Asosiasi Aktivitas Selulolitik dan Analisis Molekuler dengan Metode Rep-PCR dari Xanthomonas oryzae pv. oryzae

i

ASOSIASI AKTIVITAS SELULOLITIK DAN ANALISIS
MOLEKULER DENGAN METODE Rep-PCR DARI
Xanthomonas oryzae pv. oryzae

TRIA WULAN

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Asosiasi Aktivitas

Selulolitik dan Analisis Molekuler dengan Metode Rep-PCR dari Xanthomonas
oryzae pv. oryzae adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor. Juni 2014
Tria Wulan
NIM G84100075

iv

ABSTRAK
TRIA WULAN. Asosiasi Aktivitas Selulolitik dan Analisis Molekuler dengan
Metode Rep-PCR dari Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Dibimbing oleh LAKSMI
AMBARSARI dan FATIMAH.
Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan bakteri penyebab

penyakit hawar daun pada padi. Sebanyak 27 isolat Xoo yang digunakan berasal
dari beberapa daerah di Indonesia kemudian diuji aktivitas selulolitiknya dengan
menggunakan media CMC, dianalisis karakteristik molekulernya menggunakan
teknik Rep-PCR, serta dianalisis asosiasi diantara keduanya dengan menggunakan
program Tassel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui asosiasi
antara aktivitas selulolitik dan analisis molekuler dengan metode Rep-PCR yang
dihasilkan dari bakteri Xoo. Pengujian selulolitik yang dilakukan pada 27 isolat
Xoo, diperoleh isolat 7624 yang diketahui sebagai ras IV memiliki rataan zona
bening terbesar yaitu 1.43 cm sedangkan isolat Xoo12-253 menghasilkan rataan
zona bening terkecil sebesar 0.31 cm. Untuk analisis molekuler digunakan primer
BOXA1R, (GTG)5, dan ERIC untuk mengamplifikasi DNA genom Xoo dan
menghasilkan pita DNA yang polimorfik antar primer dari tiap isolat. Nilai PIC
terbesar diperoleh oleh primer ERIC dengan nilai 0.34. Hasil asosiasi dari
pengujian selulolitik dan analisis molekuler DNA dengan Rep-PCR diketahui
memiliki korelasi yang rendah serta tidak ada asosiasi yang signifikan antar
keduanya.
Kata kunci : analisis molekuler, Rep-PCR, selulolitik, Xanthomonas oryzae

ABSTRACT
TRIA WULAN. Association Cellulolytic Activity and Molecular Analysis with

Rep-PCR Method from Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Supervised by LAKSMI
AMBARSARI and FATIMAH.
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) causes bacterial leaf blight (BLB)
of rice. Twenty seven Xoo from several regions in Indonesia were tested
cellulolytic activity with CMC media, molecular analysis were analyzed using the
technique of Rep-PCR, and analyzed the association between the two by using the
program Tassel. The purpose of this study is to investigate the association
between cellulolytic activity and molecular analysist with Rep-PCR method from
Xoo DNA bacteria. The results of cellulolytic activity from 27 isolates Xoo, 7624
isolate known as type IV has the largest clear zone is 1.43 cm and Xoo12-253
isolate has the smallest clear zone is 0.31 cm. For the molecular characteristics,
used BOXA1R, (GTG)5, and ERIC primers to amplify genomic DNA and
produces polymorphic Xoo DNA bands different between three primers. Most PIC
value obtained by the ERIC primer with value 0.34. The results of testing the
association of cellulolytic activity and molecular characteristics of DNA
amplification by Rep-PCR were known that have a low correlation and no
significant association between the two.
Keywords: cellulolytic, molecular analysis, Rep-PCR, Xanthomonas oryzae

v


ASOSIASI AKTIVITAS SELULOLITIK DAN ANALISIS
MOLEKULER DENGAN METODE Rep-PCR DARI
Xanthomonas oryzae pv. oryzae

TRIA WULAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii


Judul Skripsi : Asosiasi Aktivitas Selulolitik dan Analisis Molekuler dengan
Metode Rep-PCR dari Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Nama
: Tria Wulan
NIM
: G84100075

Disetujui

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Pembimbing I

Dr Fatimah, MSi
Pembimbing II

Diketahui

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen


Tanggal lulus:

ix

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya
ilmiah yang berjudul “Asosiasi Aktivitas Selulolitik dan Analisis Molekuler
dengan Metode Rep-PCR dari Xanthomonas oryzae pv. oryzae”. Karya ilmiah ini
merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen
Biokimia FMIPA IPB.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Laksmi Ambarsari, MS.
selaku pembimbing utama dan Dr. Fatimah, MSi selaku pembimbing kedua yang
telah menyempatkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan serta
motivasi selama penulisan karya ilmiah ini. Segenap terima kasih penulis juga
sampaikan pada Bapak Apon Zaenal, Kak Ike, Kak Bugi, Kak Aksar, Kak Taufik,
Kak Kus, dan Kak Andin yang telah memberikan bimbingan selama penulis
melakukan penelitian di LIPI Cibinong, serta Bapak Mahruf dan Mbak Oya yang
telah membantu dan membimbing selama di Laboratorium Biologi Molekuler
BIOGEN.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Papa, Mama, Kakak-kakak,
Riyan Anugrah, serta rekan-rekan Biokimia angkatan 47 yang telah memberikan
dukungan dan motivasi selama penulisan karya ilmiah ini. Penulis menyadari
penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari
pembaca diharapkan dapat menyempurnakan tulisan ini. Penulis juga berharap
karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan inspirasi positif kepada
pembaca.

Bogor, Juni 2014

Tria Wulan

x

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE

Alat
Bahan
Prosedur Penelitian
HASIL
Hasil Peremajaan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)
Aktivitas Selulolitik Bakteri Xoo pada Media CMC
Kualitas DNA Genom Bakteri Xoo
Pita Polimorfik DNA Bakteri Xoo
Klasterisasi Bakteri Xoo
Asosiasi Aktivitas Selulolitik dengan Amplifikasi DNA Xoo
PEMBAHASAN
Hasil Peremajaan Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)
Aktivitas Selulolitik Bakteri Xoo pada Media CMC
Kualitas DNA Genom Bakteri Xoo
Pita Polimorfik DNA Bakteri Xoo
Klasterisasi Bakteri Xoo
Asosiasi Aktivitas Selulolitik dan Amplifikasi DNA Xoo
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xi
xi
xi
1
2
3
3
4
7
7
8
9
10
12
14
16

16
16
18
19
20
21
22
22
23
23
27
44

xi

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10

Hasil peremajaan bakteri Xoo pada media WA
Zona bening yang terbentuk akibat aktivitas selulase
Elektroforegram hasil isolasi DNA genom bakteri Xoo
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer BOXA1R
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer (GTG)5
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primerERIC
Dendrogram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer BOXA1R
Dendrogram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer (GTG)5
Dendrogram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer ERIC
Struktur selulosa

7
8
10
10
11
11
12
13
14
17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Daftar asal daerah isolat Xoo
Aktivitas selulolitik bakteri Xoo pada media CMC
Hasil perhitungan statistik pada primer Rep-PCR
Isolat Xoo berdasarkan klaster pada primer dan diameter zona bening
Hasil analisis asosiasi fenotip dengan genotip

3
8
12
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Skema alir penelitian
Alur isolasi DNA genom
Hasil pengukuran zona bening dari aktivitas enzim selulase bakteri Xoo
Hasil aktivitas selulase 27 isolat Xoo pada media CMC
Hasil uji statistik aktivitas selulase dengan SPSS
Hasil kuantitatif isolasi DNA genom Xoo
Elektroforegram hasil isolasi DNA genom Xoo
Hasil skoring elektroforegram Rep-PCR

