Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

APLIKASI METODE SDS-PAGE (

SODIUM DODECYL

SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS

) UNTUK MENGIDENTIFIKASI

SUMBER GELATIN PADA KAPSUL KERAS

SKRIPSI

FAHRUR RAHMAN SAPUTRA

NIM : 1110102000011

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA 2014M/1435H


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

APLIKASI METODE SDS-PAGE (

SODIUM DODECYL

SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL

ELECTROPHORESIS

) UNTUK MENGIDENTIFIKASI

SUMBER GELATIN PADA KAPSUL KERAS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ( S.Far )

FAHRUR RAHMAN SAPUTRA

NIM : 1110102000011

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA 2014M/1435H


(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Fahrur Rahman Saputra

NIM : 1110102000011

Tanda tangan :


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

NAMA : Fahrur Rahman Saputra NIM : 1110102000011

JUDUL : Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

Menyetujui,

Pembimbing I

Zilhadia M.Si, Apt NIP:19730822 200801 2 007

Pembimbing II

Sandra Hermanto, M.Si. NIP : 19750810 200501 1 005

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Fahrur Rahman Saputra NIM : 111010200011

Program Studi : Farmasi

Judul : Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk

Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Zilhadia, M.Si., Apt ( ) Pembimbing II : Sandra Hermanto, M.Si ( ) Penguji I : Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt ( )

Penguji II : Supandi, M.Si., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat


(6)

ABSTRAK

Nama : Fahrur Rahman Saputra Program Studi : Farmasi

Judul : Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk

Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

Gelatin sebagai bahan utama kapsul saat ini masih menjadi permasalahan dari aspek kehalalannya karena sebagian besar masih diperoleh dari sumber non-halal. Salah satu sumber penghasil gelatin adalah kolagen dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber gelatin yang digunakan pada kapsul keras dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrilamide Gel Elektrophoresis). Pada tahap awal penelitian, standar gelatin sapi dan babi dihidrolisis dengan pepsin pada pH 4,5 dan suhu 60oC selama 1 jam, 2 jam dan, 3 jam. Gelatin hasil hidrolisis dianalisis dengan SDS-PAGE untuk menentukan waktu hidrolisis optimal. Identifikasi fragmen gelatin hidrolisat dilakukan berdasarkan bobot molekulnya. Hasil optimasi waktu hidrolisis diaplikasikan untuk mengidentifikasi sumber gelatin pada sampel kapsul keras yang diperoleh dari pasaran dan dibandingkan dengan kapsul keras simulasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya pita spesifik pada gelatin sapi dengan bobot molekul 11,4 kDa; 34 kDa; 47kDa dan pita spesifik pada gelatin babi dengan bobot molekul 28 kDa; 24,7 kDa; dan 60 kDa. Hasil yang sama diperoleh pada kapsul keras sampel dengan pita-pita fragmen protein yang identik dengan standar gelatin sapi. Berdasarkan hasil tersebut ketiga sampel yang diuji diduga merupakan kapsul yang terbuat dari gelatin sapi.


(7)

ABSTRACT

Name : Fahrur Rahman Saputra Department : Pharmacy

Title : Application of SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Gel electrophoresis Poly Acrylamide) Methods for Identify

The Source of Gelatins in Hard Capsules

Gelatin as the main ingredient of capsules is still a problem. From the halal aspect, gelatin remains largely derived from non-halal object. One source of gelatin is collagen from the skin and bones of bovine and pork. The objective of this study to determine the source of gelatin used in hard capsules using SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Gel electrophoresis Poly Acrylamide). In the early stages of research, standards bovine and pork gelatin were hydrolyzed by pepsin at pH 4.5 and 60°C for 1 hour, 2 hours, and 3 hours. Hydrolyzates gelatin were analyzed by SDS-PAGE to determine the optimal hydrolysis time. Identification of gelatin hydrolyzate fragments were carried by molecular weight. The results of hydrolysis time optimization applied to identify the source of hard gelatin capsules in the samples obtained from market and compared with the simulation of hard capsules. The results showed the presence of specific bands of bovine gelatin with a molecular weight of 11,4 kDa; 34 kDa; 47kDa and specific bands of pork gelatin with a molecular weight of 24,7 kDa; 28 kDa; and 60 kDa. Similar results were obtained on a sample of hard capsules with bands of protein fragments that were identical to the standard bovine gelatin. Based on the above results the three samples tested allegedly is a capsule made of bovine gelatin. Keywords: gelatin, hydrolysis, hard capsules, pepsin, SDS PAGE.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberika rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Elektrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang senantiasa istiqomah megikuti sunnah-Nya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi (S.Far) pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keberhasilan penelitian dan peyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorogan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. DR.(hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt. selaku pembimbing I yang telah memberikan waktu, ilmu dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Sandra Hermanto, M.Si. sekalu pembimbing II yang telah memberikan waktu semangat, ilmu, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tua yang selalu memberi kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus di tiap tengadah tangan dan dukungan baik moril maupun materil. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

7. Mbak Ayu, ibu Pipit, dan bapak Sabar atas bantuan, arahan, serta masukan yang sangat bermanfaat selama masa penelitian di Lab Biologi Molekular LAPTIAB BPPT.

8. Mbak Prita dan mbak Pipit selama masa penelitian di Lab Pangan PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Para staf dan karyawan program studi farmasi. Staf administrasi farmasi yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 10.Afifah, Fatmah, Diah dan Rendi yang banyak memberikan masukan moril

dalam penyelesaian penelitian.

11.Teman-teman satu angkatan yang tak sempat di sebut satu- persatu atas dukungannya selama masa studi di program studi Farmasi FKIK UIN syarif hidayatullah Jakarta.

12.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Jakarta, Oktober 2014


(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fahrur Rahman Saputra

NIM : 1110102000011

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul :

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada tanggal : Desember 2014

Yang menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..……….i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kapsul ... 5

2.1.1 Pembuatan Kapsul ... 5

2.1.2 Bahan Penyusun Kapsul ... 7

2.1.3 Karakteristik Kapsul Keras ... 7

2.2 Gelatin ... 7

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin ... 8

2.2.2 Struktur Kimia Gelatin ... 10

2.3 Pepsin... 11

2.3.1 Ciri-ciri dan Kinetika Pepsin ... 12

2.3.2 Struktur dan Aktifitas Pepsin ... 13

2.4 SDS-PAGE ... 16

2.4.1 SDS ... 16


(12)

2.5.2 Prinsip Dasar... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.2.1 Alat ... 22

3.2.2 Bahan ... 22

3.3 Tahap Penelitian ... 22

3.3.1 Pengambilan Sampel ... 22

3.3.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE ... 22

3.3.3 Penyiapan Gel ... 23

3.3.4 Pembuatan Kapsul Simulasi ... 23

3.3.5 Ekstraksi Gelatin... 23

3.3.6 Hidrolisis Enzimatik ... 24

3.3.7 Elektroforesis ... 24

3.3.8 Analisis Data... 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26

4.1.1 Optimasi Kondisi SDS PAGE ... 26

4.1.2 Analisis Protein Gelatin Sampel ... 28

4.2 Pembahasan ... 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pembuatan kapsul keras ……… 6

Gambar 2.2 Ukuran kapsul ………..……… 7

Gambar 2.3 Proses denaturasi kolagen ………....… 10

Gambar 2.4 Struktur gelatin ………...… 11

Gambar 2.5 Struktur kristal pepsin ………..……… 14

Gambar 2.6 Proses hidrolisis polipeptida dengan enzim pepsin ….… 15 Gambar 2.7 Skema SDS PAGE ….………..……… 16

