Dampak ACFT A terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan

DAMPAK ACFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI
PERDAGANGAN IKAN HIDUP INDONESIA

NICCO ANDRIAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak ACFTA
terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Nicco Andrian
NIM H14100081

ABSTRAK
NICCO ANDRIAN. Dampak ACFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan
Ikan Hidup Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI.
Perjanjian perdagangan bebas semakin berkembang dan bertambah
jumlahnya. Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani oleh
Indonesia adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang dilakukan dengan
seluruh anggota negara ASEAN dan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area)
yang dilakukan negara-negara ASEAN dengan negara Cina. Tujuan penelitian ini
adalah menggambarkan keragaan perdagangan ikan hidup antar negara anggota
ACFTA, menganalisis daya saing ikan hidup Indonesia terhadap negara anggota
ACFTA dan menganalisis dampak ACFTA terhadap kreasi serta diversi
perdagangan ikan hidup Indonesia. Metode yang digunakan adalah RCA
(Revealed Comparative Advantages) dan Data Panel. Data yang digunakan adalah
data time series tahunan periode 1996 hingga 2012, serta data cross section 13
negara (4 negara ASEAN, China dan 8 negara selain anggota ACFTA). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa daya saing ikan hidup Indonesia di negara
anggota ACFTA (Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Cina) berdaya
saing dan dampak yang terjadi akibat ACFTA ini adalah kreasi perdagangan
dalam hal impor dan diversi perdagangan pada hal ekspor.
Kata kunci : ACFTA, daya saing, diversi perdagangan, ikan hidup, kreasi
perdagangan.

ABSTRACT
NICCO ANDRIAN. Impact of ACFTA Against Trade Creation and Diversion
Indonesian Live Fish. Supervised by RINA OKTAVIANI.
Free trade agreements is growing and increasing in number. One of the
free trade agreement signed by Indonesia is AFTA (ASEAN Free Trade Area).
AFTA is performed by all members of the ASEAN countries and ACFTA
(ASEAN-China Free Trade Area) that is performed by all ASEAN countries with
China. The purposes of this study are to describing the live fish trade among
ACFTA members, analyzing the competitiveness of Indonesian live fish to the
ACFTA members and analyze the impact of ACFTA on trade creation and
diversion Indonesian live fish. The used methods are RCA (Revealed
Comparative Advantages) and Panel Data. The data used are annual time series
data between 1996 to 2012, as well as a cross section of 13 countries (4 ASEAN

countries, China and 8 countries non members of ACFTA). The results of this
study indicate that competitiveness of Indonesian live fish at ACFTA countries
member (Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand and China) is competitive
and the impact that this is caused by the ACFTA are trade creation in terms of
import and trade diversion in terms of exports.
Keywords: ACFTA, competitiveness, live fish, trade creation, trade diversion.

DAMPAK ACFTA TERHADAP KREASI DAN DIVERSI
PERDAGANGAN IKAN HIDUP INDONESIA

NICCO ANDRIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Dampak ACFTA terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan
Hidup Indonesia
Nama

: Nicco Andrian

NIM

: H14100081

Disetujui oleh

-

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Pembimbing


Diketahui oleh

MEc

Tanggal Lulus:

1 1 JUL 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
kreasi perdagangan dan diversi perdagangan, dengan judul Dampak ACFTA
terhadap Kreasi dan Diversi Perdagangan Ikan Hidup Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi
yang baik. Dr Alla Asmara SPt Msi selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini dan Widyastutik
SE Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan

masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Selain itu ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan dan
memberikan motivasi kepada penulis, teman-teman terbaik penulis Dessy Yanti
Eka, Diyane Astriani, Gialdy Putra, Meliana Sirait, Fitria Permata Sari dan Yunus
Djamaluddin atas persahabatan, doa, semangat dan motivasi selama kuliah di
Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman
satu bimbingan, Silvia Sari, Dwiki Peni Abimanyu, Ramdhani Budiman, Azmal G
Berliansyah, Faqih Aulia Akbar Rasyid dan Febrina Mirazdianti yang selalu
mendukung dan berjuang bersama penulis, teman-teman Ilmu Ekonomi 47, serta
pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Nicco Andrian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4


Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

Hipotesis

6

TINJAUAN PUSTAKA

7


METODE

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Keragaan Ekonomi Negara-Negara AFTA dan ACFTA

21

Keragaan Perdagangan Ikan Hidup Indonesia Dengan Negara ACFTA

23

Daya Saing Ikan Hidup Indonesia

25


Dampak Pemberlakuan ACFTA

26

PENUTUP

29

Kesimpulan

29

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30


LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000
USD) tahun 2005 – 2012
2 Tahapan integrasi Bela Ballasa
3 Nilai ekspor total perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA (1000
USD) tahun 1996 – 2012
4 Hasil perhitungan daya saing ikan hidup Indonesia tahun 1996 - 2012
5 Dampak pemberlakuan ACFTA terhadap kreasi dan diversi
perdagangan ikan hidup Indonesia

3
8
25
26
27

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun 2005
– 2012
2 Nilai ekspor hasil perikanan (Milliar USD) tahun 2005 – 2012
3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun 2005 – 2012
4 Trade creation
5 Trade diversion
6 Kerangka pemikiran
7 PDB nominal negara anggota ACFTA (USD) tahun 1996 – 2012
8 PDB perkapita nominal negara anggota ACFTA tahun 1996 – 2012
9 Populasi negara anggota ACFTA (Jiwa) tahun 1996 – 2012
10 Nilai impor ikan hidup Indonesia dari negara ACFTA (1000 USD)
tahun 1996 -2012
11 Nilai ekspor ikan hidup Indonesia terhadap negara ACFTA (1000 USD)
tahun 1996 -2012

2
3
4

11
12
16
21
22
23
24
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

PLS
LSDV
FEM Test
Uji normalitas
Perdagangan ikan hidup antar negara ACFTA
Perhitungan RCA
Variabel-variabel dalam model analisis dampak perjanjian bebas
ACFTA

