Pengaruh Galaktosa, Glukosa dan Hidrolisat E. cottonii Terhadap Pertumbuhan P. tannophilus dan Produksi Bioetanol

PENGARUH GALAKTOSA, GLUKOSA DAN HIDROLISAT
E. COTTONII TERHADAP PERTUMBUHAN PACHYSOLEN
TANNOPHILUS DAN PRODUKSI BIOETANOL

ALFIAN RAHMANDANI PERMADI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKIRPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Galaktosa,
Glukosa dan Hidrolisat E. cottonii Terhadap Pertumbuhan P. tannophilus dan
Produksi Bioetanol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Alfian Rahmandani Permadi
NIM F34090145

ABSTRAK
ALFIAN RAHMANDANI PERMADI. Pengaruh Galaktosa, Glukosa dan
Hidrolisat E. cottoni Terhadap Pertumbuhan P. tannophilus dan Produksi Bioetanol
Dibimbing oleh MULYORINI RAHAYUNINGSIH dan DWI SETYANINGSIH.
P. tannophilus adalah salah satu produsen etanol yang baik dalam campuran
pentose dan heksosa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
glukosa, galaktosa, dan hidrolisat E. cottonii terhadap pertumbuhan P. tannophilus
dan produksi bioetanol. Penelitian ini difokuskan pada analisa kurva pertumbuhan
dan produksi bioetanol. Kurva pertumbuhan dibuat berdasarkan konsentrasi dan
jenis substrat. Kemudian dilakukan fermentasi. Berdasarkan kurva pertumbuhan
tersebut dapat ditentukan waktu inkubasi P. tannophilus yaitu 24 jam. Hasil
fermentasi P. tannophilus pada media YMP galaktosa dan glukosa dengan
konsentrasi 2.5%, 5%, 7.5% dan 10% dianalisis dengan analisis varian dan uji

Duncan didapati konsentrasi dan jenis gula berpengaruh terhadap produksi etanol
oleh P. tannophilus. Sedangkan produksi etanol pada hidrolisat E. cottonii pun
mempengaruhi terhadap produksi etanol dan pertumbuhan P. tannophilus.
Kata kunci: P. tannophilus, produksi bioetanol, kurva pertumbuhan
ABSTRACT
ALFIAN RAHMANDANI PERMADI. Effect of Galactose, Glucose and
hydrolyzate E. cottoni to Growth P. tannophilus and Bioethanol Production
Supervised by MULYORINI RAHAYUNINGSIH and DWI SETYANINGSIH.
P. tannophilus is one good producer of ethanol in the mixture pentose and
hexose. The objectives of this research was to determine the effect of glucose,
galactose, and hydrolyzate E. cottonii to P. tannophilus growth and production of
bioethanol. This research focused on the analysis of the growth curve and the
production of bioethanol. The growth curve is based on the concentration and type
of substrate. Then do the fermentation. Based on the growth curve can be
determined P. tannophilus incubation time is 24 hours. The result of P. tannophilus
fermentation on YMP galactose and glucose medium with concentration of 2.5%,
5%, 7.5% and 10% were analyzed with analysis of variance and Duncan test, the
concentration and type of sugar found to affect the production of ethanol by P.
tannophilus. While ethanol production on hydrolyzate E. cottonii also affect the
production of ethanol and growth P. tannophilus.

Keywords: P. tannophilus, bioethanol production, growth curve

PENGARUH GALAKTOSA, GLUKOSA DAN HIDROLISAT
E. COTTONII TERHADAP PERTUMBUHAN PACHYSOLEN
TANNOPHILUS DAN PRODUKSI BIOETANOL

ALFIAN RAHMANDANI PERMADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Pengaruh Galaktosa, Glukosa dan Hidrolisat E. cottonii Terhadap
Pertumbuhan P. tannophilus dan Produksi Bioetanol
Nama
: Alfian Rahmandani Permadi
NIM
: F34090145

Disetujui oleh

Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih M Si
Pembimbing I

Dr Dwi Setyaningsih STP M Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Pengaruh Galaktosa, Glukosa dan Hidrolisat E. cottonii Terhadap
Pertumbuhan P. tannophifus dan Produksi Bioetanol
: Alfian Rahmandani Permadi
Nama
: F34090145
NIM

Disetujui oleh

Dr 1r Mul

Tanggal Lulus:

sih M Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah
karakterisasi khamir, dengan judul Pengaruh Galaktosa, Glukosa dan Hidrolisat E.
cottoni Terhadap Pertumbuhan P. tannophilus daan Produksi Bioetanol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si
dan Dr. Dwi Setyaningsih, STP, M.Si. selaku pembimbing. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.Si. selaku dosen
penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan saran saat ujian dan penulisan
karya ilmiah. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Indah Khayati
dan Neli Muna dari Surfactant and Bioenergy Research Center dan seluruh staf
Surfactant and Bioenergy Research Center, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

Alfian Rahamandani Permadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Bahan


2

Alat

2

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinetika Pertumbuhan P. tannophilus

6
6

Konsumsi Gula

12


Fermentasi

15

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19


LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µ maks) pada YMP
galaktosa
2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µ maks) pada YMP
glukosa
3 Hasil fermentasi P. tannophilus pada media YMGP
4 Hasil fermentasi P. tannophilus pada hidrolisat E. cottonii

8
10
15
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Proses fermentasi
Kurva peningkatan nilai OD 600 nm pada media YMP galaktosa
Kurva peningkatan jumlah sel pada media YMP galaktosa
Kurva peningkatan nilai OD 600nm pada media YMP glukosa
Kurva peningkatan jumlah sel pada media YMP glukosa
Kurva penurunan gula pereduksi pada media YMP galaktosa
Kurva penurunan gula pereduksi pada b media YMP glukosa

4
6
7
9
10
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Komposisi berbagai medium yang digunakan dalam penelitian
Pembuatan media PDA
Proses pembuatan hidrolisat Euchema cottonii
Metode analisis gula pereduksi metode DNS dan total gula fenol
Hasil plot gula pereduksi pada media YMP galaktosa dan glukosa
Contoh perhitungan µ maks
Tabel Anova respon produksi etanol (α = 10 %) dan tabel uji lanjut
Duncan respon produksi etanol

