Suplementasi Kolin Dalam Ransum Dengan Taraf Metionin Yang Berbeda Terhadap Performa Dan Metabolisme Lemak Pada Puyuh Periode Produksi.

(1)

SUPLEMENTASI KOLIN DALAM RANSUM DENGAN TARAF

METIONIN YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMA DAN

METABOLISME LEMAK PADA PUYUH PERIODE PRODUKSI

KHAIRANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Suplementasi Kolin dalam Ransum dengan Taraf Metionin yang Berbeda terhadap Performa dan Metabolisme Lemak pada Puyuh Periode Produksi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015 Khairani NIM D251130191


(4)

RINGKASAN

KHAIRANI. Suplementasi Kolin dalam Ransum dengan Taraf Metionin yang Berbeda terhadap Performa dan Metabolisme Lemak pada Puyuh Periode Produksi. Dibimbing oleh SUMIATI dan KOMANG G WIRYAWAN.

Ransum unggas terdiri atas 80% serealia, terutama jagung dan bungkil kedelai yang mengandung metionin rendah, sehingga diperlukan penambahan asam amino sintetis berupa DL-Methionine ke dalam ransum untuk memenuhi kecukupan asam amino metionin. Harga DL-Methionine cukup tinggi ditingkat peternak, sehingga perlu digunakan alternatif lain yang lebih murah yang dapat menggantikan peran sebagian DL-Methionine yaitu choline chloride. Choline chloride merupakan sumber yang dianggap efektif dalam memperoleh kolin. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas suplementasi choline chloride dalam ransum untuk mengurangi penggunaan DL-Methionine dalam menghasilkan performa dan kualitas telur puyuh yang baik serta mengevaluasi metabolisme lemak puyuh petelur.

Penelitian ini menggunakan puyuh berumur 42 hari sebanyak 180 ekor yang dipelihara selama 8 minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 2 x 3 dan 3 ulangan. Terdapat 6 perlakuan yang merupakan kombinasi dari faktor A, yaitu 2 taraf suplementasi choline chloride (A1: tanpa choline chloride, A2: suplementasi choline chloride 1500 ppm) dan faktor B yaitu 3 taraf metionin dalam ransum (B1: ransum metionin rendah (0.19%), B2: ransum metionin standar (0.79%), B3: ransum metionin tinggi (1.05%)). Rincian perlakuan yang diberikan adalah: A1B1= tanpa choline chloride, ransum metionin rendah (0.19%); A1B2= tanpa choline chloride, ransum metionin standar (0.79%); A1B3= tanpa choline chloride; ransum tinggi metionin (1.05%); A2B1= suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum rendah metionin (0.19%); A2B2= suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum standar metionin (0.79%); A2B3= suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum tinggi metionin (1.05%). Peubah yang diamati adalah performa (konsumsi pakan, produksi telur (quail day), produksi massa telur, konversi pakan), kualitas fisik telur puyuh (berat telur, proporsi kuning telur, proporsi putih telur, proporsi kerabang telur, tebal kerabang, skor warna kuning telur, haugh unit), kualitas kimia telur puyuh (kandungan kolesterol dan lemak kuning telur), lemak hati, ginjal dan lemak abdomen, lipida darah (kolesterol, trigriserida dan HDL serum) serta income over feed cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah metionin (A2B1) nyata meningkatkan (P<0.05) produksi telur quail day, produksi massa telur, berat telur dan efisiensi penggunaan pakan. Rataan konsumsi pakan berkisar 17.64-20.52 g ekor-1 hari-1, produksi telur (quail day) 44.93%-70.24% dan rataan nilai konversi ransum berkisar 2.86-4.89. Suplementasi choline chloride 1500 ppm nyata menigkatkan (P<0.05) proporsi kuning telur, menurunkan proporsi putih dan kerabang telur, lemak hati, ginjal dan lemak abdomen dibandingkan tanpa suplementasi choline chloride dan tidak nyata mempengaruhi kualitas kimia telur dan lipida darah. Berdasarkan perhitungan IOFC, suplementasi choline chloride 1500 pmm dalam ransum berbagai taraf kandungan metionin memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa suplementasi.


(5)

Simpulan dari penelitan ini adalah suplementasi choline chloride 1500 ppm pada ransum rendah metionin (0.19%) dapat meningkatkan produksi telur (quail day), produksi massa telur, efisiensi penggunaan pakan, berat telur dan IOFC serta menurunkan lemak hati, ginjal dan lemak abdomen. Suplementasi choline chloride 1500 ppm pada ransum yang mengadung cukup metionin (0.75%) menghasilkan performa, kualitas telur dan IOFC yang terbaik dan mampu menurunkan lemak pada hati, ginjal dan lemak abdomen.


(6)

SUMMARY

KHAIRANI. Choline supplementation in Quail Diets Containing Different Methionine on Productive Performance and Lipid Metabolism. Supervised by SUMIATI and KOMANG G WIRYAWAN.

Poultry feed which composed of 80% cereals, mainly maize and soybean meal, is usually containing low methionine, therefore, it is necessary to be supplemented with synthetic DL-Methionine in order to fulfill the requirement of the quail. DL-Methionine price is quite high at the farmer level, making it necessary to use other alternative that can replace the role of DL-Methionine partially or in a whole, such as choline chloride. Choline chloride is a substance to be regarded as an effective source of choline. The present study aimed to determine the effectiveness of supplementation of choline chloride in the diet to reduce the use of DL-Methionine in productive performance and good quality quail eggs and to evaluate lipid metabolism of laying quail.

This study used quail eggs 42 days old 180 tails were maintained for 8 weeks. This study used a completely randomized design (CRD) factorial 2 x 3 and 3 replications. This study used 6 treatment was a combination of factor A was choline chloride level (A1: 0 ppm, A2: 1500 ppm) and factor B are levels of methionine in the diet (B1: low (0.19%), B2: standard (0.79%), B3: high (1.05%). The treatment given was: A1B1= low methionine diet (0.19%) plus 0 ppm choline chloride; A1B2= standard methionine diet (0.79%) plus 0 ppm choline chloride; A1B3= high methionine diet (1.05%) plus 0 ppm choline chloride; A2B1= supplementation of choline chloride at 1500 ppm in low methionine diet (0.19%); A2B2= supplementation of choline chloride at 1500 ppm in standard methionine diet (0.79%); A2B3= supplementation of choline chloride at 1500 ppm in high methionine diet (1.05%). The variable observed were performances (feed consumption, egg production, egg mass production, feed conversion), the physical quality of eggs (egg weight, the proportion of yolk and egg white, the proportion of eggshell, thick eggshell, scores yolk color, Haugh units), cholesterol and fat egg yolks, fatty liver and kidney, abdominal fat, blood lipid (triglycerides, cholesterol, HDL), and analysis Income over feed cost (IOFC).

The results show that supplementation of choline chloride at 1500 ppm in low methionine diet (A2B1) significantly (P<0.05) increased egg production, egg mass production, egg weight and efficiency of feed utilization. The average feed consumption was ranged 17.64-20.52 g qual-1 day-1, egg production 44.93% -70.24% and the average feed conversion was value range 2.86-4.89. Supplementation of choline chloride at 1500 ppm significantly (P<0.05) increased proportion of yolk, reducing the proportion of white and eggshell, fatty liver, kidney and abdominal fat compared with without supplementation of choline chloride. Calculation IOFC, supplementation of choline chloride at 1500 ppm in diets containing different level of methionine greater benefit than treatment without supplementation.

The conclusion of this study was that supplementation of choline chloride at 1500 ppm in low methionine diet (0.19%) increased egg production, egg mass production, efficiency of feed utilization, egg weight, decreased fatty liver, kidney and abdominal fat. Supplementation of choline chloride at 1500 ppm on containing


(7)

standar methionine diet (0.75%) results on performance, egg quality and IOFC is the best and able to reduce fat in the liver, kidney and abdominal fat.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SUPLEMENTASI KOLIN DALAM RANSUM DENGAN TARAF

METIONIN YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMA DAN

METABOLISME LEMAK PADA PUYUH PERIODE PRODUKSI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

KHAIRANI


(10)

(11)

Judul Tesis : Suplementasi Kolin dalam Ransum dengan Taraf Metionin yang Berbeda terhadap Performa dan Metabolisme Lemak pada Puyuh Periode Produksi

Nama : Khairani NIM : D251130191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sumiati, MSc Ketua

Prof Dr Ir Komang G Wiryawan Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah Suplementasi Kolin dalam Ransum dengan Taraf Metionin yang Berbeda terhadap Performa dan Metabolisme Lemak pada Puyuh Periode Produksi. Sebagian hasil penelitian ini sedang dalam proses publikasi di jurnal ilmiah Nasional Terakreditasi Media Peternakan dengan judul “Effect of Choline chloride Supplementation in Quail Diets Containing Different Methionine on Performance and Egg Quality”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sumiati, MSc dan Prof Dr Ir Komang G Wiryawan selaku pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan segala bentuk bantuan materi maupun moral sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang terdalam kepada Ayahanda Jafri dan Ibunda Himudsa Mirdania yang selalu memberikan doa, kasih sayang, kesabaran, nasehat, bimbingan moral maupun materi yang tiada henti kepada penulis. Terima kasih kepada kakakku Ainil Mardiyah, MSi atas doa dan semangatnya. Terima kasih kepada ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc sebagai ketua program studi Ilmu Nutrisi dan Pakan beserta staf dan pegawai Pascasarjana Ilmu Nutrisi atas segala bantuan dan bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman keluarga besar INP 2012, 2013 dan 2014 atas doa, bantuan dan kebersamaannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman unggas atas kerjasama dan bantuannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jendral Pendidikan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan melalui program Beasiswa BPPDN 2013.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015 Khairani D251130191


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Materi 3

Metode 3

Peubah yang Diamati 5

Prosedur Penelitian 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Performa Puyuh Petelur 8 Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh 10 Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kualitas Kimia Telur Puyuh 15 Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Lemak Hati, Ginjal dan Lemak

Abdomen Puyuh 17

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Lipida Serum 19 Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Nilai Ekonomis Usaha Puyuh

Selama 8 Minggu Penelitian 20

4 SIMPULAN 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 28


(15)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan 4 2 Rataan konsumsi pakan, produksi telur (quail day), produksi

massa telur,konversi pakan puyuh petelur (umur 6 -14 minggu) 8 3 Rataan kualitas fisik telur puyuh yang diberikan ransum

perlakuan selama 8 minggu (umur 6-14 minggu) 11 4 Rataan kualitas kimia telur puyuh yang diberi ransum