32
33
33
34
34
37
39

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Integrasi regional telah menyebabkan perubahan yang signifikan di dunia
sejak awal tahun 1990-an. Laporan WTO menunjukkan bahwa pada tahun 2011
telah terdapat sekitar lebih dari 500 perjanjian perdagangan regional berlaku. Pada
dua dekade terakhir, perekonomian negara-negara Asia telah terlibat kedalam
integrasi pasar dan menjadi lebih dikenal sebagai pabrik dunia. Sejak krisis 1997,
negara-negara di Asia mulai melakukan proliferasi perjanjian perdagangan bebas
bilateral dan bahkan kerjasama kelembagaan moneter dengan negara-negara
tetangga. Kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar wilayah tersebut
menjadi lebih efisien.
Perkembangan kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi antar wilayah
merupakan salah satu ciri sistem internasional selama lima belas tahun terakhir
ini. Perkembangan ini telah menyoroti kebutuhan untuk melakukan analisis baru
mengenai integrasi regional terjadi karena dua alasan. Pertama, karena negaranegara berkembang saat ini yang beralih ke perjanjian perdagangan bebas adalah
untuk meningkatkan pembangunan negara mereka, selain itu berguna untuk
mengevaluasi efektivitas suatu perjanjian. Kedua, karena regionalisme merupakan
bagian dari lingkungan ekonomi global dan dampaknya terhadap negara-negara
berkembang harus lebih dipahami.
Salah satu kerjasama ekonomi dan integrasi ekonomi yang terjadi di dunia
adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA merupakan wilayah perdagangan
bebas yang mencakup seluruh batas negara-negara anggota ASEAN, dimana arus
lalu lintas barang dan faktor penunjang lainnya yang berasal dari negara-negara
anggota bebas keluar masuk dalam wilayah ASEAN hanya dengan hambatan tarif
0 hingga 5 persen dan tidak ada hambatan non-tarif (Non Tariff Barriers - NTB’s).
Untuk komoditi yang Sensitive List (SL) dan General Exception List (GE)
dikeluarkan dari ketentuan di atas, sedangkan untuk barang dagang yang berasal
dari wilayah non ASEAN berlaku tarif normal.
Ide pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free
Trade Area - AFTA) sebenarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Pada waktu
itu ASEAN Preferential Trading Arrangement (ASEAN PTA) yang merupakan
skema perdagangan preferensi antar negara anggota ASEAN yang diberlakukan
pada tanggal 1 Januari 1978 dan dianggap kurang berhasil sebagaimana yang
diharapkan dalam peningkatan nilai maupun volume perdagangan intra ASEAN,
karena dalam skema ASEAN PTA penurunan tarif tidak dilakukan dari tingkat
tarif dasar yang sama diantara sesama anggota ASEAN tetapi Margin of
Preference (MOP) diberikan dari tingkat tarif bea masuk yang berbeda–beda atas
produk yang disepakati, sehingga secara konsepsional belum memberikan
keuntungan timbal balik bagi negara-negara anggota.
ASEAN juga memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa
negara yang salah satunya adalah negara Cina yang dikenal sebagai ACFTA
(ASEAN-China Free Trade Area). Sejak tahun 2002, Cina dan ASEAN telah
menandatangani serangkaian perjanjian perdagangan bebas sebagai bagian dari
perjanjian kerjasama ekonomi, termasuk kesepakatan mengenai mekanisme

2
penyelesaian sengketa, perjanjian investasi. Pembentukan ACFTA membantu
anggota ASEAN untuk mengakses pasar di negara Cina dan mendorong
pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN. ACFTA memberikan kesempatan
bagi perusahan-perusahaan Cina untuk memperluas pasar mereka ke Asia
Tenggara. ACFTA dapat dilihat sebagai langkah dasar yang memperkuat kegiatan
perdagangan dan memulai ekonomi kerjasama antara negara-negara anggota
ASEAN dan Ciina.
Perjanjian-perjanjian tersebut secara langsung membuat neraca perdagangan
Indonesia meningkat. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai ekspor dan impor
Indonesia dari negara anggota ACFTA mengalami peningkatan yang cukup
signifikan meskipun mengalami fluktuasi. Berdasarkan rentang tahun 2005
sampai 2012, tahun 2012 merupakan tahun tertinggi nilai ekspor Indonesia
terhadap ASEAN dengan nilai 40 408 472 USD. Penurunan nilai ekspor terjadi
pada tahun 2009 yang diakibatkan oleh krisis keuangan global yang terjadi di
tahun 2008. Sedangkan pada nilai impor Indonesia terhadap negara-negara
ASEAN, tahun 2012 namun krisis tahun 2008 juga menyebabkan impor Indonesia
mengalami penurunan. Pada nilai ekspor Indonesia terhadap Cina paling tinggi
pada tahun 2011 yaitu sebesar 23 334 483 USD. Penurunan ekspor Indonesia ke
Cina pada 2012 menjadi 21 523 958 USD diakibatkan oleh beberapa faktor salah
satunya yaitu ekonomi Cina melambat yang diakibatkan oleh krisis Eropa dan
pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Cina. Nilai ekspor yang turun
tersebut dapat dijabarkan bahwa pada ekspor non migas mengalami penurunan
sebesar 8.55 persen sedangkan untuk sektor migas turun sebesar 11.41 persen.
Sedangkan, nilai impor Indonesia dari negara Cina memiliki pertumbuhan positif
meskipun terjadi penurunan pada tahun 2009.
1000 USD
60000000
50000000
40000000

Ekspor ke ASEAN
Impor dari ASEAN

30000000
Eskpor ke Cina
Impor dari Cina

20000000
10000000
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun

Sumber : Bank Indonesia (2014)

Gambar 1 Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Cina dan ASEAN (USD) tahun
2005 – 2012
Tabel 1 menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN yang menjadi tujuan
utama ekspor Indonesia diantaranya adalah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sedangkan, negara yang memiliki tingkat ekspor terendah yaitu Laos, Brunei