Gambar 2.8 Konformasi protein yang Setelah penambahan SDS ...… 17

Gambar 2.9 Prinsip reaksi pembentukan poliakrilamid ……….……. 18

Gambar 2.10 Pemisahan Molekul dengan SDS PAGE ……..………... 19

Gambar 2.11 Alur Kerja SDS PAGE ……….…..………. 20

Gambar 4.1 Hasil pemisahan gelatin sapi dan babi ……….………… 26

Gambar 4.2 Kurva regresi linier gel optimasi ……....…….………… 27

Gambar 4.3 Hasil pemisahan gelatin kapsul …….………..…… 28

Gambar 4.4 Kurva Regresi linier gel analisis ……..…...….………… 29

Gambar 4.5 Pemotongan pepsin ……….……… 33

Gambar 4.6 Analisis Pita pemisahan gelatin sapi dan babi …………. 34


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin ………... 9 Tabel 3.1 Formula gel elektroforesis ……….………….. 23 Tabel 4.1 Jarak pita dan log bobot molekul marker gel optimasi ………...….. 27 Tabel 4.2 Jarak pita dan bobot molekul gel optimasi ………...… 28 Tabel 4.3 Jarak pita dan log bobot molekul marker gel analisis ……...…….. 29 Tabel 4.4 Jarak pita dan bobot molekul gel analisa ………..………...… 20


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Penelitian ……….…………..………...… 41 Lampiran 2 Foto Penelitian.…...…..…………..………...… 42 Lampiran 3 Preparasi Reagent SDS-PAGE ………..……… 43


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kapsul adalah sediaan yang sangat umum dikonsumsi masyarakat baik sebagai sediaan obat ataupun multivitamin. Kapsul menempati peran sentral pengembangan obat karena dianggap lebih sederhana untuk diproduksi dibandingkan dengan sediaan oral lainnya sehingga secara keseluruhan dapat mempercepat periode pengembangan obat. Dilihat dari frekwensi penggunaan, kapsul menempati peringkat kedua setelah tablet kempa di antara seluruh sediaan padat lainnya hal ini bisa dianggap wajar melihat kelebihan sediaan kapsul dibandingkan dengan sediaan oral lainnya seperti kemampuan kapsul dalam hal menutupi rasa dan aroma yang kurang disukai, formulasi kapsul yang sederhana dan cerderung lebih murah serta waktu pembuatan yang lebih singkat. Selain itu dikemukakan juga bahwa sediaan kapsul lebih mudah untuk ditelan dibandingkan dengan sediaan oral lainnya (Guo et al., 2002).

Cangkang kapsul sendiri merupakan produk farmasi yang terbuat dari gelatin. Umumnya gelatin komersil diproduksi dari kulit dan tulang sapi atau babi. Namun, dalam beberapa kasus seperti wabah Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) menjadi alasan perlunya pembedaan terhadap sumber gelatin. Faktor lain adalah menyangkut kepercayaan dan agama seperti Islam, dimana umat Islam dilarang untuk memakan bahan-bahan yang merupakan turunan dari babi (Zhang et al., 2009).

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim permasalahan kehalalan suatu produk merupakan permasalahan yang penting. Kapsul yang sering digunakan dalam sediaan obat dan multivitamin dengan gelatin sebagai bahan bakunya merupakan bahan yang diimpor, dimana 46% dari produksi gelatin dunia bersumber dari kulit babi (GME, 2008). Berdasarkan keterangan LPPOM MUI obat yang terdaftar sertifikat halal


(17)

2

hanya sekitar 30 jenis dan tidak ada yang berbentuk kapsul. Cangkang kapsul keras kosong sendiri banyak dijual di pasar tanpa adanya keterangan akan kehalalannya dari lembaga resmi pemerintah (LPPOM MUI). Hal ini membuat timbulnya kekhawatiran pada masyarakat karena kapsul kosong ini akan digunakan pada sediaan-sediaan herbal yang sangat mudah ditemui dimasyarakat.

Karena permasalahan kehalalan kapsul terletak pada gelatin sebagai bahan bakunya, maka perlu dilakukan analisis terhadap sumber gelatin pada kapsul yang beredar di pasaran. Pembedaan sumber gelatin sendiri sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan berbagai metode seperti analisis asam amino dengan Principal component analysis (PCR) (Nemati et al., 2004) dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Venien dan Levieux, 2005). Kedua metode di atas terbukti dapat membedakan gelatin sapi dan babi, akan tetapi kedua metode ini memerlukan hasil yang berulang dan pengalaman karena penyiapan sampel yang sensitif dan sulit (Hermanto, et al., 2013).

Pembedaan sumber gelatin yang dilakukan oleh Hafidz et al (2011) dengan metode SDS-PAGE dilaporkan adanya perbedaan pada pola pemisahan protein antara gelatin sapi dan babi namun perbedaan ini tidak spesifik. Selanjutnya pembedaan terhadap gelatin sapi dan babi dengan metode SDS-PAGE juga dilakukan oleh Hermanto et al (2013) dengan menghidrolisis gelatin terlebih dahulu dengan pepsin pada suhu 60oC dan pH 4,5 sebelum dianalisis. Penelitian Hermantol et al (2013) mendapati adanya pita spesifik pada gelatin babi pada bobot molekul 28.6 dan 36.8 kDa sehingga dapat digunakan sebagai acuan pembedaan gelatin sapi dan babi. Namun ke dua penelitian diatas dilakukan terbatas pada gelatin murni yang belum mengalami proses menjadi produk yang didapati di pasar seperti kapsul keras. Dari ulasan di atas maka pada penelitian identifikasi sumber gelatin pada kapsul keras ini metode yang digunakan adalah metode SDS-PAGE dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin sebelum dianalisis.


(18)

3

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kemampuan analisis metode SDS-PAGE terhadap sumber gelatin yang telah di proses menjadi kapsul keras. Metode SDS-PAGE dipilih karena dirasa lebih sesuai digunakan untuk menganalisis protein gelatin dengan ukuran molekul yang sangat besar, faktor lain adalah kemampuan SDS-PAGE untuk menganalisis sampel dengan baik walaupun masih didapati pewarna atau bahan tambahan lain pada sampel yang dianalisis.

Analisis terhadap urutan asam amino berbasis keselarasan menunjukkan bahwa urutan asam amino dari kolagen sapi dan babi tidaklah identik (Zhang et al., 2009). Penggunaan pepsin yang memiliki situs pemotongan spesifik dapat menghidrolisis protein gelatin menjadi potongan-potongan rantai polipeptida dengan sebaran berat molekul yang berbeda antara gelatin sapi dan babi di mana perbedaan ini dapat dilihat hasil pemisahannya dari analisis SDS-PAGE. Berdasarkan pemaparan di atas maka pada penelitian aplikasi metode SDS-PAGE untuk mengidentifikasi sumber gelatin pada kapsul keras ini dilakukan dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin agar diperoleh fragmen yang spesifik yang dapat dijadikan acuan untuk membedakan kedua sumber gelatin.

Analisis terhadap sumber gelatin kapsul keras dilakukan dengan melihat karakteristik pemisahan protein gelatin hasil hidrolisis pepsin, dengan melakukan perhitungan bobot molekul pita-pita pemisahan protein tersebut berdasarkan jarak perpindahannya (Rf) kemudian dibandingkan dengan profil protein hasil pemisahan pada gelatin standar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah profil protein gelatin sapi dan babi hasil hidrolisis pepsin dapat dibedakan dengan metode SDS-PAGE?

2. Bagaimanakah profil protein hidrolisat gelatin pada kapsul keras hasil analisis SDS-PAGE berdasarkan karakteristik bobot molekulnya? 3. Apakah metode SDS-PAGE mampu menentukan sumber gelatin pada


(19)

4

1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi sumber gelatin yang digunakan pada sediaan kapsul keras berdasarkan perbedaan bobot molekul fragmen protein hasil analisis SDS-PAGE setelah dihidrolisisi dengan pepsin.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi dalam penggunaan metode analisis kehalalan sumber gelatin terutama pada produk kapsul yang banyak digunakan dalam industri farmasi.

