Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDSPAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN SAPI DAN GELATIN BABI GUMMY VITAMIN C MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM

DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)

SKRIPSI

HAFIT MUSTOLLAH

NIM : 1110102000002

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA 2016M/1435H


(2)

ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN SAPI DAN GELATIN BABI GUMMY VITAMIN C MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM

DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far)

HAFIT MUSTOLLAH

NIM : 1110102000002

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA 2016M/1435H


(3)

(4)

(5)

(6)

NIM : 1110102000002

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

Gelatin sebagai bahan pembuatan gummy saat ini masih menjadi permasalahan dari aspek kehalalannya karena sebagian besar masih diperoleh dari sumber non-halal. Salah satu sumber penghasil gelatin adalah kolagen dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber gelatin yang digunakan pada gummy vitamn c dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrilamide Gel Electrophoresis). Pada tahap awal penelitian standar gelatin sapi dan babi dihidrolisis dengan menggunakan enzim pepsin pada pH 4,5 dengan suhu 60oC selama 1 jam. Gelatin hidrolisat dielektroforesis masing-masing sebanyak 10µl kedalam tiap-tiap sumuran gel. Kemudian dilakukan analisis profil protein gelatin sapi standar, gelatin babi standar, simulasi gummy gelatin sapi, simulasi gummy gelatin babi, gummy sampel A dan gummy sampel B . Profil protein gelatin sapi menunjukkan pita spesifik pada berat molekul 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa. Sedangkan untuk babi 37,10 kDa, 23,73 dan 18,68 kDa. Dengan membandingkan profil protein sampel dan standar berdasarkan bobot molekul kolom 6 dan 7 adalah gelatin sapi

Kata kunci: Gelatin sapi, Gelatin Babi, Protein, Bobot Molekul SDS-PAGE, Pita Spesifik, Cangkang Kapsul Lunak.


(7)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT

Name : Hafit Mustollah

NIM : 1110102000002

Major : Pharmacy

Judul : Analysis of Protein Pork Gelatin and Bovine Gummy Vitamin C by Using SDS-PAGE Method (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

Gelatin as an ingredient manufacture of gummy is still a problems of a halal aspect because obtained from non-halal sources. The Main source of producing gelatin is collagen from the skin and bones of bovine and pork. This study aims to determine the protein profile pork gelatin and bovine gelatin using SDS-PAGE (Sodium Dodecy Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) method. The early stage of gelatine carried hydrolyzed using by pepsin at pH 4,5 with temperature 60°C for 1 hour. Gelatin hydrolizate were analyzed by SDS-PAGE respectively 10 μl into well gel. Then analysis of protein profiles standar bovine gelatin, pork gelatin standar, gummy bovine gelatin simulation, gummy pork gelatin simulation, sample A and sample B. Bovine gelatin protein profile showed specific band on the molecular weight 43,51 kDa, 32,66 kDa dan 16,14 kDa. As for the pork gelatin 37,10 kDa, 23,73 dan 18,68 kDa. Compared protein profiles of sample and standar based on the molecular weight of sixth and seventh column, asumption are bovine gelatin.


(8)

Puji dan syukur kepada Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Secara garis besar skripsi ini berisi tentang profil protein gelatin sapi, gelatin babi, dan gelatin gummy vitamin c berdasarkan bobot molekulnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. (hc) MK. Tadjudin, Sp.And Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Supandi, M.Si., Apt. dan Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing 1 dan 2 yang telah memberi pengarahan, nasehat serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Kedua Orang tua, Bapak Sarono dan Ibu Azaria yang selalu mendoakan

dan mendukung penulis.

5. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Dosen-dosen program studi Farmasi dan FKIK yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

8. Bapak Sandra Hermanto, M.Si., pihak Laboratorium Terpadu UIN Jakarta serta laboran laboratorium pangan (kakak prita dan kakak pipit) yang telah membantu dalam teknis penelitian.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan Farmasi angkatan 2010 yang sama-sama berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini.

10.Sahabat penelitian Chandra Liidansyah Hidayat yang bersama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan ini.


(9)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11.Pihak-pihak lain yang terlibat langsung maupun tidak dalam penelitian

ini yang namanya tidak dapat disebutkan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi hasil yang lebih baik di lain waktu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Ciputat, April 2016


(10)

(11)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... .... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ... iv

ABSTRAK... ... v

ABSTRACT... ... vi

KATA PENGANTAR... ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... .. ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Definisi Gelatin... ... 5

2.2 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin... ... 6


(12)

2.3 Aplikasi Gelatin dalam Industri Pangan dan Farmasi... ... 10

2.4 Protein... ... 11

2.4.1 Struktur Primer Protein... ... 12

2.4.2 Struktur Sekunder Protein... ... 13

2.4.3 Struktur Tersier Protein... ... 13

2.4.4 Struktur Quartener Protein ... 14

2.4.5 Marker Protein ... 14

2.5 Hidrolisis ... 14

2.6 Enzim Pepsin ... 16

2.7 Permen ... 18

2.7.1 Definisi Permen ... 18

2.7.2 Jenis Permen... 18

2.7.2.1 Permen Jelly ... 19

2.7.2.2 Taffy ... 19

2.7.2.3 Nougat ... 19

2.7.2.4 Karamel ... 20

2.7.2.5 Marshmallow ... 20

2.7.2.6 Permen Karet ... 20

2.7.3 Permen Jelly ... 21

2.7.4 Macam-macam metode analisa gelatin ... 22

2.7.5 Prinsip Umum Elektroforesis ... 29


(13)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.6.1 Medium Penyangga ... 29

2.7.6.2 Sampel ... 30

2.7.6.3 Buffer ... 31

2.7.6.4 Medan Listrik ... 31

2.7.7 SDS-PAGE ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

3.2 Bahan Penelitian... 38

3.3 Alat Penelitian. ... 39

3.4 Prosedur Penelitian... 39

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 39

3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE ... 39

3.4.3 Penyiapan Gel Elektroforesis ... 40

3.4.4 Pembuatan Simulasi Gummy Vitamin C ... 41

3.4.5 Ekstraksi Gelatin ... 42

3.4.6 Hidrolisis Gelatin ... 42

3.5 Elektroforesis ... 43

3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil SDS_PAGE ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... .. 45

4.1 Analisa Profil Protein dengan SDS-PAGE ... 45

4.2 Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ... 55

5.1 Kesimpulan ... 55


(14)

(15)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Asam Amino pada Gelatin setelah Hidrolisi... 9

Tabel 2. Penyiapan Gel Elektroforesis ... 40

Tabel 3. Nilai Log BM dan Rf Marker Protein ... 48


(16)

Halaman

Gambar 1. Struktur Kimia Kolagen dan Protein ... 10

Gambar 2. Struktur Primer Protein ... 13

Gambar 3. Struktur Sekunder Protein ... 13

Gambar 4. Struktur Tersier Protein ... 14

Gambar 5. Reaksi Hidrolisis Ikatan Peptida ... 15

Gambar 6. Struktur Intermediet Tetrahedral Oleh Pepsin ... 18

Gambar 7. Skema Alur Elektroforesis ... 32

Gambar 8. Konformasi Protein Sebelum dan Setelah Penambahan SDS ... 33

Gambar 9. Efek Penambahan SDS dan Merkaptoetanol pada Protein ... 34

Gambar 10. Senyawa Penyususun Poliakrilamida Polimerisasi “Crosslinking” ... 36

Gambar 11. Visualisasi Gel SDS ... 37

Gambar 12. Pembentukan Ikatan Peptida ... 45

Gambar 13 Gel Hasil Elektroforesis ... 47

Gambar 14. Kurva Regresi Linier Standar Marker Protein ... 49

Gambar 15. Hasil Elektroforesis Hermanto et al ... 50

Gambar 16. Pemotongan Pepsin ... 52


(17)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gelatin merupakan polipeptida yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang diekstraksi dari jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki sifat yang unik yakni dapat membentuk gel sehingga digunakan secara luas dalam makanan, industri kosmetik dan farmasi (Balti et al, 2010).

Industri gelatin umumnya menggunakan kulit dan tulang babi karena selain mudah dan murah untuk didapatkan, proses pembuatan dari kulit babi lebih cepat dan tidak memerlukan bahan yang banyak. Hal ini dikarenakan gelatin pada kulit babi jaringan ikatnya tidak terlalu kuat dibandingkan sapi, sehingga proses hidrolisis lebih mudah dan tidak membutuhkan zat penghidrolisis, zat penetral, dan zat pencuci yang terlalu banyak (Hana, 2011).

Dalam industri makanan, gelatin dapat ditemukan dalam produk seperti jelly, produk susu seperti yoghurt, es krim, ataupun marshmallow. Industri farmasi menggunakan gelatin sebagai kapsul (cangkang obat), dalam bentuk spons untuk mengobati luka, dan sebagai koloid untuk menambah plasma pada luka yang kehilangan banyak darah (Venien & Levieux, 2005).

Menurut data perusahaan gelatin multinasional, aplikasi penggunaan gelatin dalam industri pangan sebesar 60% dan non pangan 40%, dikontribusikan oleh gelatin yang bersumber dari babi sebanyak 40% dan sapi (termasuk tulang dan kulit) sebesar 60%. Pada industri pangan jumlah penggunaan gelatin yang disumbangkan oleh babi sebesar 27% dan dari sapi sebesar 33%. Sedangkan untuk industri farmasi yang menggunakan gelatin yang berasal dari babi sebesar 7% dan yang berasal dari sapi sebesar 12% (LPPOM MUI, 2010).


(18)

Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, isu ini tentu saja menimbulkan keresahan di masyarakat karena hal tersebut menyangkut masalah kehalalan pangan. Hal ini didasarkan atas Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al Ma’idah ayat 3 bahwa Allah mengharamkan mengkomsumsi bangkai, darah dan daging babi. Haramnya babi juga dijelaskan dalam Firman Allah QS. Al-baqarah ayat 173, QS. Al-An’am ayat 145, dan QS. An-Nahl ayat 115.