3
Darussalam dan Myanmar. Singapura merupakan negara yang memiliki nilai
ekspor dari Indonesia yang tertinggi dimana pada tahun 2012 mencapai 16 138
036 USD. Hal tesebut dikarenakan secara garis besar jenis komoditi yang
diekspor ke Singapura merupakan komoditi yang memiliki nilai tinggi yang
diantaranya yaitu minyak bumi, timah, gas, sayur mayur dan lainya. Laos
merupakan negara yang memiliki nilai ekspor terendah dari Indonesia yaitu
sebesar 23 734 USD pada tahun 2012, dimana terjadi perubahan sebesar 22 013
USD. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor dengan nilai ekspor yang rendah
diakibatkan ileh jenis ekspor yang dilakukan bukan dalam bentuk komoditi namun
dalam bentuk tenaga kerja.
Tabel 1 Nilai ekspor Indonesia ke negara anggota ASEAN dan Cina (1000 USD)
tahun 2005 - 2012
2005
Brunei
Filipina
Kamboja
Laos
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Cina

36091
1425108
88075
1721
3373668
72409
7794410
2299715
645043
6775852

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

38645
45802
57515
57089
60697
76909
116855
1437392 1878061 1925777 2446407 3171312 3716979 3667656
105967
124037
174540
199187
216622
266486
290684
4345
4080
4222
4668
5504
10663
23734
4219341 5043516 6674504 6847510 9332358 10902141 11000552
147033
238908
237223
180800
281506
359540
412643
9033569 10769098 13469739 11172922 14098088 16436646 16138036
2799496 3190485 3802323 3262470 4546910 5562626 6491644
1053624 1253748 1700079 1449705 1933452 2333066 2266668
8653015 10030100 11943684 11572849 15575316 23334483 21523958

Sumber : Bank Indonesia (2014)

Produk ekspor Indonesia sebagian besar berbentuk produk mentah atau
setengah jadi. Beberapa produk yang menjadi komoditi unggulan ekspor
Indonesia diantaranya adalah kelapa sawit, produk tekstil, karet, elektronika,
olahan tembaga\timah\lainnya. Beberapa negara tujuan untuk komoditi unggulan
tersebut diantaranya Cina, Uni Eropa, AS, negara-negara anggota ASEAN dan
negara lainnya. Salah satu komoditi lain yang menjadi fokus ekspor adalah produk
hasil perikanan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini
Milliar USD
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Tahun

Sumber : KKP (2014)

Gambar 2 Nilai ekspor hasil perikanan (Milliar USD) tahun 2005 - 2012

4
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada subsektor hasil
perikanan mengalami peningkatan signifikan hingga 3.85 miliar USD pada tahun
2012. Terjadi penurunan pada tahun 2009 menjadi 2.47 miliar USD namun
meningkat kembali pada tahun 2010. Salah satu produk hasil perikanan yang
menjadi komoditi ekspor Indonesia adalah ikan hidup.
Nilai ekspor dan impor ikan hidup Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3
dibawah ini dimana secara garis besar nilai ekspor ikan hidup Indonesia lebih
besar dibandingkan nilai impornya. Nilai eskpor ikan hidup Indonesia pada 2011
mengalami penurunan dikarenakan produksi domestik menurun, terutama pada
ikan dewasa. Faktor utama yang menyebabkan penurunan ekspor ikan hidup
Indonesia tersebut merupakan cuaca.
1000 USD
70000
60000
50000
40000

Ekspor
Impor

30000
20000
10000
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

tahun

Sumber : Worldbank (2014)

Gambar 3 Nilai eksor dan impor ikan hidup Indonesia (1000 USD) tahun
2005 – 2012
Perumusan Masalah
FTA adalah fakta yang harus diterima Indonesia. FTA memungkinkan
akan terjadinya industri dalam negeri mati suri dan dikuasai pemain asing.
Keadaan tersebut merupakan akibat dari masih terdapatnya industri dalam negeri
yang berproduksi dengan hasil produksi bernilai tambah rendah.
Manfaat terebntuknya FTA bagi negara-negara anggota antara lain dapat
terjadinya Trade Creation dan Trade Diversion. Trade Creation adalah
terciptanya transaksi dagang yang terjadi antar anggota (yang sebelumnya belum
pernah terjadi), sebagai akibat adanya insentif-insentif karena terbentuknya FTA
dan akibat penurunan hambatan internal dalam perdagangan. Trade Diversion
muncul ketika impor dari negara ekstra-blok dengan biaya rendah yang digantikan
oleh impor dari negara anggota dengan biaya yang lebih tinggi karena negara
intra-blok memiliki akses istimewa ke pasar dan tidak harus membayar tarif.
Penciptaan perdagangan menyebabkan pergeseran dari produsen negara intra-blok
yang lebih tinggi ke produsen negara intra-blok yang biaya sumber dayanya lebih
rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan alokasi sumber daya dan mungkin