5 penelitian selama 8 minggu (umur 6-14 minggu) 15 6 Rataan lemak hati, ginjal dan abdomen puyuh yang diberi

ransum perlakuan selama 8 minggu (umur 6-14 minggu) 17 7 Rataan kandungan kolesterol total, trigliserida dan HDL serum 19 8 Income over feed cost puyuh selama 8 minggu penelitian 20

DAFTAR GAMBAR

1 Rataan produksi telur puyuh (quail day (%)) setiap minggu selama 8 minggu penelitian (umur 6-14 minggu) 10 2 Ukuran telur puyuh pada berbagai perlakuan 12 3 Proses transformasi dan transportasi lemak 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode analisis kolesterol kuning telur 28 2 Metode analisis lemak kuning telur, hati, ginjal dan lemak

ekskreta 28

3 Metode analisis kolesterol serum 28

4 Metode analisis pengukuran trigliserida 29

5 Metode analisis HDL 29

6 Metode analisis pengukuran LDL 29

7 Analisis ragam konsumsi pakan puyuh 30

8 Hasil uji lanjut Duncan konsumsi pakan puyuh 30 9 Analisis ragam produksi telur (quail day) puyuh 30 10 Hasil uji lanjut Duncan produksi telur (quail day) puyuh 30 11 Analisis ragam produksi telur massa puyuh 31 12 Hasil uji lanjut Duncan produksi telur massa puyuh 31

13 Analisis ragam konversi pakan puyuh 31

14 Hasil uji lanjut Duncan konversi pakan puyuh 31

15 Analisis ragam berat telur puyuh 32

16 Hasil uji lanjut Duncan berat telur puyuh 32 17 Analisis ragam proporsi putih telur puyuh 32 18 Hasil uji lanjut Duncan proporsi putih telur puyuh 32 19 Analisis ragam proporsi kuning telur puyuh 32 20 Hasil uji lanjut Duncan proporsi kuning telur puyuh 33 21 Analisis ragam proporsi kerabang telur puyuh 33 22 Hasil uji lanjut Duncan proporsi kerabang telur puyuh 33


(16)

23 Analisis ragam tebal kerabang telur puyuh 33

24 Analisis ragam haugh unit telur puyuh 33

25 Analisis ragam skor kuning telur puyuh 34 26 Analisis ragam kolesterol kuning telur puyuh 34 27 Analisis ragam lemak kuning telur puyuh 34

28 Analisis ragam lemak hati puyuh 34

29 Hasil uji Lanjut Duncan faktor kolin 34

30 Hasil uji Lanjut Duncan faktor metionin 35

31 Analisis ragam lemak abdomen puyuh 35

32 Hasil uji lanjut Duncan faktor kolin 35

33 Hasil uji lanjut Duncan faktor metionin 35

34 Analisis ragam kolesterol serum 35

35 Analisis ragam trigliserida 36


(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas penghasil daging dan telur yang semakin diminati masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya populasi puyuh coturnix coturnix japonica atau Japanese quail di Indonesia. Berdasarkan data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013) populasi burung puyuh di Indonesia tahun 2010 sebanyak 7.05 juta ekor, tahun 2011 sebanyak 7.36 juta ekor, tahun 2012 sebanyak 12.23 juta ekor dan tahun 2013 sebanyak 12.59 juta ekor. Konsumsi telur puyuh per kapita per minggu dari beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan, berturut-turut tahun 2009 sebesar 0.040 kg, tahun 2010 sebesar 0.043 kg, tahun 2011 sebesar 0.050 kg, tahun 2012 sebesar 0.076 kg (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013).

Salah satu faktor yang berpengaruh dan berperan penting dalam produksi puyuh petelur adalah pakan yang mengandung nutrien makro maupun mikro yang dibutuhkan. Ransum unggas terdiri atas 80% serealia, terutama jagung dan bungkil kedelai yang mengandung metionin rendah (Shane 2005), sehingga diperlukan penambahan asam amino metionin sintetis berupa DL-Methionine ke dalam ransum untuk memenuhi kecukupan asam amino metionin. Harga DL-Methionine cukup tinggi ditingkat peternak, sehingga perlu digunakan alternatif lain yang lebih murah yang dapat menggantikan peran sebagian DL-Methionine yaitu choline chloride. Menurut EFSA (2011) choline chloride merupakan sumber yang dianggap efektif dalam memperoleh kolin.

Kolin merupakan kimia organik yang dimanfaatkan sebagai vitamin B. Kolin merupakan vitamin larut dalam air dan memegang peran penting dalam mengatur sintesis membran fosfolipid (Hollenbeck 2010). Kolin merupakan zat esensial bagi ternak unggas. Fungsi kolin yaitu sebagai unsur pokok fosfolipid yang berperan penting dalam membangun dan mempertahankan struktur sel, berperan dalam metabolisme lemak di hati dan mencegah terjadinya penumpukan abnormal lemak hati. Kolin sangat penting untuk pembentukan asetilkolin, yang bertanggung jawab dalam transmisi implus saraf yang tidak bisa dibentuk tanpa kolin di dalam tubuh (Zeisel 2012). Fungsi nonesensial kolin adalah donor gugus metil melalui betain (Workel 2005; Garrow 2007; Zhang et al. 2013).

Metionin, betain dan kolin saling berkaitan dan merupakan donor gugus metil yang berperan penting dalam reaksi metilasi (Pillai et al. 2006). Metionin menjadi donor metil untuk pembentukan kolin melalui transmetilasi. Kolin juga dapat mendonorkan metilnya pada homosistein, sehingga kekurangan sumbangan metil oleh metionin dapat digantikan oleh kolin, dan metil dari kolin bisa dipakai untuk sintesis metionin dan sebaliknya. Menurut Sun et al. (2008) penggunaan metionin saling berkompetisi untuk pembentukan protein dan S-adenosylmetionin (SAM). Dengan adanya alternatif donor gugus metil dari choline chloride dapat mengurangi penggunaan metionin sebagai donor gugus metil, sehingga metionin dapat lebih banyak digunakan untuk sintesis protein. Kesamaan peran antara kolin dan metionin menyebabkan pemberian kolin berpotensi membantu peran metionin sebagai donor gugus metil.


(18)

2

Beberapa penelitian tentang suplementasi choline chloride, telah dilakukan suplementasi choline chloride 750 ppm dalam ransum ayam broiler memberikan dampak yang positif terhadap pertambahan bobot badan, bobot badan akhir serta nilai konversi pakan (Sumiati et al. 2006). Suplementasi choline chloride 2000 ppm ransum direkomendasikan untuk pakan puyuh pedaging (umur 7-42 hari) tanpa memberikan efek yang merugikan terhadap pertumbuhan ataupun penyerapan nutrien (Alagawany et al. 2015).

Fatty liver and kidney syndrome (FLKS) adalah kondisi kelainan dan gagal metabolisme berupa perlemakan pada hati dan ginjal yang disebabkan karena kurangnya produksi very low density lipoprotein (VLDL) dan juga dipengaruhi oleh kecepatan lipogenesis. Lipogenesis merupakan sumber utama lemak tubuh unggas. Kapasitas lipogenesis unggas selama periode petelur lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang sedang tumbuh. Folikel pada unggas periode petelur mengeluarkan estrogen yang dapat merangsang lipogenesis dan menghasilkan tingginya level triasilgliserol di plasma dan hati. Kemampuan bertelur yang tinggi merangsang terjadinya perlemakan hati yang disebakan metabolisme estrogen secara intensif. Kolin merupakan komponen struktural penting dari lecithin yang berperan penting dalam mengatur sintesis dan sekresi VLDL di hati (Noga dan Vance 2003). Kolin membantu metabolisme lemak sebagai prekursor dari membran fosfolipid, apabila kekurangan kolin dapat menyebabkan perlemakan di hati. Penambahan kolin pada ransum digunakan untuk mencegah kelebihan penumpukan lemak dan timbulnya perlemakan di hati pada ternak (Cooke et al. 2007; Pickens et al. 2009). Kekurangan kolin pada unggas petelur dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu, perosis, dan menurunnya aktivitas lipotropik sehingga menyebabkan perlemakan di hati (Wen et al. 2014).

Fungsi metionin dan kolin adalah sebagai agen lipotropik yang dapat mencegah terjadinya perlemakan di hati dan ginjal. Metionin juga berperan dalam meningkatkan produksi dan berat telur pada ayam petelur. Penambahan DL-methionine 0.44% pada ransum ayam petelur dengan kandungan protein yang rendah (PK 14%) dapat meningkatkan produksi telur, berat telur, produksi massa telur serta menurunkan konversi pakan dan mortalitas pada ayam di bawah kondisi heat stress(Bunchasak dan Silapasorn 2005).

Kesamaan peran antara kolin dengan metionin sebagai donor gugus metil, menyebabkan pemberian kolin berpotensi membantu peran metionin sebagai donor gugus metil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa puyuh (Coturnix coturnix japonica) periode petelur dan metabolisme lemak akibat suplementasi choline chloride dalam ransum yang mengandung taraf metionin yang berbeda: rendah (0.19%), standar (0.79%), tinggi metionin (1.05%). Penambahan choline chloride pada ransum puyuh petelur diharapkan dapat mengurangi pemakaian DL-Methionine, sehingga harga ransum lebih murah dan juga mencegah timbulnya FLKS.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas suplementasi choline chloride dalam ransum untuk mengurangi penggunaan DL-Methionine dalam menghasilkan peforma puyuh yang baik serta mengevaluasi metabolisme lemak puyuh periode produksi telur.


(19)

3

2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 hingga Januari 2015. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (kandang C), analisis kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan IPB. Analisis Kimia dilakukan di Laboratorium Fisiologi Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 180 ekor puyuh petelur jenis Coturnix coturnix japonica berumur 6 minggu dengan bobot badan rata-rata 90 g ekor-1. Ternak dibagi dalam 6 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 10 ekor puyuh.

Ransum

Ransum puyuh perlakuan disusun isokalori dan isoprotein dengan kebutuhan energi dan protein masing-masing adalah 2950 kkal kg-1 dan 18% berdasarkan

rekomendasi (Leeson dan Summers 2008). Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan saat pemeliharaan berupa kandang sistem baterai bertingkat sebanyak 2 unit dengan ukuran masing-masing unit adalah 3m x 3m. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat dengan triplek menjadi 20 blok yang berukuran 60cm x 60cm x 45cm. Setiap blok kandang diisi 10 ekor puyuh petelur. Tiap blok dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat air minum yang ditempatkan di pinggir luar sangkar. Kandang diberi penerangan dua buah lampu pijar kecil berdaya 40 watt. Alat-alat yang digunakan pada saat pemeliharaan adalah timbangan digital, tempat pakan, tempat air minum dan egg tray. Peralatan yang digunakan saat analisis di laboratorium adalah jangka sorong digital, Roche Yolk Colour Fan.

