Pengembangan Analisis Listeria Monocytogenes Untuk Jajanan Pempek Dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)

PENGEMBANGAN ANALISIS LISTERIA MONOCYTOGENES
UNTUK JAJANAN PEMPEK DENGAN REAL-TIME
POLYMERASE CHAIN REACTION (rt-PCR)

ARIF MURTAQI AKHMAD MS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Analisis
Listeria monocytogenes untuk Jajanan Pempek dengan Real-time Polymerase
Chain Reaction (rt-PCR) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

Januari 2016

Arif Murtaqi Akhmad MS
NRP. F251120181

iv

RINGKASAN
ARIF MURTAQI AKHMAD MS. Pengembangan Analisis Listeria
monocytogenes untuk Jajanan Pempek dengan Real-time Polymerase Chain
Reaction (rt-PCR). Dibimbing oleh WINIATI P. RAHAYU dan SITI
NURJANAH.
Listeria (L.) monocytogenes merupakan bakteri patogen yang dapat

menyebabkan bahaya serius bagi manusia. L. monocytogenes dapat menyebabkan
komplikasi meningitis. Pangan jajanan anak sekolah sebagai salah satu pangan
siap saji memiliki risiko bahaya L. monocytogenes yang tinggi terutama bila
dikonsumsi oleh anak sekolah dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan metode deteksi L. monocytogenes pada jajanan pempek
menggunakan rt-PCR. Isolasi DNA L. monocytogenes dilakukan dengan
membandingkan tiga metode ekstraksi yaitu: fenol:kloroform, pemanasan, dan kit
komersial (QIAamp DNA Blood Mini Kit). Isolat DNA L. monocytogenes
diamplifikasi menggunakan PCR dengan dua variabel primer yaitu LIM 2 dan
LIMRE untuk deteksi gen iap, dan primer DG69 dan DG74 untuk deteksi gen
hlyA. Pengujian dengan rt-PCR diawali dengan denaturasi awal pada 94 °C
selama 5 menit diikuti dengan 30 siklus yang terdiri dari 45 detik denaturasi pada
94 °C, 45 detik annealing pada 55 °C, 45 detik ekstensi pada 72 °C dan ekstensi
akhir pada 72 °C selama 7 menit. Kemudian dilanjutkan dengan program melting
dengan transisi suhu 72-94 °C dan laju 0.5 °C/detik.
Metode fenol:kloroform menunjukkan ekstraksi DNA terbaik yang lebih
murni. Primer DG69/DG74 lebih spesifik dibandingkan dengan primer
LIM 2/LIMRE. Kondisi running yang digunakan menghasilkan kurva amplifikasi
spesifik sampai siklus ke-27. Deteksi DNA dari kultur murni L. monocytogenes
menghasilkan persamaan kurva standar CT = 37.9-3.11 C dengan nilai r sebesar

-0.990 dan limit deteksi (LOD) 3.2 x 103 CFU/mL. Deteksi DNA pada sampel
pempek menghasilkan persamaan kurva standar CT = 41.03-3.69 C dengan nilai r
sebesar -0.997 dan limit deteksi (LOD) 6.3 x 103 CFU/g. Primer DG69 dan DG74
dapat dipertimbangkan sebagai metode spesifik dan sensitif yang dapat diandalkan
untuk mendeteksi L. monocytogenes pada jajanan pempek.
Kata kunci: Listeria monocytogenes, metode deteksi, pempek, primer, real-time
PCR

v

SUMMARY
ARIF MURTAQI AKHMAD MS. Development of Real-time Polymerase Chain
Reaction Analysis for DNA Detection of Listeria monocytogenes in Pempek
Snack. Supervised by WINIATI P. RAHAYU and SITI NURJANAH
Listeria (L.) monocytogenes is an important foodborne pathogen which can
cause serious human listeriosis. L. monocytogenes can cause meningitis
complications. School children snacks have high potential of risk of
L. monocytogenes because these foods are consumed by children. The aim of this
study was to develop rt-PCR method of L. monocytogenes detection in fish based
snack. DNA extraction of L. monocytogenes was conducted by comparing three

extraction methods: phenol:chloroform, heating, and commercial kit (QIAamp
DNA Blood Mini Kit). DNA isolate was amplified by rt-PCR using two variables
which were primer LIM 2 and LIMRE for iap gene detection, and primer DG69
and DG74 for hlyA gene detection. The cycling conditions included an initial
denaturation at 94 °C for 5 min followed by 30 cycles of 45 s denaturation at
94 °C, 45 s annealing at 55 °C, 45 s extension at 72 °C and 7 min final extension
at 72 °C. The thermocycling program was followed by a melting program of
transition from 72 to 94 °C with a rate of 0.5 °C/s.
Phenol:chloroform method gave the best extraction result, while primer
DG69 and DG74 gave more specific result on standard PCR compared to primer
LIM 2 and LIMRE. The running condition showed the fluorescence amplification
curve up to 27th cycle. Amplification standard curve of DNA from pure culture
resulted the equation CT = 37.9 – 3.11 C with r value -0.990 and limit of detection
(LOD) 3.2 x 103 CFU / mL. Amplification standard curve of DNA from spiked
pempek sample resulted the equation CT = 41.03 - 3.69 C with r value -0.997 and
limit of detection (LOD) 6.3 x 103 CFU / g. In summary, rt-PCR using primer
DG69 and DG74 should be considered as reliable method for specific and
sensitive detection of L. monocytogenes in pempek.
Keywords: Detection method, fish based snack, Listeria monocytogenes, primer,
real-time PCR


vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

PENGEMBANGAN ANALISIS LISTERIA MONOCYTOGENES
UNTUK JAJANAN PEMPEK DENGAN REAL-TIME
POLYMERASE CHAIN REACTION (rt-PCR)

ARIF MURTAQI AKHMAD MS


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Puspo Edi Giriwono, S.TP, Ph.D

ix

Judul Tesis

Nama

NIM

: Pengembangan Analisis Listeria monocytogenes untuk
Jajanan Pempek dengan Real-time Polymerase Chain
Reaction (rt-PCR)
: Arif Murtaqi Akhmad MS
: F251120181

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Winiati P Rahayu
Ketua

Dr. Ir. Siti Nurjanah, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 20 November 2015

Tanggal Lulus :

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai Mei
2015 ini ialah pengembangan metode deteksi mikroba patogen, dengan judul
Pengembangan Analisis Listeria monocytogenes untuk Jajanan Pempek dengan

Real-time Polymerase Chain Reaction (rt-PCR).
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Winiati P Rahayu dan Ibu Dr. Siti Nurjanah yang telah
memberikan bimbingan, waktu dan perhatian selama penelitian dan penulisan
tesis ini.
2. Bapak Dr. Puspo Edi Giriwono selaku penguji yang telah memberikan saransaran guna menyempurnakan penulisan tesis ini.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini
melalui Program Hibah Kompetensi.
4. Departemen ITP sebagai homebase IPN.
5. Program pascasarjana IPB yang telah membantu selama proses studi.
6. Pimpinan SEAFAST Center dan Departemen ITP yang telah memberikan ijin
penggunaan fasilitas di laboratorium.
7. Seluruh pengajar di Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan bekal
ilmu bagi penulis.
8. Politeknik Gorontalo yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana
selama menempuh studi di program studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
9. Para teknisi di laboratorium SEAFAST Center dan di laboratorium ITP yang
telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

