 13 jenis dari 8 suku.

Jenis burung yang selalu dijumpai dalam setiap pengamatan merupakan burung resident atau burung yang telah menetap di kawasan TNGC. Keberadaan ke 23 jenis burung tersebut dapat dijadikan indikator kesesuaian ekosistem TNGC sebagai habitat burung-burung tersebut.

Frekuensi, Sebaran Temporal dan Sebaran Spasial Jenis Burung di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana

Semakin tinggi frekuensi suatu jenis burung, maka semakin tinggi pula peluang untuk melihat jenis burung tersebut. Jenis-jenis burung yang memiki sebaran cukup tinggi dan selalu ditemui pada dua belas jalur pengamatan ada enam belas jenis. Jenis-jenis tersebut beserta total frekuensinya secara berturut-turut adalah Cucak Kutilang (4.96), Kacamata Biasa (3.49), Srigunting Kelabu (3.36), Wiwik Uncuing (2.58), Sikatan Cacing (2.58), Gelatikbatu Kelabu (2.46), Serindit Jawa (2.30), Cingcoang Coklat (2.29), Walet Linci (1.94), Bondol Jawa (1.92), Elang Hitam (1.83), Bentet Kelabu (1.80), Cicakoreng Jawa (1.32), Burunggereja Erasia (1.30), Takur Ungkut-ungkut (1.21) dan Tesia Jawa (1.19). Perbedaan sebaran spasial jenis-jenis burung dipengaruhi oleh habitatnya (Marone 1991).

Secara umum jumlah jenis burung lebih banyak dijumpai pada pukul 06.00-09.00 WIB di seluruh jalur pengamatan. Menurut Bibby et al. (2000) puncak aktivitas burung terjadi pada pagi hari dan menjelang malam hari, sedangkan menjelang tengah hari banyak gerakan yang berkurang. Jumlah jenis burung terbanyak pada pagi hari terdapat di jalur 11 sebanyak 47 jenis. Pada sore


(17)

hari jumlah jenis burung terbanyak terdapat di jalur 6 sebanyak 23 jenis burung (Gambar 3).

Gambar 3 Sebaran temporal burung pada seluruh jalur pengamatan.

Jalur 11 merupakan jalur yang memiliki frekuensi perjumpaan jenis burung paling tinggi. Lokasi dengan ketinggian 1450m dpl ini termasuk kedalam ekosistem hutan alam dataran tinggi. Sedangkan Jalur 9 yang merupakan jalur dengan frekuensi perjumpaan burung paling rendah. Hal ini disebabkan karena lokasi jalur yang ada di lembah dengan tutupan tajuk yang tergolong rapat, sehinggai menyulitkan pengamatan. Kondisi jalur yang sebagian besar melewati sungai, licin dan curam menyulitkan dan mengganggu konsentrasi pengamatan.

Keinginan dan Harapan Pengunjung

Mayoritas pengunjung berasal dari Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon. Menurut pengelola, kunjungan paling ramai terjadi saat libur lebaran dan tahun baru. Jumlah pengunjung saat libur lebaran dan tahun baru dapat mencapai tujuh ribu orang dalam satu minggu. Sedangkan jumlah pengunjung rata-rata pada hari biasa, sebanyak lima ribu orang setiap bulan. Karakteristik dan preferensi pengunjung dari hasil kuesioner dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa tujuan seluruh pengunjung Resort Cigugur dan Resort Jalaksana adalah untuk menikmati keindahan alam. Hal tersebut dikarenakan lokasi wisata yang ada di TNGC secara umum hanya mengembangkan wisata dengan objek utama berupa potensi fisik (air terjun, danau dan bumi perkemahan). Namun demikian sebanyak 78% responden tertarik untuk melakukan kegiatan birdwatching. Jenis burung yang menarik bagi pengunjung secara berurutan adalah burung dengan suara indah, jenis burung langka, burung dengan atraksi menarik, mempunyai bulu indah dan burung dengan ukuran yang besar.

32 18 27 20 22 10 33 16 30 21 29 23 10 6 25 20

4 3

20

17 47

21

12 11

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Pagi (06.00-09.00) Sore (15.00-17.00)

Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8 Jalur 9 Jalur 10 Jalur 11 Jalur 12 Juml ah jenis


(18)

Tabel 1 Hasil kuesioner mengenai karakteristik dan preferensi pengunjung

No. Karakteristik Persentase (%)

1 Jenis Kelamin a. Perempuan b. Laki-laki

31 69 2 Asal

a. Kuningan, Cirebon, Majalengka b. Jabodetabek

c. Lainnya

89 6 4 3 Tingkat Pendidikan Terakhir

a. SPM/ MTs b. SMA/SMK/MA c. S1

46 44 10 4 Pekerjaan

a. Pelajar/ Mahasiswa b. Swasta

c. Lembaga Pemerintah

84 12 4 5 Kelompok Umur

a. 16 – 23 tahun

b. ≥ 23 tahun 68 32

6 Objek yang disukai a. Satwaliar b. Tumbuhan c. Mitos/ Legenda d. Lainnya (Air Terjun)

17 46 12 25 7 Fasilitas yang diharapkan

a. Papan arah b. Papan nama c. Papan interpretasi d. Shelter

e. Pal jarak f. Peta objek g. Pusat informasi h. Menara pengamatan

6 12 32 4 1 22 17 6 8 Tujuan berkunjung

a. Berkemah

b. Menimati keindahan alam c. Penelitian

0 100

0 9 Tertarik dengan birdwatching

a. Ya b. Tidak

78 22 10 Jenis burung yang menarik

a. Suara indah b. Bulu indah c. Langka d. Ukuran besar e. Atraksi/ Aktifitas

43 14 29 2 12


(19)

Potensi Wisata Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana Berdasarkan hasil observasi lapang, diperoleh kondisi dan potensi masing-masing jalur di lokasi pengamatan (Tabel 2). Perencanaan jalur interpretasi birdwatching berdasarkan beberapa kriteria yang merujuk pada Berkmuller (1981). Kriteria pertama adalah jalur yang dirancang mampu mengarahkan pengunjung pada objek yang spektakuler, yaitu jenis-jenis burung yang menarik bagi pengunjung. Kriteria lain yang perlu dipertimbangkan adalah objek lain yang menarik (bentang alam, objek wisata lainnya) dan kenyamanan jalur.

Berdasarkan frekuensi perjumpaan (Lampiran 1), ketertarikan pengunjung, status konservasi (Lampiran3) dan endemisitas, maka diperoleh 27 jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching. Jenis-jenis tersebut adalah Elang Hitam, Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Sikepmadu Asia, Serindit Jawa (Loriculus pusillus), Wiwik Lurik (Cacomantis merulinus), Kadalan Birah (Rhamphococcyx curvirostris), Bubut Besar (Centropus sinensis), Rajaudang Meninting (Alcedo meninting), Takur Tohtor (Megalaima armilaris), Takur Ungkut-ungkut (Megalaima haemacephala), Sepah Gunung (Pericrocotus miniatus), Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Brinji Gunung (Ixos virescens), Bentet Kelabu (Lanius schach), Cingcoang Coklat (Brachypteryx leucophrys), Perenjak Jawa (Prinia familiaris), Cikrak Muda (Seicercus grammiceps), Kipasan Ekor-merah (Rhipidura phoenicura), Burungmadu Sriganti (Cinnyris jugularis), Burungmadu Gunung (Aethopyga eximia), Burungmadu Jawa (Aethopyga mystacalis), Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus), Srigunting Kelabu (Dictutus leucophaeus), Gagak Hutan (Corvus enca), Tesia Jawa (Tesia superciliaris), Gelatikbatu Kelabu (Parus major), dan Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides) (Lampiran 2).

Berdasarkan frekuensi perjumpaan, objek lain yang menarik dan kenyamanan jalur, maka jalur pengamatan yang direkomendasikan adalah Jalur 1, 2, 5, 8, dan 11. Atraksi burung yang sering dijumpai di Jalur 1 pada pukul 07.00 dan pukul 16.00 WIB adalah Bubut Besar yang mencari makan atau bertengger di

pohon pinus. Bubut Besar memiliki suara seperti serangkaian nada “bup” yang

dalam, dimulai perlahan-lahan lalu temponya meningkat dan menurun. Sering hinggap di atas tanah atau pada semak-semak kecil dan pohon-pohon (MacKinnon et al. 2010). Dapat dijumpai pula Gagak Hutan yang bertengger di pohon Jabon (Antocephalus cadamba) dan sering bersuara hingga terdengar sampai ke buper dan Caladi Batu (Meiglyptes tristis) yang sedang mencari makan dan membuat sarang pada pohon palem.

