Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur
SEBARAN DAN PREFERENSI HABITAT PESUT Orcaella
brevirostris DI TELUK BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR
ANGGI PUTRA PRAYOGA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran dan Preferensi
Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2014
Anggi Putra Prayoga
NIM C24080086
ABSTRAK
ANGGI PUTRA PRAYOGA. Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella
brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh M
MUKHLIS KAMAL dan MIRZA D KUSRINI.
Tingginya aktivitas manusia dalam memanfaatkan Teluk Balikpapan
menyebabkan semakin sempitnya ruang yang tersedia bagi Pesut untuk
melangsungkan proses kehidupan. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu mengkaji
habitat yang ditempati Pesut serta persebaran terkini. Selain itu, dilakukan
pengkajian preferensi habitat Pesut di Teluk Balikpapan. Penelitian dilakukan
pada12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, dan 25 Desember 2013 di Teluk Balikpapan. Tiga
orang pengamat secara konsisten mengamati kemunculan Pesut secara langsung di
atas kapal. Pesut tersebar tidak merata di Teluk Balikpapan. Sungai Riko, Muara
Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI merupakan
habitat penting ditemukannya Pesut. Sebagian besar (95%) habitat ditemukannya
Pesut berada di muara sungai. Hal ini menjadi indikasi bahwa muara sungai
dijadikan sebagai habitat kesukaan (preferensi habitat) Pesut di Teluk Balikpapan.
Kegiatan industri (pengolahan minyak, batu bara, pelabuhan kontainer, PLTU,
Kehutanan), penangkapan ikan, dan transportasi jasa menyebabkan tingginya
jumlah kapal yang melintas mengancam keberlangsungan Pesut di Teluk
Balikpapan.
Kata kunci: Pesut, Preferensi Habitat, Sebaran, Teluk Balikpapan
ABSTRACT
ANGGI PUTRA PRAYOGA. The Distribution and Habitat Preference of
Irrawaddy Dolphin Orcaella brevirostris in Balikpapan Bay, Eastern Borneo.
Supervised by M MUKHLIS KAMAL and MIRZA D KUSRINI.
The increasing number of human activities in using Balikpapan Bay has
caused the decrease of space available for Irrawaddy dolphin to conduct their
normal life. The purpose of this research was to study the habitat of Irrawaddy
dolphins and their distribution. In addition, the aim is also to study the Irrawaddy
dolphins habitat preference in the Balikpapan Bay. Survey was carried out at 12,
14, 16, 17, 18, 20, 22, and 25 December 2013 in Balikpapan Bay. Three
surveyor consistently observed Irrawaddy dolphins directly from the boat.
Irrawaddy dolphins are not distributed evenly in Balikpapan Bay but instead, live
in selected places. Riko River, MuaraTempadung, Benawa Besar Island, Tanjung
Batu, and Pelabuhan ITCI are important habitats for Irrawaddy dolphins. It was
also found that most habitats of Irrawaddy dolphins are located at the mouth of the
river. Consequently, it is indicated that the location is the most preferred by
Irrawaddy dolphins in Balikpapan Bay. Industrial, fishing, and transportation
activities have increased the number of ships that cross Balikpapan Bay, and it
might be a threat for the life of the Irrawaddy dolphins.
Keywords: Balikpapan Bay, Distribution, Habitat Preference, Irrawaddy Dolphin
SEBARAN DAN PREFERENSI HABITAT PESUT Orcaella
brevirostris DI TELUK BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR
ANGGI PUTRA PRAYOGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk
Balikpapan, Kalimantan Timur
Nama
: Anggi Putra Prayoga
NIM
: C24080086
Disetujui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing I
Mirza Dikari Kusrini, PhD
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah dan karunia-Nya skripsi yang berjudul Sebaran dan Preferensi Habitat
Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur berhasil
diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para pihak
yang telah membantu secara materiil maupun moriil dalam penyelesaian skripsi
ini di antaranya, yaitu:
1. IPB dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah
memberikan kesempatan untuk studi kepada penulis.
2. Bapak Dr Ir M Mukhlis Kamal MSc (Pembimbing I), Ibu Mirza Dikari
Kusrini PhD (Pembimbing II), Bapak Dr Ir Rahmat Kurnia Msi (Penguji
skripsi), Bapak Ali Mashar SPi MSi (Pembimbing akademik), dan Ibu Dr Ir
Yunizar Ernawati MSi (Komisi pendidikan) atas dedikasi, arahan, dan
kesabaran membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi dan
akademik di IPB.
3. Orang tua dan keluarga di Cianjur yang telah memberikan motivasi, do’a,
dukungan materiil, dan kasih sayangnya.
4. Stanislav Lhota PhD, Mariyana, Karnila MM MBA, Amar, dan Darman atas
pinjaman perahu, binokuler, semangat, dan kepercayaan yang diberikan.
5. Jain dan Yuliansyah yang sudah bersedia menjadi motoris serta YK RASI,
alumni kehutanan IPB Samarinda, dan LSM Stabil atas informasi dan arahan
yang diberikan.
6. Keluarga Bapak H Kahar, keluarga Bapak Syahdan, Bapak Adi S, staf ITCI,
keluarga Mapala Cadas.com, dan keluarga Mapala Uniba atas bantuan dalam
pengambilan data, tumpangan tidur, jamuan makan, informasi, dan fasilitas
lainnya yang diberikan.
7. Mutiara Fadhila, seorang sahabat setia yang selalu memberikan senyuman
dan semangatnya dikala penulis mengalami kebuntuan.
8. Fauzy Rahman atas bantuan dalam pembuatan peta.
9. Keluarga Besar LAWALATA IPB, angkatan Bantimurung Bulusaraung,
Japun, Sheilla, Nonet, Ria, Ira dan Gustav yang sudah bersedia membaca
karya ilmiah ini.
10. Teman-teman seperjuangan MSP 45 atas semangat, tawa, canda, emosi, dan
kenangan indah selama masa perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Anggi Putra Prayoga
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persebaran Pesut di Teluk Balikpapan
Preferensi Habitat Pesut di Teluk Balikpapan
Ancaman
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
2
2
3
5
5
5
6
12
12
16
16
16
17
19
DAFTAR TABEL
1. Habitat, tanggal pengamatan, waktu pengamatan, waktu muncul, dan
estimasi jumlah Pesut selama survei
2. Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk
Balikpapan
3. Karakteristik lingkungan habitat Pesut ditemukan
4. Habitat, total lama waktu teramati, dan perilaku Pesut saat muncul ke
permukaan
6
7
9
10
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal
Peta lokasi penelitian
Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut
Keberadaan habitat dan ukuran kelas Pesut
Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan
4
4
8
11
11
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Peta sebaran Pesut di Sungai RikoTeluk Balikpapan
Peta sebaran Pesut di Muara Tempadung Teluk Balikpapan
Peta sebaran Pesut di Pulau Benawa Teluk Balikpapan
Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Sungai Riko
Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Muara Tempadung
Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Pulau Benawa Besar
Kenampakan Pesut dan potret habitat di Teluk Balikpapan
Peta sebaran Pesut di Teluk Balikpapan tahun 2000, 2001, dan 2013
19
20
21
22
23
24
25
26
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dianugerahi sebagai perairan dengan keanekaragaman cetacean
yang tinggi (Wardiatno et al. 2010). Terdapat 30 jenis cetacean (lumba-lumba,
paus, dan porpois) dari 86 jenis yang terdata di dunia menempati perairan
Indonesia (Wiadnyana et al. 2005). Cetacean dapat ditemukan di habitat perairan
sungai, mangrove termasuk pesisir, dan lingkungan laut terbuka (Dharmadi dan
Wiadnyana 2010).
Pesut atau lumba-lumba Irrawaddy (Orcaella brevirostris) menurut daftar
merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), terbagi dalam 2
jenis cetacean, yaitu cetacean air tawar dan pesisir. Jenis ini dapat ditemukan di
perairan dangkal, pesisir pantai daerah tropis, dan subtropis Indo-Pasifik (Smith et
al. 2003), dari Barat Laut Teluk Bengal sampai Timur Laut Australia (Stacey dan
Arnold 1999). Pesut juga ditemukan di 3 sistem sungai besar di Asia Tenggara:
Mekong, Mahakam, dan Ayeyarwady (Baird et al. 2005) dan di perairan pesisir
timur Pulau Kalimantan (Kreb dan Budiono 2005a). Secara umum, Pesut di
Indonesia tercatat ditemukan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian
Jaya (Morzer Bruyns 1966; Stacey dan Leatherwood 1997 in Stacey dan Arnold
1999); konsentrasi utama area tersebut, yaitu di wilayah pesisir Cilacap (Segara
Anakan) pesisir selatan Pulau Jawa dan di Pulau Kalimantan (Perrin et al. 1996 in
Stacey dan Arnold 1999). Salah satu habitat pesisir ditemukannya Pesut, yaitu
Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Persebaran habitat Pesut kian terdesak
karena tingginya aktivitas industri dan lalu lintas kapal (Kreb 2009).
Batas kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan di
Kalimantan Timur sudah tidak seimbang sehingga mengakibatkan kualitas
lingkungan hidup terus menurun (Harfani 2007). Terjadinya penurunan kualitas
habitat akibat tercemar polusi suara (transportasi kapal), sedimentasi (Kreb dan
Susanti 2008), dan bahan kimia (limbah industri batu bara) terhadap perairan
(Harfani 2007) mengakibatkan pengaruh negatif terhadap keberlangsungan
sumberdaya perikanan (Kreb 2009).
Kota Balikpapan terus berkembang menjadi wilayah industri yang sangat
maju. Perkembangan industri tersebut memberikan pengaruh terhadap ekosistem
Teluk Balikpapan. Tingginya laju degradasi hutan dan deforestasi akibat aktivitas
dari kegiatan industri menyebabkan kondisi Pesut kian terdesak dengan tingginya
sedimentasi perairan dan rusaknya ekosistem (PTB [tahun terbit tidak diketahui]).
Padatnya jalur transportasi kapal yang melintas di perairan menyebabkan
bergesernya habitat yang ditempati Pesut (Kreb 2009). Hal ini menyebabkan
Pesut hanya menempati tempat-tempat tertentu sebagai habitat yang disukai (Kreb
dan Budiono 2005b).
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji persebaran terkini dan habitat Pesut di Teluk Balikpapan.
2. Mengkaji preferensi habitat Pesut
2
Manfaat Penelitian
Tersedianya data dan informasi terbaru tentang sebaran dan habitat Pesut
sebagai referensi dan masukan dalam perencanaan pengelolaan ekosistem Teluk
Balikpapan agar terciptanya lingkungan yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, dan 25
Desember 2013. Lokasi penelitian meliputi perairan bagian Pesisir, Sungai Riko,
Jenebora, Pulau Kwangan, Pulau Balang, Tanjung Batu, Muara Tempadung,
Pelabuhan ITCI, Pulau Benawa Besar, Pulau Benawa Kecil, Sungai Semuntai, dan
Sungai Sepaku di wilayah Teluk Balikpapan (Gambar 2). Teluk Balikpapan
terletak pada koordinat 116˚42’-116˚50’ BT dan 1˚-1˚22’ LS dengan luas perairan
lebih kurang 120 km² dan lebar maksimal lebih kurang 7 km (Kreb 2009). Teluk
Balikpapan berada pada wilayah administrasi Kota Balikpapan dan Kabupaten
Penajam Paser Utara.
Alat Penelitian
GPS (Global Positioning System), kamera digital (Canon SX160s),
binokuler, laptop, papan jalan, dan alat tulis.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk pengambilan data dilakukan dengan cara
observasi langsung, yaitu pengamat berada di atas kapal mencatat data-data yang
diperlukan pada lembar data yang telah disediakan. Peneliti dibantu oleh 2 orang
pengamat. Satu orang pengamat bertugas untuk mencatat, mengambil foto, video,
dan mengamati keberadaan Pesut.
Satu orang lainnya bertugas untuk
mengemudikan kapal dan mengamati tanda-tanda kemunculan Pesut.
Pergantian posisi pengamat dilakukan untuk mengurangi pandangan yang
kabur. Pergantian posisi dilakukan pada pengamat 1 dan pengamat 2 yang berada
di haluan dan tengah kapal. Pengamat 3 secara terus menerus berada di buritan
kapal (Gambar 1). Pergantian posisi dilakukan jika salah satu pengamat mulai
memiliki pandangan yang kabur akibat kelelahan.
Posisi pengamat berbaris ke belakang. Pengamat 1 berada di haluan kapal
mengamati 180˚ ke arah depan menggunakan binokuler, pengamat 2 berada di
bagian tengah kapal dengan sesekali menggunakan binokuler, dan pengamat 3
berada di buritan kapal.
Perkiraan jarak antara pengamat dengan titik
ditemukannya Pesut dicatat. Perkiraan jarak dilatih dengan mencocokan antara
hasil taksiran dengan tracking GPS (Global positioning system). Metode ini telah
dilakukan oleh Wardiatno et al.(2010) di Kepulauan Seribu serta diadaptasi dari
Kreb (2009) di Teluk Balikpapan, dan sesuai dengan rekomendasi IUCN (Smith
3
dan Reeves 2000). Kegiatan survei dihentikan saat cuaca buruk atau pukul 16.00
sampai 17.00 WITA.
Tanda-tanda kemunculan Pesut dicatat terutama saat terlihat muncul ke
permukaan untuk bernapas, berenang, dan menyelam di sepanjang perairan Teluk
Balikpapan. Selain itu, dicatat juga: waktu dan tanggal; posisi latitud; posisi
longitud; jumlah (ekor); kondisi lingkungan (angin, awan, hujan, silau matahari);
perilaku yang teramati (berenang, makan, menggiring ikan, bermain, bernapas
atau gabungan perilaku seperti berenang memburu ikan); kondisi karakter fisik;
dan ekologi perairan termasuk kegiatan manusia (bau, buih busa, muara, vegetasi,
pemukiman, industri, warna air, keramaian transportasi kapal, sumber
pencemaran, pemukiman); serta stadia Pesut.
Pesut dewasa memiliki sirip punggung dan ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan Pesut yang baru lahir atau remaja. Bayi Pesut terkecil
memiliki ukuran 91 cm dan berat 10.8 kg. Interval panjang Pesut, yaitu 91
sampai 114 cm dan berat 7.3 sampai 15.8 kg (Beasley 2007). Aktivitas yang
dilakukan oleh Pesut dewasa lebih atraktif. Selain itu, terdapat perbedaan warna
tubuh yang kontras pada bayi atau remaja Pesut, yaitu pada bagian kepalanya
berwarna keputih-putihan.