10. Rifina Murtialmira dan Muhammad Afif Naufal yang telah memberikan
semangat dan doa kepada penulis.
11. Ibu dan Bapak serta kakak-kakak dan keponakan-keponakan yang
memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
12. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian.
Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor,

Januari 2016

Arif Murtaqi Akhmad MS

xi

DATAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR


xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik L. monocytogenes
Metode Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR)

2
2
3

3 METODE
Bahan
Alat
Tahapan Penelitian

5
5
6
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Metode Ekstraksi DNA
Konfirmasi Spesifisitas Primer
Penentuan Limit Deteksi DNA L. monocytogenes

11
11
13
16

SIMPULAN

18

SARAN

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

26

xii

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penelitian tentang pengembangan deteksi L. monocytogenes
Sitotoksisitas mikroba yang digunakan
Kemurnian dan konsentrasi DNA
Hasil analisis kurva melting
Hasil analisis rt-PCR DNA L. monocytogenes
Hubungan nilai CT terhadap sampel yang diuji

4
6
12
15
16
18

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

L. monocytogenes
Grafik sigmoidal proses amplifikasi dengan rt-PCR
Skema penelitian
Hasil elektroforesis pada tahap ekstraksi DNA
Hasil elektroforesis produk PCR dengan primer (a) LIM 2 /LIMRE dan
(b) DG69/DG74
Kurva amplifikasi uji spesifisitas primer DG69/DG74 dengan rt-PCR
Kurva standar hubungan log konsentrasi kultur murni
L.
monocytogenes dan nilai CT
Kurva standar hubungan log konsentrasi L. monocytogenes pada sampel
pangan spike dan nilai CT

2
5
7
12
14
15
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Komposisi dalam PCR standar dengan Primer LIM 2 / LIMRE
Kondisi running PCR standar dengan Primer LIM 2 / LIMRE
Komposisi bahan dalam PCR standar dengan Primer DG69 / DG74
Kondisi running PCR standar dengan Primer DG69 / DG74
Komposisi bahan untuk rt-PCR dengan Primer LIM 2 / LIMRE
Kondisi running rt-PCR dengan Primer LIM 2 / LIMRE
Komposisi bahan untuk rt-PCR dengan Primer DG69 / DG74
Kondisi running rt-PCR dengan Primer DG69 / DG74
Analisis BLAST primer LIM 2
Analisis BLAST primer LIMRE
Analisis BLAST primer DG69
Analisis BLAST primer DG74

22
22
22
22
23
23
23
23
24
24
25
25

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Listeria monocytogenes sering mengontaminasi produk-produk pangan
segar maupun pangan dengan minimal proses, seperti produk susu, ikan atau
sayuran/buah. L. monocytogenes dapat menyebabkan keracunan darah dan
komplikasi meningitis. L. monocytogenes memiliki kemampuan hidup yang luas
antara suhu 1-45 °C. Oleh sebab itu, L. monocytogenes sering dijumpai pada
pangan siap saji dan pangan yang disimpan pada suhu rendah (Moreno et al.
2012).
Perkembangan teknologi identifikasi DNA yang pesat saat ini dapat
membantu untuk mengetahui pencemaran pangan terutama cemaran biologi dan
mikrobiologi. Salah satu metode cepat deteksi mikroba yaitu Polymerase Chain
Reaction (PCR). Salah satu kelebihan metode PCR yaitu mampu mendeteksi
L. monocytogenes yang masih hidup namun tidak terdeteksi dengan metode
pencawanan (viable but not culturable). Aplikasi PCR dalam deteksi bakteri
L. monocytogenes telah banyak diaplikasikan contohnya pada sampel susu dan
produk turunannya (Aurora et al. 2008), daging dan produk turunannya (Meyer et
al. 2011; Marian et al. 2012), daging ikan dan produk turunannya (Marian et al.
2012), sayuran (Moreno et al. 2012), dan beberapa produk pangan siap saji
lainnya (Jamali et al. 2013). Teknologi deteksi DNA dengan real-time PCR (rtPCR) merupakan pengembangan metode PCR yang dapat mendeteksi dan
mengkuantifikasi DNA bakteri secara aktual selama proses berjalan. Oleh karena
itu, metode rt-PCR ini relatif lebih cepat dibandingkan dengan PCR standar.
Pangan jajanan anak sekolah (PJAS), khususnya yang berbahan dasar
daging ikan, perlu mendapat perhatian lebih. Hal ini disebabkan komposisi daging
ikan yang banyak mengandung nutrisi bagi pertumbuhan mikroba dan ditambah
lagi praktik penanganan para penjual PJAS yang masih jauh dari higienis. Salah
satu contoh PJAS berbasis ikan yang cukup terkenal yaitu pempek. Pempek
merupakan makanan khas dari Palembang, Sumatra Selatan yang terbuat dari
adonan ikan dan tapioka. Pempek sudah banyak ditemui di tiap-tiap sekolah,
perkantoran, pusat perbelanjaan, dan tempat-tempat lainnya di seluruh Indonesia.
Pengembangan deteksi L. monocytogenes untuk jajanan pempek dengan rt-PCR
perlu dilakukan mengingat masih belum adanya penelitian tersebut baik di dalam
maupun luar negeri.
Perumusan Masalah
Penelitian tentang pengembangan metode deteksi L. monocytogenes secara
kuantitatif pada PJAS berbasis ikan, khususnya pempek, sangat penting dilakukan
mengingat belum adanya penelitian tersebut sampai saat ini. Pengembangan
metode ini dimaksudkan untuk memberi informasi metode ekstraksi DNA,
penggunaan primer, kondisi running PCR standar dan rt-PCR, sehingga diperoleh
serangkaian metode yang optimal untuk deteksi secara kuantitatif
L. monocytogenes untuk jajanan pempek. Deteksi secara kuantitatif diperlukan
untuk mengetahui keberadaan dan juga jumlah L. monocytogenes pada pangan.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan metode ekstraksi DNA optimum untuk L. monocytogenes pada
PJAS berbasis ikan, khususnya pempek
2. Menentukan primer yang spesifik untuk pengujian L. monocytogenes
3. Menguji limit deteksi rt-PCR ESCO Swift 48 untuk kultur murni
L. monocytogenes dan sampel pempek yang di-spike dengan
L. monocytogenes

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu tersedianya metode analisis yang valid
untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi L. monocytogenes pada sampel
PJAS berbasis ikan, khususnya pempek, secara
cepat sehingga dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak khususnya pemerintah dan peneliti yang terkait
dalam bidang keamanan pangan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik L. monocytogenes
L. monocytogenes termasuk bakteri berbentuk batang (Gambar 1), Gram
positif, psikotropik, fakultatif anaerob, katalase positif, oksidase-negatif (Campos
et al. 2011). L. monocytogenes umum ditemukan di lingkungan dan berbagai
pangan mentah. L. monocytogenes tergolong bakteri yang mampu beradaptasi
pada kondisi lingkungan yang luas (Acciari et al. 2011). L. monocytogenes dapat
bertahan pada pH sekitar 4.4 dan konsentrasi garam di atas 14 %.
L. monocytogenes mampu hidup pada suhu 1-45 °C, sehingga makanan yang
disimpan di refrigerator justru memberi kesempatan hidup bagi
L. monocytogenes yang bagi bakteri lain tidak dapat tumbuh (Kramarenko et al.
2013)