2. Memberikan informasi kehalalan pada sebagian produk kapsul yang berbasis gelatin.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan bisa keras (Ansel, 2005).

Kapsul gelatin keras diperkenalkan oleh Murdock di inggris pada tahun 1847. Kapsul merupakan sediaan yang digunakan oleh ahli farmasi dalam menggabungkan obat-obat secara langsung, dan di lingkungan para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul umumnya. Cangkang kapsul kosong dibuat gelatin dan air 10-15% pada dasarnya tidak mempunyai rasa, jernih tidak berwarna namun dapat juga diberi warna agar menarik dan dapat dibedakan dengan kapsul yang mengandung obat yang lain (Syamsuni, 2006).

2.1.1 Pembuatan Kapsul

Kapsul dibuat dengan mencapurkan gelatin dengan dengan air dan bahan tambahan lain kemudian dipanaskan hingga gelatin larut. Cetakan logam pada suhu kamar dicelupkan ke dalam larutan gelatin panas sehingga membentuk sebuah film. Film gelatin dikeringkan dan dipotong agar sama panjang, film gelatin di lepaskan dari cetakan. Setiap bagian kasul yang telah terbentuk akan digabungkan penutup dan badan hinga menjadi kapsul yang utuh (Rabadiya B., dan Rabadiya P., 2013).

Kapsul gelatin keras juga ditujukan untuk kapsul yang diisi oleh bahan–bahan dalam bentuk kering yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian tutup dan bagian tubuh. Biasanya cangkang kapsul ini diisi dengan bahan padat atau serbuk, butiran atau granul. Campuran sebuk yang cenderung meleleh atau higroskopis dapat diisikan ke dalam kapsul keras


(21)

6

jika di gunakan absorben seperti MgCO3 atau silicon dioksida (Syamsuni,

2006).

Gambar 2.1 Proses pembuatan kapsul keras (Sumber : Rabadiya B, 2013)

Pada kapsul gelatin keras penutupan cangkang dapat dilakukan dengan cara memberikan lekukan khas pada bagian tutup dan tubuh dapat juga dilakukan pemanasan langsung atau menggunakan energi ultrasonic, sedangkan untuk membersihkan cangkang kapsul gelatin keras dapat dilakukan dengan cara meletakkan kapsul di antara sepotong kain (linen, wool), kemudian di gosok-gosokkan (Syamsuni, 2006).

Kapsul keras harus disimpan pada tempat yang tidak lembab dan sebaiknya disimpan di wadah yang diberi zat pengering. Ukuran cangkang kapsul bervariasi dari nomer paling kecil 5 sampai nomor paling besar 000, kecuali cangkang untuk hewan. Umumnya ukurang terbesar 00 merupakan ukuran yang dapat di berikan kepada pasien. Ada juga ukuran 0 yang berbentuk memanjang dikenal sebagai ukuran 0el yang memberikan kapasitas lebih besar tanpa peningkatan diameter (Syamsuni, 2006).


(22)

7

Gambar 2.2 Ukuran kapsul (Sumber : Rabadiya B, 2013)

2.1.2 Bahan Penyusun Kapsul

Kapsul dapat dibuat dari gelatin dan bahan lain dengan konsistensi gel dipengaruhi oleh bahan tambahan lain seperti glycerol atau sorbitol. Bahan tambahan seperti bahan aktif permukaan, pembaur (membuat sediaan tidak bening), pengawet, pemanis, pewarna dan perasa dapat saja digunakan selama bahan tersebut memiliki izin dari pihak-pihak yang berwenang (European Pharmacopoeia 5.0, 2005). Kapsul dikategorikan sebagai kapsul keras atau lembut dipengaruhi oleh keberadaan plasticizer

seperti gliserol yang dapat membuat kapsul lembut dan elastis (B Rabadiya dan P Rabadiya, 2013).

2.1.3 Karakteristik Kapsul Keras

Kapsul keras dikatakan ideal jika memiliki kekuatan elastisitas permukaan 200-300 Bloom; viskositas (60°C / 6-23% b/b dalam air) 44-60 MP; pH 4,5 -6,5. Kapsul gelatin yamg digunakan manusia umumnya digunakan untuk merangkum antara 65 mg sampai 1 gram obat dan hancur ketika mengalami kontak dengan cairan tubuh (Rabadiya B., dan Rabadiya P., 2013).

2.2 Gelatin

Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang hewan. Gelatin yang berasal dari prekusor yang diasamkan dikenal sebagai tipe A dan yang


(23)

8

berasal dari prekusor yang dibasakan dikenal dengan tipe B (Farmakope Indonesia ed IV, 1995)

Nama gelatin merupakan turunan dari Bahasa Latin “gelatus” yang berarti kaku atau beku. Gelatin pertama kali digunakan sebagai bahan pangan pada masa Napoleon ketika digunakan sebagai sumber protein bagi tentara Prancis selama blokade Inggris. Gelatin diproduksi secara komersial pertama kali di Belanda tahun 1685, kemudian berlanjut di Inggris tahun 1700 dan produksi komersial gelatin pertama kali di Amerika Serikat adalah di Massachussettes pada tahun 1808.

Gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat, merupakan suatu polipeptida larut berasal dari kolagen, yang merupakan konstituen utama dari kulit, tulang, dan jaringan ikat binatang. Gelatin diperoleh melalui hidrolisis parsial dari kolagen. Ketika kolagen diperlakukan dengan asam atau basa dan diikuti dengan panas, struktur fibrosa kolagen dipecah secara

irreversibel menghasilkan gelatin (Zhou dan Regenstein, 2004). Gelatin diperoleh dari pelepasan ikatan cross-linking (ikatan silang) diantara rantai polipetida pada kolagen dengan disertai sejumlah perusakan pada rantai ikatan peptida (Yifen, 2007).

Menurut data dari SKW Biosystem INC suatu perusahaan gelatin multinasional bahwa produk gelatin dunia pada tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari sumber kulit jangat sapi sebanyak 28,7 %; kulit babi sebanyak 41,4% serta kontribusi tulang sapi sebesar 29,8 %; dan sisanya dari ikan. Pada umumnya, gelatin yang berasal dari mamalia banyak digunakan karena ketinggian titik lebur, titik gelasi dan reversibilitas termalnya.

2.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Gelatin

Gelatin hampir tidak berasa dan tidak berbau, lembaran gelatin bersifat rapuh, padat dan jernih kekuningan, gelatin memiliki kelembaban 8-13% dan kepadatan relatif 1,3-1,4. Partikel gelatin dalam air dingin akan menyerap air dan membesar sedangkan dalam air panas partikel akan terlarut. Gelatin larut dalam gliserol, propilen glikol, asam asetat,


(24)

9

trifluoroethanol, dan formamida. Gelatin tidak larut dalam benzene, aseton, alkohol primer dan dimetilformamida. Gelatin yang dipanaskan diatas suhu 45oC di udara secara bertahap akan kehilangan kemampuan untuk mengembang.

Gelatin adalah turunan dari kolagen yang merupakan perotein dengan bahan penyusun utama 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen, 25,2% oksigen, karena gelatin merupakan protein maka gelatin akan mengalami reaksi yang sama seperti protein jika berinteraksi dengan enzim-enzim proteolitik, terhidrolisis menjadi komponen rantai polipeptidanya atau asam-asam aminonya.