Salah satu produk berbasis gelatin yang perlu diwaspadai adalah gummy vitamin c. Dalam pembuatannya gummy vitamin c di tambahkan dengan gelatin yang berfungsi untuk mengatur konsistensi produk, mengatur daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur kelembutan dan daya lengket di mulut. Gummy vitamin c merupakan salah satu jenis permen lunak (soft candy) yang termasuk ke dalam jenis permen jelly. Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal.

Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Hermanto et al (2013), tentang perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode SDS-PAGE dengan terlebih dahulu menghidrolisis gelatin dengan menggunakan enzim pepsin dengan suhu 60oC dan pH 4,5 sebelum dianalisis. Hasil penelitian Hermanto et al (2013), mendapati adanya pita spesifik gelatin babi pada bobot molekul 28,6 kDa dan 36,8 kDa. Hasil ini dapat digunakan sebagai acuan pembeda gelatin sapi dan gelatin babi. Namun penelitian diatas dilakukan terbatas pada gelatin murni yang belum mengalami proses menjadi produk seperti gummy vitamin c. Berdasarkan ulasan yang telah dipaparkan diatas maka pada penelitian digunakan metode SDS-PAGE dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin sebelum dianalisa.

Pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi serta karakterisasi untuk mengetahui perbedaan kedua sumber gelatin tersebut. Identifikasi


(19)

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilakukan dengan membandingkan profil gelatin sapi dan babi pada sampel setelah di hidrolisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Metode SDS-PAGE merupakan salah satu metode yang mampu untuk melihat perbedaan gelatin sapi dengan gelatin babi dengan teknik pemisahan komponen atau molekul berdasarkan tingkat migrasinya, selain SDS-PAGE terdapat juga beberapa metode yang mampu menganalisi gelatin babi dan gelatin sapi seperti FTIR, HPLC, LC-MS, ELISA. Kelebihan yang dimiliki SDS-PAGE dalam menganalisis profil protein yaitu metode ini dapat memberikan informasi tentang berat molekul protein, struktur subunit protein dan tingkat kemurnian protein, metode ini juga relatif mudah digunakan dan reprodusible (Garfin David E, 2003). Selain itu metode ini sudah lazim digunakan untuk analisa protein, relatif murah, penyiapan sampel sederhana dan membutuhkan sedikit sampel untuk dianalisa. (Frank, 1993).

Ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein dapat diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim pemecahan ikatan peptida dalam kondisi asam atau basa kuat merupakan proses hidrolisis kimia dan pemecahan ikatan peptida menggunakan enzim merupakan proses hidrolisis biokimia reaksi hidrolisis peptida akan menghasilkan produk reaksi yang berupa satu molekul dengan gugus karboksil dan molekul lainnya memiliki gugus amina (Juniarso et al, 2007).

Metode hidrolisis yang digunakan adalah hidrolisis enzimatik. Dalam penelitian ini digunakan enzim pepsin untuk menghidrolisis gelatin. Pemilihan pepsin sebagai biokatalisator dikarenakan pepsin dapat menghidrolisis kolagen, yang merupakan suatu protein fiber yang sukar larut dalam air (Hernawati, 2008).

Selain itu, pepsin memiliki sisi pemotongan spesifik pada ikatan peptida fenilalanin dan glutamat dimana komposisi asam amino ini pada gelatin babi dua kali lebih banyak dibandingkan gelatin sapi (Hafidz et al, 2011). Oleh karena itu, pepsin diharapkan dapat menghidrolisis gelatin


(20)

pada sisi asam amino fenilalanin dan glutamat sehingga menghasilkan fragmen gelatin dengan bobot molekul yang relatif berbeda.

Dari hasil analisis SDS-PAGE diharapkan perbedaan profil gelatin dari kedua sumber yang berbeda dapat diidentifikasi berdasarkan perbedaan bobot molekulnya.

1.2 Perumusan Masalah

Pada penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah :

1. Apakah profil protein gelatin sapi dan babi hasil hidrolisis enzim dapat dibedakan dengan menggunakan metode SDS-PAGE?

2. Bagaimana profil protein hidrolisat gelatin pada gummy vitamin c hasil analisi SDS-PAGE berdasarkan karakteristik bobot molekulnya? 3. Apakah metode SDS-PAGE mampu menentukan sumber gelatin pada

gummy vitamin c? 1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi sumber gelatin yang digunakan pada gummy vitamin c berdasarkan perbedaan bobot molekul fragmen protein hasil analisis SDS-PAGE setelah dihidrolisis dengan pepsin.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi secara ilmiah pendahuluan tentang karakter profil protein dari gelatin sapi dan babi yang terdapat pada gummy vitamin c agar dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan metode analisa kehalalan produk pangan lebih lanjut.


(21)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gelatin

Gelatin berasal dari bahasa latin “gelatus” yang berarti kaku atau beku. Gelatin adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit, jaringan ikat dan tulang hewan (Anonim, 1995). Gelatin merupakan produk hidrolisis yang tidak pernah ditemukan secara langsung di alam karena hanya dapat diperoleh dari hasil hidrolisis parsial kolagen. Pembuatan gelatin merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dan dibuang di rumah pemotongan hewan (Balti et al, 2010).

Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin dapat dikategorikan dalam 2 prinsip dasar yaitu cara alkali dan asam :

1. Gelatin Tipe A, dihasilkan dengan proses asam dari bahan baku kolagen dan memiliki titik isoelektrik pada pH 7 – 9. Tipe A ini umumnya diperoleh dari kulit babi, tapi ada juga beberapa pabrik yang menggunakan bahan dasar tulang. Kulit dari babi muda tidak memerlukan penanganan alkalis yang intensif karena jaringan ikatnya belum kuat terikat. Untuk itu disini cukup direndam dalam asam klorida encer (HCl) selama sehari, dinetralkan, dan setelah itu dicuci berulang kali sampai asam dan garamnya hilang.

2. Gelatin Tipe B, dihasilkan melalui proses basa atau alkali dan memiliki titik isoelektrik pada pH 4,8 - 5,2. Bahan dasarnya dari kulit tua (keras dan liat) maupun tulang ruminasia. Mula-mula bahan diperlakukan dengan proses pendahuluan yaitu direndam beberapa minggu/bulan dalam kalsium hidroksida, maka dengan ini ikatan jaringan kolagen akan mengembang dan terpisah/terurai. Setelah itu bahan dinetralkan dengan asam sampai bebas alkali, dicuci untuk menghilangkan garam yang terbentuk (Poppe, 1992).


(22)

Gelatin adalah istilah umum untuk campuran fraksi protein murni yang dihasilkan baik dengan hidrolisis parsial asam (gelatin tipe A) atau dengan hidrolisis parsial basa (gelatin tipe B) dari kolagen hewan yang diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (hide), kulit babi, dan kulit ikan. Gelatin mungkin juga campuran dari kedua jenis. Fraksi protein terdiri hampir seluruhnya dari asam amino bergabung oleh ikatan amida untuk membentuk polimer linier, yang bervariasi dengan berat molekul dari 20.000-200.000 (Rowe et al, 2009).

Dalam Formula Nasional, gelatin merupakan produk yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen berasal dari kulit, jaringan hubung, dan tulang hewan (GMIA, 2012, h. 4). Gelatin juga merupakan zat yang bersifat amfoter yang mempunyai gugus asam (karboksil) dan gugus basa (amino, guanidin). Gelatin tersusun dari 50,5% karbon; 6,8% hidrogen; 17% nitrogen dan 25,2% oksigen. Gelatin mengandung 8-13% kelembapan, berat jenis gelatin 1,3-1,4 gram/cm (GMIA, 2012). Gelatin tipe A umumnya berasal dari kulit babi yang memiliki titik isoelektrik pada pH yang lebih tinggi (7.0 – 9.0) dari pH isoelektrik gelatin tipe B (4.7

– 5.2). Gelatin tipe B biasanya bersumber dari kulit jangat sapi dan tulang sapi. Sedangkan gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A.

2.2 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin

Gelatin memiliki pemerian lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus; kuning lemah atau cokelat terang, warna bervariasi tergantung ukuran partikel.larutannya berbau lemah seperti kaldu. Jika kering stabil di udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab atau dalam bentuk cairan. Gelatin tipe A menunjukkan titik isoelektrik antara pH 7 dan pH 9; gelatin tipe B menunjukkan titik isoelektrik antara pH ,7 dan pH 5,2 (Carr et al,1995).

Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen hewan. Gelatin merupakan protein (larut dalam air panas) yang mempunyai berat molekul tinggi. Berat molekul gelatin secara umum berkisar antara 20.000-200.000 Da. Gelatin mengembang dan melunak


(23)

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ketika direndam dalam air dingin, secara bertahap menyerap air 5 sampai 10 kali beratnya. Gelatin praktis tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol, dan methanol. Larut dalam gliserin, asam, dan alkalis, dalam asam kuat dan basa dapat menyebabkan pengendapan. Gelatin larut dalam air diatas 40°C membentuk larutan koloid dan membentuk gel pada pendinginan 35 - 40°C (Rowe et al, 2009).

Pada konsetrasi larutan 1% w/v pada suhu 25°C (dapat dipengaruhi sumber gelatin) Gelatin Tipe A dan B memiliki keasaman dan alkalinitas berbeda. Tipe A pH = 3,8 – 5,5 dan tipe B 5,0 – 7,5. Gelatin tipe A memiliki massa jenis 1,32 g/cm3 dan gelatin tipe B memiliki massa jenis 1,28 g/cm3. Gelatin tipe A memiliki titik isoelektrik 7,0 – 9,0 dan gelatin tipe B memiliki titik isoelektrik 4,7 – 5,4. Memiliki kadar air 9 -11% (Rowe dkk, 2009).