28
29
30
33
34
36
37
39

1

PENDAHULUAN
Kebutuhan padi di Indonesia terus meningkat seiring dengan
meningkatnya kebutuhan pangan. Peningkatan produksi padi mengalami banyak
kendala karena adanya serangan pada padi yang dapat menurunkan produksi padi.
Salah satu penyakit utama padi sawah di Indonesia adalah hawar daun bakteri atau
kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) (IRRI 2010).
Pada tingkat keparahan 20%, sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai
menurunkan hasil. Hasil padi turun 4% setiap kali penyakit bertambah parah 10%.
Serangan HDB dapat terjadi pada fase benih, tanaman muda, dan tanaman
dewasa. Serangan ini menyebabkan turunnya produksi padi. Lahan yang terserang
penyakit HDB sangat luas, khususnya di Indonesia. Tahun 2006, luas lahan di
Indonesia yang terserang HDB sebesar 74.243 ha. Tahun 2010, luas lahan yang
terserang HDB sebesar 54.796 ha, dan serangan ini meningkat pada masa tanam
2010-2011 menjadi sebesar 64.123 ha (Direktorat Perlindungan Tanaman 2011).
Berbagai upaya pengendalian penyakit hawar daun bakteri telah
dilakukan, diantaranya dengan penggunaan antibiotik oxytetracycline,
streptomycin, dan chloramphenicol (Khan et al. 2005), peramalan datangnya
serangan patogen (Liu et al. 2006), sanitasi di pertanaman padi (IRRI 2010),
penggunaan kombinasi agensia antagonis Pantoea agglomerans, Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus subtilis (Babu dan Thind 2005). Cara pengendalian
tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan karena X. oryzae pv. oryzae
mempunyai tingkat keragaman yang tinggi. Keragaman jenis Xoo terbentuk dari
karakteristik molekuler Xoo itu sendiri. Karena diketahui bakteri Xoo dari
berbagai daerah di Indonesia memiliki genetik yang cukup beragam (Djatmiko
dan Prihatiningsih 2011). Menurut Kadir (2009) menyatakan bahwa bakteri Xoo
mampu membentuk ras baru dengan cepat di lapang, sejalan dengan
perkembangan penggunaan varietas padi. Di Jawa Barat, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan Jawa Tengah, populasi Xoo ras VIII dilaporkan paling dominan
dan memiliki wilayah sebar sangat luas, baik di wilayah dataran rendah maupun
dataran sedang. Sementara itu Xoo ras III dan IV merupakan ras yang terdapat di
daerah tertentu, terutama di dataran rendah pada lokasi penanaman padi. Ras IV
diketahui sebagai ras yang paling ganas dan relatif lama bertahan. Hal ini
menandakan bahwa kemampuan virulensi tiap ras berbeda-beda pada daerah di
Indonesia.
Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae termasuk bakteri patogen yang
dapat menyebabkan penurunan produksi padi di Indonesia. Bakteri Xoo
melakukan beberapa strategi untuk dapat melumpuhkan inang (tanaman padi),
diantaranya harus dapat masuk ke dalam inang, menembus pertahanan inang, dan
merusak sel inang. Tentu untuk menembus pertahanan inang dibutuhkan faktor
virulensi oleh sebuah bakteri patogen. Diantara faktor virulensi pada bakteri
patogen tumbuhan terdapat enzim pendegradasi dinding sel pada tumbuhan,
seperti selulase, pektinase, xilanase, dan protease yang dikeluarkan oleh bakteri
patogen tumbuhan untuk merusak komponen pada dinding sel tumbuhan inang
dan memiliki peranan penting dalam virulensi (Hu et al. 2007). Salah satu enzim
pendegradasi dinding sel, salah satunya yaitu selulase. Selulase merupakan salah
satu kelompok enzim yang termasuk dalam sistem enzim lignoselulolitik yang
diproduksi mikroorganisme yang berperan dalam degradasi material sel tumbuhan

2

dan memiliki peran untuk menghidrolisis selulosa dengan memecah ikatan β-1,4D-glikosidik untuk menghasilkan oligosakarida maupun glukosa (Lelana 2009).
Menurut Temuujin et al. (2011), melaporkan bahwa selulase merupakan faktor
virulensi terpenting pada Xoo karena memiliki gen yang paling banyak diantara
enzim ekstraseluler lainnya.
Studi mengenai karakteristik pada bakteri dapat dilakukan dari aspek
fenotipe dan genotipe. Karakter fenotipe seperti patogenisitas, spesifisitas inang,
virulensi, dan distribusi geografis berkaitan erat dengan keragaman genetik dari
bakteri. Namun karakter fenotipe belum bisa untuk memastikan adanya perubahan
secara genetik, karena sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan memicu
adaptasi yang bersifat sementara atau permanen. Oleh karena itu, terdapat metode
genotipe yang dapat mempelajari karakteristik bakteri tanpa dipengaruhi faktor
lingkungan. Salah satunya dengan marka molekuler (Yildrim et al. 2011).
Marka molekuler bisa digunakan sebagai alat untuk mempelajari
perbedaan dan perubahan genetik antar waktu atau lokasi dari suatu tingkat taksa
atau populasi (Perrier et al. 2009). Repetitive PCR (Rep-PCR) merupakan metode
amplifikasi fragmen DNA dengan menggunakan primer yang berkomplemen
dengan sekuens berulang yang terdapat pada bakteri (Lisek et al. 2011). Setiap
mikroorganisme memiliki sekuen yang berulang (repetitive sequence) dengan
jumlah dan jarak yang bervariasi (Prihantoro et al. 2012). Rep-PCR telah diakui
sebagai teknik PCR berbasis sederhana dengan karakteristik sebagai berikut: (i)
Memiliki kekuatan diskriminatif yang tinggi, (ii) biaya rendah, (iii) cocok untuk
strain yang tinggi, dan (iv) alat yang handal untuk mengklasifikasikan berbagai
bakteri Gram negatif dan beberapa Gram positif (Yildrim et al. 2011).
Keshavarz (2011) menyatakan bahwa metode Rep-PCR dapat digunakan
untuk melakukan karakterisasi molekuler pada bakteri Xoo yang berasal dari
populasi berbagai daerah di Malaysia. Masih sedikit data yang melaporkan
mengenai korelasi antara genotipe dengan fenotipe yang dihasilkan yang mungkin
memiliki latar belakang genetik yang harus diketahui lebih jauh, sehingga
dilakukan penelitian untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara
kemampuan selulolitik yang berbeda dengan analisis molekuler dengan metode
Rep-PCR dari Xoo yang diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas
selulolitik dan analisis molekuler yang dihasilkan dari bakteri Xoo. Penelitian ini
diharapkan dapat membantu pembudidayaan varietas padi yang tahan HDB akibat
beragamnya genetika pada bakteri Xoo melalui analisis molekuler serta
karakterisasi faktor virulensi yang dimiliki bakteri Xoo melalui pengujian
selulolitik.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, yakni pada bulan Januari-Juni
2014. Tempat pelaksanaannya di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar
Biogen dan Laboratorium Mikrobiologi dan Virologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI).