20
20
21
22
23
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bioetanol merupakan produk biokimia hasil proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Proses pembuatan
bioetanol dibedakan menjadi tiga berdasarkan bahan bakunya yaitu bahan baku
sumber gula, pati dan serat. Proses pembuatan bioetanol meliputi aspek fermentasi dan
destilasinya. Karena proses pembuatan etanol meliputi proses fermentasi dan berbahan
bakar biomassa, maka etanol dapat diartikan sebagai cairan biokimia dari proses
fermentasi gula (sumber karbohidrat) dengan menggunakan bantuan mikroorganisme
(Lowenstein 1985).
Pemilihan hidrolisat Euchema cottonii sebagai media fermentasi untuk produksi
bioetanol, karena pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nababan (2013)
agen biologis yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Sedangkan pada
penelitian ini agen biologis yang digunakan adalah Pachysolen tannophilus. Selain itu
pemilihan makroalga dikarenakan, produksi bioetanol menggunakan bahan baku pati
atau gula dari bahan yang berbasis makanan seperti singkong dan jagung diartikan
sebagai generasi pertama. Perlu dilakukan penelitian produksi bioetanol generasi
kedua. Memang bioetanol generasi pertama yang berbahan baku berbasis pangan lebih
mudah untuk dikonversi menjadi etanol akan tetapi pada kasus ini akan terjadi
perdebatan antara persaingan kebutuhan pangan dan energi. Salah satu bahan yang
berpotensi adalah makroalga. Keuntungan dari makroalga itu adalah kandungan
polisakarida dari makroalga yang sebagian besar mengandung karagenan. Karagenan
merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-Galaktosa dan LGalaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Maka
dari itu dilakukan penelitian pada jenis gula galaktosa dan glukosa.
Penelitian terhadap mikroorganisme yang berpotensi untuk digunakan sebagai
mikroorganisme pengkonversi gula menjadi etanol telah dilakukan di Surfactant and
Bioenergy Research Center (SBRC). Pada umumnya produksi bioetanol lebih sering
menggunakan S. cerevisiae sebagai agen biologisnya. Akan tetapi di SBRC telah
diteliti ada agen biologis lain yang dapat digunakan sebagai agen biologis yaitu P.
tannophilus. Penelitian yang telah dilakukan tersebut barulah sebatas uji kualitatif
hanya dengan fermentasi pada media Yeast Malt Peptone (YMP) galaktosa dan dilihat
gas CO2 yang terbentuk. Didapati gas CO2 yang terbentuk cukup banyak dan hal
tersebut menandakan etanol yang terbentuk. Selain itu menurut Radesiyani (2013), dua
galur khamir koleksi IPBCC yaitu P. tannophilus IPBCC Y111149 dan S. cerevisiae
IPBCC Y03545 dapat menggunakan galaktosa untuk memproduksi bioetanol.
Dikarenakan minimnya informasi dari P. tannophilus maka dilakukanlah karakterisasi
P. tannophilus ini dengan menganalisis kurva pertumbuhan pada media YMP
galaktosa dan YMP glukosa. Kurva pertumbuhan hakikatnya lebih bertujuan untuk
mengetahui kemampuan tumbuh P. tannophilus pada substrat galaktosa yang nantinya
akan diaplikasikan dengan menggunakan hidrolisat rumput laut karena kandungan
dalam rumput laut yang dominan adalah galaktosa. Dengan mengetahui kurva
pertumbuhan dapat diketahui saat yang tepat dilakukanannya pemanenan kultur.
Kemudian dilakukan fermentasi dengan media YMP galaktosa, YMP glukosa dan
hidrolisat Euchema cottonii.

2
Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah kurva pertumbuhan P. tannophilus pada berbagai konsentrasi
galaktosa?
2. Bagaimanakah kurva pertumbuhan P. tannophilus pada berbagai konsentrasi
glukosa?
3. Bagaimanakah pengaruh jenis dan konsentrasi gula terhadap etanol yang
dihasilkan oleh P. tannophilus?
4. Bagaimanakah produksi etanol P. tannophilus pada media hidrolisat E.
cottonii?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan P. tannophilus pada
berbagai konsentrasi substrat dengan jenis gula galaktosa dan glukosa, dan untuk
mengetahui kinerja P. tannophilus terhadap produksi bioetanol dengan substrat YMP
glukosa, YMP galaktosa, dan hidrolisat E. cottonii.
Manfaat Penelitian
Karakterisasi P. tannophilus akan memberikan informasi tentang pertumbuhan
P. tannophilus pada substrat YMP galaktosa dan YMP glukosa, dari pertumbuhan
tersebut akan diketahui kondisi optimum dan lama fermentasinya serta potensinya
sebagai agen biologis untuk menghasilkan etanol.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisa kurva pertumbuhan dan produksi bioetanol.
Kurva pertumbuhan dibuat berdasarkan konsentrasi dan jenis substrat. Setelah
diketahui kurva pertumbuhan barulah dilakukan fermentasi pada kondisi yang
optimum.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan April 2013 – September 2013. Penelitian dilaksanakan
di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Yeast Malt Peptone
(YMP) galaktosa 2.5%, 5%, 7.5% dan 10% cair (Lampiran 1A), Yeast Malt Peptone
(YMP) glukosa 2.5%, 5%, 7.5% dan 10% cair (Lampiran 1B), larutan DNS, H2SO4(p),
hidrolisat E. cottonii, larutan fenol, media PDA, akuades, dan khamir P. tannophilus
native.

3
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, mikroskop
majemuk, autoklaf, pH universal, destilator, densitometer, spektrofotometer, dan
seperangkat alat inokulasi.
Prosedur Penelitian
Penentuan kurva pertumbuhan
Tahap pertama pada penelitian ini adalah penentuan kurva pertumbuhan P.
tannophilus pada media YMP glukosa/galaktosa dengan konsentrasi
glukosa/galaktosa 2.5%; 5%; 7.5%; dan 10%. Sebelum pembuatan media tersebut
dilakukan peremajaan kultur dengan cara menumbuhkan kultur pada media PDA
dengan waktu inkubasi selama 48 jam, pembuatan media PDA dapat dilihat pada
Lampiran 2. Kultur P. tannophilus digoreskan pada media cawan agar secara aseptis.
Pembuatan media YMP glukosa dan galaktosa adalah yeast, malt dan peptone masingmasing ditimbang sebanyak 1 gram sedangkan glukosa/galaktosa ditimbang 5 gram
untuk 2.5%, 10 gram untuk 5%, 15 gram untuk 7.5% dan 20 gram untuk 10%
dilarutkan dengan akuades hingga 200 mL. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf
pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu diinokulasikan kultur secara aseptis pada
media yang telah steril dengan cara memasukkan 6 ose kultur P. tannophilus dari
media cawan agar ke media YMP glukosa dan YMP galaktosa. Kemudian
diinkubasikan selama 96 jam pada shaker dengan suhu 30oC dan 150 rpm. Dilakukan
sampling pada jam ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 18, 24, 48, 72, 96. Penentuan kurva
pertumbuhan dilakukan dengan mengukur OD 600 nm dan jumlah sel. Sedangkan
kadar gula pereduksi dilakukan untuk menghitung efisiensi substrat. Pengukuran OD
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.
Pengukuran jumlah sel dilakukan cara perhitungan mikroskopik langsung (PetroffHausser, hemasitometer), sedangkan kadar gula pereduksi dilakukan dengan
menggunakan metode DNS.
Fermentasi
Tahap kedua pada penelitian ini adalah fermentasi untuk mengukur jumlah
bioetanol yang dihasilkan pada media YMP galaktosa dan glukosa (YMPG). Analisa
dilakukan pada produk setelah proses fermentasi pada jam ke 96. Parameter uji yang
dilakukan adalah pengukuran kadar gula pereduksi dengan metode DNS dan kadar
alkohol dengan menggunakan densitometer. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan
fermentasi pada hidrolisat E. cottonii, pembuatan hidrolisat E.cottonii dapat dilihat
pada Lampiran 3. Parameter uji yang dilakukan pada hasil fermentasi ini adalah kadar
gula pereduksi metode DNS, kadar gula total, dan kadar alkohol dengan menggunakan
alat densitometer. Untuk setiap parameter uji dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada
Gambar 1 berikut ini menggambarkan proses fermentasi.