Jalur 2 didominasi oleh Kaliandra merah (Calliandra calothyrsus), Tepus (Etlingera solaris), Puspa (Schima walichii) dan Pinus (Pinus merkusii). Salah satu burung dengan bulu indah di lokasi ini adalah Kipasa Ekor-merah. Burung ini berukuran sekitar 17 cm, berekor merah, kepala dan punggung abu-abu, alis putih tipis, dagu dan tenggorokan putih. Spesies endemik Jawa ini mempunyai gaya khas yaitu mengembangkan dan menggoyangkan ekornya (MacKinnon et al. 2010). Terdapat pula beberapa pohon pinus yang telah mati dan dijadikan sarang dan tempat mencari makan oleh Caladi Ulam (Dendrocopos macei). Di lokasi ini banyak terdapat Rubus sp. semacam murbei namun lebih masam. Makanan burung pemakan buah atau frugivorus, seperti Cucak Kutilang, Kipasan


(20)

Ekor-merah, Takur Ungkut-ungkut dan Kacamata Biasa ini termasuk buah liar yang dapat dimakan oleh pengunjung.

Jalur 5 yang berada di Buper Ipukan atau Wisata Pendidikan Konservasi Alam Ipukan (WPKAI), selain mengusung konsep wisata yang bertanggungjawab atau ekowisata, juga melakukan kegiatan penanaman pohon yang melibatkan siswa sekolah dan beberapa instansi di sekitar TNGC. Daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi akan memiliki keanekaragaman jenis hewan yang tinggi, karena setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada kelompok jenis tumbuhan tertentu (Euwise 1990). Keanekaragaman spesies hewan, termasuk burung, dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan makanan (Odum 1993). Beberapa jenis burung yang mudah dijumpai di lokasi ini adalah Elang Hitam, Elang Brontok, Serindit Jawa, Takur Tohtor dan Cingcoang Coklat. Lokasi ini juga merupakan titik pengamatan migrasi raptor. Pengunjung lebih leluasa untuk melakukan birdwatching karena lokasinya yang ada di atas lembah dan juga salah satu lokasi yang dilalui raptor migran.

Jalur 8 memiliki vegetasi yang mendominasi berupa Pinus (Pinus merkusii), Sukun (Artocarpus communis), Kopi (Coffea arabica), Bunga Terompet (Brugmansia suaveolens), Kaliandra Putih (Calliandra haematocephala), Kaliandra Merah dan Paku-pakuan (bryophyta). Burung yang menjadi objek birdwatching adalah Elang Hitam, Elang Jawa, Takur Ungkut-ungkut, Meninting Kecil, Kipasan Ekor-merah, Cucak Kutilang dan Cucak Gunung. Di lokasi ini terdapat sarang Elang Jawa pada pohon pinus, sekitar 2 km dari gerbang masuk. Berdasarkan wawancara dengan petugas, pada bulan Agustus tahun 2013 masih terlihat Elang Jawa di lokasi tersebut. Pada saat penelitian dijumpai pula Elang Jawa bertengger di pohon pinus dekat jalan utama. Menurut Sozer et al. (2012) bukti perbiakan menunjukkan bahwa burung tersebut tidak selalu memilih lokasi bersarang jauh dari aktivitas manusia dan tercatat bersarang di pohon Rasamala (Altingia exelca), Pasang (Lithocarpus sp. dan Quercus sp.), Cemara (Pinus sp.), Puspa dan Kisireun (Eugenia clavimyrtus). Burung yang memiliki aktifitas menarik di lokasi ini adalah Serindit Jawa. Sesuai dengan namanya dalam Bahasa Inggris, Yellow-throated Hanging Parrot burung endemik Jawa ini memiliki kebiasan mencari makan dan tidur dengan posisi menggantung.

Vegetasi yang mendominasi di Jalur 11 adalah Pinus, Kaliandra Merah, Kaliandra putih, Suren (Toona sureni), Ficus sp., Palem-paleman (arecaceae), Puspa, Pasang (Quercus sundaica), Saninten (Castanopsis javanica) dan Kapuk (Ceiba pentandra). Burung dengan bulu indah dan atraksi menarik yang mudah dijumpai pada jalur ini adalah Sepah Gunung dan Tesia Jawa di Shelter Cigowong (1450 mdpl). Pada penelitian ini, pukul 13.15 WIB setelah hujan, pohon Kitamberi dengan tinggi sekitar 12 meter menjadi lokasi berkumpulnya puluhan Sepah Gunung. Tesia Jawa yang merupakan jenis endemik Pulau Jawa banyak ditemukan di semak-semak sekitar shelter.


(21)

Tabel 2 Kondisi dan potensi seluruh jalur pengamatan. Jalur

ke-

Panjang

jalur (km) Vegetasi Fasilitas yang ada

Jumlah jenis burung

Frekuensi

perjumpaan Objek lain 1 5.2 pinus, jabon, semak,

alang-alang, akasia (Acacia mangium), kaliandra merah

papan arah, papan interpretasi, pusat

informasi

35

10.67 Camping ground, Curug Putri

2 5.67 kaliandra merah, kaliandra putih, pinus, tepus, semak,

paku-pakuan

pal batas

27

10.25 Arboretum TNGC

3 4.46 kaliandra merah, pinus, kuray (Trema orientalis)

-

20 7.25 Curug Mangkok

4 5.5 pinus, huru (Litsea sp), huni (Antidesma bunius), peutag (Acemena acuminatissima),

kuray, alang-alang

papan nama

33

8.8 -

5 7 kaliandra merah, pinus, ficus, karet (Hevea brasiliensis), hamberang, kuray, saninten,

akasia, semak

papan nama, papan arah,

30 7.14 Curug Cisurian, Curug

Silutung, Camping ground, Adopsi pohon, titik pengamatan migrasi raptor 6 8.5 pinus, kaliandra merah,

semak, peutag, kuray

pal batas 29 5.4 -

7 3 jati (Tectona grandis) dan trembesi (Samanea saman)

papan nama, papan interpretasi,

pal batas

10 3.3 Situ/ Mata Air Balong Dalem, Makam Pahlawan

“Samudera”

8 8.15 pinus, kopi, bunga terompet, kaliandra putih, kaliandra

merah, paku-pakuan.

papan nama, papan arah, pusat

informasi, jembatan bambu

25 6.8 Pemandian Air Panas

Cilengkrang, Camping ground


(22)

Tabel 2 Kondisi dan potensi seluruh jalur pengamatan (lanjutan). 9 2.52 kaliandra merah, ficus,

bintinyu, kareumbi, paku-pakuan, bunga terompet,

saninten

4 2 -

10 5.04 ficus, semak-semak papan arah, papan nama

20 6 Curug Putri, kebun jambu biji 11 8.64 pinus, kaliandra merah,

puspa, suren, kitamberi, ficus, palem, pasang, saninten, kapuk (Ceiba pentandra)

papan arah, shelter

46 9.4 -

12 4.32 dillenia sp., kuray, ficus, puspa, pakis.

- 12 4.7 -


(23)

dan Resort Jalaksana Objek dan Tema Interpretasi

Berdasarkan hasil analisis data, jenis burung yang potensial untuk dijadikan sebagai objek interpretasi birdwatching ada 27 jenis. Jenis burung potensial beserta sebarannya di seluruh jalur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis burung potensial beserta sebarannya di seluruh jalur No. Nama Indonesia Jalur ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Sikepmadu Asia v 2 Elang Hitam v v v v v

3 Elang Jawa v v v v v

4 Serindit Jawa v v v v v v v 5 Wiwik Lurik v v v v v 6 Kadalan Birah v v 7 Bubut Besar v v 8 Rajaudang Meninting v 9 Takur Tohtor v v v 10 Takur Ungkut-ungkut v v v v v v 11 Sepah Gunung v v 12 Cucak Kutilang v v v v v v v v v 13 Brinji Gunung v v v v 14 Bentet Kelabu v v v v v v 15 Cingcoang Coklat v v v v v v v 16 Tesia Jawa v v v v v v 17 Cicakoreng Jawa v v v v v 18 Perenjak Jawa v 19 Cikrak Muda v v 20 Kipasan Ekor-merah v v v v 21 Gelatikbatu Kelabu v v v v v v v v 22 Burungmadu Sriganti v v v v 23 Burungmadu Gunung v v v 24 Burungmadu Jawa v v 25 Kacamata Biasa v v v v v v v v v 26 Bondol Jawa v v v v v v v 27 Srigunting Kelabu v v v v v v v v v

Dalam perencanaan interpretasi, dibutuhkan tema kegiatan untuk mendukung kegiatan. Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat suatu tema interpretasi adalah menentukan topik (Lewis 2005). Topik yang dipilih sebagai

dasar pengembangan tema interpretasi adalah “burung”. Menurut Mullins (1979)

dalam Sukara (2014) formula untuk merumuskan suatu tema interpretasi adalah

“tema = topik (objek) + pesan yang ingin disampaikan kepada pengunjung”.


