Kondisi Habitat dan Kehidupan Pesut (Orcaella brevirostris) di Teluk Banten

KONDISI HABITAT DAN KEHIDUPAN PESUT (Orcaella
brevirostris) DI TELUK BANTEN

Muta Ali Khalifa

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kondisi Habitat dan
Kehidupan Pesut (Orcaella brevirostris) di Teluk Banten adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Muta Ali Khalifa
NIM. C 251114011

RINGKASAN
MUTA ALI KHALIFA. Kondisi Habitat dan Kehidupan Pesut (Orcaella
brevirostris) di Teluk Banten. Dibimbing oleh MOHAMMAD MUKHLIS
KAMAL, ENAN MULYANA ADIWILAGA dan ADRIANI SUNUDDIN.
Pesut meupakan hewan dilindungi yang memiliki nama umum Irrawady
dolphin dan nama ilmiah Orcaella brevirostris. Pesut memiliki kemampuan hidup
di perairan dengan salinitas yang beragam, maka Teluk Banten diduga menjadi
salah satu habitat pesut. Namun belum ada informasi ilmiah mengenai
keberadaannya di Teluk Banten. Aktivitas pembangunan di kawasan pesisir Teluk
Banten sangat beragam, mulai dari pertanian, perikanan, pelabuhan hingga
industri, sehingga berpotensi mengganggu kehidupan dan kondisi habitat pesut.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji habitat pesut di Teluk Banten, yang
mencakup kualitas perairan, kualitas dan kuantitas mangsa potensial pesut; (2)
mengkaji distribusi spasial dan temporal pesut serta interaksinya dengan nelayan
di Teluk Banten.
Penelitian dilakukan pada Januari 2013-Februari 2014 bertempat di Perairan

Teluk Banten untuk pengamtan pesut dan pengambilan sampel kulaitas air dan
mangsa pesut. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas
Lingkungan Perairan, MSP-FPIK-IPB, sedangkan analisis logam berat pada
manga pesut dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan, TIN-FATETAIPB. Distribusi spasial, temporal dan interaksi pesut dengan nelayan diketahui
dengan tiga metode: survey visual, survey partisipatif dan wawancara mendalam.
Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut,
nitrat dan klorofil-a. Mangsa potensial pesut di Teluk Banten adalah ikan tembang
dan cumi, yang kuantitasnya dikaji melalui pendekatan surplus produksi,
sedangkan kualitasnya diukur berdasarkan kadar resiko logam berat (Hg dan Zn).
Secara spasial habitat pesut di Teluk Banten terdapat di perairan Timur Laut
ke Tengah dan Selatan Teluk, sedangkan secara temporal pesut dapat dijumpai
sepanjang tahun khususnya pada saat laut tenang. Kondisi perairan Teluk Banten
tercemar ringan - sedang. Mangsa potensial yang dikaji berdasarkan hasil
tangkapan nelayan mengalami penurunan produksi, yang diduga akibat
overfishing atau pencemaran. Kandungan logam Hg pada ikan tembang dan cumi
beresiko tinggi terhadap kehidupan pesut, sedangkan kandungan logam Zn
beresiko rendah-sedang. Terdapat kearifan lokal nelayan terhadap keberadaan
pesut, sehingga aktivitas nelayan diduga tidak mengganggu kehidupan pesut,
begitu pula sebaliknya. Prioritas strategi pengelolaan yang diusulkan adalah
pengaturan tata ruang wilayah dan pemanfaatan Teluk Banten dengan kerja sama

seluruh stakeholder terkait. Beberapa langkah aksi yang dapat dilakukan adalah
pengaturan wilayah sandar pelabuhan di Barat Teluk Banten, pengaturan
mekanisme sandar kapal, penguatan kearifan lokal nelayan, pelarangan kegiatan
penyedotan pasir dan meningkatkan partisipasi stakeholder yang terkait dalam
pengelolaan berkelanjutan sumberdaya pesisir dan kelautan.
Kata kunci: Habitat, Pesut, Distribusi spasial-temporal, Mangsa Potensial, Teluk
Banten

SUMMARY
MUTA ALI KHALIFA. Habitat Condition and Population of Irrawady Dolphin
(Orcaella brevirostris) in Banten Bay. Under Supervision of MOHAMMAD
MUKHLIS KAMAL, ENAN MULYANA ADIWILAGA and ADRIANI
SUNUDDIN.
Irrawady dolphin or pesut (Orcaella brevirostris) is protected animal with
the ability to live in waters with different salinities, from fresh, brackish to saline
waters. Thus, estuarine waters of Banten Bay may serve as its habitat, scientific
data on this anecdotal information is yet to present. Development activities in the
coastal area of Banten Bay is highly diverse, from farming, fishery, port until
heavy industries, and potential to compromise the lives and habitat quality of
Irrawady dolphin in the area. The objectives of the thesis were (1) to study the

habitat of Irrawady dolphin in Banten Bay, comprising of water quality, dolphin’s
prey quantity and quality; (2) to study spatial and temporal distribution of
Irrawady dolphins in Banten Bay, alongwith their interaction with local
fishermen.
This research was conducted from January 2013 to Februari 2014, located
in Banten Bay for dolphin visual assessment, together with dolphin’s prey and
water samplings. Water samples were analyzed at Laboratory of Produktivitas
Lingkungan Perairan, MSP-FPIK-IPB; and heavy metal in potential preys were
analyzed in Laboratory of Analisis Lingkungan, TIN-FATETA-IPB. Spatiotemporal distribution of Irrawady dolphin and its interaction with fishermen was
determine by visual assessment, participatory assessment and indepht interviews.
Waters quality parameters were evaluated for surface temperature, salinity, pH,
dissolved oxygen, nitrate and surface chlorofil-a. Sardine and Squid as dolphin’s
potential prey were analyzed using Surplus Production Method for its quantity
and for heavy metal risk (Hg and Zn) for its quality.
Spatial distribution of Irrawady dolphin in Banten Bay is concentrated from
the northeast, central and south of the bay, while temporally its presence can be
observed throughout the year. Water quality of Banten Bay was considered as
polluted at low to moderate level. Potential dolphin’s prey quantity, analyzed from
capture fishing with sardine and squids yields, were declining presumed to be
affected by cause, overfishing or pollution. Concentration of Hg in potential

dolphin’s prey posed high risk,, while Zn had low-moderate risk. Fishermen in
Banten Bay have local wisdom promoting the existence of Irrawady dolphin.
Proposed conservation strategy for the Irrawady dolphin in Banten Bay was to
arrange spatial use of the area for different types of development and
anthropogenic activities by involving different stakeholders, namely defining
border area for ship mooring and traffic, supporting fishermen local wisdom,
prohibition of sand mining, activities and improving stakeholder participation for
sustainable coastal and marine management.
Keywords: Habitat, Irrawady dolphin, Spatio-temporal distribution, Potential
prey, Banten Bay.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KONDISI HABITAT DAN KEHIDUPAN PESUT (Orcaella
brevirostris) DI TELUK BANTEN

