Formulasi flakes berbasis Pati Garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk remaja putri
FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN
FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Flakes
Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
M.Mifthah Faridh Chairil
NIM I14100127
ABSTRAK
M.MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut
dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri. Dibimbing oleh LILIK
KUSTIYAH
Prevalensi anemia pada remaja putri meningkat dari 6.9% (2008) menjadi
18.4% (2013). Tujuan dari penelitian ini adalah formulasi flakes yang dibuat dari
pati garut, isolat protein kedelai, dan tepung tapioka, dengan bahan tambahan
taburia (multivitamin dan mineral), gula, garam, air, margarin dan coklat. Flakes
dengan substitusi 10% isolat protein kedelai lebih diterima secara organoleptik
daripada 20% dan 30% substitusi isolat protein kedelai. Lalu, dilakukan fortifikasi
taburia pada formula terpilih, fortifikasi 50% AKG zat besi dipilih berdasarkan
berbagai pertimbangan daripada flakes dengan fortifikasi 25% AKG zat besi.
Penambahan rasa coklat meningkatkan penerimaan pada flakes. Flakes dengan
coklat memiliki sifat fisik yang lebih baik, tetapi memiliki kandungan gizi yang
lebih rendah daripada flakes tanpa coklat. Kontribusi protein dan zat besi terhadap
AKG remaja putri pada flakes dengan coklat masing-masing 5.14 – 6.02% dan
39.46%; sedangkan tanpa coklat masing- masing 5.82 – 6.80% dan 68.92%.
Kesimpulan: flakes dengan coklat lebih baik dari segi penerimaan, tetapi lebih
rendah dari segi kandungan gizi dari flakes tanpa penambahan coklat.
Kata kunci: flakes, fortifikasi, isolat protein kedelai, pati garut, taburia
ABSTRACT
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulation Flakes of Arrowroot
Starch with Fortification of Iron (Fe) for Adolescent Girl. Supervisied by
LILIK KUSTIYAH
Prevalence of anemia among adolescence girls have been increased
dramatically, i.e 6.9% (2008) become 18.4% (2013). The aim of this study was
formulation of flakes made from arrowroot starch, soy protein isolate, and tapioca
starch, then was added with taburia (consist of multivitamin and minerals), sugar,
salt, water, butter and chocolate. Flakes made of 10% soy protein isolate was the
most acceptable organoleptically than 20 and 30% soy protein isolate substitution.
Then, taburia fortification was applied to this formula, 50 % RDA of iron
fortification was more reasonable to be selected than 25% one according to
contribution of iron. Addition of chocolate flavor resulted in improving
acceptability of flakes. Flakes with chocolate flavor has better physical properties,
but nutrients content were lower than without chocolate. Contribution to RDA of
protein and iron of adolescence of flakes with chocolate flavor were 5.14 – 6.02%
and 39.46%; and without chocolate flavor were 5.82 – 6.80% and 68.92%,
respectively. Conclusion: flakes with chocolate has better of acceptability, but
lower in nutrients content than without it.
Keywords: arrowrootstarch, flakes, fortification, soy protein isolate, taburia
iv
.
FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN
FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Judul Skripsi : Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi
(Fe) untuk Remaja Putri
Nama
: M. Mifthah Faridh Chairil
NIM
: I14100127
Disetujui oleh
Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
pengembangan produk, dengan judul Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut
dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
dalam penulisan karya ilmiah ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan
penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk
kesempurnaan karya ilmiah ini.
3. Kedua orangtua tercinta (Chairil Nurdin dan Endrawati), kakak dan adik
tersayang (M.Ramadhani Akbar dan M. Ardiansyah), serta seluruh keluarga
atas kasih sayang, doa, nasihat, dukungan, semangat, dan pengertian sehingga
penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik
mungkin.
4. Pak Mashudi, Pak Junaedi, Ibu Antin, dan Ibu Lira atas bantuannya dalam
proses penelitian.
5. Kepala sekolah, para pengajar dan siswi SMA Labschool Kornita IPB yang
telah membantu penulis dalam melakukan uji organoleptik flakes.
6. Sahabat-sahabat tersayang yang telah memberikan bantuan dan motivasinya :
Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Iqbar Mahendra Saputra,
Irmawati Ramadhania, Cahyuning Isnaini, dan M. Taufik Hidayat.
7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian: Almira, Nandika, Gita, Kadek, Maryam, Wilda, Novia, April.
8. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 47 seperjuangan yang penuh semangat, serta
warga gizi lainnya dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
M. Mifthah Faridh Chairil
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Manfaat ................................................................................................................ 3
METODE ................................................................................................................ 3
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 3
Bahan dan Alat .................................................................................................... 3
Tahapan Penelitian .............................................................................................. 4
Rancangan Percobaan .......................................................................................... 8
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Formulasi Flakes ................................................................................................. 9
Pembuatan Flakes .............................................................................................. 10
Uji Organoleptik Flakes .................................................................................... 11
Sifat Fisik Flakes Terpilih ................................................................................. 17
Kandungan Gizi Flakes Terpilih ....................................................................... 19
Kandungan Gizi per Takaran Saji ..................................................................... 23
Kontribusi Terhadap AKG Remaja Putri (13-18 Tahun) .................................. 24
Estimasi Harga Flakes per Takaran Saji ........................................................... 24
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 25
Simpulan ............................................................................................................ 25
Saran .................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
LAMPIRAN .......................................................................................................... 30
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 46
vi
DAFTAR TABEL
1 Formula flakes (Amalia 2013) ............................................................................. 5
2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai ............................................ 5
3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf ................ 11
4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama .................................................... 12
5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 13
6 Nilai modus hasil uji hedonik tahap kedua ........................................................ 14
7 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 15
8 Nilai modus hasil uji mutu hedonik tahap kedua .............................................. 15
9 Sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat .................................... 18
10 Kandungan gizi flakes (bb) dengan dan tanpa penambahan coklat ................. 20
11 Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe produk flakes terpilih .................. 22
12 Kandungan gizi flakes dalam satu takaran saji ................................................ 23
13 Kontribusi energi dan zat gizi flakes terhadap AKG remaja putri .................. 24
14 Estimasi harga flakes per takaan saji (35 gram) .............................................. 25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Diagram alir tahapan penelitian
Proses pembuatan flakes
Produk flakes terpilih
Produk flakes terpilih akhir
Produk flakes dengan penambahan coklat
Proses uji organoleptik tahap 3
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3
4
6
13
16
17
17
36
17
38
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama .............................................. 30
2 Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving size flakes .................... 30
3 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua .................................................. 31
4 Kuesioner uji organoleptik pada remaja putri ................................................... 32
5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi ................................................ 33
6 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 1 .......................................... 39
7 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 40
8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 2 .......................................... 41
9 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 42
10 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap 2 ................................ 43
11 Hasil uji beda sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat ............. 44
12 Hasil uji beda kandungan gizi flakes dengan dan tanpa penambahan
coklat .............................................................................................................. 45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Oleh karena itu setiap
individu diharapkan dapat menjaga kesehatan yang merupakan modal utama agar
hidup produktif, bahagia dan sejahtera. Saat ini, pemasalahan gizi yang dihadapi
Indonesia adalah masalah gizi ganda yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup
dan pola makan. Masalah gizi tersebut diantaranya adalah Kurang Energi Protein
(KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) serta masalah gizi
lebih seperti kelebihan berat badan dan obesitas.
Masalah gizi mikro merupakan masalah gizi yang masih dihadapi oleh
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data WHO (2006),
Indonesia masih menghadapi masalah gizi berupa defisiensi zat besi dan vitamin A
yang tinggi. Menurut Akhtar et al. (2013), anemia gizi besi (AGB) merupakan
masalah gizi mikro dengan prevalensi tertinggi di dunia yang memengaruhi hampir
semua kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi fisiologis. Kelompok yang paling
rentan terjadinya AGB adalah anak usia pra sekolah, gadis remaja, ibu hamil dan
menyusui.
Menurut Depkes (2008), prevalensi anemia pada remaja di Indonesia
dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6.9 %. Prevalensi tersebut
meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 18.4% (Riskesdas 2013). Prevalensi
anemia yang cukup tinggi pada remaja putri ini karena pada masa remaja terjadi
pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Kebutuhan zat besi juga akan meningkat
pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Anemia gizi besi
disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat
gizi tersebut adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai
katalisator dalam sintesis heme di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang
memengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan tubuh,
dan vitamin E yang memengaruhi stabilitas membran sel (Almatsier 2003).
Menurut Depkes (1998), anemia gizi besi pada remaja putri dapat
menimbulkan berbagai dampak, antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga
mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas dan prestasi belajar, disamping itu
remaja putri yang menderita anemia kebugarannya juga menurun, sehingga dapat
menghambat prestasi olahraga dan produktivitasnya. Anak-anak usia pra sekolah
yang mengalami anemia gizi besi pada masa bayi menunjukkan pengaruh negatif
seperti perilaku yang lebih pasif, lebih suka menyendiri dalam situasi asing, serta
menunda kepuasan hidupnya (Chang et al. 2011).