Estimasi jumlah menggunakan perhitungan secara langsung saat Pesut
muncul ke permukaan. Perhitungan jumlah melalui ciri morfologi (bentukan
tubuh) seperti sirip punggung atau sirip ekor Pesut. Perhitungan tersebut
memusatkan pada 1 titik perairan saat Pesut kembali masuk ke dalam permukaan,
terutama pada perhitungan Pesut yang berkelompok. Metode ini memungkinkan
terjadinya bias atau perhitungan ganda. Cara untuk membedakan setiap kelompok
Pesut, yaitu kemunculan Pesut saat muncul ke permukaan lebih dari 2 sampai 3
menit.
Perhitungan jumlah kapal dilakukan di Kelurahan Jenebora. Jenebora
memiliki lokasi yang strategis untuk menghitung jumlah kapal karena arah
pandangan ke depan yang luas. Selain itu, Jenebora menjadi jalur perlintasan
kapal dari Balikpapan dan menuju Balikpapan. Perhitungan dilakukan 1 kali pada
pukul 08.15 sampai 09.15 WITA. Pagi hari menjadi waktu yang tepat karena
aktivitas masyarakat lebih banyak dilakukan saat pagi hari.
Identifikasi spesies menggunakan metode perekaman video. Hal ini sesuai
dengan metode yang dilakukan oleh Bearzi dan Saylan (2011) di Teluk Santa
Monica, California.
Analisis Data
Hasil koordinat lokasi kemunculan Pesut yang telah disimpan pada GPS
kemudian diolah pada komputer dengan menggunakan software ArcGIS 10.
Hasilnya tercipta sebuah peta yang berisikan informasi sebaran Pesut di Teluk
Balikpapan. Pencatatan habitat ditemukannya Pesut menggunakan metode
dekripsi, yaitu lokasi keberadaan Pesut dituliskan sesuai kondisi yang terlihat atau
terekam. Perilaku yang teramati dianalisis terkait jenis aktivitas, arah renang, dan
lama muncul ke permukaan.
4
Gambar 1 Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal (Wardiatno et al.2010).
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persebaran Pesut di Teluk Balikpapan
Selama survei dilaksanakan, terdapat 5 habitat ditemukannya Pesut di
Teluk Balikpapan: (1) Sungai Riko, (2) Muara Tempadung, (3) Pulau Benawa
Besar, (4) Tanjung Batu, dan (5) Pelabuhan ITCI (Tabel 1). Total perjumpaan,
yaitu 130 ekor dari 8 kali pengamatan. Paling banyak Pesut ditemukan di Muara
Tempadung sedangkan paling sedikit ditemukan di Pelabuhan ITCI. Pesut di
Sungai Riko hanya ditemukan pada tanggal 12 Desember 2013 (45 ekor) selama
survei berlangsung. Pesut di Pulau Benawa Besar ditemukan pada 2 kali survei,
yaitu 12 Desember 2013 (14 ekor) dan 17 Desember 2013 (5 ekor). Pesut di
Muara Tempadung ditemukan pada tanggal 14 Desember 2013 (57 ekor).
Pesut di Pelabuhan ITCI dan Tanjung Batu ditemukan diluar waktu survei
yang ditentukan, yaitu saat pengamat berada di atas kapal penumpang pada
tanggal 16 Desember 2013 (2 ekor) dan 22 Desember 2013 (7 ekor). Perjumpaan
dengan Pesut diluar waktu survei terjadi juga di Muara Tempadung, yaitu pada
tanggal 18 Desember 2013 (3 ekor). Survei pada tanggal 20 dan 25 Desember
2013 tidak terjadi perjumpaan dengan Pesut.
Sebagian besar habitat Pesut sepanjang garis pantainya ditumbuhi vegetasi
mangrove (Tabel 2). Sedikit sekali vegetasi mangrove yang tumbuh di daerah
Pesisir kecuali di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Bibir pantai Pesisir
Kota Balikpapan banyak dijadikan sebagai pelabuhan kapal. Begitu juga di
daerah Tanjung Batu dijadikan sebagai pelabuhan kapal dan lokasi industri.
Daerah Jenebora dan sekitarnya (Pantai Lango) dijadikan sebagai tempat
pemukiman masyarakat.
Tipe saluran perairan yang teridentifikasi, yaitu Pesisir (hilir), muara
sungai (>200m), tepi tanjung, di antara pulau, muara dan pulau, dan muara dan
dataran banjir. Muara sungai merupakan tipe saluran yang paling banyak
ditemukan di sepanjang Teluk Balikpapan. Banyak sungai-sungai yang bermuara
ke dalam perairan Teluk Balikpapan. Salah satunya, yaitu Sungai Riko yang
menjadi habitat penting bagi Pesut.
Hampir di setiap perairan Teluk Balikpapan dijadikan sebagai area
penangkapan ikan (fishing ground) oleh nelayan. Jenis alat tangkap yang
digunakan, yaitu muroami, pancing, dan jaring insang (gillnet). Sebagian wilayah
di Jenebora perairannya dijadikan sebagai area budidaya rumput laut. Pelabuhan
ITCI wilayah perairannya tidak dijadikan sebagai area penangkapan ikan.
6
Tabel 1 Habitat, tanggal pengamatan,waktu pengamatan, waktu muncul, dan
estimasi jumlah Pesut selama survei
Lokasi
Tanggal
Waktu
Waktu muncul
Estimasi
pengamatan
pengamatan (WITA)
jumlah
(WITA)
(ekor)
Pesisir
25 Desember
09.00-11.30 0
2013
Sungai Riko
12 ², 14, 25, dan
Desember 2013
08.30-11.40
09.27-10.18
45
Jenebora
12, 14, 25, dan
Desember 2013
09.00-11.50
-
0
Pulau
Kwangan
12, 14, 25, dan
Desember 2013
09.10-12.00
-
0
Tanjung
Batu
22 ¹ ² dan 25
Desember 2013
13.15-16.45
16.33-16.39
7
Muara
Tempadung
14 ², 20, 18 ¹ ²,
dan 25
Desember 2013
09.10-13.10
09.29-09.33 dan
11.01-11.51
60
Pelabuhan
ITCI
17, 16 ¹ ², 20,
dan Desember
2013
07.52-08.00
dan 12.0016.00
15.34-15.36
2
Pulau
Benawa
Besar
12 ², 17 ², 20,
dan Desember
2013
08.00-15.46
14.21-14.31 dan
15.34-15.44
19
Sungai
Semuntai
17 dan 20
Desember 2013
08.44-11.20
-
0
Sungai
Sepaku
17 dan 20
Desember 2013
09.00-15.00
-
0
¹ Perjumpaan pada tanggal diluar survei yang ditentukan
² Tanggal terjadinya perjumpaan
Preferensi Habitat Pesut di Teluk Balikpapan
Berbagai jenis tipe saluran perairan ditemukan di habitat Pesut. Tipe
saluran tersebut, yaitu muara sungai, muara dan pulau, tepi tanjung, dan muara
dan dataran banjir (Gambar 3). Tipe saluran ini didasarkan pada kondisi atau
kenampakan alam sebenarnya. Selain itu, berdasarkan rekomendasi IUCN dengan
beberapa adaptasi yang disesuaikan. Sebagian besar (95%) Pesut menempati area
muara. Hal ini mengindikasikan bahwa Pesut menyukai area muara. Hanya 5%
7
Pesut yang ditemukan di Tanjung Batu berada pada tipe saluran tepi tanjung atau
di luar muara.
Total jumlah perjumpaan dengan Pesut, yaitu 130 ekor tersebar pada 4 tipe
saluran perairan. Tipe saluran yang digunakan oleh Pesut tersebut, yaitu muara
sungai 34% (45 ekor), muara dan pulau 59% (79 ekor), tepi tanjung 5% (7 ekor),
dan muara dan dataran banjir 2% (2 ekor). Sungai Riko bertipe saluran muara
sungai; Muara Tempadung dan Pulau Benawa Besar bertipe saluran muara dan
pulau; Tanjung Batu bertipe saluran tepi tanjung; dan Pelabuhan ITCI bertipe
saluran muara dan dataran banjir.
Tabel 2 Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk
Balikpapan
Habitat
Tutupan vegetasi
Tipe saluran
Aktivitas
perikanan
Pesisir
Sedikit sekali
Pesisir
Fishing
ditumbuhi vegetasi
ground
Sungai Riko Sebagian besar
Muara sungai (>200m) Fishing
ditumbuhi mangrove
ground
Jenebora
Ditumbuhi mangrove Tepi tanjung
Aquaculture
di lokasi tertentu
Fishing
ground
Fishing
ground
Pulau
Kwangan
Tanjung
Batu
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Sedikit sekali
ditumbuhi vegetasi
Di antara pulau
Muara
Tempadung
Pelabuhan
ITCI
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara dan pulau
Pulau
Benawa
Besar
Sungai
Semuntai
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara dan pulau
Fishing
ground
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara sungai (>200 m)
Fishing
ground
Sungai
Sepaku
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara dan pulau
Fishing
ground
Tepi tanjung
Muara dan dataran
banjir
Fishing
ground
-
Kedalaman perairan terendah habitat ditemukan Pesut, yaitu 2.5 m dan
terdalam 20 m. Pelabuhan ITCI merupakan area dataran banjir sehingga ketika
surut dasar perairannya terlihat. Jarak terdekat antara pengamat dengan bibir
pantai, yaitu lebih kurang 30 m (di Pelabuhan ITCI) dan jarak terjauh, yaitu lebih
dari sama dengan 500 m (di Muara Tempadung).
Kemunculan Pesut menunjukan karakter lingkungan yang unik (Tabel 3).
Kemunculan Pesut di Sungai Riko ditandai saat arus tenang dan kondisi angin
tidak bergemuruh. Hal ini terlihat juga pada kondisi kapal yang tidak berayun
8
kuat sehingga pengamatan di atas kapal bisa berjalan sempurna. Kondisi langit
yang berawan membuat pandangan menjadi tidak silau. Dibandingkan dengan
survei tanggal 25 Desember 2013, kondisi arus dan angin cukup kuat serta
matahari bersinar cerah sehingga tidak ditemukan Pesut muncul ke permukaan.
Gambar 3 Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut
Kemunculan Pesut di Muara Tempadung ditandai dengan kondisi
lingkungan yang unik juga. Langit berawan gelap dan hujan gerimis. Saat itu
kondisi permukaan perairan sangat tenang dan tidak terlihat pergerakan massa air.
Pada kondisi tersebut Pesut muncul ke permukaan dan menunjukan perilaku
berkelompok dalam kurun waktu yang cukup lama.
Kemunculan Pesut di Pulau Benawa ditandai dengan kondisi langit yang
berbeda. Pada perjumpaan tanggal 12 Desember 2013 terjadi hujan yang sangat
deras pada pukul 10.58 WITA dari arah hulu (Pulau Benawa Besar ) ke arah hilir
(Tanjung Batu dan Pesisir). Setelah itu hujan berhenti pada pukul 13.00 WITA.
Pada pukul 14.12 WITA langit kembali berawan dan Pesut muncul. Pada kondisi
tersebut arus permukaan laut cukup tenang dan angin tidak berhembus kuat. Hal
ini berhubungan dengan kondisi langit, arus, angin, dan salinitas yang
memengaruhi lingkungan perairan. Pada tanggal 17 Desember 2013 kemunculan
Pesut ditandai dengan kondisi arus permukaan yang sangat tenang. Pada saat
pengamatan tanggal 25 Desember 2013 kondisi pasang surut berjalan dengan
sangat cepat. Kondisi permukaan air laut bergemuruh. Saat itu langit cerah dan
pandangan silau pada siang hari. Baik di Sungai Riko, Muara Tempadung, dan
Tanjung Batu tidak terjadi perjumpaan dengan Pesut pada tanggal 25 Desember
2013.
Pesut stadia dewasa (adult) dapat ditemukan di semua habitat (Gambar 4).
Bayi Pesut (neonate) ditemukan di Sungai Riko. Pesut stadia remaja (sub adult)
ditemukan di 2 habitat, yaitu Muara Tempadung dan Pulau Benawa. Stadia bayi
dan remaja dicirikan dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran induk atau
dewasa. Bayi Pesut memiliki kemampuan berperilaku yang lebih sederhana saat
muncul ke permukaan. Ciri khas yang mencolok dari stadia remaja, yaitu
9
memiliki corak putih pada bagian kepala yang terlihat saat muncul ke permukaan.
Pesut dewasa berwarna abu-abu pucat.
Tabel 3 Karakteristik lingkungan habitat Pesut
Habitat
Interval
Kondisi arus
kedalaman permukaan dan
(m) ¹
angin ²
5.6-13
Sungai Riko
Arus cukup tenang
dan angin tidak
berhembus
kuat.
Permukaan air tidak
bergemuruh, hanya
membentuk
gelombang kecil.
2.5-20
Muara Tempadung
Arus permukaan air
cukup tenang dan
angin
tidak
berhembus
kuat
(tenang).
10-14
Pulau Benawa Besar
Arus permukaan air
cukup tenang dan
angin
tidak
berhembus kuat.
9.6-11
Tanjung Batu
Arus permukaan air
dan
angin
berhembus cukup
kuat.
(Dataran
Pelabuhan ITCI
Arus permukaan air
banjir)
tenang dan angin
tidak
berhembus
kuat.
Jarak pengamat ke
tepi pantai (m)
150≤dan≤500
>500
50≤dan≤400
=200
=30
¹ Peta informasi kedalaman perairan Dinas Hidro-Oseanografi tahun 2002
² Berdasarkan pada pengamatan langsung saat kemunculan Pesut
Paling lama kelompok Pesut muncul ke permukaan dan terlihat, yaitu di
habitat Muara Tempadung selama 54 menit (Tabel 4). Paling singkat terlihat di
Pelabuhan ITCI, yaitu 2 menit. Habitat lainnya, yaitu Sungai Riko, Muara
Tempadung, Pulau Benawa Besar, dan Tanjung Batu menunjukan perilaku Pesut
berkelompok sosial.