Tabel 2.1 Komposisi asam amino gelatin (Sumber : GMIA, 2012)

Gelatin memiliki sifat ampoterik yang akan menjadi kation dalam larutan asam dan anion dalam larutan basa dengan titik isoelektrik pH 4,7-5,4 untuk gelatin tipe A dan pH 4,6-9 untuk gelatin tipe B. Nilai kekuatan gel dari gelati adalah 50-300 bloom dan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin, kekuatan intrinsik, suhu, pH, dan keberadaan bahan. Viskositas larutan gelatin 20-75 mps dimana viskositas gelati meningkat seiring dengan peningkatan konsetrasi gelatin dan penurunan suhu.


(25)

10

2.2.2 Struktur Kimia Gelatin

Gelatin merupakan protein turunan dari kolagen dimana susunan asam amino pada struktur primernya mirip dengan kolagen sumbernya (Gomez et al.,2009). Stuktur gelatin merupakan susunan asam amino yang terikat melalui ikatan peptida membentuk rantai alpha. Pada proses hidrolisis termal struktur triple-helix kolagen terdenaturasi dengan pemutusan ikatan kovalen cross-link menghasilkan 3 rantai alpha yang terpisah. Pada proses hidrolisis dengan basa, basa memutus ikatan cross-link piridinolin sehingga kolagen terdenaturasi menghasilkan rantai alpa dalam larutan dengan bobot molekul berkisar 100-700 kda dengan IEp (isoelectric point) 4,6-9. Pada proses ektraksi gelatin dengan metode asam, terjadi pemutusan ikatan peptida sehingga gelatin yang dihasilkan pada proses asam memiliki rantai alpha yang lebih pendek dengan nilai IEp yang lebih sempit (4,5-5,4) (Gorgieva dan Kokol, 2011 ).

Gambar 2.3 Proses denaturasi kolagen (Sumber : Hikada, 2002)

Struktur gelatin terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin. Tidak terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein lengkap (Grobben et al., 2004).


(26)

11

Gambar 2.4 Struktur gelatin (Sumber : Ofori, 1999)

Rantai asam amino dominan yang terdapat dalam gelatin adalah glysin (26-34%), prolin (10-18%) dan hidroksiprolin (7-15%). Beberapa jenis asam amino lain terdapat pula dalam gelatin, misalnya alanin (8-11%), arginin (8-9%), asam aspartat (6-7%), dan asam glutamat (10-12%). Meskipun demikian, gelatin bukan merupakan protein yang lengkap. Hal ini karena gelatin tidak mengandungasam amino triptofan dan hanya sedikit mengandung asam amino isoleusin, treonin,metionin, sistein, dan sistin (Gorgieva dan Kokol, 2011 ).

Gelatin terdiri dari 300 sampai 4.000 rantai asam amino terutama glycine dan proline/ hydroxyproline. Kekhususan struktur gelatin adalah tingginya kandungan asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Gelatin mengandung sejumlah 18 asam amino spesifik yang berbeda dan bekerja sama berurutan untuk membentuk rantai polipeptida dengan 1000 asam amino setiap rantai. Sebanyak 3 rantai polipeptida terbentuk bekerja sama sebagai spiral sisi kiri untuk memberi struktur sekunder. Dalam struktur tersier, spiral menggulung dan melipat sendiri pada sisi kanan ( triple-helix) membentuk molekul bentuk tangkai, yang disebut protofibril

(Gorgieva dan Kokol, 2011 ). 2.3 Pepsin

Pepsin merupakan salah enzim pendegradasi protein, atau enzim proteolitik dalam sistem pencernaan. Pepsin dianggap enzim pertama


(27)

12

dalam keluarga aspartat protease. Enzim ini pertama diakui memiliki aktifitas (dalam proses pencernaan) dan pada tahun 1825 pertama kali diberi nama pada tahu tersebut (Gillespie, 1898). Selama proses pencernaan, pepsin bekerja pada protein kompleks sampai menjadi peptida dan asam amino hingga dapat benar-benar diserap oleh lapisan usus. Pepsin dibuat dari mukosa usus atau kelenjar yang dikeringkan. Pengolahan pepsin melibatkan aktivasi zimogen menjadi enzim aktif dengan aktivasi terkontrol kelenjar diikuti dengan penyaringan, pemurnian dan akhirnya dikeringkan sampai menjadi bubuk halus dalam kondisi benar-benar dikontrol.

2.3.1 Ciri-ciri dan Kinetika Pepsin

Pepsin, bersama dengan protease aspartat lain yang umum ditemukan di vertebrata dan tanaman, yang paling sering disintesis sebagai zymogen tidak aktif. Pepsin zymogen ini adalah pepsinogen. Pepsinogen memiliki struktur primer yang sama seperti pepsin ditambah 44 residu di N-terminal dari protein. Segmen 44 residu ini sering disebut sebagai propeptide dan pepsinogen sering disebut sebagai sebuah proenzim (Davies, 1990). Pepsinogen propeptide berisi sembilan residu lisin, dua residu arginin dan dua histidin residu yang membuat peptida dasar. Propeptide membentuk heliks struktur yang distabilkan oleh gaya elektrostatik enam dari rantai sisi dasar membentuk ion berpasangan dengan rantai samping karboksilat pepsin (Perlmann, 1963). Propeptide yang menghambat aktifitas enzim dengan menghalangi akses ke katalitik aspartates di situs aktif. Hasil propeptide dihilangkan dalam aktivasi pepsinogen menjadi pepsin (James dan Sielecki, 1986). Hilangnya struktur heliks dari propeptide juga biasanya terjadi selama aktivasi zymogen (Davies, 1990).

Aktivasi pepsinogen terjadi ketika pH larutan pepsinogen diturunkan. Penurunan pH diyakini membuka rantai samping karboksilat pepsin yang menyebabkan kompleks memecah dan mengarah pada pembentukan enzim aktif. Meningkatkan pH dapat sepenuhnya


(28)

13

membalikkan aktivasi zymogen jika dilakukan pada waktu yang tepat. Namun, jika pH diturunkan untuk jangka waktu lama aktivasi akan ireversibel (James dan Sielecki, 1986).

Aktivasi pepsinogen menjadi pepsin diyakini terjadi melalui dua jalur, baik dalam proses satu langkah atau secara berurutan. Ada juga dua reaksi yang berbeda yang terjadi selama aktivasi. Dalam reaksi intramolekuler pepsinogen memotong sendiri untuk membentuk pepsin aktif, sedangkan pada reaksi antarmolekul pepsinogen dibelah oleh salah satu molekul pepsinogen lain, dalam bentuk molekul peralihan atau pepsin aktif. Percobaan kinetika menunjukkan bahwa reaksi intramolekul lebih dominan pada pH lebih rendah dari 3,0 (Al-Janabi et al., 1972). Aktivasi Satu-langkah lebih sering terjadi, tetapi tidak eksklusif, melalui Reaksi antarmolekul (Kageyama dan Takahashi, 1983).

Baik proses satu langkah ataupun jalur bertahap diyakini terjadi secara bersamaan selama aktivasi pepsinogen ke pepsin (Christensen et al. 1977). Reaksi intramolekul dan reaksi antarmolekul keduanya terlibat dalam jalur satu langkah. Tampaknya seolah-olah reaksi intramolekul merupakan bagian penting untuk aktivasi awal untuk menghasilkan molekul pepsin aktif. Sedangkan reaksi antarmolekul penting bagi penyelesaian aktivasi (Kageyama dan Takahashi, 1987).

2.3.2 Struktur dan Aktifitas Pepsin

Pepsin pertama dikristalkan pada tahun 1930 oleh John Northrop dan kemudian disempurnakan oleh Sielecki et al. pada tahun 1990. Gambar 5 menggambarkan struktur kristal dari pepsin manusia (Fujinaga

et al., 1995). Residu Asp katalitik, Asp32 dan Asp215, disorot dengan warna biru sedangkan pepstatin pepsin inhibitor disorot dalam warna merah. Protein dapat dibagi menjadi tiga wilayah (James dan Sielecki 1986). Wilayah pertama terdiri dari enam terdampar antiparalel β-sheet. Interdomain ini membentuk backbone dari struktur dan terletak di belakang kawasan situs katalitik. Kedua domain lainnya terdiri dari dua


(29)

14

lobus. Satu lobus adalah N-terminal yang terdiri dari 142 residu dan lobus lainnya adalah C-terminal yang terdiri dari 123 residu.