Program yang sudah dilakukan untuk mengurangi masalah anemia gizi besi
di Indonesia pada remaja baru berupa program pendidikan gizi. Strategi yang jauh
lebih efektif adalah pembuatan produk pangan dengan fortifikasi multivitamin dan
mineral. Fortifikasi merupakan salah satu strategi untuk memperbaiki gizi
masyarakat khususnya remaja dengan biaya yang relatif murah. Menurut Phu et al.
(2010), makanan lokal yang diperkaya oleh zat besi dan mikronutrien dapat
menurunkan anemia, meningkatkan status besi bayi, mencegah kehilangan besi
2
pada anak usia 6-12 bulan di negara berkembang. Pada penelitian ini, digunakan
multivitamin dan mineral dengan merek Taburia. Suplemen Taburia atau sprinkle
adalah bubuk multivitamin dan mineral yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral pada masa
perkembangan anak balita.
Informasi yang dibutuhkan dalam membuat program fortifikasi pangan
adalah bahan pangan dasar yang difortifikasi dan fortifikan, bioavailabilitas,
kecukupan zat gizi dan keamanan pangan, pengaruh fortifikan pada stabilitas dan
sensorik (Allen 2006), maka dipilihlah umbi garut sebagai bahan dasar dalam
pembuatan suatu produk pangan. Ketersediaan umbi garut cukup banyak dilihat
dari kapasitas produksi rata-rata sebesar 8 ton/hektar atau 3.080 ton sekali panen,
sedangkan kapasitas produksi garut berupa umbi sebesar 360 ton/tahun, tepung
garut 72 ton/tahun dan emping garut 36 ton/tahun (BPS 2003). Penggunaan umbi
garut ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan pangan alternatif karbohidrat
yang murah, berlimpah dan belum optimal pemanfaatannya di masyarakat. Pati
garut merupakan salah satu olahan utama umbi garut yang memiliki karbohidrat
alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi, pati garut memiliki
kandungan lemak dan protein yang rendah serta kandungan fosfor dan zat besi yang
lebih tinggi dibandingkan tepung terigu (Jyothi et al. 2009). Oleh karena itu, perlu
adanya penambahan sumber protein, misalnya isolat protein kedelai (IPK). Pada
penelitian ini, bahan pangan yang digunakan adalah isolat protein kedelai (IPK).
Isolat protein kedelai adalah bentuk protein yang paling murni karena
minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering (Astawan 2009). IPK
baik sekali digunakan dalam formulasi makanan karena dapat berfungsi sebagai
pengikat dan pengemulsi. Selain itu, IPK dapat berfungsi sebagai zat aditif yang
berfungsi untuk memperbaiki penampakan, tekstur, serta flavour produk (Koswara
1995).
Usaha yang dapat dilakukan dan mudah diterima dalam menanggulangi
masalah anemia melalui penyediaan snack yang memang sering dikonsumsi oleh
semua golongan umur, terutama remaja putri. Remaja di Amerika Serikat sebanyak
87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari
dengan kontribusi energi dari makanan ringan (snack) adalah sekitar 20-25% setiap
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri lebih sering ngemil
dibandingkan pria (Savige et al. 2007).
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membuat
snack berupa flakes yang memadai sebagai sumber protein serta multivitamin dan
mineral. Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan produk snack (flakes)
sebagai sumber energi, protein, dan zat besi dengan bahan dasar umbi garut dan
isolat protein kedelai dengan fortifikasi multivitamin dan mineral untuk remaja
putri.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes berbasis pati
garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk remaja putri.
3
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Membuat formula flakes dengan bahan dasar pati garut dengan menambahkan
isolat protein kedelai sebagai sumber protein.
2. Uji organoleptik terhadap produk flakes untuk mendapatkan formula terbaik.
3. Membuat produk flakes berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai
dengan fortifikasi zat besi (Fe) berbagai taraf pada formula terbaik.
4. Uji organoleptik terhadap produk flakes dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk
mendapatkan formula terbaik.
5. Menganalisis sifat fisik dan kandungan gizi (proksimat) produk terpilih flakes
berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat besi (Fe).
6. Menganalisis bioavailabilitas mineral Fe dan daya cerna protein pada produk
terbaik flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat
besi (Fe).
7. Menghitung kontribusi zat gizi dan estimasi harga per takaran saji flakes tehadap
Angka Kecukupan Gizi (AKG) remaja putri.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi untuk
menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia, khususnya anemia pada remaja
putri. Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi positif
terhadap masyarakat, pemerintah, dan perusahaan yang bergerak di bidang industri
pangan agar dapat menyediakan produk sesuai dengan permasalahan gizi yang ada.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dimulai dari bulan Maret
2014 sampai Juni 2014. Pembuatan flakes, uji organoleptik, analisis fisik dan
kandungan gizi serta uji organoleptik pada remaja putri masing-masing dilakukan
di Laboratorium Kimia Pangan dan SEAFAST, FATETA, IPB, Laboratorium
Organoleptik dan Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi
Masyarakat , FEMA, IPB dan SMA Labschool Kornita IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama adalah pati garut dan isolat protein kedelai. Pati garut yang digunakan
merupakan pati garut yang diperoleh dari sentra produksi tepung dan pati umbiumbian di Bantul Yogyakarta sedangkan isolat protein kedelai didapatkan dari
UKM di Solo. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, gula,
garam, air, coklat, margarin dan taburia (multivitamin dan mineral). Taburia
4
diperoleh dari PT. Tiga Pilar Sejahtera yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Bahan kimia yang digunakan untuk
analisis diantaranya adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix, NaOH, pelarut
hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, etanol 95%, indikator metil merah dan
metil biru, kantung dialisis, pankreatin bile, air bebas ion, multienzim (tripsin,
kemotripsin dan peptidase).
Alat yang digunakan untuk membuat flakes antara lain adalah wadah
plastik, pengaduk, sendok, mixer, steam cattle jacket, alat pemipih (noodle-maker),
loyang, timbangan, oven dan kompor. Alat-alat yang digunakan dalam analisis
kandungan gizi diantaranya adalah cawan alumunium, cawan porselin, oven, tanur,
desikator, kondensor, soxhlet, labu Kjedahl, alat destilasi, labu erlenmayer, labu
takar, gelas ukur, hotplate, buret, pipet, kertas saring, dan penjepit. Selain itu, untuk
uji organoleptik flakes pati garut menggunakan kuesioner dan piring.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri atas
perancangan formula flakes, pembuatan flakes, uji organoleptik, penambahan rasa
coklat pada flakes, uji organoleptik pada remaja putri terhadap flakes, serta analisis
sifat fisik dan kimia produk terpilih. Tahapan penelitian secara jelas disajikan
dalam diagram alir pada Gambar 1.
Formulasi flakes
Uji organoleptik tahap 1
Formula terpilih (FT)
Fortifikasi multivitamin dan mineral
(25% dan 50% AKG Fe)
Uji organoleptik tahap 2
Formula terpilih akhir (FTA)
Flakes dengan penambahan coklat
Uji organoleptik
tahap 3
Analisis sifat
fisik
Flakes tanpa penambahan coklat
Analisis kandungan
gizi (proksimat)
Uji bioavailabilitas Fe
dan daya cerna protein
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
5
Perancangan formula flakes
Penetapan formula dilakukan mengacu pada metode Amalia (2013) yang
telah dimodifikasi dan trial and error untuk mendapatkan perbandingan komposisi
yang tepat. Penentuan formula ini disesuaikan berdasarkan rata-rata Angka
Kecukupan Gizi remaja putri sehari yaitu 59 gram protein dan 26 mg zat gizi besi
(Fe) (WNPG 2012). Formula Amalia (2013) dapat dilihat pada Tabel 1. Pembuatan
flakes dilakukan sebanyak dua kali, proses pembuatan tahap pertama menggunakan
bahan utama yaitu pati garut dan subsitusi isolat protein kedelai. Pada pembuatan
flakes tahap kedua diberikan penambahan multivitamin dan mineral berupa taburia
bersama dengan bahan utama.
Tabel 1 Formula flakes (Amalia 2013)
Bahan
Berat (g)
140
21
49
40
26
0,1
100
Pati garut
Tepung kepala ikan lele
Tepung badan ikan lele
Tepung tapioka
Gula
Garam
Air
Jumlah isolat protein kedelai yang digunakan pada setiap formula
merupakan substitusi dari jumlah pati garut pada penelitian Amalia (2013) yaitu
sebanyak 140 gram. Substitusi isolat protein kedelai dibagi kedalam 3 taraf yaitu
(F1) subsitusi 10%, (F2) subsitusi 20%, dan (F3) subsitusi 30%. Batas bawah
penambahan isolat protein kedelai diestimasi telah memenuhi kebutuhan protein
remaja putri untuk makanan selingan. Formula flakes pati garut dan isolat protein
kedelai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai
Komposisi (g)
Pati garut
Isolat protein kedelai
Tepung tapioka
Garam
Gula
Air
Total Adonan
F1(10%)
126
14
40
1
30
95
306
Formula
F2(20%)
112
28
40
1
30
95
306
F3(30%)
98
42
40
1
30
95
306
Pembuatan flakes
Proses pembuatan flakes dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
Fauzan (2005) yang telah dimodifikasi. Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua
kali, tahap pertama menggunakan bahan utama pati garut dan isolat proein kedelai.
