Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes

FORTIFIKASI MIKROENKAPSULAT ZAT BESI
PADA CASSAVA FLAKES

DEWI UTARI WULANDARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fortifikasi
Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Dewi Utari Wulandari
NIM F24100023

ABSTRAK
DEWI UTARI WULANDARI. Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava
Flakes. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan HOERUDIN.
Masalah paling umum penggunaan zat besi khususnya ferrous sulphate
heptahydrate sebagai fortifikan yaitu perubahan warna dan mudahnya berinteraksi
dengan komponen pangan lainnya. Teknik mikroenkapsulasi berpotensi
menyelesaikan permasalahan tersebut dengan melindungi zat besi (Fe) dari kondisi
lingkungan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakteristik mikroenkapsulat
Fe, pengaruh fortifikasi Fe terhadap karakteristik tepung ubi kayu dan cassava
flakes terfortifikasi. Fe difortifikasikan dalam bentuk mikroenkapsulat Fe dan Fe
sediaan bebas. Mikroenkapsulasi Fe dilakukan dengan teknik spray drying dengan
maltodekstrin dan whey sebagai bahan penyalutnya. Kandungan zat besi diukur
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Mikroenkapsulat Fe
memiliki kadar air dan ukuran partikel yang sesuai dengan karakteristik produk
mikrokapsul hasil spray drying. Aplikasi mikroenkapsulat Fe dengan dosis 4,28
mgFe/0,7kg dapat meningkatkan kandungan Fe namun tidak mempengaruhi kadar

air, warna, dan derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi. Cassava flakes
terfortifikasi mikroenkapsulat Fe memiliki kadar air yang sama dengan cassava
flakes terfortifikasi Fe sediaan bebas, namun tingkat kecerahan cassava flakes
terfortifikasi mikroenkapsulat Fe lebih baik. Bioaksesibilitas Fe cassava flakes
terfortifikasi mikroenkapsulat Fe lebih besar (49,65%) dibandingkan cassava flakes
terfortifikasi Fe sediaan bebas (34,40%). Panelis mampu mendeteksi adanya
penambahan fortifikan Fe baik dalam bentuk mikroenkapsulat maupun sediaan
bebas. Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat Fe lebih disukai, terutama
ketika dikonsumsi bersama susu.
Kata kunci: cassava flakes, fortifikasi, mikroenkapsulat, zat besi.

ABSTRACT
DEWI UTARI WULANDARI. Fortification of Microencapsulated Iron to Cassava
Flakes. Supervised by ENDANG PRANGDIMURTI and HOERUDIN.
The most common problems with the use of iron, especially ferrous sulphate
heptahydrate, as fortificants are discoloration and potential interaction with other
food components. Microencapsulation technique may solve the problems by
protecting iron from environmental conditions. The objectives of this research were
to study the characterisatics of microencapsulated iron and the effect of fortification
of microencapsulated iron on the characteristics of fortified cassava flour and

flakes. Iron used for fortification was in the forms of microencapsulated and free
iron. Iron was microencapsulated using maltodextrin and whey as the coating
materials by the spray drying technique. Iron content was measured by Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS). Moisture content and particle size of
microencapsulated iron produced met general characteristics of spray dried
microcapsules. Fortification of cassava flour with 4,28 mgFe/0,7kg in the form of

microencapsulated iron increased its iron content but did not influence its moisture
content, colour, and whiteness index. Cassava flakes fortified with
microencapsulated iron was brighter than and had the same moisture content as
those fortified with free iron. Bioaccessibility of iron from cassava flakes fortified
with microencapsulated iron (49,65%) was higher than that fortified with free iron
(34,40%). The presence of additional Fe in cassava flakes fortified with either
microencapsulated or free iron could be identified by untrained panelists. Cassava
flakes fortified with microencapsulated iron was preferred by untrained panelists,
especially when consumed with milk.

Key words: cassava flakes, fortification, microencapsulate, iron.

FORTIFIKASI MIKROENKAPSULAT ZAT BESI

PADA CASSAVA FLAKES

DEWI UTARI WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
yang telah dilimpahkan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juli

2014 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian adalah
fortifikasi, dengan judul Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes.
Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya, penulis ucapkan kepada Ibu
Dr.Ir. Endang Prangdimurti, M.Si dan Bapak Hoerudin, SP. MFoodST. Ph.D selaku
dosen pembimbing dan Ibu Dian Herawati, STP, M.Si selaku dosen penguji yang
telah banyak memberikan bimbingan dan saran. Selain itu ucapan terima kasih
penulis ucapkan kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian atas bantuan fasilitas dan dana yang telah diberikan dan laboratorium
sensori Depatemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Terimakasih kepada para
peneliti, Ibu Juniawati, STP, M.Si dan Ibu Widaningrum, STP, M.Si serta para
analis Balai Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (Ibu
Dini Kusdiningsih, Ibu Ika Hikmawati, Bapak M. Triyono, dan Bapak Afdan
Irvandy). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ramah, Ibu, adek Dani,
adek Novi dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayang serta special thanks to
Akhdiyat Duta Modjo. Terakhir, ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan
pada teman-teman ITP 47 “Doa Ibu”, khususnya Dani, Ganistie dan Rahmalia atas
segala kebersamaannya dan segenap sahabat sekaligus keluarga terhebat
“ESCIFION” SMA Negeri 1 Pamekasan, tidak akan pernah menyesal bertemu
manusia-manusia inspiratif seperti kalian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2014
Dewi Utari Wulandari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3


METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur Percobaan

3

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN


10
10

Karakteristik Fortifikan Mikroenkapsulat Zat Besi

10

Karakteristisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Zat Besi pada
Tepung Ubi Kayu

16

Aplikasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi dan Karakterisasi Cassava Flakes
Terfortifikasi
18
SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan


25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1 Rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying

11


2 Hasil analisis ukuran partikel mikroenkapsulat Fe

13

3 Rata-rata jumlah Fe pada mikroenkapsulat Fe hasil spray drying

14

4 Bioaksesibilitas fortifikan

15

5 Karakteristik tepung ubi kayu sebelum fortifikasi

16

6 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi

17

7 Karakteristik cassava flakes terfortifikasi

19

8 Bioaksesibilitas cassava flakes terfortifikasi

22

9 Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian kering

25

10 Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian rehidrasi susu 25

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan penelitian secara umum

4

2 Proses mikroenkapsulasi FeSO4·7H2O

5

3 Tahapan proses pembuatan cassava flakes

6

4 Tahapan uji bioaksesibilitas

8

5 Spray dryer

11

6 Kadar air mikroenkapsulat zat besi

12

7 Distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat zat besi

13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengukuran ukuran partikel dengan mastersizer

32

2 Total kandungan Fe pada mikroenkapsulat hasil spray drying

37

3 Total kandungan Fe pada cassava flakes terfortifikasi

38

4 Uji beda dari kontrol untuk cassava flakes penyajian kering

39

5 Uji beda dari kontrol untuk cassava flakes penyajian rehidrasi susu

40

6 Hasil T-test cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi

41

7 Uji statistik kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi

45

8 Uji statistik derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi

45

9 Uji statistik warna tepung ubi kayu terfortifikasi

46

10 Uji statistik konsentrasi Fe pada tepung ubi kayu terfortifikasi

47

11 Uji statistik kadar air cassava flakes terfortifikasi

47

12 Uji statistik warna cassava flakes terfortifikasi

48

13 Uji statistik kekerasan pada cassava flakes terfortifikasi

49

14 Uji statistik kandungan Fe pada cassava flakes terfortifikasi

50

15 Uji statistik bioaksesibilitas zat besi pada cassava flakes terfortifikasi

50

16 Jumlah Fe pada supernatan hasil bioaksesibilitas

51

17 Dokumentasi penelitian

52

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu masalah utama gizi di Indonesia adalah anemia gizi besi (AGB)
(Supariasa et al. 2000). Defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia gizi
dibandingkan dengan zat gizi lainnya, seperti asam folat, vitamin B12, vitamin C,
dan lain-lain (Wirakusumah 1998). Data prevalensi AGB di Indonesia masih cukup
tinggi. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) nasional tahun 2005,
menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 50,9%, ibu nifas
45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun 57,1%, dan wanita usia subur (WUS) usia
17-45 tahun sebesar 39,5%. Beberapa upaya pemerintah untuk mencegah atau
mengurangi jumlah penderita AGB, yaitu pemberian suplemen tablet zat besi,
diversifikasi pangan, pengawasan penyakit infeksi, dan fortifikasi (DEPKES 2006).
Fortifikasi merupakan upaya peningkatan mutu gizi pangan dengan
penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada pangan pembawa.
Fortifikasi zat besi merupakan salah satu bentuk fortifikasi wajib yang diharuskan
oleh peraturan (mandatory) untuk mengatasi permasalahan gizi. Fortifikasi zat besi
dapat dikatakan sebagai salah satu upaya alternatif untuk membantu penanganan
masalah defisiensi zat besi (BPOM 2004).
Beberapa jenis fortifikan besi, yaitu ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·
7H2O), ferrous gluconate, ferrous lactate, ferrous fumarate, ferric orthophosphate,
dan lain-lain. FeSO4·7H2O merupakan salah satu bentuk fortifikan besi larut air
(water-soluble) yang banyak digunakan karena paling ekonomis dibandingkan
dengan fortifikan lainnya, memiliki bioavailabilitas atau bioaksesibilitas yang
relatif cukup tinggi (100%) dan memiliki kandungan besi sekitar 20%. Pemilihan
ferrous sulphate heptahydrate sebagai fortifikan juga didasarkan pada karakteristik
fisik dan kandungan lemak yang terdapat pada pangan pembawa. Jenis pangan
pembawa yang sesuai dengan karakteristik water-soluble iron yaitu pangan kering,
seperti jenis tepung-tepungan (FAO dan WHO 2006).
Dua masalah paling umum pada penggunaan fortifikan ferrous sulphate
heptahydrate yaitu munculnya perubahan warna yang tidak diinginkan
(diskolorasi) dan mudahnya berinteraksi dengan komponen pangan lainnya
(INACG 2002). Masalah tersebut disebabkan oleh sifat zat besi yang reaktif,
khususnya terhadap oksigen sehingga dapat menimbulkan diskolorasi dan rasa
(logam) yang tidak diinginkan pada produk akhir (FAO 1997). Zat besi juga
berperan sebagai katalis dalam proses oksidasi komponen pangan lainnya, seperti
vitamin A (Akhtar et al. 2010) sehingga berpotensi untuk menurunkan efektifitas
sifat fungsional produk akhir.
Proses mikroenkapsulasi bertujuan untuk melindungi zat besi yang sensitif
terhadap kerusakan akibat oksidasi, kehilangan nutrisi, melindungi flavor, aroma,
pigmen, serta meningkatkan kelarutan (Versich 2000). Bahan aktif yang
ditambahkan juga dapat terlindungi dari pengaruh lingkungan yang merugikan,
baik selama pengolahan, penyimpanan, maupun proses pencernaan
(bioaksesibilitas dan bioavailabilitas). Hal penting yang sangat berpengaruh
terhadap bioaksesibilitas zat besi yaitu pemilihan bahan penyalut (coating).