Gambar 1. L. monocytogenes (http://www.denniskunkel.com)

3

Listeria monocytogenes dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui
infeksi yang disebut listeriosis. Listeriosis dapat menyebabkan penyakit pada
orang sehat, terlebih lagi pada balita, penderita immunocompromised, golongan
wanita hamil, dan orang yang kehilangan imunitas akibat suatu penyakit (Todd et
al. 2011). Listeria monocytogenes sering menyebabkan infeksi fatal seperti
meningitis, sepsis, atau infeksi pada janin dan keguguran. Bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit pada orang sehat seperti gastroenteritis dan demam yang
akan sembuh dengan sendirinya (Schuppler et al. 2010). Identifikasi dan
kuantifikasi L. monocytogenes pada pangan sangat perlu dilakukan mengingat
adanya regulasi dari Eropa yang mensyaratkan jumlah cemaran kurang dari
100 CFU/g L. monocytogenes pada pangan siap saji terutama yang ditujukan pada
konsumsi anak kecil dan keperluan medis (Moreno et al. 2012).
Metode Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode klasik dalam deteksi cemaran mikroba di dalam produk pangan
awalnya menggunakan isolasi di media dan konfirmasi melalui tes biokimia dan
serologi. Pengembangan metode deteksi mikroba selanjutnya yaitu menggunakan
PCR yang menghasilkan data yang lebih akurat dan relatif cepat. Metode
konvensional meliputi persiapan media kultur (pengayaan, pengayaan selektif,
dan penumbuhan pada agar selektif), penghitungan koloni, pengkarakterisasian
dengan uji biokimia, yang dapat dilanjutkan dengan penetapan serotipe (serovar)
dengan uji serologi. Hasil uji biokimia yang sama dari genus mikroba yang sama,
tidak menjamin bahwa mikroba-mikroba tersebut berasal dari serovar yang sama.
Untuk mengatasinya, dilakukan uji serologi untuk mengonfirmasi koloni tipikal
yang telah diperoleh dari uji morfologi dan uji biokimia. Cara ini juga digunakan
untuk mengidentifikasi mikroba pada tingkat subspesies. Kekurangan dari metode
ini ialah memerlukan keahlian yang baik, waktu yang lama, dan mahal.
Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan metode deteksi cepat terhadap mikroba
cemaran yaitu teknik PCR.
Metode PCR dapat melipatgandakan sekuens DNA atau RNA menjadi
ribuan sampai jutaan copy, sehingga PCR dapat membantu mendeteksi cemaran
mikroba pada pangan (Pochop et al. 2013). Pada mulanya, PCR memiliki
kelemahan yaitu tidak dapat membedakan DNA dari organisme hidup dan
organisme mati. Tahap penting sebelum dilakukannya metode PCR adalah tahap
ekstraksi DNA. Hal ini disebabkan pada matriks sampel pangan, khususnya yang
berbasis daging, mengandung beberapa komponen seperti produk reaksi mailard,
glikogen, lemak, kolagen, asam fulvat, dan besi yang dapat ikut terpurifikasi
bersama DNA target. Keberadaan komponen-komponen tersebut memungkinkan
terjadinya penghambatan amplifikasi asam nukleat dengan PCR (Camma et al.
2012). Penelitian tentang deteksi L. monocytogenes dengan PCR sudah cukup
banyak dilakukan terutama pada jenis pangan siap saji, susu dan produk hasil
susu, sayuran, daging dan produk hasil daging, serta produk ikan (Tabel 1).
Rt-PCR merupakan pengembangan teknologi dari PCR standar. Rt-PCR
mengamplifikasi dan mendeteksi DNA dalam satu proses secara real-time.
Deteksi menggunakan rt-PCR dapat berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Hal
ini berbeda dengan PCR standar yang hanya dapat mendeteksi mikroba secara
kualitatif dari pengamatan dalam gel agarose terhadap amplikon dengan panjang

4

basa tertentu. Kelebihan rt-PCR dibanding PCR standar antara lain: lebih mudah,
akurat, cepat, dan sensitif.
Kuantifikasi rt-PCR secara umum dapat dilakukan dengan dua cara:
(1) menggunakan dye fluoresence yang berikatan dengan amplikon, dan
(2) menggunakan probe oligonukleotida yang dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga akan berpendar ketika terhibridisasi dengan DNA komplementer. Jenis
dye fluorescence yang banyak digunakan sampai saat ini yaitu SYBR® Green
sedangkan jenis probe yang digunakan sampai saat ini yaitu TaqMan®, molecular
beacons, dan Scorpions® (Dharmaraj 2009). Penggunaan dye fluorescence relatif
lebih ekonomis namun spesifisitasnya lebih rendah dibanding probe.
Tabel 1. Penelitian tentang pengembangan deteksi L. monocytogenes
Tujuan Penelitian
Sampel
Pustaka
Deteksi L. monocytogenes dengan metode
Susu
Choi dan Hong
PCR kompetitif
2003
Deteksi gen multi asosiasi virulen
Darah, feses,
Rawool et al.
L. monocytogenes
dan susu sapi 2007
Perbandingan antara uji PI-PLC dan PCR
Susu dan
Aurora et al.
dalam deteksi patogenisitas
L.
produk susu
2008
monocytogenes
Deteksi L. monocytogenes dengan metode
Daging babi
Meyer et al.
immunoassay VIDAS LMO2
dan sapi
2011
mentah
Perbandingan antara deteksi real-time PCR
Nutrient broth Dadkhah et al,
L. monocytogenes menggunakan SYBR
dan susu
2012
Green I dan TaqMan
Deteksi L. monocytogenes dengan metode
Sosis, burger, Marian et al.
MPN-PCR
ikan kaleng,
2012
daging
cincang, ikan,
ayam, daging
mentah
Deteksi dan penghitungan L. monocytogenes Sayuran
Moreno et al.
viabel pada pangan nabati siap saji dengan
2012
metode pengkulturan, PCR, dan DVC-FISH
Deteksi L. monocytogenes viabel dengan
Daging babi
Ye et al, 2012
real-time Reverse Transcriptase PCR
Deteksi dan isolasi Listeria spp dan
396 jenis
Jamali et al.
L. monocytogenes dalam berbagai jenis
pangan siap
2013
media agar selektif
saji dari
supermarket
Deteksi L. monocytogenes dengan metode
Daging siap
Ohk dan Bhunia.
biosensor multiplex fiber optic
saji
2013
Proses amplifikasi DNA menggunakan rt-PCR ditampilkan secara terkini
dalam bentuk grafik pada layar monitor. Grafik-grafik yang diperoleh dapat
berupa grafik amplifikasi, kurva standar, dan atau kurva melting. Grafik
amplifikasi merupakan grafik utama yang terbentuk selama siklus amplifikasi.