Pembuatan flakes pada tahap kedua ditambahkan taburia bersama dengan bahan
utama dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG besi remaja putri). Adapun
skema proses pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Bahan dasar flakes
Dicampur kering (Dry Mixing)
Ditambahkan air
Pencampuran dengan mixer
Dikukus selama 3 menit pada suhu 70oC
Dibentuk menjadi bulatan kecil
Dipipihkan dengan noodle maker dengan ketebalan 0,5 mm
Ditata pada tray
Pemanggangan dalam suhu 150o C selama 30 menit
Flakes
Gambar22 Proses pembuatan flakes
Gambar
Pengujian organoleptik tahap pertama
Pengujian organoleptik tahap pertama merupakan uji hedonik yang
dilakukan untuk mendapatkan formula terpilih. Pengujian dilakukan terhadap tiga
jenis produk flakes yang terbuat dari pati garut dan isolat protein kedelai dengan
tingkat substitusi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi
terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Pengujian
formula tahap pertama hanya meliputi uji kesukaan (hedonik). Panelis diminta
menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan
panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3),
biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Semakin besar angka, maka akan
semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Atribut yang diujikan pada uji
organoleptik tahap pertama adalah atribut warna, rasa, aroma, dan tesktur dari
produk flakes. Kuesioner uji organoleptik pada tahap pertama disajikan pada
Lampiran 1.
Formula terbaik ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu dengan
melihat persentase penerimaan setiap formula. Formula terpilih inilah yang akan
digunakan pada penelitian selanjutnya.
7
Fortifikasi zat besi (Fe) pada formula terpilih
Berdasarkan uji organoleptik tahap pertama didapatkan formula terpilih
(FT). Formula terpilih ini akan difortifikasi dengan zat besi yang berasal dari
taburia (multivitamin dan mineral) dengan dua taraf, yaitu 25% dan 50% AKG
Fe/serving size. Penambahan taburia dilakukan untuk meningkatkan kandungan zat
gizi besi pada produk flakes. Komposisi taburia antara lain maltodextrin, vitamin C,
zat besi (Fe), vitamin E, vitamin B3, seng (Zn), asam pantotenat, vitamin B1,
vitamin B2, vitamin B6, vitamin A, asam folat, iodine vitamin D, selenium (Se),
vitamin D3, dan vitamin B12. Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving
size flakes disajikan pada Lampiran 2.
Pengujian organoleptik tahap kedua
Pengujian organoleptik tahap kedua terdiri dari uji hedonik dan uji mutu
hedonik. Uji ini bertujuan untuk mendapatkan formula terpilih akhir dari flakes
yang dibuat pada tahap kedua. Pengujian dilakukan terhadap dua jenis flakes, yaitu
flakes yang difortifikasi dengan 25% dan 50% AKG Fe. Pengujian dilakukan
dengan dua kali ulangan.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi
terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Panelis
diminta menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat
kesukaan panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak
suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Uji mutu hedonik
dilihat dari aroma, tekstur, warna permukaan, rasa, aroma obat dan after taste.
Aroma (sangat langu-sangat harum), tekstur (sangat keras-sangat renyah), warna
permukaan (coklat kehitaman-putih kekuningan), rasa (sangat hambar-sangat
gurih), aroma obat (sangat kuat-sangat lemah) dan after taste (sangat kuat-sangat
lemah). Semakin besar angka, maka akan semakin suka panelis terhadap produk
tersebut. Kuesioner uji organoleptik pada tahap kedua disajikan pada Lampiran 3.
Pengujian organoleptik tahap ketiga
Uji organoleptik tahap ketiga dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan
konsumen sasaran terhadap flakes formula terpilih akhir (FTA). Pengujian
dilakukan pada siswi kelas XI di SMA Labschool Kornita IPB sebanyak 35 orang
siswi yang berusia antara 16-17 tahun. Pengujian dilakukan pada produk flakes
dengan penambahan rasa coklat.
Uji organoleptik tahap ketiga menggunakan 7 skala penilaian yaitu: sangat
tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6),
sangat suka (7). Atribut yang diujikan pada uji ini adalah atribut warna, rasa, aroma
dan tekstur dari produk flakes. Kuesioner uji organoleptik ketiga disajikan pada
(Lampiran 4). Persentase penerimaan panelis dilihat dari persentase jumlah panelis
yang memilih 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis.
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi dilakukan pada produk flakes terpilih
dengan dan tanpa penambahan coklat. Analisis sifat fisik meliputi sifat
kekerasan/tekstur flakes dengan menggunakan alat texture-analyzer, daya serap air
dan densitas kamba menggunakan metode Muchtadi et al. (1988).
8
Selain itu dilakukan analisis kandungan gizi yang didekati melalui analisis
proksimat, daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe. Analisis proksimat yang
dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air dengan metode oven (AOAC 1995),
kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein dengan metode Kjedahl
(AOAC 1995), kadar lemak dengan metode soxhlet dengan hidrolisis (AOAC
1995), kadar karbohidrat secara by difference, dan kadar besi metode Atomic
Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989). Analisis daya cerna
protein menggunakan metode Hsu et al 1977, sedangkan uji bioavailabilitas Fe
dilakukan secara in vitro dengan metode kantung dialisis (Roig et al. 1999).
Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi disajikan pada Lampiran 5.
Rancangan Percobaan
Secara garis besar penelitian ini terdiri atas dua tahapan. Tahap pertama
yaitu formulasi flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai. Tahap kedua
adalah fortifikasi zat besi (Fe) pada flakes. Rancangan percobaan yang digunakan
pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali
ulangan. Model matematis adalah sebagai berikut:
Yij = α + Ai + Eij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatanflakes dengan proporsi isolat protein kedelai ke-i
pada ulangan ke-j
i = Proporsi atau taraf isolat protein kedelai pada formula flakes (10%, 20%,
dan 30%)
j = Ulangan (j=2)
α = Rataan umum
Ai = Pengaruh isolat protein kedelai pada taraf ke-i
Eij = Kesalahan percobaan pada taraf isolat protein kedelai ke-i dan ulangan
ke-j
Tahap selanjutnya adalah melakukan fortifikasi zat besi (Fe) terhadap flakes
hasil penelitian tahap pertama. Perlakuan ini terdiri atas dua taraf, yaitu 25% dan
50 % AKG zat besi remaja putri. Pada tahap ini digunakan rancangan percobaan
RAL dengan dua kali ulangan, dengan model matematis rancangan percobaan
adalah sebagai berikut:
Yij = α + Bi + Eij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatanflakes dengan taraf fortifikasi zat besi ke-i pada
ulangan ke-j
i = Proporsi atau taraf fortifikasi zat besi pada formula flakes (25%, 50%)
j = Ulangan (j=2)
α = Rataan umum
Bi = Pengaruh fortifikasi zat besi pada taraf ke-i
Eij = Kesalahan percobaan pada taraf fortifikasi zat besi ke-i dan ulangan ke-j
9
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif
berdasarkan modus dan presentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf
perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan tingkat kesukaan panelis
terhadap formula flakes digunakan uji Kruskal Wallis. Persentase penerimaan
panelis merupakan perbandingan jumlah panelis yang memilih skala 4, 5, 6, dan 7.
Data persentase penerimaan panelis terhadap flakes selanjutnya diuji statistik
menggunakan uji ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan apabila terdapat
pengaruh yang signifikan. Flakes dengan penambahan coklat dan tanpa
penambahan coklat akan dianalisis sifat fisik dan kandungan gizinya dan dilakukan
uji beda (Independent Sample t-Test) untuk kedua analisis ini. Data uji organoleptik
pada remaja putri diolah dengan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui persentase penerimaan konsumen sasaran terhadap
produk flakes.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Flakes
Bahan yang digunakan dalam formulasi flakes terdiri atas bahan utama dan
bahan pendukung. Bahan utama berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung
tapioka, sedangkan bahan pendukung berupa gula, garam dan air. Formulasi flakes
dilakukan dalam dua tahap. Formulasi flakes tahap pertama memperhitungkan
kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan, sedangkan tahap kedua
merupakan pembuatan flakes dengan fortifikasi zat besi yang berasal dari taburia
dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG zat besi. Formulasi flakes
mengacu pada penelitian Amalia (2013) dalam pembuatan flakes berbasis pati garut
dan tepung ikan lele dumbo.
Formulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengganti
tepung kepala dan badan ikan lele dumbo dengan isolat protein kedelai dengan
berbagai taraf subsitusi. Penambahan gula, garam dan air mengacu pada penelitian
Sianturi (2013). Jumlah gula yang ditambahkan adalah 16.66% dari total adonan
tepung, sedangkan jumlah garam dan air masing-masing 0.6% dan 52.7% dari total
adonan tepung (pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka).