(24)

status konservasi, endemisitas dan manfaat burung bagi lingkungan. Dengan demikian, tema besar yang diangkat adalah “Amazing Birdwatching at TNGC”. Sasaran Interpretasi

Nature Tourism Planning (2005) membagi sasaran pengunjung kegiatan birdwatching menjadi dua, yaitu casual wildlife watcher dan serious birdwatcher. Salah satu contuh dari casual wildlife watcher adalah sightseer atau seseorang yang melakukan perjalanan wisata untuk tujuan mencari pengalaman baru. Seedangakan serious birdwatcher biasanya adalah anggota dari suatu organisasi atau kelompok pecinta burung yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak. Berdasarkan hasil kuesioner pengunjung di kedua resort (actual demand) dan pengunjung potensial (potential demand) menyatakan tertarik dengan wisata birdwatching di TNGC. Berdasarkan hasil kuesioner dan sasaran yang dijelaskan oleh Nature Tourism Planning maka sasaran kegiatan birdwatching dibagi menjadi dua, pelajar (SD-SMA), mahasiswa dan umum kedalam jenis casual wildlife watcher, sedangkan pengunjung dari organisasi atau kelompok pecinta burung serta peneliti masuk dalam jenis serious birdwatcher. Fasilitas dan Media Interpretasi

Fasilitas interpretasi merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan dalam menyampaikan pesan kepada pengunjung (Kardos dan Vaughn 1998). Menurut Ham (1992) beberapa pertimbangan dalam perencanaan fasilitas interpretasi adalah, fasilitas dapat menambah pengetahuan pengunjung, fasilitas dapat mengarahkan pengunjung ke suatu tempat, fasilitas dapat memberikan informasi mengenai identitas objek wisata dan fasilitas dapat meningkatkan kepedulian pengunjung terhadap lingkungan.

Fasilitas yang dapat disediakan untuk mendukung kegiatan ini adalah adanya seorang interpreter. Seorang interpreter bertugas untuk menjelaskan kepada pengunjung tentang suatu objek dan hubungannya dengan lingkungan maupun informasi menarik lainnya yang dapat menambah pengetahuan pengunjung.

Fasilitas pendukung lain yang dapat menunjang kegiatan birdwatching adalah media interpretasi. Medai interpretasi yang paling diinginkan pengunjung adalah papan cerita objek/ papan interpretasi. Papan interpretasi merupakan media komunikasi strategis yang memuat informasi penting bagi pengunjung (Ham 1992). Tujuan utama papan interpretasi adalah untuk meningkatkan pengalaman dan pemahaman pengunjung (Trapp et al. 1994). Selain papan interpretasi, terdapat beberapa sarana pendukung lain, yaitu peta sebaran spasial burung, pusat informasi, papan nama spesies, menara pengamatan dan papan arah. Papan interpretasi yang dirancang memuat informasi spesifik mengenai buhungan suatu jenis burung dengan lingkungannya. Contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah burungamadu dan pijantung sebagai pembantu penyerbukan di alam (Gambar 4). Sedangkan salah satu alat utama yang digunakan untuk wisata birdwatching adalah binokuler dan buku panduan lapang. Penyewaan alat dapat ditempatkan di Pusat Informasi.


(25)

Gambar 4 Contoh papan interpretasi Burungmadu dan Pijantung. Teknik Interpretasi Wisata Birdwatching

Untuk menyampaikan pesan kepada pengunjung, diperlukan sebuah teknik interpretasi. Teknik interpretasi dapat dilakukan secara langsung (attended service) dan teknik secara tidak langsung (unattended service) (Sharpe 1982) maupun kombinasi keduanya. Penyampaian materi dengan menggunakan teknik interpretasi secara langsung dilakukan oleh seorang interpreter. Untuk teknik secara tidak langsung penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa media interpretasi. Sedangkan kombinasi keduanya dapat dilakukan oleh interpreter dengan bantuan media interpretasi pendukung, seperti tablet yang berisi foto dan video burung yang digunakan saat memberi penjelasan kepada pengunjung.

Jalur interpretasi adalah jalur khusus dengan obyek-obyek yang menarik, berupa jalur transportasi maupun pejalan kaki. Jalur interpretasi harus memperhatikan urutan rangkaian obyek sehingga memberikan pengertian terhadap obyek tersebut (Muntasib 2003). Sesuai dengan tujuannya, yaitu perencanaan jalur interpretasi birdwatching, maka bentuk jalur dalam perencanaan ini adalah jalur pejalan kaki. Jalur 1, 2, 5 dan 8 yang lebih landai dan pendek dapat digunakan untuk seluruh kelas umur. Sedangkan jalur 11 yang lebih terjal dan jauh sesuai untuk kelas umur remaja-dewasa (13-55 tahun). Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas pendukung dapat dilihat pada Gambar 5, 6, 7, 8 dan 9.


(26)

Gambar 5 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas pendukung di Jalur 1, 2, 3 dan 4.

Gambar 6 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas pendukung di Jalur 5 dan 6.


(27)

Gambar 7 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas pendukung di Jalur 7.

Gambar 8 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas pendukung di Jalur 8, 9 d 10.


(28)

Gambar 9 Peta sebaran spasial jenis burung yang potensial beserta fasilitas pendukung di Jalur 11 dan 12.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perencanaan jalur interpretasi ini disusun berdasarkan potensi burung yang ada. Dari 91 jenis burung, berdasarkan frekuensi perjumpaan, ketertarikan pengunjung terhadap jenis burung sebagai objek birdwatching, status konservasi dan endemisitas, dipilih 27 jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching untuk pengamat burung general atau pemula. Dari dua belas jalur terdapat lima jalur yang diprioritaskan sebagai jalur birdwatching, yang kemudian dapat dikembangkan skenario cerita pada masing-masing jalurnya. Untuk melengkapi jalur yang ada, pengelola perlu menambahkan media interpretasi. Media yang dikembangkan adalah papan interpretasi dan tablet pengenalan burung.

Saran

Untuk perencanaan yang lebih lengkap, maka diperlukan data tambahan berupa keanekaragaman jenis burung beserta penyebaran spasial dan temporalnya. Hingga saat ini data yang tersedia hanya keanekaragaman jenis burung di Resort Cigugur, Resort Darma, Resort Jalaksana dan Resort Mandirancan pada bulan Januari, Februari, Maret, Juni dan Juli. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang


(29)

kunjungan paling tinggi adalah pada pagi hingga sore. Terakhir, diperlukan pelatihan pemanduan kepada masyarakat, khususnya pemburu atau mantan pemburu yang memiliki pengetahuan tentang burung. Sehingga mereka dapat beralih profesi menjadi interpreter dan mendukung upaya konservasi burung di TNGC.

DAFTAR PUSTAKA

Berkmuller K. 1981. Guidelines and Techiques for Environmental Interpretation. International Union for Conservation of Nature Resources (IUCN). Switzerland (CH).

Burung Indonesia. 2009. Daerah Penting Bagi Burung. Bogor (ID): [internet].

[diacu 2014 Juni 2014]. Tersedia dari:

http://www.burung.org/detail_iba.php?id=87&op=iba.

Bibby C, Martin J, Stuart M. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. Bogor (ID): Birdlife International–Indonesia Programme.

Dewi RS. 2006.Keanekaragaman jenis burung pada beberapa tipe habitat di Taman Nasional Gunung Ciremai [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Euwise JY. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Ham SH. 1992. Environmental Interpretation: a practical guide for people with

big ideas and small budgets. Colorado (US): North America Pr.