Metode Perlakuan

Perlakuan ransum yang diberikan sebanyak 6 perlakuan yang merupakan kombinasi dari faktor A, yaitu 2 level suplementasi choline chloride (A1: tanpa choline chloride, A2: suplementasi choline chloride 1500 ppm) dan faktor B yaitu 3 taraf metionin dalam ransum (B1: ransum metionin rendah (0.19%), B2: ransum metionin standar (0.79%) dan B3: ransum metionin tinggi (1.05%)). Adapun rincian perlakuan pada penelitian adalah sebagai berikut:

A1B1= Tanpa choline chloride, ransum metionin rendah (0.19%) A1B2= Tanpa choline chloride, ransum metionin standar (0.79%)


(20)

4

A1B3= Tanpa choline chloride, ransum metionin tinggi (1.05%)

A2B1= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin rendah (0.19%) A2B2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin standar (0.79%) A2B3= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin tinggi (1.05%)

Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan

Bahan Pakan Perlakuan1)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

... (%) ...

Jagung Kuning 58.6 58.4 58.335 58.6 58.4 58.335

Dedak Padi 1 0.3 0.2 1 0.3 0.2

CGM 3 3 3 3 3 3

Bk.Kedelai 22.5 22.5 22.5 22.5 22.5 22.5

Tepung Ikan 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8

Minyak Sawit 2.6 2.85 2.88 2.6 2.85 2.88

DCP 0.8 0.8 0.71 0.8 0.8 0.71

CaCO3 7.1 7.1 7 7.1 7.1 7

NaCl 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

Premix 0.5 0.4 0.4 0.5 0.4 0.4

DL-Methionine 0 0.75 1.075 0 0.75 1.075

Jumlah 100 100 100 100 100 100

Choline chloride(ppm)2) 1500 1500 1500

Kandungan nutrien

ME (kkal kg-1) 2951.55 2951.65 2950.01 2951.55 2951.65 2950.01

Protein Kasar (%)3) 18.14 18.03 18.01 18.14 18.03 18.01

Lemak Kasar (%)3) 5.14 5.35 5.37 5.14 5.35 5.37

Serat Kasar (%)3) 2.37 2.28 2.27 2.37 2.28 2.27

Metionin+sistin (%)4) 0.22 0.82 1.08 0.22 0.82 1.08

Metionin (%)4) 0.19 0.79 1.05 0.19 0.79 1.05

Lysin (%) 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07 1.07

Ca (%) 3.18 3.18 3.12 3.18 3.18 3.12

P tersedia (%) 0.47 0.46 0.45 0.47 0.46 0.45

Kolin (ppm)4) 1498.3 1498.3 1498.3 2998.3 2998.3 2998.3

Keterangan: 1)A1B1= Tanpa choline chloride, ransum metionin rendah (0.19%); A1B2= Tanpa choline

chloride, ransum metionin standar (0.79%); A1B3= Tanpa choline chloride, ransum metionin tinggi (1.05%); A2B1= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin rendah (0.19%); A2B2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin standar (0.79%); A2B3= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin tinggi (1.05%);

2)Kolin sintetis yang digunakan adalah choline chloride 60% (60% kolin dalam choline

chloride) berupa serbuk kuning kecoklatan 3)Analisis di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati


(21)

5

Rancangan Percobaan dan Model Matematika

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 2 x 3 dan 3 ulangan (Steel dan torrie 1995). Model matematikanya adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + αi+ βj+ (αβij) +εijk

Keterangan:

Yijk =Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke-k.

µ = Nilai tengah umum αi = Pengaruh faktor A ke-i

βj = Pengaruh faktor B ke-j

(αβij) = Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

εijk = Galat percobaan untuk taraf ke-i, ke-j dan ulangan ke-k

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA). Jika terdapat hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji duncan’s multiple range test (DMRT).

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Performa puyuh

a. Konsumsi pakan (g ekor-1 hari-1)

Konsumsi pakan (g ekor-1 hari-1) = pakan yang diberikan (g) – pakan sisa (g) b. Produksi telur (quail day) (%)

Quail day (%) =

y y y × %

c. Produksi Massa Telur (g ekor-1)

Produksi massa telur (g ekor-1) = produksi telur × berat telur d. Berat Telur (g butir-1)

Berat Telur (g butir-1) =

y e. Konversi pakan


(22)

6

2. Kualitas fisik telur puyuh

a. Persentase putih telur (%) diperoleh dengan cara menimbang putih telur dan dilakukan pengitungan dengan membagi bobot putih telur dengan bobot telur dan dikalikan 100%.

b. Persentase kuning telur (%) diperoleh dengan cara memisahkan kuning dan putih telur terlebih dahulu kemudian kuning telur ditimbang dan dilakukan pengitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan bobot telur dan dikalikan 100%.

c. Persentase kerabang (%) diperoleh dengan cara menimbang kerabang terlebih dahulu lalu dilakukan penghitungan dengan membagi bobot kerabang dengan berat telur dan dikalikan 100%.

d. Haugh unit untuk menentukan kualitas telur dihitung dengan rumus Stadelman dan Cotterill (1995): HU = 100 log [(H+7.57)-(1.7xW0.37)]

Keterangan:

H = tinggi putih telur kental (mm) W= berat telur (g butir-1)

e. Warna kuning telur diukur berdasarkan warna standar kuning telur dengan menggunakan Roche Egg Yolk Colour Fan yang mempunyai kisaran nilai 1-15. Telur dipecah kemudian dibandingkan warna kuning telur dengan warna kuning pada Roche Egg Yolk Colour Fan (Ovo Color, Aktiengesellscharft BASF, Germany).

f. Tebal kerabang (mm) diperoleh dari hasil rataan pengukuran kerabang telur bagian runcing, tumpul, dan bagian tengah kerabang telur.

3. Kualitas kimia telur puyuh: kandungan kolesterol kuning telur dianalisis dengan menggunakan metode Liebermann Burchard Color Reaction (Kleiner dan Dotti 1962) dan lemak kuning telur dianalisis dengan menggunakan metode Sochlet (AOAC 2005).

4. Kandungan lemak hati dan ginjal dianalisis menggunakan metode Sochlet (AOAC 2005)

5. Persentase lemak abdomen menurut Soeparno (1992) didapat dengan cara sebagai berikut:

Lemak abdomen (%) = × %

6. Kandungan lipida darah (kolesterol, trigliserida dan HDL dianalisis dengan menggunakan metode Kit (Diagnostik System Internasional 2005) dan LDL serum dianalisis dengan menggunakan metode perhitungan yang dikenal dengan metode Friedwald (Friedwald et al. 1972))

7. Income over feed cost (IOFC)

IOFC (Rp ekor-1) = (produksi telur x harga telur ) - (konsumsi pakan x biaya ransum)


(23)

7

Prosedur Penelitian Persiapan Kandang

Kandang dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, kotoran, dan debu sebelum penelitian dimulai. Kandang disiram secara merata dengan wipol untuk membersihkan sisa–sisa kotoran yang masih menempel di dalam kandang setelah kering dikapur hinga rata. Kandang puyuh yang telah disiapkan dan didesinfeksi kemudian dibiarkan selama beberapa hari. Pemasangan lampu pijar 40 watt di atas kandang yang digunakan sebagai sumber cahaya dan pemanas. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan, masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Setiap kandang diisi dengan 10 ekor puyuh hasil pengacakan.

Pemeliharaan Puyuh

Pemeliharaan dilaksanakan selama sepuluh minggu (umur 4-14 minggu), dua minggu masa adaptasi dan delapan minggu pemberian ransum perlakuan. Ransum perlakuan diberikan setelah 2 minggu pemeliharaan, pada saat puyuh berumur 42 hari. Puyuh diberi makan dan minum secara ad libitum setiap hari. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari pada pukul 07.00 dan 16.00 WIB. Konsumsi ransum diukur setiap minggu, produksi dan berat telur dicatat setiap hari selama perlakuan. Kualitas fisik telur diamati pada minggu ke 5, 6, 7 dan 8 dengan mengambil tiga butir telur dari setiap ulangan. Analisis kandungan lemak dan kolesterol kuning telur dilakukan pada minggu ke 8, diambil tiga butir telur dari setiap ulangan kemudian dikomposit kuning telurnya.

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan ketika akhir penelitian. Darah diambil dari vena jugularis sebanyak 1 ml menggunakan syringe. Sebelumnya, daerah vena jugularis dibersihkan dengan alkohol 70%, bila daerah tersebut berbulu dihilangkan bulunya terlebih dahulu menggunakan gunting. Sampel darah dimasukkan dalam tabung berheparin. Tabung berheparin digunakan untuk menyimpan darah yang akan dilakukan analisa lipida darah.

Tahap Penyembelihan

Penyembelihan puyuh dilakukan pada akhir penelitian (umur 14 minggu). Penyembelihan puyuh bertujuan untuk memperoleh hati, ginjal dan lemak abdomen. Sampel diambil secara acak sebanyak 2 ekor puyuh dari setiap ulangan untuk diambil hati dan ginjal untuk analisis lemak. Cara pemotongan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode Kosher, yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis dan oesofagus. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya sekitar 4% dari bobot tubuh. Setelah proses penyembelihan, dilakukan pencabutan dan pembersihan bulu. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan hati, ginjal dan lemak abdomen kemudian masing-masing dilakukan penimbangan.


(24)

8

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Performa Puyuh Petelur

Rataan performa puyuh petelur yang diberikan ransum penelitian selama 8 minggu penelitan (umur 6-14 minggu) disajikan pada Tabel 2.

Konsumsi Pakan

Pemberian ransum yang mengandung rendah metionin, tanpa suplementasi choline chloride (A1B1) nyata (P<0.05) menurunkan konsumsi pakan. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum mengandung metionin tinggi (A2B3) nyata (P<0.05) meningkatkan konsumsi pakan. Rendahnya konsumsi pakan pada ransum yang mengandung rendah metionin dikarenakan ketidakseimbangan asam amino di dalam ransum. Ternak pada kondisi asam amino yang tidak seimbang mengakibatkan hilangan potensi dalam menyesuaikan asupan pakan untuk memenuhi kebutuhan asam amino, jika ketidakseimbangan ini besar dapat menyebabkan penurunan konsumsi dan produksi yang cukup besar (Bunchasak dan Keawarun 2006).