Penetapan formula juga dilakukan dengan trial-error. Faktor perlakuan yang
digunakan pada rancangan formula tahap pertama adalah perbedaan subsitusi isolat
protein kedelai pada setiap formula. Kebutuhan protein remaja putri dalam sehari
adalah 59 gram. Isolat protein kedelai yang menggantikan tepung ikan lele dumbo,
sehingga vegetarian dapat menikmati produk ini. Produk ini diharapkan dapat
mencukupi kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan. Kecukupan
protein yang diperoleh dari makanan selingan berada pada kisaran 15% dari
kebutuhan protein dalam sehari.
10
Banyaknya isolat protein kedelai yang disubsitusi adalah 10% (F1), 20% (F2)
dan 30% (F3) dari jumlah pati garut. Perhitungan estimasi kandungan protein pada
setiap formula dilakukan dengan manggunakan data kandungan gizi dari Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) untuk bahan tepung tapioka, gula, garam dan
air. Kandungan protein pati garut diperoleh dari hasil penelitian Gustiar (2009),
sedangkan kandungan protein isolat protein kedelai diperoleh dari Astawan (2009).
Formulasi tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes
yang dapat diterima panelis. Formula yang paling disukai panelis ditentukan
melalui uji hedonik kepada panelis semi terlatih. Pada tahap ini dipertimbangkan
kandungan energi dan protein dari produk. Oleh karena itu, diperlukan bahan yang
mengandung protein tinggi seperti isolat protein kedelai. Taraf subsitusi isolat
protein kedelai sebanyak 10 % merupakan batas bawah untuk mencukupi angka
kebutuhan protein remaja putri yang berasal dari makanan selingan.
Tahap kedua merupakan pembuatan flakes dengan penambahan multivitamin
dan mineral berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi, yaitu 25% dan 50% AKG
zat besi (Fe) remaja putri. Kebutuhan besi (Fe) untuk remaja putri adalah 26 mg
dalam sehari. Flakes yang dibuat menggunakan formula flakes yang terpilih
berdasarkan uji organoleptik pada tahap pertama.
Pembuatan Flakes
Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua kali. Proses pembuatan flakes
terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran
basah (wet mixing), pengukusan, pemipilan (dibentuk bulatan kecil) adonan secara
manual, pemipihan adonan serta pemanggangan adonan menggunakan oven.
Tahap pertama pembuatan flakes adalah pencampuran kering bahan utama
berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka serta bahan pendukung
berupa gula dan garam. Setelah rata pencampurannya, kemudian ditambahkan air
sedikit demi sedikit sambil mengocok adonan dengan menggunakan mixer sampai
adonan menyatu dan menjadi kalis. Penggunaan tepung tapioka bertujuan untuk
meningkatkan penampilan produk akhir flakes dan mengembangkan produk,
sehingga produk tidak mudah menjadi keras serta dapat meningkatkan daya rekat
oleh adanya pati yang tinggi sehingga produk akhir memiliki tekstur yang baik
sesuai dengan pernyataan Chaunier et al. (2005).
Tahap selanjutnya adalah pengukusan adonan dengan menggunakan suhu
rendah dan waktu singkat. Pengukusan dilakukan menggunakan jacket steam-cattle
pada suhu 700C selama 3 menit. Tujuan dari pengukusan ini adalah agar pati yang
ada menjadi setengah matang sehingga mempermudah pencetakan adonan atau
palleting pada grinder. Menurut Astawan (2004), pengukusan tepung yang terlalu
lama akan menyebabkan tepung terlalu matang. Hal tersebut dapat menyebabkan
adonan sulit dibentuk karena tektur tepung yang terlalu lunak yang akan
menyebabkan flakes mudah patah. Tepung yang masih terlalu mentah akan
mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah dan akan menghasilkan
flakes yang memiliki tekstur yang tidak kompak.
Setelah pengukusan, pembuatan adonan dilakukan dengan menggunakan
grinder, penggunaan alat grinder tidak dapat dilakukan disebabkan karena
penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan flakes yang memiliki kadar
11
amilopektin lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Menurut Helmi (2001),
kadar amilopektin tepung tapioka adalah sebesar 82.13%, sedangkan kadar
amilosanya sebesar 17.41%. Pemipilan dilakukan secara manual dengan cara
adonan dipipil menjadi bulatan kecil kira-kira seukuran biji jagung. Selain itu,
penambahan isolat protein kedelai diatas 10% akan menyebabkan adonan menjadi
lengket dan sulit dicetak (Mervina 2009)
Adonan yang telah dipipil, kemudian dipipihkan dengan ketebalan sekitar 0.5
mm, dengan menggunakan noodle-maker sampai membentuk flakes sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Flakes basah yang telah dipipihkan kemudian disusun
diatas tray, dan diusahakan tidak ada flakes yang tumpang tindih (menumpuk). Hal
ini bertujuan agar flakes tidak saling menempel setelah proses pemanggangan.
Flakes basah yang telah disusun di tray kemudian dipanggang sampai flakes
menjadi keras dan berwarna kuning keemasan di dalam oven dengan suhu 1500C
selama kurang lebih 30 menit. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung)
sebanyak 76.5 gram menghasilkan flakes sebanyak 51 gram atau rendemennya
adalah 66.67%. Hal ini terjadi karena banyaknya air yang menguap selama proses
pemanggangan, sehingga rendemen flakes adalah sekitar dua pertiga bobot adonan.
Proses pembuatan flakes kedua pada prinsipnya sama dengan pembuatan
flakes tahap pertama. Pada proses pencampuran kering terdapat bahan tambahan
berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi yaitu 25% dan 50% AKG zat besi remaja
putri. Penentuan batas atas taraf fortifikasi hanya sampai 50% AKG. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa 50% zat besi sisanya diperoleh dari sumber
pangan lainnya. Hal ini dilandasi oleh penelitian Briawan et al. (2012), bahwa ratarata asupan zat gizi besi siswi remaja putri SMK Pelita Ciampea Kabupaten Bogor
adalah 10.8 mg dengan tingkat kecukupan zat besi sebesar 41.7%. Dengan
demikian, produk flakes yang difortifikasi dapat mencukupi sisa kebutuhan besi
remaja putri dari makanan yang dikonsumsi. Jumlah taburia yang ditambahkan
pada produk per serving size disajikan pada Tabel 3 dan rincian perhitungannya
disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf
% AKG
25
50
Taburia (g)
0.6
1.2
Uji Organoleptik Flakes
Tahap - 1
Produk flakes yang dihasilkan diuji penerimaannya melalui uji organoleptik.
Uji organoleptik dilakukan pada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang dengan 2
kali pengulangan. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formula flakes
yang disukai oleh panelis. Terdapat beberapa atribut yang digunakan dalam
penilaian uji organoleptik diantaranya adalah warna, rasa, aroma dan tekstur.
Warna menentukan kesan pertama terhadap produk flakes, sehingga warna
memengaruhi penerimaan panelis. Isolat protein kedelai merupakan bahan yang
digunakan dalam pembuatan produk flakes. Warna produk yang dihasilkan adalah
putih kekuningan. Semakin tinggi tingkat substitusi isolat protein kedelai semakin
12
kuning warna flakes yang dihasilkan. Hasil modus uji hedonik tahap pertama
disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5
Tabel 4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama
Atribut
F1
6(41.67%)a
6(33.33%)a
4(70%)a
6(45%)a
Modus
F2
3(23.33%)b
4(30%)a
4(65%)a
6(45%)b
F3
Warna
6(36.67%)c
Rasa
4(28.33%)a
Aroma
4(56.67%)a
Tekstur
2(33.33%)c
Keterangan :
F1 = 10% isolat protein kedelai, F2 = 20% isolat protein kedelai, dan F3 = 30% isolat
protein kedelai. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (p0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes.
d. Tekstur
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari
tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah),
dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al. 2010). Berdasarkan atribut
tekstur, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2 adalah 6 (suka) sementara untuk
F3 bernilai 2 (tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
substitusi isolat protein kedelai memberikan pengaruh yang nyata(p
FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Flakes
Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
M.Mifthah Faridh Chairil
NIM I14100127
ABSTRAK
M.MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut
dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri. Dibimbing oleh LILIK
KUSTIYAH
Prevalensi anemia pada remaja putri meningkat dari 6.9% (2008) menjadi
18.4% (2013). Tujuan dari penelitian ini adalah formulasi flakes yang dibuat dari
pati garut, isolat protein kedelai, dan tepung tapioka, dengan bahan tambahan
taburia (multivitamin dan mineral), gula, garam, air, margarin dan coklat. Flakes
dengan substitusi 10% isolat protein kedelai lebih diterima secara organoleptik
daripada 20% dan 30% substitusi isolat protein kedelai. Lalu, dilakukan fortifikasi
taburia pada formula terpilih, fortifikasi 50% AKG zat besi dipilih berdasarkan
berbagai pertimbangan daripada flakes dengan fortifikasi 25% AKG zat besi.