5
memiliki efek kesejahteraan positif. Sebaliknya, trade diversion mengacu pada
hilangnya kesejahteraan yang disebabkan oleh pergeseran asal produk dari
produsen ekstra – blok yang biaya sumber dayanya lebih rendah ke produsen intra
- blok yang biaya sumber dayanya lebih tinggi.
Dampak dari FTA bagi Indonesia dapat dilihat dari pemaparan yang telah
dijelaskan di latar belakang dimana secara garis besar setelah melakukan
perjanjian perdagangan bebas, nilai ekspor Indonesia terhadap negara-negara
ASEAN dan Cina mengalami pertumbuhan yang positif. Sedangkan, nilai impor
Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang positif akan tetapi memiliki nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspornya.
Setelah berlakunya AFTA pada 2005, neraca perdagangan Indonesia terus
mengalami defisit. Sebelum bergabung dengan FTA ASEAN (2004) neraca
perdagangan Indonesia tercatat surplus 1.466 juta USD. Setelah bergabung
dengan FTA ASEAN, posisi neraca perdagangan Indonesia cenderung semakin
defisit, yakni dari defisit 0.455 juta USD (2005) menjadi 6.234 juta USD (2010).
Sedangkan setelah berlakunya ACFTA, kondisi yang dirasakan oleh Indonesia
diantaranya masuknya produk impor dari Cina dapat mematikan sektor ekonomi
di Indonesia yang diserbu akibat harga yang lebih murah, karakter perekonomian
dalam negeri semakin tidak mandiri dan lemah akan selalu tergantung dengan
asing. Maka dari itu nilai impor Indonesia menjadi lebih besar dibandingkan nilai
ekspor Indonesia terhadap negara Cina. Selain itu, jika di dalam negeri produk
domestik kalah saing bagaimana di pasar ASEAN dan Cina karena Indonesia
lebih sering produksi barang mentah dan dampak lainnya.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengevaluasi Trade Creation dan
Trade Diversion yang merupakan dampak dari perjanjian perdagangan bebas
antara Indonesia dengan ASEAN dan ASEAN dengan Cina terhadap Indonesia
khususnya untuk komoditi live fish.
Berdasarkan pemaparan yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagamana keragaan ekonomi negara anggota ACFTA ?
2. Bagaimana keragaan perdagangan ikan hidup dengan negara anggota
ACFTA ?
3. Bagaimana daya saing ikan hidup Indonesia di negara anggota ACFTA ?
4. Bagaimana dampak trade creation dan trade diversion atas pemberlakuan
AFTA dan ACFTA terhadap ikan hidup Indonesia ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan keragaan ekonomi negara anggota ACFTA.
2. Menggambarkan keragaan perdagangan ikan hidup di negara-negara
ACFTA.
3. Menganalisis daya saing ikan hidup Indonesia di negara-negara ACFTA.
4. Menganalisis dampak trade creation dan trade diversion atas
pemberlakuan AFTA dan ACFTA terhadap ikan hidup Indonesia.

6
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis maupun pihakpihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain :
1. Bagi pemerintah atau institusi terkait diharapkan dapat memberikan
masukkan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun
dalam pengambilan keputusan terkait dengan perdagangan internasional
khususnya untuk kawasan ASEAN.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukkan
dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji trade creation dan trade diversion yang timbul
akibat perjanjian perdagangan bebas. Jenis perjanjian perdagangan bebas yang
dikaji yaitu ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang ditinjau dampaknya
terhadap ekspor perikanan Indonesia. Analisis yang digunakan dalam tahun
pengamatan sebanyak 17 tahun, mulai dari tahun 1996 hingga 2012. Komoditas
yang digunakan adalah subsektor perikanan dengan HS1996 dan kode HS 0301
yaitu live fish. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang
digunakan untuk melihat dampak trade creation dan trade diversion sebagai
dampak ACFTA diantaranya produk domestik bruto (GDP) riil Indonesia dan
negara asal impor, jarak ekonomi Indonesia dengan negara asal impor, nilai tukar
riil negara Indonesia terhadap negara asal impor dan beberapa variabel dummy
seperti impor Indonesia dari negara ACFTA (Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand dan China) yang digunakan untuk melihat kreasi perdagangan bruto
pada peningkatan impor bilateral dengan negara ACFTA dan dummy ekspor dan
impor Indonesia dari negara lain selain anggota ACFTA yang digunakan untuk
melihat kemampuan Indonesia untuk impor dan ekspor dengan negara diluar
anggota ACFTA setelah terjadinya suatu perjanjian perdagangan bebas. Dummy
Kolonisasi digunakan berdasarkan penandatangan perjanjian yang terlah
dilakukan dimana untuk negara-negara ASEAN berdasararkan pemberlakuan
AFTA, dikarenakan harus sesuai dengan permulaan perjanjian perdagangan bebas
diberlakukan dan Cina berdasarkan pemberlakuan ACFTA. Untuk menganalisis
daya saing live fish digunakan variabel-variabel diantaranya ekspor live fish ke
negara tujuan, ekpsor total ke negara tujuan, ekspor live fish dunia ke negara
tujuan dan ekspor total dunia ke negara tujuan. Dikarenakan keterbatasan data
maka negara yang diambil pada ACFTA yaitu Cina dan AFTA sebanyak 4 negara,
diantaranya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Selain itu diambil 8
negara dengan nilai ekspor Indonesia tertinggi pada komoditas live fish
diantaranya Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan
Amerika Serikat. 8 negara tersebut diambil karena ingin melihat kemampuan
Indonesia dalam ekspor terhadap negara-negara selain anggota ACFTA.
Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis sementara yang digunakan dalam
mengevaluasi trade creation dan trade diversion sebagai dampak pemberlakuan
AFTA dan ACFTA adalah :

7
1. GDP riil Indonesia mempunyai hubungan yang positif terhadap impor ikan
hidup di Indonesia. Apabila GDP riil meningkat maka akan meningkatkan
pendapatan sehingga daya beli masyarakat meningkat, oleh karena itu
permintaan ikan hidup akan meningkat pula dengan asumsi ikan hidup adalah
barang normal.
2. GDP riil negara tujuan mempunyai hubungan yang positif terhadap impor ikan
hidup di Indonesia. Apabila GDP riil meningkat maka akan meningkatkan
neraca perdagangan, oleh karena itu ekspor ikan hidup akan meningkat pula
dengan asumsi ikan hidup adalah barang normal.
3. Jarak ekonomi mempunyai hubungan yang negatif. Apabila jarak antar negara
semakin jauh maka akan menurunkan tingkat impor suatu negara tersebut
karena biaya transportasi akan semakin meningkat.
4. Nilai tukar riil mempunyai hubungan yang negatif. Karena apabila nilai tukar
riil menguat maka nilai tukar Indonesia akan terdepresiasi dan impor
Indonesia akan menurun.