Paling umum ditemukan perilaku berenang dengan menunjukan sirip
punggung dan ekor. Perilaku lainnya yang teramati, yaitu kelompok Pesut
membentuk formasi barisan kemudian berenang sambil bernapas (selang waktu
lebih kurang dari 5 detik) dan menyelam secara bersamaan (selang waktu lebih
kurang dari 1 detik antar individu Pesut). Pesut di Tanjung Batu menunjukan
perilaku yang berbeda dengan di habitat lainnya, yaitu Pesut bergerak aktif masuk
dan keluar permukaan air.
10
Tabel 4 Habitat, total lama waktu teramati, dan perilaku Pesut saat muncul ke
permukaan
Lokasi
Total lama waktu
teramati
Perilaku
Sungai Riko
51 menit
Terdiri dari beberapa kelompok
kecil yang datang dari arah hulu.
Berenang dan menyelam dengan
menunjukan sirip punggung dan
ekor.
Perilaku
sosial
berkelompok ditunjukan dengan
membentuk sebuah barisan
kemudian
bernapas
secara
berulang dalam selang waktu
lebih kurang dari 5 detik.
Tanjung Batu
6 menit
Bergerak aktif masuk dan keluar
permukaan air pada 1 titik lokasi
sehingga
membentuk
air
bergejolak di sekitarnya.
Muara Tempadung
54 menit
Terdiri dari beberapa kelompok
kecil yang datang dari arah hulu.
Berenang
dan
menyelam
menunjukan sirip punggung dan
ekor.
Arah renang menuju
Timur, Barat, Selatan, dan
Utara.
Perilaku
sosial
berkelompok
membentuk
barisan kemudian bernapas
(selang waktu lebih kurang dari
5 detik) dan menyelam.
Pelabuhan ITCI
2 menit
Berenang dengan menunjukan
sirip punggung menuju hilir
Pulau Benawa Besar
20 menit
Arah renang menuju Barat Laut,
Barat dan Timur.
Perilaku
berkelompok, bernapas secara
berulang dengan membentuk
barisan panjang. Perilaku unik
ditunjukan dengan melompat
mengejar 2 ekor pesut di depan.
11
Gambar 4 Keberadaan habitat dan ukuran kelas Pesut
.
Gambar 5 Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan
12
Ancaman
Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan menjadi
ancaman penting terhadap keberlangsungan Pesut. Peningkatan jumlah kapal
terjadi pada tahun 2000, 2001, dan 2008. Peningkatan terus terjadi hingga pada
tahun 2013 jumlah kapal yang melintas 50 kapal (Gambar 5).
Selain itu, di Sungai Riko telah dibangun pelabuhan kapal untuk memuat
barang-barang dan kegiatan industri batu bara. Hal ini berpotensi menyebabkan
terjadinya sedimentasi dan polusi suara yang diakibatkan oleh aktivitas kapal.
Pembangunan jembatan dan kegiatan industri pengolahan minyak di Muara
Tempadung berpotensi menyebabkan terjadinya polusi suara dan pencemaran
perairan. Hal ini juga terjadi di Tanjung Batu, yaitu banyaknya kegiatan industri
yang beroperasi di sekitar bibir atau tepi pantai teluk. Pulau Benawa Besar dan
Pelabuhan ITCI terjadi ancaman berupa perlintasan kapal dari kegiatan industri
dan kapal (jenis jasa) milik masyarakat. Hulu Teluk Balikpapan terdapat 4
pelabuhan industri batu bara. Hal ini meningkatkan lalu lintas kapal dari arah
hulu menuju hilir Teluk Balikpapan.
Pembahasan
Perjumpaan 130 ekor Pesut dalam penelitian ini tidak menggambarkan
kondisi populasi Pesut di wilayah penelitian.
Kemungkinan bias dalam
perhitungan terjadi karena dalam studi ini tidak termasuk perhitungan populasi.
Selama survei berlangsung Pesut ditemukan di habitat Sungai Riko, Muara
Tempadung, dan Pulau Benawa Besar. Selain itu, terjadi perjumpaan dengan
Pesut diluar waktu survei yang ditentukan, yaitu Tanjung Batu dan Pelabuhan
ITCI. Pelabuhan ITCI diduga sebagai habitat baru Pesut untuk bermain atau
mencari makan. Habitat Pantai Lango, Jenebora, Pulau Kwangan, Pulau Jumang,
dan sampai Pesisir yang sebelumnya menjadi habitat Pesut (Kreb 2009) tidak
ditemukan Pesut muncul ke permukaan. Hal ini karena meningkatnya jumlah
kapal yang melintas dari 5 sampai 6 kapal pada tahun 2000 dan 2001 menjadi 20
sampai 30 kapal pada tahun 2008 sehingga Pesut lebih banyak ditemukan di
bagian hulu teluk (Kreb 2009). Padatnya transportasi kapal memengaruhi pola
kebiasaan Pesut. Pesut pada kondisi tersebut lebih lama di dalam perairan
mencapai kurang dari sama dengan 300 m (Kreb dan Rahadi 2004). Habitat
Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, dan Tanjung Batu menjadi
habitat yang penting bagi Pesut. Pesut dapat ditemukan pada berbagai musim
angin (utara dan selatan) dan ditemukan dalam periode kurun waktu 2001, 2002,
2008 dan 2013.
Habitat ditemukannya Pesut sebagian besar bibir pantainya masih banyak
ditumbuhi vegetasi mangrove. Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa
Besar, dan Tanjung Batu menjadi area menangkap ikan (fishing ground) bagi
nelayan. Hal ini menunjukan bahwa melimpahnya sumberdaya ikan di habitat
ditemukannya Pesut. Fungsi lahan mangrove sebagai daerah asuhan bagi ikanikan (nursery ground) dimanfaatkan oleh Pesut sebagai daerah mencari makan
(feeding ground). Oleh karena itu, kelima habitat tersebut diindikasikan menjadi
area mencari makan (feeding ground) bagi Pesut. Hal lain ditunjukan dengan
perilaku yang lebih lama pada lokasi tertentu hingga 51 menit. Terjadi tumpang
13
tindih area yang digunakan oleh Pesut dan kegiatan perikanan. Cetacean
menyukai area penangkapan ikan, terjadi persaingan antara kegiatan perikanan
dan cetacean (Kelkar et al. 2010). Selain itu, pengaruh kedalaman membuat Pesut
lebih mudah beratraksi dalam mengejar ikan (Kreb dan Budiono 2005b). Pada
kedalaman perairan, kemampuan cetacean dalam mencari makan dibatasi oleh
kekuatan menahan napas (Stacey dan Hvenegaard 2002). Perilaku mencari
makan berhubungan dengan keberadaan pasang surut air laut. Jumlah kelompok
mungkin berhubungan dengan kegiatan pencarian makan namun tidak ada
hubungannya dengan lamanya menyelam (Gregory dan Rowden 2001).
Berbagai habitat perjumpaan dengan Pesut menunjukan 95% berada di
area muara. Sungai Riko (34%), Muara Tempadung, dan Pulau Benawa Besar
(63%) serta Pelabuhan ITCI (2%). Muara tersebut berturut-turut, yaitu muara
Sungai Riko, muara Sungai Tempadung, muara Sungai Baruangin, dan muara
Sungai Seloang. Hanya 5% atau 7 ekor dari total perjumpaan 130 ekor dengan
Pesut yang menempati tepi tanjung. Area muara menjadi daerah kesukaan bagi
Pesut yang ditemukan di Teluk Balikpapan. Begitu juga Pesut yang menempati
habitat Sungai Mahakam lebih menyukai area muara (Kreb dan Budiono 2005b).
Hal serupa ditunjukkan oleh Pesut di wilayah lain. Pesut di Sungai Mekong
(Stacey 1996) dan Sungai Ayeyarwady (Smith et al. 1997) menunjukan kesukaan
pada area muara atau kedalaman tempat terjadinya pertemuan massa air. Sedikit
sekali Pesut ditemukan berada di pertengahan aliran air (Kreb 2009). Hal ini
disebabkan karena area muara memiliki kelimpahan ikan yang tinggi serta
menjadi pertemuan massa air sehingga ikan sewaktu-waktu terperangkap (Kreb
dan Budiono 2005b). Pesut di hutan mangrove Sundarbans Bangladesh,
bergantung pada karakteristik lingkungan, yaitu banyaknya kelimpahan aliran
sungai, termasuk rendahnya salinitas, dan keberadaan muara sungai (Smith et al.
2009).
Ditemukannya berbagai ukuran kelas di habitat yang ditemukan
menandakan penggunaan wilayah tertentu oleh Pesut. Stadia dewasa (adult)
ditemukan di semua habitat Pesut dalam survei tahun 2013 ini. Pada stadia bayi
(neonate) Pesut yang hanya ditemukan di habitat Sungai Riko berjumlah 6 ekor.
Hal ini menandakan bahwa habitat Sungai Riko menjadi daerah asuhan (nursery
ground) bagi Pesut. Keberadaan stadia remaja (sub adult) Pesut yang ditemukan
di habitat Muara Tempadung dan Pulau Benawa menandakan habitat penting juga
bagi pengasuhan dan kelangsungan keberadaan Pesut di Teluk Balikpapan.
Habitat Tanjung Batu dan Pelabuhan ITCI ditemukan hanya stadia Pesut dewasa.
Pada semua habitat ditemukannya Pesut, yaitu Sungai Riko, Muara Tempadung,
Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI digunakan juga sebagai
daerah untuk berburu makanan (feeding ground). Koridor antara Pulau Balang
dan Muara Tempadung dengan Pulau Benawa Besar diduga menjadi jalur
berenang untuk berpindah lokasi hulu-hilir sebagai daerah jelajahnya. Hal ini
karena lokasi kedua habitat tersebut berdekatan. Daerah untuk makan dan
berburu makanan; aktivitas kawin termasuk bersosialisasi dan masa pra-kawin;
daerah melahirkan termasuk pengasuhan, membesarkan bayi, dan istirahat
termasuk koridor untuk berpindah merupakan habitat penting bagi cetacean untuk
bertahan dan menjaga tingkat pertumbuhan populasi yang sehat (Hoyt 2005).
Ketika beristirahat cetacean lebih mudah terganggu dibandingkan saat melakukan
perilaku sosial (NRC 2003).
14
Selain Pesut, daerah berburu makanan juga dimanfaatkan oleh hewan jenis
reptilia, yaitu Penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu hijau ditemukan di 3 habitat,
yaitu Pulau Benawa Besar, Muara Tempadung, dan hulu teluk. Penyu hijau yang
ditemukan di Pulau Benawa Besar muncul selang beberapa detik setelah Pesut
muncul ke permukaan. Masing-masing Penyu hijau yang ditemukan berjumlah 1
ekor. Hal ini menjadi indikasi bahwa Pesut berasosiasi dengan Penyu hijau di
Pulau Benawa Besar. Selain Penyu, ditemukan juga reptilia jenis lainnya, yaitu
Buaya (Crocodillus sp.) yang menempati area hulu teluk (muara Sungai Semoi).
Pesut menempati habitat yang dekat dengan lokasi industri. Mulai dari
industri batu bara, pengolahan minyak kelapa sawit, PLTU (Pembangkit Listrik
Tenaga Uap), pelabuhan kontainer (peti kemas), dan perusahaan kehutanan
(Hutan Tanaman Industri) berlokasi di Teluk Balikpapan. Hal tersebut menjadi
ancaman serius terhadap keberlangsungan Pesut di Teluk Balikpapan.
Terdapat 2 jenis industri yang beroperasi di muara Sungai Riko. Industri
tersebut, yaitu batu bara dan pelabuhan kontainer (peti kemas). Industri batu bara
beroperasi mulai dari tahap eksploitasi sampai transportasi di sekitar muara sungai
(Lampiran 1). Kegiatan industri tersebut sangat berdekatan dengan lokasi
kemunculan Pesut. Potensi pencemaran dan sedimentasi yang tinggi mengancam
keberlangsungan Pesut. Selain itu, ada kemungkinan tertabraknya Pesut dan
terjadinya polusi suara yang diakibatkan aktivitas kapal. Terdapat rentang respon
perilaku pola muncul ke permukaan dan bernapas pada cetacean, untuk pemutusan
vokalisasi, untuk aktif menghindar atau kabur dari sumber area suara tertinggi
(NRC 2003).
Ancaman terhadap keberlangsungan Pesut lebih tinggi di Muara
Tempadung. Tingginya aktivitas industri pengolahan minyak dan pembangunan
jembatan di Muara Tempadung dapat meningkatkan polusi suara (Kreb 2009) dan
pencemaran perairan. Hal ini berakibat buruk terhadap keberlangsungan Pesut
karena kedua kegiatan tersebut sangat berdekatan dengan lokasi kemunculan
Pesut. Semakin padatnya transportasi kapal yang melintas untuk kebutuhan
pembangunan jembatan dan industri pengolahan kelapa sawit diprediksi akan
mempersempit ruang yang tersedia bagi Pesut untuk muncul ke permukaan dan
mengambil napas. Lama waktu menyelam Pesut secara nyata menurun saat tidak
ada kapal dengan jarak 100 m dari Pesut dibandingkan ketika ada kapal (Stacey
dan Hvenegaard 2002). Oleh karena itu, perlu ada pengaturan jalur transportasi
kapal untuk menghindari tertabraknya Pesut.
Pulau Benawa Besar dan Pelabuhan ITCI memiliki habitat yang lebih
aman dibandingkan dengan habitat Sungai Riko dan Muara Tempadung. Cukup
jauhnya lokasi operasi industri kehutanan dengan lokasi kemunculan Pesut
menjadikan Pulau Benawa Besar habitat yang aman. Namun, perlu diwaspadai
dengan keberadaan kegiatan industri yang berada di hulu teluk. Selain itu,
konversi hutan di Kabupaten Penajam Paser Utara perlu dikendalikan.
Habitat Tanjung Batu sudah menjadi kawasan industri sesuai dengan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan. Jenis industri yang
beroperasi, yaitu industri pengolahan minyak, pelabuhan pengisian batu bara,
pelabuhan kontainer, dan PLTU. Hal ini semakin sempit ruang yang tersedia bagi
Pesut untuk melangsungkan proses regenerasi.