2
Maltodekstrin dengan whey protein pada perbandingan 60:40 dipilih sebagai
penyalut FeSO4·7H2O karena berdasarkan penelitian sebelumnya dapat
menghasilkan rendemen paling tinggi (Yuliani et al. 2013). Proses
mikroenkapsulasi dilakukan menggunakan teknik spray drying. Penggunaan teknik
spray drying menghasilkan fortifikan zat besi dalam bentuk serbuk yang
memudahkan aplikasi dalam fortifikasi pada beberapa jenis pangan olahan (Wagner
dan Wathesen 1995).
Efektifitas teknologi mikroenkapsulasi zat besi pada produk cassava flakes
dilakukan melalui pengujian bioaksesibilitas FeSO4·7H2O. Uji bioaksesibilitas
merupakan faktor penting yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan program
fortifikasi dalam memenuhi asupan zat besi yang dibutuhkan oleh manusia.
Bioaksesibilitas menggambarkan jumlah ketersediaan zat besi yang siap diserap
oleh tubuh setelah melewati serangkaian proses fisik, kimia, dan biokimiawi dalam
sistem pencernaan sedangkan bioavailabilitas merupakan suatu terminologi yang
menggambarkan proporsi zat besi yang dapat diserap oleh tubuh setelah melalui
rangkaian proses fisik, kimia, dan biokimiawi dalam sistem pencernaan
(Versantvoort dan van de Kamp 2002). Cassava flakes atau sereal sarapan yang
terbuat dari tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat FeSO4·7H2O dipilih
sebagai produk akhir karena memiliki kesesuaian sebagai pangan pembawa sesuai
dengan karakteristik ferrous sulphate heptahydrate. Cassava flakes terfortifikasi
juga diharapkan dapat menjadi pangan fungsional yang bisa diterima oleh
masyarakat karena sifatnya yang praktis dan mudah disajikan dengan cita rasa yang
enak. Konsumsi cassava flakes terfortifikasi zat besi diharapkan dapat membantu
memenuhi asupan zat besi bagi penderita defisiensi zat besi.

Perumusan Masalah
Mikroenkapsulat zat besi yang telah terkarakteristik difortifikasikan pada
tepung ubi kayu dengan menganalisis pengaruhnya terhadap karakteristik tepung
ubi kayu terfortifikasi, termasuk pengaruhnya terhadap karakteristik cassava flakes
terfortifikasi yang dihasilkan. Pengujian bioaksesibilitas merupakan pengujian
yang sangat penting karena bertujuan untuk mengetahui efektifitas mikroenkapsulat
zat besi setelah dilakukan mikroenkapsulasi dengan teknik spray drying.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. membuat mikroenkapsulat zat besi dan mempelajari karakteristik
mikroenkapsulat zat besi yang dihasilkan;
b. melakukan fortifikasi zat besi dalam bentuk mikroenkapsulat dan sediaan bebas
pada tepung ubi kayu dan mempelajari karakteristik tepung ubi kayu
terfortifikasi;
c. mengaplikasikan tepung ubi kayu terfortifikasi menjadi produk cassava flakes
dan mempelajari karakteristik cassava flakes terfortifikasi yang dihasilkan.