MUTA ALI KHALIFA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Tesis : Kondisi Habitat dan Kehidupan Pesut (Orcaella brevirostris) di
Teluk Banten
Nama

: Muta Ali Khalifa
NRP
: C251114011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc.
Ketua

Dr Ir Enan M Adiwilaga.
Anggota

Adriani Sunuddin, SPi, MSi
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 06 Agustus 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya tesis dengan judul “Kondisi Habitat dan Kehidupan Pesut di
Teluk Banten” ini bisa diselesaikan. Tesis ini merupakan gabungan antara kajian
distribusi dan habitat pesut yang kemudian diramu menjadi usulan strategi
konservasi habitat pesut di Teluk Banten. Tulisan ini diharapkan menjadi
pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi Banten, PPN Karangantu, pelaku industri,
pengelola Pelabuhan Internasional Bojonegara, akademisi, nelayan dan
masyarakat dalam rangka pengembangan Teluk Banten.
Penelitian dan penulisan tesis ini didukung oleh banyak pihak sehingga

dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal MSc., Bapak Dr Ir Enan M
Adiwilaga dan Ibu Adriani SPi MSi. selaku komisi pembimbing, atas arahan
dan masukan selama masa pendidikan baik secara formal maupun informal.
2. Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda MSc. dan Bapak Dr Ir Sigid Hariyadi MSc.,
selaku penguji tamu dan perwakilan Program Studi atas masukan dan
inspirasi pada tesis ini.
3. Ayahanda Daelami dan drh Amir Husein, Ibunda Umi Hartini dan
Diartiningsih SST MKM., drh Dewi Ratih Anggraeni, Naufal Fathurrizqi, dan
seluruh keluarga besar Bekasi dan Bogor atas doa, cinta, kasih sayang dan
dukungannya selama menempuh pendidikan.
4. Kepala PPN Karangantu, Bapak Bambang Koesminto, KTU PPN Karangantu
Bapak Asep Saepulloh beserta jajarannya, Aditya Sinugraha Pamungkas,
Anma Hari Kusuma, Ahmad Gozali Darda, Ilham Zulfahmi, Erik Munandar,
Hari Ramdani, Endang, Adi, Mbak Sugiarti dan Suami, Mas Forcep Rio
Indaryanto dan Istri, Bapak Jaya dan keluarga, nelayan-nelayan karangantu,
rekan-rekan SDP 2011 dan 2012, serta semua pihak yang memberikan
bantuan dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan, atas beasiswa studi

dan bantuan penelitian ”Beasiswa Unggulan 2012” selama satu tahun.
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan, atas
“Beasiswa Tesis” dalam rangka penyelesaian penelitian dan penulisan tesis.
Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam tesis ini, saran dan kritik
membangun dapat disampaikan langsung (khalifa.1472@gmail.com) demi
keberlanjutan kajian cetacea di Indonesia. Semoga tulisan ini dapat memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan, sehingga dapat memperkuat upaya konservasi
cetacea di Indonesia.
Bogor, September 2014
Muta Ali Khalifa

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan

Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Metode Pengambilan Sampel dan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Teluk Banten
Pesut di Teluk Banten
Distribusi Spasial dan Temporal Pesut di Teluk Banten
Ancaman terhadap Kehidupan Pesut di Teluk Banten
Kualitas Perairan Habitat Pesut di Teluk Banten
Kualitas Air dan Kondisi Pencemaran
Mangsa Potensial Pesut
Usulan Pengelolaan Wilayah Teluk Banten
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iv
iv
v
1
1
2
4
4
4
4
6
9
14
14
15
16
18
20
20
26
30
35
35
35
36
42
50

DAFTAR TABEL
Fase Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data dan sampel
Rating dan Bobot untuk Faktor-faktor SWOT
Hasil Survey Visual dan Survey Partisipatif Pesut Di Teluk Banten
Suhu Permukaan Perairan Teluk Banten (dalam °C)
Salinitas Perairan Teluk Banten (dalam psu)
Nilai pH Perairan Teluk Banten
Oksigen Terlarut Perairan Teluk Banten
Kadar Nitrat di Teluk Banten
Konsentrasi Klorofil-a di Teluk Banten
Hasil Analisis Logam berat Hg dan Zn pada ikan Tembang dan Cumi,
Hasil Perhitungan MAC N. pochainodes dan RQ
Faktor Internal Analisis SWOT
Faktor Eksternal Analisis SWOT
Prioritas Strategi Sebagai Usulan Pengelolaan Konservasi

5
6
13
15
20
21
21
22
23
23
28
30
31
33

DAFTAR GAMBAR
Kerangka Pemikiran Penelitian
Lokasi Penelitian : Trek Survey Visual dan Titik Pengambilan Sampel Air
Posisi Pengamat di Kapal
Diagram Alir Analisis Distribusi Spasial Pesut di Teluk Banten
Persepsi Nelayan Mengenai Keberadaan Pesut di Teluk Banten
Distribusi Spasial Pesut di Teluk Banten
Pesut di Teluk Banten. Lingkaran Merah Menunjukkan Sirip Dorsal Pesut
yang Cacat
Nilai Indeks Pencemaran (IP) di Teluk Banten
Model Schaefer dan Model Fox untuk Komoditas Ikan Tembang dan
Cumi di Teluk Banten
Hubungan Hasil Tangkapan (a. Ikan Tembang dan b. Cumi) dengan
Upaya (Trip Bagan Tancap) di Teluk Banten.