4

Kultur P. tannophilus
di media agar cawan
PDA

Diinokulasikan pada
media YMPG dan
diinkubasi 48 jam pada
suhu 27o-30oC

YMPG, 10 ml
(107)

Media YMP galaktosa/glukosa,
atau hidrolisat
(90ml)

Pencampuran

Urea 0.5 % dan NPK 0.06%

Fermentasi selama 96 jam

Distilasi

Gambar 1. Proses Fermentasi
Proses fermentasi berlangsung selama 96 jam menggunakan mikroorganisme P.
tannophilus. Pada media YMP galaktosa dan YMP glukosa volume yang digunakan
pada proses fermentasi adalah 90 ml dan volume starter yang digunakan 10 ml,
sedangkan pada media hidrolisat volume hidrolisat yang digunakan pada proses
fermentasi adalah 90 ml dan volume starter yang digunakan 10 ml. Kultur P.
tannophilus diberikan sebesar 10% ke dalam media YMP galaktosa dan media YMP
glukosa serta media hidrolisat yang mengandung gula dan nutrisi (urea dan NPK),
kemudian diinkubasi pada suhu ruang (27oC-30oC) selama 4 hari. Hasil proses
fermentasi selanjutnya didestilasi untuk mendapatkan etanol dan kadar etanol yang
dihasilkan diukur menggunakan alat densitometer.
Pengolahan data
Jumlah sel yang didapat dari hasil kurva pertumbuhan digunakan untuk
menghitung laju pertumbuhan spesifik. Pertumbuhan mikrobial biasanya dicirikan
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa sel atau jumlah sel. Waktu
ganda massa dapat berbeda dengan waktu ganda sel karena massa sel dapat meningkat
tanpa peningkatan jumlah sel. Pada pertumbuhan eksponensial, interval massa sel atau
penggandaan jumlah sel adalah konstan (Gumbira-Sa’id 1987). Pertumbuhan
mikrobial pada fase ini dinyatakan sebagai berikut.

5

�=

ln � − ln �0
− 0

Jumlah sel (total sel/l)

Perhitungan koefisien penggunaan substrat dinyatakan sebagai berikut :

Perhitungan koefisiensi fermentasi dinyatakan sebagai berikut :
% efisiensi fermentasi =

.5 �

��





%

Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data hasil fermentasi
adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor yang
diamati terdiri atas dua faktor, yaitu (A) konsentrasi gula (2.5 %, 5 %, 7.5% dan 10 %)
dan (B) jenis gula (galaktosa dan glukosa). Model matematika RAL Faktorial dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Yijk =  + Ai + Bj + ABij + k(ij)
dengan : Yijk
µ
Ai
Bi
(AB)ij
ε ijk

nilai pengamatan pada Konsentrasi gula taraf ke-i Jenis gula
taraf ke-j dan ulangan ke k
nilai rata-rata yang sesungguhnya (rata-rata populasi)
pengaruh aditif taraf ke-i dari Konsentrasi gula
pengaruh aditif taraf ke-j dari Jenis gula
pengaruh aditif taraf ke-i dari Konsentrasi gula dan taraf ke-j
dari Jenis gula
pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinetika Pertumbuhan P. tannophilus
1. Kurva pertumbuhan pada media YMP galaktosa
Pada penelitian ini pengukuran kurva pertumbuhan P. tannophilus dilakukan
pada media YMP galaktosa dan YMP glukosa dengan masing-masing konsentrasi
gulanya adalah 2.5%, 5%, 7.5% dan 10%. Berikut ini merupakan kurva peningkatan
nilai OD 600 nm P. tannophilus pada konsentrasi YMP galaktosa 2.5%, 5%, 7.5% dan
10%.
2.5

2

OD 600 nm

1.5

1

0.5

0
0

6

12

18

Galaktosa 2.5 %

24

30

36 42 48 54 60
Waktu Inkubasi (jam)

Galaktosa 5 %

66

Galaktosa 7.5 %

72

78

84

90

96

Galaktosa 10 %

Gambar 2. Kurva peningkatan nilai OD 600 nm pada media YMP galaktosa
Pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa pada media YMP galaktosa 2.5% dan 5%
nilai OD 600 nm meningkat pada jam ke-0 hingga jam ke-18. Hal tersebut menandakan
bahwa P. tannophilus sudah aktif dan memasuki fase eksponensial. Sedangkan pada
media YMP galaktosa 7.5% dan 10% diketahui bahwa pada jam ke-0 hingga jam ke6 P. tannophilus masih pada fase lag karena terlihat peningkatan nilai OD pada 6 jam
pertama cenderung tidak meningkat secara signifikan atau tidak terjadi peningkatan
nilai OD yang signifikan. Perbedaan waktu antara nilai OD 600 nm pada media YMP
galaktosa 2.5 % dan 5 % dengan media YMP galaktosa 7.5 % dan 10 % sepertinya
diakibatkan oleh konsentrasi gula yang lebih tinggi pada konsentrasi gula yang tinggi
terjadi delay time yang lebih lama. Hal tersebut dapat diakibatkan sel khamir
memerlukan waktu lebih banyak untuk beradaptasi dan kemungkinan kondisi substrat
berada pada kondisi hipertonik. Kemudian setelah 96 jam nilai OD 600 nm cenderung

7
tetap meskipun nilai OD 600 nm menurun sedikit demi sedikit. Cara untuk
menentukan kurva pertumbuhan adalah dengan mengukur jumlah sel nya pada waktu
tertentu. Pada Gambar 3 berikut ini merupakan kurva pertumbuhan P. tannophilus
berdasarkan jumlah sel.
12

Jumlah sel x 108 (sel/ml)

10

8

6

4

2

0
0

6

12

18

24

30

36

42

48

54

60

66

72

78

84

90

96

Waktu Inkubasi (Jam)
Galaktosa 2.5 %

Galaktosa 5 %

Galaktosa 7.5 %

Galaktosa 10 %

Gambar 3. Kurva peningkatan jumlah sel pada media YMP galaktosa
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa, memang benar semakin meningkatnya
jumlah sel maka semakin meningkat pula nilai ODnya. Pada media YMP galaktosa
berdasarkan jumlah sel diketahui bahwa delay time (fase lag) untuk media YMP
galaktosa 2.5 % dan 5 % terjadi pada enam jam pertama, sedangkan untuk media YMP
galaktosa 7.5 % dan 10 % fase lag terjadi pada 12 jam pertama.. Dilanjutkan dengan
fase eksponensial hingga jam ke-24. Pada kurva pertumbuhan berdasarkan jumlah sel
pun terdapat perbedaan antara konsentrasi rendah dan tinggi, hal tersebut dapat
diakibatkan hal yang sama seperti pada kurva pertumbuhan berdasarkan nilai OD 600
nm. Jika dibandingkan dengan hasil dari kurva pertumbuhan berdasarkan nilai OD 600
nm terdapat perbedaan, pada kurva pertumbuhan berdasarkan jumlah sel diketahui sel
mulai aktif memperbanyak diri pada jam ke-6 untuk media YMP galaktosa dengan
konsentrasi 2.5 % dan 5 %, sedangkan pada media YMP galaktosa 7.5 % dan 10 % sel
mulai aktif memperbanyak diri pada jam ke-12. Perbedaan antara kurva pertumbuhan
berdasarkan nilai OD 600 nm dan kurva pertumbuhan berdasarkan jumlah sel dapat
diakibatkan pada pengukuran nilai OD 600 nm cahaya dari spektrofotometer tidak
hanya terserap oleh sel saja melainkan ada sel-sel yang mati serta zat-zat lain yang
menyerap cahaya sehingga nilai OD sudah meningkat dari awal. Sedangkan pada
kurva pertumbuhan berdasarkan jumlah sel, yang terhitung adalah sel hidup yang
memang terdapat pada media tersebut sehingga lebih mendekati kebenarannya.