TINJAUAN PUSTAKA
Globalisasi
Globalisasi merupakan kata yang paling sering digunakan dalam berbagai
diskusi mengenai pembangunan, perdagangan dam ekonomi politik internasional.
Globalisasi merupakan proses yang menyatukan berbagai perekonomian dunia,
menyebabkan terciptanya perekonomian glibal dan semakin banyaknya
pembuatan keputusan ekonomi global, misalnya melalui berbagai lembaga
internasional seperti World Trade Organization (WTO). Tetapi dalam makna
ekonomi, globalisasi adalah semakin terbukanya perekonomian terhadap
perdagangan internasional, aliran dana internasional dan penanaman modal asing
langsung yang mempunyai dampak lebih besar pada masyarakat di negara-negara
berkembang.
Bagi sebagian kalangan, kata globalisasi berarti peluang bisnis yang
menarik, pertumbuhan pengetahuan dan inovasi yang lebih cepat atau prospek
sebuah dunia yang saling terkait. Namun, bagi banyak orang, globalisasi
menimbulkan keprihatinan yang besar yaitu bahwa dalam ketimpangan dalam
berbagai bentuk dapat lebih terasa di dalam suatu negara dan antar negara, bahwa
kerusakan lingkungan dapat semakin parah. Karena itu, globalisasi mengandung
manfaat dan peluang disamping biaya dan resiko (Todaro 2004).
Integrasi Ekonomi
Menurut Tinbergen dalam Hanie (2006), integrasi ekonomi merupakan
penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan
menghapuskan semua pembatasan-pembatasan (barriers) yang dibuat terhadap
bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintrdoduksi semua bentukbentuk kerja sama dan unifikasi.
Definisi integrasi ekonomi yang ditandai oleh adanya mobilitas barang dan
jasa serta faktor ini sejalan dengan definisi integrasi menurut United Nation

8
Conference on Trade and Development (UNCTAD). UNCTAD mendefinisikan
integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi
perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas Negara.
Tahapan integrasi bela ballasa menurut Salvatore (1997) dapat dirangkum
menjadi beserta ciri-ciri dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tahapan integrasi Bela Ballasa
Tahapan
Keterangan
Pereferential Trade Area (PTA)
Blok perdagangan yang memberikan
keistimewaan untuk produk-produk
tertentu dari negara tertentu dengan
melakukan pengurangan tarif namun
tidak menghilangkannya sama sekali.
Free Trade Area (FTA)
Suatu kawasan di mana tarif dan kuota
antara negara anggota dihapuskan,
namun masing-masing negara tetap
menerapkan tarif mereka masingmasing terhadap negara bukan anggota.
Customs Union (CU)
Merupakan FTA yang meniadakan
hambatan
pergerakan
komoditi
antarnegara anggota dan menerapkan
tarif yang sama terhadap negara bukan
anggota.
Merupakan CU yang juga meniadakan
Common Market (CM)
hambatan-hambatan pada pergerakan
faktor-faktor produksi diharapkan dapat
menghasilkan alokasi sumber yang
efisien.
Economic Union
Merupakan suatu CM dengan tingkat
harmonisasi
kebijakan
ekonomi
nasional yang signifikan (termasuk
kebijakan struktural).
Total Economic Integration
Penyatuan moneter, fiskal,
dan
kebijakan sosial yang diikuti dengan
pembentukan lembaga supranasional
dengan keputusan-keputusan yang
mengikat bagi seluruh negara anggota.
Sumber : Salvatore (1997)

Motif Melakukan Perjanjian Perdagangan Bebas
1. Perasaan tidak enak dengan negara lain sebab Indonesia telah tergabung dalam
suatu organisasi atau asosiasi seperti ASEAN. Sebagai salah satu negara
anggota ASEAN tentunya Indonesia turut menyukseskan apa yang menjadi
program-program dan kebijakan ASEAN termasuk ikut serta menjadi bagian
ASEAN bekerjasama dengan dalam AFTA dan bekerjasama dengan negara
lain seperti dengan Cina melalui ACFTA.

9
2. Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas karena
didasarkan untuk mengangkat citra Indonesia di mata masyarakat
internasional hanya karena ingin disejajarkan dengan negara modern lain.
3. Karena desakan negara atau lembaga keuangan internasional mengingat
Indonesia sangat bergantung secara ekonomi kepada mereka.
4. Mengikuti perjanjian perdagangan bebas semata-mata karena proses tersebut
telah dianggarkan tanpa persis tahu kegunaan dan manfaat yang akan
dihasilkan (Ariawan 2012).
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berkomitmen untuk
meliberalisasi perdagangan yang tercermin dengan adanya ASEAN Preferential
Trade Arrangement (PTA) yang diperkenalkan pada tahun 1997. Selanjutnya,
pada tahun 1992 negara-negara anggota ASEAN membentuk tipe integrasi yang
lebih tinggi yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA).
ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas
ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan
non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Tujuan pembentukan AFTA adalah
meningkatkan daya saing ekonoi negara-negara ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis pasar dunia, unutk menarik investasi dan meningkatkan
perdagangan antar anggota ASEAN. AFTA disepakati pada 28 Januari 1992 di
Singapura. Awalnya ada enam negara yang menyepakati AFTA, yaitu : Brunei
Darrusalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam
bergabung dalam tahun 1995, sedangkan Laos dan Myanmar pada tahun 1997
kemudian Kamboja pada tahun 1999.
Mekanisme yang digunakan untuk mencapai tujuan AFTA adalah dengan
skema “Common Effective Preferential Tariff (CEPT), dimana CEPT merupakan
suatu skema melalui penurunan tarif hingga menjadi nol sampai 5 persen,
penghapusan pembatasan kuantitatif, dan hambatan-hambatan non-tarif lainnya
(Kementrian Pertanian 2002).
Tahapan AFTA di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1993, setelah KTT IV
ASEAN tanggal 27 sampai 28 Januari 1992 di Singapura, melalui CEPT yang
disertai program penurunan tarif sampai tahun 2003. Pernyataan tersebut
dipertegas oleh AEM di Chiangmai tahun 1995, yaitu produk-produk industri
yang belum siap bersaing di pasar ASEAN akan bertahap masuk ke dalam
cakupan CEPT-AFTA.
ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)
ASEAN-China Free Trade Area pembentukannya pertama kali disepakati
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan,
Brunei Darussalam pada November 2001. ASEAN menyetujui pembentukan
ACFTA dalam waktu 10 tahun, yang dirumuskan dalam Framework Agreement
on Comprehensive Economic Co-operation between The Assiociation of Southeast
Asian Nations and The People’s Republic of China yang ditandatangani pada 4
November 2002 di Phnom Penh, Kamboja oleh para kepala negara ASEAn dan
RRC. ASEAN dan Cina menyetujui dibentuknya ACFTA dalam dua tahapan