Meskipun pola yang sama dalam sekuens asam amino mereka, domain N-terminal dan C-terminal tidak terlalu mirip dalam struktur sekunder atau tersiernya (Sielecki et al., 1990). Unsur-unsur lain dari struktur kristal pepsin adalah bahwa molekul tersebut terdiri dari peptida interdomain pendek yang terletak di sebelah sisi eksternal dari enam untai β-sheet (Sielecki et al., 1990). Ada juga dua helai yang membentuk loop β-hairpin yang sering disebut flap. Flap proyek keluar di situs sumbing aktif dari molekul (Davies, 1990). Pepsin berisi inti hidrofobik besar di pusatnya. Ini adalah hasil dari reassembly dari tiga wilayah yang disebutkan di atas. Faktor utama yang berkontribusi terhadap inti

thehydrophobic adalah rantai samping yang menonjol ke dalam dari enam terdampar β-sheet (Sielecki et al., 1990).

Situs katalitik dari pepsin disorot oleh dua residu asam aspartat, Asp 32 dan Asp 215. residu Asp terletak di kedua domain N-terminal dan C-terminal. Kedua residu Asp terletak menjelang akhir setiap domain dan terhubung melalui jaringan ikatan hidrogen. Situs aktif cukup kaku. Namun, lekukan yang menjorok keluar di atas situs aktif agak fleksibel. Lekukan ini dapat menutup sekitar inhibitor yang terikat pada situs aktif, sehingga membatasi mobilitas (James dan Sielecki, 1982).


(30)

15

Pepsin akan memecah molekul protein menjadi poliptida yang lebih kecil dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas

dari asam-asam amino aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan), hidrofobik (leusin, isoleusin, metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat). Pusat aktif pepsin mengandung dua residu asam aspartat yang merupakan bagian dari urutan Ile-Val-Asp-Thr-Gly-Thr-Ser-Leu dan yang kedua merupakan bagian dari urutaan Ile-Val-Asp-Thr-Gly-Ser-Ser-Asn (Al Janabi et al., 1972).

Pepsin memiliki kemampuan untuk memutuskan secara spesifik ikatan amida setelah terminal N dari asam amino aromatik seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan sehingga residu asam amino hasil hidrolisis dengan Pepsin diharapkan memiliki bobot molekul lebih kecil (Hermanto et al., 2013).

Gambar 2.6 Proses hidrolisis polipeptida dengan enzim pepsin (Sumber: www.chemguide.co.uk)

Pepsin merupakan enzim yang aktifitasnya sangat tergantung pada pH-nya. Pepsin memiliki aktifitas enzimatik optimum pada pH antara 1,8 dan 2,0. Hal ini tetap stabil, dan masih sangat aktif, ketika pH turun ke level 1,0 (Ryle, 1970). Pepsin akan mulai kehilangan aktifitas di sekitar pH 5 (Smith, 1991) dan menjadi ireversibel tidak aktif pada pH sekitar 7. Namun, konsentrasi tinggi pepsin tidak akan menjadi tidak aktif sampai pH sekitar 8 (Jones dan Landon, 2002). Kegiatan pepsin juga tergantung pada enzim untuk rasio protein. Semakin tinggi rasio ini adalah lebih efisien enzim bekerja (Wu et al., 2006).


(31)

16

2.4 SDS-PAGE

Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah diigunaakan untuk analisa virus, asam nnukleat, enzim, dan protein lain, serta molekul-molekul organik dengan berat molekul rendah seperti asam amino. (Westermeier, 2004)

Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Elektroforesis (SDS-PAGE) adalah teknik untuk memisahkan rantai polipeptida pada protein berdasarkan kemampuannya untuk bergerak dalam arus listrik, yang merupakan fungsi dari panjang rantai polipeptida atau berat molekulnya. Hal ini dicapai dengan menambahkan deterjen SDS dan pemanasan untuk merusak struktur tiga dimensi pada protein dengan terpecahnya ikatan disulfide yang selanjutnya direduksi menjadi gugus sulfidhihidril. SDS akan membentuk kompleks dengan protein dan kompleks ini bermuatan negativ karena gugus-gugus anionic dari SDS (Hemes,1998).

Gambar 2.7 Skema SDS PAGE (Sumber: ww2.chemistry.gatech.edu)

2.4.1 SDS

SDS adalah detergen anionik yang dapat melapisi protein, sebagian besar sebanding dengan berat molekulnya, dan memberikan muatan listrik


(32)

17

negatif pada semua protein dalam sampel. Protein glikosilasi mungkin tidak bermigrasi, karena diharapkan migrasi protein lebih didasarkan pada berat molekul dan massa rantai polipeptidanya, bukan gula yang melekat. SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein karena SDS bersifat sebagai deterjen yang mengakibat ikatan dalam protein terputus membentuk protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol. SDS dapat mengganggu konformasi spesifik protein dengan cara emelarutkan molekul hidrophobik yang ada di dalam struktur tersier polipeptida. SDS mengubah semua molekul protein kembali ke struktur primernya (struktur linear) dengan cara meregangkan gugus utama polipeptida. Selain itu, SDS juga menyelubungi setiap molekul protein dengan muatan negatif.

Gambar 2.8 Konformasi protein yang Setelah penambahan SDS (Sumber: www.advansta.com)

2.5.1 Gel Poliakrilamid

Poliakrilamid merupakan polimer dari monomer akrilamid. Saat poliakrilamid berbentuk gel, maka akan terbentuk pori-pori kecil yang membentuk labirin atau terowongan dan saluran yang memungkinkan molekul bergerak (migrasi). Poliakrilamid merupakan medium yang tepat untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran karena ukuran pori-pori kecil yang memungkinkan untuk memperlambat gerakan molekul. Gel poliakrilamid terbentuk dari proses polimerisasi radikal bebas akrilamid dan agen cross linking N N’ methylene bis acrylamide.


(33)

18

Gambar 2.9 Prinsip reaksi pembentukan poliakrilamid (Sumber: Mickelson et al, 2004)

Analisis menggunakan SDS-PAGE ini gel poliakrilamid yang digunakan terdiri dari 2 yaitu stacking gel dan resolving gel. Stacking gel

berfungsi sebagai gel tempat meletakkan sampel, tedapat beberapa well, sedangkan resolving gel merupakan tempat dimana protein akan bergerak/berpinadah menuju anoda. Stacking gel dan resolving gel

memilikikomposisi yang sama, yang membedakan hanya konsentrasi gel poliakrilamid pembentuknya, dimana konsentrasi Stacking gel lebih rendah daripada resolving gel. Komponen penting yang membentuk gel poliakrilamida adalah :

1. Akrilamida, sebagai senyawa utama yang menyusun gel dan merupakan senyawa karsinogenik.

2. Bis akrilamida, berfungsi sebagai crosslinking agent yang membentuk kisi‐kisi bersama polimer akrilamida. Kisi‐kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamida dengan bis akrilamida dapat diatur sesuai dengan berat molekul protein yang dipisahkan . Semakin rendah berat molekul protein yang dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan agar kisi‐kisi yang terbentuk semakin rapat.

3. Amonium persulfat (APS), berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan molekul akrilamida yang lainnya membentuk rantai polimer yang panjang.

4. TEMED (N,N,N’,N’ tetrametilendiamin), berfungsi sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga dapat digunakan dalam pemisahan protein.