8
Perhitungan jumlah sel pada setiap media dilakukan dengan perhitungan langsung,
pada media YMP galaktosa 2.5 %, 5 %, 7.5%, dan 10 % masing-masing jumlah sel
maks berturut-turut adalah 8.90x108 sel/ml, 7.10x108 sel/ml, 1.08x109 sel/ml, dan
9.55x108 sel/ml. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sel yang terbentuk paling
banyak adalah pada media YMP galaktosa 7.5%, dan 10 %. Hal tersebut dibuktikan
juga oleh laju pertumbuhan spesifik maksimum pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µ maks) pada YMP galaktosa
Jenis media
Nilai µ maks (jam-1)
YMP galaktosa 2.5 %
0.17
YMP galaktosa 5 %
0.16
YMP galaktosa 7.5 %
0.28
YMP galaktosa 10 %
0.27
Pada tabel 1 diatas diketahui pada media YMP galaktosa 7.5 % dan 10 % memiliki
µ maks terbesar yaitu sebesar 0.28 jam-1 dan 0.27 jam-1. Laju pertumbuhan spesifik (µ)
merupakan gambaran kecepatan reproduksi sel. Semakin tinggi nilai µ, maka semakin
cepat sel tumbuh. Dikarenakan pada saat fase eksponensial laju spesifik pertumbuhan
relatif tetap, pada saat inilah laju spesifik dapat dihitung. Pada saat sel tidak tumbuh
nilai dari µ adalah nol, hal tersebut terjadi pada fase kematian. Keadaan pada fase
eksponensial dapat digambarkan dengan nilai µ. Kurva pertumbuhan P. tannophilus
berdasarkan jumlah sel pada Gambar 3 diketahui pertumbuhan P. tannophilus pada
konsentrasi media YMP galaktosa yang tinggi pada awalnya mengalami fase lag yang
cukup lama yaitu 12 jam tetapi setelah memasuki fase eksponensial laju pertumbuhan
P. tannophilus menjadi sangat tinggi sehingga sel yang terbentuk lebih banyak
dibandingkan dengan pertumbuhan P. tannophilus pada media YMP galaktosa dengan
konsentrasi yang lebih rendah. Berdasarkan kurva pertumbuhan P. tannophilus pada
media YMP galaktosa dan laju pertumbuhan spesifik diketahui bahwa konsentrasi
galaktosa berpengaruh terhadap pertumbuhan P. tannophilus.
2. Kurva pertumbuhan pada media YMP glukosa
Berikutnya adalah kurva peningkatan nilai OD P. tannophilus pada media YMP
glukosa 2.5%, 5%, 7.5% dan 10% dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

9
2.5

2

OD 600 nm

1.5

1

0.5

0
0

6

12

18

24

30

36

42

48

54

60

66

72

78

84

90

96

Waktu Inkubasi (jam)
Glukosa 2.5 %

Glukosa 5 %

Glukosa 7.5 %

Glukosa 10 %

Gambar 4. Kurva peningkatan nilai OD 600nm pada media YMP glukosa
Pada Gambar 4 diketahui bahwa pada media YMP glukosa 2.5%, 5%, 7.5% dan
10% terjadi fase lag pada jam ke-0 hingga jam ke-6. Kemudian dilanjutkan fase
eksponensial hingga jam ke 24. Dan fase stasioner pada jam ke 24 hingga jam ke-72.
Sedangkan fase kematian dimulai pada jam ke-96.
Pada Gambar 5 berikut ini menggambarkan peningkatan jumlah sel pada media
YMP glukosa 2.5%, 5%, 7.5% dan 10%.

10
14

12

Jumlah sel x 108 (sel/ml)

10

8

6

4

2

0
0

6

12

18

24

30

36

42

48

54

60

66

72

78

84

90

96

Waktu inkubasi(Jam)
Glukosa 2.5 %

Glukosa 5 %

Glukosa 7.5 %

Glukosa 10 %

Gambar 5. Kurva peningkatan jumlah sel pada media YMP glukosa
Pada media YMP glukosa berdasarkan jumlah sel diketahui bahwa fase lag untuk
media YMP glukosa 2.5 % dan 5 % terjadi pada enam jam pertama, sedangkan untuk
media YMP glukosa 7.5 % dan 10 % fase lag terjadi pada 12 jam pertama. Dilanjutkan
dengan fase eksponensial hingga jam ke-24. Hal tersebut sama seperti pada media
YMP galaktosa. Akan teteapi jika dilihat hasil jumlah sel maksimum yang terbentuk
(Nmaks), untuk media YMP glukosa 2.5 %, 5 %, 7.5 % dan 10 % berturut-turut sebesar
1.30x109 sel/ml, 1.12x109 sel/ml, 8.00x108 sel/ml dan 9.50x108 sel/ml. Pada kurva
pertumbuhan P. tannophilus berdasarkan nilai OD 600 nm dan jumlah sel memiliki
perbedaan juga pada konsentrasi glukosa 7.5 % dan 10 %. Perbedaan tersebut
kemungkinan diakibatkan hal yang sama seperti pada media YMP galaktosa. Pada
media glukosa diketahui bahwa jumlah sel terbanyak terdapat pada mediaYMP
glukosa 2.5 % dan 5 %. Jika dilihat pada tabel 2 diketahui laju pertumbuhan spesifik
P. tannophilus pada media YMP glukosa.
Tabel 2. Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µ maks) pada YMP glukosa
Jenis Substrat YMP
Nilai µ maks (jam-1)
Glukosa 2.5 %
0.20
Glukosa 5 %
0.19
Glukosa 7.5 %
0.14
Glukosa 10 %
0.15
Pada tabel 2 diketahui laju spesifik P. tannophilus pada media YMP glukosa terbesar
terdapat pada konsentrasi glukosa 2.5 % dan 5 %. Laju pertumbuhan spesifik