Penurunan konsumsi diduga karena fungsi dari asam amino merupakan sebagai komponen struktur tubuh bagian dari enzim, sebagai prekursor regulasi metabolit dan berperan dalam proses fisiologi. Kurangnya metionin akan mempengaruhi ketidakseimbangan asam amino dalam ransum yang berpengaruh pada kinerja enzim pencernaan. Kurangnya kinerja enzim pencernaan menyebabkan pencernaan makanan berlangsung lebih lama, hal ini akan berpengaruh terhadap pengosongan tembolok dan perintah dari hipotalamus sehingga mengakibatkan konsumsi pakan menjadi sedikit. Pada hasil penelitian Bunchasak dan Silapasorn (2005) dijumpai hasil yang serupa bahwa konsumsi pakan menurun pada ransum yang mengandung metionin rendah, memperlihatkan pada ransum yang mengandung protein rendah (14%) dan disuplementasikan Tabel 2 Rataan performa puyuh petelur yang diberikan ransum perlakuan selama

8 minggu penelitian (umur 6 -14 minggu).

Peubah Kolin Ransum (B)

(A) B1 B2 B3

Konsumsi pakan A1 17.64±1.73b 20.52±0.33a 18.87±1.01ab

(g ekor-1 hari-1) A2 19.42±0.80ab 19.40±0.78ab 20.44±0.46a

Produksi telur (%) A1 44.93±8.04B 70.24±3.88A 65.56±4.87A

A2 65.86±4.96A 64.58±2.15A 68.72±2.91A

Produksi massa telur

(g ekor-1) A1 204.19±36.48B 387.71±37.28A 356.55±23.50A

A2 352.90±27.79A 374.54±2.85A 400.02±12.43A

Konversi pakan A1 4.88±0.44A 3.08±0.31B 2.96±0.20B

A2 3.10±0.30B 2.87±0.08B 2.90±0.11B

Keterangan: A1= Tanpa choline chloride; A2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm; B1= ransum metionin rendah (0.19%); B2= ransum metionin standar (0.79%); B3= ransum metionin tinggi (1.05%); huruf kecil yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dan huruf kapital yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata (P<0.01).


(25)

9 metionin 0.26% (tergolong rendah) menghasilkan konsumsi ransum paling rendah pada ayam petelur dibandingkan dengan ransum dengan suplementasi metionin 0.30%, 0.38%, 0.44%.

Produksi Telur (Quail Day), Massa Telur dan Konversi Pakan

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin sangat nyata (P<0.01) meningkatkan produksi telur (quail day), produksi masa telur, serta meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Pemberian ransum yang mengandung metionin rendah, tanpa suplementasi choline chloride (A1B1) sangat nyata (P<0.01) menurunkan produksi telur harian (quail day) dibandingkan dengan ransum standar dan tinggi metionin. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah metionin (0.19%) sangat nyata (P<0.01) meningkatkan produksi telur harian (quail day) sebesar 46.58% dari 44.93% (tanpa suplementasi) menjadi 65.86%. Ransum defisiensi metionin pada ternak periode produksi dapat menyebabkan turunnya berat telur dan produksi telur (Shane 2005). Metionin merupakan asam amino pembatas pertama dalam mempengaruhi produksi telur. Menurut Bunchasak dan Silaparsorn (2005) pemberian metionin pada ransum rendah protein nyata meningkatkan produksi telur, massa telur dan berat telur. Peningkatan pemberian metionin pada ransum dapat memaksimalkan produksi telur pada unggas petelur (Bunchasak 2009).

Peningkatan produksi telur pada ransum rendah metionin disebabkan kolin yang didapatkan dari suplementasi choline chloride, kolin memiliki hubungan saling keterkaitan dengan metionin dan merupakan donor gugus metil yang berperan penting dalam reaksi metilasi (Pillai et al. 2006). Hubungan antara kolin dengan metionin, dimana kolin dapat memberikan gugus metil yang diperlukan untuk pembentukan metionin dari homosistein melalui oksidasi betain (Workel 2005; Garrow 2007; Zhang et al. 2013). Betain juga berkaitan erat dengan asam amino bersulfur dan donor gugus metil (Metzler-Zebali et al. 2009). Kekurangan metionin dapat digantikan oleh kolin, karena metil dari kolin dapat digunakan untuk sintesis metionin. Pada pakan yang defisiensi metionin dapat terjadi efektifitas betain yang merupakan hasil oksidasi dari kolin sebagai donor gugus metil, sebagai akibat kurangnya homosistin untuk remetilasi karena metionin tersedia akan digunakan untuk sintesis protein dan tidak diubah kembali menjadi homosistein (Metzler-Zebali et al. 2009). Kolin selain memilki hubungan dengan metionin, juga merupakan kebutuhan esensial bagi unggas petelur dalam mempengaruhi produksi telur, karena kolin merupakan komponen utama dalam pembentukan fosfolipid lecithin, sebuah komponen dari kuning telur. Fosfolipid kuning telur sangat kaya fosfatidilkolin (PC) 76% dari total fosfolipid (Huopalahti et al. 2007). Produksi telur puyuh selama penelitian (umur 6-14 minggu) dapat dilihat pada Gambar 1.

Rataan produksi massa telur yang dihasilkan selama penelitian ini adalah 204.19-400.02 g ekor-1. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah metionin (A2B1) sangat nyata (P<0.01) meningkatkan produksi massa telur dari 204.19 gram ekor-1 (tanpa suplementasi) menjadi 352.90 gram ekor-1. Peningkatan produksi massa telur disebabkan pengaruh dari produksi telur quail day pada ransum rendah metionin yang suplementasi choline chloride 1500 ppm dapat meningkatkan produksi telur (quail day). Produksi telur (quail day) yang tinggi akan berkorelasi positif dengan meningkatnya produksi massa telur. Produksi massa telur merupakan hasil kali produksi telur (quail day) dengan berat telur,


(26)

10

sehingga akan berkorelasi positif antara produksi telur dengan berat telur (Sh et al. 2013). Lebih lanjut Vercese et al. (2012) menjelaskan bahwa massa telur dipengaruhi oleh berat telur, produksi telur dan heat stress.

Rataan konversi pakan yang dihasilkan selama penelitian ini adalah 2.87-4.88. Nilai konversi ini menunjukkan efisiensi penggunaan pakan untuk diubah menjadi sebutir telur. Suplementasi choline chloride 1500 ppm pada ransum rendah metionin (A2B1) sangat nyata (P<0.01) meningkatkan efiensi penggunaan pakan terlihat dari turunnya konversi pakan dibandingakan dengan ransum tanpa suplementasi choline chloride. Penurunan konversi pakan sebesar 36.81% dari 4.89 (tanpa suplementasi) menjadi 3.09. Suplementasi choline chloride 1500 ppm pada ransum rendah metionin (A2B1) mampu menigkatkan efisiensi penggunaan pakan dibandingkan ransum rendah metionin tanpa suplementasi choline chloride (A1B1). Suplementasi choline chloride 1500 ppm mampu meningkatkan produksi telur (quail day) maupun produksi massa telur serta berat telur, hal inilah yang mempengaruhi nilai dari konversi pakan, konversi pakan diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan produksi massa telur yang dihasilkan. Menurut Leeson dan Summers (2008) faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah produksi telur, kandungan energi dan nutrien dalam ransum, berat badan, dan temperatur.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Telur Puyuh

Rataan kualitas fisik telur puyuh yang diberikan ransum perlakuan selama 8 minggu penelitian (umur 6-14 minggu) disajikan pada Tabel 3.

Gambar 1 Rataan produksi telur puyuh (quail day (%))setiap minggu selama 8 minggu penelitian (umur 6-14 minggu); A1B1= Tanpa choline chloride, ransum metionin rendah (0.19%); A1B2= Tanpa choline chloride, ransum metionin standar (0.79%); A1B3= Tanpa choline chloride, ransum metionin tinggi (1.05%); A2B1= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin rendah (0.19%); A2B2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin standar (0.79%); A2B3= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin tinggi (1.05%); = A1B1; = A1B2; = A1B3; = A2B1;


(27)

11

Berat Telur

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin nyata (P<0.05) meningkatkan berat telur. Pemberian ransum yang mengandung metionin rendah, tanpa suplementasi choline chloride (A1B1) nyata (P<0.05) menurunkan berat telur dibandingkan dengan ransum standar dan tinggi metionin. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah metionin (A2B1) nyata (P<0.05) meningkatkan berat telur puyuh sebesar 18% dari 8.11 g (tanpa suplementasi) menjadi 9.57 g. Metionin merupakan zat makanan yang paling berperan dalam mengontrol ukuran telur (Al-Saffar dan Rose 2002). Faktor yang mempengaruhi berat telur adalah protein (Liu et al. 2005; Wu et al. 2005), metionin (Sohail et al. 2002; Keshavarz 2003), asam linoleat (Harm dan Russel 2004), lisin (Novak et al. 2004) dan energi (Bryant et al. 2005). Sama halnya yang dikemukakan oleh Leeson dan Summers (2008) zat makanan yang paling berperan dalam mengontrol ukuran telur, disamping genetik dan ukuran tubuh unggas kandungan energi, lemak, asam linoleat, protein dan asam amino (terutama metionin).

Peningkatan berat telur yang disuplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin mengindikasikan adanya hubungan saling berkaitan antara kolin dengan metionin. Kolin atau betain dapat menurunkan penggunaan metionin melalui pemberian gugus metil, tetapi tidak dapat menurunkan kebutuhan metionin pada ransum jika ransum tersebut tidak Tabel 3 Rataan kualitas fisik telur puyuh yang diberikan ransum perlakuan selama

8 minggu (umur 6-14 minggu)

Peubah Kolin Ransum (B) Rataan

(A) B1 B2 B3

Berat Telur (g) A1 8.11±0.02d 9.84±0.46bc 9.72±0.46c A2 9.57±0.14c 10.37±0.27ab 10.40±0.19a

Persentase putih telur A1 55.86±0.74 57.25±2.23 55.49±0.68 56.20±20a (%) A2 54.02±0.58 55.60±1.71 54.93±0.55 54.85±1.17b

Rataan 54.94±1.17 56.43±1.99 55.21±0.63

Persentase kuning telur A1 30.02±0.39 30.81±2.192 32.37±0.77 31.06±1.57B (%) A2 33.60±0.97 32.30±2.05 33.61±0.42 33.17±1.32A

Rataan 31.81±2.07 31.55±2.07 32.99±0.88 Persentase kerabang A1 14.13±0.64a 11.95±0.39b 12.14±0.13b (%) A2 12.38±0.57b 12.09±0.76b 11.47±0.14b

Tebal kerabang (mm) A1 0.178±0.02 0.182±0.007 0.182±0.002 0.180±0.01 A2 0.177±0.005 0.200±0.027 0.200±0.017 0.193±0.020 Rataan 0.177±0.011 0.191±0.020 0.191±0.042

Haugh unit A1 92.84±1.35 92.08±1.87 91.77±1.37 92.23±1.42 A2 93.53±3.69 85.59±6.42 90.54±1.35 89.89±5.12 Rataan 93.18±2.51 88.83±5.52 91.15±1.39

Skor Yolk A1 8.06±0.54 8.11±0.49 8.39±0.05 8.19±0.40 A2 8.00±0.17 8.08±0.22 8.06±0.13 8.05±0.16

Rataan 8.03±0.36 8.10±0.34 8.22±0.20

Keterangan: A1= Tanpa choline chloride; A2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm; B1= ransum metionin rendah (0.19%); B2= ransum metionin standar (0.79%); B3= ransum metionin tinggi (1.05%); huruf kecil yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dan huruf kapital yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata (P<0.01).