3

Alat
Alat yang digunakan meliputi, cawan Petri, neraca analitik, tabung reaksi,
gelas ukur, gelas piala, inkubator, mesin autoklaf, shaker, bunsen, labu
Erlenmeyer, alumunium foil, plastic wrap, pipet mikro, tabung Eppendorf, kapas,
PCR plate. Selain itu juga digunakan perangkat seperti mesin Nanodrop, laminar
air flow cabinet, mesin elektroforesis, UV Illuminator ChemiDoc EQ Biorad, dan
mesin Biometra Thermocycler.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu 27 buah isolat bakteri Xoo dari koleksi
BB-BIOGEN (Tabel 1), sukrosa, pepton, Ca(NO3)4H2O, Na2HPO47H2O,
FeSO47H2O, agar bakto, bubuk Nutrient Broth (NB), akuades, Tris HCl pH 8,
EDTA pH 8, NaCl 5 M, Sodium Dodesil Sulphate (SDS), Polivinyl Pirolidone
(PVP), kalium asetat , etanol absolut, etanol 70%, RNAse, bufer Tris-EDTA (TE),
tisu kimwipes, Primer BOXAIR, ERIC1R, ERIC2, dan (GTG) 5, dNTP mix
Thermo Scentific, Dreamtaqbuffer PCR 10x + MgCl2, Thermo Scientific Taq
polymerase, DNA ladder Vivantis 100bp plus, basa tris, asam borat, etidium
bromide (EtBr), karboksimetil selulosa, natrium fosfat, natrium azida, kongo red
0.1%, NaCl 1 M, kalium klorida.
Tabel 1 Daftar asal daerah isolat Xoo
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Kode Isolat
7608
7624
8021
8024
93-229
Xoo11-003
Xoo11-020
Xoo11-021
Xoo11-022
Xoo11-030
Xoo12-011
Xoo12-012
Xoo12-176
Xoo12-177
Xoo12-183
Xoo12-190
Xoo12-195
Xoo12-198
Xoo12-200
Xoo12-207
Xoo12-225
Xoo12-231
Xoo12-253
Xoo12-285
Xoo12-286
Xoo12-302
Xoo12-303

Varietas
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Ciherang
Ciherang
Kuriak Putiah
Kuriak Putiah
Kuriak Putiah
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
IR-64
IR-64
Ciherang
Ciherang
Inpari-13
Inpari-13

Lokasi
Cibadak-Jabar
Bogor-Jabar
Subang-Jabar
Cianjur-Jabar
Harjobinangun-Jateng
Cianjur-Jabar
Cianjur-Jabar
Maninjau-Sumbar
Maninjau-Sumbar
Maninjau-Sumbar
Sudiang-Biringkanaya, Sulsel
Sudiang-Biringkanaya, Sulsel
Kauman-Batang, Jateng
Kauman-Batang, Jateng
Kauman-Batang, Jateng
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Duwet-Pekalongan, Jateng
Sawahan, Tulis-Batang, Jateng
Sawahan, Tulis-Batang, Jateng
Ds. Wr. Nangka Subang Jabar
Ds. Wr. Nangka Subang Jabar
BBPP Btg. Kaluku,Sulsel
BBPP Btg. Kaluku, Sulsel

4

Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan tahapan awal yaitu melakukan peremajaan
bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada media Wakimoto Agar di cawan
Petri untuk mendapat biakan murni. Setelah bakteri dapat tumbuh baik pada
cawan Petri kemudian dipindahkan pada agar miring sebagai biakkan simpan.
Tahapan pertama yaitu melakukan penapisan pada bakteri Xoo yang dapat
menghasilkan selulase. Tahapan ini dilakukan pengukuran zona bening yang
terbentuk pada media yang mengandung CMC karena adanya aktivitas enzim
selulase dari isolat yang diuji. Hasil pengukuran zona bening tiap isolat kemudian
dilakukan uji lanjut Duncan dengan aplikasi program SPSS.
Tahapan selanjutnya yaitu melakukan isolasi untuk memperoleh DNA dari
bakteri Xoo dengan metode Shanti (2001). DNA yang diperoleh kemudian di
amplifikasi dengan menggunakan teknik Rep-PCR. Primer yang digunakan yaitu
BOXA1R, ERIC, dan (GTG)5. Setelah diperoleh pita dari hasil amplifikasi
dengan teknik Rep-PCR kemudian dilakukan skoring dengan angka biner untuk
klasterisasi dengan dendrogram dengan bantuan aplikasi program NTSYS 2.10
serta perhitungan nilai PIC dengan aplikasi program Cervus. Kemudian
melakukan analisis ada tidaknya asosiasi antara aktivitas selulolitik dengan
analisis molekuler yang dihasilkan dari amplifikasi DNA Xoo dengan
menggunakan program Tassel (alur penelitian dicantumkan di Lampiran 1).
Pembuatan Media Wakimoto Agar (IRRI 1996)
Sebanyak 20 g sukrosa, 5 g pepton, 0.5 g Ca(NO3)4H2O, 1.82 g
Na2HPO47H2O, 0.05 g FeSO47H2O, 18 g bakto agar dicampurkan dalam 1 liter
akuades pada labu Erlenmeyer 1000 mL, diaduk, ditutup dengan alumunium foil,
dan di autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Kemudian media yang masih
panas dituangkan pada cawan Petri untuk media cawan dan tabung reaksi yang
tertutup kapas steril yang dimiringkan untuk media miring, lalu didinginkan.
Proses dilakukan dalam laminar air flow cabinet.
Peremajaan Bakteri Patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) (IRRI
1996)
Bakteri Xoo dari stok digoreskan dan ditumbuhkan pada medium
Wakimoto Agar pada cawan Petri yang telah diberi label sesuai dan diinkubasi
pada suhu 28°C selama 24-48 jam. Proses ini dilakukan dalam laminar air flow
cabinet. Bakteri yang telah tumbuh ditandai dengan munculnya koloni berwarna
kuning mengkilat. Satu ose koloni dari cawan digoreskan ke dalam media miring
WA yang telah ditandai berdasarkan penomoran Xoo, dan disimpan pada suhu
28°C hingga uji selanjutnya. Proses ini dilakukan di dalam laminar air flow
cabinet.
Proses selanjutnya yaitu inokulasi bakteri ke dalam media cair NB
(Nutrient Broth). Sebanyak 8 g bubuk NB disuspensikan dalam 1 L dH2O,
kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.
Isolat bakteri diinokulasi pada media NB, lalu digoyang dengan alat penggoyang
pada kecepatan 200 rpm selama 24 jam (1 malam) pada suhu 28°C hingga isolat
tercampur merata dalam media (media tampak keruh).