11
berkolerasi positif terhadap jumlah sel yang terbentuk semakin tinggi nilai µ maka
semakin tinggi jumlah sel yang terbentuk. Berdasarkan kurva pertumbuhan P.
tannophilus pada media YMP glukosa diketahui bahwa P. tannophilus tumbuh lebih
baik pada media YMP glukosa yang rendah yaitu 2.5 % dan 5 %. Hal tersebut
merupakan kebalikan dari hasil kurva pertumbuhan P. tannophilus pada media YMP
galaktosa, ini dapat menjadi indikasi bahwa P. tannophilus memang lebih menyukai
sumber gula berupa galaktosa ketimbang glukosa.
Berdasarkan informasi dari kurva pertumbuhan P. tannophilus dapat ditentukan
siklus pertumbuhan P. tannophilus. Diketahuinya siklus hidup P. tannophilus dapat
memudahkan untuk kultivasi mikroorganisme kedalam suatu media, penyimpanan
kultur, dan penggantian media. Kultivasi P. tannophilus pada media membutuhkan
komposisi media dan kondisi inkubasi yang tepat. Kedua faktor tersebut bervariasi
tergantung dari mikroorganisme yang ditumbuhkan dan tujuan fermentasi. Umumnya
media harus mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk metabolisme sel yaitu
berupa unsur makro seperti C, H, O, N, P dan unsur-unsur mikro misalnya kalsium.
Media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme harus disterilisasi
terlebih dahulu untuk mencegah kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme lain yang
tidak diinginkan. Adanya mikroorganisme lain pada media dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan karena terjadi kompetisi antar spesies
mikroorganisme untuk memperebutkan nutrisi yang terdapat dalam media.
Penentuan karakteristik pertumbuhan sel P. tannophilus dilakukan pada media
YMP glukosa dan YMP galaktosa yang mengandung ekstrak khamir, malt, bakto
pepton, dan glukosa/galaktosa. Glukosa/galaktosa pada media digunakan sebagai
sumber karbon oleh sel, sedangkan ekstrak khamir, ekstrak malt, dan bakto pepton
digunakan sebagai sumber nitrogen. Ekstrak khamir terbuat dari ragi pengembang roti
atau pembuat alkohol, serta mengandung asam amino lengkap dan vitamin B
kompleks. Bakto pepton mampu menyediakan nutrien esensial untuk metabolisme
khamir.
Pertumbuhan P. tannophilus yang ditumbuhkan dalam media YMGP dapat
diukur secara turbidimetri menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang
600 nm. Metode turbidimetri dilakukan dengan prinsip mengukur kenaikan biomassa
sel. Cahaya yang dibiaskan sumber cahaya akan diserap oleh sel sehingga semakin
tinggi pertumbuhan sel akan memberikan nilai absorbansi yang lebih besar. Sel khamir
pada umumnya dapat menyerap cahaya optimum dengan panjang gelombang 600 nm.
Akan tetapi menurut Matlock (2011), sebenarnya optical density adalah bukan
mengukur absorbansi melainkan mengukur cahaya yang terpencar oleh suspensi
mikroorganisme yang pada kenyataannya lebih disebut absorbansi. Selain itu dapat
dilakukan juga dengan metode pengukuran jumlah sel dengan cara perhitungan
mikroskopik langsung (Petroff-Hausser, hemasitometer). Sel dihitung secara langsung
dengan melakukan sampling jumlah sel sebanyak lima kotak pada 16 kotak yang
tersedia.
Kurva pertumbuhan menunjukkan informasi tentang fase-fase pertumbuhan
biomassa sel P. tannophilus. Istilah pertumbuhan dari mikroorganisme mengacu pada
pertumbuhan populasi mikroorganisme secara total, bukan dari suatu pertumbuhan
individu organisme saja (Pelczar & Chan 2008). Pengukuran kurva pertumbuhan P.
tannophilus dilakukan pada media YMP galaktosa dan glukosa dengan konsentrasi
galaktosa/glukosa 2.5%, 5%, 7.5% dan 10%. Dengan pertimbangan kecepatan

12
pertumbuhan sel khamir lebih lambat daripada sel bakteri, maka pengamatan
dilakukan setiap satu jam sekali selama 6 jam, lalu dilanjutkan setiap 12 jam sekali
hingga 96 jam. Pengamatan yang dilakukan adalah OD 600 nm dan jumlah sel untuk
mengetahui kurva pertumbuhan, serta kadar gula sisa untuk mengetahui substrat yang
tersisa.
Berdasarkan kurva peningkatan nilai OD 600 nm dan kurva peningkatan jumlah
sel pada Gambar 2, 3, 4, dan 5 didapati fase lag untuk tiap konsetrasi pada tiap media
berbeda. Pada media YMP galaktosa/glukosa dengan konsentrasi gula rendah (2.5%5%) didapati fase lag terjadi pada 6 jam pertama. Dari gambar 3 dan 5 dapat dilihat
bahwa pada 6 jam pertama jumlah sel yang terbentuk cenderung naik akan tetapi naik
dengan sangat kecil yang mana hal tersebut mengindikasikan sel sedang dalam fase
lag. Pertumbuhan biomassa pada fase cenderung lambat diakibatkan adanya adaptasi
sel terhadap media YMP galaktosa/glukosa. Pada fase ini sel tidak memperbanyak diri,
akan tetapi memperbesar ukuran selnya sendiri. Sedangkan pada media YMP
konsentrasi galaktosa/glukosa dengan konsentrasi gula tinggi (7.5%-10%) didapati
fase lag terjadi pada 12 jam pertama. Hal tersebut dikarenakan sel membutuhkan
waktu lebih banyak untuk adaptasi pada konsentrasi gula yang tinggi. Menurut Moat
(1988), pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami plasmolisis
(hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel). Dengan terjadinya plasmolisis aktivitas
fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan kematian pada sel khamir.
Fase eksponensial (log) dari P. tannophilus terjadi pada jam dimana fase lag
berakhir hingga jam ke-24. Karena berdasarkan gambar 2, 3, 4 dan 5 peningkatan nilai
OD 600 nm dan jumlah sel hingga jam ke-24 meningkat secara signifikan. Pada fase
eksponensial ini sel mulai menggunakan sumber karbon dan bahan-bahan lainnya yang
terdapat pada media YMP galaktosa/glukosa untuk tumbuh (memberbanyak diri).
Peningkatan yang signifikan nilai OD dan jumlah sel terjadi akibat pembelahan biner
sel yang meningkatkan jumlah sel hidup sehingga semakin banyak jumlah selnya dan
semakin banyak pula cahaya dari spektrofotometer yang terserap oleh sel tersebut yang
mengakibatkan nilai absorbansi semakin besar pula. Setelah jam ke-24 kurva
pertumbuhan menunjukan laju pertumbuhan biomassa sel cenderung tetap, biarpun
masih meningkat akan tetapi terlihat meningkat secara sedikit. Pada fase ini terjadi
pertumbuhan sel yang sebanding dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel
cenderung konstan. Hal tersebut diakibatkan oleh menurunnya jumlah nutrisi yang
terdapat pada media YMP galaktosa/glukosa, ditambah dengan adanya penimbunan
hasil metabolisme seperti etanol yang dapat menghambat pertumbuhan sel.
Konsumsi Gula
Gambar 6 berikut ini merupakan kurva penurunan gula pereduksi yang menjadi
indikasi dikonsumsinya substrat oleh P. tannophilus.