Penambahan rasa coklat meningkatkan penerimaan pada flakes. Flakes dengan
coklat memiliki sifat fisik yang lebih baik, tetapi memiliki kandungan gizi yang
lebih rendah daripada flakes tanpa coklat. Kontribusi protein dan zat besi terhadap
AKG remaja putri pada flakes dengan coklat masing-masing 5.14 – 6.02% dan
39.46%; sedangkan tanpa coklat masing- masing 5.82 – 6.80% dan 68.92%.
Kesimpulan: flakes dengan coklat lebih baik dari segi penerimaan, tetapi lebih
rendah dari segi kandungan gizi dari flakes tanpa penambahan coklat.
Kata kunci: flakes, fortifikasi, isolat protein kedelai, pati garut, taburia
ABSTRACT
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL. Formulation Flakes of Arrowroot
Starch with Fortification of Iron (Fe) for Adolescent Girl. Supervisied by
LILIK KUSTIYAH
Prevalence of anemia among adolescence girls have been increased
dramatically, i.e 6.9% (2008) become 18.4% (2013). The aim of this study was
formulation of flakes made from arrowroot starch, soy protein isolate, and tapioca
starch, then was added with taburia (consist of multivitamin and minerals), sugar,
salt, water, butter and chocolate. Flakes made of 10% soy protein isolate was the
most acceptable organoleptically than 20 and 30% soy protein isolate substitution.
Then, taburia fortification was applied to this formula, 50 % RDA of iron
fortification was more reasonable to be selected than 25% one according to
contribution of iron. Addition of chocolate flavor resulted in improving
acceptability of flakes. Flakes with chocolate flavor has better physical properties,
but nutrients content were lower than without chocolate. Contribution to RDA of
protein and iron of adolescence of flakes with chocolate flavor were 5.14 – 6.02%
and 39.46%; and without chocolate flavor were 5.82 – 6.80% and 68.92%,
respectively. Conclusion: flakes with chocolate has better of acceptability, but
lower in nutrients content than without it.
Keywords: arrowrootstarch, flakes, fortification, soy protein isolate, taburia
iv
.
FORMULASI FLAKES BERBASIS PATI GARUT DENGAN
FORTIFIKASI ZAT BESI (Fe) UNTUK REMAJA PUTRI
M. MIFTHAH FARIDH CHAIRIL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
Judul Skripsi : Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut dengan Fortifikasi Zat Besi
(Fe) untuk Remaja Putri
Nama
: M. Mifthah Faridh Chairil
NIM
: I14100127
Disetujui oleh
Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
pengembangan produk, dengan judul Formulasi Flakes Berbasis Pati Garut
dengan Fortifikasi Zat Besi (Fe) untuk Remaja Putri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
dalam penulisan karya ilmiah ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan
penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk
kesempurnaan karya ilmiah ini.
3. Kedua orangtua tercinta (Chairil Nurdin dan Endrawati), kakak dan adik
tersayang (M.Ramadhani Akbar dan M. Ardiansyah), serta seluruh keluarga
atas kasih sayang, doa, nasihat, dukungan, semangat, dan pengertian sehingga
penulis dapat terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik
mungkin.
4. Pak Mashudi, Pak Junaedi, Ibu Antin, dan Ibu Lira atas bantuannya dalam
proses penelitian.
5. Kepala sekolah, para pengajar dan siswi SMA Labschool Kornita IPB yang
telah membantu penulis dalam melakukan uji organoleptik flakes.
6. Sahabat-sahabat tersayang yang telah memberikan bantuan dan motivasinya :
Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Iqbar Mahendra Saputra,
Irmawati Ramadhania, Cahyuning Isnaini, dan M. Taufik Hidayat.
7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian: Almira, Nandika, Gita, Kadek, Maryam, Wilda, Novia, April.
8. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 47 seperjuangan yang penuh semangat, serta
warga gizi lainnya dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
M. Mifthah Faridh Chairil
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Manfaat ................................................................................................................ 3
METODE ................................................................................................................ 3
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 3
Bahan dan Alat .................................................................................................... 3
Tahapan Penelitian .............................................................................................. 4
Rancangan Percobaan .......................................................................................... 8
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Formulasi Flakes ................................................................................................. 9
Pembuatan Flakes .............................................................................................. 10
Uji Organoleptik Flakes .................................................................................... 11
Sifat Fisik Flakes Terpilih ................................................................................. 17
Kandungan Gizi Flakes Terpilih ....................................................................... 19
Kandungan Gizi per Takaran Saji ..................................................................... 23
Kontribusi Terhadap AKG Remaja Putri (13-18 Tahun) .................................. 24
Estimasi Harga Flakes per Takaran Saji ........................................................... 24
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 25
Simpulan ............................................................................................................ 25
Saran .................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
LAMPIRAN .......................................................................................................... 30
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 46
vi
DAFTAR TABEL
1 Formula flakes (Amalia 2013) ............................................................................. 5
2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai ............................................ 5
3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf ................ 11
4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama .................................................... 12
5 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 13
6 Nilai modus hasil uji hedonik tahap kedua ........................................................ 14
7 Persentase penerimaan panelis terhadap produk flakes ..................................... 15
8 Nilai modus hasil uji mutu hedonik tahap kedua .............................................. 15
9 Sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat .................................... 18
10 Kandungan gizi flakes (bb) dengan dan tanpa penambahan coklat ................. 20
11 Daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe produk flakes terpilih .................. 22
12 Kandungan gizi flakes dalam satu takaran saji ................................................ 23
13 Kontribusi energi dan zat gizi flakes terhadap AKG remaja putri .................. 24
14 Estimasi harga flakes per takaan saji (35 gram) .............................................. 25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Diagram alir tahapan penelitian
Proses pembuatan flakes
Produk flakes terpilih
Produk flakes terpilih akhir
Produk flakes dengan penambahan coklat
Proses uji organoleptik tahap 3
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 1
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 2
Prosedur analisis bioavailabilitas Fe (Roig et al. 1999) tahap 3
4
6
13
16
17
17
36
17
38
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama .............................................. 30
2 Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving size flakes .................... 30
3 Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua .................................................. 31
4 Kuesioner uji organoleptik pada remaja putri ................................................... 32
5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi ................................................ 33
6 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 1 .......................................... 39
7 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 40
8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap 2 .......................................... 41
9 Hasil sidik ragam uji persentase penerimaan panelis ........................................ 42
10 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap 2 ................................ 43
11 Hasil uji beda sifat fisik flakes dengan dan tanpa penambahan coklat ............. 44
12 Hasil uji beda kandungan gizi flakes dengan dan tanpa penambahan
coklat .............................................................................................................. 45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Oleh karena itu setiap
individu diharapkan dapat menjaga kesehatan yang merupakan modal utama agar
hidup produktif, bahagia dan sejahtera. Saat ini, pemasalahan gizi yang dihadapi
Indonesia adalah masalah gizi ganda yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup
dan pola makan. Masalah gizi tersebut diantaranya adalah Kurang Energi Protein
(KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) serta masalah gizi
lebih seperti kelebihan berat badan dan obesitas.
Masalah gizi mikro merupakan masalah gizi yang masih dihadapi oleh
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data WHO (2006),
Indonesia masih menghadapi masalah gizi berupa defisiensi zat besi dan vitamin A
yang tinggi. Menurut Akhtar et al. (2013), anemia gizi besi (AGB) merupakan
masalah gizi mikro dengan prevalensi tertinggi di dunia yang memengaruhi hampir
semua kelompok usia, jenis kelamin dan kondisi fisiologis. Kelompok yang paling
rentan terjadinya AGB adalah anak usia pra sekolah, gadis remaja, ibu hamil dan
menyusui.
Menurut Depkes (2008), prevalensi anemia pada remaja di Indonesia
dengan kisaran umur 16-24 tahun adalah sebanyak 6.9 %. Prevalensi tersebut
meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 18.4% (Riskesdas 2013). Prevalensi
anemia yang cukup tinggi pada remaja putri ini karena pada masa remaja terjadi
pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Kebutuhan zat besi juga akan meningkat
pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Anemia gizi besi
disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat
gizi tersebut adalah besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai
katalisator dalam sintesis heme di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang
memengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan tubuh,
dan vitamin E yang memengaruhi stabilitas membran sel (Almatsier 2003).
Menurut Depkes (1998), anemia gizi besi pada remaja putri dapat
menimbulkan berbagai dampak, antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga
mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas dan prestasi belajar, disamping itu
remaja putri yang menderita anemia kebugarannya juga menurun, sehingga dapat
menghambat prestasi olahraga dan produktivitasnya. Anak-anak usia pra sekolah
yang mengalami anemia gizi besi pada masa bayi menunjukkan pengaruh negatif
seperti perilaku yang lebih pasif, lebih suka menyendiri dalam situasi asing, serta
menunda kepuasan hidupnya (Chang et al. 2011).
Program yang sudah dilakukan untuk mengurangi masalah anemia gizi besi
di Indonesia pada remaja baru berupa program pendidikan gizi. Strategi yang jauh
lebih efektif adalah pembuatan produk pangan dengan fortifikasi multivitamin dan
mineral. Fortifikasi merupakan salah satu strategi untuk memperbaiki gizi
masyarakat khususnya remaja dengan biaya yang relatif murah. Menurut Phu et al.