Kardos A, Vaughn S. 1998. Planning for Interpretation and Visitor Experience. West Virginia (US): Harpers Ferry Center.

Koentjaraningrat. 1993. Metode – Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Lewis WJ. 2005. Interpreting for Park Visitor. Eastren National (US).

MacKinnon J, Phillipps K, van Balen B. 2010. LIPI-Seri Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Biologi LIPI.

Marone L. 1991. Habitat features affecting bird spatial distribution in the Monte Desert, Argentina. Ecologia Austral. 1:77-86.

Maulana I. 2013.Keanekaragaman dan Distribusi Jenis Burung pada Berbagai Tipe Habitat di Resort Cigugur Taman Nasional Gunung Ciremai [skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Mulyani YA, Pakpahan A. 1993. Pemanfaatan Kawasan Pesisir untuk Ekoturisme

Birdwatching”. [makalah]. Bogor (ID): PPLH Center for Environmental Research IPB.

Muntasib EKSH. 2003. Perkembangan Interpretasi di Indonesia. Bogor (ID): Prosiding Pengembangan Interpretasi Wisata Alam.

Muslih I. 2011. Evaluasi Ekoturisme Di Taman Nasional Gunung Ciremai [tesis]. Bogor (ID): Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(30)

Mada Press.

Rombang WM, Rudyanto. 1999. Daerah Penting bagi Burung di Jawa dan Bali. Bogor (ID): PKA/BirdLife International Indonesia Programme.

Sawitri R, Iskandar S. 2012. Keragaman Jenis Burung di Taman Nasional Kepulauan Wakatobi dan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(2): 175-187.

Sevilla CG, Jesus AO, Twila GP, Bella PR, Gabriel GU. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta (ID): UI-Press.

Sharpe GW. 1982. Interpreting the Enviroment. Washington (US): University of Washington Seattle.

Sozer R, Nijman V, Setiawan I, Rakhman Z. 2012. Panduan Inventarisasi Elang Jawa Nisaetus bartelsi. Bogor (ID): Raptor Indonesia.

Sukara GN. 2014. Perencanaan Interpretasi Wisata “Birdwatching” di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya bogor, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sukmantoro W, Irham M, Novarino W, Hasudungan F, Kemp N, Muchtar M. 2007. Daftar Burung Indonesia No. 2. Bogor (ID): Indonesian

Ornithologists’ Union,

Surahman M. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan Burung pada Berbagai Tipe Habitat di Taman Nasional Gunung Ciremai [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Trapp S, Gross M, Zimmerman R. 1994. Sign, Trails and Wayside Exibits Connecting People and Places. University of Winconsin (US): UW-SP Foundation Press, Inc.

Veverka JA.1998. Intepretive Master Planning. Tustin, Californis (US): Acorn Naturalist.

Yamazaki T, Nitani Y, Murate T, Lim KC, Kasorndorkbua C, Rakhman Z, Supriatna A. 2012. Field Guide to Raptors of Asia, Vol.1, Migratory Raptors of Oriental Asia. Asian Raptor Research and Conservation Network.


(31)

Lampiran 1 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur

No. Nama Indonesia Ditemukan pada jalur ke- Total 1* 2 3 4 5 6 7 8 9^ 10 11 12

1 Sikepmadu Asia

Pernis ptilorhynchus 0.33 - - - 0.33

2

Elangular Bido

Spilornis cheela 0.33 - - - 0.14 - 0.48

3

Elang Hitam

Ictinaetus malayensis - 0.25 0.25 - 0.29 0.14 - 0.4 0.5 - - - 1.83 4

Elang Brontok

Spizaetus cirrhatus - - - - 0.14 - - - 0.14

5

Elang Jawa

Spizaetus bartelsi - - - 0.33 0.2 - 0.5 0.14 0.33 1.51 6

Punai Besar

Treron capellei - - - 0.2 - - - 0.2 - - 0.14 - 0.54

7

Punai Kecil

Treron olax - 0.5 - - - 0.14 - 0.64

8

Walik Kepala-ungu

Ptilinopus porphyreus 0.33 - - - 0.29 0.33 0.95 9

Pergam Hijau

Ducula aenea - - - 0.14 - - - 0.14

10

Pergam Punggung-hitam

Ducula lacernulata - - - 0.2 - - - 0.20

11

Uncal Loreng


(32)

Lampiran 2 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 12

Uncal Buau

Macropygia emiliana 0.5 - 0.5 0.4 - - - 0.25 0.14 - 1.79 13

Dederuk Jawa

Streptopelia bitorquata 0.17 - - - 0.17

14

Tekukur Biasa

Streptopelia chinensis 0.83 - - 0.2 0.14 - - - - 0.25 0.14 - 1.57 15

Serindit Jawa

Loriculus pusillus 0.33 - - 0.6 0.43 0.14 - 0,4 - 0.25 0.14 - 2.30 16

Kangkok Ranting

Cuculus saturatus - - - 0.14 - 0.14

17

Wiwik Lurik

Cacomantis sonneratii 0.17 0.25 - 0.6 0.57 0.14 - - - 1.73 18

Wiwik Kelabu

Cacomantis merulinus - - - - 0.14 - - - 0.14

19

Wiwik Uncuing

Cacomantis sepulcralis 0.17 0.5 0.5 - 0.14 0.14 0.33 0.4 - 0.25 0.14 - 2.58 20

Kadalan Birah Rhamphococcyx

curvirostris - - - 0.14 0.33 0.48

21

Bubut Besar

Centropus sinensis 0.17 - - - 0.17

22

Bubut Jawa

Centropus nigrorufus 0.17 - - - 0.25 - - 0.42

23

Bubut Alang-alang

Centropus bengalensis 0.33 0.25 - 0.2 0.29 - - - - 0.25 - - 1.32 24

Kedasi Hitam


(33)

Lampiran 3 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 25

Walet Linci

Collocalia linchi 0.5 0.25 - 0.2 0.14 0.14 - 0.2 0.5 - - - 1.94 26

Rajaudang Meninting

Alcedo meninting - - - 0.33 - - - 0.33

27

Cekakak Jawa

Halcyon cyanoventris - 0.25 0.25 - - - 0.33 - - - 0.83 28

Cekakak Sungai

Halcyon chloris 0.17 - - - 0.17

29

Takur Api

Psilopogon pyrolophus - - - 0.33 0.33

30

Takur Tohtor

Megalaima armillaris - - - - 0.14 - - - 0.29 0.33 0.76 31

Takur Ungkut-ungkut Megalaima

haemacephala 0.17 0.25 - 0.2 - - - 0.2 - 0.25 0.14 - 1.21 32

Caladi Batu

Meiglyptes tristis 0.33 - - - 0.14 - - 0.2 - - - - 0.68

33

Caladi Ulam

Dendrocopos macei - - - 0.4 0.14 - - - - 0.25 - - 0.79

34

Layanglayang Batu

Hirundo tahitica - - - 0.2 - - - - 0.20

35

Kepudangsungu Gunung

Coracina larvata - - 0.25 - - - 0.25

36

Sepah Kecil Pericrocotus

cinnamomeus - - - 0.2 - - - - 0.20


(34)

Lampiran 4 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 37

Sepah Gunung

Pericrocotus miniatus - - - 0.43 0.33 0.76 38

Cipoh Kacat

Aegithina tiphia - - - 0.33 - - - 0.33

39

Cucak Kuning Pycnonotus

melanicterus - - - 0.33 0.2 - 0.25 - - 0.78

40

Cucak Kutilang

Pycnonotus aurigaster 0.83 0.25 0.5 0.6 0.86 0.43 - 0.6 - 0.75 0.14 - 4.96 41

Cucak Gunung

Pycnonotus bimaculatus - 0.25 - - - 0.2 - - - - 0.45 42

Merbah Cerukcuk

Pycnonotus goiavier - - - 0.2 - - - - 0.20

43

Merbah Corok-corok

Pycnonotus simplex - - - 0.33 - - - 0.33

44

Empuloh Janggut

Criniger bres - - - 0,33 - - - 0.33

45

Brinji Gunung

Ixos virescens - - - - 0.14 0.14 - - - - 0.29 0.33 0.90

46

Bentet Kelabu

Lanius schach 0.33 0.25 0.25 0.2 0.29 0.29 - 0.2 - - - - 1.80

47

Cingcoang Coklat Brachypteryx

leucophrys - 0.5 0.25 0.2 0.57 0.43 - 0.2 - - 0.14 - 2.29 48

Meninting Kecil

Enicurus velatus - - 0.25 - - 0.29 - - 0.5 - 0.14 - 1.18


(35)