5

Grafik amplifikasi menunjukkan ada tidaknya DNA target dengan terbentuknya
kurva sigmoidal (Gambar 2). Semakin banyak amplikon yang terbentuk maka
akan semakin meningkatkan akumulasi flouresen yang terbaca. Akumulasi
fluoresen tersebut akan membentuk kurva sigmoidal. Analisis kurva amplifikasi
terhadap base line threshold akan menghasilkan nilai yang disebut threshold cycle
(CT) (Edwards et al. 2004).
Kurva standar merupakan hubungan antara log konsentrasi bakteri dan
CT. Kurva ini dapat digunakan dalam penetapan limit deteksi dan menghitung
konsentrasi bakteri yang belum diketahui pada suatu sampel pangan. Sampel yang
digunakan untuk pembuatan kurva standar dibuat serial pengenceran dari
pengenceran tertinggi sampai terendah yang masih dapat dideteksi, dengan
konsentrasi bakteri dalam kultur antara 100 - 109 CFU/mL. Masing-masing
pengenceran diekstrak DNA nya untuk ditentukan nilai CT nya menggunakan
rt-PCR. Pembuatan kurva standar hanya dilakukan untuk deteksi mikroba secara
kuantitatif.

Gambar 2. Grafik sigmoidal proses amplifikasi dengan rt-PCR
Kurva melting (peleburan) merupakan kurva turunan dari hubungan antara
fluoresen dan suhu (dF/dT). Suhu melting (Tm) merupakan suhu saat 50 %
amplikon DNA untai ganda terpisah menjadi dua untai tunggal. Nilai Tm diketahui
sebagai suhu pada saat munculnya puncak pada kurva melting. Analisis kurva
melting sangat disarankan untuk metode rt-PCR menggunakan SYBR Green®
karena dapat membantu mengidentifikasi adanya produk non-spesifik maupun
primer dimer (Brisson et al. 2000).

3 METODE
Bahan
Mikroba standar yang digunakan adalah L. monocytogenes ATCC 7644.
Sedangkan untuk penentuan spesifisitas primer digunakan kontrol
L. monocytogenes ATCC 13932, Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus
aureus ATCC 25923, Lactobacillus plantarum ATCC 8014, dan Cronobacter
sakazakii ATCC 29544 (Tabel 2). Media yang digunakan untuk penyegaran kultur
bakteri adalah Tryptic Soy Broth (TSB) (Oxoid, UK).

6

Tabel 2. Sitotoksisitas mikroba yang digunakan
Spesies
Sitotoksisitas
L. monocytogenes
α-hemolitik
ATCC 7644; ATCC 13932
E. coli ATCC 25922
β-hemolitik
S. aureus ATCC 25923
β-hemolitik
C. sakazakii ATCC 29544
β-hemolitik
L. plantarum ATCC 8014
-

Pustaka
Choi dan Hong (2003)
Snyder dan Carson (2010)
Mak et al. (2008)
Fakruddin et al. (2014)
-

Bahan kimia yang digunakan adalah lisozim ( ≥ 20000 unit/mg protein) (Bio
Basic, Canada), proteinase K ( > 30 unit/mg protein) (Peqlab, Jerman), cetyl
trimethylammonium
bromide
(CTAB)
(Bio
Basic,
Kanada),
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) (Amersham BioSciences, UK), QIAamp
DNA Blood Mini Kit (Qiagen, Jerman), agarose (Bio Basic, Kanada), larutan
Tris-HCl (Promega, US), buffer tris-EDTA (TE), larutan sodium dodecyl sulfate
(SDS) (Merck, Jerman), isopropanol (Merck, Jerman), SYBR® Green (Thermo
Fisher Scientific, US), amonium asetat (Merck, Jerman), fenol (MP Bio, US),
kloroform (J.T. Baker, Meksiko), NaCl (Merck, Jerman), dan etanol (Merck,
Jerman). Primer yang digunakan yaitu primer forward LIM 2
(CTAAAGCGGGAATCTCCCTT)
/
primer
reverse
LIMRE
(CCATTGTCTTGCGCGTTAAT) (Alpha DNA, US) untuk gen iap serta primer
forward DG69 (GTGCCGCCAAGAAAAGGTTA) / primer reverse DG74
(CGCCACACTTGAGATAT) (Alpha DNA, US) untuk gen hlyA. Bahan PJAS
berbasis ikan yang digunakan sebagai contoh adalah pempek.
Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain adalah rt-PCR Swift™ Spectrum 48
(ESCO, Singapura), AB 2720 PCR Thermal Cycler (Applied Biosystems, US),
Bio-Rad Universal Hood II Gel Doc (Bio-Rad, US), Gel Elektroforesis
PowerPac® Basic (Bio-Rad, US), kamera digital Canon® EOS 600D (Canon,
Jepang), Spektofotometer UV 2450 (Shimadzu, Jepang), magnetic stirrer,
stomacher, inkubator, bunsen, pipet mikro, water bath, laminar air flow, hot
plate, autoklaf, tabung mikrosentrifus, jangka sorong, dan alat gelas lainnya.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian utama pada penelitian ini meliputi 3 tahap utama
(Gambar 3). Tahap-tahap utama tersebut adalah; (1) pemilihan metode ekstraksi
terbaik, (2) konfirmasi spesifisitas primer, (3) penentuan limit deteksi DNA
L. monocytogenes.
1. Persiapan dan Konfirmasi Kultur Murni L. monocytogenes
Konfirmasi L. monocytogenes dilakukan dengan media selektif Agar
Listeria Ottaviani Agosti (ALOA) (Merck, Jerman) dan kit immuno assay
GLISA Singlepath® L’mono (Merck, Jerman). Konfirmasi dengan media
ALOA diawali dengan inokulasi kultur L. monocytogenes pada media TSB

7

selama 18 jam pada suhu 37 °C. Selanjutnya kultur murni diambil 0.1 mL
untuk ditumbuhkan pada media ALOA, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C
selama 24 jam. Koloni L. monocytogenes ditandai dengan warna hijau dengan
lingkaran (halo) putih keruh.
Konfirmasi dengan kit Singlepath® L’mono (Merck, Jerman) diawali
dengan pengambilan sebanyak 1-3 koloni yang diduga L. monocytogenes dari
media ALOA, lalu diletakkan ke dalam 250 μL media Brain Heart Broth
(Oxoid, UK) dan diinkubasi pada suhu 35 – 37 °C selama 1 jam. Kemudian
diambil 180 μL ke kit Singlepath® L’mono (Merck, Jerman) dan dilihat
hasilnya setelah 25 menit. Koloni L. monocytogenes diketahui dari munculnya
dua strip merah di kit tersebut.
Tahap Persiapan dan Konfirmasi Kultur
Murni L. monocytogenes
- Konfirmasi dengan ALOA®
- Konfirmasi dengan Singlepath®
L’mono

Tahap 1

-

-

Pemilihan Metode Ekstraksi DNA
Metode Fenol:Kloroform
Metode Pemanasan
Metode Kit Komersial

Konfirmasi Spesifisitas Primer
Penentuan spesifisitas dengan BLAST
Konfirmasi spesifisitas dengan PCR
standar
Konfirmasi spesifisitas dengan rt-PCR

Tahap 2

-

Tahap 3

Persiapan Sampel Pempek Spike
Pembuatan serial pengenceran 100 109 CFU/mL L. monocytogenes yang dispike ke sampel pempek

Penentuan Limit Deteksi DNA
L. monocytogenes
Penentuan limit deteksi pada kultur
murni
Penentuan limit deteksi pada sampel
pempek spike
Gambar 3. Skema penelitian