3
5
8
12
16
17
18
24
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
Kuesioner Wawancara
Lembar Data Upaya Pengamatan Cetacea
Lembar Data Perjumpaan Cetacea
Nilai dari Variabel untuk Perhitungan MAC
Dokumentasi Pesut yang ditemukan di Teluk Banten
Dokumentasi Penelitian
Matriks SWOT

42
44
45
46
47
48
49

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi,setelah di ciptakan dengan baik.
Berdoalah kepada-Nya denga rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat allah
sanggat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q.S. Al-A’raf ayat

)

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena perbuatan tangan
manusia , Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka , agar mereka kembali kejalan yang benar

(Q.S. Ar-Rum ayat 41)

Satu ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah SWT
Bismillahirrahmaanirrahiim

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pesut memiliki nama umum Irrawady dolphin, yang berarti lumba-lumba
sungai Irrawady (=Ayeyarwady), Myanmar. Pesut merupakan kelompok hewan
menyusui (mamalia). Berikut klasifikasi taksonomi pesut (Jefferson et al. 1993
dan Priyono 2001) :
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub-Filum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Cetacea
Sub Ordo
: Odontoceti
Famili
: Delphinidae
Genus
: Orcaella
Spesies
: Orcaella brevirostris (Owen in Gray, 1866)
Pesut tersebar dari perairan India hingga Timur Laut Australia. Seperti,
India (Khan et al. 2011), Thailand (Beasley et al. 2002; Tongnunui et al. 2011),
Malaysia (Hashim dan Jaaman 2011; Minton et al. 2013; Woan et al. 2013),
Myanmar (Smith dan Hobbs, 2002), Laos dan Kamboja (Stacey dan Hvenegaard
2002), Filipina (Dolar et al. 2002). Pesut merupakan spesies estuari, namun juga
ditemukan pesut yang terdapat pada perairan tawar, seperti sungai dan danau.
Pesut di Indonesia lebih dikenal dengan pesut Mahakam, karena
keberadaannya di sungai Mahakam. Namun pesut di Indonesia bukan hanya di
Sungai Mahakam tetapi juga berada di perairan lain. Menurut Rudolph et al.
(1997), pesut di Indonesia tersebar di perairan estuari Indonesia, seperti di pesisir
selatan Pulau Jawa (Segara Anakan), Kepulauan Seribu, pesisir pantai Surabaya,
daerah pesisir Kalimantan (Kreb dan Budiono 2005), Sumatera bagian timur,
sulawesi dan Irian bagian Biak. Pesut juga ditemukan di sungai-sungai Pulau
Kalimantan (Rudolph et al 1997), seperti Sungai Mahakam (Kreb dan Noor 2012,
Priyono 2001), Sungai Barito dan Sungai Kajan. Selain di pesisir dan sungai,
pesut juga ditemukan di danau, seperti di Danau Semayang, Kalimantan (Tas’an
dan Leatherwood 1984). Teluk Banten merupakan salah satu habitat dari pesut.
Namun, belum ada informasi ilmiah yang menyebutkan hal tersebut. Informasi
keberadaan pesut disampaikan oleh para nelayan setempat.
Pesut masuk dalam kategori “Vulnerable” (rentan) dan pada sub-populasi
tertentu masuk dalam kategori “Critically Endangered” (Terancam Punah Kritis)
oleh IUCN (2012). Pesut juga masuk dalam kategori Appendix I dalam CITES
(2013). Pemerintah Indonesia mengklasifikasikan pesut dalam kategori hewan
yang dilindungi pada PP No.7 Tahun 1999.
Teluk Banten memiliki kedalaman maksimum hanya 30 meter dan luas
hanya 150 Km2. Teluk ini menjadi unik karena perairan dengan kedalaman yang
dangkal dan luasan yang sempit ini digunakan untuk berbagai kegiatan yang

2

beragam (LIPI 2001). Sebelah Timur didominasi oleh kegiatan pertambakan.
Selatan merupakan daerah permukiman, pertanian, juga terdapat pelabuhan
perikanan. Pesisir Barat Teluk Banten didominasi oleh pengaruh kegiatan industri
dan pelabuhan internasional. Selain itu, juga terdapat ancaman di Teluk Banten
dengan adanya kegiatan penyedotan pasir di dalam teluk (Sjaifuddin 2007). Teluk
Banten juga merupakan daerah penangkapan ikan dengan berbagai macam alat
tangkap.
Kegiatan yang beragam ini berpotensi mengancam keberlangsungan
ekosistem dan biota-biota yang ada di dalamnya. Menurut Douven (1999),
terdapat beberapa ancaman antropogenik bagi ekosistem laut Teluk Banten. Di
antaranya: Pembangunan wilayah pantai untuk pemukiman, industri dan
transportasi (Kiswara 1994 dan Yunus 2008); Pencemaran dari darat dan erosi
yang dibawa oleh sungai yang bermuara ke Teluk Banten; Eksploitasi sumber
daya pesisir dan laut secara berlebih.
Kondisi tersebut lebih lanjut akan mengancam kehidupan pesut yang
berada di Teluk Banten. Selain itu, aktivitas nelayan juga berpotensi mengancam
secara langsung kepada kehidupan pesut, dengan kemungkinan tersangkutnya
pesut di jaring Nelayan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya konservasi pesut
di Teluk Banten.
Upaya konservasi pesut di Teluk Banten memerlukan berbagai informasi
yang terkait. Informasi yang mendasar adalah diketahuinya distribusi spasial dan
temporal pesut di Teluk Banten. Informasi selanjutnya adalah kualitas lingkungan
perairan termasuk kualitas dan kuantitas pesut. Informasi mengenai pengetahuan
lokal dan interaksi nelayan dengan cetacea juga penting dalam upaya mendukung
konservasi. Berdasarkan informasi tersebut diharapkan dapat menjadi landasan
dalam merumuskan kebijakan konservasi cetacea di Teluk Banten.

Rumusan Masalah

Teluk Banten diduga menjadi salah satu habitat dari pesut. Hal tersebut
berdasarkan informasi yang disampaikan nelayan setempat. Namun, belum ada
informasi ilmiah yang menjelaskan sebaran pesut di Teluk Banten.
Kondisi lingkungan perairan mendapatkan ancaman dari aktivitas-aktivitas
antropogenik yang dilakukan di dalam dan sekitar teluk. Aktivitas pelabuhan dan
pemukiman di bagian selatan, aktivitas tambak di bagian timur, aktivitas industri
dan pelabuhan internasional di bagian barat, aktivitas penambangan pasir dan
aktivitas nelayan di dalam teluk.
Karakteristik lingkungan yang dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas tersebut
mencakup karakteristik fisik, kimia dan biologi. Karakteristik perairan tersebut
kemudian akan mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap
kehidupan pesut di Teluk Banten.
Karakteristik fisik yang mempengaruhi diantaranya adalah suhu perairan
dan salinitas. Cubero-Pardo (2007) menyatakan suhu perairan dan salinitas akan
mempengaruhi sebaran komunitas cetacea (salah satunya, pesut) yang terkait
dengan sebaran makanan dan kondisi fisiologis.