3
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keunggulan
mikroenkapsulasi zat besi dalam meminimalisir perubahan penurunan mutu produk
yang diperkaya dengan zat besi dalam upaya mengatasi masalah Anemia Gizi Besi
(AGB) di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan fortifikasi zat besi pada
tepung ubi kayu kemudian mengaplikasikan tepung ubi kayu terfortifikasi menjadi
cassava flakes. Dosis fortifikasi yang digunakan pada penelitian yaitu di bawah
aturan maksimal yang ditetapkan oleh Nutrition Institute of Central America and
Panama (INCAP). Bentuk fortifikan yang digunakan terdapat dua jenis, yaitu
fortifikan ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O) sediaan bebas dan
mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O).

METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cassava flakes terfortifikasi
adalah tepung ubi kayu varietas Adira 1 100 mesh, ferrous sulphate heptahydrate
(FeSO4·7H2O), gula bubuk, pengembang, garam, egg yolk, dan air. Bahan
pengemas yaitu plastik pengemas berlapis logam/metalized plastic. Bahan dan
pereaksi yang dibutuhkan pada pengujian bioaksesibilitas yaitu enzim-enzim
pencernaan yang terdiri dari α-amilase, pepsin, pankreatin, dan ekstrak empedu.
Selain itu juga digunakan HCl 6M, ultra pure water/akuabides, NaHCO3 1M,
NaOH 0,5M, dan HNO3.

Alat
Alat-alat yang digunakan pada pengujian bioaksesibilitas Fe yaitu pH meter,
centrifuge, inkubator bergoyang (shaker incubator), muffle furnance, dan Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS). Peralatan yang digunakan pada analisis
kadar air yaitu oven. Peralatan pengujian fisik yang digunakan untuk mengukur
warna yaitu chromameter CR 300 Minolta. Analisis tekstur menggunakan texture
analyzer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan cassava flakes terfortifikasi,
yaitu sheeter dan blender.

Prosedur Percobaan
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses pembuatan
mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O), fortifikasi
mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O) pada tepung ubi

4
kayu dan pengolahan cassava flakes dari tepung ubi kayu terfortifikasi. Adapun
tahapan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1
Karakterisasi tepung ubi
kayu:
a. Analisis proksimat
b. Kandungan zat besi
(Fe)

FeSO4·7H2O sediaan
bebas (sebagai
pembanding)

a. Analisis warna
b. Kadar air
c. Kandungan zat
besi (Fe)

a. Uji organoleptik
b. Fisik (warna dan
tekstur)
c. Kadar air
d. Kandungan zat
besi (Fe)
e. Bioaksesibilitas Fe

Tepung ubi
kayu

Pembuatan
Mikroenkapsulat
FeSO4·7H2O

Mikroenkapsulat
FeSO4·7H2O

Fortifikasi

Tepung ubi kayu
terfortifikasi

Pembuatan cassava
flakes terfortifikasi

Karakterisasi
mikroenkapsulat:
a. Rendemen
b. Analisis ukuran
partikel
(mastersizer)
c. Kadar air
d. Kandungan zat besi
(Fe)
e. Bioaksesibilitas Fe

Cassava flakes
terfortifikasi

Gambar 1 Tahapan penelitian secara umum
Pembuatan mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O)
Pembuatan mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate dilakukan dengan
teknik spray drying dengan suhu inlet 170ºC dan laju alir umpan ± 23 mL/menit.
Total padatan pada suspensi yaitu 20% dengan konsentrasi FeSO4 sebesar 0,1%.
Total padatan pada komposisi suspensi spray drying terdiri dari maltodekstrin dan
whey protein dengan perbandingan 60:40 (Yuliani et al. 2013) dan ferrous sulphate
heptahydrate. Diagram alir proses mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 2

5

Maltodekstrin
dan Air

Whey protein
dan Air

Pencampuran

Pencampuran
Homogenisasi
dengan ultraturrax

Suspensi

Suspensi

0

Inkubasi pada suhu ±4 C
±18 jam
Pengkondisian pada suhu ruang

Suspensi

FeSO4·7H2O
dan air

Pencampuran

Homogenisasi dengan ultraturrax

Suspensi FeSO4·7H2O untuk spray drying

Spray drying
Mikroenkapsulat FeSO4·7H2O

Gambar 2 Proses mikroenkapsulasi FeSO4·7H2O

Pembuatan cassava flakes
Proses pembuatan cassava flakes terdiri dari, pencampuran kering,
pengadukan, pemasakan, pencampuran dengan ½ bagian tepung ubi kayu dan
maltodekstrin, pencetakan, dan pemanggangan (Yuliani et al. 2013), begitu juga
dengan pembuatan cassava flakes terfortifikasi, hanya saja menggunakan tepung
ubi kayu terfortifikasi sebagai bahan baku pembuatannya. Pencampuran antara
campuran tepung ubi kayu terfortifikasi dan maltodektrin dibagi menjadi 2 tahap,
dimaksudkan untuk menghindari karakteristik adonan yang lembek. Pemasakan
adonan dilakukan menggunakan wajan teflon. Perbandingan antara tepung ubi kayu
dan maltodekstrin sebesar 77,5%:22,5%. Tahapan pembuatan cassava flakes
terfortifikasi dapat dilihat pada Gambar 3