Wilayah Pesisir tidak ditemukan Pesut muncul ke permukaan air. Hal ini
mungkin disebabkan karena padatnya transportasi kapal yang berada di wilayah
15
Pesisir. Jenis kapal yang beroperasi, yaitu kapal kargo, kapal minyak (tanker),
dan kapal pengangkut batu bara (Kreb 2009). Terdapat juga kapal nelayan dan
kapal ferry (jasa). Hal ini juga yang menyebabkan air di wilayah Pesisir dan
Tanjung Batu berbau oli sedangkan di Sungai Riko, Muara Tempadung, dan
Pulau Benawa Besar memiliki warna air bening kehijauan (tidak keruh), memiliki
rasa asin, dan tidak berbau. Walaupun penelitian ini tidak mengamati perilaku
Pesut secara fokus, namun diketahui bahwa cetacean menunjukan respon nyata
ketika didekati oleh kapal ferry dibandingkan kapal kecil (Lesage dan Barrette
1999). Hasil penelitian di pantai barat Australia tentang pengaruh keberadaan
kapal, khususnya kapal wisata terhadap lumba-lumba Hidung botol (Tursiop
truncatus) menunjukan adanya respon. Aktivitas kapal menyebabkan berubahnya
waktu dan frekuensi perilaku muncul ke permukaan serta struktur populasi dari
lumba-lumba. Waktu yang dihabiskan untuk istirahat dan makan menurun ketika
aktivitas berpindah (travelling) meningkat (Arcangeli dan Crosti 2008).
Tingginya kegiatan industri menyebabkan tingginya laju transportasi kapal
yang melintas di Teluk Balikpapan. Terjadi peningkatan sebesar 80% pada
jumlah kapal yang melintas semenjak tahun 2000 dan 2001, yaitu 5 sampai 6
kapal hingga tahun 2008 menjadi 20 sampai 30 kapal (Kreb 2009). Hal ini
berdampak pada persebaran Pesut yang pada tahun 2008 berpindah ke arah hulu
dan menyebabkan tingginya kepadatan populasi di bagian hulu (Kreb 2009). Pada
tahun 2013 jumlah kapal yang melintas mencapai 50 kapal sehingga
menyebabkan persebaran Pesut semakin terbatas karena ruang yang tersedia
semakin sempit. Hal ini terlihat juga pada hasil penelitian tahun 2013 bahwa
persebaran Pesut tidak merata dan hanya menempati habitat tertentu.
16
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pesut tersebar tidak merata di Teluk Balikpapan. Pesut menempati habitat
tertentu, yaitu Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung
Batu, dan Pelabuhan ITCI. Pelabuhan ITCI diduga sebagai habitat baru bagi
Pesut. Muara sungai menjadi area kesukaan bagi Pesut. Terdapat 95% atau 123
ekor dari total perjumpaan dengan Pesut yang menempati area muara sungai.
Saran
Terdapat sebuah sistem yang mengatur lalu lintas kapal (arah atau jalur
dan waktu) yang melintas di perairan Teluk Balikpapan, terutama di habitat
Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan
Pelabuhan ITCI. Selain itu, membentuk area perlindungan bagi Pesut untuk
menjamin sistem kelangsungan hidup Pesut di Teluk Balikpapan khususnya di
Sungai Riko. Area perlindungan yang dimaksudkan, yaitu feeding ground,
nursery ground, dan spawning ground serta koridor yang digunakan Pesut
termasuk ekosistem mangrove.
Pengelolaan area perlindungan tersebut
melibatkan secara langsung antara pemerintah dengan masyarakat, salah satunya
dalam bentuk pengembangan ekowisata.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arcangeli A, Crosti R. 2008. The Short-term impact of dolphin-watching on the
behaviour of Bottlenose dolphins Tursiop truncatus in western Australia. J
of Marine Animals and Their Ecology. 2(1):3-9.
Baird IG, Beasley IL. 2005. Irrawaddy dolphin Orcaella brevirostris in the
Cambodian Mekong River: an initial survei. Oryx. 39(3):301-310.
Bearzi M, Saylan CA. 2011.Cetacean ecology for Santa Monica Bay and nearby
areas, California, in the Context of the newly established MPAs.Bull
Southern California Acad Sci.110(2): pp.35–51.
Beasley IL. 2007. Conservation of the Irrawaddy dolphin, Orcaella brevirostris
(Owen in Gray, 1866) in the Mekong River : biological and social
considerations influencing management [PhD tesis]. Queensland (AU):
James Cook University.
Dharmadi, Wiadnyana NN. 2011. Status and research activities on marine
mammals in Indonesia (SEASTAR2000). Di dalam: Kurenai(Kyoto
University Research Information Repository), editor. Proceedings of the 6th
International Symposium on SEASTAR2000 and Asian Bio-logging Science
(The 10th SEASTAR2000 workshop); 2010 Feb 23-25;Phuket,
Thailand.Kyoto(KR): Graduate school of Informatics. 74p.
Gregory PR, Rowden AA. 2001. Behaviour pattern of Bottlenose dolphins
(Tursiop truncatus) relative to tidal state, time-of-day, and boat traffic in
Cardigan Bay, West Wales. Aquatic Mammals. 27(2):105-113.
Harfani EY. 2007. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan PT. Bukit Baiduri Energi di
Kalimantan Timur [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Hoyt E. 2005. Marine protected areas for whales, dolphins, and porpoises : a
world handbook for cetacean habitat conservation. London (GB): Earthscan.
Kelkar N, Krishnaswamy J, Choudhary S, Sutaria D. 2010. Coexistence of
fisheries with river dolphin conservation. Conservation Biology. 24:11301140.doi:10.1111/j.1523-1739.2010.01467.x.
Kreb D. 2009.Laporan Teknis: Perlindungan dan keragaman hayati cetacean di
dan dekat Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia. Samarinda
(ID): YK RASI.
Kreb D, Budiono. 2005a. Cetacean diversity and habitat preference in tropical
waters of east kalimantan, Indonesia. Raffls bull zool. 53(1) :145-155.
Kreb D, Budiono. 2005b. Conservation management of small core areas: key to
survival of a Critically Endangered population of Irrawaddy river dolphin
Orcaella brevirostris in Indonesia. Oryx. 39(2):178-188.
Kreb D, Rahadi KD. 2004. Living under an aquatic freeway: effects of boats on
Irrawaddy dolphins (Orcaella brevirostris) in a coastal and riverine
environment in Indonesia. Aquatic Mammals. 30:363–375.
Kreb D, Susanti I. 2008. Laporan teknis: Survei monitoring jumlah populasidan
ancaman pada level air sedang hingga rendah, Agustus/September
&November 2007. Samarinda (ID): YK RASI.
18
Lesage V, Barrette C. 1999. The Effect of vessel noise on the vocal behaviour of
Belugas in the St.Lawrence River Estuary Canada. Marine Mammals
Science. 15(1):65-84.
[NRC] National Research Council. 2003. Ocean noise and marine mammals.
Washington (US): National academy Pr.
[PTB] Peduli Teluk Balikpapan. [tahun terbit tidak diketahui]. Rencana perluasan
Kawasan Industri Kariangau: membantu atau merugikan masyarakat?.
Samarinda (ID): PTB.
Stacey PJ. 1996. Natural history and conservation of Irrawaddy dolphins Orcaella
brevirostris with special references to the Mekong River, LaosPDR. [Tesis].
British Columbia (CD): University of Victoria.
Stacey PJ, Arnold PW. 1999. Orcaella brevirostris. The American Society of
Mammalogist. 616(4):1-8.
Stacey PJ, Hvenegaard GT. 2002. Habitat use and behaviour of Irrawaddy dolphin
Orcaella brevirostris in The Mekong River of Laos. Aquatic Mammals.
28(1):1-13.
Smith BD, Beasley IL & Kreb D. 2003. Marked declines in populations of
Irrawaddy dolphins. Oryx.37(4):401-406.doi:10.1017/S0030605303000
723.
Smith BD, Braulik G, Strindberg S, Mansur R, Diyan MAA, Ahmed B. 2009.
Habitat Selection of Freshwater-dependent cetaceans and the potential
effects of declining freshwater flows and sea-level rise in waterways of the
Sundarbans mangrove forest, Bangladesh. Aquatic conserv: Mar Freshw
Ecosyst. 19:209-225.doi:10.1002/aqc.987.
Smith BD, Reeves RR. 2000. Methods for studying freshwater cetaceans: survei
methods for population assessment of asian river dolphins. Di dalam:
Reeves RR, Smith BD, Kasuya T, editor. Biology and Conservation of
Freshwater Cetaceans in Asia. Newbury (UK): IUCN, Gland, Switzerland,
Cambridge, UK.
Smith BD, Thant U, Lwin JM, Shaw CD. 1997. Investigation of cetaceans in
Ayeyarwady River and Northern coastal waters of Myanmar. Asian Marine
Biology. 14:173-194.
Wardiatno Y, Irfangi C, Hestirianoto T. 2010. Dolphins Encountered in
Kepulauan Seribu. Ilm Kelaut. 15(4):202-213.
Wiadnyana NN, Purnomo FS, Faizah R, Mustika PLK, Oktaviani D, Wahyono
MM. 2005. Aquatic mammals assessment in Indonesian waters. Di dalam:
Aray N, editor. Proceedings of the International Symposium on
SEASTAR2000 and Bio-logging Science (The 5th SEASTAR2000
Workshop); 2004 Dec 13-15; Bangkok, Thailand. Kyoto (KR): Graduate
school of Informatics. 20p.
[YK RASI] Yayasan Konservasi RASI. 2010. Final Workshop Report: Penetapan
kawasan perlindungan cetacean air tawar Asia. Di dalam: Kreb D, Reeves
RR, Thomas PO,Braulik GT, Smith BD, editor. Cetacean air tawar sebagai
simbol spesies dalam manajemen konservasi sungai terpadu; 2009 Okt 1924; Samarinda, Indonesia. Samarinda (ID): YK RASI. p6-43.
19
Lampiran 1 Peta sebaran Pesut di Sungai Riko Teluk Balikpapan
20
Lampiran 2 Peta sebaran Pesut di Muara Tempadung Teluk Balikpapan
21
Lampiran 3 Peta sebaran Pesut di Pulau Benawa Teluk Balikpapan
22
Lampiran 4 Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Sungai Riko
23
Lampiran 5 Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Muara Tempadung
24
Lampiran 6 Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Pulau Benawa Besar
25
Lampiran 6 Kenampakan Pesut dan potret habitat di Teluk Balikpapan
(a) Perilaku berenang dengan menunjukan sirip dorsal yang dilakukan oleh Pesut
di habitat Sungai Riko
(b) Habitat Pesut berada dekat lokasi kegiatan industri
(c) Sebagian besar bibir pantai Teluk Balikpapan berupa hutan bakau (mangrove)
dan sebagai area menangkap ikan oleh nelayan
26
Lampiran 7 Peta sebaran Pesut di Teluk Balikpapan tahun 2000, 2001
(Kreb 2009) dan 2013
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cianjur tanggal 10 September 1990.
Buah hati dari kedua orang tua yang bernama Elly Kamalia
dan Dendy Ilhamudin sebagai putra pertama yang dilahirkan
mereka. Seusai menyelesaikan jenjang pendidikan di SD
Bojong Herang IV melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah
Tanwiriyyah sekaligus mengikuti program pesantren. Penulis
melanjutkan ke jenjang SMA di SMA Negeri 2 Cianjur. Seusai
SMA hasrat untuk menuntut ilmu semakin tumbuh. Dengan
mengikuti program SNMPTN yang diselenggarakan oleh
pemerintah menjadi pintu masuk dunia perkuliahan di IPB dengan program studi
yang dipilih Manajamen Sumberdaya Perairan pada tahun 2008.
Saat menjadi mahasiswa IPB penulis aktif mengikuti organisasi pecinta
alam LAWALATA IPB dengan mengikuti 10 bulan Masa Pembinaan Calon
Anggota (MPCA). Selama masa pembinaan penulis banyak dibekali materi dan
praktek di antaranya Teknik Hidup Alam Bebas (Navigasi Darat, Search And
Rescue, Metode Komunikasi, Jungle Survival dan Pertolongan Pertama) serta
dibekali materi konservasi dan lingkungan hidup. Berbagai ekspedisi dan
penelitian dilakukan di antaranya Ekspedisi Bantimurung Bulusaraung di
Sulawesi Selatan, Ekspedisi Manusela di Pulau Seram, Eksplorasi Bali-Lombok,
Studi Sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) di SM Cikepuh. Pada saat menjabat
sebagai ketua umum organisasi LAWALATA IPB periode 2010/2011 penulis
berhasil melangsungkan 4 ekspedisi besar yaitu International Caving Expedition
di Vietnam, Ekspedisi Pulau Biak di Papua, Studi Tanaman Obat di Kalimantan
dan Studi Biota Goa di Ciampea Bogor sehingga dianugerahi sebagai organisasi
berprestasi oleh IPB. Pada tahun 2012-2013 (310 hari) penulis merancang dan
menyelenggarakan Ekspedisi Sepeda Nusantara yaitu bersepeda keliling
Indonesia seorang diri dengan melewati 34 Pulau di Nusantara dan menerima
penghargaan IPB Awards. Banyak pemberitaan oleh media (majalah cetak/online,
koran, website) yang memuat cerita perjalanan dan kisahnya.
Selain sebagai peneliti dan seorang petualang penulis aktif juga menjadi
moderator dalam seminar di antaranya, yaitu Seminar Scientific Karst Exploration
se-Nasional dan Pengurangan Resiko Bencana lingkup IPB. Penulis sering terlibat
dalam kegiatan kemanusiaan di antaranya yaitu pencarian korban di Sungai
Cihideung Bogor dan SAR International pesawat Sukhoi Superjet di lereng
Gunung Salak. Selama masa kuliah penulis sering mengisi materi dan
pendampingan lapangan bagi siswa SMA dalam mengenalkan lingkungan hidup
dan kepetualangan.
Penulis aktif menjadi kontributor dalam berbagai media di antaranya
website xpdcsepedanusantara.lawalataipb.org dan majalah; RideBike, Tambang,
dan Konservasi Alam. Pada masa akhir perkuliahan di IPB penulis merancang
penelitian dengan inovasi mandiri yakni yang berjudul Sebaran dan Preferensi
Habitat Pesut (Orcaella brevirostris) di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
brevirostris DI TELUK BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR
ANGGI PUTRA PRAYOGA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran dan Preferensi
Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2014
Anggi Putra Prayoga
NIM C24080086
ABSTRAK
ANGGI PUTRA PRAYOGA. Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella
brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh M
MUKHLIS KAMAL dan MIRZA D KUSRINI.
