Analisis Kandungan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS KANDUNGAN GELATIN BABI DAN

GELATIN SAPI PADA CANGKANG KAPSUL KERAS

YANG MENGANDUNG VITAMIN A MENGGUNAKAN

REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION

SKRIPSI

FATHIYAH

NIM: 1111102000022

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

JULI 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISIS KANDUNGAN GELATIN BABI DAN

GELATIN SAPI PADA CANGKANG KAPSUL KERAS

YANG MENGANDUNG VITAMIN A MENGGUNAKAN

REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

FATHIYAH

NIM: 1111102000022

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

JULI 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Fathiyah Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Kandungan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

Vitamin A termasuk salah satu vitamin yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Salah satu bentuk sediaan vitamin A yang beredar di Indonesia adalah kapsul keras. Bahan utama untuk membuat cangkang kapsul keras adalah gelatin. Sumber gelatin yang digunakan adalah gelatin sapi dan gelatin babi. Penggunaan gelatin babi menimbulkan kekhawatiran konsumen tentang kehalalan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ada atau tidaknya kandungan gelatin babi dan gelatin sapi pada 5 sampel produk cangkang kapsul keras menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). DNA gelatin pada cangkang kapsul keras diisolasi menggunakan kit komersial. Isolat DNA yang didapat diamplifikasi menggunakan RT-PCR sebanyak 65 siklus. Hasil kurva amplifikasi menggunakan primer sapi menunjukkan bahwa semua kontrol positif DNA sapi dan sampel E dapat teramplifikasi. Sedangkan hasil kurva amplifikasi menggunakan primer babi menunjukkan bahwa kontrol sampel positif DNA babi, serta sampel A, sampel C, dan sampel E mengalami amplifikasi. Dengan demikian, dari 5 sampel yang diuji, terdapat 2 sampel cangkang kapsul keras yang berasal dari gelatin babi, 1 sampel yang berasal dari gelatin sapi dan gelatin babi, dan 2 sampel yang belum teridentifikasi.

Kata Kunci : gelatin, cangkang kapsul keras, kit komersial, Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


(7)

ABSTRACT

Name : Fathiyah Major : Pharmacy

Title : Analysis of Porcine and Bovine Gelatin in Hard Shell Capsule Containing Vitamin A Using Real-Time Polymerase Chain Reaction

Vitamin A is a vitamin which is widely consumed by Indonesian people. One of vitamin A dosage form in Indonesia is hard capsules. The material component of hard shell capsule is gelatin. The sources of gelatin that used were bovine and

porcine gelatins. The used of porcine gelatin raised consumer’s attention about the halal. The aims of this study were to analyze the presence of bovine and porcine gelatin in 5 samples of hard shell capsule by using Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). DNA of gelatin in hard shell capsules were isolated by using commercial kit. The isolated DNA were amplified by using RT-PCR in 65 cycles. The beef primer amplification curve showed that all of positive control beef DNA and sample E can be amplified. While the pork primer amplification curve showed that all of positive control pork DNA, sample A, sample C, and sample E can be amplified. It can be concluded from 5 samples of hard shell capsule that there were 2 samples which derived from porcine gelatin, 1 sample derived from bovine and porcine gelatin, and 2 samples were not identified yet.

Keyword : gelatin, hard shell capsule, commercial kit, Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis, dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan Gelatin Babi dan

Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction”. Shalawat dan salam

senantiasa terlimpah kepada junjungan Nabi Muhammad saw., teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Far) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian dan penyususnan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Yardi, M. Si., Ph.D. Apt., selaku Ketua Prodi Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembimbing Akademik Farmasi 2011 A. 3. Ibu Zilhadia, M.Si. Apt., selaku Pembimbing I dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.

Si., Apt. selaku Pembimbing II yang sangat baik telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, pikiran, dukungan, serta kesabaran dalam membimbing selama proses penelitian sampai penulisan skripsi, sehingga penulis dapat menjadi lebih baik.

4. Kedua orang tua, ayahanda tercinta Ahmad Farid Yahya dan ibunda tercinta Intan Assegaf, yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material, nasehat, serta doa yang tiada pernah putus di setiap waktu dan selalu


(9)

mendengarkan segala keluh kesah penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kakak-kakak tersayang Mohamad Wildan Yahya, Zakiyah Yahya, dan Zainal Abidin Yahya, yang selalu memberikan dukungan, nasehat, dan semangat kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada 2 keponakan tersayang, Nur Karimah Shahab dan Ahmad Zain Shahab yang selalu memberikan keceriaan bagi penulis.

6. Ahmad Arif Yahya yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, motivasi, dan waktu untuk mendengarkan keluh kesah penulis. Serta memberikan keceriaan bagi penulis disetiap waktu.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi FKIK UIN Jakarta.

8. Teman-teman Farmasi 2011 “Effervesent” yang telah menemani dan memberikan kenangan tak terlupakan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi FKIK UIN Jakarta, khususnya Farmasi 2011 AC yang telah bersama-sama menjalani proses kuliah dalam 1 kelas selama 3.5 tahun.

9. Kak Rahmadi, Kak Liken, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Tiwi, Mbak Rani, Kak Walid, dan Kak Yaenap yang telah banyak membantu penulis melakukan penelitian di laboratorium.

10.Teman-teman seperjuangan PCR, Rian Hidayat, yang telah meluangkan waktunya untuk bekerja sama, berdiskusi, memberikan masukan, pikiran, beribet-ribet ria bersama, dan membantu penulis dalam mengerjakan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini. Serta Kak Ifah, Kak Yanti, dan Kak Sulaiman yang selalu memberikan masukan, waktu untuk berdiskusi ditengah kesibukannya, dan semua bantuan berharga bagi penulis selama sebelum memulai skripsi sampai selesainya skipsi ini.

11.Tim Roche Indonesia, Bapak Deka dan Mbak Helen, yang telah memberikan masukan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Serta Mbak Ayu dari BPPT, yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian.


(10)

12.Sahabat tersayang, Qurry, Santi, dan Dana yang telah memberikan warna bagi penulis selama kuliah di Farmasi FKIK UIN Jakarta. Terimakasih atas dukungan, semangat, doa, perhatian, dan persahabatan yang kalian berikan. Serta Fitri, Herlina, Ghina, Henny, Diyah, Cobi, Nana, Athiyyah, dan Rhesa yang telah membantu dan menemani saat penelitian. Semua kenangan bersama kalian tak akan terlupakan.

13.Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.

Jakarta, 8 Juli 2015


(11)

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR ISTILAH xvii

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Vitamin A 5

2.2. Kapsul 6

2.2.1. Jenis Kapsul 7

2.2.2. Komponen Pembuatan Kapsul 9 2.2.3. Cara Penyimpanan Kapsul 10

2.3. Gelatin 10

2.3.1. Komposisi dan Struktur Kimia 11

2.3.2. Tipe Gelatin 13

2.3.3. Stabilitas 14


(13)

2.3.5. Pengaruh Sifat Kimia dan Fisik 15 2.3.6. Aplikasi Penggunaan Gelatin 17 2.4. Deoxyribunucleic Acid (DNA) 18

2.5. Isolasi DNA 19

2.6. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA 21 2.7. Polymerase Chain Reaction (PCR) 21

2.7.1. Komponen PCR 22

2.7.2. Tahapan PCR 24

2.7.3. Real-Time PCR 27

BAB III. METODE PENELITIAN 29

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 29

3.2. Alat dan Bahan 29

2.1.1. Alat 29

2.1.2. Bahan 29

3.3. Tahapan Penelitian 30

3.4. Prosedur Kerja 31

3.4.1. Pembuatan Cangkang Kapsul Simulasi

Menggunakan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi 31

3.4.2. Pengumpulan Sampel 31

3.4.3. Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul

Keras Sampel 32

3.4.4. Isolasi DNA Kontrol dan Sampel 32 3.4.5. Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat

DNA Menggunakan Spektrofotometer UV 34 3.4.6. Pemeriksaan Spesifisitas Primer dan Probe 35 3.4.7. Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time

PCR 35

3.4.8. Analisis Data 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 38

4.1. Analisis Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi 38 4.2. Proses Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul

Keras Sampel 39

4.3. Proses Isolasi DNA 40

4.4. Analisis Hasil Isolat DNA 42

4.5. Amplifikasi Menggunakan Real-Time PCR 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 49

5.1. Kesimpulan 49

5.2. Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Rekomendasi Asupan Vitamin A 6

Tabel 2.2. Kandungan Asam Amino Dalam Gelatin 12 Tabel 3.1. Urutan Basa Primer dan TaqMan Probe 30 Tabel 3.2. Formulasi Lembar Cangkang Kapsul Keras 31 Tabel 3.3. Identitas Sampel yang berasal dari Produsen yang Berbeda 32 Tabel 3.4. Pengaturan Program Amplifikasi pada LightCycler® 480

Real-Time PCR 36

Tabel 4.1. Hasil Kemurnian dan Kadar Isolat DNA yang Diperoleh 43 Tabel 6. Spesifikasi High Pure PCR Template Preparation Kit 56 Tabel 7. Campuran Pereaksi PCR Mix untuk Setiap Isolat DNA 59


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Cangkang Kapsul Keras 7

Gambar 2.2. Berbagai Ukuran Kapsul Keras 8

Gambar 2.3. Asam Amino-Asam Amino Penyusun Gelatin 12 Gambar 2.4. Struktur Triple-Helix Gelatin 13 Gambar 2.5. Pengaruh Pemanasan atau Pendinginan Terhadap Struktur

Gelatin 16

Gambar 2.6. Struktur dan Komponen Penyusun DNA 18 Gambar 2.7. Spektrofotometri UV untuk Pemeriksaan DNA 21

Gambar 2.8. Tahapan Proses PCR 25

Gambar 2.9. Kerja Fluorescent Dye dan Quencher pada Real-Time PCR 28

Gambar 2.10. Bentuk Kurva Real-Time PCR 28

Gambar 4.1. Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi (a) Sapi dan (b)

Babi 38

Gambar 4.2. Hasil Pengujian Sumber Bahan Baku Cangkang Kapsul 39 Gambar 4.3. Reaksi yang Terjadi pada Proses Identifikasi Gelatin 40 Gambar 4.4. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Sapi 45 Gambar 4.5. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Babi 47