8

2. Pemilihan Metode Ekstraksi DNA untuk Kultur Murni
Metode ekstraksi yang digunakan sebagai perlakuan terdiri dari tiga
metode, yaitu 1) metode fenol-kloroform, 2) metode pemanasan 3) metode
kit komersial. Penentuan metode terbaik diawali dengan inokulasi
L. monocytogenes pada media TSB selama 18 jam pada suhu 37°C.
Selanjutnya kultur murni overnight dalam TSB diisolasi DNA-nya dengan tiga
metode tersebut.
1. Metode fenol:kloroform oleh Sambrook dan Russel (2001) yang
dimodifikasi
Modifikasi yang dilakukan terhadap metode fenol:kloroform oleh
Sambrook dan Russel (2001) adalah penggunaan buffer TE yang digunakan
pada 1 mL kultur bakteri untuk menggantikan buffer lisis. Campuran buffer
lisis dan 0.2 mg/mL proteinase K diganti dengan campuran antara 500 µL
buffer TE 1X dan 100 µL lisozim. Pelarut fenol:kloroform (1:1 v/v) dipakai
sebagai ganti dari pelarut fenol:kloroform:isoamil alkohol (25:24:1 v/v/v).
Garam 10 M ammonium asetat pH 7.4 digunakan sebagai pengganti 0.3 M
natrium asetat pH 4.8. Selain itu, etanol absolut diganti dengan isopropanol.
Cara pengeringvakuman pelet diganti dengan cara pengeringudaraan.
Sampel diambil 1 mL, lalu disentrifus dan pelet diresuspensi dengan
500 μL buffer TE 1X sebanyak 2 kali. Setelah disentrifus, pelet diresuspensi
dengan 500 μL buffer TE 1X dan 100 μL lisozim, diinkubasi pada suhu
4 °C selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 25 μL SDS 10 %, 50 μL NaCl
5M, dan 100 μL proteinase K (20 mg/mL), divortex dan diinkubasi pada
suhu 65 °C selama 2 jam. Selanjutnya ditambahkan 500 μL fenol:kloroform
(1:1 v/v), divortex dan diinkubasi -20 °C selama 30 menit, lalu disentrifus
pada suhu 4 °C, 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil 500 μL
dan dipindahkan ke tabung eppendorf baru, ditambahkan 500 μL
fenol:kloroform (1:1 v/v), divortex dan diinkubasi -20 °C selama 30 menit,
lalu disentrifus pada suhu 4°C, 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan
diambil 500 μL dan dipindahkan ke tabung eppendorf baru, ditambahkan
500 μL kloroform, disentrifus pada suhu 4 °C, 12000 rpm selama 10 menit.
Supernatan diambil 500 μL dipindahkan ke tabung eppendorf baru,
ditambahkan ammonium asetat 10 M pH 7.4 sebanyak 150 μL volume dan
isopropanol dingin 500 μL, diinkubasikan -20 °C selama semalam,
kemudian disentrifus 14000 rpm selama 30 menit. Selanjutnya pelet
ditambah dengan 500 μL etanol 70 % dan disentrifus 12000 rpm selama
5 menit. Supernatan dibuang dan pelet dikeringudarakan, kemudian
dilarutkan dalam 50 μL buffer TE 1X.
2. Metode pemanasan oleh Rahayu et al. (2009) yang dimodifikasi
Metode ini merupakan metode dari Rahayu et al. (2009) yang
mengacu pada metode dari Hein et al. (2001). Modifikasi yang dilakukan
pada metode yang digunakan oleh Rahayu et al. (2009) adalah penurunan
suhu pemanasan dari 100 menjadi 95 °C.
Masing-masing kultur murni dimasukkan ke dalam tabung
mikrosentrifus. Suspensi tersebut disentrifus dalam mikrosentrifus selama
10 menit 14.000 rpm dengan suhu 20 °C dengan tujuan untuk
mengendapkan sel bakteri. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan pelet

9

diresuspensi dengan 500 μL buffer TE lalu dihomogenkan dengan cara
divortex. Suspensi tersebut disentrifus kembali pada mikrosentrifus selama
3 menit 14.000 rpm pada suhu 20 °C. Pelet yang dihasilkan diresuspensi
dengan 100 μL lisozim dan dihomogenisasi dengan cara divortex.
Kemudian suspensi tersebut diinkubasi pada suhu 25 °C selama 15 menit.
Setelah diinkubasi, sebanyak 100 μL proteinase K ditambahkan ke dalam
suspensi dan divortex sampai homogen. Selanjutnya suspensi diinkubasi
pada suhu 65 °C selama 1 jam dan dinkubasi kembali pada suhu 95 °C
selama 15 menit. Proses tersebut bertujuan untuk melisiskan sel bakteri dan
menghilangkan protein yang terkandung di dalamnya. Penambahan buffer
TE berfungsi untuk menjaga kestabilan DNA pada saat melisiskan sel.
Suspensi yang telah diinkubasi didinginkan dalam es sampai membeku dan
di-thawing dan disentrifus selama 5 menit 14.000 rpm pada suhu 20 °C.
Supernatan yang dihasilkan dipindahkan pada tabung mikrosentrifus baru,
disimpan pada suhu -20 °C sebagai DNA target.
3. Metode Kit Komersial QIAamp® DNA Blood Mini Kit yang dimodifikasi
Modifikasi yang dilakukan terhadap metode dari produsen yaitu
penggunaan 1 mL CTAB untuk preparasi awal sampel, kemudian divortex
hingga homogen. Suspensi tersebut disentrifus selama 1 menit dengan
kecepatan 13000 rpm dan supernatan yang dihasilkan dibuang sehingga
menyisakan pelet pada tabung mikrosentrifus. Tahap selanjutnya sesuai
dengan petunjuk dari produsen.
QIAamp® DNA Blood Mini Kit tersebut terdiri dari empat jenis
buffer (AW1, AW2, AE, dan AL), collection tube, dan kolom mini dimana
di dalamnya terdapat filter putih. Teknis pengisolasian DNA dengan kit
komersial pertama-tama adalah masing-masing satu mL suspensi kultur
murni mikroba spesifik yang terdapat dalam media NB dimasukkan ke
dalam tabung mikrosentrifus. Kemudian ditambahkan dengan 1 mL CTAB
sebagai suatu modifikasi metode dari prosedur yang ditunjukkan pada
handbook produsen kit, kemudian divortex hingga homogen. Suspensi
tersebut disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 13000 rpm dan
supernatan yang dihasilkan dibuang sehingga menyisakan pelet pada tabung
mikrosentrifus. Jika tidak dihasilkan pelet, maka suspensi disisakan
sebanyak 200 μL supernatan pada tabung mikrosentrifus. Kemudian
ditambahkan proteinase K sebanyak 30 μL ke dalam tabung mikrosentrifus,
dan dihomogenkan dengan vortex kemudian diinkubasi selama 20 menit
pada suhu 65 °C.
Setelah itu, ditambahkan buffer AL sebanyak 300 μL dan
dihomogenkan dengan vortex. Suspensi diinkubasi selama 10 menit di
dalam water bath pada suhu 65 °C. Setelah itu, ditambahkan 500 μL etanol
(100 %), dihomogenkan dengan vortex dan disentrifus selama 2 menit
dengan kecepatan 10000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dipipet dan
dimasukkan ke dalam kolom mini yang sudah dipasang pada collection
tube, kemudian disentrifus 8000 rpm selama 1 menit. Sebanyak 500 μL
buffer AW1 ditambahkan ke dalam kolom mini yang masih terpasang pada
collection tube dan disentrifus 8000 rpm selama 1 menit.
Tahap selanjutnya adalah kolom mini dipindahkan ke dalam collection
tube yang baru dan ditambahkan dengan 500 μL buffer AW2 ke dalam