Tingginya aktivitas manusia dalam memanfaatkan Teluk Balikpapan
menyebabkan semakin sempitnya ruang yang tersedia bagi Pesut untuk
melangsungkan proses kehidupan. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu mengkaji
habitat yang ditempati Pesut serta persebaran terkini. Selain itu, dilakukan
pengkajian preferensi habitat Pesut di Teluk Balikpapan. Penelitian dilakukan
pada12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, dan 25 Desember 2013 di Teluk Balikpapan. Tiga
orang pengamat secara konsisten mengamati kemunculan Pesut secara langsung di
atas kapal. Pesut tersebar tidak merata di Teluk Balikpapan. Sungai Riko, Muara
Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI merupakan
habitat penting ditemukannya Pesut. Sebagian besar (95%) habitat ditemukannya
Pesut berada di muara sungai. Hal ini menjadi indikasi bahwa muara sungai
dijadikan sebagai habitat kesukaan (preferensi habitat) Pesut di Teluk Balikpapan.
Kegiatan industri (pengolahan minyak, batu bara, pelabuhan kontainer, PLTU,
Kehutanan), penangkapan ikan, dan transportasi jasa menyebabkan tingginya
jumlah kapal yang melintas mengancam keberlangsungan Pesut di Teluk
Balikpapan.
Kata kunci: Pesut, Preferensi Habitat, Sebaran, Teluk Balikpapan
ABSTRACT
ANGGI PUTRA PRAYOGA. The Distribution and Habitat Preference of
Irrawaddy Dolphin Orcaella brevirostris in Balikpapan Bay, Eastern Borneo.
Supervised by M MUKHLIS KAMAL and MIRZA D KUSRINI.
The increasing number of human activities in using Balikpapan Bay has
caused the decrease of space available for Irrawaddy dolphin to conduct their
normal life. The purpose of this research was to study the habitat of Irrawaddy
dolphins and their distribution. In addition, the aim is also to study the Irrawaddy
dolphins habitat preference in the Balikpapan Bay. Survey was carried out at 12,
14, 16, 17, 18, 20, 22, and 25 December 2013 in Balikpapan Bay. Three
surveyor consistently observed Irrawaddy dolphins directly from the boat.
Irrawaddy dolphins are not distributed evenly in Balikpapan Bay but instead, live
in selected places. Riko River, MuaraTempadung, Benawa Besar Island, Tanjung
Batu, and Pelabuhan ITCI are important habitats for Irrawaddy dolphins. It was
also found that most habitats of Irrawaddy dolphins are located at the mouth of the
river. Consequently, it is indicated that the location is the most preferred by
Irrawaddy dolphins in Balikpapan Bay. Industrial, fishing, and transportation
activities have increased the number of ships that cross Balikpapan Bay, and it
might be a threat for the life of the Irrawaddy dolphins.
Keywords: Balikpapan Bay, Distribution, Habitat Preference, Irrawaddy Dolphin
SEBARAN DAN PREFERENSI HABITAT PESUT Orcaella
brevirostris DI TELUK BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR
ANGGI PUTRA PRAYOGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Sebaran dan Preferensi Habitat Pesut Orcaella brevirostris di Teluk
Balikpapan, Kalimantan Timur
Nama
: Anggi Putra Prayoga
NIM
: C24080086
Disetujui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Pembimbing I
Mirza Dikari Kusrini, PhD
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah dan karunia-Nya skripsi yang berjudul Sebaran dan Preferensi Habitat
Pesut Orcaella brevirostris di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur berhasil
diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para pihak
yang telah membantu secara materiil maupun moriil dalam penyelesaian skripsi
ini di antaranya, yaitu:
1. IPB dan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah
memberikan kesempatan untuk studi kepada penulis.
2. Bapak Dr Ir M Mukhlis Kamal MSc (Pembimbing I), Ibu Mirza Dikari
Kusrini PhD (Pembimbing II), Bapak Dr Ir Rahmat Kurnia Msi (Penguji
skripsi), Bapak Ali Mashar SPi MSi (Pembimbing akademik), dan Ibu Dr Ir
Yunizar Ernawati MSi (Komisi pendidikan) atas dedikasi, arahan, dan
kesabaran membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi dan
akademik di IPB.
3. Orang tua dan keluarga di Cianjur yang telah memberikan motivasi, do’a,
dukungan materiil, dan kasih sayangnya.
4. Stanislav Lhota PhD, Mariyana, Karnila MM MBA, Amar, dan Darman atas
pinjaman perahu, binokuler, semangat, dan kepercayaan yang diberikan.
5. Jain dan Yuliansyah yang sudah bersedia menjadi motoris serta YK RASI,
alumni kehutanan IPB Samarinda, dan LSM Stabil atas informasi dan arahan
yang diberikan.
6. Keluarga Bapak H Kahar, keluarga Bapak Syahdan, Bapak Adi S, staf ITCI,
keluarga Mapala Cadas.com, dan keluarga Mapala Uniba atas bantuan dalam
pengambilan data, tumpangan tidur, jamuan makan, informasi, dan fasilitas
lainnya yang diberikan.
7. Mutiara Fadhila, seorang sahabat setia yang selalu memberikan senyuman
dan semangatnya dikala penulis mengalami kebuntuan.
8. Fauzy Rahman atas bantuan dalam pembuatan peta.
9. Keluarga Besar LAWALATA IPB, angkatan Bantimurung Bulusaraung,
Japun, Sheilla, Nonet, Ria, Ira dan Gustav yang sudah bersedia membaca
karya ilmiah ini.
10. Teman-teman seperjuangan MSP 45 atas semangat, tawa, canda, emosi, dan
kenangan indah selama masa perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Anggi Putra Prayoga
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persebaran Pesut di Teluk Balikpapan
Preferensi Habitat Pesut di Teluk Balikpapan
Ancaman
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
2
2
3
5
5
5
6
12
12
16
16
16
17
19
DAFTAR TABEL
1. Habitat, tanggal pengamatan, waktu pengamatan, waktu muncul, dan
estimasi jumlah Pesut selama survei
2. Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk
Balikpapan
3. Karakteristik lingkungan habitat Pesut ditemukan
4. Habitat, total lama waktu teramati, dan perilaku Pesut saat muncul ke
permukaan
6
7
9
10
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal
Peta lokasi penelitian
Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut
Keberadaan habitat dan ukuran kelas Pesut
Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan
4
4
8
11
11
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Peta sebaran Pesut di Sungai RikoTeluk Balikpapan
Peta sebaran Pesut di Muara Tempadung Teluk Balikpapan
Peta sebaran Pesut di Pulau Benawa Teluk Balikpapan
Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Sungai Riko
Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Muara Tempadung
Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Pulau Benawa Besar
Kenampakan Pesut dan potret habitat di Teluk Balikpapan
Peta sebaran Pesut di Teluk Balikpapan tahun 2000, 2001, dan 2013
19
20
21
22
23
24
25
26
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dianugerahi sebagai perairan dengan keanekaragaman cetacean
yang tinggi (Wardiatno et al. 2010). Terdapat 30 jenis cetacean (lumba-lumba,
paus, dan porpois) dari 86 jenis yang terdata di dunia menempati perairan
Indonesia (Wiadnyana et al. 2005). Cetacean dapat ditemukan di habitat perairan
sungai, mangrove termasuk pesisir, dan lingkungan laut terbuka (Dharmadi dan
Wiadnyana 2010).
Pesut atau lumba-lumba Irrawaddy (Orcaella brevirostris) menurut daftar
merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), terbagi dalam 2
jenis cetacean, yaitu cetacean air tawar dan pesisir. Jenis ini dapat ditemukan di
perairan dangkal, pesisir pantai daerah tropis, dan subtropis Indo-Pasifik (Smith et
al. 2003), dari Barat Laut Teluk Bengal sampai Timur Laut Australia (Stacey dan
Arnold 1999). Pesut juga ditemukan di 3 sistem sungai besar di Asia Tenggara:
Mekong, Mahakam, dan Ayeyarwady (Baird et al. 2005) dan di perairan pesisir
timur Pulau Kalimantan (Kreb dan Budiono 2005a). Secara umum, Pesut di
Indonesia tercatat ditemukan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Irian
Jaya (Morzer Bruyns 1966; Stacey dan Leatherwood 1997 in Stacey dan Arnold
1999); konsentrasi utama area tersebut, yaitu di wilayah pesisir Cilacap (Segara
Anakan) pesisir selatan Pulau Jawa dan di Pulau Kalimantan (Perrin et al. 1996 in
Stacey dan Arnold 1999). Salah satu habitat pesisir ditemukannya Pesut, yaitu
Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Persebaran habitat Pesut kian terdesak
karena tingginya aktivitas industri dan lalu lintas kapal (Kreb 2009).
Batas kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan di
Kalimantan Timur sudah tidak seimbang sehingga mengakibatkan kualitas
lingkungan hidup terus menurun (Harfani 2007). Terjadinya penurunan kualitas
habitat akibat tercemar polusi suara (transportasi kapal), sedimentasi (Kreb dan
Susanti 2008), dan bahan kimia (limbah industri batu bara) terhadap perairan
(Harfani 2007) mengakibatkan pengaruh negatif terhadap keberlangsungan
sumberdaya perikanan (Kreb 2009).
Kota Balikpapan terus berkembang menjadi wilayah industri yang sangat
maju. Perkembangan industri tersebut memberikan pengaruh terhadap ekosistem
Teluk Balikpapan. Tingginya laju degradasi hutan dan deforestasi akibat aktivitas
dari kegiatan industri menyebabkan kondisi Pesut kian terdesak dengan tingginya
sedimentasi perairan dan rusaknya ekosistem (PTB [tahun terbit tidak diketahui]).
Padatnya jalur transportasi kapal yang melintas di perairan menyebabkan
bergesernya habitat yang ditempati Pesut (Kreb 2009). Hal ini menyebabkan
Pesut hanya menempati tempat-tempat tertentu sebagai habitat yang disukai (Kreb
dan Budiono 2005b).
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji persebaran terkini dan habitat Pesut di Teluk Balikpapan.
2. Mengkaji preferensi habitat Pesut
2
Manfaat Penelitian
Tersedianya data dan informasi terbaru tentang sebaran dan habitat Pesut
sebagai referensi dan masukan dalam perencanaan pengelolaan ekosistem Teluk
Balikpapan agar terciptanya lingkungan yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12, 14, 16, 17, 18, 20, 22, dan 25
Desember 2013. Lokasi penelitian meliputi perairan bagian Pesisir, Sungai Riko,
Jenebora, Pulau Kwangan, Pulau Balang, Tanjung Batu, Muara Tempadung,
Pelabuhan ITCI, Pulau Benawa Besar, Pulau Benawa Kecil, Sungai Semuntai, dan
Sungai Sepaku di wilayah Teluk Balikpapan (Gambar 2). Teluk Balikpapan
terletak pada koordinat 116˚42’-116˚50’ BT dan 1˚-1˚22’ LS dengan luas perairan
lebih kurang 120 km² dan lebar maksimal lebih kurang 7 km (Kreb 2009). Teluk
Balikpapan berada pada wilayah administrasi Kota Balikpapan dan Kabupaten
Penajam Paser Utara.
Alat Penelitian
GPS (Global Positioning System), kamera digital (Canon SX160s),
binokuler, laptop, papan jalan, dan alat tulis.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk pengambilan data dilakukan dengan cara
observasi langsung, yaitu pengamat berada di atas kapal mencatat data-data yang
diperlukan pada lembar data yang telah disediakan. Peneliti dibantu oleh 2 orang
pengamat. Satu orang pengamat bertugas untuk mencatat, mengambil foto, video,
dan mengamati keberadaan Pesut.
Satu orang lainnya bertugas untuk
mengemudikan kapal dan mengamati tanda-tanda kemunculan Pesut.
Pergantian posisi pengamat dilakukan untuk mengurangi pandangan yang
kabur. Pergantian posisi dilakukan pada pengamat 1 dan pengamat 2 yang berada
di haluan dan tengah kapal. Pengamat 3 secara terus menerus berada di buritan
kapal (Gambar 1). Pergantian posisi dilakukan jika salah satu pengamat mulai
memiliki pandangan yang kabur akibat kelelahan.
Posisi pengamat berbaris ke belakang. Pengamat 1 berada di haluan kapal
mengamati 180˚ ke arah depan menggunakan binokuler, pengamat 2 berada di
bagian tengah kapal dengan sesekali menggunakan binokuler, dan pengamat 3
berada di buritan kapal.
Perkiraan jarak antara pengamat dengan titik
ditemukannya Pesut dicatat. Perkiraan jarak dilatih dengan mencocokan antara
hasil taksiran dengan tracking GPS (Global positioning system). Metode ini telah
dilakukan oleh Wardiatno et al.(2010) di Kepulauan Seribu serta diadaptasi dari
Kreb (2009) di Teluk Balikpapan, dan sesuai dengan rekomendasi IUCN (Smith
3
dan Reeves 2000). Kegiatan survei dihentikan saat cuaca buruk atau pukul 16.00
sampai 17.00 WITA.
Tanda-tanda kemunculan Pesut dicatat terutama saat terlihat muncul ke
permukaan untuk bernapas, berenang, dan menyelam di sepanjang perairan Teluk
Balikpapan. Selain itu, dicatat juga: waktu dan tanggal; posisi latitud; posisi
longitud; jumlah (ekor); kondisi lingkungan (angin, awan, hujan, silau matahari);
perilaku yang teramati (berenang, makan, menggiring ikan, bermain, bernapas
atau gabungan perilaku seperti berenang memburu ikan); kondisi karakter fisik;
dan ekologi perairan termasuk kegiatan manusia (bau, buih busa, muara, vegetasi,
pemukiman, industri, warna air, keramaian transportasi kapal, sumber
pencemaran, pemukiman); serta stadia Pesut.
Pesut dewasa memiliki sirip punggung dan ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan Pesut yang baru lahir atau remaja. Bayi Pesut terkecil
memiliki ukuran 91 cm dan berat 10.8 kg. Interval panjang Pesut, yaitu 91
sampai 114 cm dan berat 7.3 sampai 15.8 kg (Beasley 2007). Aktivitas yang
dilakukan oleh Pesut dewasa lebih atraktif. Selain itu, terdapat perbedaan warna
tubuh yang kontras pada bayi atau remaja Pesut, yaitu pada bagian kepalanya
berwarna keputih-putihan.