3

Karakteristik kimia yang mempengaruhi diantaranya logam berat, nutrien
(Nitrat), aktivitas bahan organik (DO), klorofil-a serta kadar pH. Logam berat
dapat memberikan pengaruh negatif terhadap tubuh cetacea. Diantaranya
kerusakan organ, gangguan fungsi organ dan berakhir pada kematian. Jalur masuk
logam berat terbesar ke dalam tubuh cetacea adalah melalui makanannya (Das et
al. 2003). Nitrat, DO dan klorofil-a memberikan dampak secara tidak langsung
kepada pesut melalui keberlangsungan mangsa pesut.
Karakteristik biologi yang mempengaruhi secara langsung kepada pesut
adalah mangsanya. Keberadaan mangsa menjadi salah satu motivasi cetacea
dalam bermigrasi (Forcada 2009). Oleh karena itu, penting sekali mengetahui
kuantitas dan kualitas mangsa pesut di teluk tersebut.
Keberadaan nelayan yang melakukan operasi penangkapan di wilayah
Teluk Banten (terutama alat tangkap jaring insang) berpotensi mengancam
kehidupan pesut. Yaitu dapat terjadinya kematian cetacea karena tersangkut jaring
nelayan. Seperti, kasus pesut (O. brevirostris) yang mati karena tersangkut jaring
nelayan di Sungai Mahakam (Kreb dan Noor 2012) dan masih banyak kasus
serupa di tempat lain. Oleh karena itu, perlu digali informasi dari nelayan
mengenai interaksi nelayan dengan komunitas cetacea di Teluk Banten.
Permasalahan lingkungan yang terjadi di Teluk Banten berpotensi
mengancam keberadaan pesut di teluk tersebut. Oleh karena itu diperlukan upaya
konservasi pesut dan habitatnya di Teluk Banten. Untuk melakukan konservasi
dibutuhkan informasi dasar mengenai distribusi dan kelimpahan dan kondisi
lingkungannya. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

4

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan distribusi spasial dan
temporal pesut di Teluk Banten; (2) mengkaji karakteristik lingkungan perairan
Teluk Banten secara spasial dan temporal; (3) mengkaji kualitas dan kuantitas
mangsa pesut di Teluk Banten; (4) mendeskripsikan interaksi nelayan dengan
pesut di Teluk Banten sebagai bahan rumusan dalam penentuan kebijakan
konservasi pesut di Teluk Banten.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif
mengenai kondisi habitat dan kehidupan cetacea di wilayah Teluk Banten
sehingga dapat memberikan masukan dalam penentuan kebijakan konservasi
pesut di Teluk Banten.

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013-Februari 2014. Terdapat
3 fase penelitian, fase survei pra-penelitian, fase pengambilan data dan sampel di
lapang serta analisis data. Penjelasan mengenai fase penelitian digambarkan pada
Tabel 1.
Penelitian dilakukan di Teluk Banten. Teluk Banten berbatasan dengan
daerah Bojonegara di sebelah Barat, sebelah Selatan dengan Serang dan Cilegon,
sebelah Timur dengan daerah Pontang dan sebelah Utara dengan Laut Jawa. Peta
Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Terdapat 5 stasiun pengambilan
contoh air. Stasiun tersebut mewakili aktivitas yang terjadi. Stasiun 1, berada di
sebelah Barat teluk yang didominasi oleh kegiatan industri. Stasiun 2, berada di
sebelah Selatan yang didominasi oleh pemukiman dan terdapat pelabuhan
perikanan nusantara. Stasiun 3, berada di sebelah Timur yang didominasi oleh
kegiatan budidaya tambak. Stasiun 4, berada di tengah teluk untuk melihat
pengaruh dari aktivitas-aktivitas pesisir ke dalam teluk. Stasiun 5, berada di
sebelah Utara teluk yang menggambarkan kondisi Laut Jawa yang mempengaruhi
teluk. Selain melakukan pengambilan contoh air penelitian ini juga akan
melakukan kegiatan survei visual kemunculan pesut. Survei visual dilakukan
dengan menyisir seluruh bagian teluk mengikuti transek garis yang sudah
dipersiapkan.

5

Tabel 1. Fase Penelitian
No

Fase

1

PraPenelitian

2

3

Kegiatan

Survey visual pesut, pengumpulan
informasi dari nelayan, pengumpulan
informasi aktivitas pesisir Teluk
Banten, penentuan stasiun pengambilan
sampel air
Pengambilan 1. Survey
visual
pesut
dan
data dan
pengambilan sampel air
Sampel
2. Pengambilan sampel daging dan
organ dalam mangsa pesut
potensial,
survey
partisipatif
nelayan,
wawancara
nelayan,
pengumpulan data hasil tangkapan.
Analisis
Analisis sebaran spasial dan temporal
Data
pesut, analisis sebaran spasial dan
temporal
kualitas
air,
analisis
pencemaran
dengan
indeks
pencemaran, analisis ancaman logam
berat dari mangsa terhadap cetacea,
analisis MSY

Waktu Pelaksanaan
Februari 2013

Mei 2013, Juli 2013,
September 2013
Februari 2013 –
Februari 2014

Februari – Maret 2014

Gambar 2. Lokasi Penelitian : Trek Survey Visual dan Titik Pengambilan Sampel Air

Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB. Analisis logam berat pada mangsa pesut potensial dilakukan di
Laboratorium Analisis Lingkungan, Departemen Teknologi Industri Pertanian,
IPB.

6

Metode Pengambilan Sampel dan Data

Aspek yang dikaji dibagi menjadi dua bagian besar yaitu, kondisi
lingkungan perairan dan kondisi kehidupan pesut di Teluk Banten. Pengambilan
data dan contoh kondisi lingkungan perairan Teluk Banten dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu parameter fisik perairan, kimia perairan, kualitas mangsa,
kuantitas mangsa. Data sebaran pesut dan interaksi dengan nelayan di Teluk
Banten mencakup Survey visual pesut, survey partisipatif nelayan dan wawancara
nelayan. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel dan data
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data dan sampel
No

1.
2.
1.