(2010), makanan lokal yang diperkaya oleh zat besi dan mikronutrien dapat
menurunkan anemia, meningkatkan status besi bayi, mencegah kehilangan besi
2
pada anak usia 6-12 bulan di negara berkembang. Pada penelitian ini, digunakan
multivitamin dan mineral dengan merek Taburia. Suplemen Taburia atau sprinkle
adalah bubuk multivitamin dan mineral yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral pada masa
perkembangan anak balita.
Informasi yang dibutuhkan dalam membuat program fortifikasi pangan
adalah bahan pangan dasar yang difortifikasi dan fortifikan, bioavailabilitas,
kecukupan zat gizi dan keamanan pangan, pengaruh fortifikan pada stabilitas dan
sensorik (Allen 2006), maka dipilihlah umbi garut sebagai bahan dasar dalam
pembuatan suatu produk pangan. Ketersediaan umbi garut cukup banyak dilihat
dari kapasitas produksi rata-rata sebesar 8 ton/hektar atau 3.080 ton sekali panen,
sedangkan kapasitas produksi garut berupa umbi sebesar 360 ton/tahun, tepung
garut 72 ton/tahun dan emping garut 36 ton/tahun (BPS 2003). Penggunaan umbi
garut ini dimaksudkan untuk mendapatkan bahan pangan alternatif karbohidrat
yang murah, berlimpah dan belum optimal pemanfaatannya di masyarakat. Pati
garut merupakan salah satu olahan utama umbi garut yang memiliki karbohidrat
alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi, pati garut memiliki
kandungan lemak dan protein yang rendah serta kandungan fosfor dan zat besi yang
lebih tinggi dibandingkan tepung terigu (Jyothi et al. 2009). Oleh karena itu, perlu
adanya penambahan sumber protein, misalnya isolat protein kedelai (IPK). Pada
penelitian ini, bahan pangan yang digunakan adalah isolat protein kedelai (IPK).
Isolat protein kedelai adalah bentuk protein yang paling murni karena
minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering (Astawan 2009). IPK
baik sekali digunakan dalam formulasi makanan karena dapat berfungsi sebagai
pengikat dan pengemulsi. Selain itu, IPK dapat berfungsi sebagai zat aditif yang
berfungsi untuk memperbaiki penampakan, tekstur, serta flavour produk (Koswara
1995).
Usaha yang dapat dilakukan dan mudah diterima dalam menanggulangi
masalah anemia melalui penyediaan snack yang memang sering dikonsumsi oleh
semua golongan umur, terutama remaja putri. Remaja di Amerika Serikat sebanyak
87-88% yang berusia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya satu snack per hari
dengan kontribusi energi dari makanan ringan (snack) adalah sekitar 20-25% setiap
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri lebih sering ngemil
dibandingkan pria (Savige et al. 2007).
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk membuat
snack berupa flakes yang memadai sebagai sumber protein serta multivitamin dan
mineral. Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan produk snack (flakes)
sebagai sumber energi, protein, dan zat besi dengan bahan dasar umbi garut dan
isolat protein kedelai dengan fortifikasi multivitamin dan mineral untuk remaja
putri.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes berbasis pati
garut dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk remaja putri.
3
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Membuat formula flakes dengan bahan dasar pati garut dengan menambahkan
isolat protein kedelai sebagai sumber protein.
2. Uji organoleptik terhadap produk flakes untuk mendapatkan formula terbaik.
3. Membuat produk flakes berbahan dasar pati garut dan isolat protein kedelai
dengan fortifikasi zat besi (Fe) berbagai taraf pada formula terbaik.
4. Uji organoleptik terhadap produk flakes dengan fortifikasi zat besi (Fe) untuk
mendapatkan formula terbaik.
5. Menganalisis sifat fisik dan kandungan gizi (proksimat) produk terpilih flakes
berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat besi (Fe).
6. Menganalisis bioavailabilitas mineral Fe dan daya cerna protein pada produk
terbaik flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai dengan fortifikasi zat
besi (Fe).
7. Menghitung kontribusi zat gizi dan estimasi harga per takaran saji flakes tehadap
Angka Kecukupan Gizi (AKG) remaja putri.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif solusi untuk
menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia, khususnya anemia pada remaja
putri. Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi positif
terhadap masyarakat, pemerintah, dan perusahaan yang bergerak di bidang industri
pangan agar dapat menyediakan produk sesuai dengan permasalahan gizi yang ada.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dimulai dari bulan Maret
2014 sampai Juni 2014. Pembuatan flakes, uji organoleptik, analisis fisik dan
kandungan gizi serta uji organoleptik pada remaja putri masing-masing dilakukan
di Laboratorium Kimia Pangan dan SEAFAST, FATETA, IPB, Laboratorium
Organoleptik dan Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi
Masyarakat , FEMA, IPB dan SMA Labschool Kornita IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama adalah pati garut dan isolat protein kedelai. Pati garut yang digunakan
merupakan pati garut yang diperoleh dari sentra produksi tepung dan pati umbiumbian di Bantul Yogyakarta sedangkan isolat protein kedelai didapatkan dari
UKM di Solo. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka, gula,
garam, air, coklat, margarin dan taburia (multivitamin dan mineral). Taburia
4
diperoleh dari PT. Tiga Pilar Sejahtera yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Bahan kimia yang digunakan untuk
analisis diantaranya adalah aquades, H2SO4 pekat, selenium mix, NaOH, pelarut
hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat, etanol 95%, indikator metil merah dan
metil biru, kantung dialisis, pankreatin bile, air bebas ion, multienzim (tripsin,
kemotripsin dan peptidase).
Alat yang digunakan untuk membuat flakes antara lain adalah wadah
plastik, pengaduk, sendok, mixer, steam cattle jacket, alat pemipih (noodle-maker),
loyang, timbangan, oven dan kompor. Alat-alat yang digunakan dalam analisis
kandungan gizi diantaranya adalah cawan alumunium, cawan porselin, oven, tanur,
desikator, kondensor, soxhlet, labu Kjedahl, alat destilasi, labu erlenmayer, labu
takar, gelas ukur, hotplate, buret, pipet, kertas saring, dan penjepit. Selain itu, untuk
uji organoleptik flakes pati garut menggunakan kuesioner dan piring.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri atas
perancangan formula flakes, pembuatan flakes, uji organoleptik, penambahan rasa
coklat pada flakes, uji organoleptik pada remaja putri terhadap flakes, serta analisis
sifat fisik dan kimia produk terpilih. Tahapan penelitian secara jelas disajikan
dalam diagram alir pada Gambar 1.
Formulasi flakes
Uji organoleptik tahap 1
Formula terpilih (FT)
Fortifikasi multivitamin dan mineral
(25% dan 50% AKG Fe)
Uji organoleptik tahap 2
Formula terpilih akhir (FTA)
Flakes dengan penambahan coklat
Uji organoleptik
tahap 3
Analisis sifat
fisik
Flakes tanpa penambahan coklat
Analisis kandungan
gizi (proksimat)
Uji bioavailabilitas Fe
dan daya cerna protein
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
5
Perancangan formula flakes
Penetapan formula dilakukan mengacu pada metode Amalia (2013) yang
telah dimodifikasi dan trial and error untuk mendapatkan perbandingan komposisi
yang tepat. Penentuan formula ini disesuaikan berdasarkan rata-rata Angka
Kecukupan Gizi remaja putri sehari yaitu 59 gram protein dan 26 mg zat gizi besi
(Fe) (WNPG 2012). Formula Amalia (2013) dapat dilihat pada Tabel 1. Pembuatan
flakes dilakukan sebanyak dua kali, proses pembuatan tahap pertama menggunakan
bahan utama yaitu pati garut dan subsitusi isolat protein kedelai. Pada pembuatan
flakes tahap kedua diberikan penambahan multivitamin dan mineral berupa taburia
bersama dengan bahan utama.
Tabel 1 Formula flakes (Amalia 2013)
Bahan
Berat (g)
140
21
49
40
26
0,1
100
Pati garut
Tepung kepala ikan lele
Tepung badan ikan lele
Tepung tapioka
Gula
Garam
Air
Jumlah isolat protein kedelai yang digunakan pada setiap formula
merupakan substitusi dari jumlah pati garut pada penelitian Amalia (2013) yaitu
sebanyak 140 gram. Substitusi isolat protein kedelai dibagi kedalam 3 taraf yaitu
(F1) subsitusi 10%, (F2) subsitusi 20%, dan (F3) subsitusi 30%. Batas bawah
penambahan isolat protein kedelai diestimasi telah memenuhi kebutuhan protein
remaja putri untuk makanan selingan. Formula flakes pati garut dan isolat protein
kedelai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formula flakes pati garut dan isolat protein kedelai
Komposisi (g)
Pati garut
Isolat protein kedelai
Tepung tapioka
Garam
Gula
Air
Total Adonan
F1(10%)
126
14
40
1
30
95
306
Formula
F2(20%)
112
28
40
1
30
95
306
F3(30%)
98
42
40
1
30
95
306
Pembuatan flakes
Proses pembuatan flakes dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
Fauzan (2005) yang telah dimodifikasi. Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua
kali, tahap pertama menggunakan bahan utama pati garut dan isolat proein kedelai.