Lampiran 5 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 49

Ciungbatu Kecil-Sunda

Myophonus glaucinus - - - 0.2 - - - 0.20

50

Ciungbatu Siul

Myophonus caeruleus - - 0.25 - 0.14 - - - 0.39

51

Anis Hutan

Zoothera andromedae - - - 0.2 - - - 0.20

52

Pelanduk Semak

Malacocincla sepiarium - - - 0.29 - 0.29

53

Berencet Kerdil

Pnoepyga pusilla - - - 0.14 - - - - 0.29 - 0.43

54

Tepus Pipi-perak

Stachyris melanothorax - - - 0.14 0.33 0.2 - 0.25 0.29 - 1.21 55

Ciungair Coreng

Macronous gularis - - - 0.14 - 0.14

56

Tepus Gelagah

Timalia pileata - - - 0.29 - 0.29

57

Ciu Besar

Pteruthius flaviscapis - 0.5 0.5 - 0.14 0.14 - - - - 0.14 - 1.43 58

Ciu Kunyit

Pteruthius aenobarbus - - - 0.29 - 0.29

59

Tesia Jawa

Tesia superciliaris 0.17 - 0.25 0.2 0.14 0.14 - - - - 0.29 - 1.19 60

Ceret Gunung

Cettia vulcania 0.33 0.5 0.5 0.4 - - - 1.73

61

Cicakoreng Jawa


(36)

Lampiran 6 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 62

Perenjak Coklat

Prinia polychroa - - - - 0.14 - - - 0.14

63

Perenjak Jawa

Prinia familiaris 0.17 - - 0.2 0.14 - - - 0.51

64

Perenjak Padi

Prinia inornata - - - 0.2 - 0.14 0.33 0.4 - 0.25 - - 1.33 65

Cinenen Gunung

Orthotomus cuculatus - - - - 0.14 - - 0.2 - - - - 0.34

66

Cinenen Pisang

Orthotomus sutorius - 0.25 - 0.2 - 0.14 - - - 0.25 - - 0.84 67

Cinenen Jawa

Orthotomus sepium - - - 0.14 - 0.14

68

Cikrak Daun

Phylloscopus trivirgatus - - 0.25 0.2 - - - 0.33 0.78 69

Cikrak Muda

Seicercus grammiceps - - - - 10.57 - - - 0.29 0.33 11.19 70

Sikatan Bodoh

Ficedula hyperythra - - - 0.14 - 0.14

71

Sikatan Belang

Ficedula westermanni - - - 0.14 - 0.14

72

Sikatan Biru-muda

Cyornis unicolor - - - 0.14 - 0.14

73

Sikatan Cacing

Cyornis banyumas 0.17 0.75 0.25 - 0.29 0.29 - 0.2 0.5 - 0.14 - 2.58 74

Kipasan Ekor-merah

Rhipidura phoenicura - 0.25 - - - 0.14 - 0.2 - - 0.14 - 0.74


(37)

Lampiran 7 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 75

Gelatikbatu Kelabu

Parus major 0.17 0.5 0.25 0.2 - 0.14 - - - 0.25 0.29 0.67 2.46 76

Munguk Beledu

Sitta frontalis - 0.25 - - - 0.14 - 0.39

77

Burungmadu Sriganti

Cinnyris jugularis 0.33 - - 0.2 - 0.14 - 0.4 - - - - 1.08 78

Burungmadu Gunung

Aethopyga eximia 0.17 0.75 - - - 0.67 1.58

79

Burungmadu Jawa

Aethopyga mystacalis - - - 0.2 - - - 0.29 - 0.49

80

Pijantung Besar

Arachnothera robusta - 0.75 - 0.2 - - - 0.95

81

Pijantung Gunung

Arachnothera affinis - - - - 0.29 0.29 - - - - 0.14 - 0.71 82

Kacamata Biasa

Zosterops palpebrosus 0.5 0.75 0.25 0.4 0.29 0.29 - 0.2 - 0.25 0.57 - 3.49 83

Opior Jawa Lophozosterops

javanicus - 0.25 - - - 0.43 0.33 1.01

84

Bondol Peking

Lonchura punctulata 0.17 - - 0.2 0.14 - - - - 0.25 0.43 - 1.19

85

Bondol Jawa Lonchura

leucogastroides 0.33 0.25 - 0.2 - 0.14 - 0.6 - 0.25 0.14 - 1.92 86

Burunggereja Erasia


(38)

Lampiran 8 Sebaran dan frekuensi perjumpaan jenis burung di seluruh jalur (lanjutan) 87

Kerak Kerbau

Acridotheres javanicus 0.17 - - - - 0.14 - - - 0.31 88

Srigunting Hitam

Dicrurus macrocercus - - - 0.14 - 0.14

89

Srigunting Kelabu

Dicrurus leucophaeus 0.5 0.25 1 0.2 0.29 0.29 0.2 - 0.5 0.14 - 3.36 90

Kekep Babi

Artamus leucorynchus 0.33 - - - 0.14 - - - 0.48

91

Gagak Hutan

Corvus enca 0.17 - 0.5 - - - 0.67

Total 10.67 10.25 7.25 8.8 17.71 5.71 3.33 6.8 2 6 9.57 4.67

Sumber : Daftar Burung Indonesia no. 2

Keterangan: * = Jalur dengan frekuensi pertemuan tertinggi ^ = Jalur dengan frekuensi pertemuan terendah


(39)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya.

Jenis burung Deskripsi dan daya tarik Famili : Accipitridae

Nama Latin : Ictinaetus malayensis Nama Indonesia : Elang Hitam

Nama Inggris : Black Eagle Lokasi : 2,5,6,8,9

Berukuran sekitar 70 cm, berwarna hitam. sayap dan ekor panjang, tampak sangat besar saat terbang. Biasa terlihat berputar-putar rendah di atas tajuk pohon. Sering berpasangan dan suka merampok sarang burung lain.

foto oleh: Apris

Famili : Accipitridae

Nama Latin : Spniizaetus bartelsi Nama Indonesia : Elang Jawa

Nama Inggris : Javan Hawk-Eagle Lokasi : 7,8,10,11,12

Berukuran sekitar 60 cm, mempunyai jambul yang khas. Saat terbang dapa dikenali dari warna ekornya yang bergaris-garis hitam dan kaki berwrana kuning. Spesies endemik jawa ini biasa terdapat di gunung-gunung Pulau Jawa hingga ketingggian 3000 m.

foto oleh: Swiss Swinnasis

Famili : Psittacidae

Nama Latin : Loriculus pusillus Nama Indonesia : Serindit Jawa

Nama Inggris : Yellow-throated Hanging Parrot Lokasi : 1,4,5,6,8,10,11

Burung dengan ukuran sekitar 12 cm ini umu dijumpai di seluh lokasi di TNGC. Dengan warna bulu tubuh hijau dan tunggir merah, serta kicauan khas ketika terbang membuat burung ini menarik untuk diamati. Selain itu, Serindit Jawa memiliki kebiasaan unik, yaitu tidur dengan posisi menggantung. Burung ini merupakan spesies endemik Jawa dan Bali.

Famili : Rhipiduridae

Nama Latin : Rhipidura phoenicura Nama Indonesia : Kipasan Ekor-merah Nama Inggris : Rofus-tailed Fantail Lokasi : 2,6,8,11

Burung dengan warna jingga dan ekor yang berbentuk kipas ini memiliki morfologi yang unik. Burung ini banyak dijumpai di Blok Gupitan pada vegetasi semak-semak.