Parameter
Fisik
Suhu (°C)
Salinitas (psu)
Kimia
Nitrat (mg/L)

Metode Analisis
Sampel / Sampling

Alat dan Bahan

Tempat
analisis

Pemuaian (SNI, 2005)
Visual

Termometer
Refraktometer

In Situ
In Situ

Brusin Sulfat (APHA,
2005)

Alat : Botol Sampel,
Spektrofotometer
Bahan : Pengawet
Alat : Botol sampel,
Spektrofotometer
Bahan : Pengawet
Alat : Alat analisis DO
Bahan : reagent
Kertas Lakmus

Laboratorium

2.

Klorofil-a
(mg/L)

Spektrofotometri
(APHA, 2005)

3.

DO (mg/L)

Yodometri (SNI, 2004)

4.

pH
Visual
Kualitas Mangsa
Hg (mg/kg bb)
Atomic Absorbance
Spectrometric (APHA,
2005)
Zn (mg/kg bb)
Kuantitas Mangsa
MSY (kg/tahun) Studi Literasi

1.
2.
1.

1.

3.

Alat : Wadah sampel dan
Alat Bedah, Mesin AAS

Statistik Perikanan PPN
Karangantu tahun 2011 dan
2013
Sebaran Pesut dan Interaksi dengan Nelayan
Sebaran Pesut
Visual
Alat: Teropong binokuler,
Kamera, Handy Cam, GPS,
Kompas
Bidik,
Buku
Identifikasi, Alat Tulis
Bahan: Lembar Data
Partisipatif
Lembar Data
Sebaran Pesut Wawancara
Kuesioner
dan
Interaksi
Nelayan

Laboratorium

In Situ
In Situ
Laboratorium

Laboratorium

In Situ

In Situ
In Situ

Kondisi Lingkungan Perairan
Kondisi lingkungan perairan mencakup kualitas air, kualitas makanan dan
kuantitas makanan. Kualitas air mencakup parameter fisik (suhu dan salinitas) dan
kimia (nitrat, klorofil-a, DO dan pH) yang dilakukan pengambilan data dan
sampelnya sebanyak 3 kali. Kualitas makanan cetacea dilihat dari kandungan

7

logam berat pada daging dan organ dalam mangsa potensial pesut. Kuantitas
mangsa pesut dianalisis secara holistik dengan melihat hasil tangkapan nelayan
dari tahun 2007-2013.
Parameter fisik yang diukur adalah suhu dan salinitas yang langsung
diukur di lapang. Parameter kimia yang diukur langsung di lapang adalah pH dan
DO. Adapun contoh air yang diambil akan dianalisis di laboratorium untuk
mendapatkan nilai dari nitrat dan klorofil-a. Metode pengambilan dan analisis
sampel disebutkan pada Tabel 2.
Makanan pesut diantaranya adalah dari kelompok ikan-ikan kecil dan
cephalopoda (Baros dan Clarke 2009). Ikan yang digunakan sebagai sampel
adalah Ikan Tembang (Famili : Clupeidae), sedangkan cephalopoda berasal dari
jenis cumi-cumi Loligo sp.. Kualitas ikan dilihat dari kadar logam berat yang
terkandung dalam hati dan daging ikan, sedangkan pada cumi-cumi diambil dari
daging dan isi perut. Menurut Rochyatun et al. (2005), jenis logam yang dominan
pada air di perairan Teluk Banten adalah Seng (Zn). Logam yang paling
berbahaya adalah dari unsur Raksa (Hg). Oleh karena itu, parameter logam yang
diamati adalah Raksa (Hg) dan Seng (Zn). Metode analisis logam disampaikan
pada Tabel 2.
Kuantitas mangsa dianalisis dengan pendekatan hasil tangkapan nelayan
bagan tancap yang beroperasi di Teluk Banten sejak tahun 2007 – 2013. Data
berasal dari data tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu.
Survey Sebaran Pesut
Pengambilan data pesut di Teluk Banten dibagi menjadi 3 bagian : 1)
survey wawancara 32 nelayan yang setiap hari melakukan kegiatan penangkapan
ikan di Teluk Banten; 2) survey visual dengan 3 orang pengamat melalui transek
garis yang telah ditentukan menggunakan kapal; 3) survey partisipatif dengan 2
nelayan yang setiap hari melakukan kegiatan penangkapan ikan di Teluk Banten
dan mempunyai kemampuan identifikasi morfologi pesut.
Nelayan yang yang diwawancara dipilih secara Cluster Random Sampling
yaitu kelompok nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan harian di
Teluk Banten. Jumlah nelayan tiap kelompok dipilih secara proporsional
tergantung jumlah nelayan dalam satu kelompok yang telah berpengalaman
beroperasi di Teluk Banten lebih dari 5 tahun. Tiap nelayan diwawancarai
mengenai keberadaan pesut di Teluk Banten, informasi keterkaitan kegiatan
nelayan dengan pesut dan persepsi nelayan terhadap pesut. Kuesioner wawancara
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sebaran pesut juga didapatkan dengan survey visual menggunakan kapal.
Survey visual dilakukan dengan menggunakan kapal motor berukuran sedang,
sehingga bisa disesuaikan kecepatannya untuk mengejar kelompok pesut yang
terlihat, tetap berada di permukaan selama pengamatan intensif, dan dapat
melingkupi seluruh area transek yang dirancang.
Pengamatan dilakukan secara berkelompok (team work) dengan 3 orang
pengamat dan 3 posisi yang bergantian tiap 15 menit. Pengamat 1, pengamat
utama dengan menggunakan teropong binokuler; pengamat 2, pengamat utama
tanpa menggunakan teropong binokuler; dan pengamat 3, pengamat posisi dan

8

trek kapal, pengingat waktu dan pencatat lembar data. Upaya pengamatan yang
dilakukan dicatat dalam lembar data upaya pengamatan (Lampiran 2)
Pengamatan dilakukan setiap hari, dimulai saat matahari terbit sampai
matahari terbenam dengan waktu istirahat di siang hari. Pengamatan dilakukan
sepanjang cuaca baik dan cerah (skala beaufort Lij rata-rata