13

Konsentrasi Gula Pereduksi (%)

12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
0

6

12

18

24

30

36

42

48

54

60

66

72

78

84

90

96

Waktu (Jam)
Galaktosa 2.5%

Galaktosa 5%

Galaktosa 7.5%

Galaktosa 10%

Gambar 6. Kurva penurunan gula pereduksi pada media YMP galaktosa
Pada Gambar 6 diketahui bahwa penurunan gula pereduksi secara signifikan pada
media YMP galaktosa terjadi pada 6 jam pertama untuk galaktosa dengan konsentrasi
2.5 % dan 5 %, sedangkan untuk konsentrasi galaktosa 7.5 % dan 10 % penurunan
secara signifikan terjadi pada 12 jam pertama. Jika dilihat kembali pada Gambar 3
diketahui bahwa untuk konsentrasi galaktosa 2.5 % dan 5 % pada 6 jam pertama
merupakan fase lag dan pada konsentrasi galaktosa 7.5 % dan 10 % pada 12 jam
pertama merupakan fase lagnya. Berdasarkan informasi dari gambar 3 dan 4 diketahui
bahwa P. tannophilus mengkonsumsi banyak gula pada fase lagnya, konsumsi gula
yang tinggi oleh P. tannophilus pada fase lag kemungkinan untuk persiapan reproduksi
sel dengan menyerap terlebih dahulu gula pada substrat kedalam sel dan setelah
kandungan gula dalam sel telah cukup maka sel mulai reproduksi. Jika pada
konsentrasi galaktosa 2.5 % dan 5 % enam jam pertama diplotkan dan pada konsentrasi
7.5 % dan 10 % diplotkan juga maka didapati bahwa penurunan gula pereduksi
memiliki pola eksponensial. Pada Lampiran 5A diketahui bahwa masing-masing
memiliki nilai slope pada persamaan garisnya berturut-turut sebesar -0.101, -0.138, 0.177 dan -0.108. Berdasarkan nilai slope pada masing-masing persamaan garis untuk
setiap konsentrasi galaktosa diketahui bahwa kecepatan konsumsi gula oleh P.
tannophilus hampir sama.

14
14.00

Konsentrasi Gula Pereduksi (%)

12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
0

6

12

18

Glukosa 2.5%

24

30

36

42

48

54

60

66

Waktu (Jam)
Glukosa 5%
Glukosa 7.5%

72

78

84

90

96

Glukosa 10%

Gambar 7. Kurva penurunan gula sisa media YMP Glukosa.
Pada Gambar 7 diketahui bahwa penurunan gula pereduksi secara signifikan pada
media YMP glukosa terjadi pada 6 jam pertama untuk galaktosa dengan konsentrasi
2.5 % dan 5 %, sedangkan untuk konsentrasi galaktosa 7.5 % dan 10 % penurunan
secara signifikan terjadi pada 12 jam pertama. Jika dilihat kembali pada Gambar 5
diketahui bahwa untuk konsentrasi glukosa 2.5 % dan 5 % pada 6 jam pertama
merupakan fase lag dan pada konsentrasi glukosa 7.5 % dan 10 % pada 12 jam pertama
merupakan fase lagnya. Sama seperti pada media YMP galaktosa konsumsi gula pada
media YMP glukosa yang tinggi terjadi pada fase lagnya untuk persiapan memasuki
fase log. Jika pada konsentrasi glukosa 2.5 % dan 5 % enam jam pertama diplotkan
dan pada konsentrasi 7.5 % dan 10 % diplotkan juga maka didapati bahwa penurunan
gula pereduksi memiliki pola eksponensial. Pada Lampiran 5B diketahui bahwa
masing-masing memiliki nilai slope pada persamaan garisnya berturut-turut sebesar 0.299, -0.209, -0.099 dan -0.132. Berdasarkan nilai slope pada masing-masing
persamaan garis untuk setiap konsentrasi glukosa diketahui bahwa kecepatan
konsumsi gula oleh P. tannophilus tertinggi pada konsentrasi glukosa 2.5 %.
Pada Gambar 6 dan 7 dapat diketahui bahwa pada 6 jam pertama konsumsi P.
tannophilus sangatlah tinggi terhadap substrat. Karena pada enam jam pertama P.
tannophilus masih pada fase lag, dimana Pada fase ini, pembelahan sel yang terjadi
sangat kecil yang dapat berlangsung selama 1 jam atau beberapa hari. Selama fase ini,
sel-sel tidak aktif dan sedang mengalami aktivitas metabolik. Untuk melakukan
aktivitas metabolik itu sendiri mikroba memerlukan asupan nutrisi sebagai sumber
energi. Terlihat pada Gambar 6 dan 7 bahwa konsumsi substrat tertinggi terjadi pada
6 jam pertama. Menurut Meyer (1978), pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi:
C6H12O6  CO2 + H2O + Biomassa sel

15
Hal tersebut terbukti pada Gambar 6 dan 7 bahwa konsumsi terbanyak substrat terjadi
pada waktu 6 jam pertama untuk konsentrasi 2.5 % dan 5 % sedangkan untuk
konsentrasi 7.5 % dan 10 % konsumsi terbanyak terjadi pada waktu 12 jam pertama
sama seperti fase lagnya masing-masing. Substrat tersebut digunakan untuk persiapan
memperbanyak diri sel pada fase log. Pada Gambar 6 dan 7 pun dapat diketahui bahwa
untuk setiap konsentrasi media YMP galaktosa/glukosa penurunan konsumsi substrat
menunjukan perbedaan. Semakin tinggi konsentrasi gulanya semakin tinggi delay time
untuk memasuki fase lognya. Pada khamir, galaktosa tidak dapat masuk ke dalam jalur
metabolisme primer untuk menghasilkan energi, melainkan harus diubah dulu menjadi
glukosa-6P (Timson 2007). S. cerevisiae mengonversi galaktosa menjadi glukosa-6P
melalui jalur Laloir dengan bantuan 5 enzim, yaitu galactose mutarotase,
galactokinase, galactose-1-phosphate uridylyltransferase UDP-galactose 4epimerase, dan pospoglukomutase (Timson 2007). Gen-gen yang terlibat dalam
metabolisme galaktosa akan terinduksi jika dalam lingkungan tumbuh tersedia
galaktosa sebagai sumber karbon tunggal (Brink et al. 2009). Gen-gen tersebut ialah
galaktokinase (GAL1), galaktosa permease (GAL2), galaktosa-1-phosphate
uridylyltransferase (GAL7) dan uridine-diphosphoglukosa 4-epimerase (GAL10).
Fermentasi
Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa organik (khususnya bahan yang
tersusun dari unsur C seperti pati ataupun senyawa polisakarida lainnya) oleh
mikroorganisme dalam kondisi anaerob menghasilkan produk-produk organik yang
lebih sederhana. Fermentasi etanol merupakan proses biologi yang melibatkan
mikroorganisme untuk mengubah bahan organik menjadi komponen sederhana.
Selama proses fermentasi berlangsung, mikroorganisme memproduksi enzim untuk
menghidrolisis substrat menjadi komponen sederhana (gula) selanjutnya
mengubahnya menjadi etanol.
Pada penelitian ini selain untuk mengetahui kurva pertumbuhan dari P.
tannophilus, dilakukan juga pengukuran kadar etanol pada setiap media fermentasi.
Hasil fermentasi pada media YMP galaktosa dan glukosa dapat dilihat pada tabel 2
berikut ini.
Tabel 3. Hasil fermentasi P. tannophilus pada media YMGP
Media
YMP
Galaktosa
2.5%
5.0%
7.5%
10.0%
Glukosa
2.5%
5.0%
7.5%
10.0%

Etanol
(% v/v cairan
fermentasi)

Efisiensi
Fermentasi (%)

Penggunaan
Substrat (%)

Yp/s
(g etanol/g
substrat)