10

kolom mini, kemudian disentrifus 13000 rpm selama 3 menit. Kolom mini
dipindahkan kembali ke dalam collection tube dan ditambah 500 μL buffer
AW2 dan disentrifus kembali selama 1 menit 13000 rpm. Kolom mini
dipindahkan ke dalam tabung mikrosentrifus steril dan ditambahkan ke
dalamnya sebanyak 80 μL buffer AE yang kemudian disentrifus 8000 rpm
selama 1 menit. Cairan yang diperoleh pada tabung mikrosentrifus disimpan
pada freezer dengan suhu -20 °C sebagai DNA target.
Visualisasi Hasil Ekstraksi DNA
Hasil ekstraksi DNA dari tiga metode tersebut dinilai melalui penentuan
kualitas dan kemurnian DNA. Tahap ini diawali dengan elektroforesis DNA
menggunakan 1.5 % gel agarose pada tegangan 100 volts. Setelah dimigrasi,
gel berisi DNA direndam dalam larutan Ethidium Bromida (EtBr) kemudian
dicuci menggunakan air selama kurang lebih 10 menit. Setelah itu, gel
dimasukkan ke dalam Bio-RAD gelldoc untuk melihat pita DNA genom.
Teknis pengukurannya adalah dengan membandingkan nilai absorbansi pada
panjang gelombang 260 dan 280 nm (A260/A280). Metode ekstraksi terpilih
didasarkan pada jumlah konsentrasi DNA genom yang paling tinggi.
3. Konfirmasi Spesifisitas Primer
Tahap awal yang dilakukan sebelum pemilihan primer yaitu penentuan
spesifisitas masing-masing primer menggunakan BLAST. Pemilihan primer
dilakukan dengan prosedur kerja PCR standar (Lampiran 1, 2, 3 dan 4).
Amplikon yang dihasilkan dari PCR standar dinilai dengan pengamatan
menggunakan gel elektroforesis. Primer yang dijadikan perlakuan adalah :
a. Primer LIM 2 dan LIMRE yang merupakan sekuens dari gen iap (Dadkhah
et al. 2012).
b. Primer DG69 dan DG74 yang merupakan sekuens dari gen hlyA (Choi dan
Hong 2003).
DNA yang digunakan yaitu DNA L. monocytogenes sebagai DNA target,
dibandingkan dengan DNA S. aureus dan C. sakazakii sebagai DNA bakteri
lain. Primer terbaik didasarkan pada spesifisitasnya menggunakan PCR
standar. Primer terpilih digunakan untuk tahap-tahap selanjutnya.
Spesifisitas primer dinilai menggunakan prosedur kerja rt-PCR
(Lampiran 5, 6, 7 dan 8). DNA yang digunakan yaitu DNA L. monocytogenes
sebagai DNA target, dibandingkan dengan DNA E. coli, S. aureus,
L. plantarum, dan C. sakazakii sebagai DNA bakteri lain. Parameter yang
diamati adalah pola kurva amplifikasi dan kurva melting. Spesifisitas primer
ditunjukkan oleh tidak adanya amplifikasi dari DNA lain. Spesifisitas primer
pada kurva melting ditunjukkan dengan nilai puncak kurva melting (Tm) yang
berbeda antara DNA target, kontrol negatif dan kontrol DNA bakteri lain.
4. Persiapan Sampel Pempek Spike
Sampel yang digunakan yaitu pempek yang telah direbus dan belum
digoreng. Langkah pertama dilakukan pengambilan sampel pempek sebanyak
25 g untuk dihomogenkan dengan 75 mL BPW yang mengandung konsentrasi
L. monocytogenes dalam kultur antara 100 - 109 CFU/mL. Sampel pempek

11

yang telah di-spike digunakan sebagai sampel untuk penentuan limit deteksi
DNA L. monocytogenes pada sampel pangan spike.
5. Penentuan Limit Deteksi DNA L. monocytogenes
Pengujian dilakukan untuk deteksi DNA L. monocytogenes kultur murni
dan sampel pangan spike (SPS). Sensitivitas dari realtime PCR untuk deteksi
L. monocytogenes ditentukan dengan pembuatan kurva standar hubungan nilai
threshold cycle (CT) dan log konsentrasi kultur murni. Kurva standar
memberikan persamaan linear yang digunakan untuk mengukur limit deteksi
L. monocytogenes dalam sampel pangan. Persamaan linear kurva standar
digunakan untuk menghitung konsentrasi bakteri yang belum diketahui dalam
suatu kultur. Konsentrasi kultur L. monocytogenes dapat dihitung dengan
memasukkan nilai CT hasil amplifikasi sebagai nilai y pada persamaan linear,
kemudian nilai x yang diperoleh dicari nilai antilog-nya.
Tahapan pertama persiapan sampel untuk kultur murni diawali dengan
membuat serial pengenceran dari pengenceran tertinggi sampai terendah yang
masih dapat dideteksi, dengan konsentrasi bakteri dalam kultur antara
100 - 109 CFU/mL. Langkah selanjutnya dilakukan pengambilan 1 mL untuk
ekstrasi DNA dan 1 mL lainnya untuk dihitung konsentrasi bakterinya dengan
metode pencawanan (FDA 2001). DNA y a n g diekstrak dari beberapa
tingkat pengenceran tersebut kemudian diamplifikasi dengan rt-PCR.
Perpotongan kurva amplifikasi yang dihasilkan dengan basement-threshold
menghasilkan nilai CT. Sampel yang dipakai untuk pembuatan kurva standar L.
monocytogenes ditentukan berdasarkan :
a. Sampel yang masih terdeteksi jumlah koloninya pada saat pencawanan
b. Sampel yang nilai CT nya di bawah nilai siklus tertinggi yang masih
menunjukkan spesifisitas primer (berdasarkan uji spesifisitas primer)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Metode Ekstraksi DNA
Salah satu tahap penting dalam analisis DNA dengan metode PCR yaitu
tahap ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA menjadi titik kritis yang sangat
mempengaruhi hasil analisis. Jumlah dan mutu DNA hasil ekstraksi akan
mempengaruhi analisis lebih lanjut dengan PCR. Hasil ekstraksi DNA
menggunakan tiga metode pada penelitian ini dievaluasi melalui tahap
elektroforesis menggunakan gel agarose. Hasil visualisasi DNA dengan gel
elektroforesis berupa pita DNA genom dari masing-masing metode ekstraksi
(Gambar 4).
Hasil elektroforesis terhadap DNA L. monocytogenes (Gambar 4)
menunjukkan bahwa metode ekstraksi fenol: kloroform yang dimodifikasi dari
Sambrook dan Russel (2001) menghasilkan pita yang paling jelas dibanding dua
metode lainnya. Hal ini dimungkinkan karena konsentrasi yang dihasilkan dari
ekstraksi fenol:kloroform yang lebih tinggi dibandingkan metode lainnya
(Tabel 3). Pita yang dihasilkan dengan metode fenol:kloroform ada 3 pita, yaitu

12

pita yang terdapat di antara marker 500 bp dan 1000 bp, di antara marker 1000 bp
dan 1500 bp, serta di atas 10000 bp.
Keterangan :
a. Kontrol
b. DNA
hasil
isolasi
metode fenol:kloroform
c. DNA hasil isolasi metode
pemanasan
d. DNA hasil isolasi metode
kit komersial
e. DNA ladder 1kb