10
yaitu tahun 2010 dengan negara pendiri ASEAN dan pada tahun 2012 dengan
negara anggota baru ASEAN.
Landasan Hukum ACFTA
Dalam membentuk ACFTA, para kepala negara anggota ASEAN dan
China telah menandatangani ASEAN – China Comprehensive Economic
Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei
Darussalam. Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para kepala negara
kedua pihak menandatangani Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China di
Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 4 Nopember 2002. Protokol perubahan
Framework Agreement ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali,
Indonesia. Protokol perubahan kedua Framework Agreement ditandatangani pada
tanggal 8 Desember 2006.
Indonesia telah meratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA
melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Setelah
negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan sejak
ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement Mechanism
Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.
Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT
ASEAN di Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan
Investasi ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat
Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.
Peraturan Nasional Terkait ACFTA












Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15
Juni 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the Associaton of Southeast Asean Antions
and the People’s Republic of China.
Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk
atas Impor Barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-China Free
Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005
tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka
Normal Track ASEAN China Free Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006
tanggal 15 Maret 2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka
Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007
tanggal 25 Januari 2007 tentang Perpanjangan Penetapan Tarif Bea Masuk
dalam rangka Normal Track ASEAN-China Free Trade Area.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.011/2007
tanggal 22 Mei 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka
ASEAN-China Free Trade Area.

11


Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008
tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam
rangka ASEAN-China Free Trade Area.
Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk pada suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu ), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan Internasional tercermin dari
kegiatan impor dan ekspor suatu negara dimana hal tersebut menjadi salah satu
komponen dalam pembentukaan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi
pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih di suatu negara menjadi
faktor utama dalam meningkatkanPDB suatu negara.
Kreasi Perdagangan dan Diversi Perdagangan
Menurut Salvatore (1997) kreasi perdagangan (Trade Creation) terjadi
apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota
perserikatan pabean atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan oleh
impor yang harganya lebih murah dari negara anggota lain. Namun, berdasarkan
asumsi bahwa segenap sumber daya ekonomi telah terarahkan secara penuh (full
employment), maka pembentukan perserikatan pabean yang menciptakan dampak
seperti itu akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara anggota secara
keseluruhan karena hal tersebut akan mengarah pada peningkatan spesialisasi
produksi yang didasarkan pada keuntungan komparatif. Efek positif dari trade
creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara
lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang
mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the world).
($)

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 4 Trade creation
Menurut Salvatore (1997) terjadinya trade creation dapat diilustrasikan
pada Gambar 4. Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan
penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1

12
merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade
untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100
persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga
harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II
sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II
sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk
integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara
II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga
$1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM
dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan
FTA, maka : Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen
domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC
yang merupakan kenaikan konsumen surplus, Manfaat lain yang diperoleh negara
II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15.
Kebalikan dari kreasi perdagangan adalah diversi perdagangan (trade
diversion). Hal ini akan terjadi apabila impor yang murah dari negara luar non
anggota tergusur oleh impor yang sesungguhnya lebih mahal (produksinya kurang
efisien) dari salah satu negara anggota. Diversi perdagangan ini cenderung
menurunkan kesejahteraan di lingkungan negara-negara anggota itu sendiri karena
akan menjauhkan produksi dari pola keuntungan komparatif. Dengan demikian
kreasi ataupun diversi ini dapat meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan,
tergantung yang mana yang lebih menonjol.

($)

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 5 Trade diversion
Gambar 5 menunjukkan terjadinya trade diversion pada negara yang
melakukan integrasi ekonomi. Sebagai contoh, Dx dan Sx merupakan kurva
permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan
kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam
keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1) dan negara III ($1,5).
Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit
barang X atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva
S1+T. Kemudian negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk
FTA dengan negara III. Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit
barang X atau C’B’ dari negara III yang bebas bea masuk pada harga $ 1,5 (kurva
S3).Dengan pembentukan FTA maka : kesejahteraan / manfaat yang diperoleh