5

Pengujian Selulolitik pada Xoo (Chatterjee et al. 1995)
Bakteri Xoo yang telah ditumbuhkan dari agar miring WA diambil
sebanyak satu ose, kemudian dipindahkan ke dalam media NB dan digoyang pada
alat penggoyang dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 28°C selama 24 jam
hingga mencapai OD ± 1.0 . Bakteri yang sudah dikultur kemudian disentrifugasi
pada 6000 rpm selama 10 menit. Pisahkan antara supernatan dan pelet kemudian
ambil 30 µL kultur yang ditempatkan dalam sebuah lubang di media uji agar yang
berisi 0.1% karboksimetil selulosa (CMC), 50 mM natrium fosfat (pH 7,0), 0.8%
agarosa, dan 0.02% natrium azida. Cawan Petri diinkubasi selama 20 jam pada
suhu 28°C. Kemudian cawan diwarnai dengan 0.1% kongo red selama 10 menit
dan dicuci beberapa kali dengan 1 M NaCl. Setelah pencucian, pengujian
selulolitik ditentukan dengan mengukur diameter zona bening dari daerah sekitar
lubang. Setiap pengujian sampel dilakukan ulangan sampai 3 kali untuk analisis
statistik dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan program SPSS.
Isolasi DNA Genom Xoo (Shanti et al. 2001)
Isolasi DNA genom dilakukan dengan metode Shanti et al. (2001). Media
NB sebanyak 5 mL dimasukkan ke tabung reaksi dan disterilisasi. Sebanyak satu
lup koloni bakteri Xoo diambil dari kultur stok dengan menggunakan ose steril
yang diinokulasikan ke dalam media NB steril dan diinkubasi selama semalam
pada suhu ruang di inkubator bergoyang. Sebanyak 1 mL inokulum dipindahkan
ke dalam tabung Eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama
5 menit. Pelet diresuspensi dengan bufer ekstraksi (100 mM Tris HCl pH 8, 100
mM EDTA, 250 mM NaCl, 1% SDS, 1% PVP) sebanyak 650 µL dan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 65°C, setiap 10 menit sekali tabung dibolak-balik.
Selanjutnya ditambahkan dengan 100 µL kalium asetat 5 M dan disentrifugasi
dengan kecepatan 13000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh
dipresipitasi dengan etanol absolut dingin dengan perbandingan 2:1. Selanjutnya,
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 13000 rpm selama 5 menit. Pelet yang
diperoleh diresuspensi kembali dengan etanol 70% dan disentrifugasi dengan
10000 rpm selama 10 menit. Setelah diuapkan, ditambahkan dengan 30µL RNAse
0,1mg/mL dan 100 µL TE bufer sebagai DNA stok (Bagan alir isolasi genom
dapat dilihat pada Lampiran 2).
Uji Kuantitatif DNA dengan Nanodrop (Thermo Fisher Scientific 2009)
Sebanyak 2 µL larutan bufer TE 0.1x dimasukkan ke dalam lubang ukur
pada mesin nanodrop kemudian tombol read blank ditekan pada komputer. Kertas
tisu Kimwipes digunakan untuk membersihkan sisa bufer TE. Kemudian sampel
DNA dimasukan sebanyak 2 µL ke dalam lubang ukur, kemudian dipilih menu
read sample. Hasil pengukuran berupa nilai kemurnian sampel akan muncul
dalam satuan konsentrasi ng/µL. Kemurnian DNA dapat dilihat pada Å260/Å280.
Uji Kualitatif DNA dengan Elektroforesis Gel Agarosa (Sambrook dan
Russell 2001)
Disiapkan gel agarosa 0.8 % dalam bak elektroforesis yang berisi 0.5 x
bufer TBE. Sebanyak 1 µL sampel DNA hasil isolasi ditambahkan dengan 1 µL

6

loading dye, kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel. Selanjutnya dirunning
pada voltase 100 volt selama ± 90 menit. Pita-pita DNA kemudian dilihat dengan
UV Transiluminator.
Amplifikasi DNA dengan PCR
Hasil isolasi DNA yang telah disamakan konsentrasinya selanjutnya
diamplifikasi dengan mesin PCR. Proses amplifikasi DNA dari bakteri Xoo
menggunakan dengan primer BOXA1R:5-’CTACGGCA AGGCGACGCTGAC
G-3’, ERIC1R: 5’-ATGTAAGCTCCTGGG GATTCAC-’3, ERIC2:5’-AAG
TAAGTGACTGGGGTGAGCG-’3, dan (GTG)5: 5’-GTGGTGGTGGTGGTG-3’
(Li et al. 2011). Tahap awal untuk proses amplifikasi DNA yaitu disiapkannya
tabung mikro untuk tempat pengisian mix PCR. Setiap tabung diisi dengan mix
PCR yang terdiri atas 4 µL dNTP 2 mM, 3 µL primer BOXA1R 10 pM, 1 µL
primer ERIC1R dan 1 µL primer ERIC2 10 pM, 3 µL primer (GTG) 5 10 pM, 2 µL
bufer PCR 10x dengan MgCl2, 0.2 µL Taq polymerase 5 U/µL, 0.2 µL GC Rich, 1
µL DNA sampel 25 ng µL-1. Kemudian penambahan ddH2O steril sampai total
volume mix PCR adalah 20 µL.
Profil PCR yang digunakan untuk primer BOXA1R adalah pre-denaturasi
95°C selama 7 menit; denaturasi pada suhu 95°C selama 1 menit, penempelan
primer 47°C selama 1 menit, pemanjangan primer 65°C selama 8 menit. Proses
tersebut diulang sebanyak 35 siklus. Selanjutnya pendinginan pada suhu 65ºC
selama 15 menit.
Profil PCR yang digunakan untuk primer ERIC adalah pre-denaturasi
95°C selama 7 menit; denaturasi pada suhu 95°C selama 1 menit, penempelan
primer 43°C selama 1 detik, pemanjangan primer 65°C selama 8 menit. Proses
tersebut diulang sebanyak 35 siklus. Selanjutnya pendinginan pada suhu 65ºC
selama 15 menit.
Profil PCR yang digunakan untuk primer (GTG) 5 adalah pre-denaturasi
pada suhu 95°C selama 7 menit (awal pemanasan), denaturasi pada suhu 95°C
selama 60 detik, penempelan primer pada suhu 53°C selama 1 menit, dan
pemanjangan primer pada suhu 65°C selama 8 menit. Proses tersebut diulang
sebanyak 35 siklus. Tahap terakhir ditambah 15 menit pada suhu 65oC. Setelah
proses amplifikasi selesai kemudian gel divisualisasi dengan proses elektroforesis.
Elektroforesis Hasil PCR dengan Gel Agarosa (Sambrook dan Russell 2001)
Tahapan untuk melakukan visualisasi pada elektroforesis gel agarosa
adalah pertama disiapkan seperangkat bak elektroforesis yang telah berisi larutan
TBE 0.5x. Agarosa sebanyak 2.25 gram dilarutkan dalam 150 mL TBE 0.5x.
Larutan kemudian dipanaskan dalam microwave selama kurang lebih 2 menit,
kemudian didinginkan sebentar dan dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu
hingga padat sekitar 15 menit. Setelah padat, sisir dicabut dan gel dimasukan ke
dalam perangkat mesin elektroforesis dengan posisi sumur berada di kutub
negatif. Bufer TBE 0.5x dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis hingga gel
terendam penuh.Setelah itu, sampel DNA hasil amplifikasi (PCR) dimasukkan ke
dalam sumur gel. Sampel dimasukkan mulai sumur ke-2, sedangkan sumur
pertama dan terakhir diisi dengan DNA ladder.

7

Tahap selanjutnya yaitu sampel DNA dialiri arus dengan voltase 70 volt.
Proses elektroforesis dilakukan selama ± 180 menit. Kemudian gel diwarnai
dengan larutan etidium bromida selama 10 menit. Pewarnaannya dihilangkan
dengan akuades selama 5 menit. Pita-pita DNA selanjutnya dilihat dengan
perangkat UV Transiluminator dan didokumentasikan.
Analisis Data
Hasil pengukuran zona bening yang terbentuk akibat dari aktivitas selulase
kemudian diuji lanjut Duncan pada tiap isolat dengan aplikasi SPSS. Hasil
visualisasi dari proses elektroforesis yaitu pita-pita pada gel agarosa kemudian
dianalisis dengan PhotoCapMW. Pola pita yang terbentuk dijadikan data biner
terhadap dan dibuat dendrogramnya dengan metode unweighted pair group
method arithmetic mean (UPGMA) dengan menggunakan program NTSYS 2.10.
Perhitungan nilai Polymorphism Information Content (PIC) diperoleh dengan
program Cervus. Kemudian menganalisis ada tidaknya asosiasi antara besar
diameter zona bening dan analisis molekuler yang dihasilkan dari aktivitas
selulolitik yang dihasilkan Xoo dengan program Tassel (Sharma et al. 2009).