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Kerja 55

Lampiran 2. Spesifikasi Kit Isolasi DNA 56

Lampiran 3. Uji Spesifikasi Primer Sapi Menggunakan BLAST NCBI 57 Lampiran 4. Uji Spesifikasi Primer Babi Menggunakan BLAST NCBI 58 Lampiran 5. Campuran Reaksi PCR Mix untuk Amplifikasi DNA 59 Lampiran 6. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer dan Probe 60 Lampiran 7. Perhitungan Tm (Temperature Melting) Primer 61 Lampiran 8. Gambar Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian 62


(17)

DAFTAR SINGKATAN

BB : Binding Buffer

BHQ-1 : Black Hole Quencher-1

BLAST : Basic Local Alignment Search Tool

BLASTn : Nucleotide Basic Local Alignment Search Tool

Cp : Crossing Point

dATP : Deoxyadenosine Triphosphate

dCTP : Deoxycytidine Triphosphate

dGTP : Deoxyguanosine Triphosphate

DNA : Deoxyribonucleic Acid

dNTP : Deoxynucleotide Triphosphate

dTTP : Deoxythymidine Triphosphate

EB : Elution Buffer

EDTA : Ethylenediaminetetraacetic acid

FAM : Fluorescein Amidite

IRB : Inhibitor Removal Buffer

mtDNA : DNA Mitokondria

NCBI : National Center for Biotechnology Information

NTC : No Template Control

RNA : Ribonucleic Acid

RT-PCR : Real-Time Polymerase Chain Reaction

TLB : Tissue Lysis Buffer

Tm : Temperature Melting


(18)

DAFTAR ISTILAH

BLAST : Program untuk menganalisis kesejajaran sekuen query (DNA atau protein) dengan sekuen DNA atau protein pada database di NCBI. Blastn : Salah satu variasi dari program BLAST untuk menganalisis

kesejajaran nukleotida query dengan nukleotida pada database di NCBI

Cp : Fraksi jumlah siklus dimana tingkat amplifikasi yang tercermin dari adanya flouresensi mencapai threshold (ambang)

Threshold : Garis penanda siklus awal dari reaksi PCR, yaitu saat sinyal fluoresensi berada pada tingkat terendah

NCBI : Suatu institusi milik United States National Library of Medicine

yang berperan sebagai sumber informasi perkembangan biologi molekuler.

Query : Sekuen yang dimasukkan ke dalam program BLAST untuk diketahui kesejajarannya


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Vitamin A merupakan nutrien esensial yang bersifat larut lemak yang dibutuhkan oleh tubuh manusia Vitamin ini berfungsi untuk sistem penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, dan menjaga integritas sel epitel, fungsi imun, dan reproduksi (WHO, 2001). Vitamin A biasa dikonsumsi oleh anak-anak, dewasa, dan lansia untuk menjaga kesehatan mata dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Karnadi, 2014). Selain itu, vitamin A juga dikonsumsi oleh ibu hamil untuk perkembangan embrio (Hornstra et. al, 2005).

Penggunaan vitamin A di Indonesia terus meningkat. Cakupan pemberian vitamin A ini meningkat dari 71,5 persen pada tahun 2007 menjadi 75,5 persen pada tahun 2013 (Karnadi, 2014). Hal ini disebabkan karena terdapat banyak kasus defisiensi vitamin A yang terjadi, seperti kebutaan dan kematian ibu hamil. Setiap tahunnya, terdapat 250.000 – 500.000 anak yang mengalami kebutaan akibat kekurangan vitamin A di Indonesia. Selain itu, terdapat 9352 ibu yang meninggal di Indonesia pada tahun 2013 (Tempo, 2014).

Salah satu bentuk sediaan vitamin A yang beredar di Indonesia adalah kapsul. Kapsul adalah bentuk sediaan padat, dimana ia berisi satu bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil. Bahan utama untuk membuat cangkang kapsul keras adalah gelatin (Rabadiya, 2013; Ansel, 2008).

Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen, yaitu komponen protein utama pada kulit, tulang, kulit jangat, dan jaringan penghubung dari tubuh binatang. Gelatin digolongkan sebagai turunan protein, karena didapat dari proses hidrolisis dan tidak terdapat di alam (Domb et. al, 1997). Kebutuhan dunia terhadap gelatin sangat besar. Laporan terakhir menunjukkan bahwa produksi gelatin dunia setiap tahunnya adalah sekitar 326.000 ton (Shyni et. al., 2013).


(20)

Gelatin dapat dimanfaatkan diberbagai sektor industri, yaitu sektor industri makanan, farmasi, dan fotografi. Dalam industri makanan, gelatin dapat digunakan sebagai gelling agent pada gummy, penstabil pada marshmallow, pencegah kristalisasi gula pada manisan, pemberi bentuk dan pengikat pada daging, emulgator pada produk susu, dan lain-lain. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan sebagai komponen pada cangkang kapsul keras dan kapsul lunak, granulasi, penyalut tablet, dan enkapsulasi. Penggunaan gelatin pada berbagai sediaan farmasi diperkirakan sebesar 17% dari konsumsi gelatin di dunia (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).

Gelatin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu kulit babi 44%, kulit sapi 28%, tulang sapi 27%, dan lainnya (misal gelatin ikan) 1% (Shyni et. al., 2013). Kulit babi memegang persentase paling besar karena bahan baku babi lebih banyak dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan sapi (Aisyah et. al, 2014).

Penggunaan gelatin yang berasal dari babi dan sapi sebagai bahan baku ini menimbulkan masalah bagi seorang muslim yang merupakan agama mayoritas yang banyak dianut oleh penduduk di dunia, yaitu 22.43%. Mayoritas penduduk di Indonesia pun beragama Islam, yaitu dengan jumlah 1.6 Milyar penduduk pada tahun 2010 (Riaz dan Caundry, 2004; Republika, 2014).

Agama Islam menjelaskan dalam Alqur’an dan Hadits bahwa salah satu

sumber makanan yang diharamkan adalah babi dan turunannya. Surat

Alqur’an yang menjelaskan tentang hal tersebut diantaranya QS. Al-Baqarah : 173 dan QS. Al-Maidah : 3.

Telah banyak metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan gelatin dalam rangka mendeteksi kehalalan, misalnya dengan Mass Spectrometry (Zhang et. al., 2009), Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spectroscopic (Al-Saidi et. al, 2012), dan Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) yang dikombinasi dengan PCA (Azira et. al, 2012). Kekurangan dari metode-metode tersebut adalah analisisnya yang masih didasarkan pada protein, dimana protein bersifat tidak stabil terhadap pemanasan dan pH yang ekstrem. Seiring berjalannya waktu, berkembang metode untuk menganalisis kandungan gelatin pada tingkat


(21)

3

DNA, dimana DNA bersifat lebih stabil daripada protein (Cai et. al., 2011). DNA yang akan diuji tersebut dapat diisolasi menggunakan metode kit komersial. Metode ini dianggap lebih baik daripada metode konvensional, karena dapat meminimalisir hilangnya DNA, lebih cepat, dan lebih aman (Rochea, 2008).

Analisis tingkat DNA dapat dilakukan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Salah satu tipe PCR yang dapat digunakan untuk mendeteksi kehalalan gelatin dalam suatu produk adalah dengan menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Demirhan et. al, 2012). Analisis menggunakan Real-Time PCR atau quantitative PCR (qPCR) ini didasarkan

pada kombinasi PCR tradisional yang mengunakan pendeteksi “end-point

dengan teknologi pendeteksi fluoresen untuk mencatat akumulasi amplifikasi dalam suatu waktu pada setiap siklus amplifikasi. Deteksi amplifikasi selama fase eksponensial awal PCR ini memungkinkan kuantifikasi jumlah gen (atau transkrip) ketika konsentrasi template awal proporsional. (Smith dan Osborn, 2008). Metode RT-PCR ini juga dapat mendeteksi campuran gelatin babi dan gelatin sapi dengan level kontaminasi 1% (Cai et. al., 2011).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian untuk menganalisis kandungan gelatin babi dan gelatin sapi dalam cangkang kapsul keras pada produk vitamin yang mengandung vitamin A yang beredar di Indonesia menggunakan metode Real-Time PCR.

1.2.Rumusan Masalah

1. Belum diketahuinya efektivitas metode kit komersial untuk mengisolasi DNA gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul keras yang mengandung vitamin A.

2. Belum diketahuinya efektivitas Real-Time PCR untuk mengamplifikasi DNA gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul keras yang mengandung vitamin A yang terisolasi menggunakan metode kit komersial.


(22)

1.3.Hipotesis

1. DNA pada cangkang kapsul vitamin A dapat terisolasi dengan baik menggunakan metode kit komersial

2. DNA yang diisolasi menggunakan metode kit komersial dapat teramplifikasi dengan baik menggunakan Real-Time PCR.

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ada atau tidaknya kandungan gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul keras dari produk vitamin yang mengandung vitamin A yang beredar di Indonesia.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Mengetahui kondisi optimal yang digunakan untuk mengisolasi menggunakan metode kit komersial dan mengamplifikasi DNA pada cangkang kapsul keras menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction.

2. Memperoleh informasi kehalalan mengenai beberapa sediaan kapsul yang beredar di Indonesia.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vitamin A

Vitamin A merupakan nutrien esensial yang bersifat larut lemak yang dibutuhkan dalam jumlah kecil oleh tubuh manusia normal yang berfungsi untuk sistem penglihatan; pertumbuhan dan perkembangan; dan menjaga integritas sel epitel, fungsi imun, dan reproduksi. Vitamin A biasanya disediakan dalam bentuk retinol (khususnya retinyl ester), asam retinoat, dan

pro-vitamin A carotenoid yang merupakan prekursor retinol (WHO, 2001; Otten et. al., 2006). Vitamin A dibutuhkan pula untuk perkembangan embrio normal. Asam retinoat adalah retinoid yang secara signifikan mempengaruhi proses embriogenesis. Ia mengatur proses apoptosis, proliferasi, dan differensiasi. Vitamin A disalurkan dari ibu hamil ke janinnya melalui plasenta (Hornstra et. al., 2005).

Vitamin A banyak ditemukan di produk hewani, seperti susu, daging, hati, dan minyak hati ikan, dan kuning telur. Pro-vitamin A karotenoid ditemukan dalam sayuran hijau (seperti bayam), sayuran kuning (seperti labu dan wortel), buah-buahan kuning atau oren (seperti mangga dan pepaya) (WHO, 2001).

Kekurangan vitamin A didefinisikan sebagai konsentrasi vitamin A jaringan yang rendah dan tidak cukup untuk menimbulkan efek yang menyehatkan bagi tubuh, meskipun tidak ada bukti xeroftalmia (WHO, 2001). Asupan vitamin A untuk laki-laki dan perempuan berbeda. Rekomendasi asupan vitamin A sesuai tingkatan umur dapat dilihat pada tabel 2.1.


(24)

Tabel 2.1. Rekomendasi Asupan Vitamin A

(Sumber : Otten et. al., 2006)

Asupan (µl/hari)

Perkiraan Kebutuhan Rata-Rata Laki-Laki Wanita Berdasarkan Umur

1 – 3 tahun 210 210

4 – 8 tahun 275 275

9 – 13 tahun 445 420

14 – 18 tahun 630 485

19 – 30 tahun 625 500

31 – 50 tahun 625 500

51 – 70 tahun 625 500

Lebih dari 70 tahun 625 500

Ibu Hamil

Kurang dari 18 tahun 530

19 – 50 tahun 550

Ibu Menyusui

Kurang dari 18 tahun 885

19 – 50 tahun 900

2.2. Kapsul

Dalam dunia farmasi, kapsul digunakan untuk mendeskripsikan bentuk sediaan padat, dimana ia berisi satu bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Rabadiya, 2013; Ansel, 2008). Kebanyakan kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang dapat ditelan oleh pasien untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul juga dapat dibuat untuk disisipkan ke dalam rektum, sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi di tempat tersebut (Ansel, 2008).

Kapsul digunakan sebagai pelindung sediaan antibiotik, multivitamin dan mineral, suplemen, dan sebagainya. Selain sebagai pelindung, kapsul juga berguna untuk menutup rasa dan bau yang tidak menyenangkan dari obat, memudahkan administrasi obat karena mudah ditelan dengan bantuan air, dan cepat dicerna oleh saluran gastrointestinal (Rabadiya, 2013).


(25)

7

2.2.1. Jenis Kapsul

Berdasarkan elastisitas dan komponen pembentuknya, kapsul dibagi menjadi 2 kategori, yaitu cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak (Rabadiya, 2013).

a. Cangkang Kapsul Keras

Kapsul keras terdiri atas 2 cangkang, yaitu badan kapsul dan tutup kapsul.

Gambar 2.1. Cangkang Kapsul Keras (Sumber: www.snailpharma.com)

Tutup kapsul yang sesuai akan menutup badan kapsul dengan rapat. Bahan dasar cangkang kapsul keras terbuat dari campuran gelatin, gula, dan air. Ia bersifat jernih dan tidak berasa (Rabadiya, 2013). Selain itu, titanium oksida juga dapat ditambahkan untuk membuat cangkang menjadi tidak transparan dan tidak tembus cahaya (Ansel, 2008).

Pembuatan cangkang kapsul dilakukan dengan cara mencelupkan cetakan logam ke dalam larutan gelatin panas pada suhu kamar, kemudian gel akan membentuk sebuah film. Ia dibiarkan kering, lalu dipotong memanjang dan dirapikan sesuai dengan panjangnya. Proses ini dapat dilakukan menggunakan mesin (Rabadiya, 2013; Ansel, 2008).

Ukuran kapsul keras bervariasi. Ia berkisar antara ukuran 000 (paling besar) dan 5 (paling kecil). Secara umum, kapsul keras digunakan untuk mengenkapsulasi antara 65 mg sampai 1 gram (Rabadiya, 2013).

Cangkang kapsul gelatin dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bervariasi baik panjang maupun diameternya. Pemilihan ukuran tergantung pada berapa banyak isi bahan yang akan dimasukkan ke

tutup badan


(26)

dalam kapsul dan dibandingkan dengan kapasitas isi dari cangkang kapsul. Karena kepadatan dan penekanan dari serbuk atau campuran serbuk akan menentukan berapa jumlah yang dapat ditampung dalam kapsul dan karena tiap bahan mempunyai sifat tersendiri, maka tidak ada pengaturan yang ketat untuk menentukan ukuran kapsul yang tepat (Ansel, 2008).

Gambar 2.2. Berbagai Ukuran Kapsul Keras (Sumber: Rabadiya, 2013)

b. Cangkang Kapsul Lunak

Kapsul lunak terdiri atas 1 cangkang yang tertutup rapat. Kapsul lunak dapat dibentuk menjadi beberapa bentuk, di antaranya oval dan bulat.

Kapsul lunak biasanya digunakan untuk mengenkapsulasi formulasi higroskopis dan/atau obat yang sensitif terhadap air, dimana formulasi gelatin standar dimodifikasi agar mengandung sedikit air dan kering dengan cepat, sehingga produk stabil selama proses pembuatan (Rabadiya, 2013).

Cangkang kapsul gelatin lunak dapat dibuat dengan cara proses lempeng menggunakan seperangkat cetakan untuk membentuk kapsul atau dengan cara die process yang lebih efisien dan produktif. Yang dimaksud dengan proses lempeng yaitu selembar gelatin hangat ditempatkan pada permukaan cetakan bagian bawah, dan obat yang cair dituangkan kedalamnya. Kemudian selembar gelatin lainnya ditempatkan diatasnya dan ditekan untuk penyegelan. Sedangkan pembuatan dengan die process yaitu cairan gelatin yang dituangkan dari tangki yang terletak diatas, dibentuk menjadi dua buah pita yang berurutan oleh mesin rotary die.


(27)

9

Dalam waktu yang bersamaan bahan obat yang akan diisikan dan diukur, dimasukkan diantaraa kedua pita secara tepat, ketika itu

dies membentuk kantung dari pita gelatin. Kemudian kantung-kantung gelatin yang telah terisi, disegel dengan tekanan dan panas (Ansel, 2008).

2.2.2. Komponen Pembuatan Kapsul

Bahan baku dalam pembuatan kapsul adalah gelatin, air, pewarna, dan bahan penolong seperti pengawet dan surfaktan (Rabadiya, 2013; Bhatt, 2007).

a. Gelatin

Gelatin merupakan komponen utama dari kapsul. Hal ini disebabkan karena kemampuan larutan untuk membentuk gel atau bentuk yang padat pada suhu ruang, dimana memungkinkan terjadinya pembentukan lapisan homogen secara cepat. Gelatin yang digunakan harus memiliki sifat:

- Tidak toksik, dapat secara luas digunakan sebagai bahan makanan dan dapat diterima.

- Dapat larut dalam cairan biologis pada suhu tubuh. - Dapat membentuk lapisan film yang kuat dan fleksibel. - Lapisan gelatin homogen.

b. Pewarna

Pewarna terutama digunakan sebagai identitas sebuah produk. Pewarna yang dapat digunakan untuk kapsul terbagi menjadi 2 jenis, yaitu pigmen larut air (contohnya eritrosin, indigo carmine, dan quinolone yellow) dan pigmen tidak larut (contohnya iron oxide- black dantitanium dioksida).

c. Bahan Penolong

Bahan penolong yang biasa ditambahkan adalah pengawet dan surfaktan. Pengawet digunakan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri sampai. Pengawet yang biasanya digunakan adalah sulfur dioksida, golongan paraben, dan asam benzoat. Sedangkan


(28)

surfaktan digunakan untuk wetting agent. Surfaktan yang biasa digunakan adalah natrium lauril sulfat 0.15% b/b (Bhatt, 2007). 2.2.3. Cara Penyimpanan Kapsul

Meskipun terlihat keras, cangkang kapsul keras sebenarnya mengandung air dengan kadar 10-15%. Bila disimpan di tempat yang lembab, cangkang kapsul akan menjadi lunak dan lengket satu sama lain, serta sukar dibuka. Sebaliknya bila disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul akan kehilangan kandungan airnya sehingga rapuh dan mudah pecah. Oleh karena itu, kapsul sebaiknya disimpan di dalam tempat atau ruangan dengan kondisi:

- Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.

- Terbuat dari botol gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering (silika gel).

- Terbuat dari wadah botol plastik, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering.

- Terbuat dari aluminium foil dalam blister atau strip (Syamsuni, 2006).

2.3. Gelatin

Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen, yaitu komponen protein utama pada kulit, tulang, kulit jangat, dan jaringan penghubung dari tubuh binatang (Domb et.al, 1997). Ketika kolagen diperlakukan dengan asam atau basa dan diikuti dengan panas, struktur fibrosa kolagen dipecah ireversibel menghasilkan gelatin. Gelatin dihasilkan melalui ikatan cross-linking (ikatan silang-sambung) diantara rantai polipetida pada kolagen (Zhou dan Regenstein, 2004).

Gelatin diklasifikasikan sebagai turunan protein. Hal ini disebabkan karena ia diperoleh dari kolagen dengan mengontrol hidrolisis parsial dan tidak terdapat di alam (Domb et.al, 1997). Gelatin tidak dapat diturunkan dari tanduk, kuku, dan bagian non-kolagen lainnya dari binatang vertebrata. Tidak ada tumbuhan yang menghasilkan gelatin dan tidak terdapat hubungan kimia antara gelatin dengan bahan lainnya yang disebut sebagai gelatin nabati,


(29)

11

seperti ekstrak rumput laut. Sumber alternatif lainnya adalah unggas dan ikan. Mineral (pada tulang), lemak, albuminoid (pada kulit) akan dihilangkan secara kimia dan perlakuan fisika untuk mendapatkan kolagen murni (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).

Hidrolisat gelatin atau yang biasanya disebut protein cair, adalah produk yang diperoleh dengan hidrolisis yang lebih sempurna dari kolagen dan dipertimbangkan sebagai fraksi gelatin dengan berat molekul yang lebih kecil. Lem binatang ini pertama kali digunakan pada 4000 SM pada zaman Mesir kuno. Pada abad berikutnya, lem dan ekstrak gelatin mentah dengan sifat organoleptik yang buruk dipreparasi dengan merebus tulang dan lapisan kulit jangat, serta membiarkan larutan tersebut dingin dan menjadi gel. Pada abad ke-17, produksi gelatin secara komersial pertama kali dimulai. Pada awal abad 19, metode produksi komersial secara berangsur-angsur dikembangkan untuk memperoleh ekstrak kolagen dengan berat molekul yang tinggi dengan kualitas yang baik dari karakteristik gel gelatin. (Domb et. al., 1997)

2.3.1. Komposisi dan Struktur Kimia

Gelatin tersusun atas berbagai bahan kimia. Gelatin tersusun atas karbon (50.5%), hidrogen (6.8%), nitrogen (17%), dan oksigen (25.2%) (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012). Penyusun utama gelatin adalah molekul polipeptida kompleks dari komposisi asam amino yang sama seperti kolagen, yang memiliki distribusi rentang berat molekul yang luas.

Pada kolagen, 18 asam amino yang berbeda tersusun menjadi rantai yang panjang. Berdasarkan hasil analisis, asam amino yang menyusun gelatin tersusun atas 0.2% tirosin sampai 30.5% glisin. Lima asam amino utama yang menyusunnya adalah glisin 26.4-30.5%; prolin 14.8-18%; hidroksiprolin 13.3-14.5%; asam glutamat 11.1-11.7%; dan alanin 8.6-11.3%. Selain ke-5 asam amino tersebut, asam amino penyusun lainnya adalah arginin, asam aspartat, lisin, serin, leusin, valin, fenilalanin, treonin, isoleusin, hidroksilisin, histidin, metionin, dan tirosin (Domb et. al., 1997).


(30)

Gambar 2.3. Asam Amino-Asam Amino Penyusun Gelatin (Sumber: www.pbgelatins.com)

Kandungan berbagai asam amino setiap gram dari 100 gram gelatin kering dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kandungan Asam Amino Dalam Gelatin

(Sumber: Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012)

Rantai penyusun gelatin berbentuk seperti batang (rod-like) dengan struktur triple-helixyang tersusun atas 2 rantai identik (disebut α1) dan 1 rantai yang sedikit berbeda (disebut α2). Struktur gelatin dapat diamati dengan mikrsokop elektron. Struktur gel ini merupakan kombinasi dari hubungan rantai dalam yang halus dan kasar, dimana perbandingannya tergantung pada suhu selama interaksi antar polimer dan antara polimer-pelarut membentuk ikatan hidrogen. Rigiditas gel tergantung pada konsentrasi gelatin. Kristalit yang ditunjukkan dengan

X-ray diffraction pattern dipercaya menjadi penghubung antara rantai polipeptida.


(31)

13

Gambar 2.4. Struktur Triple-Helix Gelatin (Sumber: www.worldwidewounds.com)

Rantai tersebut dapat diputus dan dirusak dengan cara hidrolisis. Berat molekul gelatin memiliki rentang dari 25.000-250.000. Distribusi berat molekul diketahui dari presipitasi fraksional dengan etanol atau 2-propoanol dan dari mencampurkannya dengan molekul detergen anionik. Hasilnya diisolasi dan disebut dengan fraksi gelatin (Domb et.al, 1997).

2.3.2. Tipe Gelatin

Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu:

a. Gelatin Tipe A (Asam)

Gelatin tipe A diproduksi dengan memproses bahan baku kolagen secara asam. Kebanyakan gelatin tipe A dibuat dari kulit babi. Proses ini meliputi manyamak kulit, mencuci pengotor, dan pengembangan selama 10-30 jam dalam 1-5% hidroklorida, fosfor, dan asam sulfur. Kemudian tahap 4 sampai 5 kali ekstraksi yang dilakukan pada suhu 55-65oC untuk ekstraksi pertama dan 95-100oC untuk ekstraksi terakhir. Setiap ekstraksi dilakukan selama 4-5 jam. Kemudian lemak dihilangkan, larutan gelatin disaring, dan dideionisasi. Larutan kental didinginkan, ditekan menjadi lapisan tipis, dan dikeringkan pada suhu 30-60oC.

b. Gelatin Tipe B (Basa)

Tipe B diproduksi dengan proses basa atau dengan kapur. Gelatin tipe B terbuat dari tulang dan kulit sapi, serta kulit babi. Tulang berukuran 0.5-4 cm dengan lemak kurang dari 3% diproses


(32)

pada suhu dingin, lalu ditambahkan asam hidroklorida selama 4-14 hari untuk menghilangkan kandungan mineralnya. Selanjutnya, demineralisasi dicuci dan dipindahkan ke tangki besar untuk disimpan dalam lime slurry. Pada proses liming selama 3-16 minggu, terjadi beberapa deaminasi kolagen. Proses ini merupakan proses utama yang menghasilkan isoelektrik yang rendah pada gelatin tipe B. Setelah dicuci selama 15-30 jam untuk menghilangkan lime, ia diasamkan pada pH 5-7. Kemudian proses dilanjutkan sesuai dengan tahapan pembuatan gelatin tipe A (Domb et.al., 1997).

Suhu, pH, dan jumlah ekstraksi bervariasi tergantung pasa kebutuhan produk, tipe peralatan yang digunakan, waktu pengoperasian, dan aspek ekonomi. Prosedur ekstraksi harus dikontrol karena akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas gelatin yang dihasilkan (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).

Selama proses pembuatan, kebersihan merupakan hal yang penting untuk mencegah kontaminasi bakteri atau enzim proteolitik. Peralatan yang digunakan selama pembuatan gelatin sebaiknya terbuat dari

stainless steel (Domb et.al., 1997). 2.3.3. Stabilitas

Gelatin kering disimpan dalam wadah kedap udara pada suhu ruangan memiliki waktu simpan bertahun-tahun. Meskipun begitu, ia terdekomposisi diatas suhu 100oC. Untuk pembakaran yang sempurna, suhu yang diperlukan adalah 500oC. Ketika gelatin kering dipanaskan pada udara yang relatif kelembabannya tinggi (sekitar 60% rh) dan pada suhu yang sedang (diatas 45oC), secara berangsur-angsur ia akan kehilangan kemampuan untuk mengembang dan melarut.

Bentuk larutan atau gel dari gelatin sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba dan rusak oleh enzim proteolisis. Stabilitas pH dan elektrolit gelatin akan turun dengan kenaikan suhu yang disebabkan oleh hidrolisis (Domb et.al., 1997).


(33)

15

2.3.4. Karakteristik Kimia dan Fisika Gelatin

Gelatin memiliki bentuk yang kuat, seragam, jernih, dan fleksibel, dimana dapat mengembang dan menyerap air (Domb et.al., 1997).

Gelatin komersial diproduksi pada berbagai rentang ukuran mesh, mulai dari granul kasar sampai serbuk halus. Gelatin ini bersifat rapuh dan berwarna kuning pucat. Gelatin kering komersial memiliki 9-13% kelembaban dan tidak memiliki rasa, serta tidak berbau dengan berat jenis antara 1.3-1.4 (Domb et.al., 1997; Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).

Kebanyakan sifat fisika dan kimia gelatin diukur dalam bentuk larutan dengan parameter sumber kolagen, metode pembuatan, kondisi dan konsentrasi selama ekstraksi, suhu, pH, dan kemurnian bahan kimia alami dan aditif (Domb et.al., 1997).

Kolagen dapat dipertimbangkan sebagai gelatin anhidrat. Perubahan hidrolitik kolagen menjadi gelatin menghasilkan berat molekul yang bervariasi, dimana masing-masing merupakan fragmen dari rantai kolagen. Oleh sebab itu, gelatin merupakan campuran fraksi yang terdiri atas asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida menjadi polimer yang berat molekulnya bervarasi dari 15.000-400.000. Larutan gelatin bersifat amfoter. Ia dapat bereaksi dengan penambahan asam maupun basa. Dalam suasana asam, gelatin bermuatan positif dan berubah menjadi kation. Begitu pula sebaliknya. pH pada titik intermediet, dimana muatan totalnya adalah 0 dan tidak terdapat pergerakan, dikenal sebagai titik isoelektrik. Gelatin tipe A memiliki rentang isoelektrik yang luas, yaitu 7-9. Sedangkan gelatin tipe B memiliki rentang isoelektrik dari 4.7-5.4 (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).

2.3.5. Pengaruh Sifat Kimia dan Fisik a. Pembentukan Gel

Ketika larutan gelatin dengan konsentrasi yang besar (lebih dari 0.5%) didinginkan pada suhu 35-40oC, akan terjadi kenaikan viskositas dan kemudian membentuk gel. Proses pembentukan gel


(34)

ini terjadi melalui tahap, yaitu (1) penyusunan ulang dari rantai molekul, struktur heliks, atau lekukan kolagen; (2) penggabungan 2 atau 3 bagian membentuk kristalit; dan (3) stabilisasi struktur dengan ikatan hidrogen rantai dalam pada area heliks. Perubahan suhu gelatin ditentukan oleh titik beku atau titik leleh. Gelatin komersial meleleh pada suhu 23-30oC dan membeku pada suhu 2-5oC.

b. Solubilitas

Gelatin larut dalam air dan berbagai polihidrat alkohol, seperti gliserin dan propilenglikol. Gelatin juga larut dalam pelarut dengan kepolaran yang tinggi, seperti asam asetat, trifluoroetanol, dan formamida. Gelatin praktis tidak larut dalam pelarut yang memiliki kepolaran rendah, seperti aseton, karbon tetraklorida, etanol, eter, benzene, dimetilformamida, dan kebanyakan pelarut nonpolar (Domb et.al., 1997).

Gelatin larut dalam air hangat dan apabila didinginkan dibawah suhu 30oC, larutan koloid ini akan membetuk gel dengan sifat tiksotropik dan reversibel menjadi cair kembali apabila dipanaskan. pH larutan atau gel gelatin akan berbeda tergantung tipenya yaitu tipe A pH 3.8 – 5.5, sedangkan tipe B pH 5.0 – 7.5 (Rabadiya, 2013).

Gambar 2.5. Pengaruh Pemanasan atau Pendinginan terhadap Struktur Gelatin


(35)

17

c. Koaservasi

Merupakan fenomena penggabungan dengan koloid, dimana partikel terdispersi terpisah dari larutan membentuk larutan fase 2. Larutan gelatin membentuk koaservat dengan penambahan garam, seperti natrium sulfat, khususnya pada pH dibawah titik isoionik. Selain itu, larutan gelatin juga membentuk koaservat dengan penambahan polimer atau makromolekul yang muatannya berlawanan, seperti akasia. Sifat ini bermanfaat dalam mikroenkapsulasi (Domb et.al., 1997).

d. Pengembangan

Sifat ini penting dalam disolusi kapsul farmaseutik. Komposisi elektrolit dan pH mempengaruhi sifat pengembangan gelatin. Pada pH yang lebih rendah dari titik isoelektrik, anion berperan mengatur pengembangan, dan sebaliknya pada pH yang lebih tinggi dari titik isoelektrik, kation berpern dalam mengatur pengembangan. Pada kondisi 90% rh dan 20oC selama 24 jam, pengembangan lapisan penyalut akan sangat berkurang (Domb

et.al., 1997).

2.3.6. Aplikasi Penggunaan Gelatin

Penggunaan gelatin didasarkan pada kombinasi berbagai sifat; dapat atau tidaknya kembali menjadi bentuk transisi gel-menjadi-sol dari larutannya; viskositas larutan hangatnya; kemampuan untuk bertindak sebagai koloid pelindung; permeabilitas terhadap air, dan ketidaklarutannya dalam air dingin, tetapi larut sempurna dalam air panas. Gelatin juga merupakan protein yang bergizi. Sifat ini dimanfaatkan dalam industri pangan, farmaseutik, dan industri fotografi (Domb et.al., 1997).

Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai gelatin dapat digunakan sebagai gelling agent pada gummy, penstabil pada

marshmallow, pencegah kristalisasi gula pada manisan, pemberi bentuk dan pengikat pada daging, dan emulgator pada produk susu.


(36)

Selain itu, gelatin juga digunakan sebagai koloid pelindung, pembentuk lapisan film, pengental, dan agen perekat.

Dalam industri farmaseutik, penggunaan gelatin diperkirakan sebesar 17% dari konsumsi gelatin di seluruh dunia. Penggunaan gelatin ini telah dikenal sejak awal abad 19, yaitu sebagai komponen pada cangkang kapsul keras dan kapsul lunak, granulasi, penyalut tablet, dan enkapsulasi. Tidak hanya pada industri pangan dan farmasi, gelatin juga dapat bermanfaat pada bidang fotografi yaitu sebagai pelapis zat warna film (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012).

2.4. Deoxyribunucleic Acid (DNA)

Terdapat 2 jenis asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). DNA merupakan materi genetik yang diwarisi organism dari induk atau orang tuanya. Suatu molekul DNA sangat panjang dan umumnya terdiri atas ribuan gen. DNA dapat mengarahkan replikasinya sendiri. DNA juga dapat mengarahkan sintesis RNA dan mengontrol sintesis protein melalui RNA. Ketika sel bereproduksi dengan cara membelah, DNA akan disalin dan diteruskan dari 1 generasi sel ke generasi sel berikutnya. Informasi yang terkode dalam struktur DNA memprogram semua aktivitas sel tersebut.

Gambar 2.6. Struktur dan Komponen Penyusun DNA

(Sumber : serendip.brynmawr.edu)

DNA terdiri atas 2 untai polimer dari monomer nukleotida (basa) yang membentuk struktur double helix. Masing-masing nukleotida terdiri atas 3 bagian, yaitu basa nitrogen (purin dan pirimidin), gula pentosa, dan gugus fosfat. Antara nukleotida tersebut dihubungkan dengan ikatan kovalen yang


(37)

19

disebut ikatan fosfodiester, yaitu ikatan antara fosfat dengan gula pentosa (Campbell, 2002).

Salah satu jenis DNA yang pada makhluk hidup adalah DNA mitokondria (mtDNA), yaitu DNA rantai ganda yang berbentuk sirkuler yang tersimpan dalam matriks mitokondria (Bandelt et. al., 2006). Ukuran mtDNA relatif sangat kecil dibandingkan dengan ukuran DNA nukleus. Namun, mtDNA mempunyai jumlah kopi yang tinggi, yaitu sekitar 1.000-10.000 kopi. Oleh sebab itu, mtDNA dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat tebatas (Hartati et. al., 2004)

2.5.Isolasi DNA

Isolasi DNA merupakan tahapan penting dalam proses bioteknologi. Prinsip isolasi DNA adalah memisahkan DNA dari komponen-komponen sel lain. Isolasi DNA dari organisme eukariotik dilakukan melalui 3 tahap utama, yaitu proses penghancuran membran sel (lisis), pemisahan DNA dari protein sel dengan cara pengendapan, dan purifikasi DNA (Muladno, 2010).

Pertama adalah tahap proses penghancuran membran sel (lisis). Semua protokol isolasi dimulai dengan proses melisiskan sel. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan denaturasi kuat, seperti detergen ionik, garam guanidium, atau fenol-kloroform. Reagen ini akan melisiskan sel bersamaan dengan mendenaturasikan protein (Greene dan Rao, 1998).

Membran terlebih dahulu dilisiskan dengan senyawa kimia yang dapat mempengaruhui dinding sel, seperti lisozim, EDTA, dan SDS (Muladno, 2010). Kerja lisozim dalam melisiskan dinding sel adalah dengan memotong senyawa polimer yang ada pada dinding sel. Kerja EDTA adalah dengan mengikat ion magnesium yang bertugas menjaga struktur dinding sel dan juga menghambat enzim lain yang akan memotong DNA. Sedangkan kerja SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) adalah dengan menghilangkan lipid pada dinding sel. Pada tahap preparasi, pelisisan dilakukan pada suasana alkali (pH 12). Pada keadaan ini, molekul DNA akan terfragmentasi dan terdenaturasi. Proses pelisisan juga dapat dilakukan menggunakan metode fisika, misalnya dengan


(38)

kekuatan mekanik. Namun metode kimia lebih banyak digunakan (Sudjadi, 2008).

Kedua adalah tahap pemisahan DNA dari protein sel dengan cara pengendapan. Protein pada sel dihancurkan dengan bantuan enzim proteinase K. Enzim ini dapat memecahkan protein histon, sehingga DNA pun terurai. Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan fenol (untuk mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (untuk membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Umumnya ditambahkan dengan perbandingan 1:1. Kemudian dilakukan sentifugasi kembali untuk mengendapkan molekul yang berat, kemudian DNA yang berada pada supernatan dipisahkan (Muladno, 2010).

Ketiga adalah tahap purifikasi DNA. DNA yang telah dibersihkan dari protein masih tercampur dengan RNA. Cara baku untuk menghilangkan protein adalah dengan penambahan fenol atau campuran fenol:kloroform:isoamil alkohol (50:49:1). Larutan organik ini akan mengendapkan protein yang akan menggumpal pada batas antara fase air dan fase organik. Isoamil alkohol berfungsi mencegah terjadinya emulsi. Sedangkan untuk menghilangkan molekul RNA dari larutan, dapat digunakan enzim RNAse yang akan mendegradasi molekul RNA (Sudjadi, 2008).

Dengan hilangnya protein dan RNA, maka DNA dapat diisolasi secara utuh. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan cara presipitasi menggunakan etanol absolut dan larutan garam. Dengan adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu -20oC etanol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik, sehingga mudah dipisahkan dengan cara sentrifugasi (Muladno, 2010).

Setelah semua tahapan isolasi dilakukan, perlu dilakukan penilaian terhadap kemurnian DNA yang dihasilkan. Penilaian dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan spektroskopi UV dan fluorometri. Untuk memperkirakan kemurnian asam nukleat, digunakanlah rasio absorbansi pada 260 nm terhadap 280 nm (rasio A260/A280) atau rasio absorbansi pada 260 nm terhadap 230 nm (rasio A260/A230) (Greene dan Rao, 1998; Kulkarni dan


(39)

21

Pfeifer, 2015). Jika rasio berkisar antara 1.8 sampai 2.0, artinya asam nukleat yang diperoleh relatif murni (Greene dan Rao, 1998).

Selain menggunakan spektroskopi UV dan fluorometri, metode lain yang dapat digunakan adalah elektroforesis agarosa. Metode ini dapat memastikan adanya berat molekul DNA. Adanya noda (smear) pada hasil elektroforesis menandakan bahwa sampel terdegradasi atau terkontaminasi (Kulkarni dan Pfeifer, 2015).

2.6. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA

Spektrofotometer UV dapat digunakan untuk menghitung kadar dan kemurnian asam nukleat. Spektrofotometer ini dapat mengukur yang sangat kecil, yaitu sekitar 0.2-2 µl tanpa harus mengencerkan sampel terlebih dahulu. Spektrum atau panjang gelombang yang dapat digunakan berkisar dari 220-750 nm. Alat ini tidak membutuhkan kuvet dan peralatan sampel lainnya, serta dapat dibersihkan dengan cepat. Pengukuran yang dilakukan oleh alat ini sangat cepat, yaitu hanya beberapa detik. Namun, kontaminan dalam sampel asam nukleat dapat mempengaruhi akurasi yang dihasilkan (Kennedy dan Oswald, 2011).

Gambar 2.7. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA

(Sumber: www.labtech.ie dan www.promarchive.com)

2.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan alat yang dapat melakukan amplifikasi DNA yang dipilih pada daerah tertentu genom dengan bantuan sekurangnya sepasang sekuens nukleotidanya (primer) yang telah diketahui (Alberts et. al., 1989). PCR merupakan teknik analisis biologi molekular baru untuk mereplikasi DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme


(40)

hidup. Teknik PCR ini membutuhkan jumlah molekul DNA yang sedikit untuk kemudian diamplifikasi beberapa kali dalam fase eksponensial. Dengan lebih banyak DNA yang tersedia, analisis yang dilakukan menjdi lebih mudah. PCR biasanya digunakan dalam laboratorium medic dan biologi untuk tujuan deteksi penyakit keturunan, diagnosis penyakit infeksi, identifikasi sidik jari genetic, kloning gen, paternity testing, dan komputasi DNA (Rahman, et. al., 2013).

Teknik ini dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1983. PCR dapat menganalisis sampel dengan volume 10-200 µl dalam tabung reaksi kecil (volume 0.2-0.5 ml) dalam thermal cycler. Di dalam thermal cycler, terjadi reaksi pemanasan dan pendinginan kepada tabung untuk memperoleh suhu yang dibutuhkan pada setiap langkah selama reaksi.

PCR digunakan untuk mengamplifikasi untai DNA yang pendek dan bagian yang teridentifikasi, yaitu dapat berupa gen tunggal atau hanya bagian dari gen. Berbeda dengan organism hidup, proses PCR dapat menyalin fragmen DNA yang pendek, biasanya sampai 10 kb (kilo base pairs). Beberapa metode tertentu dapat menyalin fragmen sampai ukuran 40 kb, dimana ukuran tersebut lebih kecil daripada kromosom DNA pada sel eukariot (Rahman et. al., 2013).

2.7.1. Komponen PCR

Beberapa komponen penting yang dibutuhkan dalam PCR adalah DNA template, primer, enzim Taq Polymerase, deoxyribonucleaside triphosphate(dNTP’s), dan dapar PCR.

a. DNA template atau cDNA

DNA template mengandung daerah fragmen DNA yang akan diamplifikasi (Rahman et. al., 2013). Fungsi DNA template adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. DNA template dapat berupa DNA kromosom atau fragmen DNA apapun yang mengandung fragmen DNA target yang dituju. b. Primer

Primer dibutuhkan untuk menentukan awal dan akhir daerah (batas) yang akan diamplifikasi dari fragmen DNA. Primer


(41)

23

merupakan untai DNA buatan yang terdiri atas tidak lebih dari 50 nukleotida (biasanya 18-25 bp) yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA template. Ia akan menempel ke DNA template

pada titik awal dan akhir, tepatnya ditempat DNA polymerase terikat dan mulai mensintesis untai DNA baru. Selain itu, primer menyediakan gugus hidroksi (OH-) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses pemanjangan DNA. (Rahman et. al., 2013; Handoyo dan Rudiretna, 2000)

Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan rutan DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari data GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum diketahui, maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai kekerabatan yang dekat.

Dalam perancangan primer, kriteria yang harus dipenuhi adalah: (1) Panjang basa berkisar antara 18-30 basa. Jika terlalu pendek dapat menyebabkan mispriming; (2) Komposisi primer tersusun atas kandungan G+C (% jumlah G dan C) yang sama atau lebih besar dari kandungan G+C DNA target. Hal ini disebabkan karena primer dengan % G+C yang rendah diperkirakan tidak akan mampu berkompetisi untuk menempel secara efektif pada tempat yang dituju; (3) Melting Point (Tm, temperatur dimana 50% untai ganda DNA terpisah) yang dipilih akan berpengaruh dalam pemilihan suhu annealing proses PCR. Penentuan Tm berkaitan dengan komposis primer dan panjang primer. Perhitungan Tm dilakukan dengan rumus [2(A+T)+4(C+G)]. Sebaiknya Tm primer berkisar antara 50 – 65oC; (4) Interaksi primer-primer harus dihindari, seperti cross-homology atau self-homology.

c. Enzim Taq polymerase

Taq polymerase dibutuhkan sebagai katalisator untuk reaksi polimerisasi DNA yang diperlukan untuk tahap pemanjangan


(42)

DNA. Enzim ini diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik, sehingga bersifat termolabil sampai suhu 95oC. Aktivitas Taq polymerase tergantung dari jenisnya dan asal bakteri tersebut diisolasi. (Handoyo dan Rudiretna, 2000)

d. Nukleotida atau deoxyribonucleaside triphosphate (dNTP)

Nukleotida merupakan bahan dasar untuk membentuk DNA baru yang bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan dalam proses pemanjanan DNA (Rahman et. al., 2013). Ia terdiri atas dATP, dTTP, dGTP, dan dCTP. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer, kemudian membentuk untai baru yang komplementer dengan untai DNA template.

e. Dapar dan MgCl2

Dapar dibutuhkan untuk menjaga pH medium tetap berada pada pH yang sesuai agar proses PCR dapat berlangsung dan menstabilkan enzim DNA polimerase. Sedangkan MgCl2 yang menyediakan ion Mg2+ bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi untuk menstimulasi aktivitas DNA polymerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan DNA

template yang membentuk kompleks larut dengan dNTP. Umumnya dapar PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan. Namun, lebih disarakan agar dapat PCR dan MgCl2 dipisahkan (Handoyo dan Rudiretna, 2000).

2.7.2. Tahapan PCR

Tahapan PCR melibatkan 5 tahap, yaitu (1) pradenaturasi DNA

template; (2) denaturasi DNA template; (3) penempelan primer pada DNA template (annealing); (4) pemanjangan primer (extension), dan (5) pemantapan (post-extension). Tahap (2) sampai (4) merupakan tahapan berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. Tahapan PCR biasanya terdiri atas 20-35 siklus. Penggunaan jumlah siklus yang terlalu banyak dapat meningkatkan jumlah produk yang non target.


(43)

25

Gambar 2.8. Tahapan Proses PCR

(Sumber: www.flmnh.ufl.edu)

1. Pemisahan atau Denaturasi

Pada tahap ini, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Enzim Taq polymerase diaktifkan pada tahap ini (Rahman et. al., 2013). Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90-95oC selama 3 menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA target yang ingin dilipatgandakan jumlahnya benar-benar telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. Untuk denaturasi berikutnya, waktu yang diperlukan hanya 30 detik pada suhu 95oC atau 15 detik pada suhu 97oC.

Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sekuen DNA target. Jika DNA target kaya akan G-C maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena ikatan hidrogen pada G-C lebih banyak dibandingkan ikatan A-T. Selain itu, suhu denaturasi juga tidak boleh terlalu tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama, karena dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya aktivitas enzim Taq polymerase (Sambrook et. al., 1989).

2. Penempelan (Annealing)

Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50-60oC. Dengan terjadinya penurunan suhu, primer dapat menempel pada untai


(44)

DNA tunggal (Rahman et. al., 2013). Primer akan menuju daerah yang spesifik, dimana daerah tersebut memiliki komplemen dengan primernya. Pada proses penempelan ini, ikatan hidrogen akan terbentuk. Selanjutnya enzim Taq polymerase akan berikatan, sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali. Spesifisitas PCR sangat tergantung pada suhu melting (Tm) primer. Temperatur penempelan yang digunakan biasanya 5oC di bawah Tm (Sambrook et. al., 1989). Jika suhu yang digunakan pada tahap penempelan ini tidak tepat, primer tidak akan mengikat di DNA template atau terikat di bagian yang salah. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini adalah sekitar 1-2 menit (Rahman, et. al., 2013).

3. Pemanjangan atau polimerasi (Extention)

Primer yang telah menempel pada DNA template akan mengalami pemanjangan pada sisi 3' nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase. Umumnya reaksi pemanjangan (extension) atau polimerasi, terjadi pada suhu 72-78oC. Hal ini disebaban karena suhu tersebut merupakan suhu optimum untuk Taq polymerase. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72-78oC diperkirakan antara 35 sampai 100 nukleotida per detik, bergantung pada dapar, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA target. Dengan demikian, untuk produk PCR sepanjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap pemanjangan primer ini.

Jumlah siklus yang dibutuhkan untuk amplifikasi tergantung pada jumlah salisan DNA template yang ada pada saat mulai reaksi dan efisiensi pemanjangan dan amplifikasi primer. Produk DNA pada siklus amplifikasi pertama akan menjadi cetakan pada siklus berikutnya. Dibutuhkan sedikitnya 25 siklus untuk memperoleh tingkat amplifikasi sekuens target yang diterima (Sambrook et. al., 1989). Secara teori, hubungan kuantitatif antara jumlah awal sekuens target


(45)

27

(Xo) dan jumlah produk PCR setiap siklus (Xn) ketika fase eksponensial adalah Xn = Xo (1+E)n., dimana E adalah nilai antara 0 (tidak ada amplifikasi) atau 1 (setiap amplikon tereplikasi setiap siklus) (Vaerman, et. al., 2004).

2.7.3. Real-Time PCR

Real-Time PCR juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase chain reaction (Q-PCR/qPCR) atau kinetic polymerase chain reaction. Real-Time PCR adalah suatu metoda analisis yang dikembangkan dari reaksi PCR. RT-PCR adalah suatu teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi sekaligus mengkuantifikasi jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut, yang bersifat sensitif, spesifik, dan reprodusibel untuk asam nukleat (Vaerman et. al., 2004; Arya et. al., 2005).

Pada PCR konvensional, pengamatan hasil amplifikasi DNA dilakukan menggunakan elektroforesis gel agarosa pada end-point

amplifikasi DNA tersebut. Sedangkan analisis menggunakan Real-Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung. Keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari

probe (penanda). Pada Real-Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis. (Pranawaty et.al., 2012)

Konsentrasi awal sekuens target ditunjukkan sebagai fraksi jumlah siklus (CT atau Cycle Theshold). Nilai ini dibutuhkan untuk memperoleh adanya awal amplifikasi. Real-Time PCR tidak terpengaruh terhadap berbagai variasi komponen dalam reaksi dan kurang sensitif terhadap perbedaan efisiensi amplifikasi.

Kemampuan untuk menghitung amplifikasi DNA selama fase eksponensial dihasilkan dengan mengembangkan ketelitian menghitung sekuens target. Terdapat beberapa metode untuk menegaskan spesifisitas produk amplifikasi, yaitu dengan melting temperatures, probe oligonukleotida yang dilabelkan dengan fluoresensi, metode TaqMan, hibridisasi probe.


(46)

Metode TaqMan menggunakan oligonukleotida yang menempel ke sekuens internal dalam fragmen DNA yang diamplifikasi. Biasanya oligonukleotida, yang terdiri atas 20-24 basa, dilabelkan dengan

fluorescent group pada ujung 5’ dan quencher group pada akhir 3’,

dimana mereka dibatasi oleh PO2, NH2, atau blocked base. Label oligonukleotida tersebut ditambahkan bersama dengan primer untuk mengamati perubahan amplifikasi sekuens target (Sambrook et. al., 1989).

Gambar 2.9. Kerja Fluorescent Dye dan Quencher pada Real-Time

PCR (Sumber : www.isu.edu)

Hasil peningkatan fluorescent digambarkan melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil (Vaerman, 2004).

Gambar 2.10. Bentuk Kurva Real-Time PCR


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal, Laboratorium Penelitian 2, dan Laboratorium Kimia Obat pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Teknologi Gen, Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 hingga Juni 2015.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spatula, plastic wrap,aluminium foil, termometer, api bunsen, mikropipet 0.5-10 µl; 2-20 µl; 2-20-2-200 µl; dan 100-1000 µl [Bio-rad], mikropipet tip 10 µl; 2-200 µl; dan 1000 µl [Bio-rad], Tabung mikrosentrifugasi [Bio-rad], High Pure Filter Tube [Roche], Collection Tube [Roche], Setrifugator [Eppendorf Centrifuge 5417 R-Ogawa Seiki], Vortex [VM-300], wadah cetakan, lemari pendingin, timbangan analitik, Waterbath

[Eyela], Moisture Balance Analyzer [Wiggen], satu set alat Real-Time PCR [LightCycler® 480.0-Roche], dan Spektrofotometer UV [Bio Drop]. Alat gelas yang digunakan yaitu beaker glass, erlenmeyer, batang pengaduk, gelas ukur, pipet tetes, cawan penguap, tabung reaksi, dan kaca arloji.

3.2.2. Bahan

Bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah Gelatin Sapi [Sigma-Aldrich], Gelatin Babi [Sigma-Aldrich], sorbitol, pewarna

tartrazine, 5 sampel kapsul yang mengandung vitamin A dengan produsen yang berbeda, satu set High Pure PCR Template Preparation


(48)

Kit (meliputi: Tissue Lysis Buffer, Proteinase K, Binding Buffer,

Inhibitor Removal Buffer, Wash Buffer, dan Elution Buffer) [Roche], Aquabidest [Roche], Aquadest, Isopropanol [Merck], Etanol Absolut [Merck], LC 480 TaqMan Probe Master (yang terdiri atas: FastStart Taq DNA Polymerase, buffer, dNTP mix, MgCl2 6.4 mM) [Roche], dan primer-probe dengan urutan basa seperti yang tertera dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1. Urutan Basa Primer dan TaqMan Probe

(Sumber : Tanabe et. al.., 2007)

Nama Primer Urutan Basa

Babi

Forward 5'-ATCTTGCAAATCCTAACAGGCCTG -3'

Reverse 5'-CGTTTGCATGTAGATAGCGAATAAC-3'

Probe 5'-(FAM)-CACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTAC-(BHQ1)-3'

Sapi

Forward 5'-CCCGATTCTTCGCTTTCCAT-3'

Reverse 5'-CTACGTCTGAGGAAATTCCTGTTG-3'

Probe 5'-(FAM)-CATCATAGCAATTGCC-(BHQ1)-3'

3.3. Tahapan Penelitian

a. Pembuatan Cangkang Kapsul Simulasi Menggunakan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi

b. Pengumpulan Sampel

c. Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul Keras Sampel d. Isolasi DNA Kontrol dan Sampel

e. Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat DNA f. Pemeriksaan Spesifisitas Primer dan Probe g. Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR h. Analisis Hasil


(49)

31

3.4.Prosedur Kerja

3.4.1. Pembuatan Lembar Cangkang Kapsul Simulasi Menggunakan Gelatin Sapi dan Gelatin Babi (Widyaninggar et. al., 2012)

Tabel 3.2. Formulasi Lembar Cangkang Kapsul Keras

Bahan Jumlah

Gelatin 30%

Sorbitol 5%

Pewarna 0.05%

Aquadest Ad 100%

Sebanyak 9 gram gelatin sapi ditimbang dan dibasahi dengan 9 ml air panas sambil diaduk perlahan sampai homogen. Kemudian sebanyak 1.5 gram sorbitol dan 0.0015 gram pewarna ditambahkan, lalu dicukupkan sampai 30 ml aquadest. Larutan dipanaskan dan diaduk sampai semua gelatin larut dan larutan menjadi jernih. Larutan tersebut kemudian dituang ke cetakan menjadi sebuah lapisan tipis. Campuran diletakkan di dalam desikator untuk menjaga kelembabannya. Pembuatan cangkang kapsul dari gelatin babi sama dengan perlakuan seperti diatas.

3.4.2. Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara acak dengan mendata produk vitamin yang mengandung vitamin A yang berbentuk cangkang kapsul keras yang beredar di Indonesia berdasarkan ISO 2013/2014. Diperoleh sebanyak 14 produsen produk vitamin yang mengandung vitamin A yang berbentuk cangkang kapsul keras. Kemudian lima produk vitamin yang berasal dari produsen yang berbeda diambil secara acak. Pengambilan sampel ini dilakukan pada tanggal 08-20 April 2015. Masing-masing sampel diberi identitas seperti yang terlihat dalam tabel 3.3.


(50)

Tabel 3.3. Identitas Sampel yang berasal dari Produsen yang Berbeda

No. Sampel Identitas

1 Produsen E A

2 Produsen I B

3 Produsen N C

4 Produsen Ei D

5 Produsen V E

3.4.3. Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul Keras Sampel (Anonim, 2013)

Larutan uji yang digunakan untuk uji identifikasi gelatin terdiri atas larutan gelatin sebagai kontrol positif; air, larutan koloid HPMC, dan larutan koloid natrium alginat sebagai kontrol negatif; dan larutan cangkang kapsul sampel. Larutan gelatin dan larutan cangkang kapsul sampel disiapkan dengan cara meleburkan gelatin dan cangkang kapsul tersebut pada air hangat. Larutan koloid HPMC disiapkan dengan cara melarutkan 0.1 gram serbuk HPMC dalam 10 ml aquadest panas (90oC). Sedangkan larutan koloid natrium alginat disiapkan dengan cara melarutkan 0.1 gram serbuk natrium alginat dalam 10 ml aquadest.

Proses identifikasi dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 2 ml masing-masing larutan uji, lalu menambahkannya dengan 0.05 ml larutan CuSO4 0.7 M dan dihomogenkan. Kemudian sebanyak 0.5 ml larutan NaOH 2 M ditambahkan kedalamnya. Jika timbul warna violet, artinya sampel mengandung gelatin.

3.4.4. Isolasi dan Purifikasi DNA Kontol dan Sampel

a. Preparasi Daging Sapi dan Daging Babi (Rochea, 2008; Erwanto et.al., 2012)

Sebanyak 50 mg daging sapi dan daging babi segar dicincang halus dengan pisau steril. Masing-masing daging tersebut dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifugasi. Kemudian ke dalam tube tersebut ditambahkan 200 µl Tissue


(51)

33

Lysis Buffer dan 40 µl larutan Proteinase K. Campuran tersebut divortex selama 1 menit dan diinkubasi pada suhu 57oC selama 21 jam dalam waterbath. Selanjutnya larutan preparasi tersebut siap untuk proses ekstraksi dan isolasi DNA.

b. Preparasi Gelatin, Simulasi Cangkang Kapsul, dan Sampel (Rochea, 2008; Izzah dengan modifikasi, 2014)

Sebanyak 100 mg gelatin sapi dan gelatin babi, cangkang kapsul simulasi sapi dan simulasi babi, serta cangkang kapsul sampel kosong ditimbang dan ditambahkan air hangat sebanyak 200 µl dan dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifugasi. Kemudian ke dalam tube tersebut ditambahkan 250 µl Tissue Lysis Buffer dan 50µl larutan Proteinase K. Masing-masing campuran tersebut divortex selama 1 menit dan diinkubasi pada suhu 57oC selama 21 jam dalam waterbath. Selanjutnya khusus pada larutan sampel, dilakukan sentrifugasi 10.000 rpm selama 30 menit karena terbentuk endapan putih. Selanjutnya larutan preparasi tersebut siap untuk proses ekstraksi dan isolasi DNA.

c. Isolasi DNA (Rochea, 2008; Izzah dengan modifikasi, 2014) Larutan preparasi daging, gelatin, kapsul simulasi , dan kapsul sampel yang didapatkan kemudian ditambahkan sebanyak 200 µl untuk larutan preparasi daging dan sebanyak 230 µl larutan Binding Buffer. Campuran tersebut divortex segera selama 20 detik dan diinkubasi pada suhu 70oC selama 10 menit dalam waterbath. Kemudian ke dalam tube tersebut ditambahkan 150 µl isopropanol dan dihomogenkan dengan vortex selama 20 detik. Campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam Filter Tube yang telah dipasangkan Collecting Tube. Kemudian tube ditutup dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.

Filter Tube dilepaskan dari Collection Tube dan cairan yang melewati filter dibuang bersama dengan Collection Tube.


(52)

Filter Tube dipasangkan kembali dengan Collection Tube yang baru. Kemudian 500 µl Inhibitor Removal Buffer ditambahkan melalui penyangga atas Filter Tube dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Filter Tube

dipasangkan kembali dengan Collection Tube yang baru. Kemudian 500µl Washing Buffer ditambahkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000rpm selama 1 menit. Pencucian dengan Washing Buffer dilakukan 2 kali. Selanjutnya, Filter Tube dilepaskan dari Collection Tube dan cairan yang melewati filter dibuang. Filter Tube dipasangkan kembali dengan Collection Tube dan disentrifugasi kembali selama 10 detik dengan kecepatan 12000 rpm agar semua

Washing Buffer terbuang dengan sempurna.

Setelah disentrifugasi, Collection Tube dipisahkan dengan

Filter Tube dan dibuang. Kemudian Filter Tube dipasangkan dengan tabung mikrosentrifugasi steril. Ke dalam filter yang berisi DNA daging sapi, daging babi, gelatin sapi, gelatin babi, kapsul simulasi, dan kapsul sampel, masing-masing ditambahkan 150 µl Elution Buffer hangat (70oC). Filter Tube

dan tabung mikrosentrifugasi yang telah ditambahkan Elution Buffer disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. Filter Tube dilepaskan dari tabung sentrifugasi yang telah berisi isolat DNA. Tabung mikrosentrifugasi tersebut disimpan pada suhu 4 oC untuk dianalisis selanjutnya.

3.4.5. Pemeriksaan Kadar dan Kemurnian Isolat DNA Menggunakan Spektrofotometer UV (Biodropb, 2012)

Alat dinyalakan dan panel Nucleid Acid dipilih untuk menentukan konsentrasi dan kemurnian DNA. Sample port dibersihkan dengan tisu steril. Sebanyak 2 µl Elution Buffer dituangkan di atas sample port dan dianalisis sebagai blanko. Sample port kembali dibersihkan menggunakan tisu steril. Identitas sampel dimasukkan pada kolom


(53)

35

dituangkan di atas sample port secara bergantian. Kemudian tombol

Measure ditekan. DNA dianalisis pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Hasil instrumentasi yang akan didapat adalah data konsentrasi DNA dengan satuan ng/µl dan data kemurnian DNA dengan perbandingan rasio A260 dan A280.

3.4.6. Pemeriksaan Spesifisitas Primer dan Probe (NCBI)

Uji spesifisitas primer dan probe dilakukan dengan melakukan BLAST melalui database NCBI. Pada halaman “BLAST”, dipilih

menu “Nucleid Acid”. Kemudian pada kolom “Enter Query Sequence” dimasukkan urutan basa primer yang akan diuji. Tombol “BLAST”

diklik. Data hasil pengujian yang didapat berupa daftar spesies yang memiliki kemiripan 99-100% dengan urutan basa primer yang diuji. 3.4.7. Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR (Rocheb, 2005;

Rochec; Izzah dengan modifikasi, 2014)

Larutan primer dan probe disiapkan dengan konsentrasi 10 µM dari larutan induk dengan konsentrasi 100 µM dan disimpan dalam sebuah

tube. Selanjutnya dalam tube berukuran 1,5 ml, sebanyak 15 µl PCR

Mix disiapkan dengan cara mencampurkan larutan yang terdiri atas: 1,4 µl aquabidest; 1,6 µl primer forward 10µM; 1,6 µl primer reverse

10 µM; 0,4 µl probe 10 µM; dan 10 µl LightCycler® 480 Probe Master (enzim Taq DNA Polymerase, dNTP mix, dapar, dan 6.4 mM MgCl2). Campuran dihomogenkan menggunakan micropipette dengan cara up and down. Kemudian, sebanyak 5 µl isolat DNA yang akan diuji dipipet ke dalam multiwell plate pada well yang diinginkan dan ditambahkan sebanyak 15 µl PCR Mix yang telah dibuat. Multiwell plate yang berisi campuran DNA yang akan diuji dan PCR Mix

tersebut ditutup dengan sealing foil yang akan mengeliminasi penguapan pada suhu tinggi, kemudian diletakkan pada alat Real-Time

PCR. Semua proses pencampuran sampai pemipetan ke dalam

multiwall plate dilakukan pada tempat yang gelap. Tahap tersebut dilakukan untuk masing-masing DNA daging babi, daging sapi, gelatin


(54)

sapi, gelatin babi, kapsul simulasi, dan kapsul sampel yang akan diamplifikasi.

Program LightCycler® 480 Real-Time PCR yang akan digunakan untuk mengamplifikasi DNA diatur dengan pengaturan seperti yang tertera dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4. Pengaturan Program Amplifikasi pada LightCycler® 480

Real-Time PCR

Jumlah Siklus Suhu (oC) Waktu

Pre Incubation 1 95 10 menit

Amplification 65 95 10 detik

60 1 menit

72 1 detik

Cooling 1 40 10 detik

3.4.8. Analisis Data

Analisis kandungan babi dan kandungan sapi pada cangkang kapsul keras yang mengandung vitamin A dilakukan dengan melihat hasil amplifikasi DNA pada Real-Time PCR. Jika DNA pada sampel tertentu dengan primer babi dapat teramplifikasi, maka dapat disimpulkan bahwa gelatin pada cangkang kapsul keras tersebut berasal dari babi. Begitu juga sebaliknya, jika DNA pada sampel tertentu dengan primer sapi dapat teramplifikasi, maka dapat disimpulkan bahwa gelatin pada cangkang kapsul keras tersebut berasal dari sapi.

Kurva amplifikasi dihasilkan dengan memplotkan jumlah siklus secara horizontal dan nilai flouresen secara vertikal. Kurva ini dihasilkan secara otomatis oleh RT-PCR. Dari kurva tersebut, kemudian dilihat nilai Cp (Crossing Point) dari setiap isolat DNA yang diuji. Adanya nilai Cp menunjukkan bahwa isolat DNA tersebut dapat


(55)

37

teramplifikasi. Cp adalah fraksi jumlah siklus dimana tingkat amplifikasi yang tercermin dari adanya flouresensi mencapai threshold

(ambang). Tingkat ambang flouresensi diatur pada posisi yang sama untuk semua reaksi yang sedang diamati (Vaerman et. al, 2004).


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Analisis Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi

Cangkang kapsul simulasi dibuat dengan bahan utama gelatin, yaitu gelatin sapi dan gelatin babi secara terpisah. Gelatin yang digunakan sebanyak 30%. Persentase gelatin ini sesuai dengan standar gelatin yang digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul keras, yaitu 30% (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012). Sebagai plasticizer, digunakanlah bahan yang berasal dari golongan gula, yaitu sorbitol. Bahan ini digunakan untuk membuat cangkang kapsul keras tidak terlalu kaku dan dapat diambil dari cetakan. Sorbitol yang digunakan adalah sebanyak 5%. Hal ini sesuai dengan kadar yang ditentukan dalam Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition untuk penggunaan sorbitol sebagai plasticizer untuk gelatin.

(a) (b)

Gambar 4.1. Lembar Cangkang Kapsul Keras Simulasi (a) Sapi dan (b) Babi

Lembaran cangkang kapsul keras simulasi yang dihasilkan berupa lapisan tipis, berwarna kuning, dan dapat digulung. Berdasarkan gambar 4.1, terlihat bahwa lembar cangkang kapsul simulasi sapi yang dihasilkan berwarna kuning pucat dan lembar cangkang kapsul simulasi babi yang dihasilkan berwarna kuning terang. Perbedaan warna ini disebabkan karena warna asal dari gelatin sapi (berwarna kuning pucat) dan gelatin babi (berwarna putih) yang digunakan.

Evaluasi yang dilakukan terhadap lembar cangkang kapsul keras simulasi yang dibuat adalah mengukur kadar airnya menggunakan moisture balance analyzer. Kadar air yang didapat adalah berkisar antara 10.6-15% untuk


(57)

39

cangkang kapsul keras simulasi sapi dan untuk cangkang kapsul keras simulasi babi. Nilai ini memenuhi syarat sebuah cangkang kapsul keras, yaitu 10-15% (Anonim, 1995).

4.2. Proses Identifikasi Gelatin pada Cangkang Kapsul Keras Sampel

Sebelum dilakukan proses isolasi dan amplifikasi pada cangkang kapsul dari produk yang beredar di Indonesia, terlebih dahulu dilakukan identifikasi gelatin pada setiap cangkang kapsul sampel tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa cangkang kapsul yang akan diuji berasal dari gelatin.

Pengujian sumber bahan baku dilakukan dengan cara menambahkan CuSO4 dan NaOH ke dalam larutan sampel (Anonim, 2013). Pengujian ini disebut juga uji biuret, yaitu pengujian kandungan protein pada suatu sampel. Uji ini dapat digunakan untuk uji identifikasi gelatin, karena pada dasarnya gelatin adalah turunan protein yang diperoleh dari kolagen (Shyni et. al., 2013). Artinya, gelatin juga mengandung ikatan peptida.

Gambar 4.2. Hasil Pengujian Sumber Bahan Baku Cangkang Kapsul

(1) Kontrol Positif; (2) Kontrol Negatif (A. Air, B. Na Alginat, C. HPMC); dan (3)Sampel (A, B, C, D, E)

Larutan yang diuji terdiri atas larutan gelatin sebagai kontrol positif; air, larutan koloid HPMC, dan larutan koloid natrium alginat sebagai kontrol negatif; dan larutan cangkang kapsul sampel. HPMC dan natrium alginat digunakan sebagai kontrol negatif, karena kedua bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku cangkang kapsul keras pula (Al-Tabakha, 2010; Natalia, 2011). Pada air, larutan koloid HPMC, dan larutan koloid


(1)

Lampiran 3. Uji Spesifikasi Primer Sapi Menggunakan BLAST NCBI

CCCGATTCTTCGCTTTCCATTTTATCCTTCCATTTATCATCATAGCA

ATTGCCATAGTCCACCTACTATTCCTCCACGAAACAGGCTCCAACA


(2)

Lampiran 4. Uji Spesifikasi Primer Babi Menggunakan BLAST NCBI a. Sus scrofa

ATCTTGCAAATCCTAACAGGCCTGTTCTTAGCAATACATTACACATCA

GACACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTACACACATTTGTCGAGACGTA

AATTACGGATGAGTTATTCGCTATCTACATGCAAACG

b. Phlebotomus perniciosus

TCTTGCAAATCCTAACAGGCCTGTTCTTAGCAATACATTACACATCAG

ACACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTACACACATTTGTCGAGACGTAA

ATTACGGATGAGTTATTCGCTATCTACATGCAAACG

c. Atherurus africanus

ATCTTGCAAATCCTAACAGGCCTGTTCTTAGCAATACATTACACATCA

GACACAACAACAGCTTTCTCATCAGTTACACACATTTGTCGAGACGTA


(3)

Lampiran 5. Campuran Reaksi PCR Mix untuk Proses Amplifikasi DNA Tabel 7. Campuran Pereaksi PCR Mix untuk Setiap Isolat DNA

Konsentrasi dalam PCR Mix

(µM)

Konsentrasi Larutan Induk

(µM)

Volume yang digunakan

(µl)

ddH2O - - 1.4

Primer Forward 0.8 10 1.6

Primer Reverse 0.8 10 1.6

Probe 0.2 10 0.4

LC 480 Probe

Master - - 10.0

DNA Template - - 5.0


(4)

Lampiran 6. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer dan Probe

a. Pembuatan larutan primer dengan konsentrasi 10 µM dari larutan induk 100µM

Maka, sebanyak 3 µl dari larutan induk 100 µM pada masing-masing primer diambil dan di add 27 µl ddH2O (PCR water grade)

b. Pembuatan larutan primer dengan konsentrasi 0.8 µM dari larutan primer 10µM untuk setiap isolat DNA

Maka, sebanyak 1.6 µl dari masing-masing larutan primer 10 µM diambil dan ditambahkan ke PCR mix.

c. Pembuatan larutan probe dengan konsentrasi 10 µM dari larutan induk 100µM

Maka, sebanyak 1 µl dari larutan induk probe 100 µM diambil dan di add 9 µl ddH2O (PCR water grade)

d. Pembuatan larutan probe dengan konsetrasi 0.2 µM dari larutan probe 10 µM untuk setiap isolat DNA

Maka, sebanyak 0.4 µl dari larutan probe 10 µM diambil dan ditambahkan ke PCR mix.


(5)

Lampiran 7. Perhitungan Tm (Temperature Melting) Primer

a. Primer Sapi

- Primer forward = 2oC (2+8) + 4oC (2+8) = 60oC

- Primer reverse = 2oC (5+8) + 4oC (6+5) = 70oC

b. Primer Babi

- Primer forward = 2oC (7+6) + 4oC (4+7) = 70oC

- Primer reverse = 2oC (8+7) + 4oC (6+3) = 66oC


(6)

Lampiran 8. Gambar Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian

Satu Set Alat Real-Time PCR Moisture Balance Analyzer

Satu Set High Pure PCR Template

Preparation Kit Spektrofotometri UV (Biodrop)


Dokumen yang terkait

Perbandingan Metode Kit Komersial dan SDS untuk Isolasi DNA Babi dan DNA Sapi dari Simulasi Cangkang Kapsul Keras untuk Deteksi Kehalalan Menggunakan Real-Time PCR (Polymerase Chain reaction)

2 12 82

Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT

8 75 107

Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR)

1 64 90

Deteksi DNA Gelatin Sapi Dan Gelatin Babi Pada Simulasi Gummy Vitamin C Menggunakan Real -Time PCR Untuk Analisis Kehalalan

1 11 70

Perbandingan antara metode SYBR green dan metode hydrolysis probe dalam analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan menggunakan real time PCR

1 33 90

Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT

4 22 107

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

1 18 59

Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDSPAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 21 79

Perbandingan metode KIT komersial dan SDS untuk isolasi DNA babi dan DNA sapi pada simulasi cangkang kapsul keras untuk deteksi kehalalan menggunakan real-time PCR (polymerase chain reaction)

0 12 82

Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 16 70