(40)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

Famili : Estrildidae

Nama Latin : Lonchura leucogastroides Nama Indonesia : Bondol Jawa

Nama Inggris : Javan Munia Lokasi : 1,2,4,6,8,10,11

Burung berbadan bulat dengan panjang tubuh 11 cm ini merupakan spesies endemik Jawa. Bondol jawa biasa hidup secara berkelompok (flocking) dengan jumlah belasan hingga puluhan dalam satu kelompok.

foto oleh: Asman A Purwanto

Famili : Accipitridae

Nama Latin : Pernis ptilorhynchus Nama Indonesia : Sikepmadu Asia

Nama Inggris : Oriental Honey-buzzard Lokasi : 1

Sesuai dengan namanya, Oriental Honey-buzzard (OHB) burung ini menyukai larva tawon dan lebah sebagai makanan. OHB merupakan jenis burung migran. Waktu yang tepat untuk mengamati burung ini adalah pada awal bulan Februari dan awal bulan Maret.

foto oleh: Devendra Bhardwaj

Famili : Cuculidae

Nama Latin : Cacomantis sonneratii Nama Indonesia : Wiwik Lurik

Nama Inggris : Banded Bay Cuckoo Lokasi : 1,2,4,5,6

Burung berwarna coklat dengan garis-garis halus berwarna hitam ini merupakan jenis burung yang umum dijumpai di dataran rendah hinggai ketinggian 900 m. Dalam beberapa kepercayaan masyarakat, suara burung ini dianggap sebagai pertanda bahaya. Burung ini merupakan jenis burung parasit, karena mereka tidak membuat sarang sendiri. Ketika tiba saat bertelur, mereka menitipkan telur tersebut di sarang burung lainnya dan induk inangnya akan merawat anak Wiwik hingga besar.


(41)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Richsy M Fauzi

Famili : Cuculidae

Nama Latin : Rhamphococcyx curvirostris Nama Indonesia : Kadalan Birah

Nama Inggris : Chestnut-breasted Malkoha Lokasi : 11,12

Kadalan Birah berukuran sekitar 49 cm. Tubuh bagian atas berwarna hijau pucat, kulit muka di sekitar mata berwarna merah, tubuh bagian

bawah merah karat. Bersuara “tok

-tok-tok” yang dalam saat bertengger dan lebih

cepat ketika terbang. Saat penelitian terlihat di sebelah barat Shelter Cigowong pada pukul 15.00 WIB.

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Cuculidae

Nama Latin : Centropus sinensis Nama Indonesia : Bubut Besar Nama Inggris : Greater Coucal Lokasi : 1,10

Burung berukuran 52 cm ini mempunya suara berupa

serangkaian nada “bup” yang dalalm dan

temponya semakin meningkat. Biasa terlihat berpasangan atau dalam keluarga kecil di pohon pinus Buper Palutungan pada pukul 06.00 WIB dan 16.00 WIB.

foto oleh: Asep Ayat

Famili : Alcedinidae Nama Latin : Alcedo meninting Nama Indonesia : Rajaudang Meninting Nama Inggris : Blue-eared Kingfisher Lokasi : 7

Berukuran sekitar 15 cm, punggung berwarna biru terang, bagian bawah berwana merah-jingga terang, paruh hitam dan kaki merah.

Suara tinggi “criit-tit” yang dikeluarkan

ketika terbang.

foto oleh: Wawan

Famili : Capitonidae

Nama Latin : Megalaima armillaris Nama Indonesia : Takur Tohtor

Nama Inggris : Flame-fronted Barbet Lokasi : 5,11,12

Takur Tohtor berukuran 20 cm, tubuh berwarna hijau, kecuali garis kuning-jingga yangmelintang pada dada, dahi kuning-jingga dan mahkota belakang berwarna biru. Paruh berwana hitam dan kaki berwarna biru. Sering dijumpai di pohon buah. Memiliki


(42)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Capitonidae

Nama Latin : Megalaima haemacephala Nama Indonesia : Takur Ungkut-ungkut Nama Inggris : Coppersmith Barbet Lokasi : 1,2,4,8,10,11

Takur Ungkut-ungkut berukuran sekitar 15 cm. Mahkota, alis, pipi, tenggorokan dan dada atas berwarna merah padam. Punggung, sayap dan ekor hijau kebiruan. Tubuh bagian bawah putih kotor, penuh dengan coretan hitam. Memiliki suara monoton

“tuk-tuk-tuk” secara monoton. Famili : Campephagidae

Nama Latin : Pericrocotus miniatus Nama Indonesia : Sepah Gunung

Nama Inggris : Sunda Minivet Lokasi : 11,12

Berukuran sekitar 19 cm, dengan warna badan merah-jingga dan kepala biru tua. Biasa hidup dalam kelompok besar, dalam penelitian SepahGunung dapat dijumpai di Shelter Cigowong dalam kelompok besar (lebih dari 30 ekor).

foto oleh: Ian Wongkar

Famili : Pycnonotidae

Nama Latin : Pycnonotus aurigaster Nama Indonesia : Cucak Kutilang Nama Inggris : Sooty-headed Bulbul Lokasi : 1,2,3,4,5,6,8,10,11

Burung berukuran 20 cm ini merupakan jenis burung yang umum dijumpai di seluruh vegetasi TNGC hingga ketinggian 1.600m. Biasa hidup dalam kelompok dan berbaur dengan jenis cucak yang lain.

foto oleh: Dhy Maruly

Famili : Pycnonotidae Nama Latin : Ixos virescens Nama Indonesia : Berinji Gunung Nama Inggris : Sunda Bulbul Lokasi : 5,6,11,12

Burung endemik Jawa dan Sumatera ini berukuran sekitar 20 cm. Tubuh bagian bawah burik, mahkota abu-abu, punggung, sayap dan ekor berwarna hijau zaitun. Tungging berwarna putih kekuningan.

Famili : Laniidae Nama Latin : Lanius schach Nama Indonesia : Bentet Kelabu Nama Inggris : Long-tailed Shrike Lokasi : 1,2,4,5,6,8


(43)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Joe Ask

Bentet kelabu berukuran sekitar 25 cm, memiliki perpaduan warna hitam, coklat dan putih. Punggung, tunggir dan sisi tubuh berwarna coklat kemerahan. Sering terlihat di daerah terbuka dan bertengger pada cabang atau pohon yang rendah, lalu secara mendadak menyambar serangga yang terbang.

foto oleh: Boas Emmanuel

Famili : Turdidae

Nama Latin : Brachypteryx leucophrys Nama Indonesia : Cingcoang Coklat Nama Inggris : Lesser Shortwing Lokasi : 2,3,4,5,6,8,11

Burung pemalu ini berukuran 11 cm. Memiliki kebiasaan berdiam di semak bawah dan lantai hutan. Burung berwarna dominan coklat ini disebut pula sebagai burung cacaing karena makanannya berupa cacing, serangga, invertebrate lain dan buah-buahan kecil.

foto oleh: Iing Solihin

Famili : Sylviidae

Nama Latin : Tesia superciliaris Nama Indonesia : Tesia Jawa

Nama Inggris : Javan Tesia Lokasi : 1,3,4,5,6,11

Tesia Jawa berukuran sangat kecil, hanya sekitar 7 cm. Memiliki warna tubuh hijau zaitun, kepala hitam dengan alis mata abu-abu pucat. Burung endemik Jawa Barat dan Jawa Tengah ini pada saat penelitian sering dijumpai di sekitar semak-semak Shelter Cigowong pada pukul 07.00 WIB.

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Sylviidae

Nama Latin : Megalurus palustris Nama Indonesia : Cicakoreng Jawa Nama Inggris : Striated Grassbird Lokasi : 1,2,4,5,6

Burung berukuran sekitar 26 cm ini merupakan jenis burung yang umum dijumpai di Jawa dan Bali. Tubuh bagian atas berwarna coklat kemerahan, ada coretan hitam pada punggung dan penutup sayap. Bagian bawah Keputih-putihan dengan coretan kehitaman pada dada serta kaki berwarna merah jambu.


(44)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Wisnu Prabowo

Famili : Sylviidae

Nama Latin : Prinia familiaris Nama Indonesia : Perenjak Jawa Nama Inggris : Bar-winged Prinia Lokasi : 4

Burung endemik Jawa ini berukuran 13 cm. Memiliki ekor yang panjang dan garis sayap putih dengan ujung hitam-putih. Tubuh bagian atas coklat-zaitun, tenggorokan dan adda tengah putih, sisi dada dan sisi tubuh abu-abu, perut dan tungging kuning pucat. Termasuk burung yang lincah dan aktif. Sering terlihat berkelompok kecil.