Gambar 4. Hasil elektroforesis pada tahap ekstraksi DNA
Tabel 3. Kemurnian dan konsentrasi DNA

Metode Ekstraksi

Kultur murni

Sampel pempek spike

A260/A280 Konsentrasi
DNA (ng/µL)

A260/A280 Konsentrasi
DNA (ng/µL)

Fenol:kloroform
Pemanasan

1.24
0.40

1857
1027

1.28
-

1406
-

Kit komersial

0.76

915

0.70

656

DNA dikatakan murni jika rasio diantara kedua nilai absorbansi 260 dan
280 berada di kisaran 1.8 (Nolan et al. 2007). Pengukuran kemurnian DNA
(Tabel 3) menunjukkan bahwa DNA yang dihasilkan dari metode
fenol:kloroform untuk sampel kultur murni dan sampel pempek spike masih
terdapat pengotor lain ditunjukkan oleh nilai rasio A260 dan A280 di bawah 1.8.
Pengotor yang diduga menyebabkan hal tersebut diduga adalah protein. Hal ini
dapat disebabkan karena kurangnya proses pencucian menggunakan isopropanol.
Bettelheim et al. (2013) menjelaskan bahwa isopropanol dapat meningkatkan
kemurnian DNA dengan mengoptimalkan proses pembuangan residu protein.
Hasil ekstraksi metode pemanasan menghasilkan konsentrasi DNA dari
kultur murni yang lebih kecil dibanding metode fenol:kloroform, hal ini dapat
disebabkan karena rusaknya sebagian DNA karena pengaruh suhu 95 °C.
Menurut Sambrook dan Russel (2001) pendidihan dapat memiliki potensi
mendenaturasi DNA menjadi irreversibel. Metode pemanasan tidak dapat
diaplikasikan untuk sampel pempek dikarenakan perlakuan pemanasan ternyata
menggumpalkan pati dari sampel pempek yang terbuat dari campuran ikan dan
tapioka. Coral et al. (2009) menjelaskan bahwa, pati secara umum akan mulai
tergelatinisasi ketika mencapai suhu di atas 70 °C.

13

Metode kit komersial QIAmp DNA Blood Mini Kit telah digunakan
sebelumnya oleh Dauphin et al. (2009), Nur’utami et al. (2011) dan Dibbern et
al. (2015). Metode kit komersial oleh Dauphin et al. (2009) yang digunakan
untuk bakteri Brucella menghasilkan DNA yang memiliki kemurnian yang
kurang baik dimana nilai rasio A260/A280 lebih kecil dari 1.8, sedangkan
penelitian Dibbern et al. (2015) pada bakteri S. aureus justru menunjukkan
bahwa metode kit QIAmp DNA Blood Mini Kit justru menghasilkan kemurnian
DNA yang lebih baik dari metode lainnya pada rasio A260/A280 sebesar 1.76.
Metode yang dikembangkan oleh Nur’utami et al. (2011) dengan modifikasi
penggunaan CTAB untuk pelisisan awal menghasilkan kemurnian DNA
Salmonella Typhimurium yang baik sekitar 2.0. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian kali ini yang menghasilkan kemurnian DNA di bawah 1.0. Konsentrasi
yang dihasilkan metode kit juga lebih rendah dibanding metode fenol:kloroform
baik untuk sampel kultur murni maupun sampel pempek spike. Hal ini
dimungkinkan karena CTAB yang digunakan sebagai pengganti tissue lysis
buffer (buffer ATL) kurang optimal jika digunakan untuk bakteri Gram positif.
Buffer ATL direkomendasikan oleh produsen sebagai buffer yang digunakan
dalam pelisisan jaringan sel. Ekstraksi DNA selanjutnya dilakukan dengan
metode fenol:kloroform.
Konfirmasi Spesifisitas Primer
Tahapan awal sebelum penentuan spesifisitas primer yaitu pemilihan
primer yang sesuai untuk deteksi L. monocytogenes. Penelitian ini menggunakan
dua pasang primer berbeda. Masing-masing pasangan primer diuji menggunakan
PCR standar. Masing-masing primer dianalisis dengan menggunakan Basic Local
Alignment Search Tool (NCBI) dan ditentukan data spesies yang memiliki
kecocokan 100% terhadap urutan sekuens primer yang dianalisis (Lampiran 9,
10, 11 dan 12). Untuk mengkonfirmasi bahwa kedua primer tersebut spesifik
terhadap L. monocytogenes maka dilakukan pengujian dengan PCR standar dan
rt-PCR.
Primer LIM 2/LIMRE digunakan untuk mengamplifikasi gen iap. Gen iap
(invasion associated secreted endopeptidase) merupakan gen yang memegang
peranan penting pada viabilitas sel L. monocytogenes. Gen iap memproduksi
protein p60 yang mempunyai aktivitas bakteriolitik (Kohler et al. 1991). Gen
iap hanya terdapat pada L. monocytogenes dan tidak terdapat pada bakteri lain
yang digunakan sebagai kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil BLAST yang
menunjukkan bahwa kecocokan 100% dari primer forward (LIM 2) dan reverse
(LIMRE) hanya berasal dari spesies Listeria saja (Lampiran 9 dan 10). Hasil
PCR standar dengan primer LIM 2/LIMRE menunjukkan adanya pita (band)
yang terbentuk pada hasil elektroforesis produk amplifikasi PCR dengan ukuran
di bawah 200 bp pada semua sampel (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi running untuk primer LIM 2/LIMRE belum baik karena masih
menghasilkan produk non spesifik.
Primer DG69/DG74 mengamplifikasi gen hlyA yang berperan dalam produksi
58 kDa listeriolysin O yang menjadi penentu virulensi dan banyak digunakan untuk
mendeteksi L. monocytogenes (Choi dan Hong 2003). Listeriolysin O ini merupakan
toksin penyebab terjadinya hemolisis (kerusakan sel darah merah) yang masuk

14

kategori α-hemolitik. Bakteri lain yang digunakan sebagai kontrol juga mempunyai
kemampuan hemolitik, antara lain E. coli ATCC 25922 (Snyder dan Carson 2010),
S. aureus ATCC 25923 (Mak et al. 2008) dan C. sakazakii ATCC 29544
(Fakruddin et al. 2014) yang ketiga-tiganya termasuk kategori β-hemolitik.
Sedangkan L. plantarum ATCC 8014 tidak mempunyai sifat hemolitik. Hasil
PCR standar dengan primer DG69/DG74 menunjukkan adanya pita 635 bp
hanya pada DNA L. monocytogenes (Gambar 5). Hal ini sesuai dengan hasil
BLAST yang menunjukkan bahwa kecocokan 100% dari primer forward (DG69)
dan reverse (DG74) hanya berasal dari spesies Listeria saja (Lampiran 11 dan
12).
Perbandingan hasil kedua primer (Gambar 5) menunjukkan bahwa primer
DG69/DG74 lebih cocok digunakan untuk deteksi L. monocytogenes. Selain itu,
primer DG69/DG74 lebih banyak dipakai pada penelitian-penelitian sebelumnya
untuk deteksi L. monocytogenes dibanding primer LIM 2/LIMRE. Amplikon primer
DG69/DG74 berada pada ukuran 635 bp sehingga lebih mudah dibedakan dari
produk non spesifik maupun primer dimer.
Keterangan:
a. Ladder 100bp
b. Kontrol tanpa DNA
c. DNA L. monocytogenes
ATCC 7644
d. DNA S. aureus ATCC
25923
e. DNA C. sakazakii ATCC
29544
(a)