2.2.1 Kelarutan (Solubility)

Gelatin praktis tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter, dan metanol. Larut dalam gliserin, asam, dan alkalis, meskipun asam kuat atau basa. Di dalam air, gelatin mengembang dan lembut, secara bertahap menyerap antara lima dan 10 kali berat air itu sendiri. Gelatin larut dalam air di atas 40oC, membentuk larutan koloid, untuk pembentukan gel pada pendinginan 35-40oC.

Dalam aplikasinya secara komersial, gelatin dikonsumsi dalam bentuk larutan. Gelatin larut dalam air, asam asetat, larutan cair dari alkohol polihidrik seperti gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan manitol, penggunaannya bertujuan untuk mendapatkan sifat keras dari lapisan film gelatin. Kekentalan larutan gelatin cair meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan menurun dengan peningkatan suhu (Tahmid, 2005).

2.2.2 Kekuatan Gel

Penggunaan gelatin yang paling umum adalah pembentukan gel yang dapat balik dalam larutan cair, sebagai contoh, produk selai makan.


(24)

air”, sebagai contoh, pada daging babi yang dikalengkan, gelatin

ditambahkan pada kaleng sebelum dimasak. Pada pemasakan, tetesan yang muncul dari daging diserap oleh gelatin dan nampak sebagai gel ketika kaleng dibuka.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa gelatin dengan berat molekul yang lebih rendah memiliki larutan dengan kekuatan gel dan kekentalan yang lebih rendah (BM 100 kDa dan kekuatan gel = 364 g Bloom) serta komponen dengan berat molekul yang lebih tinggi (BM 200-300 kDa) memberikan kontribusi yang relatif rendah terhadap kekuatan gel tetapi berkontribusi tinggi terhadap kekentalannya. Kekuatan dari gel diperkirakan sebanding dengan konsentrasi gelatin. Kekuatan gel dapat

ditentukan dengan menggunakan metode Gόmez-Guillèn et al (2010) menggunakan analisa tekstur Model TATX2 (Balti et al, 2010).

2.2.3 Struktur Kimia Gelatin

Gelatin tersusun dari 18 asam amino yang saling terikat, terdiri dari tirosin sebesar 0,2% dan glisin mencapai 30,5%. Lima asam amino yang ada umumnya meliputi glisin 26,4% - 30,5%; prolin 14,8 – 18%; hidroksiprolin 13,3% - 14,5%; asam glutamat 11,1% - 11,7%; dan alanin 8,6% - 11,3%. Asam amino lainnya terdapat dalam jumlah sedikit meliputi arginin, asam aspartat, lisin, serin, leusin, valin, fenilalanin, treonin, isoleusin, hidroksilisin, histidin, metionin dan tirosin (Grobben et al, 2004).


(25)

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 1. Asam Amino yang terdapat pada Gelatin setelah Hidrolisis

Asam amino Berat (%) Asam amino Berat (%)

Alanin 11,0 Lisin 4,5

Arginin 8,0 Metionin 0,9

Asam Aspartat 6,7 Fenilalanin 2,2

Asam Glutamat 11,4 Prolin 16,4

Glisin 27,5 Serin 4,2

Histidin 0,78 Treonin 2,2

Hidroksiprolin 14,1 Tirosin 0,3

Leusin dan

Isoleusin

5,1 Valin 2,6

Sumber: Divisi Gelatin PT Samwoo Indonesia (2004)

Susunan asam amino gelatin berupa triplet peptida, yaitu Glisin-X-Y, dimana X umumnya adalah asam amino prolin dan Y umumnya adalah asam amino hidroksiprolin. Senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin dan glisin-prolin-hidroksiprolin yang bergabung membentuk rangkaian polipeptida (Viro, 1992).

Susunan gelatin menunjukkan seperti rantai polimer acak, dimana gel yang terbentuk diperkirakan mengandung sebanyak 70% rantai heliks. Molekul lainnya yang tersisa membentuk struktur non heliks berikatan dengan wilayah struktur heliks dalam satu matriks. Struktur gel merupakan kombinasi dari jaringan ikat antara rantai halus dan kasar, perbandingannya tergantung suhu selama interaksi polimer-polimer dan polimer-pelarut untuk membentuk ikatan. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 1.


(26)

Gambar 1. Struktur Kimia Kolagen dan Gelatin

2.3 Aplikasi Gelatin dalam Industri Pangan dan Farmasi

Gelatin merupakan bahan pangan yang sudah lama digunakan secara luas pada produk pangan. Gelatin tidak memiliki rasa dan memiliki sifat gel yang sempurna, sehingga dapat digunakan sebagai penstabil, pengikat, dan pengemulsi yang menjadikannya sebagai bahan pangan yang ideal. Sebagai bahan pangan, gelatin memiliki keunikan dalam hal kemampuannya untuk menstabilkan busa, suatu yang dibutuhkan pada berbagai macam produk permen dan hidangan pencuci mulut yang diinginkan dan juga pada produk krim (Tahmid, 2005).

Gelatin banyak digunakan di berbagai industri termasuk bahan makanan sebagai pembentuk gel, agen pembentuk busa, pengental, plasticizer, emulsifier, dan memperbaiki tekstur. Gelatin banyak digunakan dalam produk susu dan roti terutama pada es krim, yogurt, keju dan kue. Selain itu gelatin juga digunakan dalam industri makanan lain seperti cokelat, es krim, marshmallow, permen, permen karet, mentega, dan sosis. Dalam produk kebugaran, gelatin banyak digunakan karena


(27)

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mudah dicerna, rendah kalori dan tidak mengandung kolesterol (Sahilah et al, 2012).

Penggunaan gelatin dalam industri pangan misalnya, produk jeli, di industri daging dan susu dan dalam produk low fat food supplement. Pada industri non-pangan gelatin digunakan misalnya pada industri pembuatan film foto. Pada bidang farmasi banyak menggunakan gelatin dalam pembuatan kapsul lunak maupun keras dan sebagai bahan pengikat dalam sediaan tablet (Tahmid, 2005).

2.4 Protein

Protein adalah makromolekul yang secara spesifik dan fungsional kompleks yang melakukan beragam peran penting. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004).

Ada empat tingkat struktur dasar protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener. Untuk mengetahui jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam protein dapat dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa tahap, penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri, pemecahan ikatan antara rantai polipeptida tersebut, pemecahan masing – masing rantai polipeptida, dan analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida (Poedjiadi, 1994).

Pada rantai polipeptida terdapat banyak gugus >C=O dan gugus >N-H. Kedua gugus ini dapat berikatan satu dengan yang lain karena terbentuknya ikatan hidrogen antara atom oksigen dari gugus >C=O dengan atom hidrogen dari gugus >N-H. Apabila ikatan hidrogen ini terbentuk antara gugus – gugus yang terdapat dalam satu rantai polipeptida, maka akan terbentuk struktur heliks (Poedjiadi, 1994).

Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida

atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks


(28)

berlipat (pleated sheet structure). Ada dua bentuk lembaran berlipat, yaitu bentuk paralel dan bentuk anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai polipeptida yang berikatan mealui ikatan hydrogen itu sejajar dan searah, sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptida berikatan dalam posisi sejajar tetapi berlawanan arah (Poedjiadi, 1994).

Struktur tersier, menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan atau gulungan, dan dengan demikian membentuk struktur yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan dengan oleh adanya beberapa ikatan Antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein (Poedjiadi, 1994).

Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit – unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan (Poedjiadi, 1994).

2.4.1 Struktur Primer Protein

Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein Poedjiadi, 1994). Struktur primer protein menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam suatu protein. Urutan asam amino selalu dituliskan dari gugus terminal amino ke gugus terminal karboksil. Struktur 3 dimensi protein tersusun dari struktur sekunder, tersier dan kuartener. Faktor yang menentukkan untuk menjaga atau menstabilkan ketiga tingkat struktur tersebut adalah ikatan kovalen yang terdapat pada struktur primer (Fatchiyah et al, 2011).


(29)

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2. Struktur primer protein

(Sumber: http://sciencebiotech.net)

2.4.2 Struktur Sekunder Protein

Struktur sekunder dibentuk karena adanya ikatan hidrogen antara hidrogen amida dan oksigen karbonil dari rangka peptida. Struktur sekunder utama meliputi α– heliks dan β– sheet (Fatchiyah et al., 2011).

Gambar 3. Struktur sekunder protein (Sumber: http://sciencebiotech.net)

2.4.3 Struktur Tersier Protein

Struktur tersier menggambarkan rantai polipeptida yang mengalami folded sempurna. Beberapa polipeptida folded terdiri terdiri dari beberapa protein globular yang berbeda yang digabungkan oleh residu asam amino. Unit tersebut dinamakan domain. Struktur tersier distabilkan oleh interaksi antara gugus R yang terletak tidak bersebelahan pada rantai polipeptida. Pembentukkan struktur tersier membuat struktur primer dan sekunder menjadi saling berdekatan (Biologi Molekular, Fatchiyah, dkk H99).


(30)

Gambar 4. Struktur tersier protein (Sumber: http://sciencebiotech.net)

2.4.4 Struktur Quartener Protein

Struktur kuartener melibatkan asosiasi dua atau lebih rantai polipeptida yang membentuk multisubunit atau protein oligomerik. Rantai polipeptida penyusun protein oligomerik dapat berbeda atau sama (Fatchiyah, 2011).