Estimasi jumlah menggunakan perhitungan secara langsung saat Pesut
muncul ke permukaan. Perhitungan jumlah melalui ciri morfologi (bentukan
tubuh) seperti sirip punggung atau sirip ekor Pesut. Perhitungan tersebut
memusatkan pada 1 titik perairan saat Pesut kembali masuk ke dalam permukaan,
terutama pada perhitungan Pesut yang berkelompok. Metode ini memungkinkan
terjadinya bias atau perhitungan ganda. Cara untuk membedakan setiap kelompok
Pesut, yaitu kemunculan Pesut saat muncul ke permukaan lebih dari 2 sampai 3
menit.
Perhitungan jumlah kapal dilakukan di Kelurahan Jenebora. Jenebora
memiliki lokasi yang strategis untuk menghitung jumlah kapal karena arah
pandangan ke depan yang luas. Selain itu, Jenebora menjadi jalur perlintasan
kapal dari Balikpapan dan menuju Balikpapan. Perhitungan dilakukan 1 kali pada
pukul 08.15 sampai 09.15 WITA. Pagi hari menjadi waktu yang tepat karena
aktivitas masyarakat lebih banyak dilakukan saat pagi hari.
Identifikasi spesies menggunakan metode perekaman video. Hal ini sesuai
dengan metode yang dilakukan oleh Bearzi dan Saylan (2011) di Teluk Santa
Monica, California.
Analisis Data
Hasil koordinat lokasi kemunculan Pesut yang telah disimpan pada GPS
kemudian diolah pada komputer dengan menggunakan software ArcGIS 10.
Hasilnya tercipta sebuah peta yang berisikan informasi sebaran Pesut di Teluk
Balikpapan. Pencatatan habitat ditemukannya Pesut menggunakan metode
dekripsi, yaitu lokasi keberadaan Pesut dituliskan sesuai kondisi yang terlihat atau
terekam. Perilaku yang teramati dianalisis terkait jenis aktivitas, arah renang, dan
lama muncul ke permukaan.
4
Gambar 1 Ilustrasi lokasi pengamat di atas kapal (Wardiatno et al.2010).
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persebaran Pesut di Teluk Balikpapan
Selama survei dilaksanakan, terdapat 5 habitat ditemukannya Pesut di
Teluk Balikpapan: (1) Sungai Riko, (2) Muara Tempadung, (3) Pulau Benawa
Besar, (4) Tanjung Batu, dan (5) Pelabuhan ITCI (Tabel 1). Total perjumpaan,
yaitu 130 ekor dari 8 kali pengamatan. Paling banyak Pesut ditemukan di Muara
Tempadung sedangkan paling sedikit ditemukan di Pelabuhan ITCI. Pesut di
Sungai Riko hanya ditemukan pada tanggal 12 Desember 2013 (45 ekor) selama
survei berlangsung. Pesut di Pulau Benawa Besar ditemukan pada 2 kali survei,
yaitu 12 Desember 2013 (14 ekor) dan 17 Desember 2013 (5 ekor). Pesut di
Muara Tempadung ditemukan pada tanggal 14 Desember 2013 (57 ekor).
Pesut di Pelabuhan ITCI dan Tanjung Batu ditemukan diluar waktu survei
yang ditentukan, yaitu saat pengamat berada di atas kapal penumpang pada
tanggal 16 Desember 2013 (2 ekor) dan 22 Desember 2013 (7 ekor). Perjumpaan
dengan Pesut diluar waktu survei terjadi juga di Muara Tempadung, yaitu pada
tanggal 18 Desember 2013 (3 ekor). Survei pada tanggal 20 dan 25 Desember
2013 tidak terjadi perjumpaan dengan Pesut.
Sebagian besar habitat Pesut sepanjang garis pantainya ditumbuhi vegetasi
mangrove (Tabel 2). Sedikit sekali vegetasi mangrove yang tumbuh di daerah
Pesisir kecuali di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Bibir pantai Pesisir
Kota Balikpapan banyak dijadikan sebagai pelabuhan kapal. Begitu juga di
daerah Tanjung Batu dijadikan sebagai pelabuhan kapal dan lokasi industri.
Daerah Jenebora dan sekitarnya (Pantai Lango) dijadikan sebagai tempat
pemukiman masyarakat.
Tipe saluran perairan yang teridentifikasi, yaitu Pesisir (hilir), muara
sungai (>200m), tepi tanjung, di antara pulau, muara dan pulau, dan muara dan
dataran banjir. Muara sungai merupakan tipe saluran yang paling banyak
ditemukan di sepanjang Teluk Balikpapan. Banyak sungai-sungai yang bermuara
ke dalam perairan Teluk Balikpapan. Salah satunya, yaitu Sungai Riko yang
menjadi habitat penting bagi Pesut.
Hampir di setiap perairan Teluk Balikpapan dijadikan sebagai area
penangkapan ikan (fishing ground) oleh nelayan. Jenis alat tangkap yang
digunakan, yaitu muroami, pancing, dan jaring insang (gillnet). Sebagian wilayah
di Jenebora perairannya dijadikan sebagai area budidaya rumput laut. Pelabuhan
ITCI wilayah perairannya tidak dijadikan sebagai area penangkapan ikan.
6
Tabel 1 Habitat, tanggal pengamatan,waktu pengamatan, waktu muncul, dan
estimasi jumlah Pesut selama survei
Lokasi
Tanggal
Waktu
Waktu muncul
Estimasi
pengamatan
pengamatan (WITA)
jumlah
(WITA)
(ekor)
Pesisir
25 Desember
09.00-11.30 0
2013
Sungai Riko
12 ², 14, 25, dan
Desember 2013
08.30-11.40
09.27-10.18
45
Jenebora
12, 14, 25, dan
Desember 2013
09.00-11.50
-
0
Pulau
Kwangan
12, 14, 25, dan
Desember 2013
09.10-12.00
-
0
Tanjung
Batu
22 ¹ ² dan 25
Desember 2013
13.15-16.45
16.33-16.39
7
Muara
Tempadung
14 ², 20, 18 ¹ ²,
dan 25
Desember 2013
09.10-13.10
09.29-09.33 dan
11.01-11.51
60
Pelabuhan
ITCI
17, 16 ¹ ², 20,
dan Desember
2013
07.52-08.00
dan 12.0016.00
15.34-15.36
2
Pulau
Benawa
Besar
12 ², 17 ², 20,
dan Desember
2013
08.00-15.46
14.21-14.31 dan
15.34-15.44
19
Sungai
Semuntai
17 dan 20
Desember 2013
08.44-11.20
-
0
Sungai
Sepaku
17 dan 20
Desember 2013
09.00-15.00
-
0
¹ Perjumpaan pada tanggal diluar survei yang ditentukan
² Tanggal terjadinya perjumpaan
Preferensi Habitat Pesut di Teluk Balikpapan
Berbagai jenis tipe saluran perairan ditemukan di habitat Pesut. Tipe
saluran tersebut, yaitu muara sungai, muara dan pulau, tepi tanjung, dan muara
dan dataran banjir (Gambar 3). Tipe saluran ini didasarkan pada kondisi atau
kenampakan alam sebenarnya. Selain itu, berdasarkan rekomendasi IUCN dengan
beberapa adaptasi yang disesuaikan. Sebagian besar (95%) Pesut menempati area
muara. Hal ini mengindikasikan bahwa Pesut menyukai area muara. Hanya 5%
7
Pesut yang ditemukan di Tanjung Batu berada pada tipe saluran tepi tanjung atau
di luar muara.
Total jumlah perjumpaan dengan Pesut, yaitu 130 ekor tersebar pada 4 tipe
saluran perairan. Tipe saluran yang digunakan oleh Pesut tersebut, yaitu muara
sungai 34% (45 ekor), muara dan pulau 59% (79 ekor), tepi tanjung 5% (7 ekor),
dan muara dan dataran banjir 2% (2 ekor). Sungai Riko bertipe saluran muara
sungai; Muara Tempadung dan Pulau Benawa Besar bertipe saluran muara dan
pulau; Tanjung Batu bertipe saluran tepi tanjung; dan Pelabuhan ITCI bertipe
saluran muara dan dataran banjir.
Tabel 2 Habitat, tutupan vegetasi, tipe saluran, dan aktivitas perikanan di Teluk
Balikpapan
Habitat
Tutupan vegetasi
Tipe saluran
Aktivitas
perikanan
Pesisir
Sedikit sekali
Pesisir
Fishing
ditumbuhi vegetasi
ground
Sungai Riko Sebagian besar
Muara sungai (>200m) Fishing
ditumbuhi mangrove
ground
Jenebora
Ditumbuhi mangrove Tepi tanjung
Aquaculture
di lokasi tertentu
Fishing
ground
Fishing
ground
Pulau
Kwangan
Tanjung
Batu
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Sedikit sekali
ditumbuhi vegetasi
Di antara pulau
Muara
Tempadung
Pelabuhan
ITCI
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara dan pulau
Pulau
Benawa
Besar
Sungai
Semuntai
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara dan pulau
Fishing
ground
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara sungai (>200 m)
Fishing
ground
Sungai
Sepaku
Sebagian besar
ditumbuhi mangrove
Muara dan pulau
Fishing
ground
Tepi tanjung
Muara dan dataran
banjir
Fishing
ground
-
Kedalaman perairan terendah habitat ditemukan Pesut, yaitu 2.5 m dan
terdalam 20 m. Pelabuhan ITCI merupakan area dataran banjir sehingga ketika
surut dasar perairannya terlihat. Jarak terdekat antara pengamat dengan bibir
pantai, yaitu lebih kurang 30 m (di Pelabuhan ITCI) dan jarak terjauh, yaitu lebih
dari sama dengan 500 m (di Muara Tempadung).
Kemunculan Pesut menunjukan karakter lingkungan yang unik (Tabel 3).
Kemunculan Pesut di Sungai Riko ditandai saat arus tenang dan kondisi angin
tidak bergemuruh. Hal ini terlihat juga pada kondisi kapal yang tidak berayun
8
kuat sehingga pengamatan di atas kapal bisa berjalan sempurna. Kondisi langit
yang berawan membuat pandangan menjadi tidak silau. Dibandingkan dengan
survei tanggal 25 Desember 2013, kondisi arus dan angin cukup kuat serta
matahari bersinar cerah sehingga tidak ditemukan Pesut muncul ke permukaan.
Gambar 3 Jenis tipe saluran yang digunakan Pesut
Kemunculan Pesut di Muara Tempadung ditandai dengan kondisi
lingkungan yang unik juga. Langit berawan gelap dan hujan gerimis. Saat itu
kondisi permukaan perairan sangat tenang dan tidak terlihat pergerakan massa air.
Pada kondisi tersebut Pesut muncul ke permukaan dan menunjukan perilaku
berkelompok dalam kurun waktu yang cukup lama.
Kemunculan Pesut di Pulau Benawa ditandai dengan kondisi langit yang
berbeda. Pada perjumpaan tanggal 12 Desember 2013 terjadi hujan yang sangat
deras pada pukul 10.58 WITA dari arah hulu (Pulau Benawa Besar ) ke arah hilir
(Tanjung Batu dan Pesisir). Setelah itu hujan berhenti pada pukul 13.00 WITA.
Pada pukul 14.12 WITA langit kembali berawan dan Pesut muncul. Pada kondisi
tersebut arus permukaan laut cukup tenang dan angin tidak berhembus kuat. Hal
ini berhubungan dengan kondisi langit, arus, angin, dan salinitas yang
memengaruhi lingkungan perairan. Pada tanggal 17 Desember 2013 kemunculan
Pesut ditandai dengan kondisi arus permukaan yang sangat tenang. Pada saat
pengamatan tanggal 25 Desember 2013 kondisi pasang surut berjalan dengan
sangat cepat. Kondisi permukaan air laut bergemuruh. Saat itu langit cerah dan
pandangan silau pada siang hari. Baik di Sungai Riko, Muara Tempadung, dan
Tanjung Batu tidak terjadi perjumpaan dengan Pesut pada tanggal 25 Desember
2013.
Pesut stadia dewasa (adult) dapat ditemukan di semua habitat (Gambar 4).
Bayi Pesut (neonate) ditemukan di Sungai Riko. Pesut stadia remaja (sub adult)
ditemukan di 2 habitat, yaitu Muara Tempadung dan Pulau Benawa. Stadia bayi
dan remaja dicirikan dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran induk atau
dewasa. Bayi Pesut memiliki kemampuan berperilaku yang lebih sederhana saat
muncul ke permukaan. Ciri khas yang mencolok dari stadia remaja, yaitu
9
memiliki corak putih pada bagian kepala yang terlihat saat muncul ke permukaan.
Pesut dewasa berwarna abu-abu pucat.
Tabel 3 Karakteristik lingkungan habitat Pesut
Habitat
Interval
Kondisi arus
kedalaman permukaan dan
(m) ¹
angin ²
5.6-13
Sungai Riko
Arus cukup tenang
dan angin tidak
berhembus
kuat.
Permukaan air tidak
bergemuruh, hanya
membentuk
gelombang kecil.
2.5-20
Muara Tempadung
Arus permukaan air
cukup tenang dan
angin
tidak
berhembus
kuat
(tenang).
10-14
Pulau Benawa Besar
Arus permukaan air
cukup tenang dan
angin
tidak
berhembus kuat.
9.6-11
Tanjung Batu
Arus permukaan air
dan
angin
berhembus cukup
kuat.
(Dataran
Pelabuhan ITCI
Arus permukaan air
banjir)
tenang dan angin
tidak
berhembus
kuat.
Jarak pengamat ke
tepi pantai (m)
150≤dan≤500
>500
50≤dan≤400
=200
=30
¹ Peta informasi kedalaman perairan Dinas Hidro-Oseanografi tahun 2002
² Berdasarkan pada pengamatan langsung saat kemunculan Pesut
Paling lama kelompok Pesut muncul ke permukaan dan terlihat, yaitu di
habitat Muara Tempadung selama 54 menit (Tabel 4). Paling singkat terlihat di
Pelabuhan ITCI, yaitu 2 menit. Habitat lainnya, yaitu Sungai Riko, Muara
Tempadung, Pulau Benawa Besar, dan Tanjung Batu menunjukan perilaku Pesut
berkelompok sosial.