6

½ bagian tepung ubi
kayu terfortifikasi, ½
bagian maltodekstrin,
egg yolk, gula halus,
garam dan pengembang

Coklat bubuk,
Chocolate
flavor

Pencampuran
kering
Air
Pengadukan

Adonan

Pemasakan dengan wajan teflon

Adonan

½ bagian tepung ubi
kayu terfortifikasi, ½
bagian maltodekstrin

Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan

Cassava flakes
terfortifikasi
Gambar 3 Tahapan proses pembuatan cassava flakes terfortifikasi

Uji bioaksesibilitas
Pengujian bioaksesibilitas zat besi secara in vitro merupakan simulasi dari
kondisi fisiologis pencernaan. Bioaksesibilitas Fe mengacu pada sejumlah zat besi
yang tersedia untuk proses penyerapan. Uji bioaksesibilitas menggunakan metode

7
kelarutan secara in vitro untuk menentukan jumlah zat besi yang tersedia untuk
penyerapan (Perales et al. 2007).
Pengujian bioaksesibilitas yang digunakan pada penelitian adalah metode
modifikasi antara metode yang dilakukan oleh Cilla et al. (2009) dan Cagnasso et
al. (2013). Prosedur pengujian bioaksesibilitas terdiri dari dua tahapan, yaitu
tahapan simulasi proses pencernaan secara in vitro dan tahapan pengukuran
kandungan Fe dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Tahapan simulasi proses pencernaan secara in vitro dimulai dengan
menyiapkan sampel yang telah dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 4 gram.
Setelah itu dilakukan penambahan α-amilase 3% dan akuabides selanjutnya
campuran diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 30 menit pada 370C
kecepatan 100 rpm. Tahap berikutnya adalah penepatkan pH campuran menjadi pH
2,0 menggunakan HCl 6M. Selanjutnya dilakukan penambahan larutan pepsin 16%
dalam HCl 0,1M. Kemudian dilakukan penepatan bobot campuran hingga 25 gram
dengan akuabides dan dilanjutkan dengan inkubasi pada inkubator bergoyang suhu
370C dengan kecepatan 100 rpm selama 2 jam. Proses penghentian pencernaan
lambung dilakukan dengan mengondisikan pada penangas es. Proses selanjutnya
adalah penambahan NaHCO3 1M untuk menepatkan pH campuran menjadi pH 6,5.
Kemudian ditambahkan campuran pankreatin dan bile salt konsentrasi 4g/L dalam
buffer fosfat pH 6,7. Campuran diinkubasi pada inkubator bergoyang suhu 370C
100 rpm selama 2 jam. Penghentian pencernaan usus dilakukan dengan
menempatkannya pada penangas es. Tahap terakhir yaitu pengaturan pH menjadi
7,2 dengan menambahkan NaOH 0,5M. Selanjutnya diambil 3 mL suspensi
campuran dan disentrifus pada 3500 rpm 40C selama 15 menit. Kemudian
kandungan Fe supernatan dianalisis menggunakan AAS.
Tahap kedua yaitu pengukuran kandungan Fe dengan AAS. Persiapan analisis
diawali dengan penguapan supernatan menggunakan oven pada suhu 400C hingga
kering, selanjutnya dilakukan pengabuan kering (destruksi kering) (AOAC 2012).
Pengabuan kering diawali dengan pengabuan menggunakan tanur pada suhu 5500C
selama ±8 jam. Tahap berikutnya yaitu penambahan HCl 6M sebanyak 5 mL
setelah itu dilakukan pemanasan menggunakan hot plate dengan suhu rendah
sampai diperoleh residu sisa ±1,0 mL. Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan
dan penambahan HNO3 0,1M sebanyak 15 mL. Campuran didiamkan selama satu
jam dalam keadaan tertutup. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan
menggunakan kertas saring Whatman 42 pada labu takar 50 mL dan dilakukan
pengenceran hingga tanda tera menggunakan akuabides dan dilakukan pengenceran
50 kali apabila nilai absorbansi >1,0. Tahap terakhir yaitu proses pengukuran
menggunakan AAS. Penentuan bioaksesibilitas Fe dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:

Bioaksesibilitas kandungan Fe (%) = ×

Keterangan :
S = kandungan Fe pada supernatan (mg)
C = total kandungan Fe pada sampel (mg)
Tahapan proses uji bioaksesibilitas secara ringkas disajikan pada Gambar 4