2.4.5 Marker Protein`

Marker protein adalah campuran dari marker protein murni yang digabungkan secara kovalen dengan pewarna biru yang dapat diuraikan menjadi 8 pita saat dielektroforesis. Konsentrasi protein diseimbangkan secara hati – hati pada tiap intensitas. Kopling kovalen dari pewarna untuk protein mempengaruhi sifat elektroforesis (pemisahan) dalam gel SDS-PAGE terhadap tiap protein (Laemmli, 1970). Pita marker protein digunakan sebagai pembanding utama dari protein yang dianalisa (Mannuchi et al, 1998).

2.5 Hidrolisis

Hidrolisis berasal dari kata hydro yang berarti air dan lysis yang berarti penguraian. Jadi hidrolisis adalah reaksi penguraian dengan air. Dalam hal ini adalah proses kimia dimana suatu molekul terurai menjadi bagian tertentu dengan penambahan sebuah molekul air. Salah satu


(31)

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta fragmen dari substrat mengikat sebuah ion hidrogen (H+) dari molekul air dan fragmen yang lain menerima elektron dari ion hidroksil (OH-).

Namun, dalam kondisi normal, hanya sedikit reaksi antara air dan senyawa organik yang terjadi. Umumnya, asam kuat atau basa kuat harus ditambahkan untuk mencapai hidrolisis dimana air tidak berpengaruh. Asam dan basa ini dianggap sebagai katalis yang dimaksudkan untuk mempercepat reaksi.

Dalam sistem kehidupan, sebagian besar merupakan reaksi biokimia, termasuk hidrolisis ATP yang berlangsung dengan bantuan katalis enzim. Kerja katalitik enzim memungkinkan proses hidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Misalnya, enzim protease merupakan enzim yang membantu pencernaan dengan menghidrolisis ikatan peptida pada protein (Freifelder, 1987).

Berikut adalah reaksi hidrolisis ikatan peptida dalam suasana asam:


(32)

2.6 Ezim Pepsin

Pepsin adalah kelompok enzim protease yang memecah ikatan pada rantai peptida. Pepsin memiliki nomor EC 3.4.23.1 dengan nama pepsin A. Penomoran ini menunjukkan klasifikasi untuk enzim berdasarkan reaksi kimia yang dikatalisasi. EC 3 menunjukkan enzim golongan hidrolase yang bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. EC 3.4 menunjukkan reaksi hidrolisis yang terjadi adalah pada ikatan peptida (NC-IUBMB, 2012).

Pepsin terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim ini dihasilkan oleh sel-sel utama lambung dalam bentuk pepsinogen, yaitu calon enzim yang belum aktif. Nama umum untuk calon enzim ialah zimogen. Pepsinogen ini diubah kemudian menjadi pepsin yang aktif dengan adanya asam HCl, sedangkan pepsin yang terjadi dapat menjadi katalis dalam reaksi perubahan pepsinogen menjadi pepsin (otokatalis) (Poedjiadi, 1994).

Pepsinogen HCl Pepsin

Pepsinogen mempunyai bobot molekul sebesar 42.500 Da, sedangkan bobot molekul pepsin ialah 34.500 Da. Ini berarti bahwa pada proses pengaktifan pepsinogen menjadi pepsin ada bagian molekul pepsinogen yang terpisah. Dengan terpisahnya sebagian molekul pepsinogen tersebut, terbentuk pepsin yang aktif. Jadi bagian yang terpisah itu semula mentupi bagian aktif enzim. Dengan terbentuknya bagian aktif enzim, maka dapat terjadi kontak antara substrat dengan enzim, sehingga terbentuk kompleks enzim-substrat yang lebih lanjut akan membentuk hasil reaksi (Poedjiadi, 2007).

Pepsin merupakan katalis untuk reaksi hidrolisis protein dan membentuk polipeptida yang lebih kecil daripada protein. Pemecahan molekul protein oleh pepsin ini terjadi dengan memutuskan ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam amino aromatik (fenilalanin,


(33)

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tirosin, triptofan), hidrofobik (leusin, isoleusin, metionin) atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat) (Poedjiadi, 2007).

Pusat aktif dari pepsin mengandung dua residu asam aspartat. Pertama, yang merupakan bagian dari urutan Ile-Val-Asp -Thr-Gly-Thr-Ser-Leu dan yang kedua merupakan bagian dari urutan Ile-Val-Asp -Thr-Gly-Ser-Ser-Asn (Al-Janabi et al, 1972).

Enzim ini memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif pada pH di atas 6. Enzim pepsin merupakan golongan dari enzim endopeptidase, yang dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida pada bagian tengah sepanjang rantai polipeptida dan stabil pada pH 2-5. Enzim ini dihasilkan dalam bentuk pepsinogen yang belum aktif di dalam getah lambung. Pepsin berada dalam keadaan inaktif sempurna pada keadaan netral dan alkalis (Del valle, 1981).

Sisi aktif dari residu asam aspartat ini terdiri dari Asp32 dan Asp215 dengan adanya molekul air. Secara umum, reaksi katalis oleh pepsin seperti reaksi asam basa dalam molekul air. Residu Asp215 bertindak sebagai basa yang mengikat proton dalam air dan secara bersamaan molekul air menyerang kabon karbonil sedangkan residu Asp32 memberikan bantuan elektrofilik pada oksigen karbonil menghasilkan intermediet tetrahedral yang dapat memutuskan nitrogen pada ikatan peptida yang memperoleh proton dari pelarut sehingga Asp215 dapat memberikan kembali proton yang telah diikat saat penyerangan oleh molekul air. Gugus amina akan menjadi leaving group menghasilkan amina dan karboksil (Dunn, 2001). Reaksi katalis pepsin terhadap substrat terlihat pada Gambar 6.


(34)

Gambar 6. Struktur intermediet tetrahedral oleh pepsin.

Keterangan: Atom oksigen 1 diperoleh dari molekul air yang menyerang gugus karbonil dari substrat dan atom oksigen 2 adalah gugus karbonil substrat. Asp215 mengikat proton dari molekul air dan Asp32 mendonorkan proton pada karbonil (Sumber: Dunn, 2001).

2.7 Permen

2.7.1 Definisi Permen

Permen adalah gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan mencampurkan gula dengan konsentrasi tertentu ke dalam air yang kemudian ditambahkan perasa dan pewarna. Permen yang pertama kali dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah, Mesir, Yunani dan Romawi tidak menggunakan gula tetapi menggunakan madu. Mereka menggunakan madu untuk melapisi buah atau bunga untuk mengawetkannya atau membuat bentuk seperti permen (Toussaint dan Maguelonne 2009).

2.7.2 Jenis Permen

Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras dan permen lunak. Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan


(35)

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah. Sementara definisi permen lunak menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, bertekstur relatif lunak atau menjadi lunak jika dikunyah.

Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis permen, permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen. Permen yang tergolong sebagai permen lunak diantaranya :

2.7.2.1 Permen Jelly

Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karegenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas.

2.7.2.2 Taffy

Taffy adalah permen lunak dan kenyal yang dibuat dari gula mendidih yang ditarik hingga porous kemudian benang tipis taffy dipotong dan digulung pada gulungan kertas minyak. Taffy terbuat dari molases, mentega, dan gula palm (brown sugar). Taffy sering diberi pewarna dan perasa. Di Inggris, taffy disebut toffy, sedikit lebih keras dibandingkan taffy di Amerika (Kimmerle 2003).

2.7.2.3 Nougat

Nougat popular di Eropa khususnya Prancis, Spanyol, dan Italia. Nougat adalah permen yang terbuat dari kacang panggang (kenari atau hazelnut) dan buah kering yang dimasak dalam madu atau gula hingga membentuk pasta. Ada dua macam nougat yaitu putih dan cokelat. Nougat


(36)

putih dibuat dari putih telur yang dikocok sampai halus, sedangkan nougat cokelat terbuat dari gula yang menjadi karamel dan memiliki tekstur keras. (Kimmerle 2003).

2.7.2.4 Karamel

Karamel ditemukan di Arab. Awalnya karamel adalah gula hangus yang digunakan oleh para putri untuk perontok rambut bukan sebagai permen. Karamel dihasilkan saat gula dipanaskan pada suhu sekitar 320-350°C sehingga menjadi cairan kental dengan warna keemasan hingga coklat gelap. Penambahan vanila, sirup jagung, mentega, dan susu menghasilkan permen yang lengket dan berawarna coklat (Kimmerle 2003).

2.7.2.5 Marshmallow

Marshmallow adalah jenis permen yang memiliki tekstur seperti busa. Marshmallow terbuat dari sirup jagung, gelatin atau putih telur, gula, dan pati yang dicampur dengan tepung gula. Marshmallow pada skala pabrik dibuat dengan mesin ekstrusi. Marshmallow sering dimakan setelah dipanggang di atas api sehingga bagian luar marshmallow mengalami karamelisasi sedangkan bagian dalam sedikit mencair (Kimmerle 2003). 2.7.2.6 Permen Karet

Permen karet (chewing gum) merupakan yang pada dasarnya terbuat dari lateks alami atau sintetis yang dikenal dengan nama poliisobutilen (Hendrickson 1976). Permen karet pertama yang dijual di pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun 1800-an tetapi paten pertama dari permen karet dimiliki oleh William F. Semple pada tahun 1869. Permen karet (chewing gum) memiliki banyak macam varietas, yaitu :

1. Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam gum ball machinesdan terdiri dari berbagai warna.


(37)

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik

unik yaitu dapat ditiup.

3. Sugarfree gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis buatan.

4. Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen konvensional dengan permen karet.

5. Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi tertentu, misalnya Nicogum yang membantu mengatasi kecanduan perokok dan Vibe Energy Gum yang mengandung kafein, ginseng, dan teh hijau.

2.7.3 Permen Jelly

Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Permen jelly harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging merupakan proses penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai karakter produk yang diinginkan. Permen lunak yang diproduksi di Indonesia termasuk permen jelly harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 3547-2-2008.

Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan gel yang digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet sedangkan jelly agar-agar bersifat lunak dan agak rapuh. Pektin menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar, tetapi gelnya lebih baik pada pH rendah, sedangkan karagenan mengasilkan gel yang bersifat larut air (Buckle et al, 1987).

Permen jelly tergolong sebagai pangan semi basah. Pangan semi basah adalah produk pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan satu atau lebih perlakuan, dapat dikonsumsi secara langsung tanpa penyiapan dan stabil (mengawetkan dengan sendirinya) selama beberapa


(38)

bulan tanpa perlakuan panas, pembekuan, ataupun pendinginan, melainkan dengan melakukan pengesetan pada formula yaitu meliputi kondisi pH, senyawa aditif dan terutama aw yang berkisar antara 0.6 sampai 0.85 (diukur pada suhu 25oC) (Muchtadi, 2008). Pemen jelly sebagai pangan semi basah memiliki umur simpan 6- 8 bulan bila ditempatkan dalam stoples & 1 tahun jika kemasannya belum dibuka.

Permen jelly memiliki kecendrungan menjadi lengket karena sifat higroskopis dari gula pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan bahan pelapis. Permen jelly umumnya memerlukan bahan pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung gula. Pelapisan ini berguna untuk membuat permen tidak melekat satu sama lain dan juga untuk menambah rasa manis (Kemenristek, 2010).

2.7.4 Macam-macam metode yang digunakan untuk analisa gelatin

A. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infared Spectroscopy)

Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analisa yang tersedia bagi para ilmuwan saat ini. Spektroskopi FTIR merupakan suatu teknik yang didasarkan pada vibrasi atom dalam suatu molekul. Spektrum dihasilkan melalui pelewatan sinar inframerah pada sampel uji dan kemudian dilanju tkan dengan penentuan fraksi dalam molekul yang menyerap sinar tersebut pada tingkatan energi tertentu. Energi pada tiap puncak dalam spektrum absorbsi yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari mbagian senyawa dari sampel tersebut. Keuntungan analisa menggunakan alat ini adalah dapat menguji semua bentuk sampel berupa cairan, larutan, pasta, serbuk ataupun gas.

Infra Red (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah infra merah dengan materi. Spektra Infra Red dari suatu senyawa memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Spektra IR biasa dihasilkan dengan mengukur absorpsi radiasi di daerah IR. Analisa Infra Red lebih banyak digunakan untuk analisa bahan-bahan organik, tetapi kadang-kadang juga untuk molekul poliatomik anorganik atau


(39)

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta organometalik. Proses instrument spektroskopi FTIR diantaranya adalah

1. Sumber energi : energi infra merah dipancarkan dari sebuah sumber yang disebut glowing black-body. Sinar ini kemudian melewati celah yang dapat mengontrol jumlah energi yang mengenai sampel.

2. Interferometer : sinar memasuki interferometer dimana spectral encoding berlangsung. Sinar tersebut nantinya akan diubah menjadi sinyal interferogram yang kemudian akan keluar dari interferometer.

3. Sampel : sinar memasuki ruang sampel, sinar ini akan diteruskan atau dipantulkan oleh permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis yang diinginkan.

4. Detektor : sinar diteruskan ke detektor untuk pengukuran akhir. Detektor yang digunakan secara khusus dirancang untuk mengukur sinyal interferogram khusus.

5. Komputer : sinyal yang diukur didigitalkan dan dikirim kekomputer dimana Fourier transformasi berlangsung. Spektrum inframerah terakhir ini kemudian disajikan kepada pengguna untuk interpretasi.

Untuk ahli kimia organik, fungsi utama dari spektroskopi IR adalah untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus fungsional. Dengan adanya interferometer dan penggunaan laser sebagai sumber radiasi serta komputer untuk memproses data, maka metode pengukuran dengan spektroskopi IR berkembang dengan adanya metode baru yaitu FTIR (Fourier Transform Infa Red). Dengan metode ini spektroskopi IR dapat menyerap radiasi hingga frekuensi 4000-400 cm-1. Perbedaan antaraspektroskopi FTIR dengan spektroskopi IR adalah pada pengembangan sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel.


(40)

Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul diatomik homonuklear seperti O2, N2 dan H2. Spektra IR dari molekul poliatomik relatif kompleks karena adanya beberapa kemungkinan transisi vibrasi, adanya overtone dan perubahan pita. Namun demikian pita absorpsi untuk beberapa gugus fungsi tertentu cukup tajam dan karakteristik.Keseluruhan spektra IR dari satu molekul tertentu adalah karakteristik sehingga sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar terjadi peresapan radiasi inframerah yaitu :

a) Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi.

b) Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama deng an frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap.

c) Proses absorpsi (spectra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan.

ATR adalah peralatan dimana sampel ditempatkan dipermukaan kontak dengan elemen ATR (ZnSe kristal, 45o ujung). ATR digunakan untuk sampel yang menggunakan pelarut air seperti gelatin. Kelebihan menggunakan ATR yaitu sensitifitasnya tinggi, tidak memerlukan preparasi sampel dan dapat meningkatkan reprodusibilitas antar sampel.

B. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Analisis asam amino merupakan metode penentuan komposisi asam amino atau kandungan protein dan peptida. Untuk mengidentifikasi adanya asam amino, terlebih dahulu kita perlu menghidrolisis ikatan amin dengan sempurna untuk memperoleh asam amino dalam keadaan bebas, kemudian kita memisahkan, mengidentifikasi dan menghitungnya. Hidrolisis dapat ilakukan pada


(41)

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kondisi asam dan basa yang kuat, atau menggunakan enzim spesifik untuk memperoleh asam amino (Bailey ,1990 ).

Pada hidrolisis asam unsur yang diperlukan adalah HCl 6M, suhu 110oC dan waktu 24 jam. Reaksinya biasanya dilakukan ditabung kaca yang tertutup. Sementara itu pada hidrolisis basa, ikatan amida dapat diputus dengan perlakuan terhadap peptida menggunakan NaOH 2M pada 100oC. Hidrolisis basa menghasilkan destruksi arginin, sistein, serin dan treonin. Selain itu adapula hidrolisis enzim. Peristiwa ini terjadi didalam tubuh. Untuk menghancurkan makanan, perut memiliki enzim dengan kadar tertentu yang dapat dikatalisasi untuk memotong ikatan peptida yang dikenal sebagai peptidase. Aminopeptidase bekerja cepat dan efisien dalam hidrolisis ikatan peptida sekaligus memotong suatu residu asam amino mulai dari ujung N.Tahap selanjutnya, yaitu pemisahan. Pemisahan yang umum dilakukan adalah dengan cara kromatografi. Diantara teknik kromatografi yang dapat dilakukan untuk pemisahan yaitu kromatografi penukar ion, kromatografi kertas, dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Bailey ,1990 ).

Kromatografi penukar ion umumnya sangat efisien dalam memisahkan campuran asam amino. Metode ini menggunakan kolom penukar ion secara paralel dengan metode deteksi ninhidrin yang hasilnya reprodusibel sehingga teknik ini sangat banyak digunakan dalam pemisahan dan analisis campuran asam amino. Kromatografi kertas digunakan dalam pemisahan asam amino berdasarkan fakta bahwa gugus selulosa kertas memiliki afinitas kuat terhadap molekul air ,yang terbentuk oleh ikatan hidrogen dengan gugus OH pada rantai polisakarida. Jika asam amino tidak dapat dipisahkan dengan sempurna dengan kromatografi kertas sederhana,maka kromatogram dua dimensi dapat digunakan.

Kromatografi merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat memisahkan dua atau tiga komponen dalam suatu campuran. HPLC atau biasa disebut Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. KCKT


(42)

merupakan salah satu teknik kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik KCKT didasarkan pada pengukuran luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas/area standar. Pada prakteknya, pembandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan satu standar. Oleh karena itu, maka pembandingan dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut dengan bantuan pompa, fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor, cuplikan dimasukkan kedalam fasa gerak dengan penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan kepolaran, dimana terdapat fase gerak dan fase diam. Fase gerak berupa zat cair yang disebut eluen atau pelarut, sedangkan fase diam berupa silika gel yang mengandung hidrokarbon (Pare J.R.J., & Belanger, J.MR, 1997). Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen


(43)

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukan sampel,kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam.

KCKT banyak digunakan untuk analisis asam amino karena analisa memerlukan waktu yang singkat dan memberikan hasil yang tepat dan teliti. Untuk mendeteksi asam amino dapat digunakan detektor UV atau detektor fluoresen. Akan tetapi kebanyakan asam amino tidak mempunyai serapan baik didaerah ultraviolet atau didaerah visibel. Dalam hal ini asam amino harus diderivatisasi terlebih dahulu supaya membentuk derivat yang dapat menyerap cahaya UV, tampak, atau berfluoresensi (Rediatning & Kartini 1987, h. 2-3).

Tujuan dari derivatisasi pada HPLC untuk meningkatkan deteksi, mengubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak kromatogram yang lebih baik, mengubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik, dan menstabilkan analit yang sensitif. Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yaitu produk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofotometri, proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100%), produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi, serta sisa pereaksi untuk derivatisasi tidak mengganggu ketika pemisahan pada kromatografi ( Abdul Rohman et al., 2007 ).