0.92
1.97
3.05
4.24

44.09
60.77
65.05
68.74

93.48
94.24
95.66
95.91

0.22
0.30
0.31
0.33

0.21
1.56
2.74
3.15

3.56
26.46
47.27
55.63

98.02
97.58
97.68
97.26

0.05
0.21
0.28
0.24

16

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa produksi bioetanol tertinggi dari P. tannophilus
dengan media YMP galaktosa adalah pada media YMP galaktosa 10 % dengan
bioetanol yang dihasilkan sebesar 4.24 % v/v cairan fermentasi, efisiensi fermentasi
sebesar 68.74 % dan efisiensi substrat 95.91 %. Sedangkan produksi bioetanol pada
media YMP glukosa adalah pada media YMP glukosa 10 % dengan bioetanol yang
dihasilkan sebesar 3.15 % v/v cairan fermentasi, efisiensi fermentasi sebesar 55.63 %
dan efisiensi substrat 97.26 %. Untuk mengetahui pengaruh dari jenis gula dan
konsentrasi gula dilakukan analisis varian dengan model rancangan acak lengkap
faktorial dengan dua kali ulangan. Jika hasil analisis varian menunjukan hasil berbeda
nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada Lampiran 7 diketahui
bahwa ada jenis gula dan konsentrasi yang berpengaruh terhadap respon (yaitu
bioetanol yang dihasilkan). Untuk mengetahui jenis gula dan konsentrasinya yang
berpengaruh terhadap respon dilakukan uji Duncan. Pada Lampiran 7 diketahui bahwa
galaktosa 10 % berbeda nyata terhadap terhadapa jenis gula dan konsentrasi lainnya.
Sedangkan untuk glukosa 10 %, 7.5 % dan galaktosa 7.5 % berada pada grup yang
sama, artinya ketiga jenis dan konstrasi gula ini tidak berbeda nyata terhadap
ketiganya. Berdasarkan hasil analisis varian dan uji Duncan diketahui bahwa jenis gula
dan konsentrasi gula berpengaruh terhadap produksi bioetanol pada media YMGP oleh
P. tannophilus.
Pada fermentasi oleh P. tannophilus dengan menggunakan media YMGP ini,
dapat dilihat bahwa terjadi penurunan gula pereduksi dengan diimbangi dengan
meningkatnya nilai OD, jumlah sel dan dihasilkannya etanol. Pada tabel 3 dapat
diketahui nilai efisiensi substrat, efisiensi substrat itu sendiri merupakan jumlah
substrat yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhan dan metabolismenya.
Sedangkan efisiensi fermentasi merupakan jumlah substrat yang digunakan untuk
dikonversi menjadi produk metabolit. Pada tabel 3 diketahui bahwa efisiensi
fermentasi lebih kecil dari efisiensi substrat, hal tersebut dikarenakan tidak semua
substrat digunakan untuk dikonversi menjadi etanol tetapi digunakan juga untuk
perbanyakan sel. Menurut Yulianto (2001), tipe fermentasi yang berkorelasi positif
seperti ini dikenal sebagai pertumbuhan associated. Tipe fermentasi ini menunjukkan
bahwa etanol yang dihasilkan pada fase log merupakan metabolit primer, karena
terlibat langsung dalam metabolisme sel, sedangkan metabolit sekunder dihasilkan
ketika sel berada pada fase stasioner.
Selain media YMGP untuk fermentasi, digunakan juga media hidrolisat rumput
laut jenis E. cottonii untuk fermentasi. Pemilihan E. cottonii sebagai media fermentasi
karena E. cottonii memiliki kandungan polisakarida yang tinggi dan dapat dikonversi
menjadi gula yang dapat difermentasi setelah dihidrolisis menggunakan enzim atau
asam. Polisakarida Euchema cottonii terdiri dari 29.45% (bk) karbohidrat, 3.21% (bk)
hemiselulosa, dan 11.30% (bk) selulosa. Jenis gula yang terdapat pada hidrolisat asam
Euchema cottonii terdiri dari 4.95% galaktosa, 0.25% glukosa, 0.04% xilosa, dan
0.02% maltoheptaosa. Dengan penambahan vitamin, nitrogen, dan mineral-mineral
(trace element) untuk memacu aktivitas pertumbuhan khamir dalam mengkonversi
galaktosa pada hidrolisat E. cottonii menjadi etanol.
Uji fermentasi galaktosa dan glukosa pada penelitian ini menunjukkan bahwa P.
tannophilus dapat menggunakan galaktosa dan glukosa sebagai sumber karbon dan
sumber energi. Pada uji fermentasi galaktosa dan glukosa diketahui bahwa etanol yang

17
dihasilkan meningkat seiring dengan kandungan gula pada substrat. Akan tetapi toleransi
khamir terhadap konsentrasi gula pun terbatas sekitar 15 %. Jika P. tannophilus berada
pada konsentrasi gula yang tinggi maka sel akan berada pada kondisi hipertonik, air dalam
sel keluar ke lingkungan menyebabkan sel menjadi mengkerut (Black 2005).
Hasil fermentasi P. tannophilus pada media hidrolisat E. cottonii dapat dilihat
pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Hasil fermentasi P. tannophilus pada hidrolisat E. cottonii
Yp/s
Media
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Hidrolisat*
etanol (% v/v Efisiensi
Penggunaan (g etanol/g
substrat)
cairan
Fermentasi
Substrat
fermentasi)
(%)
(%)
A

0.32

6.47

32.88

0.09

B

0.46

12.06

33.79

0.16

Keterangan : A, peremajaan kultur P. tannophilus pada galaktosa 10 %
B, peremajaan kultur P. tannophilus pada glukosa 10 %
*)mengandung 4.95% galaktosa, 0.25% glukosa, 0.04% xilosa, dan 0.02% maltoheptaosa

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa etanol yang dihasilkan sangat rendah jika
dibandingkan pada media YMGP. Menurut Sarfat (2013) dalam penelitiannya,
didapati hasil fermentasi P. tannophilus teradaptasi pada media hidrolisat E. cottonii
dengan rata-rata etanol 0.11 % v/v cairan fermentasi, efisiensi fermentasi sebesar 2.6 %,
dan efisiensi substrat sebesar 15.39 %.
Jika dibandingkan hasil fermentasi dari tabel dan hasil penelitian Sarfat (2013)
diketahui bahwa P. tannophilus yang native dan sudah teradaptasi pun etanol yang
dihasilkan dari proses fermentasi media hidrolisat E. cottonii tetap kecil. Rendahnya
etanol yang dihasilkan pada hidrolisat E. cottonii mungkin diakibatkan oleh adanya
senyawa-senyawa inhibitor yang terbentuk pada hidrolisat. Salah satu senyawa
inhibitor yang terdapat pada hidrolisat rumput laut adalah 5-Hydroxymethyl fulfural
(HMF) dan asam levulinat (AL) (Meinita, 2011). Menurut Maharani (2011),
konsentrasi tinggi dari HMF dan asam levulinat dapat menghambat produktivitas
fermentasi mikroorganisme sehingga menurunkan produksi etanol. S. cerevisiae juga
diduga dapat menggunakan gula sebagai sumber energi untuk menghilangkan inhbitor
HMF dan AL daripada memproduksi bioetanol. Adanya senyawa-senyawa inhibitor
tersebut mengakibatkan P. tannophilus lebih mengutamakan untuk mengurangi
senyawa-senyawa inhibitor terlebih dahulu daripada mengkonversi substrat menjadi
etanol.