HASIL
Hasil Peremajaan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)
Sebanyak 27 isolat bakteri Xoo yang diperoleh dari koleksi Laboratorium
Biologi Molekuler BB-Biogen yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia
telah diremajakan ke media Wakimoto Agar (WA). Isolat-isolat Xoo didapatkan
dari beberapa wilayah yang menunjukkan bahwa penyakit HDB merupakan
penyakit utama yang menyerang daerah tersebut yakni Sumatera Barat, Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Saat diremajakan, isolat digores pada media WA di petridish. Isolat
kemudian diinkubasi pada suhu 28°C selama 3-5 hari hingga menghasilkan
koloni. Ketika sudah tumbuh dengan baik, isolat kemudian digores pada media
agar miring WA pada tabung reaksi untuk penyimpanan dan untuk tahapan isolasi
DNA. Morfologi visual yang diperoleh pada peremajaan isolat ini warna koloni
yaitu kuning muda, memiliki ujung bulat, dan permukaan yang cembung dan
berlendir (Gambar 1).

Gambar 1 Hasil peremajaan bakteri Xoo pada media WA
(Keterangan: gambar yang ditunjuk tanda panah
merupakan koloni Xoo yang tumbuh)

8

Aktivitas Selulolitik Bakteri Xoo pada Media CMC
Selulolitik merupakan aktivitas bakteri dalam perombakan selulosa
dengan bantuan enzim selulase. Pengujian selulolitik yang dilakukan
menggunakan media agar spesifik carboxymethyl cellulose (CMC) sebanyak 3
kali ulanganpada 27 isolat bakteri patogen Xoo (Lampiran 5).
Zona bening
yang terbentuk akibat adanya aktivitas enzim selulase dari bakteri Xoo. Warna
merah pada media disebabkan media CMC yang diwarnai oleh congo red 0.1%
(Gambar 1).

Gambar 2 Zona bening yang terbentuk akibat aktivitas selulase (a) isolat 7624,
(b) isolat Xoo12-190, (c) isolat 8024, (d) isolat Xoo12-253.
(Keterangan: daerah yang ditunjuk tanda panah merupakan daerah
zona bening yang terbentuk)
Analisis statistik (Tabel 2) yang telah dilakukan, diketahui bahwa zona
bening paling besar dihasilkan oleh isolat 7624 (diketahui sebagai ras IV yang
memiliki virulensi tinggi) dengan rataan zona bening 1.43 cm dan tidak berbeda
nyata (P>0.05) dengan isolat Xoo12-190, Xoo11-020, Xoo11-021, Xoo12-225,
7608, Xoo11-003, 93-229, Xoo12-177, Xoo12-195 namun berbeda nyata
(P0.05) dengan isolat Xoo12-011, 8021, Xoo12231, Xoo11-030, Xoo12-200, Xoo12-207, Xoo11-022, Xoo12-285, Xoo13-303,
dan Xoo12-176 namun berbeda nyata dengan isolat Xoo12-302, Xoo12-286, dan
Xoo12-253. Zona bening terkecil dihasilkan oleh isolat Xoo12-253 (dengan rataan
zona bening 0.30 cm).
Tabel 2 Aktivitas selulolitik bakteri Xoo pada media CMC
Isolat
7608
7624
8021
8024
93-229
Xoo11-003
Xoo11-020
Xoo11-021
Xoo11-022
Xoo11-030
Xoo12-011

Daerah
Cibadak-Jabar
Bogor-Jabar
Subang-Jabar
Cianjur-Jabar
Harjobinangun-Jateng
Cianjur-Jabar
Cianjur-Jabar
Maninjau-Sumbar
Maninjau-Sumbar
Maninjau-Sumbar
Sudiang-Biringkanaya, Sulsel

Zona Bening (cm)
1.30 ± 0.12abc
1.43 ± 0.27a
1.05±0.22bcde
0.76 ± 0.04efg
1.28±0.14abc
1.30±0.17abc
1.36±0.08ab
1.31±0.08abc
0.87±0.12def
1.00±0.10cdef
1.05±0.15bcde

9
Tabel 2 Aktivitas selulolitik bakteri Xoo pada media CMC (Lanjutan)
Xoo12-012
Xoo12-176
Xoo12-177
Xoo12-183
Xoo12-190
Xoo12-195
Xoo12-198
Xoo12-200
Xoo12-207
Xoo12-225
Xoo12-231
Xoo12-253
Xoo12-285
Xoo12-286
Xoo12-302
Xoo12-303

Sudiang-Biringkanaya, Sulsel
Kauman-Batang, Jateng
Kauman-Batang, Jateng
Kauman-Batang, Jateng
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Kalimanggis, Subah, Batang
Duwet-Pekalongan, Jateng
Sawahan, Tulis-Batang, Jateng
Sawahan, Tulis-Batang, Jateng
Ds. Wr. Nangka Subang Jabar
Ds. Wr. Nangka Subang Jabar
BBPP Btg. Kaluku,Sulsel
BBPP Btg. Kaluku, Sulsel

1.24±0.04abc
0.84±0.24ef
1.00±0.44abcd
1.22±0.08abc
1.41±0.25a
1.18±0.10abcd
0.72±0.22fg
1.01±0.20cdef
1.03±0.02cdef
1.31±0.24abc
1.04±0.11bcde
0.31±0.10h
0.81±0.38gh
0.42±0.02h
0.51±0.60gh
1.01 ± 0.60ef

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan
tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
Kualitas DNA Genom Bakteri Xoo
DNA genom dari bakteri Xoo hasil isolasi dilihat kualitasnya dengan dua
parameter, yaitu uji kuantitatif DNA dengan alat Nanodrop dan uji kualitatif DNA
dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. DNA yang sudah terisolasi akan
terbentuk pita dari hasil elektroforesis gel agarosa, sedangkan untuk mengetahui
konsentrasi dan kemurnian dari DNA yang telah diperoleh dilakukan dengan
pembacaan absorban dengan menggunakan alat Nanodrop.
Uji ini dilakukan pengukuran dengan alat Nanodrop. Dari hasil
pengukuran akan diperoleh nilai konsentrasi serta kemurnian dari DNA yang telah
diisolasi. Konsentrasi DNA diketahui dari absorban DNA pada panjang
gelombang 260 nm. Nilai 1.0 pada panjang 260 nm setara dengan 50 ng µL -1 utas
ganda DNA. Rasio panjang gelombang A260 dengan A280 digunakan untuk
mengetahui nilai kemurnian DNA terhadap kontaminasi protein termasuk RNA.
Nilai kemurnian yang diperoleh pada sampel Xoo masih cukup baik, didalam
kisaran 1.8-2.0 namun terdapat beberapa sampel yang nilai kemurniannya kurang
dan lebih dari kisaran tersebut (Lampiran 6). Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor salah satunya yaitu DNA yang tidak terlarut sempurna sehingga
mempengaruhi pembacaan pada alat Nanodrop. Sedangkan untuk perolehan nilai
konsentrasi pada DNA genom Xoo sangat bervariasi. Nilai konsentrasi yang
diperoleh dari yang terendah yaitu 45.6 ng µL-1 yang terdapat pada sampel Xoo12231 dan sampel yang memiliki konsentrasi DNA tertinggi pada sampel Xoo12285 sebesar 1640.8 ng µL-1.
Parameter berikutnya dalam melihat kualitas DNA yang telah diisolasi
yaitu dengan uji kualitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan melihat DNA hasil
isolasi pada gel agarosa 0.8%. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada beberapa
sampel Xoo (Gambar 2), DNA yang telah diisolasi terdapat smear pada beberapa
sampel, misalnya pada kedua sampel Xoo12-285 dan Xoo12-286. Namun pita
yang dihasilkan dari hasil isolasi ini cukup baik karena hanya terbentuk satu pita.