(28)

12

cukup kandungan kolin (Mc Devit et al. 2000). Interaksi antara kolin dan metionin sama-sama merupakan donor gugus metil, sehingga kekurangan sumbangan metil oleh metionin dapat digantikan oleh kolin, dan metil dari kolin bisa dipakai untuk sintesis metionin dan sebaliknya. Kolin berperan memberikan gugus metil yang diperlukan untuk pembentukan metionin dari homosistein melalui oksidasi betain (Workel 2005; Garrow 2007; Zhang et al. 2013). Penggunaan metionin saling berkompetisi untuk pembentukan protein dan S-adenosylmetionin (SAM), oleh karena itu dengan adanya donor gugus metil dari choline chloride dapat mengurangi penggunaan metionin sebagai donor gugus metil, sehingga metionin dapat lebih banyak digunakan untuk sintesis protein sebagai komponen pembentukan sebuah telur (Sun et al. 2008).

Berat telur tertinggi terdapat pada perlakuan suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum standar metionin (A2B2) dan ransum tinggi metionin (A2B3). Hal ini dikarenakan pada ransum perlakuan tersebut kaya akan nutrien yang berperan dalam mempengaruhi ukuran telur, yaitu mengandung metionin serta disuplementasi choline chloride. Penambahan choline chloride dalam ransum mengakibatkan ukuran telur yang semakin besar. Perbedaan ukuran telur antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Persentase Putih Telur

Suplementasi choline chloride 1500 ppm (A2) nyata (P<0.05) menurunkan persentese putih telur dibandingkan tanpa suplementasi choline chloride (A1). Persentase putih telur turun dari 56.20% (tanpa suplementasi) menjadi 54.85% (suplementasi choline chloride). Penurunan persentase putih telur pada suplementasi choline chloride di dalam ransum karena kolin merupakan komponen dari penyusun yolk, sehingga mengakibatkan persentase putih telur menjadi turun karena kolin akan meningkatkan pada persentase yolk. Menurut Li-Chan et al. (2008) proporsi putih telur bervariasi dipengaruhi oleh jenis ternak, lingkungan, ukuran telur dan tingkat produksi. Persentase putih telur pada penelitian ini berkisar 54.02%-57.25% hasil ini dalam kisaran normal. Menurut Yuwanta (2010) berat putih telur puyuh normal berkisar 4.1-6 g butir-1 dengan persentase putih telur

52%-60%, sedangkan menurut Nys dan Guyot (2011) telur puyuh memiliki persentase kuning telur 30%-33%, putih telur 52%-62% dan kerabang 7%-9%.


(29)

13

Persentase Kuning Telur

Suplementasi choline chloride 1500 ppm (A2) nyata (P<0.05) meningkatkan persentase kuning telur dibandingkan tanpa suplementasi (A1), dari 31.06% (tanpa suplementasi choline chloride) menjadi 33.17%. Suplementasi choline chloride dalam ransum dapat meningkatkan persentase kuning telur, karena kolin merupakan komponen utama dalam pembentukan fosfolipid lecithin yang merupakan sebuah komponen dari kuning telur. Fosfolipid kuning telur sangat kaya fosfatidilkolin (PC) 76% dari total fosfolipid (Huopalahti et al. 2007). Hal inilah yang mengakibatkan meningkatnya persentase kuning telur sedangkan persentase putih telur menjadi turun. Selanjutnya Rajkumar et al. (2009) menyatakan bahwa ukuran telur lebih terkait dengan ukuran kuning telur dibandingkan dengan albumen. Meskipun fakta bahwa albumin masih penting untuk menentukan ukuran telur.

Rataan persentase kuning telur selama penelitian berkisar antara 30.02%-33.61%. Persentase kuning telur pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Dudusola (2010) yaitu 31.4%. Persentase kuning telur yang dihasilkan pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian Ismawati (2011) yaitu 31.2-32.78% dimana puyuh diberi pakan dengan suplementasi omega 3. Standar komposisi kuning telur dari semua jenis unggas berkisar 32%-35%, putih telur 52%-58%, dan kerabang 9%-14% (Mine dan D’Silva 2008) sedangkan menurut Nys dan Guyot (2011) telur puyuh memiliki proporsi kuning telur 30%-33%, putih telur 52%-62% dan kerabang 7%-9%.

Persentase Kerabang

Pemberian ransum yang mengandung metionin rendah, tanpa suplementasi choline chloride (A1B1) sangat nyata (P<0.01) meningkatkan persentase kerabang dibandingkan dengan ransum standar dan tinggi metionin. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin sangat nyata (P<0.01) menurunkan persentase kerabang. Penuruan persentase kerabang ini dikarenakan adanya hubungan dengan peningkatan berat telur. Penambahan choline chloride pada ransum rendah, standar, dan tinggi metionin dapat meningkatkan berat telur. Menurut Keshavarz (2003) peningkatan ukuran telur atau berat telur mengakibatkan berkurangnya ketebalan kerabang dan berat kerabang (sebagai persentase dari berat telur). Rataan persentase kerabang selama penelitian berkisar 11.47%-14.13% hasil ini masih dalam kisaran normal. Menurut Mine dan D’Silva (2008) standar komposisi kuning telur dari semua jenis unggas berkisar 32%-35%, putih telur 52%-58%, dan kerabang 9%-14%.

Tebal Kerabang

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin tidak berpengaruh nyata terhadap tebal kerabang. Rataan tebal kerabang yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 0.177-0.200 mm. Tebal kerabang yang dihasilkan mempunyai nilai yang relatif sama, hal ini dikarenakan ransum dari setiap perlakuan mempunyai kandungan mineral Ca dan P yang relatif sama. Ca, P, dan vitamin D3 merupakan nutrien yang berpengaruh dalam membuat kerabang yang berkualitas (Leeson dan Summers 2008). Kerabang telur terdiri dari 96% kalsium karbonat dan sisanya adalah komponen organik lainnya (Hincke et al. 2008). Kualitas kerabang dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk mineral,


(30)

14

seperti kalsium, magnesium dan fosfor yang merupakan unsur pokok inorganik dari kerabang telur (King’ori 2011). Kandungan Ca dan P dalam pakan memberikan kontribusi untuk kualitas kerabang telur karena pembentukan kerabang telur membutuhkan ion karbonat dan ion Ca untuk membentuk CaCO3 dalam kerabang telur. Menurut Kebreab et al. (2009) semakin tinggi asupan kalsium dapat meningkatkan kualitas kerabang telur.

Haugh Unit

Nilai haugh unit (HU) merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nilai haugh unit yang tinggi menunjukkan kualitas telur tersebut juga tinggi (Hardianto et al. 2012). Nilai haugh unit lebih dari 72 dikategorikan sebagai telur berkualitas AA, haugh unit 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai haugh unit 31-60 sebagai telur berkualitas B dan nilai haugh unit kurang dari 31 dikategorikan sebagai telur berkualitas C (USDA 2011).

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin tidak berpengaruh nyata terhadap haugh unit. Rataan nilai HU selama penelitian bekisar 85.59-93.53, nilai HU pada penelitian ini lebih tinggi dari pada hasil penelitian Dudusola (2010) yaitu 84.19. Nilai HU yang tidak berbeda antar perlakuan diduga karena setiap telur diambil pada hari yang sama, disimpan pada tempat dan lama penyimpanan yang sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai HU telur diantaranya adalah waktu dan tempat penyimpanan telur, umur, strain ternak, nutrien ransum, penyakit dan suplementasi (vitamin C atau E) (Roberts 2010; Ahmadi dan Rahmini 2011).

Skor Warna Kuning Telur

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin tidak berpengaruh nyata terhadap warna kuning telur. Hasil tersebut dikarenakan dalam choline chloride dan metionin dalam ransum tidak terdapat kandungan zat pigmen xanthophylls yang sangat berpengaruh terhadap warna kuning telur. Pigmen xanthophylls terkandung bayak karoten, semakin tinggi kandungan karoten menyebabkan warna kuning telur semakin tua. Sebagaimana yang dikemukakan Castaneda et al. (2005) pakan yang mengandung tinggi xanthophylls warna kuning telur menjadi orange kemerahan. Pigmen xanthophylls banyak terdapat pada jagung dan pada hasil samping pengolahan jagung seperti corn gluten meal (CGM), seperti yang dikemukakan oleh Leeson dan Summers (2008). Rataan skor kuning telur selama penelitian berkisar 8.00-8.39. Skor kuning telur tidak berbeda karena jumlah penggunaan jagung dan CGM dalam ransum relatif sama.Skor warna kuning telur dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Sumiati et al. (2013) yaitu 6.04-6.76 pada puyuh yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar, dan Rahmasari (2015) warna kuning telur berkisar 5.93-6.50 pada puyuh yang diberi ransum yang diberi tepung pupa. Warna kuning telur pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lainnya, hal ini dipengaruhi oleh bahan yang terkandung di dalam ransum seperti jagung dan CGM.


(31)

15

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kualitas Kimia Telur Puyuh

Rataan kualitas kimia telur puyuh yang diberi ransum perlakuan selama 8 minggu (umur 6-14 minggu) disajikan pada Tabel 4.

Kolesterol Kuning Telur

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kolesterol kuning telur. Kandungan kolesterol yang dihasilkan cenderung menurun pada ransum yang diberikan suplementasi choline chloride. Hal ini disebabkan karena kolin merupakan komponen utama dari phophatidylcholine (lecithin) yaitu suatu fosfolipid. Fosfolipid ini dapat membantu metabolisme di hati dengan cara memecah lemak menjadi komponen yang lebih kecil serta memisahkan menjadi dua antara lemak yang di dalamnya terdapat kolesterol baik dan kolesterol buruk. Kolesterol yang buruk akan terbuang bersama feses karena fosfolipid ini dapat menurunkan penyerapan dan meningkatkan ekskresi kolesterol. Zeisel (2000) kolin memiliki banyak peran antara lain dalam metabolisme lemak dan kolesterol. Suplementasi kolin dapat menormalkan metabolisme kolesterol, hal ini berkaitan untuk mencegah perlemakan hati dan meningkatkan fungsi hati. Menurut Rajabi et al. (2014) kolin dapat menigkatkan kesehatan hati dengan mempertahankan homostasis kolesterol dengan cara menjaga menjaga kenormalan metabolisme kolesterol. Menurut Gangane et al. (2010) suplementasi choline chloride (herbal/sintetis) pada ransum unggas berkontribusi dalam menurunkan kolesterol dan mengatur metabolisme lemak.