(34)

19

Penggunaan poliakrilamida mempunyai keunggulan dibandingkan dengan gel lainnya, seperti : Tidak bereaksi dengan sampel, Tidak membentuk matriks dengan sampel, Tidak menghambat pergerakan sampel yang memungkinkan pemisahan protein secara sempurna, Mempunyai daya pemisahan yang cukup tinggi.

2.5.2 Prinsip Dasar

Prinsip penggunaan metode gel poliakrilamid ini adalah migrasi komponen akrilamida dengan N.N` bisakrilamida. Kisi – kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio akrilamid dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi migrasi komponen protein. Metode ini sering digunakan untuk menentukan berat molekul suatu protein disamping untuk memonitor pemurnian protein (Wilson dan Walker, 2000). SDS‐PAGE dilakukan terhadap protein tak larut dengan kekuatan ion rendah dan dapat menentukan apakah suatu protein termasuk monomerik atau oligomerik, menetapkan berat molekul dan jumlah rantai polipeptida sebagai subunit atau monomer.

Gambar 2.10 Pemisahan Molekul dengan SDS PAGE (Sumber: www.imb-jena.de)

Prinsip dasar analisa dengan SDS-PAGE adalah :

1. Larutan protein yang akan dianalisis dicampur dengan SDS terlebih dahulu, SDS merupakan detergent anionik yang apabila dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yang luas.


(35)

20

Muatan negatif SDS akan mendenaturasi sebagian besar struktur kompleks protein, dan secara kuat tertarik ke arah anoda bila ditempatkan pada suatu medan elektrik.

2. Pada saat arus listrik diberikan, molekul bermigrasi melalui gel poliakrilamid, menuju kutub positif (anoda), molekul yang kecil akan bermigrasi lebih cepat daripada yang besar, sehingga akan terjadi pemisahan.

3. Pada proses eleltroforesis dengan SDS dilakukan di dalam gel poly acrylamide, molekul protein akan melewati pori – pori gel, sehingga kemudahan pergerakan melalui pori tergantung pada diameter molekul. 4. Molekul yang lebih besar akan tertahan dan akibatnya bergerak lebih

lambat. Karena molekul terdenaturasi, diameternya tergantung dari berat molekulnya. Makin besar diameter molekulnya, semakin lambat gerakannya.

5. Dengan demikian, SDS – PAGE akan memisahkan molekul berdasarkan BM-nya.

Gambar 2.11 Alur Kerja SDS PAGE (Sumber: en.wikipedia.org)

Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai dengan pewarna khusus, beberapa pewarna yang dapat digunakan dalam SDS-PAGE adalah :

1. Commasie Brilliat Blue, mengikat protein secara spesifik dengan ikatan kovalen.


(36)

21

2. Silver Salt Staining, memiliki sifat lebih sensitif dan akurat namun membutuhkan proses yang lebih lama.


(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pangan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Biologi Molekular LAPTIAB BPPT mulai bulan Februari Sampai Oktober 2014.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Seperangkat alat Elektroforesis SDS-PAGE (Mini-PROTEAN Tetra Cell-BIO-RAD), Vortex, Hotplate stirrer, Setrifuge, Mikropipet, Tip, Becker glass 100 ml, Beker glas 50 ml, Tube, Waterbath, Batang pengaduk, dan Pinset.

3.2.2 Bahan

Pepsin (Sigma Aldrich catalog number 76218) Larutan Akrilamid/Bis (30%T; 2,67%C); SDS 10% (w/v), Tris HCl 0,5 M pH 6,8;

Sample buffer (Tris HCl 0,5 M; Glycerol; SDS; dan Bromphenol Blue), Larutan Running buffer (Tris basa, Glycerol, dan SDS), Amonium Persulfat (APS) 10%, TEMED, Aseton, Larutan Pewarna (0.1% commasie blue dalam larutan metanol : air : asam asetat (5:5:2)), Larutan Pembilas (metanol 30% dan asam asetat 10%), air deionisasi.

3.3 Tahap Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan berupa cangkang kapsul keras yang beredar di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, DKI Jakarta.

3.3.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE


(38)

23

3.3.3 Penyiapan Gel

Gel elektroforesis SDS-PAGE dibuat dengan stacking gel (4%) dan variasi resolving gel (10 dan 12%) dengan formulasi seperti pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Formula gel elektroforesis (Sumber : Bio-rad)

Persen Air deionisasi Akrilamid/bis Gel buffer* 10% w/v SDS

Gel (ml) (ml) (ml) (ml)

4% 6,1 1,3 2,5 0,1

10% 4,1 3,3 2,5 0,1

12% 3,4 4,0 2,5 0,1

*Resolving Gel Buffer – 1,5M tris-HC; pH 8,8 *stacking Gel Buffer – 0,5M tris-HC; pH 6,8

3.3.4 Pembuatan Kapsul Simulasi a) Formulasi :

Gelatin : 5 gram (50%) TiO2 : 0,125 gram (1,25%)

Gliserin : 1 ml (10%) Pewarna : 5 mg (0,05%)

Aquadest : add 10 ml (add 100%)

b) Cara pembuatan :

Seberat 5 gram gelatin ditimbang dengan kaca arloji dan dilarutkan dalam 5 ml air panas suhu 60oC. Sebanyak 1 ml gliserin ditambahkan dalam larutan gelatin kemudian ditambahkan pewarna sambil larutan diaduk perlahan hingga larutan homogen. Kemudian 0,125 gram TiO2

ditimbang dalam kaca arloji dan didispersikan dalam 1ml air kemudian dicampurkan dalam larutan gelatin. Campuran diaduk hingga TiO2

terdispersi dengan baik. Selanjutnya larutan dipindahkan dalam cetakan dan didinginkan di suhu ruangan kemudian disimpan dalam desikator. 3.3.5 Ekstraksi Gelatin

Sebanyak 500 mg cangkang kapsul ditimbang dan dilarutkan dalam aquadest 5 ml dalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam penangas


(39)

24

air suhu 60oC. larutan kapsul dipindahkan dalam tube 12 ml dan disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 30 menit. Supernatant

yang sudah jernih dipipet ke tube 12 ml lainnya. Supernatan ditambah aseton 1:4 (v/v) kemudian divortex selama 1 menit. Kemudian tube

disetrifuge kembali untuk mengendapkan gelatin dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Endapan diambil disimpan dalam cawan penguap dalam oven dengan suhu 50oC selama 1 jam. Endapan ditimbang dan disimpan dalam suasana kering (Azira et al.,2012 dengan modifikasi).

3.3.6 Hidrolisis Enzimatik

Sebanyak 100 mg gelatin dari kapsul dilarutkan dalam 5 mL larutan buffer asetat pH 4,5 pada gelas beker 10 ml (selanjutnya disebut larutan 1). Kemudian 2 mg enzim pepsin ditimbang dan dilarutkan dalam 1 ml buffer dalam tabung reaksi (larutan pepsin). Sebanyak 1 ml larutan 1 masing-masing dimasukkan ke dalam 3 tube 2 ml. Kemudian setiap tube

ditambahkan larutan pepsin sebanyak 20 µl dan diberi label 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Selanjutnya tube diinkubasi pada suhu 60oC selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam sesuai dengan label tube. Sampel kontrol merupakan 1 ml larutan 1 yang dimasukan dalam tube dan diinkubasi selama 1 jam tanpa ditambahkan larutan pepsin. Larutan sampel yang telah diinkubasi didinginkan pada suhu ruangan kemudian ditambahkan NaOH 0,01 M sebanyal 200 µl. Sampel siap dielektroforesis (Hermanto et al., 2013 dengan modifikasi).