Jika Nilai Ci/Lij ≤ 1, maka nilai tersebut digunakan. Namun jika > 1, maka
dihitung Ci/Lij baru dengan rumus :
dengan, P adalah Konstanta yang ditentukan berdasarkan hasil pengamatan atau
persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai
5).
Nilai IP dihitung dengan rumus :

Keterangan :
PIj
= Nilai Indeks Pencemaran
(Ci/Lij)M
= Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R
= Nilai Ci/Lij rata-rata
Klasifikasi nilai IP dengan standar berikut :
0 ≤ IP ≤ 1
memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1 < IP ≤ 5
tercemar ringan
5 < IP ≤ 10
tercemar sedang
IP > 10
tercemar berat
Resiko Ancaman Logam Berat pada Mangsa terhadap Pesut
Logam berat pada cetacea masuk melalui beberapa jalur, makanan, udara
dan kulit. Jalur utama yang memberikan kontribusi terbesar dalam akumulasi
logam berat pada cetacea adalah makanannya (Das et al. 2003). Oleh karena itu
perlu diketahui konsentrasi logam berat yang terkandung pada makanan cetacea
yang kemudian dibandingkan dengan konsentrasi logam berat maksimum yang
diperbolehkan masuk ke dalam tubuh cetacea (MAC / Maximum Allowable
Concentration). Berikut rumus untuk menghitung MAC (Hung et al. 2004).

11

Keterangan :
MAC = Konsentrasi logam yang dapat diterima cetacea (mg kg-1 berat basah)
RfD = Dosis referensi logam pada cetacea (mg kg-1 berat basah per hari)
BW = Berat cetacea (kg)
AT
= Rata-rata waktu terpapar (hari)
IR
= Banyaknya makan cetacea per hari (kg per hari)
FI
= Tingkat serapan bahan pencemar dari makanan
EF
= Frekuensi terpapar (hari/ tahun)
ED
= Durasi terpapar (tahun)
Besarnya resiko (RQ) dari logam berat yang terkandung dalam mangsa
dapat diketahui dengan membandingkan nilai logam berat hasil analisis dengan
nilai MAC yang telah dihitung (Hung et al. 2004). Berikut Rumus untuk
menghitung RQ :

Keterangan :
RQ < 1
1 ≤ RQ < 10
10 ≤ RQ < 100
RQ ≥ 100

: Resiko Rendah
: Resiko Sedang
: Resiko Tinggi
: Resiko Sangat Tinggi

Kelimpahan Mangsa Pesut dengan Pendekatan Metode Surplus Produksi
Untuk mengetahui kelimpahan makanan pesut maka kita harus mengkaji
stok dari komoditas yang menjadi mangsa potensial pesut, dalam penelitian kali
ini adalah komoditas ikan Tembang dan Cumi. Menurut Wiyono (2005), salah
satu metode yang digunakan untuk mengkaji stok komoditas ikan adalah dengan
pendekatan metode surplus produksi.
Metode surplus produksi dikembangkan oleh Schaefer dan Fox dalam
rangka menentukan tingkat upaya optimum untuk mendapatkan suatu hasil
tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield / MSY) tanpa
mempengaruhi produktivitas stok jangka panjang (Spare dan Venema 1999). Data
yang dibutuhkan dalam metode ini hanya data hasil tangkapan dan tingkat upaya
penangkapan pada satuan waktu (biasanya tahunan).
Metode Schaefer diawali dengan menghubungkan hasil tangkapan per
satuan upaya (Y/f) dengan tingkat upaya (f). Relasi tersebut dihubungkan dengan
analisis regresi linear, sehingga didapatkan persamaan :

Dari persamaan tersebut dapat diketahui model surplus produksi Schaefer sebagai
berikut :
Nilai MSY dan tingkat upaya pada saat MSY (fMSY) didapatkan dengan persamaan
berikut :
a2
MSY  
4b
a
f MSY  
2b

12

Metode Fox dimulai dengan melihat relasi bentuk logaritma hasil
tangkapan per satuan upaya (log (Y/f)) dnegan tingkat upaya (f). Relasi tersebut
dihubungkan dengan analisis regresi linear, sehingga didapatkan persamaan :

Dari persamaan tersebut dapat diketahui model surplus produksi Fox sebagai
berikut :
Nilai MSY dan tingkat upaya pada saat MSY (fMSY) didapatkan dengan persamaan
berikut :
1
MSY   . expc  1
d
1
f MSY  
d
Metode Schaefer dan metode Fox dipilih untuk digunakan dalam
pembentukan model surplus produksi berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2)
regresi linear. Persamaan regresi linear dengan nilai koefisien determinasi yang
lebih tinggi dipilih untuk dibuat model surplus produksinya.
Nilai MSY yang didapatkan digunakan dalam menentukan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch / TAC). Besarnya TAC
menurut Kepmentan No. 473a/1985 adalah 80% dari MSY.
Distribusi Spasial dan Temporal Pesut di Teluk Banten
Hasil wawancara nelayan mengenai sebaran spasial dan temporal pesut
diolah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2010. Hasil yang
didapatkan berupa presentase keberadaan pesut dan waktu kemunculannya.
Presentase keberadaan pesut kemudian digambarkan menjadi kategori
daerah yang sering dijumpai pesut sampai dengan daerah tidak ada catatan
pertemuan. Kategori tersebut secara spasial diolah menggunakan perangkat lunak
Arc View 3.3 dengan metode Interpolasi-Nearest Neighborhood Value.
Hasil survey visual dan survey partisipatif berupa lokasi pertemuan dengan
pesut. Hasil tersebut kemudian dilakukan analisis tumpang susun dengan sebaran
spasial berdasarkan hasil wawancara. Diagram analisis data distribusi spasial
pesut di Teluk Banten disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Analisis Distribusi Spasial Pesut di Teluk Banten

13

Analisis SWOT Untuk Penyusunan Usulan Pengelolaan
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik dari
suatu permasalahan untuk merumuskan strategi pengelolaannya (Rangkuti 2005).
Analisis ini membagi suatu sumber daya menjadi dua faktor utama, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup faktor Kekuatan (Strength)
dan faktor Kelemahan (Weakness). Faktor eksternal mencakup faktor Peluang
(Opportunity) dan faktor Ancaman (Threat). Faktor-faktor ini didapatkan dari
hasil penelitian, wawancara dan studi literatur.
Secara kuantitatif analisis ini menggunakan sistem rating dan pembobotan
pada setiap faktornya. Rating diberikan kepada setiap faktor secara subyektif
sedangkan Bobot diberikan dengan metode Paires Comparison. Ketentuan rating
dan bobot disajikan pada Tabel 3. Bobot didapatkan dengan rumus sebagai
berikut:

Tabel 3. Rating dan Bobot Untuk Faktor-Faktor SWOT
Nilai
Keterangan
Rating
Kurang Penting
1
Cukup Penting
2
Penting
3
Sangat Penting
4
Bobot
Faktor horizontal kurang penting dibanding faktor vertikal
1
Faktor horizontal sama penting dibanding faktor vertikal
2
Faktor horizontal lebih penting dibanding faktor vertikal
3
Faktor horizontal sangat penting dibanding faktor vertikal
4

Strategi dibentuk dengan menghubungkan faktor internal dengan faktor
eksternal melalui matriks SWOT. Matriks ini terbagi menjadi 4 kuadran, yaitu :
Kuadran 1, kuadran Kekuatan-Peluang (S-O) yang bertujuan memaksimalkan
peluang dengan kekuatan yang ada.
Kuadran 2, kuadran Kelemahan-Peluang (W-O) yang bertujuan menggunakan
peluang untuk mengatasi kelemahan.
Kuadran 3, kuadran Kekuatan-Ancaman (S-T) yang bertujuan menggunakan
kekuatan untuk menanggulangi ancaman.
Kuadran 4, kuadran Kelemahan-Ancaman (W-T) yang bertujuan meminimalkan
kelemahan dan menanggulangi ancaman.
Strategi yang dibentuk tersebut akan mengaitkan beberapa faktor yang
terdapat pada kuadrannya. Untuk menentukan prioritas strategi yang diusulkan
maka dijumlahkan skor dari faktor-faktor yang berkaitan. Prioritas diurutkan
berdasarkan nilai terbesar sampai terkecil dari jumlah skor faktor-faktor tersebut.

14

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Teluk Banten
Teluk Banten terletak 60 km di sebelah Barat Kota Jakarta. Secara
geografis, Teluk Banten berada pada 05°52’- 06°05’ Lintang Selatan dan 106°07’106°35’ Bujur Timur. Secara administratif, Teluk Banten termasuk dalam wilayah
Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Sebelah Barat, Teluk Banten berbatasan
dengan Kecamatan Bojonegara; sebelah Selatan dengan Kecamatan Kasemen dan
Kramatwatu; sebelah Timur dengan Kecamatan Pontang; dan sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa.
Berdasarkan BPS (2013), terdapat beberapa sungai yang bermuara di
Teluk Banten. Yaitu, sungai Ciujung, Cibanten, Kalimati, Ciruas, Cibeureun dan
Cisaat. Terdapat juga beberapa pulau di dalam Teluk Banten, yaitu Pulau Panjang,
Pamujan Besar, Pamujan Kecil, Lima, Dua/Burung (sekarang menyatu dengan
daratan utama karena sedimentasi), Kubur, Kambing, Tarahan, Kemanisan, Semut
Kalidua dan Kalisatu. Teluk Banten memiliki luas 150 Km2 dengan kedalaman
rata-rata 7 meter dan kedalaman maksimum 30 meter. Karakteristik ini cocok bagi
pesut yang memiliki habitat di perairan estuari (muara sungai) dengan kedalaman
yang dangkal.
Menurut Sjaifuddin (2007), hasil pemeruman tim PKSPL IPB tahun 2004
bahwa kontur batimetri Teluk Banten cenderung mendangkal dari arah Timur
Laut ke Barat Daya dengan terdapat cekungan-cekungan sedalam 2-5 meter.
Cekungan tersebut diduga akibat kegiatan penambangan pasir.
Teluk Banten memiliki kekayaan sumber daya hayati dan non-hayati yang
beragam. Sumber daya hayati seperti, ekosistem mangrove, ekosistem lamun,
ekosistem terumbu karang, komunitas burung migrasi (cagar alam Pulau Dua),
mamalia laut (duyung dan pesut), ikan karang dan biota laut lainnya. Sumber daya
non-hayati di sekitar Teluk Banten adalah keberadaan situs bersejarah Masjid
Agung Banten, Benteng Speel-Wijk, Istana Kaibon dan Masjid Pacinan. Sumber
daya hayati dan non-hayati yang berada di Teluk Banten dan sekitarnya ini kurang
mendapatkah perhatian dengan pengelolaan yang kurang baik di daerah tersebut.
Teluk Banten kini menjadi teluk dengan aktivitas yang padat dan
berpotensi mengancam kehidupan pesut di Teluk Banten. Pesisir bagian Barat
dipadati dengan aktivitas industri dan sedang dikembangkan pelabuhan peti kemas
Internasional. Industri yang berada di daerah tersebut menurut LIPI (2001), terdiri
dari Industri karet, plastik, logam, polymer dan penimbunan minyak. Limbah
industri tersebut dibuang melalui sungai dan berakhir di Teluk Banten. Aktivitas
lain di pesisir teluk adalah di bagian Pesisir Timur sampai Selatan didominasi oleh
aktivitas pertambakan dan persawahan, aktivitas tersebut mengalihfungsikan
hutan mangrove.
Aktivitas di dalam Teluk Banten terdiri dari, lalu lintas kapal perikanan,
lalu lintas kapal penumpang, persinggahan kapal-kapal besar (sebelah Barat),
penangkapan ikan, penambangan pasir, budidaya rumput laut, budidaya kerang
hijau, wisata bahari (memancing) dan sedang dikembangkan wisata bahari
snorkeling dan diving.

15

Nelayan yang beroperasi di Teluk Banten, terdiri nelayan menetap dan
nelayan abangan (nomaden). Nelayan menetap tinggal di sekitar Teluk, sedangkan
nelayan abangan berasal dari luar Banten. Nelayan menetap berkumpul dalam
kelompok nelayan berdasarkan jenis alat tangkapnya.
Para nelayan mempunyai kearifan lokal, berupa larangan melaut di hari
Jum’at serta larangan menggangu kehidupan pesut dan lumba-lumba. Terdapat
cerita rakyat yang menyebar bahwa pesut dan lumba-lumba berasal dari nenek
moyang yang sama.