10

M 1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17

3000 bp

500 bp
300 bp

Gambar 3 Elektroforegram hasil isolasi DNA genom bakteri Xoo
M= Marker 100 bp ; Lajur 1= 8021 (2); L2= 8021(1);
L3=Xoo11 021(2); L4 = Xoo11-021 (1); L5 = Xoo12-225 (2);
L6=Xoo12-225 (1); L7=Xoo12-286 (2);L8= Xoo12-286(1);
L9= Xoo12-022 (1); L10= Xoo12-190 (2); L11= Xoo12-190
(1); L12= Xoo12-207 (2); L13= Xoo12-207 (1); L14= Xoo12285 (2); L15= Xoo12-285 (1); L16= Xoo12-303 (2); L17=
Xoo12-303(1)

Pita Polimorfik DNA Bakteri Xoo
Sebanyak 27 isolat bakteri Xoo diamplifikasi dengan menggunakan RepPCR. Jenis primer yang digunakan yaitu BOXA1R, (GTG) 5, dan ERIC.
Banyaknya pita yang dihasilkan oleh primer BOXA1R yaitu 4 sampai 7 pita
(Gambar 4). Ukuran pita DNA yang teramplifikasi oleh primer BOXA1R berkisar
antara 350-2500 bp. Primer (GTG)5 dapat menghasilkan sebanyak 5 sampai 12
pita DNA sedangkan ukuran pita DNA yang teramplifikasi berkisar antara 3003000 bp (Gambar 5). Untuk primer ERIC, banyak pita yang dihasilkan sebanyak 3
sampai 9 pita dan ukuran pita DNA yang teramplifikasi berkisar antara 300-3000
bp (Gambar 6).
M 1

2 3

4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 M

2500bp

Gambar 4 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer BOXA1R
M= Marker 100 bp ; L1= Xoo11-030; L2= Xoo11-003; L3 =Xoo12183; L4= Xoo11-020; L5= Xoo12-231; L6=Xoo12-176; L7=Xoo12253; L8= Xoo12-012; L9= Xoo12-177; L10= 7624; L11= 93-229;
L12= Xoo12-011; L13=Xoo12-198; L14=Xoo12-200; L15=Xoo12195; L16=Xoo11-021; L17= 8021; L18= 7608; L19= 8024; L20=
Xoo12-286; L21= Xoo12-285; L22= Xoo12-303; L23= Xoo12-225;
L24=Xoo11-022; L25=Xoo12-207; L26=Xoo12-190; L27=Xoo12302

11

M 1 2 3

4 5 6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 M

20 21 22

23 24

25 26

27

970bp
550bp
300bp

Gambar 5 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer (GTG)5
M= Marker 100 bp ; L1= Xoo11-030; L2= Xoo11-003; L3 =Xoo12183; L4= Xoo11-020; L5 = Xoo12-231; L6=Xoo12-176; L7=Xoo12207; L8= Xoo12-190; L9= Xoo11-021; L10= Xoo12-198; L11=
Xoo12-253; L12= Xoo12-012; L13= Xoo12-200; L14=Xoo12-177;
L15=93-229; L16=7608; L17= 8024; L18= Xoo12-286; L19= Xoo12225; L20= Xoo12-302; L21= 7624; L22= Xoo12-011; L23= Xoo12303; L24= 8021; L25= Xoo11-022; L26= Xoo12-195; L27= Xoo12285
M 1

2

3

4 5 6

7

8

9 M 10 11 12 13 14 15 16 17 18 M 19 20 21 22 23 24 25 26 27

1200bp

Gambar 6

Elektroforegram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer ERIC
M= Marker 100 bp; L1= Xoo11-030; L2= Xoo11-003; L3 =Xoo12183; L4= Xoo11-020; L5 = Xoo12-231; L6=Xoo12-176; L7=Xoo12195; L8= Xoo12-012; L9= Xoo12-200; L10= Xoo12-177; L11= 7624;
L12= 93-229; L13= Xoo12-011; L14=7608; L15=8024; L16=Xoo12303; L17= Xoo12-285; L18= Xoo12-286; L19= Xoo12-225; L20=
Xoo12-207; L21= Xoo12-190; L22= Xoo11-022; L23= Xoo11-021;
L24= 8021; L25= Xoo12-198; L26= Xoo12-253; L27= Xoo12-302

Perhitungan statistik dengan menggunakan program Cervus untuk
mengetahui hasil perhitungan jumlah alel per lokus yang dihasilkan dari tiap
primer, nilai heterozigositas (He) untuk menggambarkan ukuran variasi genetik
yang dihasilkan diperoleh nilai He terbesar pada primer ERIC, sedangkan
Polymorphism Information Content (PIC) untuk mengetahui seberapa tingkat
polimorfisme yang dihasilkan dari suatu marka molekular. Untuk nilai PIC
terbesar diperoleh oleh primer ERIC yang memiliki nilai sebesar 0.34 (Tabel 3).

12

Tabel 3 Hasil perhitungan statistik pada primer Rep-PCR
Primer
Jumlah alel/lokus
BOXA1R
3.000
(GTG)5
3.000
ERIC
2.438
*)
Heterozigositas
**)
Polymorphism Information Content

He*
0.3126
0.2624
0.4489

PIC**
0.27
0.23
0.34

Klasterisasi Bakteri Xoo
Analisis klaster ini dilakukan berdasarkan hasil amplifikasi DNA Xoo
dengan primer BOXA1R, (GTG)5, dan ERIC kemudian dianalisis dengan
menggunakan program NTSYS 2.1 yang menghasilkan dendrogram. Amplifikasi
DNA Xoo dengan menggunakan primer BOXA1R, menghasilkan dendrogram
dengan sebanyak 2 klaster pada koefisien kemiripan 0.65 (Gambar 7). Dua klaster
tersebut terdiri atas klaster 1 yaitu dengan isolat Xoo11-030, Xoo11-003, Xoo11020, Xoo12-183, Xoo12-231, 93-229, Xoo12-198, Xoo12-200, Xoo12-195,
Xoo11-021, Xoo12-286, Xoo12-012, Xoo12-011, Xoo12-177, 7624, 8021, dan
8024. Klaster 2 terdiri atas Xoo12-285, Xoo12-303, dan Xoo12-302, Xoo12-253,
Xoo12-207, Xoo11-022 dan Xoo12-190.
Kemiripan pola pita yang dihasilkan isolat tersebut dapat disebabkan oleh
kemiripan daerah asal isolat tersebut yaitu Jawa Tengah. Namun terdapat isolat
yang berasal dari daerah yang berbeda misalnya Xoo11-003, Xoo11-020, Xoo12286, 8021, dan 8024 yang berasal dari Jawa Barat, dan Xoo12-021 yang berasal
dari Sumatera Barat. Pada klaster 2 terdapat isolat Xoo12-285 yang berasal dari
Jawa Barat serta Xoo12-302 dan Xoo12-303 yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Xoo12-253, Xoo12-190, dan Xoo12-207 yang berasal dari Jawa Tengah dan
Xoo11-022 yang berasal dari Sumatera Barat.