Kandungan kolesterol kuning telur pada penelitian ini berkisar 8.36-12.57 mg g-1. Kolesterol pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar USDA (2015) yaitu 8.80 mg g-1, lebih rendah dibandingkan dengan kolesterol kuning telur puyuh pada penelitian Choi et al. (2001) yaitu 12.96 mg g-1 kuning telur dan penelitian Bragagnolo dan Rodriguez-Amaya (2003) yaitu 12.1 mg g-1

kuning telur. Hasil yang berbeda pada penelitian lainnya karena ransum yang diberikan mempunyai komposisi dan kandungan nutrien yang berbeda. Komposisi dan kandungan kuning telur tergantung dari ransum yang diberikan (Li-Chan et al. 2008). Menurut Nys dan Guyot (2011) faktor yang mempengaruhi kualitas kimia telur yaitu jenis pakan, jenis ternak, genetik dan hormon. Sebagian besar kolesterol yang ditemukan dalam kuning telur disintesis di hati ternak unggas, ditransfer melalui darah dalam bentuk lipoprotein dan kemudian dideposisikan ke follikel. Tabel 4 Rataan kualitas kimia telur puyuh yang diberi ransum penelitian selama 8

minggu (umur 6-14 minggu)

Peubah Kolin Ransum (B) Rataan

(A) B1 B2 B3

Kolesterol kuning A1 9.39±2.55 10.72±3.25 12.57±3.51 10.89±3.04

telur (mgg-1) A2 8.78±1.45 9.10±2.86 8.36±0.38 8.75±1.65

Rataan 9.09±1.88 9.91±2.87 10.46±3.21

Lemak kuning A1 26.29±1.86 27.43±0.67 27.64±0.70 27.12±1.22

Telur (%) A2 26.44±1.06 27.35±0.24 27.84±1.39 27.21±1.07

Rataan 26.36±1.36 27.39±0.45 27.74±0.99

Keterangan : A1= Tanpa choline chloride; A2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm; B1= ransum metionin rendah (0.19%); B2= ransum metionin standar (0.79%); B3= ransum metionin tinggi (1.05%).


(32)

16

Proses transformasi dan transportasi lemak hingga ke ovary dapat dilihat pada Gambar 3.

Lemak Kuning Telur

Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah, standar maupun tinggi metionin tidak berpengaruh terhadap kandungan lemak kuning telur. Hal ini dikarenakan lemak dalam ransum memiliki kandungan lemak relatif sama dari setiap perlakuan, sehingga kandungan lemak kuning telur yang dihasilkan juga memiliki nilai yang relatif sama. Menurut Bell dan Weaver (2002) dan Yamamoto et al. (2007) kandungan lemak di dalam kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak pakan. Lemak merupakan komponen penting yang diperlukan dalam pembuatan yolk. Susunan utama dalam kuning telur adalah lemak (65-70%) dan protein (30%) (Li-Chan et al. 2008). Rataan kandungan lemak kuning telur pada penelitian ini berkisar 26.290%-27.837%, lebih rendah dibandingkan

TG rantai pendek pendekranntai

TG rantai panjang kolesterol fosfolipid pendekrannt Gliserol + asam lemak

pendekranntai pendek

ester pend Proses Emulsifikasi oleh empedu

bebas

panjp

Lipase pankreas Kolesterol Esterase Phospolipase

lysolesitin

Phospolipid MG + asam lemak Kolesterol asam lemak

+ kolesterol

bergabung dengan misel

Kolesterol Resintesis TG

Kilomikron

Hati

Serum lipoprotein

Ovari

Gambar 3 Proses transformasi dan transportasi lemak (Piliang dan Djojosoebagio 2006)


(33)

17 penelitian Kayatun et al. (2012) pada puyuh yang diberi ransum dengan penambahan orok-orok adalah berkisar 31.30-32.30%. Zerehdaran et al. (2004) menyatakan bahwa komposisi pakan memiliki pengaruh sangat besar dalam pembentukan lemak dalam tubuh ternak.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Lemak Hati, Ginjal dan Lemak Abdomen Puyuh

Rataan lemak hati, ginjal dan lemak abdomen puyuh yang diberi ransum perlakuan selama 8 minggu (umur 6-14 minggu) disajikan pada Tabel 5.

Lemak Hati dan Ginjal

Pemberian ransum standar (B2) maupun tinggi metionin (B3) nyata (P<0.05) menurunkan kandungan lemak hati puyuh dibandingkan ransum mengandung metionin rendah (B1). Suplementasi choline chloride 1500 ppm (A2) nyata (P<0.05) menurunkan lemak hati dibandingkan tanpa suplementasi (A1). Penurunan lemak hati sebesar 38.94% dari 11.71% (tanpa suplementasi) menjadi 7.15%. Turunnya lemak di hati dikarenakan kolin dan metionin merupakan agen lipotropik yang berfungsi dalam membantu metabolisme lemak dan mencegah terjadinya perlemakan di hati. Metionin mampu memfasilitasi sintesis lecithin melalui siklus phosphatidyletanolamine dan juga dapat membantu hati mensintesis dan sekresi very low density lipoprotein (VLDL) (Lieber 2002; Toohey 2014). Suplementasi choline chloride pada ransum berguna untuk mencegah kelebihan penimbunan lipid dan timbulnya perlemakan hati pada ternak (Cooke et al. 2007; Pickens et al. 2009; Zeisel 2012; Wen et al. 2014).

Tabel 5 Rataan lemak hati, ginjal dan abdomen puyuh yang diberi ransum perlakuan selama 8 minggu (umur 6-14 minggu)

Peubah Kolin Ransum (B) Rataan Normal1) FLKS1)

(A) B1 B2 B3

Berat Hati A1 3.4±0.55 3.06±0.19 3.33±0.19 3.26±0.34 2.1-3.4 4.2-4.9

(%) A2 3.20±0.05 2.85±0.09 3.05±0.29 3.03±0.21

Rataan 3.30±0.37 2.96±0.18 3.18±0.27

Lemak Hati A1 18.03±6.68 6.09±1.60 11.01±3.53 11.71±6.48a 4.7 9-22.6

(%)2) A2 10.37±1.45 6.86±1.70 5.09±2.68 7.15±2.93b

Rataan 15.09±6.25a 6.47±1.53b 8.05±4.29b

Berat Ginjal A1 0.52±0.03 0.57±0.05 0.76±0.18 0.62±0.15 0.9 1.2

(%) A2 0.62±0.14 0.62±0.16 0.64±0.02 0.62±0.11

Rataan 0.57±0.10 0.59±0.11 0.70±0.14

Lemak Ginjal A1 1.94 1.35 1.27 1.52 5 9

(%)2) A2 1.18 1.17 1.13 1.16

Rataan 1.56 1.26 1.2

Lemak abdomen A1 1.24±0.20 0.73±0.15 0.74±0.07 0.90±0.28A

(%)3) A2 0.85±0.01 0.49±0.11 0.53±0.38 0.63±0.26B

Rataan 1.04±0.25A 0.61±0.17B 0.64±0.27B

Keterangan A1= Tanpa choline chloride; A2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm; B1= ransum metionin rendah (0.19%); B2= ransum metionin standar (0.79%); B3= ransum metionin tinggi (1.05%); huruf kecil yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dan huruf kapital yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata (P<0.01); Sampel lemak ginjal diambil secara komposit dari setiap perlakuan; FLKS= fatty liver and kidney syndrome; 1)Riis 1983; 2)Lemak hati dan ginjal dianalisis dengan metode Sochlet; 3)Pengukuran bobot lemak abdomen dilakukan dengan cara menimbang lemak yang berada pada sekeliling gizzard dan lapisan yang menempel antara otot abdomen serta usus.


(34)

18

Berat hati dan ginjal puyuh penelitian berkisar 2.08-3.4% dan 0.52-0.76% secara berturut-turut. Kandungan lemak hati dan ginjal puyuh pada penelitian ini berkisar 5.09-18.03 % dan 1.13-1.94% secara berturut-turut. Pada berat dan lemak ginjal puyuh termasuk dalam kategori normal dan masih jauh dari kategori FLKS. Sedangkan pada berat dan lemak hati ada perlakuan yang tergolong kategori FLKS. Pada perlakuan ransum rendah metionin, tanpa suplementasi choline chloride (A1B1) berat hati hampir mendekati kategori FLKS yaitu 3.4% dan lemak hati telah tergolong FLKS yaitu 18.03%. Suplementasi choline chloride 1500 ppm pada ransum rendah metionin (A2B1) dapat menurunkan lemak hati sebesar 42.48%, dari 18.03% (tanpa suplementasi) menjadi 10.37%. Dapat dilihat bahwa suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum mengandung metionin rendah dapat menurunkan lemak hati puyuh, walaupun lemak hati masih tergolong tinggi namun terlihat efektifitas dari choline chloride dalam menurunkan lemak hati. Turunnya lemak hati setelah suplementasi choline chloride karena kolin dapat digunakan dalam membentuk fosfatidilcholine yang berperan dalam sintesis VLDL di hati. VLDL ini berperan penting dalam transportasi trigliserida dari hati ke aliran darah dan jaringan ekstrahepatik (Gibbons et al. 2004).

Lemak Abdomen

Ransum yang mengandung standar (B2) dan tinggi metionin (B3) sangat nyata (P<0.01) menurunkan lemak abdomnen dibandingkan dengan ransum mengandung rendah metionin (B1), dari 1.04% menjadi 0.61%. Hal ini karena adanya hubungan asam amino metionin dengan karnitin dan aktivitas hormon-lipase sensitif. Biosintesis karnitin di dalam tubuh dari asam amino lisin atau metionin terjadi di hati dan ginjal. Karnitin ini bertanggung jawab dalam transportasi asam lemak dari sitosol menuju mitokondria. Zhan et al. (2006) menyatakan bahwa suplementasi metionin signifikan menurunkan lemak abdomen, meningkatkan kandungan karnitin dan karnitin bebas di hati, aktivitas hormon-lipase sensitif di lemak abdomen dan konsentrasi asam lemak bebas dalam serum, sedangkan konsentrasi asam urat dalam serum secara signifikan menurun. Oleh karena itu penurunan lemak abdomen dikarenakan peningkatan sintesis karnitin dalam hati dan hormon-sensitif aktivitas lipase di lemak perut.