Pesut di Teluk Banten
Pesut dapat hidup pada perairan dengan rentang salinitas yang besar. Pesut
dapat ditemukan di laut, estuari, sungai dan danau. Habitat pesut (seperti Teluk
Banten) seringkali tumpang tindih dengan lokasi pusat kegiatan antropogenik,
seperti kegiatan penangkapan ikan, pelabuhan dan sebagainya. Hal tersebut
berpotensi memberikan ancaman bagi kehidupan pesut.
Distribusi Spasial dan Temporal Pesut di Teluk Banten
Pada periode pengamatan survey visual terjadi 2 kali pertemuan dengan
pesut, pertama pada tanggal 13 Februari 2013 dan yang kedua pada tanggal 27
September 2013 (Tabel 4). Nelayan yang berkontribusi pada survey partisipatif
melaporkan bahwa bertemu dengan pesut di dua tempat, yaitu perairan Pulau
Lima dan tengah Teluk. Hasil yang diperoleh disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Survey Visual dan Survey Partisipatif Pesut Di Teluk Banten
No

Tanggal

Survey Visual
13 Februari 2013
1

2

27 September 2013

Survey Partisipatif
Januari 2013
3

Jam (WIB)

Lokasi
Perjumpaan

Jumlah
Individu

Tingkah
laku

11.00

5.9978°LS ,
106.1911°BT

10 - 15

08.00

5.9948°LS,
106.2132°BT

2

Travelling,
Breaching,
Lobtailing
Travelling

15.00

P. Mujan Kecil

2

Travelling

4

Mei 2013

09.00

P. Lima

10 - 15

Travelling

5

23 Februari 2014

06.00-07.00

P.Lima

3

Travelling

6

25 Februari 2014

06.00-07.00

P.Lima

1

Travelling

7

27 Februari 2014

06.00-07.00

P.Lima

4

Travelling

Tabel 4 menunjukkan pesut dapat ditemukan di perairan sebelah Timur,
Tenggara, Selatan dan tengah Teluk Banten. Pesut tidak ditemukan pada bagian
Barat dan Utara teluk. Hal ini sesuai dengan survey wawancara nelayan.
Pesut ditemukan pada musim hujan (Januari dan Februari), musim
peralihan hujan-panas (Mei) dan musim peralihan panas-hujan (September). Pada
musim panas tidak ditemukan pesut dikarenakan pada saat survey, cuaca tidak

16

bagus gelombang tinggi dan hujan. Sebagian besar pesut ditemukan pada pukul
06.00-11.00 WIB, hanya satu kali yang ditemukan pada pukul 15.00 WIB.
Berdasarkan Tabel 4, diketahui pesut di Teluk Banten hidup secara
berkelompok dengan ukuran kelompok kecil (maksimum 15 ekor). Sebagian besar
pesut ditemukan dalam tingkah laku travelling, yaitu tingkah laku berenang
bersama dengan kelompoknya ataupun sendirian. Dokumentasi pesut yang
didapatkan pada saat survey visual disajikan pada Lampiran 5.
Pada tanggal 13 Februari 2013, tingkah laku pesut lebih kompleks yaitu
travelling, breathing, breaching, lobtailing. Pada saat tersebut pesut ditemukan
berenang secara berkelompok (travelling) berkeliling di satu tempat saja. Pesut
berenang dan menyelam cukup lama (sekitar 5 menit) dan akan muncul ke
permukaan untuk mengambil udara (breaching). Selain itu, ditemukan pesut yang
melakukan tingkah laku mengibaskan sirip ekor ke permukaan air (lobtailing).
Tingkah laku ini menurut Heithaus dan Dill (2009) adalah strategi dari kelompok
cetacea untuk mengumpulkan mangsa yang berkelompok (schooling). Ketiga
tingkah laku tersebut menunjukkan bahwa pesut sedang melakukan perburuan
mangsa di daerah itu.
Seluruh nelayan yang menjadi responden, mengetahui cetacea merupakan
hewan laut sejenis lumba-lumba, paus dan pesut. Para nelayan menyatakan bahwa
di perairan Teluk Banten terdapat cetacea dari jenis pesut (O. brevirostris). Oleh
nelayan setempat pesut disebut dengan beberapa nama, yaitu lembur dengkul,
persut atau wersut. Selain pesut nelayan juga mengatakan pernah melihat lumbalumba namun tidak di dalam teluk, seperti di Laut Jawa dan di sekitar Pulau
Tunda. Sebaran spasial menurut wawancara nelayan disajikan dalam bentuk
persentase pada Gambar 5.

Gambar 5. Persepsi Nelayan Mengenai Keberadaan Pesut di Teluk Banten

Terdapat 49% pendapat nelayan (Gambar 5) mengatakan melihat pesut di
bagian pesisir Timur sampai dengan Timur Laut Teluk. Daerah tersebut
berdekatan dengan aktivitas pertambakan di pesisirnya. Selain itu, di daerah
tersebut banyak ditemukan alat tangkap sero. Pada Gambar 5 ditunjukkan daerahdaerah lain yang menurut nelayan dapat ditemukan pesut adalah bagian Selatan
teluk (sekitar Pulau Lima) dengan presentase 25% pendapat nelayan, bagian
Tenggara (sekitar Pulau Burung) sebesar 17% dari pendapat nelayan, bagian 9 %.
Bagian teluk yang lain seperti daerah barat (pesisir bojonegara) yang didominasi

17

oleh kegiatan industri di pesisirnya dan daerah utara teluk yang berbatasan dengan
Laut Jawa tidak ada catatan ditemukannya pesut.
Secara temporal menurut nelayan, pesut dapat ditemukan tiap hari di Teluk
Banten terutama di waktu pagi sampai siang hari. Selain itu pesut terlihat pada
saat laut tenang. Karena pesut merupakan hewan yang tidak terlalu atraktif seperti
lumba-lumba yang sering berlompatan tinggi di atas air, sehingga ketika laut
bergelombang akan kesulitan melihat pesut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwa Teluk Banten
merupakan habitat dari pesut. Hasil wawancara menunjukkan, keberadaan pesut di
Teluk Banten terkonsentrasi di bagian Timur laut ke arah Selatan Teluk (Gambar
5). Survey visual juga menunjukkan pesut yang ditemukan berada di daerah
Timur Teluk Banten dan Tenggara (dekat dengan Pulau Burung). Survey
partisipatif menunjukkan ada 2 tempat bertemunya pesut, yaitu di perairan Pulau
Lima (Selatan Teluk) d