13
negara II adalah sebesar segitiga C’JJ’ + segitiga H’HB’, atau senilai $1,25 + $2,5
= $3,75 ; kesejahteraan / manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat
MNH’J’ atau senilai $15 ; kesejahteraan / manfaat neto yang hilang adalah
sebesar $15 - $3,75 = $11,25.
Penelitian Terdahulu
Joselin dan Nicot (2003) yang menganalisis mengenai “geo-economic
gravity model of trade between the EU countries, the CEECs and TMC”. Mereka
menganalisis mengenai isu dari perluasan EU ke tingkat timur dan lebih secara
spesifik integrasi dari CEECs ke EU. Dalam kerangka ini, mereka menganalisis
mengenai transformasi dari ekonomi dan lingkungan geopolitik yang membuat
EU harus mendifiniskan ulang mengenai hubungan baik dari Third Mediteranian
Countries (TMC) dengan negara bukan anggota CEECs (Central European
Countries dan Eastern Europe). Terlebih pada negara-negara Maghreb dan Turki,
dimana memiliki perekonomian yang lebih mandiri ke Eropa dan daya saing
dimana hal tersebut merupakan hal terdekat dengan CEECs yang berisiko
menutup perdagangan. Demikian pula, mereka membandingkan model dari
negara-negara blok asing. Selain itu juga, mereka mengevaluasi dampak dari
integrasi CEECs ke EU pada struktur perdagangan antara EU dan MNCs. Pada
kenyataannya, perluasan tersebut menstimulasi resiko penggusuran yang
menguntungkan CEECs.
Studi dari Sharma dan Chua (2000) dan Thornton dan Goglio (2002)
dianggap sebagai literatur pertama yang menentukan baik terdapat perdagangan
antarwilayah antara negara-negara anggota ASEAN berdasarkan Gravity Model.
Data yang digunakan tercanggkup hingga pertengahan tahun 1990 dimana
memiliki hasil penelitian yang berbeda. Sharma dan Chua (2000) menyimpulkan
bahwa AFTA tidak menyebabkan dampak kreasi perdagangan sejak kurang dari
seperlima perdagangan mereka diadakan antar negara blok anggota. Thornton dan
Goglio (2002) berargumen bahwa Asia Tenggara memiliki perdagangan
antarwilayah akibat jarak yang dekat, kemudian ukuran ekonomi dan bahasa
anatar negara-negara anggota.
Elliot dan Ikemoto (2004) dan Tang (2005) menggunakan data pada periode
setelah 1997. Mereka menggunakan persamaan Gravity dan periode sampel yang
sama untuk mengevaluasi pola perdagangan dari AFTA. Elliot dan Ikemoto
(2004) membagi periode contoh dari 1982 hingga 1990 kepada enam periode
waktu yang berbeda untuk membandingkan efek yang terjadi sebelum dan
sesudah pembentukan AFTA, European Economic Community (EEC) dan
NAFTA. Penemuan utama yaitu mengenai derajat kreasi perdagangan antara
negara-negara anggota AFTA sejak 1997 rendah sejak negara-negara anggota
diharuskan untuk berkompetisi dengan negara industri baru seperti Cina, Amerika
Selatan dan Eropa Timur. Setelah 1997, terdapat impor negatif yang signifikan
dimana efek diversi perdagangan sebagai negara-negara anggota AFTA lebih
memilih untuk impor barang dari negara-negara anggota dibandingkan dengan
negara non-anggota. Pada waktu yang sama, diversi ekspor perdagangan negatif
memperkuat anggota AFTA untuk lebih ekspor ke negara-negara non-anggota
dibandingkan dengan negara anggota.
Tang (2005) memperluas lebih lanjut pada model yang digunakan oleh
Elliot dan Ikemoto (2004) dengan menambahkan beberapa peraturan interaksi

14
untuk menjelaskan hipotesis Linder. Sejak variabel independen dan dependen
berbeda digunakan, hasil dari penilitan Tang hanya memiliki perbedaan yang
sedikit dari Elliot dan Ikemoto (2004). Variabel dependen dari model Tang adalah
nilai ekspor negara i dan j sedangkan yang digunakan Elliot dan Ikemoto adalah
impor negara i dari negara j. Hasil analisis Tang (2005) hampir sama dengan
Elliot dan Ikemoto (2004) dimana disimpulkan bawah terdapat kreasi
perdagangan namun tidak terdapat diversi perdagangan. Tang (2005) menemukan
bahwa negara-negara ASEAN telah meningkatkan perdagangan mereka dengan
negara non-anggota meskipun sebelum pembentukan AFTA sebagai
industrialisasi negara ASEAN yang berorientasi perdagangan. Kedua penelitian
tersebut menemukan bahwa terjadi peningkatan perdagangan antarwilayah di
AFTA setelah kerisi keuangan Asia pada 1997.
Park et al. (2008) menggunakan model Computable General Equilibrium
(CGI) untuk menghitung peningkatan output dan peningkatan kesejahteraan
potensial dari ACFTA. Mereka menemukan bahwa ACFTA dapat menyebabkan
kreasi perdaganagn bersih, output yang lebih tinggi dan memiliki efek
kesejahteraan positif bagi wilayah. Hasil menunjukkan bahwa semakin majunya
negara-negara ACFTA, seperti Singapura dan Malaysia, akan menguntungkan
lebih dari negara-negara berkembang seperti Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam.
Qiu et al. (2007) menggunakan data perdagangan pertanian disagregat dan
menggunakan Global Trade Analysis Project (GTAP) model untuk investigasi
dampak dari ACFTA pada perdagangan pertanian Cina. Mereka menyatakan
bahwa ACFTA dapat meningkatakan efisiensi alokatif sumberdaya baik pada
Cina maupun ASEAN dan dapat mempromosikan perdagangan pertanian bilateral
dan pertumbuhan ekonomi kedua negara. Mereka mengungkapkan bahwa ekspor
barang Cina akan meningkat secara signifikan dan berdaya saing.
Kerangka Pemikiran
Perjanjian perdagangan bebas berkembang pesat hingga saat ini, hal
tersebut terbukti dengan banyaknya jenis perdagangan bebas yang dilakukan oleh
negara-negara di dunia. Salah satu jenis perdagangan bebas yang dilakukan
Indonesia adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ACFTA (ASEAN –
China Free Trade Area). Namun, perjanjian perdagangan bebas memiliki
beberapa dampak yang salah satunya adalah terjadinya trade creation atau trade
diversion. Perjanjian bebas tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
GDP negara masing-masing melalui mekanisme perdagangan. Pertumbuhan GDP
tersebut akibat perjanjian perdagangan bebas dapat tercapai apabilai masingmasing negara anggota tersebut memiliki daya saing. Apabila tidak memiliki daya
saing maka pertumbuhan GDP negara tersebut akan stagnan bahkan negatif akibat
kalah bersaing dengan produk dari negara naggota lain yang diperdagangkan.