Pembuatan flakes pada tahap kedua ditambahkan taburia bersama dengan bahan
utama dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG besi remaja putri). Adapun
skema proses pembuatan flakes dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Bahan dasar flakes
Dicampur kering (Dry Mixing)
Ditambahkan air
Pencampuran dengan mixer
Dikukus selama 3 menit pada suhu 70oC
Dibentuk menjadi bulatan kecil
Dipipihkan dengan noodle maker dengan ketebalan 0,5 mm
Ditata pada tray
Pemanggangan dalam suhu 150o C selama 30 menit
Flakes
Gambar22 Proses pembuatan flakes
Gambar
Pengujian organoleptik tahap pertama
Pengujian organoleptik tahap pertama merupakan uji hedonik yang
dilakukan untuk mendapatkan formula terpilih. Pengujian dilakukan terhadap tiga
jenis produk flakes yang terbuat dari pati garut dan isolat protein kedelai dengan
tingkat substitusi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi
terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Pengujian
formula tahap pertama hanya meliputi uji kesukaan (hedonik). Panelis diminta
menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan
panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3),
biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Semakin besar angka, maka akan
semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Atribut yang diujikan pada uji
organoleptik tahap pertama adalah atribut warna, rasa, aroma, dan tesktur dari
produk flakes. Kuesioner uji organoleptik pada tahap pertama disajikan pada
Lampiran 1.
Formula terbaik ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik, yaitu dengan
melihat persentase penerimaan setiap formula. Formula terpilih inilah yang akan
digunakan pada penelitian selanjutnya.
7
Fortifikasi zat besi (Fe) pada formula terpilih
Berdasarkan uji organoleptik tahap pertama didapatkan formula terpilih
(FT). Formula terpilih ini akan difortifikasi dengan zat besi yang berasal dari
taburia (multivitamin dan mineral) dengan dua taraf, yaitu 25% dan 50% AKG
Fe/serving size. Penambahan taburia dilakukan untuk meningkatkan kandungan zat
gizi besi pada produk flakes. Komposisi taburia antara lain maltodextrin, vitamin C,
zat besi (Fe), vitamin E, vitamin B3, seng (Zn), asam pantotenat, vitamin B1,
vitamin B2, vitamin B6, vitamin A, asam folat, iodine vitamin D, selenium (Se),
vitamin D3, dan vitamin B12. Perhitungan penambahan taburia berdasarkan serving
size flakes disajikan pada Lampiran 2.
Pengujian organoleptik tahap kedua
Pengujian organoleptik tahap kedua terdiri dari uji hedonik dan uji mutu
hedonik. Uji ini bertujuan untuk mendapatkan formula terpilih akhir dari flakes
yang dibuat pada tahap kedua. Pengujian dilakukan terhadap dua jenis flakes, yaitu
flakes yang difortifikasi dengan 25% dan 50% AKG Fe. Pengujian dilakukan
dengan dua kali ulangan.
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis semi
terlatih, yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Panelis
diminta menilai dengan 7 skala numerik. Uji hedonik untuk melihat tingkat
kesukaan panelis dengan penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak
suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7). Uji mutu hedonik
dilihat dari aroma, tekstur, warna permukaan, rasa, aroma obat dan after taste.
Aroma (sangat langu-sangat harum), tekstur (sangat keras-sangat renyah), warna
permukaan (coklat kehitaman-putih kekuningan), rasa (sangat hambar-sangat
gurih), aroma obat (sangat kuat-sangat lemah) dan after taste (sangat kuat-sangat
lemah). Semakin besar angka, maka akan semakin suka panelis terhadap produk
tersebut. Kuesioner uji organoleptik pada tahap kedua disajikan pada Lampiran 3.
Pengujian organoleptik tahap ketiga
Uji organoleptik tahap ketiga dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan
konsumen sasaran terhadap flakes formula terpilih akhir (FTA). Pengujian
dilakukan pada siswi kelas XI di SMA Labschool Kornita IPB sebanyak 35 orang
siswi yang berusia antara 16-17 tahun. Pengujian dilakukan pada produk flakes
dengan penambahan rasa coklat.
Uji organoleptik tahap ketiga menggunakan 7 skala penilaian yaitu: sangat
tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6),
sangat suka (7). Atribut yang diujikan pada uji ini adalah atribut warna, rasa, aroma
dan tekstur dari produk flakes. Kuesioner uji organoleptik ketiga disajikan pada
(Lampiran 4). Persentase penerimaan panelis dilihat dari persentase jumlah panelis
yang memilih 5 (agak suka), 6 (suka) dan 7 (sangat suka) terhadap total panelis.
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi dilakukan pada produk flakes terpilih
dengan dan tanpa penambahan coklat. Analisis sifat fisik meliputi sifat
kekerasan/tekstur flakes dengan menggunakan alat texture-analyzer, daya serap air
dan densitas kamba menggunakan metode Muchtadi et al. (1988).
8
Selain itu dilakukan analisis kandungan gizi yang didekati melalui analisis
proksimat, daya cerna protein dan bioavailabilitas Fe. Analisis proksimat yang
dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air dengan metode oven (AOAC 1995),
kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995), kadar protein dengan metode Kjedahl
(AOAC 1995), kadar lemak dengan metode soxhlet dengan hidrolisis (AOAC
1995), kadar karbohidrat secara by difference, dan kadar besi metode Atomic
Absorption Spectrofotometry (AAS) (Apriyantono 1989). Analisis daya cerna
protein menggunakan metode Hsu et al 1977, sedangkan uji bioavailabilitas Fe
dilakukan secara in vitro dengan metode kantung dialisis (Roig et al. 1999).
Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi disajikan pada Lampiran 5.
Rancangan Percobaan
Secara garis besar penelitian ini terdiri atas dua tahapan. Tahap pertama
yaitu formulasi flakes berbasis pati garut dan isolat protein kedelai. Tahap kedua
adalah fortifikasi zat besi (Fe) pada flakes. Rancangan percobaan yang digunakan
pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali
ulangan. Model matematis adalah sebagai berikut:
Yij = α + Ai + Eij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatanflakes dengan proporsi isolat protein kedelai ke-i
pada ulangan ke-j
i = Proporsi atau taraf isolat protein kedelai pada formula flakes (10%, 20%,
dan 30%)
j = Ulangan (j=2)
α = Rataan umum
Ai = Pengaruh isolat protein kedelai pada taraf ke-i
Eij = Kesalahan percobaan pada taraf isolat protein kedelai ke-i dan ulangan
ke-j
Tahap selanjutnya adalah melakukan fortifikasi zat besi (Fe) terhadap flakes
hasil penelitian tahap pertama. Perlakuan ini terdiri atas dua taraf, yaitu 25% dan
50 % AKG zat besi remaja putri. Pada tahap ini digunakan rancangan percobaan
RAL dengan dua kali ulangan, dengan model matematis rancangan percobaan
adalah sebagai berikut:
Yij = α + Bi + Eij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatanflakes dengan taraf fortifikasi zat besi ke-i pada
ulangan ke-j
i = Proporsi atau taraf fortifikasi zat besi pada formula flakes (25%, 50%)
j = Ulangan (j=2)
α = Rataan umum
Bi = Pengaruh fortifikasi zat besi pada taraf ke-i
Eij = Kesalahan percobaan pada taraf fortifikasi zat besi ke-i dan ulangan ke-j
9
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
SPSS 16.0 for Windows. Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif
berdasarkan modus dan presentase penerimaan panelis dari masing-masing taraf
perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan tingkat kesukaan panelis
terhadap formula flakes digunakan uji Kruskal Wallis. Persentase penerimaan
panelis merupakan perbandingan jumlah panelis yang memilih skala 4, 5, 6, dan 7.
Data persentase penerimaan panelis terhadap flakes selanjutnya diuji statistik
menggunakan uji ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan apabila terdapat
pengaruh yang signifikan. Flakes dengan penambahan coklat dan tanpa
penambahan coklat akan dianalisis sifat fisik dan kandungan gizinya dan dilakukan
uji beda (Independent Sample t-Test) untuk kedua analisis ini. Data uji organoleptik
pada remaja putri diolah dengan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui persentase penerimaan konsumen sasaran terhadap
produk flakes.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Flakes
Bahan yang digunakan dalam formulasi flakes terdiri atas bahan utama dan
bahan pendukung. Bahan utama berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung
tapioka, sedangkan bahan pendukung berupa gula, garam dan air. Formulasi flakes
dilakukan dalam dua tahap. Formulasi flakes tahap pertama memperhitungkan
kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan, sedangkan tahap kedua
merupakan pembuatan flakes dengan fortifikasi zat besi yang berasal dari taburia
dengan dua taraf fortifikasi (25% dan 50% AKG zat besi. Formulasi flakes
mengacu pada penelitian Amalia (2013) dalam pembuatan flakes berbasis pati garut
dan tepung ikan lele dumbo.
Formulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengganti
tepung kepala dan badan ikan lele dumbo dengan isolat protein kedelai dengan
berbagai taraf subsitusi. Penambahan gula, garam dan air mengacu pada penelitian
Sianturi (2013). Jumlah gula yang ditambahkan adalah 16.66% dari total adonan
tepung, sedangkan jumlah garam dan air masing-masing 0.6% dan 52.7% dari total
adonan tepung (pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka).
Penetapan formula juga dilakukan dengan trial-error. Faktor perlakuan yang
digunakan pada rancangan formula tahap pertama adalah perbedaan subsitusi isolat
protein kedelai pada setiap formula. Kebutuhan protein remaja putri dalam sehari
adalah 59 gram. Isolat protein kedelai yang menggantikan tepung ikan lele dumbo,
sehingga vegetarian dapat menikmati produk ini. Produk ini diharapkan dapat
mencukupi kebutuhan protein remaja putri untuk makanan selingan. Kecukupan
protein yang diperoleh dari makanan selingan berada pada kisaran 15% dari
kebutuhan protein dalam sehari.
10
Banyaknya isolat protein kedelai yang disubsitusi adalah 10% (F1), 20% (F2)
dan 30% (F3) dari jumlah pati garut. Perhitungan estimasi kandungan protein pada
setiap formula dilakukan dengan manggunakan data kandungan gizi dari Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) untuk bahan tepung tapioka, gula, garam dan
air. Kandungan protein pati garut diperoleh dari hasil penelitian Gustiar (2009),
sedangkan kandungan protein isolat protein kedelai diperoleh dari Astawan (2009).
Formulasi tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes
yang dapat diterima panelis. Formula yang paling disukai panelis ditentukan
melalui uji hedonik kepada panelis semi terlatih. Pada tahap ini dipertimbangkan
kandungan energi dan protein dari produk. Oleh karena itu, diperlukan bahan yang
mengandung protein tinggi seperti isolat protein kedelai. Taraf subsitusi isolat
protein kedelai sebanyak 10 % merupakan batas bawah untuk mencukupi angka
kebutuhan protein remaja putri yang berasal dari makanan selingan.
Tahap kedua merupakan pembuatan flakes dengan penambahan multivitamin
dan mineral berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi, yaitu 25% dan 50% AKG
zat besi (Fe) remaja putri. Kebutuhan besi (Fe) untuk remaja putri adalah 26 mg
dalam sehari. Flakes yang dibuat menggunakan formula flakes yang terpilih
berdasarkan uji organoleptik pada tahap pertama.
Pembuatan Flakes
Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua kali. Proses pembuatan flakes
terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran
basah (wet mixing), pengukusan, pemipilan (dibentuk bulatan kecil) adonan secara
manual, pemipihan adonan serta pemanggangan adonan menggunakan oven.
Tahap pertama pembuatan flakes adalah pencampuran kering bahan utama
berupa pati garut, isolat protein kedelai dan tepung tapioka serta bahan pendukung
berupa gula dan garam. Setelah rata pencampurannya, kemudian ditambahkan air
sedikit demi sedikit sambil mengocok adonan dengan menggunakan mixer sampai
adonan menyatu dan menjadi kalis. Penggunaan tepung tapioka bertujuan untuk
meningkatkan penampilan produk akhir flakes dan mengembangkan produk,
sehingga produk tidak mudah menjadi keras serta dapat meningkatkan daya rekat
oleh adanya pati yang tinggi sehingga produk akhir memiliki tekstur yang baik
sesuai dengan pernyataan Chaunier et al. (2005).
Tahap selanjutnya adalah pengukusan adonan dengan menggunakan suhu
rendah dan waktu singkat. Pengukusan dilakukan menggunakan jacket steam-cattle
pada suhu 700C selama 3 menit. Tujuan dari pengukusan ini adalah agar pati yang
ada menjadi setengah matang sehingga mempermudah pencetakan adonan atau
palleting pada grinder. Menurut Astawan (2004), pengukusan tepung yang terlalu
lama akan menyebabkan tepung terlalu matang. Hal tersebut dapat menyebabkan
adonan sulit dibentuk karena tektur tepung yang terlalu lunak yang akan
menyebabkan flakes mudah patah. Tepung yang masih terlalu mentah akan
mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah dan akan menghasilkan
flakes yang memiliki tekstur yang tidak kompak.
Setelah pengukusan, pembuatan adonan dilakukan dengan menggunakan
grinder, penggunaan alat grinder tidak dapat dilakukan disebabkan karena
penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan flakes yang memiliki kadar
11
amilopektin lebih besar dibandingkan kadar amilosanya. Menurut Helmi (2001),
kadar amilopektin tepung tapioka adalah sebesar 82.13%, sedangkan kadar
amilosanya sebesar 17.41%. Pemipilan dilakukan secara manual dengan cara
adonan dipipil menjadi bulatan kecil kira-kira seukuran biji jagung. Selain itu,
penambahan isolat protein kedelai diatas 10% akan menyebabkan adonan menjadi
lengket dan sulit dicetak (Mervina 2009)
Adonan yang telah dipipil, kemudian dipipihkan dengan ketebalan sekitar 0.5
mm, dengan menggunakan noodle-maker sampai membentuk flakes sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Flakes basah yang telah dipipihkan kemudian disusun
diatas tray, dan diusahakan tidak ada flakes yang tumpang tindih (menumpuk). Hal
ini bertujuan agar flakes tidak saling menempel setelah proses pemanggangan.
Flakes basah yang telah disusun di tray kemudian dipanggang sampai flakes
menjadi keras dan berwarna kuning keemasan di dalam oven dengan suhu 1500C
selama kurang lebih 30 menit. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung)
sebanyak 76.5 gram menghasilkan flakes sebanyak 51 gram atau rendemennya
adalah 66.67%. Hal ini terjadi karena banyaknya air yang menguap selama proses
pemanggangan, sehingga rendemen flakes adalah sekitar dua pertiga bobot adonan.
Proses pembuatan flakes kedua pada prinsipnya sama dengan pembuatan
flakes tahap pertama. Pada proses pencampuran kering terdapat bahan tambahan
berupa taburia dengan dua taraf fortifikasi yaitu 25% dan 50% AKG zat besi remaja
putri. Penentuan batas atas taraf fortifikasi hanya sampai 50% AKG. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa 50% zat besi sisanya diperoleh dari sumber
pangan lainnya. Hal ini dilandasi oleh penelitian Briawan et al. (2012), bahwa ratarata asupan zat gizi besi siswi remaja putri SMK Pelita Ciampea Kabupaten Bogor
adalah 10.8 mg dengan tingkat kecukupan zat besi sebesar 41.7%. Dengan
demikian, produk flakes yang difortifikasi dapat mencukupi sisa kebutuhan besi
remaja putri dari makanan yang dikonsumsi. Jumlah taburia yang ditambahkan
pada produk per serving size disajikan pada Tabel 3 dan rincian perhitungannya
disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 3 Jumlah taburia yang ditambahkan per serving size pada setiap taraf
% AKG
25
50
Taburia (g)
0.6
1.2
Uji Organoleptik Flakes
Tahap - 1
Produk flakes yang dihasilkan diuji penerimaannya melalui uji organoleptik.
Uji organoleptik dilakukan pada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang dengan 2
kali pengulangan. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formula flakes
yang disukai oleh panelis. Terdapat beberapa atribut yang digunakan dalam
penilaian uji organoleptik diantaranya adalah warna, rasa, aroma dan tekstur.
Warna menentukan kesan pertama terhadap produk flakes, sehingga warna
memengaruhi penerimaan panelis. Isolat protein kedelai merupakan bahan yang
digunakan dalam pembuatan produk flakes. Warna produk yang dihasilkan adalah
putih kekuningan. Semakin tinggi tingkat substitusi isolat protein kedelai semakin
12
kuning warna flakes yang dihasilkan. Hasil modus uji hedonik tahap pertama
disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5
Tabel 4 Nilai modus hasil uji hedonik tahap pertama
Atribut
F1
6(41.67%)a
6(33.33%)a
4(70%)a
6(45%)a
Modus
F2
3(23.33%)b
4(30%)a
4(65%)a
6(45%)b
F3
Warna
6(36.67%)c
Rasa
4(28.33%)a
Aroma
4(56.67%)a
Tekstur
2(33.33%)c
Keterangan :
F1 = 10% isolat protein kedelai, F2 = 20% isolat protein kedelai, dan F3 = 30% isolat
protein kedelai. Huruf yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (p0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes.
d. Tekstur
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari
tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah),
dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al. 2010). Berdasarkan atribut
tekstur, rata-rata modus penilaian untuk F1 dan F2 adalah 6 (suka) sementara untuk
F3 bernilai 2 (tidak suka). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
substitusi isolat protein kedelai memberikan pengaruh yang nyata(p