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Sylviidae

Nama Latin : Seicercus grammiceps Nama Indonesia : Cikrak Muda

Nama Inggris : Sunda Warbler Lokasi : 11,12

Cikrak Muda memiliki badan yang cenderung bulat dengan panjang 10 cm. Tubuh bagian atas bewarna hijau zaitun dengan tunggir keputih-putihan. Sering terlihat di lantai hutan, berburu serangga.

Famili : Paridae Nama Latin : Parus major

Nama Indonesia : Gelatikbatu Kelabu Nama Inggris : Great Tit

Lokasi : 1,2,3,4,6,10,11,12

Berukuran sekitar 13 cm, berwarna hitam (kepala dan kerongkongan), abu-abu dan putih. Termasuk burung kecil yang lincah, makanan kesukaan beruka serangga. Selama penelitian banyak terlihat di pohon alpukat pada perkebunan masyarakat, bersama dengan cucak kutilang.

Famili : Nectariniidae Nama Latin : Cinnyris jugularis Nama Indonesia : Burungmadu Sriganti Nama Inggris : Olive-backed Sunbird Lokasi : 1,4,6,8


(45)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Baskoro

Burung berukuran kecil sekitar 10 cm. Dagu dan dada jantan berwarna hitam-ungu metalik, punggung hijau-zaitun. Betina berwarna hijau-zaitun, kuning dan alis kuning muda. Burungmadu merupakan kerabat dekat dengan burung kolibri yang ada di Amerika. Burung pemakan nectar ini berperan dalam membantu penyerbukan bunga dan tanaman di hutan, sehingga tidak mengherankan jika seluruh jenis burung ini yang tercatat dalam penelitian ini dilindungi oleh Undang-Undang.

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Nectariniidae Nama Latin : Aethopyga eximia Nama Indonesia : Burungmadu Gunung Nama Inggris : Velvet-fronted Nuthatch Lokasi : 1,2,12

Burungmadu Gunung berukuran sekitar 13 cm, berwarna-warni. Jantan berwarna biru-ungu mengkilap, merah, zaitun, tunggir kuning dan ekor hijau-kebiruan panjang. Betina didominasi warna zaitun suram. Sama seperti suku nectariidae lainnya, burungmadu ini memiliki kemampuan unik yang tidak dimiliki suku lainnya yaitu kemampuannya untuk terbang diam ditempat saat mengambil nectar dan terbang secara mundur. Kemampuan inilah yang menginspirasi dari pembuatan helicopter.

foto oleh: Imam Taufiqurrahman

Famili : Nectariniidae

Nama Latin : Aethopyga mystacalis Nama Indonesia : Burungmadu Jawa Nama Inggris : Javan Sunbird Lokasi : 4,11

Burungmadu Jawa berukuran sekitar 12 cm, jantan berwarna merah terang sedangkan betina abu-abu zaitun buram. Hidup berbasanga, agak rebut dan tinggal pada ujung tajuk atas. Memiliki ciri khas berupa sapuan merah pada ekor dan sayap.


(46)

Lampiran 3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta status konservasinya.

No. Nama Indonesia Endemisitas Status Perlindungan IUCN CITES UU

1 Sikepmadu Asia II AB

2 Elangular Bido II AB

3 Elang Hitam II AB

4 Elang Brontok II AB

5 Elang Jawa E EN II AB

6 Punai Besar VU

7 Punai Kecil

8 Walik Kepala-ungu E

9 Pergam Hijau

10 Pergam Punggung-hitam E

11 Uncal Loreng

12 Uncal Buau

13 Dederuk Jawa

14 Tekukur Biasa

15 Serindit Jawa E NT II

16 Kangkok Ranting

17 Wiwik Lurik

18 Wiwik Kelabu

19 Wiwik Uncuing

20 Kadalan Birah

21 Bubut Besar

22 Bubut Jawa E VU

23 Bubut Alang-alang

24 Kedasi Hitam

25 Walet Linci

26 Rajaudang Meninting

27 Cekakak Jawa E

28 Cekakak Sungai

29 Takur Api

30 Takur Tohtor E

31 Takur Ungkut-ungkut

32 Caladi Batu

33 Caladi Ulam

34 Layanglayang Batu

35 Kepudangsungu Gunung

36 Sepah Kecil

37 Sepah Gunung E

38 Cipoh Kacat

39 Cucak Kuning

40 Cucak Kutilang


(47)

Lampiran 3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta status konservasinya (lanjutan).

42 Merbah Cerukcuk

43 Merbah Corok-corok

44 Empuloh Janggut

45 Brinji Gunung E NT

46 Bentet Kelabu

47 Cingcoang Coklat

48 Meninting Kecil E

49 Ciungbatu Kecil-Sunda E

50 Ciungbatu Siul

51 Anis Hutan

52 Pelanduk Semak E

53 Berencet Kerdil

54 Tepus Pipi-perak E AB

55 Ciungair Coreng

56 Tepus Gelagah

57 Ciu Besar

58 Ciu Kunyit

59 Tesia Jawa E

60 Ceret Gunung

61 Cicakoreng Jawa

62 Perenjak Coklat

63 Perenjak Jawa E

64 Perenjak Padi

65 Cinenen Gunung

66 Cinenen Pisang

67 Cinenen Jawa E

68 Cikrak Daun

69 Cikrak Muda E

70 Sikatan Bodoh

71 Sikatan Belang

72 Sikatan Biru-muda

73 Sikatan Cacing

74 Kipasan Ekor-merah E

75 Gelatikbatu Kelabu

76 Munguk Beledu

77 Burungmadu Sriganti AB

78 Burungmadu Gunung E AB

79 Burungmadu Jawa E AB

80 Pijantung Besar AB

81 Pijantung Gunung B

82 Kacamata Biasa

83 Opior Jawa E AB

84 Bondol Peking

85 Bondol Jawa E VU II


(48)

Lampiran 3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta status konservasinya (lanjutan).

87 Kerak Kerbau

88 Srigunting Hitam

89 Srigunting Kelabu

90 Kekep Babi

91 Gagak Hutan

Keterangan: E = Endemik EN = Endangered NT = Near Threated VU = Vulnerable

II = Appendix II CITES A = UU No. 5 Tahun 1990 B = PP No. 7 Tahun 1999


(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 09 Januari 1992 dari ayah Drs. Munzaini, M. Pd.I. dan ibu Alvi Dalika, S. Pd. Penulis adalah kakak dari Audina Mufida dan Ilhammufid Al Ayyubi. Penulis merupakan alumni dari SMA Negeri 2 Pare, Kab. Kediri. Pada tahun 2010 diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan penulis pernah dipercaya sebagai asisten praktikum mata kuliah Rekreasi Alam dan Ekowisata, Pendidikan Konservasi dan Interpretasi Alam tahun 2012-2014, sekretaris 1 Keluarga Mahasiswa Jayabaya (Kamajaya Kediri) tahun 2012, ketua Biro Informasi dan Komunikasi Himakova (2012/2013), ketua Divisi Hubungan Masyarakat Gebyar Himakova tahun 2012, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova), anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata “Tapak” Himakova,

anggota Fotografi Konservasi “FOKA” Himakova, anggota public relationship

International Forestry Student Association (IFSA LC-IPB), mahasiswa Leadership and Entreupreneurship School (LES) IPB (2011), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Panahan IPB, dan pemandu di Agroedutourism IPB. Penulis pernah mengikuti beberapa ekspedisi yaitu Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) di CA dan TWA Sukawayana-CA Tangkuban Perahu, Sukabumi (2012), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di TN Bukit Tigapuluh, Riau (2012) dan TN Manusela, Maluku (2013). Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CA dan TWA Pangandaran-Gunung Sawal, Jawa Barat (2012), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan gunung Walat (HPGW) Sukabumi (2013) dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai (2014).

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana Taman Nasional Gunung Ciremai” di bawah bimbingan Prof. Dr. E.K.S Harini Muntasib, MS dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc.


(1)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Wisnu Prabowo

Famili : Sylviidae

Nama Latin : Prinia familiaris Nama Indonesia : Perenjak Jawa Nama Inggris : Bar-winged Prinia Lokasi : 4

Burung endemik Jawa ini berukuran 13 cm. Memiliki ekor yang panjang dan garis sayap putih dengan ujung hitam-putih. Tubuh bagian atas coklat-zaitun, tenggorokan dan adda tengah putih, sisi dada dan sisi tubuh abu-abu, perut dan tungging kuning pucat. Termasuk burung yang lincah dan aktif. Sering terlihat berkelompok kecil.