8

Sampel

Penghancuran
Penimbangan
α-amilase dan
akuabides

Pencampuran

Inkubasi pada inkuator bergoyang

HCl 6M

Pengaturan pH 2,0
Pencampuran

Pepsin

Penepatan bobot

Inkubasi pada inkuator bergoyang
Penghentian proses pencernaan dengan mengondisikan
pada penangas es

Bile extract 4 g/L
(Pankreatin +
bile salt)

Pengaturan pH 6,5

NaHCO3 1 M

Pencampuran
Inkubasi pada inkuator bergoyang

Penghentian proses pencernaan dengan mengondisikan
pada penangas es
Pengaturan pH 7,2
Sentrifus 3500 rpm
Pengujian kadar Fe pada supernatan dengan AAS

Gambar 4 Tahapan uji bioaksesibilitas

NaOH 0,5M

9
Uji kimia
Uji kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air metode oven (SNI 012891- 1992), analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 2012), analisis kadar
protein block digestion method using copper catalys and steam distilation into boric
acid (AOAC 2012), analisis kadar lemak soxtec/hexanes extraction-submersion
method (AOAC 2012), dan analisis Fe metode Atomic Absorption
Spectrophotometry After Dry Ashing (AOAC 2012).
Analisis kandungan Fe menggunakan AAS diawali dengan pengabuan pada
muffle furnance pada suhu 5500C. Selanjutnya dilakukan destruksi sampel dengan
penambahan 5 mL HCl 6M dan pemanasan pada suhu rendah pada hot plate hingga
diperoleh residu sekitar ± 1 mL. Tahap berikutnya yaitu melarutkan residu dalam
15 mL untuk menyempurnakan degradasi komponen organik dengan menciptakan
suasana asam dan dilakukan pengenceran dengan labu takar 50 mL dan dilakukan
pengenceran 50 kali apabila nilai absorbansi >1. Selain itu penyiapan deret standar
yang konsentrasinya cukup mewakili konsentrasi sampel. Deret standar disiapkan
dengan melarutkan larutan Fe standar baku 1000 ppm menggunakan HNO3 0,5M
sebagai pelarut. Proses pembuatan larutan standar dilakukan dengan mengencerkan
larutan stok Fe menggunakan HNO3 0,5M sebagai pelarutnya karena pada larutan
stok Fe, menggunakan HNO3 sebagai pelarut. Selanjutnya pembuatan deret standar
dari konsentrasi 0,1 ppm sebagai konsentrasi paling rendah.


Perhitungan
: Konsentrasi Fe (mg / kg) =
m
Keterangan
:
a
= konsentrasi larutan sampel (mg/L)
b
= rata-rata konsentrasi blanko sampel (mg/L)
V
= volume pengenceran (mL)
m
= bobot sampel (kg)

×V

Uji fisik
Uji fisik yang dilakukan meliputi, ukuran partikel fortifikan mikroenkapsulat
ferrous sulphate heptahydrate menggunakan Mastersizer dengan melihat nilai
D[4,3], analisis tekstur cassava flakes menggunakan texture analyzer, dan analisis
warna tepung cassava (derajat putih) dan cassava flakes menggunakan
chromameter. Metode penetapan derajat putih dengan chromameter dihitung
berdasarkan persamaan 1.1 (Andarwulan et al. 2011).
Derajat putih (WI) = 100 – [(100-L*) + a*2 + b*2]1/2.....(1.1)
Uji organoleptik
Pengujian organoleptik terhadap cassava flakes dilakukan dengan dua jenis
pengujian, yaitu uji beda dari kontrol (different from control test) dan uji rating
hedonik. Uji beda dari kontrol dilakukan terhadap dua bentuk penyajian cassava
flakes, yaitu penyajian kering dan penyajian rehidrasi susu. Different from control
test dilakukan terhadap 71 panelis tidak terlatih dengan menggunakan 7 skor
pengujian, yaitu (1) tidak berbeda/sama; (2) sedikit berbeda; (3) agak berbeda; (4)
Moderat; (5) cukup besar perbedaan; (6) besar perbedaan; dan (7) sangat besar