(b)

Gambar 5. Hasil elektroforesis produk PCR dengan primer (a) LIM 2/LIMRE
dan (b) DG69/DG74
Pengujian spesifisitas primer dilakukan untuk menentukan kemampuan
primer dalam membedakan DNA bakteri target dengan bakteri lain. Hasil uji
spesifisitas primer DG69/DG74 dengan rt-PCR menunjukkan bahwa kondisi
running yang dipakai dapat mendeteksi DNA L. monocytogenes dengan hasil
kurva amplikasi yang baik sampai siklus ke-27 (Gambar 6). Setelah siklus ke27, kondisi running tersebut tidak spesifik lagi karena dapat menghasilkan
produk non-spesifik pada sampel L. plantarum, S. aureus, C. sakazakii, E. coli,
dan kontrol tanpa DNA.
Berdasarkan hasil BLAST, kontrol bakteri lain yang digunakan tidak
satupun yang memiliki kecocokan 100 % terhadap sekuens primer yang
digunakan. Sehingga, adanya produk hasil amplifikasi pada DNA kontrol bakteri
lain setelah siklus ke-27 menunjukkan munculnya produk non spesifik atau
primer dimer. Penggunaan SYBR Green secara umum kurang spesifik dibanding
metode lain seperti Taqman. Hal ini disebabkan karena SYBR green dapat
berikatan dengan DNA rantai ganda non-spesifik ataupun terjadinya primer
dimer (Jenie 2013). Primer-dimer merupakan proses saling berikatannya primer

15

yang teramplifikasi dan terkuantifikasi sehingga menghasilkan data falsepositive (Pestana et al. 2010). Menurut Altshuler (2006), munculnya primer
dimer dan produk non-spesifik dapat dikurangi dengan optimasi kondisi running.
Oleh karena itu, metode rt-PCR menggunakan SYBR Green biasanya diikuti
dengan analisis kurva melting untuk melihat suhu pelelehan (Tm) dari masingmasing sampel.
Keterangan :
a. L. monocytogenes ATCC
7644
b. L. monocytogenes ATCC
13932
c. L. plantarum ATCC 8014
d. S. aureus ATCC 25923
e. C. sakazakii ATCC
29544
f. Kontrol tanpa DNA
g. E. coli ATCC 25922
Gambar 6. Kurva amplifikasi uji spesifisitas primer DG69/DG74 dengan rt-PCR
Nilai Tm merupakan suhu ketika 50 % DNA untai ganda telah terdenaturasi
menjadi DNA untai tunggal (Esco 2009). Hasil analisis nilai Tm dengan primer
DG69/DG74 (Tabel 4) menunjukkan bahwa L. monocytogenes dapat dibedakan
dari C. sakazakii dan E. coli; sedangkan L. monocytogenes, L. plantarum, dan S.
aureus tidak dapat dibedakan karena memiliki Tm yang sama (79 °C).
Tabel 4. Hasil analisis kurva melting
Kode
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sampel DNA
L. monocytogenes ATCC 7644
L. monocytogenes ATCC 13932
L. plantarum ATCC 8014
S. aureus ATCC 25923
C. sakazakii ATCC 29544
Kontrol tanpa DNA
E. coli ATCC 25922

Nilai Tm ( °C)
79.0
79.0
79.0
79.0
75.5
76.5
73.5

Analisis nilai Tm setelah tahap amplifikasi merupakan metode alternatif
dari analisis gel elektroforesis untuk penentuan kemurnian hasil amplikon
(Dwight et al. 2011). Oleh karena itu, analisis nilai Tm dapat mendeteksi adanya
mispriming ataupun primer dimer lebih cepat dibanding analisis gel
elektroforesis. Manfaat lain dari analisis nilai Tm yaitu penentuan variasi genetik
dengan mudah tanpa proses sekuensi (Erali dan Wittwer 2010; Montgomery et
al. 2010).

16

Penentuan Limit Deteksi DNA L. monocytogenes
Limit deteksi merupakan nilai pengenceran tertinggi yang masih dapat
teramplifikasi yang menunjukkan sensitivitas deteksi suatu metode. Limit deteksi
rt-PCR menggunakan primer DG69/DG74 ditentukan dari konsentrasi saat nilai
CT = 27 (berdasarkan tahap konfirmasi spesifisitas primer). Hasil analisis limit
deteksi pada sampel kultur murni dan sampel pempek spike dengan rt-PCR
menghasilkan data nilai CT dan nilai Tm dari masing-masing konsentrasi
L. monocytogenes (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil analisis rt-PCR DNA L. monocytogenes
Kultur murni
Konsentrasi
CT
Tm ( °C)
(CFU/mL)
78.5
4.3 x 109
8.06
8
78.5
5.7 x 10
11.59
7
78.5
5.6 x 10
12.67
6
78.5
5.8 x 10
16.17
5
78.5
4.9 x 10
21.07
4
79.0
5.3 x 10
23.23
3
79.0
4.2 x 10
27.13
2
78.5
5.8 x 10
33.86

Sampel pempek spike
Jumlah koloni
CT
Tm ( °C)
(CFU/g)
4.1 x 108
9.32
79.0
7
4.1 x 10
12.60
79.0
6
4.4 x 10
16.04
79.0
4.4 x 105
20.94
79.0
4
4.8 x 10
24.28
79.0
3
4.4 x 10
26.93
79.0
3
< 1.0 x 10
27.27
79.5

Hasil nilai CT pada kultur murni dan sampel pempek spike (Tabel 5)
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi L. monocytogenes maka nilai CT
akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena konsentrasi bakteri yang semakin tinggi
akan menghasilkan DNA terekstrak yang lebih banyak, sehingga semakin tinggi
DNA yang terekstrak maka semakin cepat mencapai garis basement-threshold
saat proses amplifikasi berjalan (Applied Biosystems 2015). Hasil analisis nilai
Tm pada kultur murni dan sampel pempek spike yang berada pada nilai 79 ± 0.5
menunjukkan bahwa bahwa kondisi running yang diterapkan telah spesifik dan
tidak terjadi mispriming.
Hasil analisis deteksi L. monocytogenes dengan rt-PCR (Tabel 5) dapat
dibuat kurva standar hubungan nilai CT dan konsentrasi L. monocytogenes. Kurva
standar yang dihasilkan pada kultur murni (Gambar 7) memiliki persamaan:
CT = 37.9 – 3.11 C

CT : Nilai CT
C : Nilai Log Konsentrasi bakteri (CFU/mL)

CT = 41.03 – 3.69 C

CT : Nilai CT
C : Nilai log konsentrasi bakteri pada SPS

Sedangkan kurva standar yang dihasilkan pada sampel pempek spike (Gambar 8)
memiliki persamaan :

Nilai konstanta persamaan kurva standar kultur murni (37.9) lebih kecil
dibanding nilai konstanta SPS (41.03). Sedangkan nilai koefisien persamaan

17

kurva standar kultur murni (3.11) sedikit lebih rendah dibanding nilai koefisien
SPS (3.69). Ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi L. monocytogenes yang
rendah, sampel kultur murni lebih dulu teramplif