3.3.7 Elektroforesis

Larutan sampel yang telah dihidrolisis sebanyak 13 µl ditambahkan

buffer sample 1:1, kemudian dipanaskan pada suhu 85oC selama 5 menit, kemudian 20 µl sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam sumuran gel akrilamid. Elektroda dipasang sesuai dengan kutubnya. Elektroforesis dijalankan pada tegangan 200 V, 15 mA/gel selama 60 menit.

Setelah Elektrophoresis, gel diwarnai dengan 0,05% (w/v)

Coomassie blue R-250 dalam methanol 15% (v/v) dan asam asetat 5% (v/v) dipanaskan pada microwave selama 15 detik kemudian diinkubasi


(40)

25

selama 60 menit. Gel dibilas dengan direndam dalam campuran metanol 30% dan asam asetat 10% diingkubasi di dalam waterbath hingga 2-3 jam.

3.3.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan perhitungan berat molekul (BM) dari masing-masing protein yang didasarkan pada marker yang tersedia. Perhitungan dilakukan dengan mengukur total jarak tracking dari stacking gel ke separating gel (a), dilanjutkan dengan mengukur jarak tracking dari

stacking gel ke masing-masing pita protein yang terbentuk (b), kemudian dicari retardation factor (Rf) dengan membagi jarak masing-masing pita dengan jarak tracking total (b/a), selanjutnya dihitung nilai log BM dari masing-masing Bm pita marker. Bm pita polipeptida pada sampel dihitung dengan persamaan linier {Y = a + bX} dimana nilai Rf sebagai sumbu X dan nilai log Bm sebagai sumbu Y. Kesimpulan ditarik dengan melihat keberadaan pita spesifik dari gelatin sapi atau gelatin babi pada pola pemisahan protein kapsul sampel.


(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Optimasi Kondisi SDS PAGE

Optimasi dilakukan dengan menganalisis pemisahan protein gelatin murni yang telah di hidrolisis pada kondisi pH 4,5 dan temperatur 60oC selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam dengan konsentrasi gel akrilamid 12%. Hasil optimasi dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil pemisahan gelatin sapi dan babi. Keterangan : 0 protein marker, 1 pepsin, 2 gelatin sapi sebelum dihidrolisis, 3 gelatin babi sebelum dihidrolisis, 4 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 1 jam, 5 gelatin babi setelah dihidrolisis 1 jam, 6 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 2 jam, 7 gelatin babi setelah dihidrolisis 2 jam, 8 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 3 jam, 9 gelatin babi setelah dihidrolisis 3 jam.

Dari hasil penelitian diperoleh kondisi optimal hidrolisis protein dengan pepsin pada pH 4,5 dan suhu 60oC adalah hidrolisis selama 3 jam. Kemudian pada SDS PAGE kondisi optimal diperoleh pada waktu running

60 menit dengan tegangan 200 V. Selanjutnya dilakukan perhitungan bobot molekul terhadap pita pemisahan protein dengan menghitung pemisahan pada protein marker sebagai seri regresi liniernya.


(42)

27

Table 4.1 Jarak pita dan log bobot molekul marker gel optimasi

No Bm Log Bm

(y)

Jarak (r)

Rf (x)

1 100 2 7 0,165

2 70 1,84 11,5 0,271

3 55 1,74 15 0,354

4 35 1,54 24 0,567

5 25 1,39 29,5 0,697

6 15 1,17 40 0,945

7 10 1 42,3 1

Gambar 4.2 Kurva regresi linier gel optimasi

Regresi linier kurva diatas kemudian digunakan sebagai penentu bobot molekul pita pemisahan protein gelatin seperti pada table 4.2.

y = 2.1569 -1.1049x R² = 0.9903

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 0.5 1 1.5

Log B o b o t M o le ku l Nilai Rf


(43)

28

Table 4.2 Jarak pita dan bobot molekul gel optimasi No Gelatin sapi

(mm)

Gelatin babi (mm)

Bm (kDa)

1 - 7 94,6

2 9 - 84

3 - 11 74

4 12 - 70

5 - 12,5 67,6

6 15 - 58

7 - 17 51,6

8 18,5 - 47

9 - 20 43

10 - 24,5 33

11 - 30 23,7

12 34 - 18,5

13 - 35 17,3

14 37,5 15

15 40 12,8

4.1.2 Analisis Protein Gelatin Sampel

Analisis dilakukan dengan membandingkan pita pemisahan protein gelatin murni dan kapsul hasil simulasi dari gelatin murni dengan gelatin sampel pada kondisi optimum gel. Hasil analisis dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hasil pemisahan gelatin kapsul. Keterangan : 0 protein marker,1 gelatin sapi murni, 2 gelatin babi murni, 3 kapsul simulasi gelatin sapi , 4 kapsul simulasi gelatin babi, 5 kapsul simulasi campuran gelatin sapi dan babi, 6 kapsul sampel A, 7 kapsul sampel B, 8 kapsul sampel C.


(44)

29

Analisa diawali dengan perhitungan regresi linier berdasarkan seri log bobot molekum pita pemisahan protein marker sebagai sumbu y dan nilai Rf sebagai sumbu x seperti pada tabel 4.3.

Table 4.3 Jarak pita dan log bobot molekul marker gel analisis kapsul

no Bm Log

bm (y)

Jarak Rf (x)

1 250 2,39 3,5 0,071

2 130 2,11 6 0,122

3 100 2 8,5 0,173

4 70 1,84 12 0,244

5 55 1,74 15 0,306

6 35 1,54 23 0,469

7 25 1,39 28 0,571

8 15 1,17 40 0,816

9 10 1 49 1

Gambar 4.4 Kurva regresi linier gel analisis kapsul

Hasil regresi linier diatas kemudian digunakan untuk menghitung bobot molekul pita pemisahan protein gelatin seperti pada tabel 4.4.

y = 2.258 -1.3632x R² = 0.9414

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 0.5 1 1.5

Log B o b o t M o le ku l Nilai Rf


(45)

30

Table 4.4 Jarak pita dan bobot molekul gel analisis kapsul No G.

Sapi (mm) G. Babi (mm) KSS (mm) KSB (mm) KSSb (mm) Sa1 (mm) Sa2 (mm) Sa3 (mm) Bm (kDa)

1 - - 3,5 - - 3,5 - 3,5 146

2 - - - 5 5 5 132

3 - - - 7,5 - - - - 112,7

4 - - - 10 10 - - - 96

5 12 - 12 - - 12 12 12 84,5

6 13 13 13 13 13 13 13 13 80

7 17,5 - 17,5 - - 17,5 17,5 17,5 59

8 - 18,5 - 18,5 18,5 - - - 60

9 21 - 21 - - 21 21 21 47

10 22 22 - 22 22 - - - 37,6

11 - - 26 - - 26 26 26 34

12 - - - 29 - - - - 28

13 - - - 31 - - - - 24,7

14 - - - 35 35 35 19

15 - - - - 36 - - - 18

16 39,5 39,5 39,5 39,5 39,5 - - - 14

17 43 - 43 - - 43 43 43 11,4

18 - 45 - 45 45 - - - 10

Keterangan : KSS kapsul simulasi gelatin sapi, KSB kapsul simulasi gelatin babi, KSSb kapsul simulasi campuran gelatin babi dan sapi, Sa1 kapsul sampel 1, Sa2 kapsul sampel 2, Sa3 kapsul sampel 3.