Ada dua macam derivatisasi yaitu derivatisasi pascakolom dan derivatisasi prakolom. Beberapa metode menggunakan pacakolom derivatisasi di mana asam amino yang dipisahkan pada kolom pertukaran ion diikuti dengan derivatisasi dengan ninhidrin, o-phthalaldehyde. Pada

derivatisasi pascakolom, pemisahan asam amino berdasarkan pertukaran ion antara gugus amino yang terprotonasi dengan ion Na+


(44)

dari resin penukar kation (R-SO3-NA+) pada pH rendah. Pendekatan lain adalah untuk derivatisasi asam amino sebelum pemisahan pada kolom HPLC fase terbalik seperti fenil isothiosianat; 6-amino-quinolil-N-hidroksisuccinimidil karbamate; 9-fluorenil metil kloroformate (Cooper et al.,vol. 159). Pada kromatografi fase terbalik, silika non polar dimodifikasi melalui perlekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang berupa atom karbon 8 atau 18 dan menggunakan pelarut polar berupa campuran air dan alkohol seperti metanol. Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk interaksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der waals. Senyawa ini juga kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan waktu untuk pemutusan hidrogen, sehingga senyawa non polar akan tertahan lebih lama di dalam kolom, sedangkan molekul-molekul polar akan bergerak lebih cepat melalui kolom.

C. PCR (Polymerase Chain Reaction)

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu metode amplifikasi DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim polymerase, dimana potongan DNA tertentu dapat dilipat gandakan (Zyskind dan Bernstain, 1992). Metode ini paling banyak dipelajari dan digunakan secara luas. Dalam waktu sembilan tahun sejak pertama kali dikemukakan oleh ilmuan dari Cetus Corporation, Kary Mullis, PCR telah berkembang menjadi teknik utama dalam laboratorium biologi molekuler, antara lain untuk transkripsi in vitro dari PCR template, PCR rekombinan, DNAse I footprinting, sequencing dengan bantuan phage promoters, dan sebagainya (Putra, 1999).

Menurut Sambrook et al., (2001), tahapan yang terjadi dalam proses amplifikasi DNA pada PCR yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA template, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase.


(45)

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

D. SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2.7.5 Prinsip Umum Elektroforesis

Pemisahan senyawa dengan gel ektroforesis dilakukan berdasarkan perpindahan molekul bermuatan karena pengaruh medan listrik. Suatu molekul bermuatan Q dalam medan listrik berkekuatan x akan bergerak dalam kecepatan v karena mengalami gaya sebesar qx. Jika f merupakan koefisien gesekan (friksi), maka molekul tersebut akan mengalami gaya hambat sebesar vf, sehingga qx = vf. Koefisien gesekkan menurut Stoke sebagai berikut:

F = 6 π n v

dengan demikian laju molekulnya sebagai berikut:

n : Viskositas r : Jari – jari

Mobilitas elektroforesis terutama tergantung pada kekentalan medium (n), ukuran atau bentuk (r), dan muatan molekul (q). tanda dan besarnya muatan yang dibawa oleh gugus–gugus yang terionisasi bervariasi, tergantung pada kekuatan ionic dan pH medium. Oleh karena itu, pemisahan molekul–molekul efektif dengan cara menyeleksi terlebih dahulu medium yang tepat (Bintang, 2010).

2.7.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Elektroforesis 2.7.6.1 Medium Penyangga

Teknik elektroforesis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu elektroforesis free boundary dan elektroforesis zona. Elektroforesis free boundary merupakan pemisahan parsial dalam tabung gelas vertikal dari campuran protein yang membentuk suatu boundary dengan bufer yang sesuai. Penerapan arus listrk menghasilkan pergerakan protein, karena terjadi migrasi dengan laju yang berbeda maka protein akan terpisah (Bintang, 2010).

v = q x 6 π n v


(46)

Pada elektroforesis zona, dengan melakukan pemisahan pada medium penyangga seperti gel poliakrilamid, akan diperoleh pita protein yang lebih stabil. Konsentrasi gel harus disesuaikan agar tidak terlalu encer dan juga tidak terlalu padat (Bintang, 2011). Pada elektroforesis dalam matriks gel poliakrilamid, protein memisah ketika protein bergerak melalui matriks tiga dimensi dalam medan listrik. Matriks poliakrilamid berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran dan menstabilkan pH buffer agar muatan protein tidak berubah (Fatchiyah, 2011).

2.7.6.2 Sampel

Larutan yang dipisahkan mempengaruhi laju migrasi termasuk muatan, ukuran, dan bentuk molekul terlarut. Muatan total akan meningkat apabila laju migrasi meningkat, besarnya muatan biasanya tergantung pada pH. Ukuran molekul yang lebih besar menyebabkan migrasi menurun dan kekuatan elektrostatika disekitar larutan meningkat, sedangkan bentuk molekul yang berbeda dengan ukuran yang sama seperti protein globular dan fibrous dikarakteristik menghambat migrasi, karena perbedaan bentuk molekul dapat mempengaruhi pergerakan molekul dan kekuatan elektrostatik (Bintang, 2010).

Protein merupakan molekul amfoter karena mempunyai gugus amino positif dan karboksil negatif. Dengan demikian, protein dapat mengion, baik pada pH basa maupun pada pH asam. Pada pH rendah, protein bersifat sebagai kation (bermuatan positif) yang cenderung bergerak kearah katoda (elektroda negatif). Pada pH tinggi, protein bersifat sebagai anion (bermuatan negatif) yang cenderung bergerak kearah anoda (elektroda positif). Nilai diantara kedua pH tersebut dinamakan titik isoelektrik (isoelectric point atau pI) yaitu nilai pH dimana protein menjadi tidak bermuatan. Pada pH tersebut, jumlah muatan negatif yang dihasilkan dari proteolisis sebanding dengan jumlah muatan positif yang diperoleh dari penangkapan proton. Protein yang tidak bermuatan tidak dapat bergerak pada medan listrik (Fatchiyah, 2011).


(47)

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hampir semua protein mempunyai pH kurang dari 8,0. Oleh karena itu, pH buffer elektroforesis yang berkisar 8–9 akan menyebabkan sebagian besar protein bermuatan negatif yang akan bergerak ke anoda (Fatchiyah, 2011).

2.7.6.3 Buffer

Sistem bufer digunakan untuk mempertahankan pH didalam reservoir dan didalam medium penyangga, disamping itu sistem bufer berfungsi sebagai elektrolit pembawa aliran listrik. Bufer yang digunakan harus berinteraksi dengan molekul yang dipisahkan dan pH yang digunakan harus sesuai sehingga campuran molekul dapat dipisahkan satu sama lain tetapi tidak mengakibatkan denaturasi. pH dipilih berdasarkan jenis campuran yang akan dipisahkan, umumnya pemisahan maksimal dapat dicapai pada titik isolistrik (Bintang, 2010).

Kekuatan ionik larutan bufer biasanya berada pada kisaran 0,05– 0,15 dan biasanya diambil nilai diantara kedua nilai ekstrem. Pada kekuatan ionik yang rendah akan terjadi pergerakan molekul yang cepat dan produksi panas yang rendah dan terjadi difusi yang nyata. Sedangkan pada kekuatan ionik yang tinggi, diperoleh pita–pita yang tajam, namun akan terjadi produksi panas yang lebih tinggi dan terjadi pergerakan molekul pada jarak yang pendek (Bintang, 2010).

2.7.6.4 Medan Listrik

Sumber arus listrik yang stabil diperlukan untuk menghasilkan aliran listrik dengan voltase yang konstan. Kekuatan ionik medan listrik pada kisaran 2–8 V/ cm sesuai untuk suhu ruang. Apabila kekuatan medan magnet lebih besar dari 10 V/ cm, maka akan terjadi kehilangan air yang besar karena proses penguapan akibat dari panas yang ditimbulkan. Larutan bufer kemudian dialirkan kedalam tangki penyangga untuk menggantikan air yang hilang, dan ini mengakibatkan pergeseran pita– pita. Pemanasan yang berlebih menyebabkan senyawa terdenaturasi. Metode–metode pendinginan medium pemisahan dapat dilakukan, sehingga kekuatan medan 100V/ cm dapat digunakan. Keuntungan


(48)

elektroforesis pada voltase tinggi adalah terjadinya pemisahan yang cepat (Bintang, 2010).

2.7.7 SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate PolyAcrylamide Gel Electrophoresis)

Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan, dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah digunakan untuk analisa virus, asam nukleat, enzim dan protein lain, serta molekul-molekul organik dengan berat molekul rendah seperti asam amino (Westermeier, 2004).

Sodium Dodecyl Sulfate Poliacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan elektroforesis gel untuk memisahkan molekul protein dengan metode two-dimensional gel electrophoresis yaitu menggunakan dua macam gel dengan masing-masing bufer yang berbeda. Gel yang digunakan pada SDS-PAGE adalah running gel dan stacking gel (Gambar 7). Prinsip SDS-PAGE adalah memisahkan molekul protein berdasarkan berat molekul (Alberts et al, 2002).


(49)

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 7. Skema Alur Elektroforesis

(Sumber: Bintang, 2010)

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) adalah deterjen yang mampu menghambat interaksi hidrofobik antar molekul serta melarutkan molekul yang hidrofobik tersebut. Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) berfungsi untuk mendenaturasi protein dalam bentuk protein kompleks (kuarterner, tersier, dan sekunder) menjadi bentuk yang lebih sederhana (primer atau linear). Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) juga mengubah seluruh muatan protein menjadi negatif (Seidman & Moore, 2002: 583). Hal ini seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Konformasi protein sebelum dan setelah penambahan SDS (Sumber: Davidson, 2001)

Menurut Dunn (1989), protein yang terdenaturasi sempurna akan mengikat SDS dalam jumlah yang setara dengan berat molekul protein tersebut. Elektroforesis gel SDS dilakukan pada pH sekitar netral dengan

adanya β-merkaptoetanol untuk mereduksi semua ikatan disulfida dalam rantai yang ada pada protein menjadi gugus sulfihidril.