18
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurva pertumbuhan P. tannophilus
untuk setiap jenis gula dan konsentrasinya tidak berbeda. Pada setiap kurva
pertumbuhan P. tannophilus yang dibuat pada media YMP galaktosa dan glukosa
diketahui bahwa pada media YMP galaktosa dan YMP glukosa dengan konsentrasi 2.5
% dan 5 % fase lag terjadi pada enam jam pertama, kemudian dilanjutkan dengan fase
log hingga jam ke-24, setelah jam ke-24 mulai memasuki fase stasioner dan setelah
jam ke-72 terjadi penurunan yang menandakan sudah pada fase kematian. Pada media
YMP galaktosa dan glukosa dengan konsentrasi 7.5 % dan 10 % fase lag terjadi pada
12 jam pertama, kemudian dilanjutkan dengan fase log hingga jam ke-24, setelah jam
ke-24 mulai memasuki fase stasioner dan setelah jam ke-72 terjadi penurunann yang
menandakan sudah pada fase kematian. Konsentrasi galaktosa yang menghasilkan
jumlah sel terbesar (1.08x109 sel/ml) adalah pada konsentrasi 7.5 % dan konsentrasi
glukosa yang menghasilkan jumlah sel terbesar (1.12x109 sel/ml) adalah pada
konsentrasi 2.5 %.
Hasil fermentasi dengan kadar etanol tertinggi adalah pada konsentrasi galaktosa
10 % sebesar 4.24 % v/v cairan fermentasi dan pada konsentrasi glukosa 10 % sebesar
3.15 % v/v cairan fermentasi. Hasil fermentasi P. tannophilus pada media YMP
galaktosa dan glukosa dengan konsentrasi 2.5 %, 5 %, 7.5 % dan 10 % dianalisis
dengan analisis varian dan uji Duncan didapati hasil bahwa ada pengaruh jenis gula
dan konsentrasi terhadap respon (produksi etanol).
Sedangkan produksi etanol pada hidrolisat E. cottonii pun mempengaruhi
terhadap produksi etanol dan pertumbuhan P. tannophilus karena pada hidrolisat
rumput laut terdapat senyawa-senyawa inhibitor.
Saran
Sebaiknya dihilangkan terlebih dahulu senyawa-senyawa inhibitor seperti 5Hydroxymethyl fulfural (HMF) dan asam levulinat (AL) yang terkandung dalam
hidrolisat rumput laut. Perlu dilakukan penelitian juga untuk mengadaptasi kultur P.
tannophilus pada konsentrasi gula yang tinggi atau pada hidrolisat rumput laut agar P.
tannophilus lebih tahan terhadap senyawa inhibitor yang terkandung.

19
DAFTAR PUSTAKA
Black, Jacquelyn G. 2005. Microbioloy: Principles and Exploration 6th ed. US: John
Wiley & Sons, Inc.
Brink JVD, Akeroyd M, Hoeven RVD, Pronk JT, Winde JHD, Lapujade PD. 2009.
Energetic limits to metabolic flexibility: responses of 12 Saccharomyces cerevisiae
to glucose–galactose transitions. Microbiology. 155:1340-1350.
Dubois M, K.A. Gilles, J.K. Hamilton, P.A. Rebers, F. Smith. 1956. Colorimetric
method for determination of sugar and related substances. Analitical Chemists 28:
350-356.
Gumbira-Sa’id, E. 1987. Bioindustri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lowenstein, M. Z. 1985. Energy Applications of Biomass. Solar Energy Research
Institute. Colorado. USA.
Maharani DM. 2011. Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap hidrolisat asam ubi
kayu untuk produksi bioetanol [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Matlock, Brian C. et all. 2011. Differences in Bacterial Optical Density Measurements
between Spectrophotometers. Thermo Electron Scientific Instruments LLC,
Madison,WI USA.
Meinita NDM, Kang YJ, Jeong TG, Koo MH, Park MS, Hong KY. 2011. Bioethanol
production from acid hydrolysate of the carrageenophyte Kappaphycus alvarezii
(cottonii). Journal of Applied Phycology. 24:857-862.
Meyer, H. L. 1978. Food Chemistry. Reinhold Publishing Corporation, New York.
Moat, A.G. and J. W. Foster. 1988. Microbial Physicology Second Edition. John
Willey & Sons Inc, New York.
Nababan, Dody. 2013. Hidrolisis Enzimatik untuk Meningkatkan Produksi Bioetanol
dari Makroalga (E. cottonii) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Hadioetomo RS, Imas T,
Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements
of Microbiology.
Radesiyani I. 2013. Potensi khamir dalam fermentasi hidrolisat rumput laut
(Kappaphycus alvarezii) Menjadi bioetanol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sarfat M.S. 2013. Modifikasi Fermentasi Hidrolisat Asam Encer Euchema cottonii
Menjadi Bioetanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan P. tannophilus
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Timson DJ. 2007. Galactose metabolism in Saccharomyces cerevisiae: A review.
Dynamic Biochemistry. 3:63-73.
Yulianto WA. 2001. Pengaruh pH, kadar xilosa, dan kadar glukosa terhadap produksi
xilitol oleh Candida shehatae WAY 08. J Tekno dan Industri Pangan 12:156-162.

20
Lampiran 1 Komposisi berbagai medium yang digunakan dalam penelitian
A. Komposisi medium Yeast Malt Peptone (YMP) Galaktosa 2.5%, 5%. 7.5% dan
10% cair (dalam 200mL)
Yeast extract 1 g
Malt 1 g
Peptone 1 g
Galaktosa 2.5 % 5 g; 5% 10 g; 7.5% 15 g; 10% 20 g
Akuades 200 mL
B. Komposisi medium Yeast Malt Peptone (YMP) Glukosa 2.5%, 5%. 7.5% dan
10% cair (dalam 200mL)
Yeast extract 1 g
Malt 1 g
Peptone 1 g
Glukosa 2.5 % 5 g; 5% 10 g; 7.5% 15 g; 10% 20 g
Akuades 200 mL

Lampiran 2 Pembuatan media PDA
Ditimbang media PDA sebanyak 40 gram. Kemudian ditambahkan kloramfenikol
sebanyak 250 μg. Dilarutkan dengan aquadest hingga 1 L pada erlenmeyer lalu ditutup
dengan sumbat kapas. Dipanaskan hingga larutan jernih. Setelah jernih disterilisasi
dengan otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Dinginkan dan media PDA siap
dipakai.

21
Lampiran 3 Proses pembuatan hidrolisat Euchema cottonii
Bahan kering
15 g, vol 100ml

Hidrolisis Asam
(H2SO4 2% 100 ml)

Otoklaf 45 menit,
121oC

Ditambahkan bahan
kering lagi 15 g

Otoklaf 45 menit,
121oC

Penetralan (NaoH 10%,
pH 6)

Penyaringan

Hidrolisat E.
cottonii

22
Lampiran 4 Metode analisis gula pereduksi metode DNS dan total gula fenol.
A. Gula Pereduksi
Prinsip metode ini yakni dalam suasana alkali gula pereduksi akan
mereduksi asam 3,5-dinitrolisilat (DNS)