Suplementasi choline chloride 1500 ppm (A2) sangat nyata (P<0.01) menurunkan lemak abdomen pada puyuh dibandingkan tanpa suplementasi (A1), dari 0.9% menjadi 0.63%. Penurunan lemak abdomen ini karena metil dari kolin digunakan untuk karnitin. Banyaknya terbentuk karnitin karena metil dari kolin, sehingga menyebabkan turunnya lemak abomen. Banyak faktor yang mempengaruhi deposisi lemak tubuh seperti keanekaragaman genetik, kondisi lingkungan, nutrisi dan stres (Bunchasak 2009). Menurut Fouad dan El-Senousey (2014) hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi lemak abdomen yaitu penyusunan ransum unggas, menggantikan asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh, menerapkan pembatasan pakan untuk menghindari kegemukan pada ternak, menggunakan feed additif yang dapat membantu mengurangi penumpukan lemak abdomen.


(35)

19

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Lipida Serum Puyuh

Pengaruh ransum perlakuan terhadap lipida darah yang meliputi: kolesterol total, trigliserida dan HDL puyuh petelur disajikan pada Tabel 6.

Suplementasi choline chloride pada ransum rendah, standar maupun tinggi metionin tidak berpengaruh terhadap kolesterol darah, trigliserida dan HDL. Rataan kadar kolesterol yang dihasilkan selama penelitian berkisar 160.78-258.66 mg dl-1. Kadar kolesterol pada penelitian ini masih dalam kadar yang normal sesuai dengan pernyataan Thrall et al. (2012), menyatakan bahwa kolesterol darah spesies burung termasuk burung puyuh berkisar antara 100-250 mg dl-1. Hasil kolesterol darah dari penelitian tersebut masih dalam kondisi normal, berarti perlakuan dari penelitian ini tidak berefek negatif terhadap kandungan kolesterol darah. Suplementasi kolin dapat menormalkan metabolisme kolesterol, meningkatkan kesehatan hati dengan mempertahankan homoestasis kolesterol dan mencegah perlemakan di hati (Rajabi et al. 2014). Tidak berbedanya kandungan kolesterol total, trigliserida dan HDL pada perlakuan disebabkan karena adanya homeostasis kolesterol darah. Homeostasis bertujuan untuk mengatur dan mencegah peningkatan konsentrasi kolesterol di dalam sel, sehingga kandungan kolesterol di dalam darah tetap normal. Adapun mekanisme homeostasis kolesterol darah adalah sebagai berikut: 1) mengatur sintesis kolesterol, 3-hydroxy-3-methylglutaryl co enzym A (HMG-CoA) reductase; 2) mengatur sintesis dan mengatur ulang reseptor LDL; 3) mengaktifkan proses esterifikasi kolesterol intraseluler oleh enzim acyl CoA: cholesterol-acyltransferase (ACAT). Ketiga mekanisme tersebut secara bersama-sama mengatur dan mencegah peningkatan kosentrasi kolesterol intra seluler (Assmann et al. 1996).

Rataan trigliserida yang dihasilkan selama penelitian berkisar 1433.00-1886.04 mg dl-1. Pada hasil penelitian Güçlü et al. (2008) kandungan trigliserida dalam serum puyuh pada penambahan sumber minyak nabati antara 797.7-1186.3 mg dl-1. Tingginya trigliserida disebabkan karena banyaknya asam lemak yang diubah menjadi trigliserida untuk ditransport dan disimpan. Asam lemak ini didapatkan dari pemecahan makanan yang bersumber dari karbohidrat, lemak dan protein.

Tabel 6 Rataan kandungan kolesterol total, trigliserida dan HDL serum

Peubah Ransum Ransum(B) Rataan

(B) B1 B2 B3

Kolesterol A1 209.19±54.42 234.86±41.66 281.02±16.49 221.02±39.06 (mg dl-1) A2 215.08±77.55 160.78±0.50 258.66±23.257 217.84±59.33

Rataan 212.13±60.01 205.23±50.14 242.40±28.09

Trigliserida A1 1433.00±442.10 1886.04±152.97 1606.84±95.17 1641.96±310.14 (mg dl-1) A2 1498.58±60.64 1635.33±341.92 1752.14±209.53 1628.68±230.65

Rataan 1465.79±284.60 1760.68±273.82 1679.49±165.89

HDL(mg dl-1) A1 52.13±18.39 74.49±23.19 87.80±26.81 71.47±25.35

A2 53.55±18.34 50.33±9.78 72.77±12.34 58.88±16.01

Rataan 52.84±16.44 62.41±20.70 80.28±20.40

Keterangan: A1= Tanpa choline chloride; A2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm; B1= ransum metionin rendah (0.19%); B2= ransum metionin standar (0.79%); B3= ransum metionin tinggi (1.05%)


(36)

20

Rataan kadar HDL yang dihasilkan selama penelitian berkisar 50.33-87.80 mg dl-1. HDL merupakan kolesterol yang membawa lipoprotein dengan kerapatan tinggi (high density lipoprotein) (Thrall et al. 2012). Fungsi utama HDL adalah mengangkut kolesterol bebas yang terdapat dalam pembuluh darah ke reseptor HDL di hati untuk dikeluarkan melalui empedu dan HDL sering disebut dengan kolesterol baik karena merupakan lipoprotein yang mengangkut lipid dari perifer menuju ke hepar (Akoh dan Min 2008). HDL merupakan lipoprotein yang menjaga keseimbangan kolesterol agar tidak menumpuk di dalam sel, keseimbangan dikelola oleh pengangkatan sterol dari membran pada tingkat yang sama dengan jumlah kolesterol yang disintesis menuju hati (Thrall et al. 2012). Lebih lanjut (Buyse dan Decuypere 2015) molekul HDL relatif kecil dibandigkan dengan lipoprotein lain sehingga HDL dapat melewati sel endotel vaskular dan masuk ke dalam intima untuk mengangkut kembali kolesterol yang terkumpul dalam makrofag. HDL yang tinggi dapat mencegah terjadinya oksidasi LDL.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Nilai Ekonomis Usaha Puyuh Selama 8 Minggu Penelitian

Pengaruh ransum perlakuan terhadap nilai ekonomis usaha puyuh selama 8 minggu penelitian disajikan pada Tabel 7.

Nilai income over feed cost (IOFC) merupakan salah satu peubah untuk mengetahui besarnya keuntungan usaha yang diperoleh. Pengaruh perlakuan terhadap rataan IOFC dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa harga pakan perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A2B3 (Rp 7829 kg-1) dan terendah pada pakan perlakuan A1B1 (Rp 6218 kg-1). Harga jual telur A1B1 sebesar

Rp. 350 butir-1, sedangkan untuk A1B2, A1B3, A2B1 sebesar Rp.400 butir-1 dan A2B2, A2B3 sebesar Rp. 450 butir1. Perbedaan harga jual telur pada A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3 dikarenakan telur yang dihasilkan memiliki nilai jual berbeda karena memiliki berat telur yang berbeda. Harga jual yang tinggi pada A2B2 dan A2B3 yaitu sebesar Rp 450 butir-1 dikarenakan telur pada perlakuan ini

Tabel 7 Income over feed cost puyuh selama 8 minggu penelitian

Peubah Perlakuan1)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Konsumsi pakan (kg) 0.988 1.149 1.057 1.088 1.086 1.145

Harga Pakan (Rp kg-1) 6218 7304 7717 6431 7417 7829

Biaya pakan (Rp) 6142.39 8393.17 8154.71 6993.84 8057.83 8961.39

Produksi telur (butir) 25.16 39.33 36.71 36.88 38.48 36.16

Harga Telur (Rp butir-1)2) 350 400 400 400 450 450

Pendapatan (Rp ekor-1) 8806.28 15733.76 14685.44 14752.64 17317.44 16274.16

IOFC(Rp ekor-1) 2663.89 7340.59 6530.73 7758.80 9259.61 7312.77

Keterangan: 1) A1B1= Tanpa choline chloride, ransum metionin rendah (0.19%); A1B2= Tanpa choline chloride, ransum metionin standar (0.79%); A1B3= Tanpa choline chloride, ransum metionin tinggi (1.05%); A2B1= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin rendah (0.19%); A2B2= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin standar (0.79%); A2B3= Suplementasi choline chloride 1500 ppm, ransum metionin tinggi (1.05%); 2)harga telur puyuh dibedakan berdasarkan berat.


(37)

21 memiliki berat yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu lebih dari 10 gram.

Penggunaan ransum yang diberikan tambahan choline chloride 1500 ppm memberikan efek yang positif terhadap IOFC. Ransum metionin rendah, tanpa suplementasi choline chloride 1500 ppm (A1B1) menghasilkan IOFC paling rendah. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum rendah metionin (A2B1) dapat meningkatkan IOFC dari Rp 25429.87 (tanpa suplementasi) menjadi Rp 81374.02. Peningkatan IOFC ini dikarenakan suplementasi choline chloride 1500 ppm dapat meningkatkan produksi telur quail day dan berat telur, sehingga mempengaruhi dan menigkatkan nilai IOFC. Income over feed cost tertinggi dihasilkan pada perlakuan suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum standar metionin (A2B2) sebesar Rp. 9259.61. Hal ini disebabkan karena A2B2 menghasilkan produksi telur yang tinggi dan berat telur yang tinggi dengan jumlah pakan yang dikonsumsi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B3, A1B3, A2B1 dan A1B2. IOFC dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan produktifitas telur puyuh, selain itu faktor harga pakan dan harga telur juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima. Perlakuan A2B1 dan A2B2 memiliki nilai IOFC yang lebih tinggi dibanding perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan choline chloride sebesar 1500 ppmpada ransum dapat meningkatkan pendapatan.


(38)

22

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Suplementasi choline chloride 1500 ppm pada ransum rendah metionin (0.19%) meningkatkan produksi telur (quail day), produksi massa telur, efisiensi penggunaan pakan, berat telur dan IOFC serta menurunkan lemak hati, ginjal dan lemak abdomen. Suplementasi choline chloride 1500 ppm dalam ransum yang mengandung cukup metionin (0.79%) menghasilkan performa dan IOFC yang terbaik dan mampu menurunkan lemak pada hati, ginjal dan lemak abdomen.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efektifitas suplementasi choline chloride sampai tahap penetasan telur puyuh.


(39)

23

DAFTAR PUSTAKA

AL-Saffar AA, Rose SP. 2002. The response of laying hens to dietary amino acids. World’s Poult Sci. 58:209-234.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International. 18th ed. Assoc. Off Anal. Chem. Arlington.