Paling umum ditemukan perilaku berenang dengan menunjukan sirip
punggung dan ekor. Perilaku lainnya yang teramati, yaitu kelompok Pesut
membentuk formasi barisan kemudian berenang sambil bernapas (selang waktu
lebih kurang dari 5 detik) dan menyelam secara bersamaan (selang waktu lebih
kurang dari 1 detik antar individu Pesut). Pesut di Tanjung Batu menunjukan
perilaku yang berbeda dengan di habitat lainnya, yaitu Pesut bergerak aktif masuk
dan keluar permukaan air.
10
Tabel 4 Habitat, total lama waktu teramati, dan perilaku Pesut saat muncul ke
permukaan
Lokasi
Total lama waktu
teramati
Perilaku
Sungai Riko
51 menit
Terdiri dari beberapa kelompok
kecil yang datang dari arah hulu.
Berenang dan menyelam dengan
menunjukan sirip punggung dan
ekor.
Perilaku
sosial
berkelompok ditunjukan dengan
membentuk sebuah barisan
kemudian
bernapas
secara
berulang dalam selang waktu
lebih kurang dari 5 detik.
Tanjung Batu
6 menit
Bergerak aktif masuk dan keluar
permukaan air pada 1 titik lokasi
sehingga
membentuk
air
bergejolak di sekitarnya.
Muara Tempadung
54 menit
Terdiri dari beberapa kelompok
kecil yang datang dari arah hulu.
Berenang
dan
menyelam
menunjukan sirip punggung dan
ekor.
Arah renang menuju
Timur, Barat, Selatan, dan
Utara.
Perilaku
sosial
berkelompok
membentuk
barisan kemudian bernapas
(selang waktu lebih kurang dari
5 detik) dan menyelam.
Pelabuhan ITCI
2 menit
Berenang dengan menunjukan
sirip punggung menuju hilir
Pulau Benawa Besar
20 menit
Arah renang menuju Barat Laut,
Barat dan Timur.
Perilaku
berkelompok, bernapas secara
berulang dengan membentuk
barisan panjang. Perilaku unik
ditunjukan dengan melompat
mengejar 2 ekor pesut di depan.
11
Gambar 4 Keberadaan habitat dan ukuran kelas Pesut
.
Gambar 5 Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan
12
Ancaman
Peningkatan jumlah kapal yang melintas di Teluk Balikpapan menjadi
ancaman penting terhadap keberlangsungan Pesut. Peningkatan jumlah kapal
terjadi pada tahun 2000, 2001, dan 2008. Peningkatan terus terjadi hingga pada
tahun 2013 jumlah kapal yang melintas 50 kapal (Gambar 5).
Selain itu, di Sungai Riko telah dibangun pelabuhan kapal untuk memuat
barang-barang dan kegiatan industri batu bara. Hal ini berpotensi menyebabkan
terjadinya sedimentasi dan polusi suara yang diakibatkan oleh aktivitas kapal.
Pembangunan jembatan dan kegiatan industri pengolahan minyak di Muara
Tempadung berpotensi menyebabkan terjadinya polusi suara dan pencemaran
perairan. Hal ini juga terjadi di Tanjung Batu, yaitu banyaknya kegiatan industri
yang beroperasi di sekitar bibir atau tepi pantai teluk. Pulau Benawa Besar dan
Pelabuhan ITCI terjadi ancaman berupa perlintasan kapal dari kegiatan industri
dan kapal (jenis jasa) milik masyarakat. Hulu Teluk Balikpapan terdapat 4
pelabuhan industri batu bara. Hal ini meningkatkan lalu lintas kapal dari arah
hulu menuju hilir Teluk Balikpapan.
Pembahasan
Perjumpaan 130 ekor Pesut dalam penelitian ini tidak menggambarkan
kondisi populasi Pesut di wilayah penelitian.
Kemungkinan bias dalam
perhitungan terjadi karena dalam studi ini tidak termasuk perhitungan populasi.
Selama survei berlangsung Pesut ditemukan di habitat Sungai Riko, Muara
Tempadung, dan Pulau Benawa Besar. Selain itu, terjadi perjumpaan dengan
Pesut diluar waktu survei yang ditentukan, yaitu Tanjung Batu dan Pelabuhan
ITCI. Pelabuhan ITCI diduga sebagai habitat baru Pesut untuk bermain atau
mencari makan. Habitat Pantai Lango, Jenebora, Pulau Kwangan, Pulau Jumang,
dan sampai Pesisir yang sebelumnya menjadi habitat Pesut (Kreb 2009) tidak
ditemukan Pesut muncul ke permukaan. Hal ini karena meningkatnya jumlah
kapal yang melintas dari 5 sampai 6 kapal pada tahun 2000 dan 2001 menjadi 20
sampai 30 kapal pada tahun 2008 sehingga Pesut lebih banyak ditemukan di
bagian hulu teluk (Kreb 2009). Padatnya transportasi kapal memengaruhi pola
kebiasaan Pesut. Pesut pada kondisi tersebut lebih lama di dalam perairan
mencapai kurang dari sama dengan 300 m (Kreb dan Rahadi 2004). Habitat
Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, dan Tanjung Batu menjadi
habitat yang penting bagi Pesut. Pesut dapat ditemukan pada berbagai musim
angin (utara dan selatan) dan ditemukan dalam periode kurun waktu 2001, 2002,
2008 dan 2013.
Habitat ditemukannya Pesut sebagian besar bibir pantainya masih banyak
ditumbuhi vegetasi mangrove. Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa
Besar, dan Tanjung Batu menjadi area menangkap ikan (fishing ground) bagi
nelayan. Hal ini menunjukan bahwa melimpahnya sumberdaya ikan di habitat
ditemukannya Pesut. Fungsi lahan mangrove sebagai daerah asuhan bagi ikanikan (nursery ground) dimanfaatkan oleh Pesut sebagai daerah mencari makan
(feeding ground). Oleh karena itu, kelima habitat tersebut diindikasikan menjadi
area mencari makan (feeding ground) bagi Pesut. Hal lain ditunjukan dengan
perilaku yang lebih lama pada lokasi tertentu hingga 51 menit. Terjadi tumpang
13
tindih area yang digunakan oleh Pesut dan kegiatan perikanan. Cetacean
menyukai area penangkapan ikan, terjadi persaingan antara kegiatan perikanan
dan cetacean (Kelkar et al. 2010). Selain itu, pengaruh kedalaman membuat Pesut
lebih mudah beratraksi dalam mengejar ikan (Kreb dan Budiono 2005b). Pada
kedalaman perairan, kemampuan cetacean dalam mencari makan dibatasi oleh
kekuatan menahan napas (Stacey dan Hvenegaard 2002). Perilaku mencari
makan berhubungan dengan keberadaan pasang surut air laut. Jumlah kelompok
mungkin berhubungan dengan kegiatan pencarian makan namun tidak ada
hubungannya dengan lamanya menyelam (Gregory dan Rowden 2001).
Berbagai habitat perjumpaan dengan Pesut menunjukan 95% berada di
area muara. Sungai Riko (34%), Muara Tempadung, dan Pulau Benawa Besar
(63%) serta Pelabuhan ITCI (2%). Muara tersebut berturut-turut, yaitu muara
Sungai Riko, muara Sungai Tempadung, muara Sungai Baruangin, dan muara
Sungai Seloang. Hanya 5% atau 7 ekor dari total perjumpaan 130 ekor dengan
Pesut yang menempati tepi tanjung. Area muara menjadi daerah kesukaan bagi
Pesut yang ditemukan di Teluk Balikpapan. Begitu juga Pesut yang menempati
habitat Sungai Mahakam lebih menyukai area muara (Kreb dan Budiono 2005b).
Hal serupa ditunjukkan oleh Pesut di wilayah lain. Pesut di Sungai Mekong
(Stacey 1996) dan Sungai Ayeyarwady (Smith et al. 1997) menunjukan kesukaan
pada area muara atau kedalaman tempat terjadinya pertemuan massa air. Sedikit
sekali Pesut ditemukan berada di pertengahan aliran air (Kreb 2009). Hal ini
disebabkan karena area muara memiliki kelimpahan ikan yang tinggi serta
menjadi pertemuan massa air sehingga ikan sewaktu-waktu terperangkap (Kreb
dan Budiono 2005b). Pesut di hutan mangrove Sundarbans Bangladesh,
bergantung pada karakteristik lingkungan, yaitu banyaknya kelimpahan aliran
sungai, termasuk rendahnya salinitas, dan keberadaan muara sungai (Smith et al.
2009).
Ditemukannya berbagai ukuran kelas di habitat yang ditemukan
menandakan penggunaan wilayah tertentu oleh Pesut. Stadia dewasa (adult)
ditemukan di semua habitat Pesut dalam survei tahun 2013 ini. Pada stadia bayi
(neonate) Pesut yang hanya ditemukan di habitat Sungai Riko berjumlah 6 ekor.
Hal ini menandakan bahwa habitat Sungai Riko menjadi daerah asuhan (nursery
ground) bagi Pesut. Keberadaan stadia remaja (sub adult) Pesut yang ditemukan
di habitat Muara Tempadung dan Pulau Benawa menandakan habitat penting juga
bagi pengasuhan dan kelangsungan keberadaan Pesut di Teluk Balikpapan.
Habitat Tanjung Batu dan Pelabuhan ITCI ditemukan hanya stadia Pesut dewasa.
Pada semua habitat ditemukannya Pesut, yaitu Sungai Riko, Muara Tempadung,
Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan Pelabuhan ITCI digunakan juga sebagai
daerah untuk berburu makanan (feeding ground). Koridor antara Pulau Balang
dan Muara Tempadung dengan Pulau Benawa Besar diduga menjadi jalur
berenang untuk berpindah lokasi hulu-hilir sebagai daerah jelajahnya. Hal ini
karena lokasi kedua habitat tersebut berdekatan. Daerah untuk makan dan
berburu makanan; aktivitas kawin termasuk bersosialisasi dan masa pra-kawin;
daerah melahirkan termasuk pengasuhan, membesarkan bayi, dan istirahat
termasuk koridor untuk berpindah merupakan habitat penting bagi cetacean untuk
bertahan dan menjaga tingkat pertumbuhan populasi yang sehat (Hoyt 2005).
Ketika beristirahat cetacean lebih mudah terganggu dibandingkan saat melakukan
perilaku sosial (NRC 2003).
14
Selain Pesut, daerah berburu makanan juga dimanfaatkan oleh hewan jenis
reptilia, yaitu Penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu hijau ditemukan di 3 habitat,
yaitu Pulau Benawa Besar, Muara Tempadung, dan hulu teluk. Penyu hijau yang
ditemukan di Pulau Benawa Besar muncul selang beberapa detik setelah Pesut
muncul ke permukaan. Masing-masing Penyu hijau yang ditemukan berjumlah 1
ekor. Hal ini menjadi indikasi bahwa Pesut berasosiasi dengan Penyu hijau di
Pulau Benawa Besar. Selain Penyu, ditemukan juga reptilia jenis lainnya, yaitu
Buaya (Crocodillus sp.) yang menempati area hulu teluk (muara Sungai Semoi).
Pesut menempati habitat yang dekat dengan lokasi industri. Mulai dari
industri batu bara, pengolahan minyak kelapa sawit, PLTU (Pembangkit Listrik
Tenaga Uap), pelabuhan kontainer (peti kemas), dan perusahaan kehutanan
(Hutan Tanaman Industri) berlokasi di Teluk Balikpapan. Hal tersebut menjadi
ancaman serius terhadap keberlangsungan Pesut di Teluk Balikpapan.
Terdapat 2 jenis industri yang beroperasi di muara Sungai Riko. Industri
tersebut, yaitu batu bara dan pelabuhan kontainer (peti kemas). Industri batu bara
beroperasi mulai dari tahap eksploitasi sampai transportasi di sekitar muara sungai
(Lampiran 1). Kegiatan industri tersebut sangat berdekatan dengan lokasi
kemunculan Pesut. Potensi pencemaran dan sedimentasi yang tinggi mengancam
keberlangsungan Pesut. Selain itu, ada kemungkinan tertabraknya Pesut dan
terjadinya polusi suara yang diakibatkan aktivitas kapal. Terdapat rentang respon
perilaku pola muncul ke permukaan dan bernapas pada cetacean, untuk pemutusan
vokalisasi, untuk aktif menghindar atau kabur dari sumber area suara tertinggi
(NRC 2003).
Ancaman terhadap keberlangsungan Pesut lebih tinggi di Muara
Tempadung. Tingginya aktivitas industri pengolahan minyak dan pembangunan
jembatan di Muara Tempadung dapat meningkatkan polusi suara (Kreb 2009) dan
pencemaran perairan. Hal ini berakibat buruk terhadap keberlangsungan Pesut
karena kedua kegiatan tersebut sangat berdekatan dengan lokasi kemunculan
Pesut. Semakin padatnya transportasi kapal yang melintas untuk kebutuhan
pembangunan jembatan dan industri pengolahan kelapa sawit diprediksi akan
mempersempit ruang yang tersedia bagi Pesut untuk muncul ke permukaan dan
mengambil napas. Lama waktu menyelam Pesut secara nyata menurun saat tidak
ada kapal dengan jarak 100 m dari Pesut dibandingkan ketika ada kapal (Stacey
dan Hvenegaard 2002). Oleh karena itu, perlu ada pengaturan jalur transportasi
kapal untuk menghindari tertabraknya Pesut.
Pulau Benawa Besar dan Pelabuhan ITCI memiliki habitat yang lebih
aman dibandingkan dengan habitat Sungai Riko dan Muara Tempadung. Cukup
jauhnya lokasi operasi industri kehutanan dengan lokasi kemunculan Pesut
menjadikan Pulau Benawa Besar habitat yang aman. Namun, perlu diwaspadai
dengan keberadaan kegiatan industri yang berada di hulu teluk. Selain itu,
konversi hutan di Kabupaten Penajam Paser Utara perlu dikendalikan.
Habitat Tanjung Batu sudah menjadi kawasan industri sesuai dengan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan. Jenis industri yang
beroperasi, yaitu industri pengolahan minyak, pelabuhan pengisian batu bara,
pelabuhan kontainer, dan PLTU. Hal ini semakin sempit ruang yang tersedia bagi
Pesut untuk melangsungkan proses regenerasi.
