Motif Dan Tindakan Pilihan Junk Food Pada Remaja Sma Di Kota Cimahi, Jawa Barat

MOTIF DAN TINDAKAN PILIHAN JUNK FOOD PADA
REMAJA SMA DI KOTA CIMAHI, JAWA BARAT

YULINDA DEVIANTY

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Motif dan
Tindakan Pilihan Junk food pada Remaja SMA di Kota Cimahi, Jawa
Barat” adalah benar saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Yulinda Devianty
NIM. I34120068

ABSTRAK
YULINDA DEVIANTY. Motif dan Tindakan Pilihan Junk Food pada Remaja
SMA di Kota Cimahi, Jawa Barat. Dibimbing oleh NURAINI W PRASODJO
Pangan yang saat ini digemari oleh remaja adalah junk food. Pilihan
pangan junk food tanpa disadari dapat berdampak terhadap berat badan. Hal
tersebut dapat dilihat pada prevalensi status gizi gemuk pada remaja yang
mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Peningkatan status gizi gemuk
pada remaja diduga sebagai akibat dari tindakan pilihan pangan yang
dilatarbelakangi oleh motif pilihan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis motif utama pada remaja terhadap tindakan pilihan junk food pada
remaja. Penelitian ini menggunakan analisis tabulasi silang, uji statistik uji t, Rank
Spearman dan Chi-Square. Sebanyak 60 responden dipilih secara porposive,
yang merupakan siswa kelas X dan XI dengan status gizi gemuk dan normal di

SMAN Cimahi. Hasil dari penelitian ini adalah remaja memiliki motif rasional
instrumental dalam tindakan pilihan junk food.Tindakan pilihan junk food
berhubungan dengan besar uang saku yang dimiliki remaja.
Kata kunci:

Motif pilihan pangan, Remaja, Tindakan pilihan pangan

YULINDA DEVIANTY. Public High School Strudent’s Motives and Selection
Practises of Junk Food in Cimahi, West Java. Supervised by NURAINI W
PRASODJO
Food that is currently favored by adolescents is junk food. Food selection
of junk food can unwittingly affect body weight. It can be seen in the prevalence of
fat on the nutritional status of adolescents has increased over the last three years.
Improved nutritional status of obese adolescents allegedly as a result of the
actions of food choice was motivated by food choice motives. This study aims to
analyze the main motive in adolescents against the actions selection of junk food
in adolescents. This study uses cross tabulation analysis, statistical t test,
Spearman Rank and Chi-Square. A total of 60 respondents selected by purposive,
which is a class X and XI with obese and normal nutritional status at SMAN 3
Cimahi. The results of this study were young had a rational motive instrumental in

the selection of actions food. Selection practises of junk food associated with
large allowance owned adolescents.
Keywords

: Motives of food choice, Adolescent System of food choice

MOTIF DAN TINDAKAN PILIHAN JUNK FOOD PADA
REMAJA SMA DI KOTA CIMAHI, JAWA BARAT

YULINDA DEVIANTY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Motif dan Tindakan Pilihan Junk food pada Remaja di
Kota Cimahi, Jawa Barat” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan pustaka ini
tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir Nuraini W Prasodjo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk segala arahan, masukan, kritik, dan
saran, serta sabar dalam membimbing penulis selama penulisan ini.
2. Orangtua tercinta Bapak Wahyu Jatmiko dan Ibu Neneng Siti Yamah serta
kakak Nurwinda Anggraeni sebagai sumber motivasi utama yang telah

membantu serta memberikan dukungan dan doa yang tak terbatas kepada
penulis hingga mampu menjalani banyak hal sampai pada tahapan ini.
3. Guru-guru SMA Negeri 3 Cimahi khususnya Ibu Agusta Dewi Rubiasari
selaku Humas yang telah memberikan izin peneliti melakukan penelitian
di SMA Negeri 3 Cimahi.
4. Siswa SMA Negeri 3 Cimahi yang telah meluangkan waktunya untuk
menjadi responden penelitian ini
5. Haerani Aslesmana, Fithriyah Sholihah, Nuraini, Paramita Dwi Febriani,
Rohmah Khayati, Maharani DJ, A. Aris Pradana serta Dita yang selalu
mengisi hari-hari dalam menempuh pendidikan di KPM yang telah
memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan Skripsi.
6. Semua Dosen yang luar biasa dalam memberikan pengajaran dan temanteman Mahasiswa SKPM 49, BEM FEMA, Forum For Indonesia dan
KKN-P Desa Rembul yang telah memberikan keceriaan bersama-sama
selama ini melewati masa kuliah di IPB.
7. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa
kepada penulis selama ini.
Penulis berharap kajian mengenai Motif dan Pola Pilihan Junk food pada
Remaja Berstatus Gizi Gemuk ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih
kepada khazanah ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2016


Yulinda Devianty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR MATRIK
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
3

Kegunaan Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS
5
Tinjauan Pustaka
5
Motif
5
Tindakan Pilihan Pangan
7
Pangan
8
Remaja
9
Status Gizi Gemuk
10
Karakteristik Individu
11
Kerangka Pemikiran
12

Hipotesis Penelitian
15
PENDEKATAN LAPANG
17
Metode Penelitian
17
Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
18
Teknik Penentuan Responden dan Informan
18
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
19
Definisi Operasional
20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
23
Gambaran Umum Aksesibiitas Terhadap Pangan Jajanan di SMAN 3 Cimahi 23
Posisi Sekolah di Kecamatan Cimahi Utara

23
Lokasi Penjual Pangan
24
KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN
27
Usia
27
Jenis Kelamin
27
Besar Uang Saku
28
Pekerjaan Orang Tua
29
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
30
Kondisi Status Gizi
32
TINDAKAN DAN MOTIF PILIHAN JUNK FOOD
33
Frekuensi Mangonsumsi Junk food pada Remaja

33
Keragaman Jenis Junk food yang Dikonsumsi pada Remaja
36
Motif Utama Pilihan Junk Food
37
HUBUNGAN MOTIF UTAMA PILIHAN JUNK FOOD DENGAN
KARAKTERISTIK INDIVIDU
43
Hubungan Motif Utama Pilihan Pangan Junk food dengan Jenis Kelamin
43

Hubungan Motif Utama Pilihan Pangan Junk food dengan
Besar Uang Saku
45
Hubungan Motif Utama Pilihan Junk food dengan Pengetahuan Gizi dan
Keamanan Pangan
47
HUBUNGAN MOTIF TERHADAP TINDAKAN PILIHAN JUNK FOOD
49
Hubungan Motif Utama Pilihan Junk food dengan Frekuensi Mengonsumsi

Junk food
49
Hubungan Motif Utama Pilihan Junk food dengan Keragaman Jenis Junk food
yang Dikonsumsi
54
HUBUNGAN BESAR UANG SAKU DENGAN TINDAKAN PILIHAN
PANGAN
59
Hubungan Besar Uang Saku dengan Ferkuensi Mengonsumsi Junk Food
59
Hubungan Besar Uang Saku dengan Keragaman Jenis Junk Food
60
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN
67
RIWAYAT HIDUP
77

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
15

16

17

Jumlah dan persentase remaja menurut usia di SMA Negeri 3 Cimahi
tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja menurut jenis kelamin di SMA Negeri 3
Cimahi tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja menurut besar uang saku di SMA Negeri 3
Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja menurut pekerjaan orang tua di SMA
Negeri 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja menurut pekerjaan orang tua di SMA
Negeri 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi gemuk dan remaja normal
menurut frekuensi mengonsumsi junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun
2016
Rata-rata frekuensi konsumsi remaja menurut jenis junk food pada remaja
berstatus gizi gemuk dan normal di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja laki-laki dan perempuan menurut frekuensi
mengonsumsi junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi gemuk dan remaja normal
menurut keragaman jenis junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja laki-laki dan perempuan menurut
keragaman jenis junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja laki-laki menurut status gizi dan motif
utama pilihan junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja perempuan menurut status gizi dan motif
utama pilihan junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja menurut jenis kelamin dan motif utama
pilihan junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja menurut besar uang saku dan motif utama
pilihan junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan Persentase remaja menurut pengetahuan gizi dan keamanan
pangan dan motif utama pilihan junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun
2016
Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi gemuk menurut frekuensi
mengonsumsi junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3
Cimahi, tahun 2016
Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi normal menurut frekuensi
mengonsumsi junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3
Cimahi, tahun 2016

27
28
28
30
32

33
35
36
36
37
41
41
44
45

47

50

52

2

18 Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi gemuk menurut keragaman
jenis junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3 Cimahi,
tahun 2016
19 Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi normal menurut keragaman
jenis junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3 Cimahi,
tahun 2016
20 Jumlah dan persentase remaja menurut besar uang saku dan frekuensi
mengonsumsi junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016
21 Jumlah dan persentase remaja menurut besar uang saku dan keragaman
jenis junk food di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016

55

57
59
60

DAFTAR MATRIK

1 Pengertian junk food menurut remaja berstatus gizi gemuk dan normal

31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran
14
2 Status gizi remaja laki-laki dan perempuan di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016 32

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4

Peta Wilayah Kota Cimahi
Rencana alokasi waktu penelitian
Hasil uji statistik
Dokumentasi penelitian

68
69
70
75

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang nomor 9 tahun 2001 menimbang kemajuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas
daerah, dan pertimbangan lainnya di Kota Administratif Cimahi Kabupaten
Bandung. Meningkatnya beban tugas dan volume kerja di bidang
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan
kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi
daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di Kabupaten Bandung, perlu
membentuk Kota Cimahi sebagai daerah otonom. Otonomi membawa perubahan
pada penghidupan masyarakat, dari berpenghidupan agraris menjadi industri
(Nasution Z 2009). Perubahan penghidupan tersebut membawa perputaran
ekonomi di Kota Cimahi berputar cepat. Perputaran ekonomi yang cepat
meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat yang meningkat. Peningkatan
kemampuan daya beli khususnya dalam hal pangan, merubah pola konsumsi.
Perubahan pola konsumsi tersebut dapat digambarkan oleh tindakan konsumsi
pangan pada remaja yang beralih dari pangan sehat menjadi lebih banyak
mengonsumsi junk food.
Gejala remaja menyukai junk food terlihat dari banyaknya restoranrestoran junk food seperti KFC (Kentucky Fried Chicken) dan McD (McDonald's)
yang dikunjungi. Perubahan tindakan konsumsi tersebut dapat berdampak pada
kesehatan dan perubahan berat badan remaja (Selena T et al. 2007; Nurdin 2014).
Menurut Ensaff et al.(2008) sebagian besar remaja banyak mengkonsumsi pangan
yang mengandung banyak lemak jenuh dan gula serta kurang diimbangi dengan
konsumsi pangan nabati (sayur dan buah). Pilihan pangan tersebut yang
mengakibatkan peningkatan remaja yang mengalami kegemukan. Terjadi gejala
peningkatan status gizi gemuk pada remaja di tingkat global (Brown et al. 2015).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia terjadi
peningkatan status gizi gemuk pada remaja usia 15-18 tahun yang signifikan.
Status gizi gemuk meningkat dari 1.4 persen pada tahun 2010 menjadi 7.5 persen
pada tahun 2013 (Riskesdas 2010, 2013). Salah satu kota di Indonesia yang
remajanya mengalami peningkatan stratus gizi gemuk adalah Kota Cimahi.
Status gizi kegemukan dipengaruhi oleh pilihan pangan. Penelitian
Briawan dan Puspadewi (2014) menemukan adanya faktor ekstrinsik dan intrinsik
yang memengaruhi kebiasaan atau pilihan pangan. Faktor ekstrinsik meliputi
lingkungan alam, sosial, budaya, ekonomi dan agama. Salah satu faktor instrinsik
menurut Briawan dan Puspadewi (2014) mencakup motif. Motif adalah suatu
dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Gerungan (2010) mendefinisikan motif
sebagai semua penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri
manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Terdapat sembilan motif remaja
dalam memilih pangan, yaitu kesehatan, suasana hati, kenyamanan, daya tarik
sensorik, kandungan alami dalam pangan, harga, pengendalian berat badan,
familiaritas dan masalah etika (Briawan dan Puspadewi 2014; Sun 2007;
Alawiyah 2015).

2

Motif terhadap pilihan pangan pada remaja dapat dipengaruhi usia dan
jenis kelamin remaja. Pada usia 15-21 tahun perempuan mulai mempedulikan
berat badanya, sehingga mengurangi konsumsi daging dan peningkatan konsumsi
sayuran (Nicklausa et al. 2005). Hal tersebut berbeda keadaannya dengan remaja
laki-laki yang cenderung mengabaikan berat badannya sehingga mengonsumsi
daging lebih banyak dibanding perempuan. Selain motif yang disebabkan oleh
karakteristik remaja (usia dan jenis kelamin), motif juga dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari luar diri remaja atau faktor ekstrinsik.
Motif-motif pada remaja saat memilih pangan tidak selalu berpengaruh
pada pilihan pangan yang dikonsumsi. Faktor lain yang dapat memengaruhi
pilihan pangan adalah keluarga. Keluarga memengaruhi pilihan pangan dalam
melalui nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga dan strategi yang dilakukan
orangtua (Contento et al. 2006). Biasanya setiap keluarga memiliki aturan yang
disepakati dan dijalankan oleh setiap anggota keluarga dalam memilh jenis
pangan. Menurut Bassett et al. (2008) orang tua khususnya ibu cenderung
mendorong anggota keluarga termasuk remaja mengkonsumsi jenis pangan yang
sehat. Dengan demikian pernyataan umum penelitian ini adalah apa dan
bagaimana faktor yang berpengaruh pada tindakan pilihan pangan?

Masalah Penelitian
Remaja merupakan penerus bangsa yang memiliki peran dalam
pembangunan nasional di masa depan. Sebagai sumberdaya manusia yang
memiliki pengaruh dalam pembangunan nasional maka penting untuk
memperhatikan kualitas remaja. Menurut Setiawati (2006) untuk meningkatkan
sumberdaya manusia banyak faktor yang harus diperhatikan, salah satunya gizi
dan kesehatan. Status gizi gemuk dan kesehatan diantaranya dipengaruhi oleh
tindakan pilihan pangan yang dikonsumsi (Nurdin 2014; Briawan dan Puspadewi
2014). Data status gemuk pada remaja menunjukkan kecenderungan terus
meningkat dari tahun ke tahun (Riskesdas 2010 dan 2013). Dengan ditemukan
fakta tersebut dapat dibuat perumusan masalah sebagai berkut:
1. Bagaimana tindakan dan motif pilihan pangan pada remaja?
2. Bagaimana kaitan motif utama pilihan pangan dengan karakteristik
individu?
3. Bagaimana kaitan motif dengan tindakan pilihan pangan?
4. Bagaimana kaitan besarnya uang saku dengan tindakan pilihan
pangan?

3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan tindakan
remaja dalam memilih jenis pangan. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi tindakan dan motif pilihan junk food pada remaja.
2. Menganalisis kaitan motif utama pilihan junk food dengan karateristik
individu .
3. Menganalisis hubungan tindakan pilihan junk food dengan motif utama
pilihan junk food.
4. Menganalisis hubungan tindakan pilihan junk food dengan besarnya uang
saku.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi,
pembuat kebijakan, dan masyarakat pada umumnya mengenai kajian tindakan
pilihan janis pangan di kalangan remaja. Secara spesifik dan terperinci manfaat
yang didapat oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut:
1. Bagi akademisi
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian mengenai kecenderungan tindakan pilihan jenis pangan pada
remaja di kota Cimahi
2. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat khususnya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai faktor yang memengaruhi tindakan
pilihan jenis pangan pada remaja dan pengaruh tindakan pilihan jenis
makan terhadap status gizi remaja
3. Bagi remaja
Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi
pengetahuan dan kesadaran terhadap kandungan serta keamanan
pangan yang mereka konsumsi.

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Motif
Menurut Sun (2007) terdapat aspek motif dalam pemilihan pangan yang
dapat memengaruhi kebiasaan makan remaja. Motif dalam ilmu sosial merupakan
suatu pengertian yang melengkapi semua aspek penggerak alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri individu yang menyebabkan individu berbuat
sesuatu (Gerungan 2010). Terdapat sembilan motif yang dapat memengaruhi
pilihan pangan pada individu yaitu (1) kesehatan, (2) kenyaman, (3) harga, (4)
daya tarik sensorik, (5) suasana hati, (6) kandungan pada makanan, (7)
pengendalian berat badan, (8) familiaritas dan (9) masalah etika dan norma (Sun
2007; Alawiyah 2015; Ensaff et al. 2008).
Weber mengaitkan antara motif dengan tindakan sosial (Johnson 1986).
Pada perspektif Weber baik motif, perasaan individu maupun pikiran adalah
gejala sosial subyektif yang relatif sulit diamati. Namun demikian aspek ini
menurut Weber penting dicermati sebagai suatu gejala yang dapat menjelaskan
suatu tindakan sosial (Johnson 1986). Tindakan sosial sendiri oleh Weber
diklasifikasikan menjadi tindakan rasional dan non rasional. Rasionalitas menurut
Weber adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
sadar. Weber mengatakan terdapat juga tindakan yang didasari oleh emosi dan
kebiasaan. Berdasarkan hal tersebut Weber membuat tipologi tindakan ke dalam
tindakan yang rasional dan non rasional. Tindakan yang didasari motif rasional
mencakup tindakan rasional instrumental dan rasional berorientasi nilai.
Sementara tindakan yang didasari oleh motif yang non rasional mencakup
tindakan tradisional dan tindakan afektif.
Tindakan rasional instrumental merupakan tindakan yang didasarkan
pertimbangan dan pilihan secara sadar dalam menentukan tujuan dan memilih alat
atau cara untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Tindakan rasional
istrumental dapat digambarkan ketika seseorang lebih memilih membeli pangan
dengan harga yang murah sehingga dapat menghemat uang yang dimiliki. Hal lain
yang dapat menggambarkan tindakan rasional instrumental yaitu ketika seseorang
merasa lapar memilih diantara dua jenis pangan dikonsumsi pangan camilan atau
pangan lengkap (full meal), karena uang yang dimiliki terbatas maka individu
tersebut membeli camilan dengan harga yang lebih murah dan membuat kenyang.
Tindakan rasional lainnya adalah tindakan rasional berorientasi nilai yang
didalamnya terdapat pertimbangan sadar dalam memilih alat atau cara untuk
mencapai tujuan dengan nilai agama, kemanusiaan maupun norma yang sudah
mutlak. Tipe tindakan rasional berorientasi nilai dapat dicontohkan oleh seseorang
yang bersedekah dengan tujuan beribadah. Tindakan rasional berorientasi nilai
jika digambarkan dalam hal pangan, sekelompok orang yang tidak mengonsumsi
pangan yang bersumber dari hewan karena kepercayaan yang dianutnya.
Menurut Weber terdapat dua tindakan yang bersifat non rasional
diantaranya tindakan tradisonal dan tindakan afektif (Johnson 1986). Tindakan
tradisional adalah perilaku atau tindakan yang dilakukan tanpa refleksi atau

6

perencanan sadar, namun karena keabiasaan yang dilakukan individu. Jika
dikaitkan dalam pangan salah satu yang dapat menggambarkan tipe tindakan ini
adalah budaya atau kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi nasi sebagai
makanan pokok dan beranggapan belum makan jika belum mengonsumsi nasi.
Sama seperti tindakan tradisional, tindakan afektif dilakukan tanpa refleksi atau
perencanaan sadar, namun pada tindakan ini didominasi oleh perasaan atau emosi
individu. Adapun kejadian yang dapat menggambarkan tindakan afektif yaitu
ketika seseorang merasa stress tanpa sadar memilih pangan dengan rasa pedas.
Menggunakan perspektif Weber kesembilan motif dalam penelitian Sun
(2007) dan Alawiyah (2015) dapat diklasifikasikan pada empat tipe motif yang
mendasari tindakan sosial. Kesehatan, pengendalian berat badan, kenyamanan dan
harga merupakan motif yang dapat diklasifikasikan dalam tipe motif rasional
instrumental. Sedangkan motif yang diklasifikasikan dalam tipe motif rasional
berorientasi nilai adalah morif masalah etika dan norma. Motif familiaritas
merupakan motif yang dapat diklasifikasikan dalam tipe motif tradisional. Motif
daya tarik sensorik dan suasana hati merupakan motif yang dapat diklasifikasikan
dalam tipe motif afektif.
Motif yang diklasifikasikan dalam motif rasional intrumental diantaranya
motif kesehatan dan pengendalian berat badan. Motif tersebut termasuk dalam
tipe motif rasional instrumental karena individu memilih pangan yang
mengandung gizi seimbang secara sadar untuk mencapai tujuan kesehatan dan
mengendalikan berat badan. Pilihan pangan remaja sangat memengaruhi
kesehatan ketika dewasa. Maka banyak orang tua membiasakan anak remajanya
untuk mengonsumsi pangan yang sehat. Kebiasaan remaja untuk memilih pangan
sehat yang diajarkan atau disosialisasikan oleh orang tua memiliki dampak positif
terhadap pilihan pangan remaja. Remaja mulai memperhitungkan dan memilih
pangan yang dapat bermanfaat untuk kesehatan. Contento et al. (2006)
menyatakan kesehatan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam
memilih pangan pada remaja. Remaja mengaitkan menjaga bentuk tubuh dengan
kesehatan dalam pilihan pangan (Briawan dan Puspadewi 2014). Motif lain yang
diklasifikasikan kedalam tipe motif rasional instrumental adalah kenyamanan.
Briawan dan Puspadewi (2014) mengatakan bahwa remaja memilih pangan
berdasarkan kemudahan memperoleh pangan dan kenyamanan saat mengonsumsi.
Kenyamanan yang dimaksud dilihat dari cara remaja untuk mengonsumsi pangan
tersebut. Remaja akan memilih pangan yang mudah dimakan karena keterbatasan
waktu. Seperti yang dikemukakan Ensaff et al. (2008) dan Bassett et al. (2008)
kenyamanan dilihat dari cara mengonsumsi, remaja lebih suka mengonsumsi
pangan yang mudah dibawa dan dimakan dimana saja. Menurut para remaja
pangan yang mudah dikonsumsi adalah jenis junk food.
Motif lain yang terdapat dalam tipe motif rasional instrumental yaitu motif
biaya atau harga dari pangan yang dikonsumsi. Pada motif biaya atau harga, para
remaja sedikit mempertimbangkan harga ketika membeli makan di kantin sekolah
karena mereka menilai harga tersebut sesuai dengan besar uang saku yang remaja
miliki. Keadaan terbalik jika remaja membeli pangan di luar sekolah (Ensaff et al.
2008). Menurut Briawan dan Puspadewi (2014) remaja akan memilih pangan
yang memiliki harga sesuai dengan uang saku. Penelitian Brown et al. (2015)
menemukan ketidak sesuaian uang saku dengan harga pangan menyebabkan
pandangan negatif terhadap pangan seperti sayur dan buah.

7

Tipe motif tradisional terdiri misalnya pertimbangan familiaritas atau
keakraban karena motif ini merupakan dorongan seseorang memilih pangan
berdasarkan kebiasaan dan tanpa pertimbangan yang sadar. Motif familiaritas
merupakan motif yang sering dimiliki oleh remaja untuk memilih pangan.
Contento et al. (2006) menyatakan remaja akan mengonsumsi pangan yang sudah
biasa dikonsumsi oleh keluarganya. Tipe tindakan yang memiliki kesamaan
berupa tindakan non rasional adalah tipe tindakan afektif. Pada tipe tindakan
afektif terdiri atas motif daya tarik sensorik. Maksud dari motif daya tarik
sensorik adalah dorongan atau alasan memilih pangan berdasarkan rasa dan
tampilan dari pangan. Remaja sangat mementingkan rasa dan tampilan dari
pangan yang akan dikonsumsi. Faktor yang paling memengaruhi pemilihan
pangan pada remaja adalah rasa dan tampilan pangan yang akan dimakan. Bukan
hanya memilih pangan yang memiliki rasa lezat, remaja akan memilih pangan
yang biasa diberi oleh orang tua mereka (Ensaff et al. 2008).

Tindakan Pilihan Pangan
Pilihan pangan dapat didefinisikan sebagai kegiatan memilih dan
menyeleksi pangan (Alawiyah 2015). Merujuk pada definisi tersebut terdapat
beberapa konsep dalam pilihan pangan yaitu (1) frekuensi pilihan pangan dan (2)
keragaman pilihan pangan.
1. Frekuensi Mengonsumsi Pangan
Berdasarkan survei yang dilakukan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia) yang dilakukan di wilayah Jakarta, menujukkan 85 persen siswa SD
(Sekolah Dasar) membawa bekal makanan, tetapi hanya separuhnya membawa
setiap hari (Zahir 2014). Bekal yang dibawa didominasi oleh produk olahan
seperti sosis atau nugget, biskuit dan makanan ringan (snacks). Sebanyak
sembilan puluh tiga persen siswa biasa mengonsumsi makanan instan di rumah,
dan separuhnya mengonsumsi dengan frekuensi 2-3 kali seminggu. Jenis yang
dominan dikonsumsi adalah mie instan serta produk olahan hewan seperti sosis
dan nugget. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 konsumsi produk mie
ternyata sangat tinggi, terutama dikalangan usia anak dan remaja. Lima belas
persen anak pada kelompok usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun mengonsumsi mie
lebih dari 1 kali per hari. Lebih dari sepertiga anak Indonesia usia 10-19 tahun
mengonsumsi mie 3-6 kali per minggu. Sekitar tiga puluh enam persen pada anak
usia 10-14 tahun dan 34.5 persen pada kelompok 15-19 tahun mengonsumsi mie
3-6 kali per minggu.
2. Keragaman Pilihan Pangan
Keragaman pilihan pangan yang dikonsumsi merupakan hal yang sangat
penting bagi kesehatan terutama diusia remaja yang sedang mengalami masa
pertumbuhan. Kementrian Pertanian sangat mendukung keberagaman pilihan
pangan yang diimplementasikan dalam kegiatan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP). Kegiatan P2KP bertujuan untuk mendorong pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Keragaman
konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis panganpun

8

yang mengandung zat gizi secara lengkap baik jenis maupun jumlah. Keragaman
konsumsi pangan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas zat-zat gizi
dalam pangan. Menurut penelitian Herlina (2015) ketidak beragaman konsumsi
pangan, dalam jangka panjang akan berdampak pada status gizi maupun kualitas
sumber daya manusia. Berbagai data menunjukkan bahwa kekurangan gizi pada
anak-anak sebagai akibat rendahnya konsumsi pangan akan berdampak terhadap
pertumbuhan fisik, mental dan intelektual.
Pangan
Pangan merupakan hal yang paling utama dalam kehidupan manusia.
Terdapat beragam jenis pangan yang dapat dikonsumsi manusia, oleh karena itu
pangan diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Pada penelitian yang dilakukan
Ensaff et al. (2008) pangan dibedakan menurut sumbernya yaitu pangan nabati
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan serta
pangan hewani yang berasal dari hewan, seperti daging, susu, dan telur. Remaja
cenderung mengonsumsi pangan seperti sayur dan buah dalam jumlah yang
sedikit dan lebih banyak mengonsumsi pangan yang mengandung banyak lemak
jenuh dan gula. Pilihan pangan tersebut mengakibatkan peningkatan remaja yang
mengalami obesitas atau kegemukan. Mengutamakan konsumsi olahan nabati
(sayuran, buah, kacang-kacangan, dan biji-bijian) dan mengurangi konsumsi
produk hewani (ayam, ikan, daging, susu, dan telur) dapat memberi manfaat bagi
kesehatan pada remaja (Ensaff et al. 2008). Menurut penelitian Nicklausa et al.
(2005) perbedaan gender dapat memengaruhi pilihan pangan nabati dan hewani.
Remaja perempuan cenderung memiliki minat yang tinggi terhadap konsumsi
pangan nabati seperti sayuran. Sedangkan remaja laki-laki lebih meminati daging.
Pangan menurut kandungan gizi yang dikandung dibedakan menjadi pangan
sehat dan tidak sehat (Contento et al. 2006). Pangan sehat yang dimaksud dalam
penelitian tersebut merupakan pangan yang disediakan oleh orang tua atau
sekolah seperti sayuran, ayam bakar, dan susu sebagai hidangan penutup,
sedangkan contoh pangan tidak sehat adalah junk food (hamburger, sandwich,
soda, yoghurt dan kentang goreng). Brown et al. (2015) menyatakan pangan sehat
merupakan pangan tradisional yang berbahan dasar sayur dan buah. Contoh
pangan tidak sehat adalah pangan non-tradisional yaitu junk food yang menjadi
pangan favorit remaja.
“Pangan yang sehat adalah pangan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan
vitamin, serta bebas dari kuman, bahan berbahaya, bahan cemaran dan bahan
tambahan pangan yang tidak diperbolehkan seperti formalin, boraks, dan
lain-lain” (Briawan dan Puspadewi 2014).

Pada penelitian Keller dan Siegrist (2015) pangan tidak sehat merupakan
pangan yang mengandung tingkat energi tinggi. Keller dan Siegrist (2015)
menyatakan pangan yang memiliki kandungan energi tinggi memiliki indikator
rasa manis dan gurih. Pangan berkalori tinggi memiliki indikator yang sama
dengan pangan yang berenergi tinggi yaitu pangan yang memiliki rasa gurih dan
manis. Pada penelitian Spruijt- Metz et al. (2005) memberi contoh permen

9

sebagai pangan yang memiliki kalori tinggi dan pangan yang mengandung gula
tinggi. Pangan tidak sehat tersebut biasa diasumsikan sebagai junk food.
Junk food biasa diartikan sebagai pangan sampah, karena kandungan nutrisi
dalam jenis pangan ini rendah. Menurut Nurmalina dan Valley (2011) biasanya
jenis junk food mengandung kadar garam, gula, lemak, atau kalori yang tinggi,
tetapi rendah vitamin, mineral, dan juga serat. Jenis junk food sangat disukai oleh
semua orang terutama remaja. Nurmalina dan Valley (2011) memberi contoh jenis
junk food adalah snack yang diberi tambahan garam, cuci mulut yang manismanis, burger, fried chicken, minuman kaleng, candy bar, donat, dan french fries.
Donat dan fried fries termasuk kedalam jenis junk food karena digoreng dalam
waktu yang cukup lama dan setelah digoreng minyak meresap lebih banyak
sehingga membuat pangan beresiko pada kesehatan tubuh.

Remaja
Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dari manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan
sosial (Notoatmodjo 2007). Menurut Riskesdas (2013) penduduk digolongkan
sebagai remaja ketika berusia 13-18 tahun dan dikategorikan kembali menjadi
remaja 13-15 tahun dan remaja usia 16-18 tahun.
Menurut WHO (World Health Organization) remaja merupakan individu yang
sedang mengalami masa peralihan secara berangsur-angsur mencapai
kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari masa kanak-kanak
menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari
ketergantungan hingga relatif mandiri (Notoatmodjo 2007).

Secara garis besar, remaja merupakan mereka yang sedang mengalami perubahan
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut menyangkut
perubahan fisik atau biologis dan psikologis.
Secara fisik masa remaja diawali dengan perubahan yang sangat cepat.
Perubahan fisik yang bisa diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan
pada remaja yang biasa disebut pertumbuhan. Terjadi juga kematangan seksual
yang biasa disebut pubertas hasil dari perubahan hormonal. Perubahan fisik pada
remaja diiringi dengan perubahan psikologis. Remaja merupakan masa transisi
antara masa anak-anak dan masa dewasa. Menurut Notoatmodjo (2011) masa
transisi sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan pada situasi yang
membingungkan, di satu pihak ia masih anak-anak dan dilain pihak ia harus
bertingkah laku seperti orang dewasa. Individu kerika remaja mulai berusaha
mencari identitas diri serta mempunyai pendapat-pendapat sendiri dan nilai-nilai
yang berbeda dengan orang tua sehingga tidak jarang remaja membantah orang
tua. Selama remaja individu mengembangkan tanggungjawab perilaku dan sikap
yang dapat memengaruhi masa depan mereka. Bassett et al. (2008) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa ketika remaja, seseorang mulai diberikan
kewenangan atau kebebasan oleh orang tua mereka. Seperti dalam hal pilihan
pangan, remaja sudah mendapat kebebasan memilih sesuai keinginannya. Namun

10

disisi lain masih terdapat kontrol keluarga terutama orang tua dalam memengaruhi
tindakan remaja.

Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi indikator baik-buruknya
penyediaan pangan sehari-hari (Irianto 2007). Sesuai dengan pernyataan
Soetardjo (2011) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan tubuh yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan pangan. Pemeriksaan
status gizi dapat dilakukan dengan pemeriksaan langsung dan pemeriksaan tidak
langsung. Status gizi dapat diketahui dangan cara pemeriksaan langsung yang
meliputi pemeriksaan antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Berdasarkan
cara-cara pengukuran status gizi tersebut, antropometri merupakan cara yang
sering digunakan. Hal itu terjadi karena memiliki beberapa kelebihan yaitu alat
pengukuran mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil
pengukuran mudah disimpulkan dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah
(Irianto 2007). Secara umum pengertian antropometri adalah ukuran tubuh
manusia. Sedangkan pemeriksaan tidak langsung dapat dilakukan secara survei
konsumsi, statistik vital dan faktor ekologi. Menurut Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan
komposisi tubuh. Pengukuran status gizi dapat berguna untuk mengetahui masalah
utama gizi yaitu obesitas pada semua kelompok usia. Pengukuran anthropometri
untuk mengetahui status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkar lengan
atas, tebal lemak di bawah kulit.
Pengukuran status gizi secara antropomentri disajikan dalam bentuk
Indeks Massa Tubuh menurut usia (IMT/U). Berdasarkan baku antropometri
WHO 2007 untuk usia 5-18 tahun, status gizi ditentukan berdasarkan nilai Zscore
IMT/ U. Jika besar Zscore mencapai > 1.0 s/d 2.0 maka seseorang dikatakan
gemuk. Kegemukan dan obesitas dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana
lemak tubuh menumpuk sehingga bisa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan
(Nurmalina dan Valley 2011). Sedangkan menurut WHO kegemukan
didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang
berpeluang menimbulkan beberapa resiko kesehatan pada seseorang. Pada orang
kegemukan biasanya lemak terdistribusi ke seluruh tubuh atau menumpuk di
beberapa bagian tubuh seperti di perut, paha dan pinggul.

11

Karakteristik Individu
Individu dalam mengambil keputusan akan dipengaruhi oleh faktor
internal seperti karakteristik individu. Faktor ini merupakan ciri khas yang
dimiliki oleh setiap individu yan terdiri dari jenis kelamin, besar uang saku, serta
pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Jenis kelamin merupakan salah satu
bagian dari karakteristik individu. Jenis kelamin akan menggambarkan sosialisasi
gender yang terjadi. Sosialisasi gender timbul akibat harapan-harapan dari
masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan. Perbedaan harapan akan
menjadikan perbedaan juga pada peran gender yang terdapat pada laki-laki dan
perempuan. Peran gender biasanya identik dengan kata “feminin” dengan
“maskulin”. Vartanian et al. (2006) dalam studi pilihan pangan mengasosiasikan
“feminin” sebagai orang yang memakan pangan sehat dengan porsi kecil.
Sedangkan “maskulin” diasosiasikan sebaliknya. “Feminin” biasanya melekat
pada perempuan. Perempuan akan memiliki frekuensi makan lebih sedikit jika
dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian
Setiawati (2006) yang menyatakan sebanyak 3.2 persen persen sampel perempuan
terbiasa makan satu kali sehari, tetapi tidak ada satupun sampel laki-laki yang
terbiasa makan satu kali sehari.
Uang saku merupakan jumlah uang yang diterima individu pada setiap
harinya. Uang saku tersebut dapat dialokasikan kepada keperluan non pangan
(transportasi, menabung dan peralatan sekolah) serta keperluan pangan. Uang
saku merupakan modal dasar individu untuk membeli pangan, semakin besar uang
saku dialokasikan terhadap keperluan pangan maka dapat memengaruhi tindakan
pilihan pangan dan status gizi. Menurut Briawan dan Puspadewi (2014) pada
remaja yang berstatus gizi gemuk lebih banyak mengalokasikan uang sakunya
untuk pangan. Faktor lainnya yang dapat memengaruhi alasan pilihan pangan
yaitu pengetahuan gizi. Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki
seseorang mengenai zat- zat yang terkandung dalam pangan. Menurut Setiawati
(2006) pengetahuan gizi bisa didapatkan dari pendidikan formal maupun
informal. Pendidikan formal individu mendapatkannya di sekolah sedangkan
pendidikan informal bias didapatkan dari lingkungan keluarga, media massa,
teman sebaya, dan lingkungan lainnya.

12

Kerangka Pemikiran
Berdasarkan data, status gizi gemuk pada remaja terus meningkat terutama
pada remaja akhir berusia 15 sampai 18 tahun (Riskesdas 2010; 2013).
Peningkatan remaja berstatus gizi gemuk jika dibandingkan menurut lokasi
tempat tinggal, lebih banyak ditemukan di kota dibanding di desa. Perbedaan
status gizi di kota dan desa dapat disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap status gizi adalah tindakan pilihan pangan. Remaja
yang tinggal di kota kemungkinan lebih banyak mengkonsumsi pangan yang
mengandung tinggi lemak, gula, garam, dan kalori tetapi rendah vitamin, mineral,
dan serat. Kandungan-kandungan gizi tersebut biasanya terdapat pada junk food,
maka pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah junk food. Hal ini
dipertegas dengan pernyataan ahli gizi yang mendefinisikan junk food sebagai
makanan sampah karena mengandung vitamin, mineral, dan serat yang rendah
(Nurmalina dan Valley 2011). Tindakan pilihan pangan remaja yang tinggal di
perkotaan dan pedesaan cenderung berbeda karena remaja perkotaan lebih mudah
mendapat junk food. Pada penelitian ini melihat tindakan pilihan pangan menurut
frekuensi remaja mengkonsumsi jenis junk food dan keragaman jenis junk food
yang dikonsumsi dalam jangka waktu satu bulan.
Tindakan pilihan pangan pada remaja di perkotaan akan berbeda antar
remaja karena setiap remaja dipengaruhi oleh berbagai motif utama pilihan
pangan yang berbeda. Berbagai motif utama pilihan pangan yang dimiliki remaja
diklasifikasikan menjadi tiga motif berdasarkan teori tindakan sosial Weber yaitu
rasional instrumental, tradisional dan afektif. Secara keseluruhan, motif ini dapat
memengaruhi tindakan pilihan pangan pada seorang remaja. Motif rasional
instrumental sendiri terdiri dari motif utama ekonomi, memenuhi rasa kenyang,
kemudahan mendapat pangan dan kesehatan. Motif utama ekonomi merupakan
alasan atau dorongan remaja memilih pangan berdasarkan harga pangan yang
terjangkau dan alasan untuk menghemat uang saku. Selain motif utama ekonomi
terdapat motif utama memenuhi rasa kenyang merupakan dorongan mengonsumsi
pangan yang hanya timbul ketika seorang remaja merasa lapar. Ada juga remaja
yang memiliki motif utama kemudahan mendapat pangan merupakan alasan
seorang remaja mengonsumsi pangan karena pangan tersebut mudah didapat
dimana saja. Sementara motif utama kesehatan merupakan alasan remaja memilih
pangan yang dikonsumsi karena ingin menjaga tubuh mereka dari serangan
penyakit.
Sementara hanya terdapat satu motif utama yang diklasifikasikan dalam
motif tradisional. Menurut Weber yang dikutip oleh Johnson (1986) tradisional
merupakan tindakan yang dilakukan remaja berdasarkan kebiasaan yang
dilakukan dan tanpa pertimbangan sadar. Berdasarkan pengertian tersebut maka
motif utama yang termasuk dalam motif tradisional adalah motif utama
familiaritas. Maksud dari motif utama familiaritas adalah remaja mengonsumsi
pangan karena alasan kebiasaan sejak kecil mengonsumsi pangan tertentu.
Sebagian besar remaja mengonsumsi pangan yang dikonsumsi sejak kecil
bersama keluarga mereka. Contento et al. (2006) menyatakan remaja akan
memilih pangan yang sudah biasa dikonsumsi bersama keluarganya.
Sama seperti motif rasional instrumental, motif afektif terdiri lebih dari
satu motif utama, diantaranya motif utama suasana hati dan daya tarik sensorik.

13

motif afektif merupakan motif dengan tingkat rasionalitas paling rendah karena
dilakukan tanpa perencanaan sadar serta didominasi oleh perasaan dan emosi
(Johnson 1986). Motif utama pilihan pangan suasana hati meliputi dorongan
remaja mengonsumsi pangan untuk mengurangi beban pikiran atau rasa “stress”
serta alasan merasa suka terhadap pangan. Motif utama daya tarik sensorik
meliputi alasan remaja memilih pangan yang memiliki tampilan lucu dan
menggugah selera atau memiliki rasa yang lezat.
Sifat feminin diasosiasikan berdasarkan orang yang memakan pangan
sehat dengan porsi kecil. Sebaliknya maskulin merupakan orang yang memakan
pangan tidak sehat dengan porsi besar. Secara normatif, sifat feminin
diasosiasikan pada jenis kelamin perempuan sedangkan sifat maskulin
diasosiasikan pada jenis kelamin laki-laki. Perempuan identik dengan
mengonsumsi pangan dengan porsi kecil. Sebaliknya laki-laki mengonsumsi
pangan dengan jumlah besar. Hal tersebut terjadi karena adanya norma pada
masyarakat bahwa perempuan harus lebih memperhatikan bentuk tubuh dibanding
laki-laki. Perempuan akan dipandang positif jika memiliki bentuk tubuh yang
langsing, serta dipandang kurang baik jika bertubuh besar. Sebaliknya masyarakat
kurang mempermasalahkan laki-laki yang bertubuh gemuk. Sosialisasi yang
berbeda antar jenis kelamin, yang terjadi terus menerus dan terinternalisasi akan
membentuk motif-motif remaja yang berbeda dalam pilihan pangan. Diduga jenis
kelamin laki-laki akan memiliki motif memenuhi rasa kenyang, sebaliknya
perempuan tidak akan memilih motif tersebut dalam pilihan pangan
Uang saku merupakan sumberdaya finansial yang digunakan untuk
membeli pangan oleh remaja. Variasi uang saku yang dimiliki remaja dapat
ditentukan oleh status keuangan orang tua. Status keuangan tersebut akan
berkaitan dengan jenis pekerjaan yang dimiliki orang tua. Jenis pekerjaan yang
berbeda akan memengaruhi status ekonomi. Orang tua dengan status ekonomi
tinggi umumnya memberi uang saku yang besar, sebaliknya pada status ekonomi
rendah akan memberi uang saku dalam jumlah kecil. Besar kecilnya uang saku
remaja akan memengaruhi pilihan pangan yang dilihat berdasarkan keragaman
dan frekuensi mengonsumsi junk food. Semakin besar uang saku yang dimiliki
maka remaja bisa mendapatkan pangan dengan frekuensi sering yang bervariasi.
Berdasarkan hal tersebut diduga semakin besar uang saku yang dimiliki maka
semakin tinggi frekuensi dan keragaman mengonsumsi junk food.
Latar belakang remaja seperti keluarga remaja yang berbeda akan
menimbulkan perbedaan pada tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan.
Setiap remaja akan memiliki tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang
berbeda. Kedua pengetahuan tersebut dapat memengaruhi motif remaja ketika
memilih pangan. Remaja dengan tingkat pengetahuan tinggi cenderung
mengutamakan motif kesehatan. Sebaliknya jika tingkat pengetahuan remaja
rendah maka cenderung mengabaikan motif kesehatan.

14

Motif Utama Pilihan Junk food

Jenis kelamin

Motif Rasional Instrumental:
a. Ekonomi
b. Memenuhi rasa kenyang
c. Kemudahan mendapat
pangan
d. Kesehatan

Pengetahuan gizi dan
keamanan pangan

Motif Tradisional:
a. Familiaritas

Karakteristik Individu

Besar uang saku
Motif Afektif:
a. Suasana hati
b. Daya tarik sensorik

Tindakan Pilihan Junk Food:
a. Frekuensi
mengkonsumsi junk
food
b. Keragaman jenis junk
food

Keterangan:
: Berhubungan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

15

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian yang
muncul adalah:
H1 : Terdapat hubungan antara karakteristik individu yang meliputi jenis
kelamin, besar uang saku, serta pengetahuan gizi dan keamanan pangan
dengan motif pilihan pangan.
H1 : Terdapat hubungan antara motif utama pilihan pangan yang
meliputi motif ekonomi, memenuhi rasa kenyang, kemudahan mendapat
pangan, kesehatan, familiaritas, suasana hati dan daya tarik sensorik
dengan tindakan pilihan junk food.
H1: Terdapat hubungan antara besar uang saku dengan tindakan pilihan junk
food.

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan kombinasi
pendekatan kuantitatif didukung dengan pendekatan kualitatif. Menurut
Singarimbun dan Effendi (1989), metode penelitian survei adalah penelitian yang
mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data primer. Sementara kombinasi antara pendekatan kuantitatif dan
kualitatif dilakukan dalam penelitian ini dalam upaya memperkaya data agar lebih
memahami fenomena sosial yang diteliti. Pendekatan kuantitatif digunakan
dengan pemberian kuesioner pada masing-masing responden untuk memperoleh
data primer terkait karakteristik individu, motif dan tindakan pilihan pangan.
Pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam kepada guru
pembina Bimbingan Konseling (BK) juga merangkap sebagai humas dan dengan
melakukan penarikan kasus pada empat responden yang terdiri dari satu
responden laki- laki berstatus gizi normal dan status gizi gemuk serta perempuan
yang berstatus gizi normal dan status gizi gemuk.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan beberapa pertimbangan. Berdasarkan data Riskesdas Jawa Barat (2013)
prevalensi kegemukan dan kekurusan pada remaja berdasarkan tempat tinggal,
perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding pedesaan. Melihat data Riskesdas
Jawa Barat 2013 Kota Cimahi merupakan salah satu dari 12 kota dan kabupaten
yang memiliki prevalensi gemuk diatas nasional. Selain berdasarkan
pertimbangan data awal mengenai status gizi remaja, pemilihan Kota Cimahi
sebagai tempat penelitian karena masyarakat Kota Cimahi merupakan contoh
masyarakat desa transisi, dimana mengalami perubahan dalam sikap dan
pandangan hidup tradisional ke arah modern. Menurut data dinas kesehatan kota
Cimahi, pada kelurahan Cibabat terdapat jumlah remaja berstatus gizi gemuk
yang banyak dibandiing kelurahan lainnya. Karena keterbatasan dana dan waktu
penelitian penelitian akan dilakukan di SMA Negeri 3 Cimahi. Penentuan SMA
Negeri 3 Cimahi sebagai tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan seperti
data status gizi remaja didapatkan dari UKS (Unit Kesehatan Sekolah) dan UKS
SMA Negeri 3 Cimahi merupakan salah satu UKS terbaik di Cimahi. Jika dilihat
dari letak geografis SMA Negeri 3 Cimahi merupakan tempat strategis, terdapat di
tengah Kota Cimahi diduga banyak mendapatkan imbas perkembangan
masyarakat.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalm jangka waktu lima bulan,
terhitung dari bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016. Kegiatan dalam
penelitian ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data
lapangan, pengolahan data analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang
skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Rincian mengenai waktu penelitian dapat
dilihat pada lampiran 2. Adapun proses pengambilan data dilaksanankan pada jam

18

istirahat sekolah. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan keterbatasan
waktu penelitian dan waktu siswa SMAN 3 Cimahi. Pengisian kuisioner
dilakukan pada jam istirahat sekolah dengan harapan tidak akan mengganggu jam
belajar siswa. Beberapa siswa yang sedang membeli jajanan di kantin atau yang
sedang beristirahat di luar kelas diminta untuk mengisi kuisioner yang telah
disediakan.
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yang didapatkan melalui observasi langsung, wawancara
mendalam dengan humas SMAN 3 Cimahi yang merangkap sebagai guru
bimbingan konseling, dan kuesioner yang diisi oleh para siswa berstatus gizi
normal dan gemuk. Kuesioner tersebut dimaksud sebagai daftar pertanyaan untuk
memperoleh data dari para responden serta ditujukan untuk memperoleh
informasi mengenai karakteristik individu, motif utama pilihan pangan, serta
tindakan pilihan pangan. Tindakan pilihan pangan dalam penelitian ini dilihat dari
keragaman dan frekuensi remaja mengkonsumsi junk food. Telah dilakukan uji
realibilitas untuk menguatkan kuesioner sebagai salah satu instrumen. Menurut uji
Cronbach’s didapat alpa sebesar 0.64. Aturan dalam penentuan nilai alpa yaitu
jika alpa > 0.90 maka realibilitas sempurna, jika nilai alpa 0.70 < alpa < 0.90
maka realibilitas banyak, jika nilai alpa 0.70 < alpa < 0.5 maka realibilitas
moderat dan jika nilai alpa < 0.5 maka realibilitas sedikit. Tabel uji realibilitas
pada kuesioner penelitian ini menujukkan angka 0.636 artinya kuesioner memiliki
realibilitas moderat.
Adapun data sekunder diperoleh peneliti melalui studi literature yang
berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder juga diperoleh dari