Gambar 7 Dendrogram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer BOXA1R

13

Amplifikasi DNA Xoo dengan menggunakan primer (GTG)5,
menghasilkan dendrogram dengan sebanyak 4 klaster pada koefisien kemiripan
0.65 (Gambar 6). Empat klaster tersebut terdiri atas klaster 1 yaitu dengan isolat
Xoo11-030, Xoo11-003, Xoo12-183, dan Xoo11-020. Klaster 2 terdiri atas isolat
Xoo12-231, Xoo12-207, Xoo12-190, Xoo11-021, Xoo12-198, Xoo12-012,
Xoo12-200, Xoo12-177, 93-229, 8021,Xoo11-022, dan Xoo12-195. Klaster 3
terdiri atas isolat 7608, 8024, Xoo12-286, Xoo12-225, Xoo12-302, dan Xoo12011 sedangkan klaster 4 terdiri atas isolat 7624 dan Xoo12-303. Sedangkan isolat
Xoo12-176, Xoo12-253, dan Xoo12-285 tidak termasuk dalam klaster.
Berdasarkan dendrogram yang terbentuk (Gambar 8), isolat Xoo11-030,
Xoo11-003, Xoo11-020 dan Xoo12-183 terbentuk menjadi 1 klaster namun terdiri
atas beberapa daerah yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat. Isolat
Xoo12-231. Xoo12-207, Xoo12-190, Xo11-021, Xoo12-198, Xoo12-012, Xoo12200, Xoo12-177, 93-229, 8021, Xoo11-022, dan Xoo12-195 tergabung menjadi
klaster 2 dan sebagian besar terdiri atas daerah Jawa Tengah, namun terdapat juga
isolat yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat. Klaster 3 terdiri
atas isolat 7608, 8024, Xoo12-286, Xoo12-225, Xoo12-302 terdiri atas daerah
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Klaster 4 terdiri atas isolat 7624 yang berasal
dari Jawa Barat dan Xoo12-303 yang berasal dari Sulawesi Selatan.

Gambar 8 Dendrogram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer (GTG)5
Amplifikasi DNA Xoo dengan menggunakan primer ERIC, menghasilkan
dendrogram dengan sebanyak 5 klaster pada koefisien kemiripan 0.70 (Gambar
9). Lima klaster tersebut terdiri atas klaster 1 yang atas isolat Xoo11-030 dan
Xoo11-022 (yang berasal dari Sumatera Barat), Xoo12-207, Xoo12-225, Xoo12231, dan Xoo12-183 yang berasal dari Jawa Tengah, Xoo11-003, Xoo11-020
(Jawa Barat). Klaster 2 terdiri atas isolat Xoo12-176 yang berasal dari Jawa
Tengah dan Xoo12-012 yang berasal dari Sulawesi Selatan. Klaster 3 terdiri atas
isolat Xoo12-177, 93-229 (Jawa Tengah), 7608, 8024, dan 7624 (Jawa Barat),
isolat Xoo12-011 (Sulawesi Selatan), dan Xoo11-021(Sumatera Barat). Primer
ERIC terdapat klaster yang terdiri hanya dari satu daerah, yaitu pada klaster 4 dan
klaster 5. Klaster 4 terdiri atas isolat isolat Xoo12-286 dan 8021 yang berasal dari
Jawa Barat. Klaster 5 terdiri atas isolat Xoo12-195 dan Xoo12-198 yang berasal
dari Jawa Tengah. Isolat lain tidak termasuk dalam klaster seperti misalnya isolat
Xoo12-200, Xoo12-303, Xoo12-253, Xoo12-190, Xoo12-302, dan Xoo12-285.

14

Gambar 9 Dendrogram hasil amplifikasi DNA Xoo dengan primer ERIC
Asosiasi Aktivitas Selulolitik dengan Amplifikasi DNA Xoo
Setelah dilakukan pengukuran zona bening yang dihasilkan dari uji
selulolitik dan analisis molekuler kemudian dilakukan analisis asosiasi antara
kedua analisis tersebut berdasarkan Tabel 4.
Tabel 4 Isolat Xoo berdasarkan klaster pada primer dan diameter zona bening
No.

Kode Isolat

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

7608
7624
8021
8024
93-229
Xoo11-003
Xoo11-020
Xoo11-021
Xoo11-022
Xoo11-030
Xoo12-011
Xoo12-012
Xoo12-176
Xoo12-177
Xoo12-183
Xoo12-190
Xoo12-195
Xoo12-198
Xoo12-200
Xoo12-207
Xoo12-225
Xoo12-231
Xoo12-253
Xoo12-285
Xoo12-286
Xoo12-302
Xoo12-303

*)

Diameter Zona
Bening
1.30 ± 0.12
1.43 ± 0.27
1.05±0.22
0.76 ± 0.04
1.28±0.14
1.30±0.17
1.36±0.08
1.31±0.08
0.87±0.12
1.00±0.10
1.05±0.15
1.24±0.04
0.84±0.24
1.00±0.44
1.22±0.08
1.41±0.25
1.18±0.10
0.72±0.22
1.01±0.20
1.03±0.02
1.31±0.24
1.04±0.11
0.31±0.10
0.81±0.38
0.42±0.02
0.51±0.60
1.01 ± 0.60

Sampel tidak termasuk dalam klaster

BOXA1R
*
I
I
I
I
I
I
I
II
I
I
I
*
I
I
II
I
I
I
II
*
I
II
II
I
II
II

Primer
(GTG)5
III
IV
II
III
II
I
I
II
II
I
III
II
*
II
I
II
II
II
II
II
III
II
*
*
III
III
IV

ERIC
III
III
IV
III
III
I
I
III
I
I
III
II
II
III
I
*
V
V
*
I
I
I
*
*
IV
*
*

15

Tiap isolat Xoo yang diuji dengan menggunakan primer Rep-PCR yaitu
BOXA1R, (GTG)5, dan ERIC dan tiap primer menghasilkan pita yang berbeda.
Dengan menggunakan aplikasi Tassel dilakukan analisis GLM untuk mengetahui
asosiasi antara marka molekuler dan zona bening. Asosiasi marka molekuler
dengan zona bening dikatakan berbeda nyata apabila memiliki nilai P-Value<
0.001. Namun setelah dianalisis tidak terdapat marka spesifik yang berasosiasi
dengan zona bening yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis asosiasi fenotip dengan genotip
Trait
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening
Zona Bening

Marker
BOX_2500
BOX_1500
BOX_1400
BOX_980
BOX_930
BOX_800
BOX_680
BOX_360
GTG_3000
GTG_2500
GTG_2000
GTG_1500
GTG_1200
GTG_970
GTG_800
GTG_700
GTG_600
GTG_550
GTG_360
GTG_330
GTG_300
ERIC_3000
ERIC_2860
ERIC_2500
ERIC_2000
ERIC_1800
ERIC_1600
ERIC_1440
ERIC_1200
ERIC_1000
ERIC_950
ERIC_830
ERIC_700
ERIC_600
ERIC_500
ERIC_330
ERIC_300

marker_P
0.9753914
0.7099051
0.7690287
0.0864276
0.2665251
0.0823681
0.9022942
0.7001169
0.0023291
0.1158148
0.3366048
0.3930275
0.3930275
NaN
0.6030555
NaN
0.3643170
0.7690287
0.5541487
0.5541487
NaN
0.1510601
0.8996353
0.0439804
0.2963223
0.8266297
0.3955295
0.3764834
0.3674963
0.8280949
0.3556677
0.4500794
0.1328552
0.0209611
0.4205862
0.5714165
0.3624787