Wilayah Pesisir tidak ditemukan Pesut muncul ke permukaan air. Hal ini
mungkin disebabkan karena padatnya transportasi kapal yang berada di wilayah
15
Pesisir. Jenis kapal yang beroperasi, yaitu kapal kargo, kapal minyak (tanker),
dan kapal pengangkut batu bara (Kreb 2009). Terdapat juga kapal nelayan dan
kapal ferry (jasa). Hal ini juga yang menyebabkan air di wilayah Pesisir dan
Tanjung Batu berbau oli sedangkan di Sungai Riko, Muara Tempadung, dan
Pulau Benawa Besar memiliki warna air bening kehijauan (tidak keruh), memiliki
rasa asin, dan tidak berbau. Walaupun penelitian ini tidak mengamati perilaku
Pesut secara fokus, namun diketahui bahwa cetacean menunjukan respon nyata
ketika didekati oleh kapal ferry dibandingkan kapal kecil (Lesage dan Barrette
1999). Hasil penelitian di pantai barat Australia tentang pengaruh keberadaan
kapal, khususnya kapal wisata terhadap lumba-lumba Hidung botol (Tursiop
truncatus) menunjukan adanya respon. Aktivitas kapal menyebabkan berubahnya
waktu dan frekuensi perilaku muncul ke permukaan serta struktur populasi dari
lumba-lumba. Waktu yang dihabiskan untuk istirahat dan makan menurun ketika
aktivitas berpindah (travelling) meningkat (Arcangeli dan Crosti 2008).
Tingginya kegiatan industri menyebabkan tingginya laju transportasi kapal
yang melintas di Teluk Balikpapan. Terjadi peningkatan sebesar 80% pada
jumlah kapal yang melintas semenjak tahun 2000 dan 2001, yaitu 5 sampai 6
kapal hingga tahun 2008 menjadi 20 sampai 30 kapal (Kreb 2009). Hal ini
berdampak pada persebaran Pesut yang pada tahun 2008 berpindah ke arah hulu
dan menyebabkan tingginya kepadatan populasi di bagian hulu (Kreb 2009). Pada
tahun 2013 jumlah kapal yang melintas mencapai 50 kapal sehingga
menyebabkan persebaran Pesut semakin terbatas karena ruang yang tersedia
semakin sempit. Hal ini terlihat juga pada hasil penelitian tahun 2013 bahwa
persebaran Pesut tidak merata dan hanya menempati habitat tertentu.
16
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pesut tersebar tidak merata di Teluk Balikpapan. Pesut menempati habitat
tertentu, yaitu Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung
Batu, dan Pelabuhan ITCI. Pelabuhan ITCI diduga sebagai habitat baru bagi
Pesut. Muara sungai menjadi area kesukaan bagi Pesut. Terdapat 95% atau 123
ekor dari total perjumpaan dengan Pesut yang menempati area muara sungai.
Saran
Terdapat sebuah sistem yang mengatur lalu lintas kapal (arah atau jalur
dan waktu) yang melintas di perairan Teluk Balikpapan, terutama di habitat
Sungai Riko, Muara Tempadung, Pulau Benawa Besar, Tanjung Batu, dan
Pelabuhan ITCI. Selain itu, membentuk area perlindungan bagi Pesut untuk
menjamin sistem kelangsungan hidup Pesut di Teluk Balikpapan khususnya di
Sungai Riko. Area perlindungan yang dimaksudkan, yaitu feeding ground,
nursery ground, dan spawning ground serta koridor yang digunakan Pesut
termasuk ekosistem mangrove.
Pengelolaan area perlindungan tersebut
melibatkan secara langsung antara pemerintah dengan masyarakat, salah satunya
dalam bentuk pengembangan ekowisata.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arcangeli A, Crosti R. 2008. The Short-term impact of dolphin-watching on the
behaviour of Bottlenose dolphins Tursiop truncatus in western Australia. J
of Marine Animals and Their Ecology. 2(1):3-9.
Baird IG, Beasley IL. 2005. Irrawaddy dolphin Orcaella brevirostris in the
Cambodian Mekong River: an initial survei. Oryx. 39(3):301-310.
Bearzi M, Saylan CA. 2011.Cetacean ecology for Santa Monica Bay and nearby
areas, California, in the Context of the newly established MPAs.Bull
Southern California Acad Sci.110(2): pp.35–51.
Beasley IL. 2007. Conservation of the Irrawaddy dolphin, Orcaella brevirostris
(Owen in Gray, 1866) in the Mekong River : biological and social
considerations influencing management [PhD tesis]. Queensland (AU):
James Cook University.
Dharmadi, Wiadnyana NN. 2011. Status and research activities on marine
mammals in Indonesia (SEASTAR2000). Di dalam: Kurenai(Kyoto
University Research Information Repository), editor. Proceedings of the 6th
International Symposium on SEASTAR2000 and Asian Bio-logging Science
(The 10th SEASTAR2000 workshop); 2010 Feb 23-25;Phuket,
Thailand.Kyoto(KR): Graduate school of Informatics. 74p.
Gregory PR, Rowden AA. 2001. Behaviour pattern of Bottlenose dolphins
(Tursiop truncatus) relative to tidal state, time-of-day, and boat traffic in
Cardigan Bay, West Wales. Aquatic Mammals. 27(2):105-113.
Harfani EY. 2007. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan PT. Bukit Baiduri Energi di
Kalimantan Timur [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Hoyt E. 2005. Marine protected areas for whales, dolphins, and porpoises : a
world handbook for cetacean habitat conservation. London (GB): Earthscan.
Kelkar N, Krishnaswamy J, Choudhary S, Sutaria D. 2010. Coexistence of
fisheries with river dolphin conservation. Conservation Biology. 24:11301140.doi:10.1111/j.1523-1739.2010.01467.x.
Kreb D. 2009.Laporan Teknis: Perlindungan dan keragaman hayati cetacean di
dan dekat Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia. Samarinda
(ID): YK RASI.
Kreb D, Budiono. 2005a. Cetacean diversity and habitat preference in tropical
waters of east kalimantan, Indonesia. Raffls bull zool. 53(1) :145-155.
Kreb D, Budiono. 2005b. Conservation management of small core areas: key to
survival of a Critically Endangered population of Irrawaddy river dolphin
Orcaella brevirostris in Indonesia. Oryx. 39(2):178-188.
Kreb D, Rahadi KD. 2004. Living under an aquatic freeway: effects of boats on
Irrawaddy dolphins (Orcaella brevirostris) in a coastal and riverine
environment in Indonesia. Aquatic Mammals. 30:363–375.
Kreb D, Susanti I. 2008. Laporan teknis: Survei monitoring jumlah populasidan
ancaman pada level air sedang hingga rendah, Agustus/September
&November 2007. Samarinda (ID): YK RASI.
18
Lesage V, Barrette C. 1999. The Effect of vessel noise on the vocal behaviour of
Belugas in the St.Lawrence River Estuary Canada. Marine Mammals
Science. 15(1):65-84.
[NRC] National Research Council. 2003. Ocean noise and marine mammals.
Washington (US): National academy Pr.
[PTB] Peduli Teluk Balikpapan. [tahun terbit tidak diketahui]. Rencana perluasan
Kawasan Industri Kariangau: membantu atau merugikan masyarakat?.
Samarinda (ID): PTB.
Stacey PJ. 1996. Natural history and conservation of Irrawaddy dolphins Orcaella
brevirostris with special references to the Mekong River, LaosPDR. [Tesis].
British Columbia (CD): University of Victoria.
Stacey PJ, Arnold PW. 1999. Orcaella brevirostris. The American Society of
Mammalogist. 616(4):1-8.
Stacey PJ, Hvenegaard GT. 2002. Habitat use and behaviour of Irrawaddy dolphin
Orcaella brevirostris in The Mekong River of Laos. Aquatic Mammals.
28(1):1-13.
Smith BD, Beasley IL & Kreb D. 2003. Marked declines in populations of
Irrawaddy dolphins. Oryx.37(4):401-406.doi:10.1017/S0030605303000
723.
Smith BD, Braulik G, Strindberg S, Mansur R, Diyan MAA, Ahmed B. 2009.
Habitat Selection of Freshwater-dependent cetaceans and the potential
effects of declining freshwater flows and sea-level rise in waterways of the
Sundarbans mangrove forest, Bangladesh. Aquatic conserv: Mar Freshw
Ecosyst. 19:209-225.doi:10.1002/aqc.987.
Smith BD, Reeves RR. 2000. Methods for studying freshwater cetaceans: survei
methods for population assessment of asian river dolphins. Di dalam:
Reeves RR, Smith BD, Kasuya T, editor. Biology and Conservation of
Freshwater Cetaceans in Asia. Newbury (UK): IUCN, Gland, Switzerland,
Cambridge, UK.
Smith BD, Thant U, Lwin JM, Shaw CD. 1997. Investigation of cetaceans in
Ayeyarwady River and Northern coastal waters of Myanmar. Asian Marine
Biology. 14:173-194.
Wardiatno Y, Irfangi C, Hestirianoto T. 2010. Dolphins Encountered in
Kepulauan Seribu. Ilm Kelaut. 15(4):202-213.
Wiadnyana NN, Purnomo FS, Faizah R, Mustika PLK, Oktaviani D, Wahyono
MM. 2005. Aquatic mammals assessment in Indonesian waters. Di dalam:
Aray N, editor. Proceedings of the International Symposium on
SEASTAR2000 and Bio-logging Science (The 5th SEASTAR2000
Workshop); 2004 Dec 13-15; Bangkok, Thailand. Kyoto (KR): Graduate
school of Informatics. 20p.
[YK RASI] Yayasan Konservasi RASI. 2010. Final Workshop Report: Penetapan
kawasan perlindungan cetacean air tawar Asia. Di dalam: Kreb D, Reeves
RR, Thomas PO,Braulik GT, Smith BD, editor. Cetacean air tawar sebagai
simbol spesies dalam manajemen konservasi sungai terpadu; 2009 Okt 1924; Samarinda, Indonesia. Samarinda (ID): YK RASI. p6-43.
19
Lampiran 1 Peta sebaran Pesut di Sungai Riko Teluk Balikpapan
20
Lampiran 2 Peta sebaran Pesut di Muara Tempadung Teluk Balikpapan
21
Lampiran 3 Peta sebaran Pesut di Pulau Benawa Teluk Balikpapan
22
Lampiran 4 Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Sungai Riko
23
Lampiran 5 Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Muara Tempadung
24
Lampiran 6 Peta perilaku Pesut yang teridentifikasi di Pulau Benawa Besar
25
Lampiran 6 Kenampakan Pesut dan potret habitat di Teluk Balikpapan
(a) Perilaku berenang dengan menunjukan sirip dorsal yang dilakukan oleh Pesut
di habitat Sungai Riko
(b) Habitat Pesut berada dekat lokasi kegiatan industri
(c) Sebagian besar bibir pantai Teluk Balikpapan berupa hutan bakau (mangrove)
dan sebagai area menangkap ikan oleh nelayan
26
Lampiran 7 Peta sebaran Pesut di Teluk Balikpapan tahun 2000, 2001
(Kreb 2009) dan 2013
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cianjur tanggal 10 September 1990.
Buah hati dari kedua orang tua yang bernama Elly Kamalia
dan Dendy Ilhamudin sebagai putra pertama yang dilahirkan
mereka. Seusai menyelesaikan jenjang pendidikan di SD
Bojong Herang IV melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah
Tanwiriyyah sekaligus mengikuti program pesantren. Penulis
melanjutkan ke jenjang SMA di SMA Negeri 2 Cianjur. Seusai
SMA hasrat untuk menuntut ilmu semakin tumbuh. Dengan
mengikuti program SNMPTN yang diselenggarakan oleh
pemerintah menjadi pintu masuk dunia perkuliahan di IPB dengan program studi
yang dipilih Manajamen Sumberdaya Perairan pada tahun 2008.
Saat menjadi mahasiswa IPB penulis aktif mengikuti organisasi pecinta
alam LAWALATA IPB dengan mengikuti 10 bulan Masa Pembinaan Calon
Anggota (MPCA). Selama masa pembinaan penulis banyak dibekali materi dan
praktek di antaranya Teknik Hidup Alam Bebas (Navigasi Darat, Search And
Rescue, Metode Komunikasi, Jungle Survival dan Pertolongan Pertama) serta
dibekali materi konservasi dan lingkungan hidup. Berbagai ekspedisi dan
penelitian dilakukan di antaranya Ekspedisi Bantimurung Bulusaraung di
Sulawesi Selatan, Ekspedisi Manusela di Pulau Seram, Eksplorasi Bali-Lombok,
Studi Sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) di SM Cikepuh. Pada saat menjabat
sebagai ketua umum organisasi LAWALATA IPB periode 2010/2011 penulis
berhasil melangsungkan 4 ekspedisi besar yaitu International Caving Expedition
di Vietnam, Ekspedisi Pulau Biak di Papua, Studi Tanaman Obat di Kalimantan
dan Studi Biota Goa di Ciampea Bogor sehingga dianugerahi sebagai organisasi
berprestasi oleh IPB. Pada tahun 2012-2013 (310 hari) penulis merancang dan
menyelenggarakan Ekspedisi Sepeda Nusantara yaitu bersepeda keliling
Indonesia seorang diri dengan melewati 34 Pulau di Nusantara dan menerima
penghargaan IPB Awards. Banyak pemberitaan oleh media (majalah cetak/online,
koran, website) yang memuat cerita perjalanan dan kisahnya.
Selain sebagai peneliti dan seorang petualang penulis aktif juga menjadi
moderator dalam seminar di antaranya, yaitu Seminar Scientific Karst Exploration
se-Nasional dan Pengurangan Resiko Bencana lingkup IPB. Penulis sering terlibat
dalam kegiatan kemanusiaan di antaranya yaitu pencarian korban di Sungai
Cihideung Bogor dan SAR International pesawat Sukhoi Superjet di lereng
Gunung Salak. Selama masa kuliah penulis sering mengisi materi dan
pendampingan lapangan bagi siswa SMA dalam mengenalkan lingkungan hidup
dan kepetualangan.
Penulis aktif menjadi kontributor dalam berbagai media di antaranya
website xpdcsepedanusantara.lawalataipb.org dan majalah; RideBike, Tambang,
dan Konservasi Alam. Pada masa akhir perkuliahan di IPB penulis merancang
penelitian dengan inovasi mandiri yakni yang berjudul Sebaran dan Preferensi
Habitat Pesut (Orcaella brevirostris) di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.