10
perbedaan. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan
panelis dalam membedakan cassava flakes terfortifikasi dengan cassava flakes
tanpa fortifikasi. Uji rating hedonik hanya dilakukan terhadap cassava flakes
terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi baik penyajian kering maupun rehidrasi susu,
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap cassava flakes
terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi yang diujikan kepada 71 panelis tidak
terlatih. Uji rating hedonik menggunakan skala hedonik dengan skor 1 sampai
dengan 7, dengan kriteria sebagai berikut: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3)
agak tidak suka; (4) biasa/netral; (5) agak suka; (6) suka; dan (7) sangat suka
(Adawiyah et al. 2012).
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan cassava
flakes terfortifikasi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor, 3
taraf perlakuan, dan 3 ulangan. Faktor pada penelitian ini yaitu penambahan bentuk
fortifikan. Adapun taraf perlakuan, terdiri dari cassava flakes terfortifikasi
mikroenkapsulat FeSO4·7H2O, cassava flakes terfortifikasi FeSO4·7H2O sediaan
bebas, dan cassava flakes tanpa fortifikasi. Model matematis adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + σi + ϵij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
µ
= Nilai tengah umum
σi
= Pengaruh perlakuan perbedaan jenis fortifikan
ϵij = Galat percobaan dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
i
= Perlakuan yang diberikan, yaitu perbedaan jenis fortifikan
j
= Ulangan dari perlakuan
Seluruh data hasil analisis ditabulasi dan dirata-ratakan dengan MS. Excel
yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan SPSS 16 for
Windows. Data hasil uji organoleptik dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk
mengetahui besar tidaknya pengaruh yang signifikan akibat adanya perbedaan
perlakuan. Sedangkan uji lanjut Dunnet dilakukan pada pengolahan data analisis
yang lainnya untuk mengetahui besarnya pengaruh yang signifikan akibat adanya
perbedaan perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fortifikan Mikroenkapsulat Zat Besi
Mikroenkapsulasi merupakan teknik yang digunakan untuk melapisi zat besi
menggunakan suatu bahan penyalut dengan ukuran yang sangat kecil yaitu
diperkirakan memiliki ukuran diameter 5-100 mikron atau kurang dari setengah
diameter rambut manusia (Yoshizawa 2002). Tujuan mikroenkapsulasi yaitu
mengendalikan pelepasan zat besi agar terlindungi dari keadaan lingkungannya
seperti cahaya, kelembaban, dan oksigen yang mampu mengubah wujud bahan dari
cair menjadi padat (Bertolini 2001). Teknik mikroenkapsulasi juga bermanfaat
untuk menutupi rasa dan aroma yang tidak diinginkan dari bahan aktif serta

11
mempertahankan kestabilan dari komponen yang mudah menguap, sensitif
terhadap cahaya, oksidasi, atau panas (Rosanna 2009).
Proses mikroenkapsulasi menghasilkan produk mikroenkapsulat dalam dua
jenis, yaitu produk mikroenkapsulat yang berasal dari collection vessel (CV) dan
drying chamber (DC) (Gambar 5). Rata-rata persen rendemen proses lebih rendah
(50,83%) dibandingkan dengan rata-rata persen rendemen berat kering (51,83%).
Hal itu disebabkan karena rata-rata persen rendemen proses hanya
memperhitungkan rasio antara total produk mikroenkapsulat zat besi (CD dan DC)
terhadap total padatan bahan kering yang terdapat di dalam campuran (suspensi
sebelum spray drying) tanpa memperhatikan kadar air sedangkan rendemen berat
kering menggambarkan rasio antara total produk mikroenkapsulat zat besi terhadap
total padatan bahan kering pada setiap komponen formula dengan
mempertimbangkan kadar air sehingga rendemen berat kering memiliki nilai lebih
tinggi. Berdasarkan total rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying, baik
rendemen proses (50,83%) maupun rendemen berat kering (51,83%), keduanya
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yoghurt bubuk
yang dibuat dengan bahan pengisi 20% maltodekstrin menghasilkan rendemen
8,28% (Badarudin et al. 2006), hal itu mengindikasikan bahwa teknik dan formula
mikroenkapsulasi yang digunakan pada penelitian ini sudah cukup baik.
Penambahan maltodekstrin akan meningkatkan total padatan mikroenkapsulat
sehingga dengan menambahkan konsentrasi maltodekstrin yang tinggi akan
meningkatkan rendemen mikroenkapsulat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Masters (1979) bahwa semakin tinggi total padatan yang dikeringkan maka
rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi. Rendemen produk mikroenkapsulat
hasil spray drying dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying
Ulangan
1
2
Rata-rata ± SD

Rendemen proses (%)
50,53
51,14
50,83 ± 0,43

Drying chamber

Collection vessel
Gambar 5 Spray dryer

Rendemen
berat kering (%)
51,54
52,12
51,83 ± 0,41

12
Produk mikroenkapsulat yang berasal dari collection vessel (CV) merupakan
mikroenkapsulat zat besi yang selanjutnya digunakan sebagai fortifikan karena
memiliki karakteristik bentuk fortifikan yang halus sesuai dengan karakteristik fisik
tepung ubi kayu sebagai pangan pembawa. Produk mikroenkapsulat CV memilki
karakteristik khusus yaitu, halus, tidak menggumpal, dan kering. Oleh karena itu
dilakukan pengujian lebih lanjut untuk membandingkan karakteristik produk
mikroenkapsulat baik yang berasal dari CV maupun DC. Penentuan karakteristik
mikroenkapsulat dilakukan melalui pengujian kadar air, ukuran partikel, kandungan
Fe, dan bioaksesibilitas Fe.
7
6

4,73

Kadar air (%)