15
Integrasi Regional

Perjanjian Perdagangan Bebas

AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ACFTA
(ASEAN – China Free Trade Area)

-

Daya Saing Ikan Hidup
Indonesia

Trade Creation dan
Trade Diversion

RCA (Revealed
Comparative Advantage)

Analisis Panel Data
Trade Creation dan
Trade Diversion

Nilai Ekspor live fish ke
negara tujuan
Ekspor Total Ke Negara
Tujuan
Ekspor live fish Dunia Ke
Negara tujuan
Ekspor Total Dunia Ke
Negara Tujuan

-

-

GDP) riil Indonesia dan
negara asal impor
jarak ekonomi Indonesia
dengan negara asal impor
nilai tukar riil negara
Indonesia terhadap negara
asal impor
Dummy Impor ACFTA
Dummy ekspor ke negara
selain ACFTA
Dummy imspor dari negara
selain ACFTA
Dummy bagi negara
ACFTA yang
menandatangai saat FTA

Rekomendasi Kebijakan
Gambar 6 Kerangka pemikiran

16

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data yang
diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data
(pooled data). Adapun tahun pengamatan sebanyak 17 tahun, mulai dari tahun
1996 hingga 2012 dengan data penampang lintangnya sebanyak lima negara yaitu
ASEAN 4 yang diantaranya Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Untuk
jenis perjanjian perdagangan bebas ACFTA, negara yang digunakan yaitu Cina
dan pada negara lain selain anggota ACFTA ada delapan negara, diantaranya
Australia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat.
Sumber yang digunakan untuk data-data dalam penelitian ini digunakan dari
beberapa sumber diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk
mengetahui nilai ekspor subsektor perikanan Indonesia, Bank Indonesia pada
bagian Statistik Keuangan Ekonomi Indonesia untuk mengetahui nilai ekspor
sektor perikanan Indonesia ke suatu negara dimana data yang digunakan hanya
untuk negara-negara yang terkait dalam penelitian ini. Untuk data PDB, PDB
Perkapita, Jarak geografis yang kemudian diukur jarak ekonominya dan Real
Bilateral Exchange Rates didaptkan dari sumber World Development Indicators,
UNCTAD, Worldbank dan CEPII. Serta penelusuran internet dan literatur terkait.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil
analisis. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis dampak atas
pemberlakuan Free Trade Agreements bagi negara Indonesia khususnya untuk
ACFTA, apakh terjadi Trade Creation atau Trade Diversion. Metode kuantitatif
yang digunakan untuk menganalisis hal tersebut yaitu dengan menggunakan
Gravity Model. Dikarenakan kurang ketersediannya data khususnya untuk negaranegara anggota AFTA, maka negara anggota AFTA yang digunakan hanya
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand terhadap Indonesia sehingga
didapatkan terbatasnya jumlah observasi, oleh karena itu kualitas model yang fit
dapat dikatakan cukup rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka digunakan
estimasi panel data. Sedangkan untuk melihat bagaiamana daya saing live fish
Indonesia di negara ACFTA dan negara selain anggota ACFTA menggunakan
RCA (Revealed Comparative Advantage).
Panel Data
Data panel merupakan salah satu jenis data yang dapat digunakan dalam
analisis model regresi data panel (Panel Data Regression Models), atau disebut
juga dengan pooled data (pooling dari pengamatan times series dan cross-section)
kombinasi dari time series dan cross-section data. Data cross section merupakan
data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, perusahaan,
negara dan lain-lain. Data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu

17
kewaktu terhadap suatu individu. Menggunakan data panel memiliki beberapa
keuntungan. Menurut Firdaus (2011) beberapa kelebihan menggunakan data panel
disebutkan sebagai berikut:
1. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section membuat
jumlah observasi menjadi lebih besar sehingga parameter yang diestimasi
akan lebih akurat,
2. Memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, derajat Kebebasan
yang lebih efisien, serta mengurangi kolinieritas antar variabel,
3. Data panel lebih baik dalam hal untuk studi mengenai dynamics of
adjustment, yang memungkinkan estimasi masing-masing karakteristik
individu maupun karakteristik antar waktu secara terpisah, dan
4. Mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengidentifikasi dan
mengukur pengaruh yang secara sederhana tidak dapat dideteksi oleh data
cross section ataupun time series saja dan mampu mengontrol heterogenitas
individu.
Pada analisis model panel data dikenal tiga metode pendekatan estimasi
yang ditawarkan yaitu metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square), metode
efek tetap (Fixed Effect) yaitu dan metode efek acak (Random Effect). Metode
Fixed Effect yaitu menambahkan dummy variable untuk mengizinkan adanya
perubahan pada intersep. Metode Random Effect adalah variasi dari estimasi
Generalized Least Squares (GLS).
Hampir semua penelitian terdahulu telah menggunakan metode “Fixed
Effect” untuk mengestimasi persamaan Gravity mereka. Ketika mengestimasi
sebuah data panel untuk negara-negara berbeda, harus ada yang mentolerir
intersep yang terpisah untuk obesrvasi yang berbeda. Hal tersebut yang membuat
metode ini menarik. Pada konteks ini, maka harus ditentukan secara ekonometrik
metode terbaik apa yang harus digunakan untuk mengestimasi data. Pertama,
menentukan mana yang lebih cocok apakah “Fixed atau Random Effects” yang
paling sesuai. Satu cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut
yaitu dengan menggunakan uji Haussman, dimana hasilnya terdapat dua
persamaan (Satu Untuk Fixed Effects dan Random Effects untuk lainnya),
selanjutnya lakukan uji berikutnya. Sebagai tambahan, regresi digunakan untuk
dua sub periode yaitu sebelum penandatanganan antara Indonesia dengan AFTA
dan ASEAN dengan dengan ACFTA.
Gravity Model ini ditentukan berdasarkan asumsi impor negara i dari
negara j tergantung dari variabel gravity seperti (PDB, PDB Perkapita dan Jarak).
Spesifikasi dasar dari persamaan Gravity dasar termasuk faktor-faktor dari negara
importir (terkadang PDB dan PDB Perkapita), Supply Factors dari negara
eksportir (PDB dan PDB Perkapita) dan juga jarak geografis sebagai proxy untuk
biaya transportasi. Persamaan ini digunakan untuk menjelaskan perbedaan arus
seperti imigrasi, foreign direct investment, dan digunakan secara