Ahmadi F, Rahmini F. 2011. Factors affecting quality and quantity of egg production in laying hens: a review. World Appl Sci J. 12(3): 327-384. Akoh CC, Min DB. 2008. Food lipids: chemistry Nutrition and biotechnology:

CRC Pr.

Alagawany M, El-Hindawy M, Attia A, Farag M, El-Hack MA. 2015. Influence of dietary choline levels on growth performance and carcass characteristics of growing japanese quail. Adv Anim Vet Sci. 3(2): 109-115.

Assman G, Eckardstein V, Cullen P, Dislipidemias. 1996. In: Fernandes J, Saundubray JM, van de Berghe G (editor). Inborn Metabolic Disease Diagnosis and Treatment. Ed 3. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York.

Bell D, Weaver. 2002. Commercial Chickhen Meat and Egg. United States of America (US): Kluwer Academic Publishers.

Bragagnolo N, Rodriguez-Amaya D. 2003. Comparison of the cholesterol content of Brazilian chicken and quail eggs. J Food Compos Anal. 16: 147-153. Bryant M, Wu G, Roland DR. 2005. Optimizing dietary energy for profits and

performance of two strains of White Leghorns. Proceedings of the International Poultry Scientific Forum Abstracts. Atlanta, GA. p.23.

Bunchasak C, Silapasorn T.2005. Effects of adding methionine in low-protein diet on production performance, reproductive organs and chemical liver composition of laying hens under tropical conditions. Int J Poult Sci. 4: 301-308.

Bunchasak C, Keawarun N. 2006. Effect of methionine hydroxy analog-free acids on growth performance and chemical composition of liver of broiler chicks fed a corn-soybean based diet from 0 to 6 weeks of age. J Anim Sci. 77:95-102.

Bunchasak C. 2009. Role of dietary methionine in poultry production. J Poult Sci. 46:169-179.

Buyse J. Decuypere E. 2015. Chapter 19 - Adipose Tissue and Lipid Metabolism. Sturkie's Avian Physiology. 6th Ed: Di dalam: C G Scanes. Editor. San Diego (US). Academic Pr.443-453.

Castaneda MP, Hirschler EM, Sams AR. 2005. Skin pigmentation evaluation in broilers fed natural and synthetic pigments. Poult Sci. 84:143–147.

Choi SH, Song KT, Oh HR. 2001. Cholesterol contents and fatty acid composition of chukar, pheasant, guinea fowl and quail egg yolk. Asian-Australas J Anim Sci. 14 (6): 831-836.

Cooke R, Del Rio NS, Caraviello D, Bertics S, Ramos M, Grummer R. 2007. Supplemental choline for prevention and alleviation of fatty liver in dairy cattle. J Dairy Sci. 90:2413–2418.


(1)

32

Lampiran 15 Analisis ragam berat telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 3.777 0.755 19.42 <.0001

Kolin 1 1.792 1.791 46.07 <.0001**

Metionin 2 1.536 0.768 19.74 0.0002**

Kolin*Metionin 2 0.449 0.224 5.77 0.0175*

Galat 12 0.467 0.038

Total 17 4.243

Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ** : Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 16 Hasil uji lanjut Duncan berat telur puyuh

Perlakuan Jumlah Rataan Grup Duncan

A2B3 3 10.401 a

A2B2 3 10.367 ab

A1B2 3 9.844 bc

A1B3 3 9.716 c

A2B1 3 9.566 c

A1B1 3 8.113 d

Lampiran 17 Analisis ragam persentase putih telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 17.155 3.431 2.16 0.1274

Kolin 1 8.196 8.196 5.16 0.0423*

Metionin 2 7.541 3.77 2.37 0.1353ns

Kolin*Metionin 2 1.419 0.709 0.45 0.65ns

Galat 12 19.059 1.588

Total 17 36.215

Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 18 Hasil uji lanjut Duncan persentase putih telur puyuh

Kolin Jumlah Rataan Grup Duncan

A1 3 56.198 A

A2 3 54.848 B

Lampiran 19 Analisis ragam persentase kuning telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 31.988 6.398 3.53 0.0342

Kolin 1 19.994 19.994 11.02 0.0061**

Metionin 2 7.034 3.517 1.94 0.1863ns

Kolin*Metionin 2 4.959 2.479 1.37 0.2918ns

Galat 12 21.766 1.814

Total 17 53.754

Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)


(2)

33 Lampiran 20 Hasil uji lanjut Duncan persentase kuning telur puyuh

Kolin Jumlah Rataan Grup Duncan

A1 3 31.064 B

A2 3 33.172 A

Lampiran 21 Analisis ragam persentase kerabang telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 12.656 2.531 10.12 0.0006

Kolin 1 2.585 2.585 10.34 0.0074**

Metionin 2 7.389 3.684 14.73 0.0006**

Kolin*Metionin 2 2.702 1.351 5.4 0.0212*

Galat 12 3.001 0.25

Total 17 15.657

Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ** : Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 22 Hasil uji lanjut Duncan persentase kerabang telur puyuh

Proporsi Jumlah Rataan Grup Duncan

A1B1 3 14.13 a

A2B1 3 12.38 b

A1B3 3 12.14 b

A2B2 3 12.09 b

A1B2 3 11.95 b

A2B3 3 11.46 b

Lampiran 23 Analisis ragam tebal kerabang telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 0.0017 0.00035 1.61 0.2315

Kolin 1 0.00066 0.00066 2.98 0.1099ns

Metionin 2 0.00076 0.00038 1.7 0.2237ns

Kolin*Metionin 2 0.00037 0.00018 0.83 0.4599ns

Galat 12 0.0027 0.00022

Total 17 0.0044

Keterangan : ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 24 Analisis ragam haugh unit telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 122.915 24.583 2.31 0.1088

Kolin 1 24.629 24.629 2.32 0.1539ns

Metionin 2 56.812 28.406 2.67 0.1097ns

Kolin*Metionin 2 41.473 20.736 1.95 0.1848ns

Galat 12 127.59 10.632

Total 17 250.505


(3)

34

Lampiran 25 Analisis ragam skor kuning telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 0.29 0.036 0.345 0.6609

Kolin 1 0.087 0.08 0.830 0.2808ns

Metionin 2 0.117 0.058 0.557 0.7715ns

Kolin*Metionin 2 0.086 0.043 0.410 0.4952ns

Galat 12 1.25 0.105

Total 17 1.544

Keterangan : ns: Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 26 Analisis ragam kolesterol kuning telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 36.82 7.364 1.11 0.4051

Kolin 1 20.651 20.651 3.11 0.1031ns

Metionin 2 5.773 2.886 0.44 0.657ns

Kolin*Metionin 2 10.395 5.198 0.78 0.4789ns

Galat 12 79.615 6.634

Total 17 116.435

Keterangan : ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 27 Analisis ragam lemak kuning telur puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 6.221 1.244 0.99 0.4616

Kolin 1 0.035 0.036 0.03 0.869ns

Metionin 2 6.123 3.061 2.44 0.1287ns

Kolin*Metionin 2 0.063 0.031 0.03 0.9752ns

Galat 12 15.031 1.252

Total 17 21.252

Keterangan: ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 28 Analisis ragam lemak hati puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 342.219 66.444 5.32 0.0100

Kolin 1 88.062 88.062 6.84 0.0240*

Metionin 2 201.108 100.554 7.81 0.0077**

Kolin*Metionin 2 53.050 26.525 2.06 0.1738

Galat 12 141.639 12.876

Total 17 483.859

Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ** : Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Lampiran 29 Hasil uji lanjut Duncan faktor kolin

Kolin Jumlah Rataan Grup Duncan

A1 3 11.71 a


(4)

35

Lampiran 30 Hasil uji lanjut Duncan faktor metionin

Ransum Jumlah Rataan Grup Duncan

B1 3 15.09 A

B3 3 6.47 B

B2 3 8.05 B

Lampiran 31 Analisis ragam lemak abdomen puyuh

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 1.08 0.216 5.88 0.0057

Kolin 1 0.344 0.344 9.37 0.0099**

Metionin 2 0.707 0.354 9.64 0.0032**

Kolin*Metionin 2 0.028 0.014 0.39 0.6864ns

Galat 12 0.44 0.036

Total 17 1.52

Keterangan : ** : Berbeda sangat nyata (P<0.01) ns : Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 32 Hasil uji lanjut Duncan faktor kolin

Kolin Jumlah Rataan Grup Duncan

A1 3 0.902 A

A2 3 0.626 B

Lampiran 33 Hasil uji lanjut Duncan faktor metionin

Ransum Jumlah Rataan Grup Duncan

B1 3 1.04 A

B3 3 0.637 B

B2 3 0.611 B

Lampiran 34 Analisis ragam kolesterol serum

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 12586.85 2517.37 1.11 0.4157

Kolin 1 40.45 40.45 0.02 0.8966ns

Metionin 2 4177.41 2088.71 0.92 0.4308ns Kolin*Metionin 2 8368.99 4184.50 1.84 0.2091ns

Galat 10 22775.88 2277.59

Total 15 35362.73


(5)

36

Lampiran 35 Analisis ragam trigliserida

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 410854.55 82170.91 1.26 0.34

Kolin 1 793.43 793.43 0.01 0.91ns

Metionin 2 278451.14 139225.57 2.13 0.16ns

Kolin*Metionin 2 131609.99 65804.99 1.01 0.39ns

Galat 12 785064.52 65422.04

Total 17 119519.08

Keterangan: ns: Tidak berbeda nyata (P>0.05)

Lampiran 36 Analisis ragam HDL

Sumber Keragaman DB JK KT F P

Perlakuan 5 3546.11 709.22 1.95 0.16

Kolin 1 713.17 713.17 1.96 0.19ns

Metionin 2 2328.85 1164.43 3.21 0.08ns

Kolin*Metionin 2 504.08 252.04 0.69 0.52ns

Galat 12 4358.75 363.23

Total 17 7904.85


(6)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1990 di Dusun Baru, Sungai penuh, Jambi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Jafri dan Ibu Himudsa Mirdania. Penulis memiliki saudara perempuan yang bernama Ainil Mardiyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar tahun 1996-2002 di SD Negeri 1 Sungai Penuh. Tahun 2002-2005 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Sungai Penuh dan pada tahun 2008 menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Sungai Penuh. Penulis diterima sebagai mahasiswa Strata-1 pada jurusan Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2008. Penulis menyelesaikan program Strata-1 pada tanggal 9 Oktober 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan pada tahun 2013 melalui program Beasiswa pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN).

Karya ilmiah yang merupakan bagian tesis ini telah diterbitkan pada Media Peternakan-Journal of Animal Science and Technology dengan judul “Effect of Choline chloride Supplementation in Quail Diets Containing Different Methionine on Egg Production and Quality of Quail