MarkerR2
0.0000388
0.0056307
0.0035126
0.1130244
0.0491270
0.1158369
0.0006148
0.0060355
0.3148075
0.0959780
0.0369754
0.0293313
0.0293313
0.0000000
0.0109741
0.0000000
0.0330236
0.0035126
0.0141784
0.0141784
0.0000000
0.0806735
0.0006489
0.1525503
0.0435288
0.0019557
0.0290271
0.0314123
0.0325956
0.0019223
0.0342134
0.0230091
0.0880437
0.1954132
0.0261226
0.0129861
0.0332733

16

PEMBAHASAN
Hasil Peremajaan Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan bakteri Gram negatif
yang menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada padi. Berdasarkan
bentuknya, bakteri Xoo dikelompokkan menjadi bakteri basil karena memiliki
tubuh yang menyerupai batang. Bakteri Xoo ini bersifat aerob, serta memiliki alat
gerak berupa flagel namun ukurannya sangat kecil dengan tebal sekitar 0.02-0.1
mikro. Flagel yang dimilikinya hanya satu sehingga bakteri Xoo termasuk dalam
bakteri monotrik (CABI 2008). Menurut Liu et al. (2006) menyatakan bahwa
bakteri Xoo memiliki fenotip pada media padat yakni berlendir, cembung, bulat
dan berwarna kuning karena adanya pigmen Xanthomonadin.
Isolat-isolat Xoo ditumbuhkan pada media Wakimoto Agar (WA) karena
terbukti pada media tersebut dapat menghasilkan kultur murni dan bersih jika
dibandingkan dengan media Yeast Dextrose Calcium Carbonate (YDC) (Noor et
al. 2006). Selain itu, penggunaan media WA dimaksudkan untuk meningkatkan
pertumbuhan bakteri Xoo karena dalam media ini mengandung unsur-unsur
nitrogen yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri Xoo. Menurut IRRI
(2010) menyatakan bahwa penyakit HDB yang disebabkan oleh Xoo ini dapat
berkembang lebih pesat pada media yang mengandung unsur nitrogen yang tinggi.
Isolat yang digunakan merupakan koleksi dari BB-Biogen. Isolat Xoo
yang diremajakan dalam media agar miring dan diinkubasi selama 3-5 hari dalam
suhu 28°C, menghasilkan warna kuning pada permukaan isolat (Gambar 1). Hal
ini menunjukkan bahwa adanya pigmen Xanthomonadin yang dihasilkan oleh
Xoo. Tujuan dari inkubasi selama waktu 3-5 hari dengan tujuan agar
memperbanyak koloni yang tumbuh pada media WA. Suhu inkubasi yang
digunakan yaitu 28°C merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Xoo
yang berkisar antara 25-30°C (Liu et al 2006).
Aktivitas Selulolitik Bakteri Xoo pada Media CMC
Media Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai media seleksi
pertumbuhan untuk mikroorganisme yang mempunyai kemampuan selulolitik.
CMC merupakan eter polimer selulosa linear. Supernatan dari hasil sentrifugasi
media NB dengan bakteri Xoo kemudian diletakkan pada media CMC padat yang
mengandung CMC 0.1% (b/v) yang berfungsi sebagai penyedia substrat selulosa.
Pewarna Congo red yang digunakan pada pengujian aktivitas selulolitik akan
mengikat pada ikatan 1,4-ß glikosidik di dalam selulosa (Gambar 10) sehingga
menimbulkan warna merah, sedangkan warna bening yang timbul disekitar lubang
mengindikasikan bahwa selulosa sudah terurai menjadi monosakaridanya. Karena
ikatan 1,4-ß glikosidik sudah dilepaskan oleh enzim selulase yang dihasilkan
bakteri tersebut maka congo red tidak dapat mengikat glukosa, kemudian
terbentuk zona bening (Sari 2012).

17

Ikatan 1,4-ß glikosidik

Gambar 10 Struktur selulosa (Hilden dan Johanson 2004)
Hasil uji selulolitik menunjukkan bahwa isolat 7624 merupakan isolat
yang mampu menghasilkan rataan zona bening yang paling besar diantara isolat
lain. Menurut Sudir dan Suprihanto (2006) menyatakan bahwa isolat 7624
termasuk ras IV yang memiliki virulensi tinggi pada padi. Di Indonesia, isolat Xoo
diwakili oleh tiga ras Xoo yang paling dominan yaitu ras III, IV, dan VIII
(Suparyono et al. 2004), diketahui bahwa ras IV memiliki tingkat virulensi
tertinggi, diikuti oleh patotipe VIII dan III. Selain isolat 7624, terdapat isolat lain
yang cukup tinggi menghasilkan zona bening yaitu isolat Xoo12-190.
Berdasarkan isolat-isolat yang diuji terdapat isolat 8024 yang merupakan
bagian dari ras VIII yang memiliki virulensi moderat (Sudir dan Suprihanto
2006). Diketahui bahwa rataan zona bening yang dihasilkan 8024 dan berbeda
nyata (P>0.05) dengan isolat 7624. Isolat-isolat yang berasal dari IV dan VIII
sering digunakan untuk uji virulensi langsung pada tanaman padi di lapangan
(Sudir dan Suprihanto 2006). Di daerah Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta,
dan Jawa Tengah, populasi Xoo ras VIII dilaporkan endemik di beberapa lokasi
pertanaman padi. Di lapang, persebaran ras IV tidak begitu luas seperti ras VIII
namun virulensi Xoo ras IV relatif lama bertahan, dan ditenggarai sebagai ras
yang tetap ganas hingga saat ini (Kadir 2009). Sedangkan untuk virulensi selulase
terkecil dimiliki oleh isolat Xoo12-253.
Penelitian ini menggunakan isolat Xoo yang berasal dari berbagai daerah
yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan yang
berasal dari varietas padi yang berbeda-beda.Varietas padi yang digunakan
merupakan inang bagi bakteri Xoo. Uji selulolitik menunjukkan bahwa besar zona
bening yang dihasilkan tiap isolat tidak bergantung menurut daerah asal bakteri
tersebut. Tidak ada daerah yang menghasilkan dominan zona bening terbesar dan
terkecil.
Bakteri patogen seperti Xoo melakukan beberapa strategi untuk dapat
melumpuhkan inang, diantaranya harus dapat masuk ke dalam inang. Pada
tanaman inang, bakteri patogen dapat masuk melalui stomata, hidatoda, atau luka.
Dinding sel tanaman terdiri dari komponen kompleks yang membentuk
penghalang fisik untuk pertahanan patogen. Selain protein dan lignin, sebagian
besar komponen dinding sel polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa dan
pektin. Xoo membutuhkan sejumlah besar enzim ekstraseluler untuk mengatasi
polisakarida, untuk menurunkan pertahanan inang dengan mendegradasi dinding
sel tanaman sehingga patogen untuk menembus ke dalam jaringan tanaman (Sun
et al. 2005). Enzim ekstraseluler yang dimaksud adalah selulase, pektinase,

18

protease, dan xilanase memiliki peranan penting sebagai virulensi pada bakteri
patogen Xoo. Diketahui bahwa selulase merupakan faktor virulensi terpenting
pada Xoo (Temuujin et al. 2011)
Penyakit hawar daun bakteri berkembang pesat pada varietas padi yang
rentan. Bakteri patogen Xoo mempunyai tingkat virulensi yang bervariasi
berdasarkan kemapuannya menginfeksi varietas padi yang mempunyai gen
dengan resistensi yang berbeda dan interaksi antara gen virulen patogen dan gen
tahan tanaman (Jha et al. 2007). Beragamnya patotipe di lapang