5
3,58

4
3
2
1
0

DC
BK
Jenis Mikroenkapsulat

CV

Gambar 6 Kadar air mikroenkapsulat zat besi
Kadar air merupakan parameter penting yang berkaitan dengan stabilitas
produk selama penyimpanan. Berdasarkan hasil mikroenkapsulat spray drying
dapat diketahui bahwa rata-rata kadar air basis basah pada mikroenkapsulat Fe hasil
collection vessel (CV) memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi (4,73%)
dibandingkan dengan kadar air mikroenkapsulat Fe hasil drying chamber (DC)
(3,58%) (Gambar 6). Kisaran kadar air yang diperoleh merupakan tipikal kadar air
produk mikroenkapsulat yang diperoleh dari proses spray drying (2-6%)
(Reineccius 1988). Mikroenkapsulat zat besi jenis DC memilki kadar air yang lebih
rendah karena mikroenkapsulat zat besi mengalami waktu kontak yang lebih lama
dengan panas (heated air or gas yang berasal dari nozzle) yang berada pada drying
chamber. Menurut Yuliani et al. (2007) kadar air mikroenkapsulat dipengaruhi oleh
suhu inlet spray drying dan laju alir umpan, namun tidak dipengaruhi keduanya.
Penurunan kadar air diikuti dengan meningkatnya suhu inlet lebih besar terjadi pada
laju alir umpan yang lebih rendah.
Pengujian karakterisasi mikroenkapsulat yang kedua, yaitu distribusi ukuran
partikel mikroenkapsulat zat besi menggunakan mastersizer. Berdasarkan
pengukuran ukuran partikel, rentang distribusi ukuran diameter partikel pada
mikroenkapsulat CV yaitu 0,15-51,82µm sedangkan mikroenkapsulat DC berkisar
antara 0,19-976,48µm. Rentang distribusi ukuran diameter partikel menunjukkan
bahwa mikroenkapsulat CV memiliki rentang ukuran diameter partikel yang lebih
kecil dibandingkan dengan rentang ukuran diameter partikel mikroenkapsulat DC
(Gambar 7). Berdasarkan Gambar 7 juga dapat diketahui bahwa mikroenkapsulat
CV memiliki distribusi ukuran partikel yang lebih seragam karena memiliki lebar

13
puncak yang sempit dan lebih runcing dibandingkan dengan lebar puncak pada
mikroenkapsulat DC. Hasil analisis ukuran partikel mikroenkapsulat Fe dapat
dilihat pada Tabel 2

CV

DC

Gambar 7 Distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat zat besi (kurva hijau dari
collection vessel; kurva merah dari drying chamber)
Tabel 2 Hasil analisis ukuran partikel mikroenkapsulat Fe
Rentang
Proporsi
Rata-rata ukuran
Asal Produk
distribusi ukuran
partikel

Dokumen yang terkait

Formulasi flakes berbasis Pati Garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk remaja putri

0 7 60

Pengaruh Fortifikasi Vitamin A Dan Zat Besi Terenkapsulasi Pada Tepung Ubi Kayu Dan Aplikasinya Pada Pembuatan Flakes

1 21 68

ANALISIS ZAT GIZI TEMPE FORTIFIKASI ZAT BESI BERDASARKAN PEMASAKAN ipi4459

0 2 9

FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK PERBAIKAN STATUS BESI REMAJA PUTRI (Formulation Flakes of Arrowroot Starch with Fortification of Iron [Fe]

0 0 8

Sifat Fisiko Kimia pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava flakes Fortifikasi (Physical and Chemical Properties of Fortificated Cassava Flakes Package and Preservation) Farid Rakhmat A, Hadi Suprapto, Eka Khaeruni Asih

0 0 12

Sifat Fisiko Kimia pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava flakes Fortifikasi (Physical and Chemical Properties of Fortificated Cassava Flakes Package and Preservation) Farid Rakhmat A, Hadi Suprapto, Eka Khaeruni Asih

0 0 11

Sifat Fisiko Kimia pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava flakes Fortifikasi (Physical and Chemical Properties of Fortificated Cassava Flakes Package and Preservation) Farid Rakhmat A, Hadi Suprapto, Eka Khaeruni Asih

0 0 10

Sifat Fisiko Kimia pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava flakes Fortifikasi (Physical and Chemical Properties of Fortificated Cassava Flakes Package and Preservation) Farid Rakhmat A, Hadi Suprapto, Eka Khaeruni Asih

0 1 10

Sifat Fisiko Kimia pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava flakes Fortifikasi (Physical and Chemical Properties of Fortificated Cassava Flakes Package and Preservation) Farid Rakhmat A, Hadi Suprapto, Eka Khaeruni Asih

0 0 13

Sifat Fisiko Kimia pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava flakes Fortifikasi (Physical and Chemical Properties of Fortificated Cassava Flakes Package and Preservation) Farid Rakhmat A, Hadi Suprapto, Eka Khaeruni Asih

1 1 16