(50)

Gambar 9. Efek penambahan SDS dan merkaptoetanol pada protein (Sumber: Davidson, 2001)

Elektroforesis dapat digunakan untuk keperluan preparatif, selain bersifat analitik, bentuknya ada yang bersifat kolom, ada pula yang lempengan. Pada elektroforesis gel, molekul dipisahkan di dalam larutan buffer melalui suatu polimer matriks gel. Berbagai jenis gel telah dimanfaatkan oleh teknik ini. Diantaranya oleh gel pati, agarosa dan sekarang ini para ilmuwan cenderung mempergunakan jenis poliakrilamida. Akrilamida sebagai senyawa utama yang menyusun gel adalah merupakan senyawa karsinogenik (Bintang, 2010).

Polimer ini disusun oleh akrilamida dan N-N’ -metil-en-bis-akrilamida yang berpolimerisasi dengan bantuan suatu katalisator/sistem radikal bebas, seperti ammonium persulfat (APS) dan katalisator

N,N,N’,N’, tetrametilen diamin (TEMED). Ammonium persulfat

berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan molekul akrilamida yang lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. Apabila APS dilarutkan ke dalam air maka akan membentuk radikal bebas:


(51)

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta S2O32-→ 2SO4

2-Akrilamida yang telah diaktifkan ini selanjutnya bereaksi dengan molekul akrilamida berikutnya demikian seterusnya, sehingga akan dihasilkan rantai polimer yang panjang. Meskipun larutan rantai-rantai polimer ini kental (viscous), akan tetapi belum terbentuk gel. Untuk terbentuknya gel diperlukan senyawa pembentuk ikatan silang ( cross-linking Agent). Hal ini dapat dicapai dengan melakukan polimerisasi

dengan adanya N,N’-metilena-bis akrilamida.

Bis‐akrilamida berfungsi sebagai crosslinking agent yang membentuk kisi‐kisi bersama polimer akrilamida. Kisi‐kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamida dengan bis akrilamida dapat diatur sesuai dengan berat molekul protein yang dipisahkan. Semakin rendah berat molekul protein yang dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan agar kisi‐kisi yang terbentuk semakin rapat.


(52)

Gambar 10. (1) Senyawa Penyusun poliakrilamida (2) Polimerisasi dan “crosslinking

dari akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida (Sumber: Burden & Whitney, 1958)

Oleh karena itu, ditambahkan TEMED atau β-(dimetilamina) propionitril pada resolving gel sebagai katalisator pembentuk gel karena kemampuannya berada dalam radikal bebas (Anonim, 2004).

Visualisasi band protein menggunakan pewarnaan gel dengan zat pewarna yang dapat berikatan dengan molekul protein. Metode pewarnaan


(53)

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gel terbagi menjadi Coomassie Blue Staining dan Silver Staining. Coomassie blue staining berfungsi untuk mewarnai gel SDS menjadi biru. Kelebihan coomassie blue staining adalah prosesnya cepat, mudah digunakan, dapat mengikat protein secara spesifik dengan ikatan kovalen, dan biayanya relatif murah dibandingkan dengan Silver Staining (Copeland, 1994). Berikut adalah gambar hasil visualisasi SDSPAGE menggunakan coomassie blue staining:


(54)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Agustus 2015.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin sapi (Gelatin, from bovine skin, G 9382-100 G, EC 232-554-6, WGK 3 Type B) dan gelatin (Gelatin,, from porcine skin, G 2500-100 G, EC 232-554-6, WGK 3 Type A), sampel gummy vitamin c yang beredar di Indonesia didapat dari Apotek Kimia Farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111 Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Bahan kimia yang digunakan larutan Akrilamid/ Bis (30%; 2,67%C); SDS 10% (w/ v), sampel buffer (Tris HCl 0,5 M; Glycerol; SDS dan Bromophenol Blue), Tris HCl 0,5 M pH 6,8, gliserin, enzim pepsin (from porchine gastric mucosa, P7000-25G Sigma-aldrich), SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) 10%, aquades, Bromophenol Blue, 2-merkaptoethanol, Natrium asetat, asam asetat (glacial), Ammonium persulfate for electroforesis 98% sigma-ald A3678-25G, Coomasie Briliant blue R250 (Bio-Rad), asam asetat pekat, TEMED (N,N,N;,N’ –tetra metil etilen diamin) (E.Merc), HCl 6N, protein standar (prestained broad range) catalog # 161-0317 Bio-Rad, Larutan Running buffer (Tris basa, Glycerol dan SDS), larutan pewarna (0,1% commasie blue dalam larutan metanol : air : asam asetat (5:5:2)), marker protein (prestained SDS-PAGE standar broad range) dari Bio-Rad dengan ukuran 14,5 kDa–200 kDa. larutan pembilas (metanol 30% dan asam asetat 10%), gliserol, larutan buffer asetat 0,1N pH 5, air deionisasi dan aseton.


(55)

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Alat Penelitian

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung eppendorf 2 mL, mikro tip, mikropipet (P2, P10, P200 dan P1000) centrifuge, timbangan digital, votex, pH meter, Waterbath, hotplate stirer, alumunium foil, pinset, tabung reaksi, gelas beaker (50 mL, 100 mL, dan 250 mL), lemari pendingin, pengaduk kaca, wadah pencetak gelatin, label penanda, Printer scan Canon PIXMA MG2920, tissue, sarung tangan, shaker, Power Supply, dan Mini Protean Gel Electrophoresis BioRad. 3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan berupa gummy vitamin c yang beredar di Indonesia dan dibeli di apotek Kimia Farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111 Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE

1. Larutan Stok Acrylamide/ Bis (30%%T;2,67%C)

29,2 g akrilamide dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, kemudian

ditambahkan 0,8 ml N’N’ –bis-methylene-acrylamide ke dalam larutan aduk hingga larut dengan stirer, kemudian larutan disaring dan disimpan pada suhu 4°C ditempat yang terhindar dari cahaya.

2. SDS 10% (w/v)

10 g SDS dilaritkan dalam 90 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudia pH disesuaikan hingga 8,8 dengan penambahan 6 N HCL. Kemudian air deionisasi ditambahkan pada larutan hingga 100 ml, larutan disimpan pada suhu 4°C.

3. 1,5 M Tris-HCl;pH 8,8

18, g Basa Tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 8,8 dengan penambahan 6 N HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml larutan disimpan pada suhu ruang.


(56)

4. Sample Buffer

6 g basa tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 6,8 dengan penambahan 6 N HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml. Larutan disimpan pada suhu 4°C.

5. Running Buffer

1,25 ml stacking buffer; 2,5 ml gliserol, 2 ml 10% SDS; dan 0,2 ml 0,5% (w/v) bromphenol blue ditambahkan dalam 3,5 ml air deionisasi. Air deionisasi ditambahkan hingga volume ditambahkan hingga volume total 9,5 ml, larutan disimpan pada suhu ruang.

6. 10% APS (Disiapkan ketika akan digunakan).

3.4.3 Penyiapan Gel Elektroforesis

Gel elektroforesis dibuat dengan konsentrasi stacking gel 4% dan resolving gel 12% dengan formulasi seperti tabel

Tabel 2. Formula gel elektroforesis (Sumber : BioRad) Persen

Gel

Air deionisasi (ml)

Akrilamid/bis (ml)

Gel buffer* (ml)

10% w/v SDS (ml)

4% 6,1 1,3 2,5 0,1

12% 3,4 4,0 2,5 0,1

*Resolving Gel Buffer – 1,5M tris-HCL; pH 8,8 *Stacking Gel Buffer – 0,5 M tris-HCL; pH6,6


(57)

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4 Pembuatan Simulasi Gummy Vitamin C

Formulasi gummy vitamin c

Sukrosa : 15,5 gram (31 %)

Sirup glukosa : 18 ml (36 %)

Air : 3 ml (6 %)

Gelatin : 7 gram (14%)

Air : 3,5 ml (7 %)

Asam sitrat : 1 gram (2 %) Vitamin c : 2 gram (4 %)

a) Proses pembuatan :

Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan menggunakan kaca arloji. Sukrosa sebanyak 15,5 g dimasukan ke dalam beaker glass 1 dan dicampurkan dengan sirup glukosa 18 ml dan air 3 ml. Campuran tersebut kemudian dilebur pada suhu 90o C lalu didiamkan sampai dingin. Gelatin sapi dan babi ditimbang sebanyak 7 g kemudian dimasukkan kedalam beaker glass 2 dan ditambahkan air sebanyak 3,5 ml, kemudian dilebur pada suhu 60o C. Kemudian campuran dalam beaker glass 2 di masukkan ke dalam beaker glass 1 diikuti dengan penambahan asam sitrat sebanyak 1 g dan vitamin C sebanyak 2 g secara perlahan-lahan dan di aduk sampai homogen. Massa di tempatkan kedalam cetakan. Setelah 48 jam gummies dikeluarkan dari cetakan. Berat total simulasi gummy vitamin C yaitu 50 g. (Reinhard Schrieber and Herbert Garies, Gelatin Handbook, hal 164 dengan modifikasi).