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Sylviidae

Nama Latin : Seicercus grammiceps Nama Indonesia : Cikrak Muda

Nama Inggris : Sunda Warbler Lokasi : 11,12

Cikrak Muda memiliki badan yang cenderung bulat dengan panjang 10 cm. Tubuh bagian atas bewarna hijau zaitun dengan tunggir keputih-putihan. Sering terlihat di lantai hutan, berburu serangga.

Famili : Paridae Nama Latin : Parus major

Nama Indonesia : Gelatikbatu Kelabu Nama Inggris : Great Tit

Lokasi : 1,2,3,4,6,10,11,12

Berukuran sekitar 13 cm, berwarna hitam (kepala dan kerongkongan), abu-abu dan putih. Termasuk burung kecil yang lincah, makanan kesukaan beruka serangga. Selama penelitian banyak terlihat di pohon alpukat pada perkebunan masyarakat, bersama dengan cucak kutilang.

Famili : Nectariniidae Nama Latin : Cinnyris jugularis Nama Indonesia : Burungmadu Sriganti Nama Inggris : Olive-backed Sunbird Lokasi : 1,4,6,8


(2)

Lampiran 2 Jenis burung yang potensial sebagai objek birdwatching beserta deskripsinya (lanjutan).

foto oleh: Baskoro

Burung berukuran kecil sekitar 10 cm. Dagu dan dada jantan berwarna hitam-ungu metalik, punggung hijau-zaitun. Betina berwarna hijau-zaitun, kuning dan alis kuning muda. Burungmadu merupakan kerabat dekat dengan burung kolibri yang ada di Amerika. Burung pemakan nectar ini berperan dalam membantu penyerbukan bunga dan tanaman di hutan, sehingga tidak mengherankan jika seluruh jenis burung ini yang tercatat dalam penelitian ini dilindungi oleh Undang-Undang.

foto oleh: Swiss Winnasis

Famili : Nectariniidae Nama Latin : Aethopyga eximia Nama Indonesia : Burungmadu Gunung Nama Inggris : Velvet-fronted Nuthatch Lokasi : 1,2,12

Burungmadu Gunung berukuran sekitar 13 cm, berwarna-warni. Jantan berwarna biru-ungu mengkilap, merah, zaitun, tunggir kuning dan ekor hijau-kebiruan panjang. Betina didominasi warna zaitun suram. Sama seperti suku nectariidae lainnya, burungmadu ini memiliki kemampuan unik yang tidak dimiliki suku lainnya yaitu kemampuannya untuk terbang diam ditempat saat mengambil nectar dan terbang secara mundur. Kemampuan inilah yang menginspirasi dari pembuatan helicopter.

foto oleh: Imam Taufiqurrahman

Famili : Nectariniidae

Nama Latin : Aethopyga mystacalis Nama Indonesia : Burungmadu Jawa Nama Inggris : Javan Sunbird Lokasi : 4,11

Burungmadu Jawa berukuran sekitar 12 cm, jantan berwarna merah terang sedangkan betina abu-abu zaitun buram. Hidup berbasanga, agak rebut dan tinggal pada ujung tajuk atas. Memiliki ciri khas berupa sapuan merah pada ekor dan sayap.


(3)

Lampiran 3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta status konservasinya.

No. Nama Indonesia Endemisitas Status Perlindungan IUCN CITES UU

1 Sikepmadu Asia II AB

2 Elangular Bido II AB

3 Elang Hitam II AB

4 Elang Brontok II AB

5 Elang Jawa E EN II AB

6 Punai Besar VU

7 Punai Kecil

8 Walik Kepala-ungu E

9 Pergam Hijau

10 Pergam Punggung-hitam E

11 Uncal Loreng

12 Uncal Buau

13 Dederuk Jawa

14 Tekukur Biasa

15 Serindit Jawa E NT II

16 Kangkok Ranting

17 Wiwik Lurik

18 Wiwik Kelabu

19 Wiwik Uncuing

20 Kadalan Birah

21 Bubut Besar

22 Bubut Jawa E VU

23 Bubut Alang-alang

24 Kedasi Hitam

25 Walet Linci

26 Rajaudang Meninting

27 Cekakak Jawa E

28 Cekakak Sungai

29 Takur Api

30 Takur Tohtor E

31 Takur Ungkut-ungkut

32 Caladi Batu

33 Caladi Ulam

34 Layanglayang Batu

35 Kepudangsungu Gunung

36 Sepah Kecil

37 Sepah Gunung E

38 Cipoh Kacat

39 Cucak Kuning

40 Cucak Kutilang


(4)

Lampiran 3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta status konservasinya (lanjutan).

42 Merbah Cerukcuk

43 Merbah Corok-corok

44 Empuloh Janggut

45 Brinji Gunung E NT

46 Bentet Kelabu

47 Cingcoang Coklat

48 Meninting Kecil E

49 Ciungbatu Kecil-Sunda E

50 Ciungbatu Siul

51 Anis Hutan

52 Pelanduk Semak E

53 Berencet Kerdil

54 Tepus Pipi-perak E AB

55 Ciungair Coreng

56 Tepus Gelagah

57 Ciu Besar

58 Ciu Kunyit

59 Tesia Jawa E

60 Ceret Gunung

61 Cicakoreng Jawa

62 Perenjak Coklat

63 Perenjak Jawa E

64 Perenjak Padi

65 Cinenen Gunung

66 Cinenen Pisang

67 Cinenen Jawa E

68 Cikrak Daun

69 Cikrak Muda E

70 Sikatan Bodoh

71 Sikatan Belang

72 Sikatan Biru-muda

73 Sikatan Cacing

74 Kipasan Ekor-merah E

75 Gelatikbatu Kelabu

76 Munguk Beledu

77 Burungmadu Sriganti AB

78 Burungmadu Gunung E AB

79 Burungmadu Jawa E AB

80 Pijantung Besar AB

81 Pijantung Gunung B

82 Kacamata Biasa

83 Opior Jawa E AB

84 Bondol Peking

85 Bondol Jawa E VU II


(5)

Lampiran 3 Jenis-jenis burung yang ditemukan di seluruh jalur pengamatan beserta status konservasinya (lanjutan).

87 Kerak Kerbau

88 Srigunting Hitam

89 Srigunting Kelabu

90 Kekep Babi

91 Gagak Hutan

Keterangan: E = Endemik EN = Endangered NT = Near Threated VU = Vulnerable

II = Appendix II CITES A = UU No. 5 Tahun 1990 B = PP No. 7 Tahun 1999


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 09 Januari 1992 dari ayah Drs. Munzaini, M. Pd.I. dan ibu Alvi Dalika, S. Pd. Penulis adalah kakak dari Audina Mufida dan Ilhammufid Al Ayyubi. Penulis merupakan alumni dari SMA Negeri 2 Pare, Kab. Kediri. Pada tahun 2010 diterima masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan penulis pernah dipercaya sebagai asisten praktikum mata kuliah Rekreasi Alam dan Ekowisata, Pendidikan Konservasi dan Interpretasi Alam tahun 2012-2014, sekretaris 1 Keluarga Mahasiswa Jayabaya (Kamajaya Kediri) tahun 2012, ketua Biro Informasi dan Komunikasi Himakova (2012/2013), ketua Divisi Hubungan Masyarakat Gebyar Himakova tahun 2012, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova), anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata “Tapak” Himakova,

anggota Fotografi Konservasi “FOKA” Himakova, anggota public relationship International Forestry Student Association (IFSA LC-IPB), mahasiswa Leadership and Entreupreneurship School (LES) IPB (2011), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Panahan IPB, dan pemandu di Agroedutourism IPB. Penulis pernah mengikuti beberapa ekspedisi yaitu Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (Rafflesia) di CA dan TWA Sukawayana-CA Tangkuban Perahu, Sukabumi (2012), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di TN Bukit Tigapuluh, Riau (2012) dan TN Manusela, Maluku (2013). Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di CA dan TWA Pangandaran-Gunung Sawal, Jawa Barat (2012), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan gunung Walat (HPGW) Sukabumi (2013) dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai (2014).

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Jalur Interpretasi Birdwatching di Resort Cigugur dan Resort Jalaksana Taman Nasional Gunung Ciremai” di bawah bimbingan Prof. Dr. E.K.S Harini Muntasib, MS dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc.