Karakteristik Protein Imunoglobulin Y (Ig Y) Kuning Telur H5N1, H5N2 Dan H5N9 Menggunakan Metode Sodium Dodecyl Sulphate-Poly Acrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

KTERISASI PROTEIN IRlUNOGLOBULIN Y (Ig Y)
NG TELUR H5N,, H5N2DAN H5N9MENGGUNAKAN
METODE SODIUM DODECYL SULPHATE-POLY
ACRILMIDE GEL ELECTROPHORESIS
(SDS-PAGE)

DHESIANTI TRI

AYANI

RAKULTAS KEDOKTERAN WEWAN
ILNSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
DHESIANTI TRI HANDAYANI. Karakterisasi Protein Imunoglobulin Y
(IgY) H;N1, HsN2 dan HsN9 Menggunakan Metode Sodium Dodecyl Sulphate
Poly Acrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Dibimbing oleh RETNO
DAMAJANTI SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter Imunoglobulin Y (IgY)

H5NI, HsN2 dan H5N9 menggunakan metode Sodium Dodecyl Sulphate Poly
Acrylamide Gel Elekhophoresis (SDS-PAGE). Penelitian ini menggunakan telur
ayam yang berasal dari 3 kelompok ayam. Kelompok pertama adalah kelompok
ayam yang diberi vaksin HsN1, kelompok dua divaksin HsN2 dan kelompok tiga
divaksin HsN9. Kuning telur dari masing-masing telur yang digunakan diinurnikan
dengan metode PEG 6000 dan kloroform untuk mendapatkan IgY. Imunoglobulin
Y yang telah dimumikan diukur titernya dan titer tertinggi dipilii untuk
dikarakterisasi dengan elektroforesis menggunakan metode SDS PAGE. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa susunan pita protein IgY H5Nl mempunyai ukuran
yang sama dengan pita protein pada IgY kontrol, sebesar 178,263 kDa. Terdapat
perbedaan pada susunan protein IgY H5Nz dan IgY H5N9terhadap IgY kontrol.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pita protein IgY HsNl
berbeda dengan pita protein IgY HsN2 d m IgY H5N9, yang masing-masing
berukuran 178,263 kDa, 175,915 kDa dan 182,957 kDa. Perbedaan susunan pita
protein IgY tersebut diduga yang menyebabkan kemampuan netralisasi virus IgY
HsN2 inaupun IgY HsN9 berbeda dengan IgY H5N1.

KARAKTERISASI PROTEIN IMUNOGLOBULIN Y (IG Y)
H5N1,H5N2DAN H a 9 MENGGUNAKAN METODE SODIUM
DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS (SDS-PAGE)

DHESIANTI TRI HANDAYANI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sajana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi

: Karakterisasi Protein Imunoglobulin Y (Igv H5N1, HsN2 d m

Nama


HsN9 Menggunakm Metode Sodium Dodecyl Sulphate Poly
Aciylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)
: Dhesianti Tri Handayani

NRP

: B04104138

Disetujui

Prof. Dr. ~ r hRetno
.
Damaianti Soeioedono. MS

Dr. Drh. Sri Murtini, MS

Pembimbing 1

Pembimbing I1


Wakil Dekan

I
Tanggal Lulus :'
I

1 1 NOV 2088

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, keridhoan dan h i d a y m y a
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya
kepada:
1. Orangtua tercinta Bapak Tarmudji dan Ibu Sumartun yang selalu setia

memberikan doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis, Masmasku yang penulis banggakan mas Sugeng dan Mas Yudi dan adikku
Candra.
2. Prof. Dr.Drh Retno Damajanti Soejoedono sebagai pembimbing skripsi


sekaligus dosen pembimbing akademik atas nasehat, arahan, perhatian,
waktu dan kesabarannya yang telah diberikan kepada penulis.
3. Dr. Drh. Sri Murtini, MS sebagai dosen pembimbing skripsi atas arahan,

motivasi, perhatian, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada
penulis.
4. Drh. Okti Nadia Poetri, Msi atas masukkannya dan bantuannya dalam

penyusunan skripsi.
5. Dr. Drh. Hj. Agustin Indrawati, Mbiomed atas masukkannya.
6. Staf dan pegawai lab imunologi ( Mas Wahyu, Pak Lukman, mas Ivan)

atas kerjasama dan bantuannya.
7. Teman- teman sepenelitian yang selalu bersama dalam perjuangan ini

(yus dan Sugi).

8. Keluarga di Green House (Rita, Feni, Ami, M' Siti), Keluarga di Wisma
Jamila (Camay dan Upik'dut), keluarga di pondok Sakha ( all MY40),

Iswara Crew (Weni, Ratih, Rina), Bunsay, NenekQ, Ria, Aqil, Ratna,
d m Tia.
9. Keluarga di IMAKAHI cabang FKH IPB dan IMAKAHI seluruh

Indonesia.
10. Saudarali di DKM An-Nahl, Ruminer's, dan FM BUD KUKAR.

11. Saudarali di PMP BAJAY atas motivasinya.
12. Saudardi Asteroidea yang Terbaik dan Teristimewa.
13. Beasiswa Utusan Daerah Kutai Kartanegara (BUD KUKAR).

Terimakasih atas segala semangat. Inspirasi dan persaudarannya (Ukhuwah)
yang sangat luar biasa. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam tulisan iili,
oleh karena itu saran kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita selnua.
Bogor, November 2008

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sei Mariam pada tanggal 11 Desember 1985. Penulis

adalah putri ke tiga dari empat saudara dari pasangan Bapak Tarmudji dan Ibu
Sumartun. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Dahlia
Anggana (1991-1992), Sekolah dasar di SDN Inpres 017 Tenggarong (19921998), kemudian penulis melanjutkan studi di SLTPN 1 Tenggarong (1998-2001),
selanjutnya meneruskan pada SIviUN 1 Tenggarong dan diterima di Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan
Daerah).
Selarna mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa organisasi
intra dan ekstra kampus antara laill : Pengunis IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa
Kedokteran Hewan) periode 2005-2006, Kepala Bidang Kesekretariatan dan
Kerumahtanggaan IMAKAHI cabang FKH IPB periode 2006-2007. Kepala
Bidang Keuangan IMAKAHI cabang FKH IPB periode 2007-2008, pengwus
Himpro Ruminansia periode 2006-2008, DKM An-Nahl, Relawan Rumah Zakat,
Bendahara Umum Forum Mahasiswa Beasiswa Utusan Daerah Kutai Kartanegara
(FM BUD KUKAR), serta pemah menjadi asisten mata kuliah Histologi 20062007, asisten mata kuliah PA1 (Pendidikan Agama Islam) semester genap 20072008.

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR IS1 ................................................................................................

...


vlti

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................

x

PENDAHULUAN
Latar Belakang .........................................................................................

I

Tujuan ......................................................................................................

3

Manfaat ....................................................................................................

3


TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza..............................................................................

4

Antibodi Ayam (IgY) ...............................................................................

6

Vaksin dan Vaksinasi Avian Influenza.................................................... 9
Pernumian Imunoglobulin Y (IgY) ........................................................ 12
SDS-PAGE ............................................................................................

12

METODE PENELITIAN
Waktu dan Ternpat Penelitian ................................................................ 15

Bahan d m Alat.......................................................................................


15

Metode Penelitian
Koleksi Telur ................................................................................. 15
Metode Pemurnian Protein PEG 6000-Klorofoim ........................ 16
SDS-PAGE ....................................................................................

16

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 18
KESIMPULAN
Kesiinpulan ............................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

23


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Virus Avian Influenza.......................................................................4
Gambar 2 Mekanisme sederhana SDS-PAGE .................................................17
Gambar 3 Profil pita protein hasil SDS-PAGE

.............................................19

Tabel 1 Perbandingan IgY dan IgG ................................................................. 8
Tabel 2 Berat molekul komponen protein masing-masing pita

...................20

Latar Belakang
Avian Infuenza (AI) merupakan penyakit hewan yang disebabkan oleh

virus dan bersifat zoonosis. Wabah A1 atau biasa disebut penyakit flu burung telah
berjanglut dibanyak negara di Asia termasuk Indonesia sejak akhir tahun 2003.
Dampak negatif penyakit ini sangat mempengaruhi sektor pertanian, industri
perunggasan, dan perdagangan intemasional, bahkan terhadap kesehatan manusia.
Penyakit Avian Influenza dikhawatirkan menjadi pandemi di wilayah Asia dan
dunia pada umumnya (Naipospos 2007).
Menurut (WHO) terdapat enam fase global pandemi influenza berdasarkan
sejumlah faktor epidemiologi pada manusia sebelum suatu pandemi ditetapkan.
Keenam fase ini dikelompokkan dalam tiga periode, yaitu periode interpandemi,
periode waspada pandemi, dan periode pandemi. Sampai saat ini, WHO
menetapkan bahwa tahapan pandemi influenza di dunia berada di fase 3, yaitu
infeksi pada manusia, namun tidak ada penularan antar manusia. Meningkatnya
kasus infeksi Avian Infuenza yang menyebabkan kematian pada manusia
dikhawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemik yang berbahaya bagi
umat manusia di muka bumi ini. Kasus Avian Influenza HsNl yang pertama kali
menyerang dan menewaskan 6 orang penduduk Hongkong pada tahun 1997 dari
18 orang yang terinfeksi (Horimoto & Kawaoka 2005). Kasus Avian Infuenza
pada manusia pertama di Indonesia yang terjadi pada pertengahan 2005. Data
WHO sampai dengan 29 juli 2008 inenunjukkan kasus A1 pada manusia di
Indonesia telah mencapai 136 kasus dengan 111 orang diantaranya meninggal
(WHO 2008).
Rekomendasi Office International des Epizooties (OIE) yang disampaikan
pada pertemuan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAOIOfice International des
Epizooties (OIE)/WHO tanggal 24 Februari 2004 di Roma menyatakan untuk

penanggulangan wabah Avian Infuenza adalah stamping out (pemusnahan total)
atau depopulasi terbatas dengadtanpa vaksinasi. Upaya stamping out sangat sulit
dilaksanakan di Indonesia karena rendahnya kemampuar~melakukan deteksi dini
dan melakukan respon cepat untuk mencegah penyebaran wabah meluas ke
berbagai daerah pada saat itu sangat rendah. Disamping itu, masalah yang

dihadapi Indonesia adalah distribusi petemakan ayam sangat bersifat acak, lalulintas unggas sulit terkendali, dan adanya keterbatasan dana kompensasi bagi
peternak (Naipospos 2007).
Berdasarkan pertimbangan diatas maka pelnerintah menetapkan sembilan
langkah strategi sebagai tindakan penanggulangan, yang salah satunya adalah
tindakan vaksinasi. Vaksinasi dilakukan pada semua jenis unggas sehat di daerah
yang yang telah diketahui terinfeksi maupun terancam terinfeksi virus AI.
Vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif yang terdaftar pada instansi
pemerintah berwenang ( Soejoedono dan Handharyiui 2005). Vaksin yang dapat
digunakan dalam pencegahan dan pemberantasan A1 adalah vaksin inaktif
homolog. Vaksin homolog adalah vaksin dengan subtipe virus yang sana dengan
virus penyebab penyakit. Virus A1 yang beredar di Indonesia adalah tipe H5N1,
maka vaksin yang digunakan adalah vaksin dari virus H5Nl. Deptan (2005)
menyatakan bahwa vaksinasi terhadap A1 sebaiknya menggunakan vaksin
heterolog.

Berdasarkan

Swat

Edaran

(SE)

Dijen

Petemakan

No.98/PD.640/F/12.06 tanggal 15 Desember 2006 bahwa penggunaan vaksin
homolog dihentikan. Vaksin heterolog adalah vaksin yang berisi virus dengan
mempunyai molekul HA yang sama dengan penyebab wabah A1 di lapangan
akan tetapi mempunyai NA yang berbeda, sebagai contohnya vaksin H5N2 atau
H5N9. Penerapan vaksin heterolog digolongkan sebagai vaksin DIVA
(Differentiating Infection from Vaccinated Animal) membedakan hewan yang
terinfeksi alami dengan hewan yang divaksinasi. Dengan mendeteksi antibodi
yang spesifik terhadap subtipe NA, ciri serologik vaksiil dan unggas yang
terinfeksi dapat dibedakan (Cattoli 2003). Namun metoda ini dapat sangat i-umit
dan vaksin ini pun h a n g sensitif.
Pemberian vaksin baik vaksin hornolog maupun vaksin heterolog aka1
inemicu terbentuknya antibodi immunoglobulin Y (IgY) pada unggas. Efektifitas
kemampuan netralisasi viius dipengauhi oleh susunan protein pada antibodi.
Apabila terdapat perbedaan susunan protein antibodi maka kemampuan netralisasi
virus akan berbeda pula (Tizard 2000). Oleh karena itu, diperlukan penelitian
untuk mengetahui susunan protein IgY dari vaksin homolog maupun vaksin

Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk melihat karakteristik protein (IgY anti H5N1,IgY
anti H5N2, IgY anti H5N9) dilihat dari susunan protein d m berat molekul yang
terbentuk.
Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi infonnasi inengenai karakteristik
susunan protein dan berat molekul dari Ig Y H ~ N I H5N2
,
d m HsN9.

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza
Virus influenza m e ~ p a k a n virus RNA termasuk dalam famili
Orthomynoviridae d m genus ~rthomyxuvirus.Virus ini merupakan virus yang

berasam inti RNA dengan rantai tunggal. Pengamatan dengan mikroskop elektron,
Orrhomyxovirus berbentuk spherical atau partikel filament dengan diameter 80-

100 nrn (Jordon 1990). Komposisi kimianya protein 70-75 %, lemak 20-24%,
karbohidrat, dan 1 % RNA. Virus influenza rusak pada suhu 56 C, dilarutkan pada
pelarut lemak, asam, formaldehid, beta-propiolaktone, atau radiasi dengan sinar
ultraviolet. Infektivitasnya turun pada freezing dan thawing atau penyimpanan -20
C. Virus Avian Influenza dapat di lihat pada ganlbar 1.

@ PB1. PBZ, PA

Tw
:

@

NP

1,
I
@

w2
NS2
NSl

Gambar 1 Virus Avian Influenza (Anonirn 2008a)
Asam nukleat virus ini beruntai kmggal, terdiri dari 8 segmen gen yang
mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung yang
terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan
(spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor spesifik pada sel-sel

hospesnya pada saat menginfekasi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu
Haemaglutinin (HA) dan yang mengandung Neuraminidase (NA), yang terletak
dibagian virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i)
protein nukleokapsid (NP), (ii). Haemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase @A),
dan protein matrik (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza
digolongkan kedalam virus influenza A, B, dan C (Horirnoto & Kawaoka 2005).

Dari ketiga genera ini, tipe A dapat menginfeksi hewan peliharaan seperti halnya
ayam, itik, kalkun, burung puyuh, babi dan kuda.
Haemaglutinin (HA) merupakan molekul trimer berbentuk batang, dan
neuraminidase (NA) berupa molekul tetramer berbentuk jamur. Kedua molekul
HA dan NA itu merupakan glikoprotein dan membawa epitop khusus-subtipe
(Fenner et a1 1995). Heamaglutinin (HA) berfungsi untuk penempelan virus pada
sel host (Kuby 2007). Hemaglutinin virus influenza (HA) terikat pada reseptor
glikoprotein yang rantai samping oligosakaridanya berujungkan asam sialat
(Fenner et a1 1995). Sejauh ini telah ditemukan 16 subtipe dari H (HI-H16) dan 9
subtipe dari N (Nl-N9) pada unggas, beberapa

darinya ditemukan dalam

beberapa kombinasi antara HA dan NA pada berbagai spesies mamalia.
Kombinasi antigen HA dan NA menghasilkan lebih dari 144 kombinasi subtipe
virus AI, seperti HsN1, H;N2, H7N1, dan kombinasi lainnya. Berdasarkan tingkat
keganasannya digolongkan menjadi dua, yaitu Highly Pathogenic Avian Infuenza
(HPAI) dan Low pathogenic Avian Infuenza (LPAI) (Dhmmayanti 2003;
Soejoedono dan Handharyani 2005). Diantara 16 subtipe virus A1 hanya H5 dan
H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas (OIE 2006).
Wabah virus Influenza dapat menjadi pandemik karena mudahnya virus
bermutasi, baik secara antigenik drift maupun antigenik shift sehingga membentuk
varian-varian baru yang lebih patogen. Mutasi terjadi melalui antigenik drift jika
titik mutasi terjadi di dalam gen yang mengkode protein HA dan NA sebagai
usaha dalam mempertahankan diri dari sistem imun inang. Mutasi terjadi melalui
antigenik shift bila ada penggabungan gen dari dua jenis virus yang berbeda yang
menginfeksi sebuah sel secara bersamaan (Murphy et a1 2006 dalam Nurfitriani
2007).
Menurut (WHO) terdapat enam fase global pandemi influenza berdasarkan
sejumlah faktor epidemiologi pada manusia sebelum suatu pandemi ditetapkan.
Keenam fase ini dikelompokkan dalam tiga periode, yaitu periode interpandemi,
periode waspada pandemi, dan periode pandemi, adapun penjabarannya sebagai
berikut :
1. Periode Interpandemi
Fase 1 : Infeksi pada hewan dengan resiko penularan rendah pada manusia.

Fase 2 : Infeksi pada hewan dengan resiko penularan tinggi pada manusia.
2. Periode Waspada Pandemi

Fase 3 : Infeksi pada manusia, namun tidak ada penularan antar manusia
Penularan dari unggas ke rnanusia sangat jarang dan terbatas pada
kontak yang dekat.
Fase 4 : Infeksi pada manusia dengan bukti penularan antar manusia yang
terbatas (kelompok kecil).
Fase 5 : Infeksi pada manusia dengan penularan antar manusia daliun
keloinpok yang semakin luas.
3. Pandeini

Fase 6 : Pandemi (penularan yang meningkat dan berkesinambungan pada
masyarakat umum).
Sampai saat ini, WHO menetapkan bahwa tahapan pandemi influenza di
dunia berada di fase 3, yaitu infeksi pada manusia, namun tidak ada penularan
antar manusia.
Antibodi Ayam (IgY)

Sistem kekebalan adalah sistem perlindungan tubuh terhadap invasi
mikroorganis atau bahan organik asing yang dapat menimbulkan respon
kekebalan. Respoil kekebalan terbagi dua yaitu respon humoral dan respon yang
diperantarai oleh sel. Respon humoral ditandai oleh sintesis dan sekresi zat
antibodi ke dalam sirkulasi darah atau cairan oleh sel-sel limfosit B dan plasma di
dalan organ limfoid. Respon yang diperantarai oleh sel melibatkan pembentukan
sel khusus dan sekresi signal kimia yang mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroorganisme tersebut (Alberts et a1 1989 dalam Simorangkir
1993).
Limfosit-liinfosit yang mengikat antigen dirangsang untuk berkembangbiak
dan berdiferensiasi, sehingga terbentuk klon limfosit yang masing-masing
memiliki reseptor pada membran sel induknya. Selama proses perbanyakan
berlangsung, sel berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori. Sel memori
memilki reseptor sama dengan limfosit tetuanya. Sel tersebut akan berdiferensiasi
kemudian ada antigen yang mempunyai determinan antigen sama dengan

reseptornya akan dihasilkan antibodi spesifik. Dengan demikian akan dihasilkan
bermacam-macam antibodi.
Antibodi/iinunoglobulin merupakan kumpulan protein

yang sangat

heterogen dan heterogenitas ini disebabkan antara lain oleh perbedaan susunan
asam anino. Akibat perbedaan asam amino, struktur molekul menjadi berbeda.
Selanjutkan akan menimbulkan keragaman dalan detenninan antigenik
imunoglobulin yaitu isotipe, alotipe dan idiotipe (Tizard 1988).
Secara m u m sistein imun pada unggas menyerupai sistem imun pada
mamalia. Sistem imun ayam terdiri dari bursa fabrisius, suinsuin tulang, limfa,
timus, glandula Harderian, limfonodulus, sirkulasi limfosit dan jaringan limfoid di
traktus alimentarius. Sistem imun ayam sangat responsif terhadap protein asing
atau mikroorganisme yang inemaparnya (akibat vaksinasi atau infeksi alam)
sehingga kuning telur ayam mengandung lebih dari 200 antibodi yang berbeda
(Davis & Reeves 2002 dalam Rawendra 2005). Menurut Carlender (2002), ayam
memiliki sensitivitas tinggi terhadap protein asing sehingga dalam jumlah sedikit
dapat meinberikan respon pembentukan antibodi.
Antibodi pada ayam berbeda dengan yang terdapat pada mamalia, Terdapat
tiga kelas antibodi atau imunoglobulin. Diantara tiga kelas immunoglobulin ayam
(IgA, IgM, IgY) yang analog dengan immunoglobulin mamalia, IgY merupakal

imunoglobulin yang tersedia dalam jumlah banyak diteinukan dalam serum,
diturunkan secara vertikal melalui telur dan berada dalan kuning telur (Narat
2003; Gassman et a1 1990). Rose & Orlans (1981) dalam Rawendra (2005)
menjelaskan proses transfer antibodi dari serum ke kuning telur terdiii dari dua
tahap. Tahap pertama, antibodi ditransfer dari serum meiluju kuning telur dengan
proses yang analog dengan proses antibodi pada fetus melalui plasenta pada
mamalia. Tahap kedua, antibodi ditransfer d a i kantung embrio kepada embrio
yang sedang berkemba~g.Keberadaan IgY dalam kuning telur inempunyai jarak 4
sampai 7 hari setelah antibodi dalam sei-um (Carlender 2002).
Fungsi biologis Ig Y sama dengan IgG manalia (Warr el a1 1995)
Antibodi yang terdapat pada ayam agak sedikit berbeda dengan mamalia, yaitu
pada struktur IgY d m IgG. IgY pada rantai berat tidak memiliki engsel dan
tersusun atas empat domain variabel yaitu Cvl, Cv2, Cv3, dan Cv4. IgY memiliki

berat molekul 180,000 kDa yang masing-masing rantai beratnya 67 sampai 70

kDa, dua rantai ringan dengan berat molekul 22,000 sampai 30,000 kDa,
koefisien sediinentasi 7,8 S, dan titik isoelektrik 5,7-7,6 ( Davalos & Patoja et a1
2000). Perbedaan antara IgY dan IgG dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan IgY dan IgG (Zhang 2003)
Parameter
Hewan
Sumber
Berat molekul
PAGE)

IgY
Burung, amfibi, reptile
Kuning telur
(SDS- Total : 180 kDa

IgG
Mamalia
Plasma darah
Total : 150 KDa

Rantai ringan : 21 kDa x2 Rantai ringan : 22 kDa x2
Rantai berat : 70 kDa x2
Berat molekul (MALDI- Total :I80 kDa
TOEFMS)
Rantai ringan :19 kDa x2

Stabilitas
Imunopresipitasi
Produktivitas

Baik, stabil pada pH 4-9,
diatas 65°C
Kurang efektif karena
sb-uktur engsel pendek
Tinggi dengan kuantitas
yang lebih besar dan
durasi panjang

Rantai berat : 50 kDa x2
Total : 150 kDa
Rantai ringan : 23 kDa x2

Baik, stabil pada pH 310, diatas 70°C
Baik
Kuantitas terbatas jika
digunakan tikus dan
kelinci sebagai inang

Skalabilitas
Antibodi monoclonal
Supresi imun
Diagnostik
Pengobatan

Mudah dan praktis
Perlu
pengembangan
lebih lanjut
Kemungkinan berguna
untuk xenotransplantasi
Berguna dan praktis
untuk berbagai aplikasi

Relatif sulit
Dikembangkan dengan
baik
Beberapa produk sedang
dikembangkan
Di gunakan secara luas,
khususnya
antibodi
monoclonal
Akan
dikembangkan Berkembang baik
lebih jauh seperti dalam
pengobatan
alternatif
antibiotik

Telur merupakan sumber Ig Y yang sangat penting karena mengandung
50-100 ing Ig Y per butir telur. Ig Y unggas memiliki sifat yang lebih stabil
terhadap suhu dan peiubahan pH dibandingkan dengan Ig G, serta tidak
menyebabkan reaksi silang dengan komponen struktural jaringan mamalia dan sel
darah merah mamalia (Larsson et a1 1993). Hal ini memberikan indikasi
penggunaan Ig Y dalam diagnostik immunologis akan menghasilkan reaksi yang
lebih spesifik.
IgY merupakan protein sehingga mengalami denaturasi akibat adanya
pengaruh suhu, pH maupun aktivitas enzim protease. IgY yang diiusak oleh
enzim akan berupa Fab, Fab'2 dan ffagmen Fc. Selain IgY dalam fraksi yang
terlarut air (WSF) dapat ditemukan koinponen-komponen lain. Dalam tahap
pemumian protein dapat ditemukan kontaminan protein lain sebanyak 5% sampai
10% atau bahkan lebih (Wilson dan Walker 2000).
Vaksin dan Vaksinasi Avian Influenza
Vaksinasi merupakan tindakan inemasukkan antigen berupa virus atau agen
penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh sehat dengan maksud utuk
merangsang pembentukan kekebalan. Kekebalan tersebut diharapkan dapat
melindungi individu yang bersangkutan terhadap infeksi penyakit dam (Tizard
1958). Dalam dunia kedokteran hewan, vaksinasi ditujukan untuk mencapai
empat sasaran: (i) perlindungan terhadap timbulnya penyakit secara klinis, (ii)
perlindungan terhadap serangan virus yang virulen, (iii) perlindungan terhadap

ekskresi virus, (iv) pembedaan secara serologik antara hewan yang terinfeksi d a i
hewan yang divaksinasi (Deptan 2005).
Kebijakan mengenai pelaksanaan dan cakupan vaksinasi diatur dalam
pedoman pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular
Influenza pada unggas (Avian Influenza). Dalam kebijakan tersebut antara lain
ditetapkan cakupan vaksinasi ineliputi seluruh unggas terancam (100%) di daerah
tertular dan daerah terancam yaitu ayam buras, bebek, itik, entok, kalkun, angsa,
burung dara, burung puyuh, b u m g dardmerpati, unggas lain dan ayam ras
(pedaging dan petelur) yang tennasuk petemakan sektor 3 dan 4 (tahun 2006
hanya peternakan sektor 4). Vaksinasi untuk ayam ras petelur, ayam buras, angsa,
itik dan entok dilakukan vaksinasi setiap 3-4 bulan (satu tahun minimal tiga kali
vaksinasi) peptan 2007).
Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal (Dijell) Bina Produksi Petemakan

No.17/Kpts/PD.640/F/02.04tanggal 4 Februari 2004, yang disempurnakan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Peternakan No.46/PD.640/F/08.05 tanggal 6 Agustus
2005, pada tahun 2006 ditetapkan prosedur operasional standar pengendalian
penyakit flu b u m g di Indonesia. Dalam peraturan tersebut ditetapkan tentang
vaksinasi, yang menyebutkan bahwa "Vaksin A1 yang digunakan adalah vaksin
inaktif strain LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza) subtipe Hs (H5N1) yang
memiliki homologi sequens nukleotida atau asam amino dari antigen H diatas
80% terhadap isolat lokal". Hal tersebut juga sejalan dengan pedoman yang
ditetapkan oleh OIE yang menyatakan bahwa sebagai petunjuk m u m di satu
negarddaerah sebaiknya hanya satu tipe vaksin yang digunakan. Selain itu OIE
juga menyatakan bahwa penggunaan vaksin inaktif strain LPAI dapat
meinbedakan apabila terjadi epidemi karena infeksi virus di lapangan atau karena
vaksinasi DIVA (Diferentiating Infected and Vaccinated Animal).
Vaksin inaktif berisi antigen yang dilemahkanlmati, vaksin inaktif biasanya
dibuat dari virus virulen yang kemudian diinaktifkan secara fisik maupun
kimiawi, tanpa merusak iinunogenitas virus tersebut. Imunogenitas vaksin inaktif
biasanya ditingkatkan dengan penambahan adjuvan. Adjuvan merupakan bahan
kimia yang memperlambat proses penghancuran antigen dalam tubuh serta
merangsang pembentukan kekebalan. Adjuvan yang sering dicampurkan ke dalam

vaksin antara lain lemak nabati, minyak mineral dan Al(OH)3 (Malole 1988 dalam
Hartati 2005).
Kualitas vaksin terutama ditentukan oleh pembuatan vaksin, distribusi dan
penyimpanan, titer vaksin dan masa kedaluarsa. Cara pemberian vaksin juga
mempengaruhi aspek vaksinasi. Selain itu inetode vaksinasi, program vaksinasi,
vaksinator dan peralatan vaksinasi beserta saranalprasarana peternakan ayam,
meliputi umur/variasi umur dan status kesehatan, kesemuanya memegang peranan
dalam keberhasilan penanggulangan penyakit Avian Injluenza. Kunci keberhasilan
vaksinasi ditentukan oleh penggunaan vaksin yang berkualitas tinggi yang harus
didukung oleh manajemen optimal, terutruna biosekuriti yang ketat. Vaksin hams
diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi oleh agen infeksi lapang.
Vaksin juga hams membetikan perlindungan kolektif pada semua ayan (Deptan
2007).
Prinsip dasar pemakaian vaksin Avian Injluenza adalah virus vaksin (master
seed) hams homolog dengan subtipe HA atau subtipe HA dan NA virus asal
lapang. Menurut regulasi OIE, master seed vaksin liarus berasal dari isolat virus
Avian Influenza low pathogenic (LPAI) yang telah dikarakterisasi (diinumikan)
dan koinposisi genetiknya stabil. Proses inaktivasi sempurna (uji laboratorik)
selama itu vaksin harus bebas pencemaran agen infeksius lainnya, mengandung
konsentrasi antigen tinggi dan menggunakan adjuvan berkualitas tinggi. Vaksin
hams mempunyai tingkat keamanan, potensi dan efektifitas yang tinggi (uji
laboratorik dan uji lapang).
Karakteristik vaksin Avian Injluenza yang ideal menurut Asinara 2007,
vaksin dapat merangsang respon kekebalan humoral (HMI-humoral mediate
immunity) dan kekebalan seluler (CMI-cell mediate immunity), sehingga
perlindungan terhadap ayanl cepat terbentuk. Kriteria lain yang diharapkan pada
vaksin Avian Injluenza adalah harga relatif tidak inahal, mudah dibetikan pada
ayam, perlindungan efektif dan dapat dicapai dengan dosis tunggal (ayam semua
uinur). Respon antibodi yang timbul dapat dibedakan dengan respon akibat virus
Avian Injluenza asal lapang, subtipe HA homolog, subtipe NA heterolog dengan
virus A1 asal lapang.

Pemurnian Imunoglobulin Y (IgY)
Menurut

Heyhnan

1995 menyatakan

metode

untuk

pemurnian

imunoglobulin ini terbagi 2 dengan 2 kategori terpisah yakni solubilitas
diferensial (garam, PEG, presipitasi asam kaprilat, dan lain-lain) dan lcromatografi
(filtrasi gel, pertukaran ion, hidroksi apatit dan afinitas).
Polyetylenglycol (PEG) adalah polimer etilen oksida dengan berat molekul
200 Da sampai 20 kDa. Polyetylenglycol digunakan bersama amonium sulfat
dalam purifikasi protein. Penggunaan inolekul ionik (Polyetylenglycol ) dan non
ionik (amonium sulfat) secara bersana-sama dalam pemurnian protein lebih
menguntungkan sebab dapat mempersingkat waktu peinumian dibandingkan
menggunakan hanya satu molekul (KO2005 dalam Asturi 2006).
Metode pemurnian IgY selain menggunakan amonium sulfat dan PEG juga
dapat menggunakan kloroform, lithium sulfat atau sodium sitrat. Total konsentrasi
protein dan IgY menggunakan kloroform 1,4-2,8 kali lebih tinggi dibandingkan
metode yang lain. Namun komposisi protein cemaran pada metode kloroform juga
10% lebih tinggi dibandingkan metode lithium sulfat dan sodium sitrat. Aktifitas
IgY dilaporkan lebih rendah pada peinumian dengan menggunakan lithium sulfat
dan sodium sitrat dibandingkan dengan inei~ggunakanPEG dan kloroform
(Bizhanov dan Vysniauskis 2000 dalam Asturi 2006)
Sodium Dodecyl Sulphate-Poly Acrilanlide Gel Elektrophoresis SDS-PAGE
Elektroforesis mempakan teknik pemisahan fraksi-fraksi zat berdasarkan
migrasi partikel bermuatan listrik di bawah pengamh medan listrik karena adanya
perbedaan ukuran, bentuk, muatan, atau sifat kimia molekul. Selarna
elektroforesis dalam agar, protein dipengaruhi oleh dua gaya yaitu gaya
elektroforetik dan gaya elektroendosmotik. Gaya elektroforetik disebabkan ole11
perbedaan potensial. Kebanyakan protein bemuatan negatif dan gaya ini
menyebabkan protein bermigrasi ke anoda. Sedangkan gaya elektroendosmotik
menyebabkan protein bergerak menuju katoda. Hal ini disebabkan oleh pengamh
gugus muatan negatif pada media agar. Kebanyakan protein memiliki gaya
elektroforetik lebih besar sehingga bermigrasi ke anoda, kecuali immunoglobulin

mengalami migrasi ke katoda dalam agar elektroforesis (Johnstone and Thorpe
1987 dalam Simoranglar 1993).
Berdasarkan pemisahan tersebut elektroforesis dapat digunakan untuk
menentukan berat molekul, mendeteksi kemurnian, serta menetapkan titik
isoelektrik. Sebagai alat analisa, elektroforesis sangat sederhana, cepat dan
mempunyai sensitifitas tinggi. Elektroforesis digunakan sebagai secara analitik
untuk mempelajari sifat dari spesies bemuatan tunggal dan juga untuk teknik
pemisahan (Gordon 1983).
Elektroforesis gel dapat terbagi atas gel poliakrilamida. Gel
poliakrilamida relatif lebih baik, karena ukuran porinya dapat diatur. Gel
poliakrilamida mulai di gunakan oleh Davis & Raymond (1959).

Gel ini

terbentuk oleh adanya polimerisasi dari monomer akrilamida menjadi rantai yang
panjang oleh adanya ikatan silang dengan komponen N,N7-metilenbisakrilamid.
Polimerisasi ini diawali dengal adanya reaksi antara ammonium persulfat sebagai

n
(Gordon 1983).
katalis dengan N.N.NY.N'-tetrametilendiarni(TEMED)
Metode SDS-PAGE merupakan metode yang paling sering digunakan
untuk menganalisa campuran protein secara kualitatif. Metode ini khususnya
berguna untuk meinonitor hasil purifikasi dan inetode ini memisahkan protein
berdasarkan perbedaan berat molekul. Peniunbahan SDS pada gel polikarilamida
menghasilkan SDS-PAGE yang digunakan untuk sampel terdenaturasi. SDS
merupakan detergen anionik dan bersanla dengan R-merkaptoetanol yang
dilanjutkan dengan pemanasan akan merusak struktur tiga diinensi protein melalui
pemecahan ikatan disulfida menjadi gugus sulfidril. SDS-PAGE digunakan pada
pH netral, dimana pada pH 7 SDS akan membentuk komplek negatif dengan
protein, sehingga sampel akan bergerak ke arah elektroda positif (Gordon 1983).
Secara umum sampel digerakkan pada matrik seperti kertas, sellulose
asetat, starch gel, agarose atau polyacrilamide gel. Matrik ini apat menghambat
pancampuran yang disebabkan oleh panas dan menyediakan catatan hasil dari
elektroforesis run. Pada akhir proses running, matrik ini dapat diwarnai dan
digunakan untuk scaizning, autoradiografi atau penyimpanan. Sebagai ta~nbahan,
mahik yang paling m u m digunakan (agarose dan polyacrilamid). Bahan ini
dapat memisahkan molekul berdasarkan ukurannya dikarenakan inatfik tersebut

adalah gel penyerap. Gel penyerap dapat bertindak sebagai penyaring dengan
proses perlambatan, atau dalam beberapa kasus secara komplit menghalangi
pergerakan dari makromolekul yang besar, sementara itu membiarkan molekul
yang lebih kecil untuk lebih bebas bermigrasi. Oleh karena agarose gel cair
umumnya lebih kaku dan lebih mudah untuk ditangani daripada poliakrilamida
pada konsentrasi yang sama, agarose digunakan untuk memisahkan protein besar
dan protein kompleks. Polikarilamida, yang penanganannya sangat mudah dan
untuk meningkatkan konsentrasi, digunakan untuk memisahkan kebanyakan gel
berpori-pori untuk perlambatan (Gordon 1983).
Pada dasarnya, protein adalah senyawa amfoter yang muatannya
ditentukan oleh pH media. Pada larutan dengan pH di atas titik isoelektrik, protein
mempunyai muatan negatif dan bermigrasi menuju anoda pada medan listrik.
Dibawah titik isoelektrik, protein bermuatan positif dan akan bermigrasi menuju
katoda. Muatan yang dibawa oleh protein adalah tambahan tersendiri untuk
ukuran protein tersebut. Artinya, muatan yang dibawa persatuan masa (panjang
atau makromolekul nukleat) dari molekul-molekul yang berbeda diantara proteinprotein yang ada (Gordon 1983).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Deseinber 2007 sampai bulan Juni
2008 di Laboratorium Terpadu Departemen Ilinu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyasakat Veteriner dan Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 ekor ayarn Single
Comb Brown Leghorn umur 20 minggu. Vaksin inaktif H5N1, vaksin inaktif H5N2,

vaksin inaktif H5N9, phosphat buffer saline (PBS), (Na2HP04 0,l M pH 7,5),
polietyleneglycol (PEG) 6000, ammonium sulfat [(NH4)2S04], Na-Azide 0,1%,

Aquabides steril pH 8, kloroform, sampel Ig Y, gel pemisah (Poly Acrylamide 12
%), gel pengumpul (Poly Acrylamide 4%), running buffer, sampel buffer,

Comassie Brilliant Blue (sigmamChemical Co), pemucat metanol dan asam asetat

glasial.
Alat yang digunakan yaitu ; alat suntik volume 1 ml dan 3 31, tabung
mikro, mikropipet (1-10 p1, 10-100 p1, 100-1000 pl), nzicroplate u bottom, gelas
ukur berbagai volume, vortex, kertas saring, magnetic stirrer (Luchi HSD-4P),
refrigerator (SanyoMedicool), deep freezer (Sanyo Ultralow), sentrifuse (Sowal

Super T21), penangas air (Eyela NTS-1300), gelas objek, spektrofotometer
(Hitachi U 20).
Metode Penelitian
Koleksi telur
Telur yang dikoleksi berasal dari ayanl yang divaksin inaktif H5N1,vaksin
inaktif H5N2 dan vaksin inaktif H5N9 Telur-telur ini kemudian dipurifikasi, telur
yang dipurifikasi adalah telur yang dikoleksi pada saat hasil pemeriksaan serum

ayam dengan uji Haemaggutination Inhibition (HI) inencapai 27 dan hasil uji HI
dari kuning telur positif dengan titer lebih dari 24.

Metode Pemurnian Protein PEG 6000 dan Moroform
Kuning telur dipisahkan dari putih telurnya dan diletakkan pada kertas
saring. Membran kuning telur disayat kemudian cairan kuning telur ditampung
pada gelas ukur. Kemudian ditambahkan PBS (pH 7,6) sebanyak 20 in11 butir telur
dan dihomogenkan. Secara perlahan-lahan ditambahkan 25 ml k l o r o f o d u t i r
telur, sehingga terbentuk cairan semisolid. Cairan ini kemudian disentrifus dengan
kecepatan 1200 g selama 30 menit suhu 27°C. Supernatan diambil dan pelet
dibuang. Supernatan ini disebut Water Soluble Fraction (WSF).
Water Soluble Fraction ini ditambahkan PEG 6000 hingga konsentrasi akhir
12% (wlv), kemudian disentrifus dengan kecepatan 15.700 g selama 10 menit
suhu 27°C . Dari hasil sentrifuse pelet ditampung dan supematan dibuang. Pelet
yang diperoleh ditambahkan 2 in1 PBSIbutir telur dan dihomogenkan. Cairan ini
yang kemudian digunakan pada SDS-PAGE.
SDS-PAGE
Penentuan berat dan susunan protein dianalisis dengan metode Sodiunz
Deodecyl Sulphate-PoIy Acrilamide (SDS-PAGE) (Gordon 1983). SDS-PAGE ini

menggunakan gel pemisah dengan konsentrasi 12%, gel pengumpul 4%, larutan
pewama Commasie Blue dan larutan pencuci.
Larutan gel pemisah 12% dimasukkan kedalam 2 lempeng kaca
elektroforesis, yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70% dan pada
kedua sisi tepi bagian dalam diberi spacer kemudian lempeilg kaca dihimpitkan
dan selanjutnya dijepit. Gel pemisah segera dilapisi dengan penambahan air.
Setelah gel peinisah membeku, lapisan air dibuang dan gel pengumpul 4%
dimasukkan hingga mencapai permukaan lempeng kaca dan terbentuk gel
elektroforesis (GE). Kemudian sisir segera dimasukkan dan diangkat setelah gel
pengumpul membeku sehingga tercetak sumur sumur.
Sampel antibodi anti H5N1, H5N2, H5N9 yang telah didapatkan dari hasil
purifikasi, keinudian dilakukan pengenceran 20 kali dan ditangas 60°C selama 5
inenit sebelum dimasukkan kedalam

sumur GE. Sebanyak 10 pl sampel

dimasukkan kedalam masing-masing sumur, kemudian perangkat elektroforesis

dijalankan dengan arus 50 mA dengan voltase 100 V selama 3 jam. Elektroforesis
berakhir apabila pewarna sampel mencapai batas 0,5 cm dari bagian bawah gel.
Setelah proses elektroforesis berakhir, gel diangkat dari lempeng kaca dan
direndam di dalam pewarnaan Commasie Blue (Sigma@ Chemical Co) selama 3
jam pada suhu ruang sambil diagitasi perlahan. Pewarna yang tidak terikat pada
protein dihilangkan dengan merendam gel pada larutan pemucat (campuran
metanol dan asam asetat glasial) sehingga gel tampak bening atau pita-pita protein
yang terbentuk terlihat jelas. Mekanisme sederhana SDS PAGE dapat di lihat
pada gambar 2.

Gambar 2 Mekanisme sederhana SDS-PAGE (Anonim 2008b)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik SDS-PAGE dilakukan dengan tujuan untuk meilgkarakterisasi
protein IgY HsNl, HsN2 dan HsNs. Pita protein dari hasil elektroforesis SDSPAGE menunjukkan karakteristik dari polipeptida penyusun IgY tersebut
(Simoranglur 2005). Metode SDS-PAGE memiliki kelebihan yaitu mekanismenya
dalam mengklasifikasi suatu protein berdasarkan berat molekulnya dari bahan
yang digtu~akan.Mekanisme dari perjalanan penentuan berat molekul ini diawali
deilgan iinmunoglobulin yang telah diperoleh di masukkan kedalam sumur gel
yang terdapat paling atas, gel tersebut adalah buffer gel pengumpul deilgan pori
yang
yang lebih besar. Gel ini akan mei~gumpulkanprotein (imrnu~~oglobulin
diperoleh), selanjutnya immunoglobulin akan bermigrasi dari yang memiliki berat
molekul paling tinggi akan berada pada lapisail paling atas dari gel pemisah
(Wilson &Walker 2000).
Penelitian ini menggunakan gel poliakrilamida sebesar 12%, sehiilgga
mobilitas protein yang diperoleh besar serta berat molekul yang tinggi dapat
dipisahkan. Hal ini sesuai dengan Hames Rickwood (1990) dalam Simoranglur
(1993), yaitu semakin tinggi konsentrasi gel poliakrilamida yang digunakan
semakin tinggi semakin kecil ukuran molekul yang dipisahkan dan inakin besar
mobilitas inolekul tersebut. Keberhasilan pemisahan suatu senyawa dipengaruhi
pula oleh banyak faktor antar laill buffer, suhu, waktu, dan besarnya arus listrik
yang digunakan (Hames & Rickwood 1990 dalam Simoranglur 1993). Suhu dapat
inempengaruhi kekentalan media dan jari-jari ion, sehingga mobilitas akan
b e r p e n g d . Waktu dan arus listrik yang optimum akan menghasilkan pola
pemisahan inolekul yang optimum (Wilson &Walker 2000).
Kelebihan SDS-PAGE yaitu mekanismenya dalam mengklasifikasi suatu
protein berdasarkan berat molekulnya dari bahan yang digunakan, pita protein
dari hasil elektroforesis SDS-PAGE inenunjukkan karakteristik dari polipeptida
penyusun IgY tersebut (Simoranglur 2005). Adanya variasi pola pita protein yang
terbeiltuk menggambarkan adanya perbedaan susunan protein penyusun
imunoglobulin Y (IgY).

Marker

HsNt

IgY
Kontrol

Gambar 3 Profil pita protein

H5N2

hasil SDS-PAGE

H5N9

dengan pewafnaan

Cornrnasie Brilliant Blue
IgY kontrol men~pakanimmunoglobulin Y pada ayam yang tidak mendapat
paparan antigen. Susunan protein pada IgY kontrol terdiri atas 6 pita protein, yaitu
178,263 kDa, 159,453 kDa, 112,535 kDa, 89,061 kDa, 46,807 kDa dan 42,112
kDa. Protein dengan berat molekul 178,263 kDa pada IgY kontrol dan IgY HjN1
diduga merupakan imm~~noglobulin
Y (IgY). Sun et a1 (2001) menyatakan berat
molekul IgY sebesar 167,250 kDa dan Narat (2003) menyatakan bahwa IgY
mempunyai berat molekul yang lebih besar dibandingkan IgG, yaitu sekitar 180
kDa atau lebih.
Sun et a1 (2001) menyatakan, bahwa degradasi IgY akan menghasilkan
fragmen Fc dan Fab, Fab mempunyai berat lnolekul 45 kDa. Pita protein dengan
ukuran 46,807 pada IgY kontrol dan IgY HjNl di duga adalah fragmen dari Fab,
sedangkan pita protein dengan & u r n 42,112 juga diduga fragrnen dari dua rantai
ringan IgY. Zhang (2003) menyatakan berat molekul rantai ringan IgY sebesar 21
kDa.

Tabel 2 Berat molekul komponen-komponen protein dari masing-masing
pita
Sampel

penyusunnya.
Pita yang

Berat molekul pita

ditemukan

@a)

IgY kontrol

178,263

Perkiraanldugaan
Igy

A

159,483

B

112,535

LDL dan a-Livetin

89,061

Fragmen Fab'z

C

46,807

Fragmen Fab

D

42,112

2 Rantai L

178,263

Igy

HsNi
E

159,483

F

112,535

LDL dan a-Livetin

89,061

Fragmen Fab':!

G

46.807

Fragmen Fab

H

42,112

2 Rantai L

175,915

Igy

HsNz
I

159,483

J

117,230

LDL dan a-Livetin

107,840
93,755

K

74,976

L

56,197

M

46,807

Fragmen Fab

182,957

Igy

H5N9

Rantai H

157,136
0

117,230

P

107,840
93,785

Q

74,976

Rantai H

R

46,807

Fragmen Fab

Protein pada IgY HsN2 terdiri atas 8 pita protein, dengan komposisi 6 pita
protein berada diatas 70 kDa, pada IgY HsNI hanya terdapat 4 pita protein diatas
70 kDa. Pita dengan ukuran 175,915 kDa diduga sebagai IgY, sesuai dengan
kisaran Narat (2003) tentang berat molekul IgY. Ukuran molekul ini lebih rendah
dibandingkan pada IgY kontrol dan IgY H5N1. Terdapat pita protein dengan
ukuran 74,974 kDa yang juga diduga mendekati ukuran rantai berat dari IgY.
Zhang (2003) meilyatakan berat molekul rantai berat pada 67,000-70,000 kDa.
IgY H5N9 terdiri atas 7 pita protein dan terdapat 6 pita protein yang berada
diatas ukuran 70 kDa, sangat jauh berbeda dengan dengan IgY HsN,. Selain IgY
ditemukan komponen-komponen lain dalam water solublefraction. Dalam tahap
pemurnian protein dapat ditemukau kontaminan protein lain sebanyak 5% sampai
10% atau bahkan lebih (Wilson dan Walker 2000). Pada pita J dan P dengan berat
molekul 117,230 kDa, 107,840 kDa. 93,785 memiliki kemungkinan LDL terlarut
dan a-livetin. Davis dan Reeves (2002) dalam Rawendra (2005) menyatakan
molekul protein yang beiukuran 80 kDa merupakan a-livetin dan LDL protein
bei-ukuran 16 kDa, 62 kDa, 71 kDa, 82 kDa dan 135 kDa. Susunan pita protein
pada IgY HsN9 secara garis besar mempunyai kemiripan dengal IgY HsN2. baik
dari jnmlah pita protein maupun penyusunnya. Hal ini diduga karena Ig Y berasal
dari paparan antigen yang memiliki kesamaan pada protein HA saja. Susunan
protein IgY HsNl berbeda dengan IgY H5N2 dan berbeda sekali dengan IgY HSN9,
perbedaan ini dapat mempengaruhi keinampua~netralisasi terhadap virus. Vaksin
inaktif H5N2 hanya mampu rnenginduksi pembentukan antibodi protektif sebesar
60% pada serum d m 16.67% pada telur sehingga tidak mampu menginduksi
pembentukan antibodi protektif pada induk dan telur sebagai maternal antibodi
(Yusran 2008). Sedangkan pada vaksin H5N9 juga tidak memiliki kemampuan
yang signifikan dalam menginduksi maternal antibodi pada telur (IgY) terhadap
infeksi dari virus avian influenza subtipe HsNl (Sugiarto 2008).
Banyaknya pita protein selain IgY disebabkan kurangnya kemurnian protein
sebelum dilakukan SDS-PAGE. Tingginya konsentrasi imunoglobulin sampel
aka1 mempengaruhi tebalnya pita protein yang terbentuk (Hidayati 2004).

KESIMPULAN
Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa susunan pita protein
IgY H5N1inempunyai ukuran yang sama dengan pita protein pada IgY kontrol,
sebesar 178,263 kDa. Terdapat perbedaan pada susunan protein IgY HsNz dan
IgY HsN9 terhadap IgY kontrol. Susuilan pita protein IgY HsN1 berbeda dengan
IgY H5N2maupun IgY H5N9.

DAFTAR PUSTAKA
Asmara, W. 2007. Peran Biologi Molekuler dalam Pengendalian Avian Influenza
dan
Flu
Burung.
[Terhubung
berkala].

http:/koimasfbpi.go.id/files/naskahpidato~G~BesarUGM~Widya~As
mara-.pdf
Asturi, Anggi Aulia. 2006. Pulifikasi dan Karakteristik Imunoglobuliil Y (IgY)
Kuning Telur Ayam Spesifik Salinonela Enteritidis Menggunakan
Metode Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrilamide Gel Elektrophoresis
(SDS-PAGE) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor.
Carlender D. 2002. Avian Ig Y Antibody: In vitro and In vivo. [Disertasi].
Uppsala: Acta University Upsaliensis.
Cattoli G, Capua I. 2007. Diagnosing Avian Influenza Infection in Vaccination
Population by System for Differantianting Infectied Vaccinated Animal
(DNA). Dev. Biol(130):137-143
Davalos P et al. Collodial Stability of Ig G and Ig Y - Coated Latex
Microspheres. Biointerfaces.20(2): 165-175.
Departemen Pertanian RI. 2005. Arah Kebijakan Pemerintah pusat dalam
Program Penanggulangan Wabah A1 Indonesia. http://www.deptan
RI.go.id/News.html[16 Juli 20081.
Febriawan, Arief. 2006. Purifikasi dan Karakterisasi Imunoglobulin Y (IgY)
Kuning Telur Ayam Spesifik Streptococcus mutans Menggunakan
Metode Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrilamide Gel Elektrophoresis
(SDS-PAGE) [Sknpsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor.
Fenner, J et al. 1995. Virologi Veteriner. Putra, D.K.H penterjemah. Veterinary
Virology. Semarang: IKIP semarang Press.
Gassman M, Thommes P, Weiser T, Hubscher U. 1990. Efficient production of
chicken egg yolk antibodies againts a conserved mammalian protein.
FASEB J4:2528-2532.
Gordon AH. 1983. Elektroforesis of Protein in Polyacvylamide and Starch Gels.
Amsterdam: Elversier Science Publisher.

Hartati, Y. 2005. Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam
Indukan Pedaging Strain Hubbard [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Heytrnen M.J. 1995. Purzj?hzsi Imunoglobulin. Didalam : Artama WT,
Penerjemah; Burgess WG, editor. Teknologi ELISA Dalam Diagnosis
dan Penelitian. Yogyakarta: UGM Press. Fakultas Kedokteran Hewan.
Hidayati A. 2004. Karakterisasi Imunoglobulin Y (IgY) Sebagai Dasar Dalam
Pembuatan KIT Diagnostik Untuk Deteksi Eschenia coli
Enteropatogenik (EPEC) K.l.l [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Horimoto T, Kawaoka Y. 2005. Influenza: Lessons from the past pandemics,
warning from current incidents. Nature Rev Microbiol; 3(8): 591-600.
Kuby J. 1997. Immunology 3Ih ed. W. H Freeman and Company: New York.
Kuby 5.2007. Immunology 5"' ed. W. H. Freemen and Company: New York.
Larsson A, Sjoquist J. 1998. Chicken Antibodies: A tool to Avoid False Positive
Result by Rhematoid Factor in Latex Fixation Test. J Immunol Method.
P:108.
Lay BW, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press: Jakarta. P:306.
Mustopa, A. 2. 2004. Peran Imunoglobuliil Y (IgY) Sebagai Anti Adhesi dan
Opsonin untuk Pencegahan Serangan Escherichia coli Enteropatogenik
(EPEC) K 1.1 [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Naipospos,T.S.P. 2007. Kesehatan Hewan untuk Kesejahteraan Manusia. Bogor:
CIVAS Press.
Narat Mojca. 2003. Production of Antibodies in Chickens. Food Technol.
Biotecnol. 41 (3) : 256-267
Nurfitriani, Ani Siti. 2007. Evaluasi Hasil Vaksinasi Avian Influenza (AI) di
Kecamatan Jatianangor Kabupaten Sumedang [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

[OIE] Office International des Epizootics. 2006. Chapter 2.7.12 Avian Influenza
in: Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals.

[terhubung
berkala].
http://www.oie.int/eng/nonnes/manual/A-00037.htm.[18 Juli 20081
Radji. M. 2006. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan
Penyebaran pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian (3): 55-65.
Ramlah. 2008. Purifikasi dan Karakteriasasi Imunoglobulin Y (IgY) Spesifik
KHV dari Serum Ayam Single Comb Brown Leghorn [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Rawendra R. 2005. Imunoglobulin Y (IgY) Fraksi L m t Air (WSF) Kuning Telur
Kering Beku Anti Enteropathogenic Eschericia coli (EPEC) [Disertasi].
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Simoranglur M. 1993. Isolasi da11 Ideiltifikasi Imunoglobulin Gama (IgG) Serum
Ayan Buras dan Ayam Ras dengan Metode Kromatografi Peitukaran ion
dan Imunokimia [Tesis]. Sekolah Pascasa~jana.Institut Pertanian Bogor.
Soejoedono RD, Handaryani E. 2005. Flu Burung. Penebar Swadaya. Jakarta
Soejoedono RD, Wibawan IWT, Hajati 2. 2005. Pemanfaatan Telur Ayam
sebagai Pabrik Biologis : Produksi "Yolk Immunoglobulin" (IgY) Auti
Plaque dan Diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan,
Eschericia coli dan Salmonella Enteridis. Kerja sama Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor,
Kementarian Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
Sugiarto. 2008. Evaluasi Antibodi Asal Induk (Mateinal Antibodi) pada Kuning
Telur Asal Ayam Single Comb Leghorn yang Divaksinasi dengan
Vaksin Avian Influenza H5N9 [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Sun S, Mo W, Ji Y, Liu S. 2001. Preparation and Mass Spectrometric Study of
Egg Yolk Antibody (IgY) Againts Rabies Erus. Rapid Commun Mass
Spectrom 15(9): 708-712.
Tizard. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi 11. Partodiredjo, M,
penerjemah. Surabaya: Airlangga Uiliversity Press. Terjemahan dari:
introduction to Veterinary Immunology
Tizard. 2000. Veterinaly Im

Dokumen yang terkait

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

1 11 59

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

1 18 59

Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDSPAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 21 79

Purifikasi dan karakterisasi imunoglobulin Y (lgY) kuning telur ayam spesifik Streptococcus mutans menggunakan metode sodium dodecyl sulphate-poly acrilamide gel electrophoresis (SDS-page)

0 8 45

Purifikasi dan karakteristik imunoglobulin Y (lgY) kuning telur ayam spesifik Salmonelaenteritidis menggunakan metode sodium dedocyl sulphate poly acrilamide gel electrophoresis (SDS-page)

0 4 43

Karakterisasi Protein IgG Anti H5N1 Menggunakan Metode SDS-Page (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis) Dari Kolostrum Sapi Yang Divaksin H5N1

1 14 75

Sri Murtini, Komara Dwi Raharjo, Anita Esfandiari, Sus Derthi Widhyari; Karakterisasi Protein igG Anti H5N1 Kolostrum dari Sapi Friesian Holstein Bunting yang Divaksin H5N1 Menggunakan Metode SDS-Page (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacerilamide Gel Electropho

0 3 7

Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 16 70

Protein Profilesof Beef (Bos indicus), Pork (Sus domesticus),and SausagesBy Using SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) Method | Zilhadia | Journal of Food and Pharmaceutical Sciences 2432 4129 2 PB

0 0 6

ANALISA PROFIL PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS DENGAN METODE PRESIPITASI YANG BERBEDA MENGGUNAKAN SDS PAGE (SODIUM DODECYL SULFATE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS) DAN BIOINFORMATIKA PROTEIN PROFILING of SPIRULINA PLATENSIS USING DIFFERENT PRECIPITATION ME

0 0 11