(58)

3.4.5 Ekstraksi Gelatin

Sebanyak 10 g masing-masing sampel A, B dan simulasi gummy ditimbang dan ditambahkan 50 mL aquadest dalam tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C. Setelah larut kemudian sampel dan simulasi disentrifuge pada 6000 rpm selama 30 menit. Supernatant yang sudah jernih dipipet dan dipindahkan pada tabung reaksi baru dan ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:4 (v: v), gelatin praktis tidak larut dalam aseton, supernatan akan menggumpal dengan penambahan aseton. Kemudian sampel dan simulasi yang telah ditambahkan aseton disentrifuge kembali pada 6000 rpm selama 30 menit. Gumpalan gelatin yang terbentuk diambil dan disimpan dalam cawan penguap dengan label dan ditutup alumunium foil, kemudian dioven pada suhu 50 °C selama 1 jam. Endapan kering kemudian ditimbang dan disimpan dalam suhu ruang (Azira et al., 2012 dengan modifikasi). Gelatin hasil ekstraksi yang didapatkan adalah simulasi gelatin babi 225 mg, simulasi gelatin sapi 276 mg, sampel A 124 mg dan sampel B 115mg

3.4.6 Hidrolisis Gelatin

Gelatin standar, sampel dan simulasi yang didapat dari masing-masing hasil ekstraksi ditimbang sebanyak 100 mg secara akurat dan dimasukkan kedalam centrifuge tube 50 mL dan ditambahkan 5 mL buffer asetat 0,1 N pH 4,5 gelatin dilarutkan. Kemudian dibuat larutan pepsin, 3 mg enzim pepsin ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL buffer dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 mL masing-masing gelatin sampel dan simulasi yang telah ditambahkan buffer asetat dimasukkan kedalam tabung eppendorf 2 mL, kemudian masing-masing tabung ditambahkan 20 µL larutan pepsin. Sebagai kontrol digunakan larutan gelatin standar tanpa penambahan enzim. Selanjutnya masing-masing tube diinkubasi pada suhu 60ºC selama 1 jam. Setelah diinkubasi kemudian gelatin sampel dan simulasi didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan NaOH 0,01 M sebanyak 200 µL pada masing-masing sampel dan simulasi. sampel dan simulasi siap dielektrorofsis (Hermanto et al, 2013 dengan modifikasi).


(59)

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5 Elektroforesis

Running buffer dimasukkan ke dalam wadah elektroforesis. Pada saat penambahan running buffer dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terbentuknya gelembung udara. Running Buffer ditambahkan sampai melebihi batas atas sumuran.

Larutan sampel dan simulasi gummy vitamin c yang telah dihidrolisis masing-masing dipipet menggunakan mikropipet f10 sebanyak 10µl dan dimasukkan kedalam tabung effendorf. Kedalam masing-masing tabung ditambahkan buffer sample sebanyak 10µl, tabung kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C selama 5 menit, kemudian dipipet menggunakan mikropipet f10 sebanyak 10 µl dan dimasukkan kedalam sumuran gel elektroforesis. (Hames, 1998).

Urutan kolom gel eletroforesis adalah sebagai berikut kolom 1 marker protein, kolom 2 standar gelatin sapi, kolom 3 standar gelatin babi, kolom 4 simulasi gummy gelatin sapi, kolom 5 simulasi gummy gelatin babi, kolom 6 sampel A, kolom 7 sampel B dan kolom 8 standar gelatin sapi tanpa hidrolisis enzim.

Peralatan elektroforesis disambungkan pada power pack. Anoda (kutub positif) dihubungkan dengan reservoir atas dan katoda (kutub negatif) dihubungkan dengan reservoir bawah, elektroforesis pada 200 volt, 15mA. Running dilakukan sampai batas gel, 1 cm dari batas bawah resolving gel. Proses elektroforesis berlangsung selama 60 menit.

Setelah proses elektroforesis selesai gel diwarnai dengan 0,05% (w/v) comassie blue R-250 dalam methanol 15% (v/v) dan asam asetat 5% (v/v) pewarnaan dilakukan diatas shaker selama 1 jam, gel kemudian diangkat dan direndam dalam campuran methanol 40%, asam asetat 7,5% dan aquadest 52 didalam wadah. Proses perendaman dilakukan diatas shaker selama 10 jam. Gel kemudian diangkat dan dilakukan identifikasi pita-pita yang terbentuk (Hames, 1998).

3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil SDS-PAGE

Gelatin yang telah dielektroforesis kemudian di scan. Pita-pita yang terbentuk pada gel elektroforesis diamati dan dibandingkan dengan


(1)

Hammes, B.D. 1998. Gel Electrophoresis of proteins. Oxford University Press. New York.

Hana, Abu. 2009. Gelatin Halal dan Gelatin Haram. Download dari www.republika.co.id/infohalal. Diakses pada 26 Maret 2014.

Hardi, Y. R. 2010. Struktur Molekul Protein. http://sciencebiotech.net/struktur-molekul-protein/ 26 April 2014.

Hermanto, S. dan Ode L. S. 2013. Differentiation of Bovine and Prochine Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis. Journal of Food and Phermaceutical Science 1 (2013) 68-73.ikolp;.;pmk

Hermanto, Sandra. 2009. Perbedaan Profil Protein Produk Olahan (Sosis) Daging Babi dan Sapi Hasil Analisa SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate – Polyacrilamide Gel Electrophoresis). UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Hernawati. 2008. Bahan Kuliah Struktur Hewan. Materi: Jaringan Ikat. Universitas Pendidikan Indonesia.

Jannah, A. 2008. Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi. UIN Press, Malang.

Juniarso, E., T., Safari, A., dan Pamungkas, R., A., 2007, Pemanfaatan Limbah Ikan Menjadi Ekstrak Kasar Protease Dari Isi Perut Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) Untuk Proses Deproteinisasi Limbah Udang Secara Enzimatik Menjadi Kitosan, Universitas Jember.

Kimmerle, Beth (2003). Candy: The Sweet History. Collectors Press, Inc. ISBN 1-888054-83-2

LPPOM MUI. 2010. Gelatin Halal, Gelatin Haram. Download dari www.halalguide.info/2010/02/02/gelatin-halal-gelatin-haram/#more-766. Diakses 29 Maret 2014.

Mahasri, G., Fajriah, U. Dan Subekti, S., 2010. Characterization of Protein Lernaea cyprinacea by Using SDS-PAGE Electrophoresis Method. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2, No. 1.

Mannucci, PM. Mannucci, Pier Mannuccio. 1998. Hemostatic drugs. N. Engl. J Med. 339 (4): 245-53.


(2)

Molekuler HUB. 2011. SDS-PAGE: Principle and Procedure. Diakses pada 12 April 2014.

NC-IUBMB (Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology), download dari http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/EC3/cont3bb.html. Diakses pada 11 April 2014.

Palashoff, Melissa H. 2008. Determining the Specificity of Pepsin for Proteolytic Digestion. Thesis. Northeastern University Boston, Massachusetts

Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Poppe, J. 1992. Gelatin dalam: Imeson (ed). 1992. Tickening and Gelling Agents. New York: Academic Press.

Sahilah, A. M., Mohd. Fadly, L., Norrakiah, A. S. Aminah, A., Wan Aida, W. M. Ma’aruf, A. G and 1Mohd. Khan, A. 2012. Halal market surveillance of soft and hard gel capsules in pharmaceutical products using PCR and southern-hybridization on the biochip analysis. International Food Research Journal 19(1): 371-375 (2012).

Seidman, L. A. & C. J. Moore. 2002. Basic laboratory for biotechnology: Textbook & laboratory reference. Prentice Hall Inc., New Jersey: 751 hlm. Schriber, R & H. Gareis. 2007. Gelatine Handbook. Wiley VCH Verlag GmbH &

Co, Bicentennial.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Tahmid, Muhammad. 2005. Studi Kelayakan Pendirian Industri Gelatin Tipe B Berbasis Tulang Sapi di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Toussaint-Samat, Maguelonne (2009). A History of Food. New Jersey: Wiley-Blackwell.

Venien, A & Levieux, D. 2005. Differentiation of Bovine from Porcine Gelatines Using Polyclonal Anti-peptide Antibodies in Indirect and Competitive Indirect ELISA. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 39 (2005) 418-424.


(3)

Viro F. 1992. Encyclopedia of Science and Technology. 7th ed. New York: Mc Graw Hill, 1992: 173.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Penelitian

Simulasi gummy vitamin c

Ekstraksi Gelatin pada vitamin gummy

Hidrolisis dengan pepsin pada pH 4,5 dan inkubasi pada suhu 60oC selama 1 jam

Centrifuge 3 menit, preparasi endapan untuk dielektroforesis

Standar gelatin sapi dan babi

Preparasi gel elektroforesis

Loading10μl gelatin kedalam sumuran gel

Analisis pola pemisahan protein Running gel elektroforesis 40mA pada

tegangan 150 volt (60 menit)

Staining dan Destaining gel setelah proses elektroforesis

Sampel gummy vitamin c

Konsentrasi gel stacking 4% dan

resolving 12%


(5)

Lampiran 2

Seperangkat alat elektroforesis Ekstrak gelatin

Pemanasan sampel sebelum di elektroforesis

Pembuatan gel


(6)

Staining Staining semalaman menggunakan shaker


Dokumen yang terkait

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

1 11 59

Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT

8 75 107

Deteksi DNA Gelatin Sapi Dan Gelatin Babi Pada Simulasi Gummy Vitamin C Menggunakan Real -Time PCR Untuk Analisis Kehalalan

1 11 70

Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT

4 22 107

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

1 18 59

Purifikasi dan karakterisasi imunoglobulin Y (lgY) kuning telur ayam spesifik Streptococcus mutans menggunakan metode sodium dodecyl sulphate-poly acrilamide gel electrophoresis (SDS-page)

0 8 45

Karakteristik Protein Imunoglobulin Y (Ig Y) Kuning Telur H5N1, H5N2 Dan H5N9 Menggunakan Metode Sodium Dodecyl Sulphate-Poly Acrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

0 10 36

Karakterisasi Protein IgG Anti H5N1 Menggunakan Metode SDS-Page (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis) Dari Kolostrum Sapi Yang Divaksin H5N1

1 14 75

Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 16 70

ANALISA PROFIL PROTEIN SPIRULINA PLATENSIS DENGAN METODE PRESIPITASI YANG BERBEDA MENGGUNAKAN SDS PAGE (SODIUM DODECYL SULFATE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS) DAN BIOINFORMATIKA PROTEIN PROFILING of SPIRULINA PLATENSIS USING DIFFERENT PRECIPITATION ME

0 0 11