4.2 Pembahasan

Sebelum analisis dilakukan terhadap sampel kapsul dilakukan terlebih dahulu optimasi kondisi SDS PAGE dengan menganalisis perbedaan pemisahan gelatin murni dari sapi dan babi yang telah dihidrolisis dengan enzim pepsin dengan variasi waktu 1 sampai 3 jam, variasi ini penting mengingat aktifitas pepsin tidaklah tetap (Wu et al., 2006). Dari optimasi diperoleh pemisahan protein pada SDS PAGE menunjukkan pemisahan yang baik setelah dihidrolisis selama 3 jam hasil ini berbeda dengan apa yang diperoleh Hermanto et al (2013) dimana pemisahan sudah dapat diidentifikasi setelah hidrolisis selama 1 jam. Perbedaan durasi ini terjadi akibat penyimpanan pepsin yang lama sehingga aktifitas enzimatik pepsin menurun.


(46)

31

Variasi durasi hidrolisis dilakukan untuk melihat hasil pemisahan terbaik dari hasil aktifitas pepsin terhadap protein gelatin. Karena kekuatan aktifitas enzim tidak tetap maka perlu dilakukan percobaan terhadap aktifitas enzim untuk melihat pemisahan yang dapat memunculkan pita spesifik dari pemisahan protein gelatin sapi atau babi dimana pita ini secara spesifik hanya dimiliki oleh sapi atau babi. Pada optimasi ini diperoleh 2 pita spesifik untuk gelatin babi yang timbul setelah hidrolisis selama 3 jam yaitu pita dengan bobot molekul 33 kDa dan 43 kDa.

Variasi terhadap konsentrasi akrilamid sebagai medium juga dilakukan pada proses optimasi dengan konsentrsi 10% dan 12% pada konsentrasi akrilamid 10% pemisahan protein sudah mulai terlihat hanya saja pemisahan protein pada pita dengan bobot molekul lebih besar dari 50 kDa pita-pita yang diperoleh masih sangat rapat sehingga sangat sulit untuk melihat perbedaannya maka dilakukan percobaan kembali dengan gel 12% dengan harapan didapati pola pemisahan yang lebih baik. Pada akrilamid dengan konsentrasi 12% pemisahan pita dengan bobot molekul 50 kDa sedikit lebih renggang seperti yang terlihat pada gambar 4.1 sehingga dapat lebih mudah untuk dianalisis.

Pada gambar 4.1 dapat dilihat pada kolom 2 dan 3 protein gelatin yang tidak dihidrolisis memilik bobot molekul yang sangat besar (diatas 55 kDa untuk sapi dan diatas 70 kDa untuk gelatin babi ). Perbedaan pada pemisahan protein sebelum dihidrolisis ini terjadi karena gelatin yang dianalissis bukanlah merupakan gelatin yang diperoleh dengan cara ekstraksi yang sama atau dengan tipe yang sama. Gelatin sapi merupakan gelatin tipe B dimana pada proses ekstraksi dari kolagen asalnya menggunakan hidrolisis basa dimana bobot molekul rata-rata gelatin ini lebih besar dibandingkan bobot molekul rata-rata gelatin yang dipeloleh dari proses hidrolisis asam (tipe A) sedangkan babi merupakan gelatin tipe A (Gorgieva dan Kokol, 2011), perbedaan bobot molekul rata-rata dari kedua tipe gelatin inilah yang terlihat pada SDS PAGE.


(47)

32

Walaupun secara kasat mata dapat dilihat perbedaannya namun hasil pemisahan protein gelatin tanpa dihidrolisis tidak dapat menunjukkan pola pemisahan yang spesifik sehingga masih sangat lemah daya identifikasinya, pada kolom 4 sampai 9 gambar 4.1 merupakan protein gelatin yang telah dihidrolisis oleh enzim pepsin selama selang waktu tertentu, dapat dilihat bahwa setelah proses hidrolisis hasil SDS PAGE menunjukkan pola pemisahan yang lebih spesifik khususnya pada protein gelatin babi, pada kolom 5,7, dan 9 terlihat pemisahan protein gelatin babi ada 9 pita pada pemisahan yaitu 94,6 kDa; 74 kDa; 67,6 kDa; 51,6 kDa; 43 kDa; 33 kDa; 23,7 kDa; 17.3 kDa, 12.8 kDa sedangkan pada kolom 4, 6, dan 8 merupakan protein sapi, walaupun pemisahannya belum sebaik protein babi akan tetapi sudah mulai dapat diidentifikasi seperti pita 84 kDa, 70 kDa, 58 kD, 47 kDa, 18.5 kDa, dan 15 kDa.

Tidak seperti protein induknya yang hanya dapat dihidrolisis dengan enzim kolagenase, gelatin dapat di hidrolisis dengan enzim-enzim proteolitik salah satunya adalah pepsin (Gorgieva dan Kokol, 2011). Namun hasil hidrolisis pepsin sendiri terhadap gelatin efektifitasnya tidaklah optimal pada seluruh tipe gelatin yang ada. Hidrolisis dengan pepsin membutuhkan kondisi asam (Al Janabi et al., 1972). Menurut palashoff (2008) kerja pepsin akan sangat baik jika protein yang dihidrolisis dalam keadaan terdenaturasi. Sedangkan pada penelitian ini hidrolisis dilakukan pada pH 4,5 pada kondisi ini gelatin babi (tipe A) tepat pada titik isoelektriknya sehingga sangat memungkinkan gelatin tersebut dalam keadaan terdenaturasi namun tidak dengan gelatin sapi (tipe B). sehingga pada hasil analisis SDS PAGE pola pemisahan gelatin sapi setelah dihidrolisis tidak sebaik gelatin babi.

Selanjudnya perbedaan besar molekul kedua gelatin ini juga mempengaruhi hasil kerja pepsin terhadap gelatin. Gelatin sapi (tipe B) memiliki bobot molekur rata-rata lebih besar dari gelatin babi (tipe A) (Gorgieva dan Kokol, 2011) sehingga sebaran hasil hidrolisis gelatin babi cenderung tersebar hingga pita dengan BM < 50 kDa sehingga dapat


(48)

33

terlihat jelas polanya, sebaliknya gelatin sapi yang memiliki molekul besar walaupun setelah proses hidrolisis pita-pita pemisahan yang muncul dengan BM < 50 kDa masih sangat buram dan hanya 4 pita. Perbedaan pola pemisahan inilah yang terlihat pada hasil analisis dengan SDS PAGE.

Perbedaan profil pemisahan protein gelatin pada SDS PAGE setelah dihidrolisis dapat terjadi karena urutan asam amino penyusun protein tidak sama tergantung dari spesies asalnya (Gorgieva dan Kokol, 2011), sedangkan pepsin sebagai enzim yang di gunakan untuk memotong protein menjadi fragmen-fragmen rantai polipetida memiliki situs-situs spesifik pemotongan. Pepsin memotong rantai polipeptida dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam

amino aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan), hidrofobik (leusin, isoleusin, metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat) (Al Janabi

et al., 1972). Hasil studi terhadap literature yang ada terdapat sangat banyak pemotongan rantai polipeptida setelah asam amino hodropobik seperti leusin dan fenilalanin akan tetapi pemotongan sangat jarang terjadi setelah prolin dan histidin.

Gambar 4.5 Pemotongan pepsin.keterangan : (A) susunan asam amino rantai alfa 1 kolagen babi, (B) susunan asam amino rantai alfa 1 kolagen sapi.


(49)

34

Gambar 4.5 menunjukkan bagaimana terjadinya pemotongan terhadap asam amino dengan panjang yang tidak sama. Hasil studi

literature menunjukkan kemungkinan terjadinya pemotongan rantai polipeptida antara leusin dengan glutamin pada pH 4 adalah 100% (palashoff, 2008). Jika situs ini (leusin-glutamin) kita tempatkan ada rantai polopeptida alpha 1 dari kolagen sapi dan babi sebagai prekusor gelatin maka akan terlihat bahwa jumlah asam amino hasil pemotongan tidak sama jumlahnya sehingga panjang rantai polipeptida yang dihasilkan akan berbeda antara protein gelatin sapi dan babi, hal ini secara langsung mempengaruhi bobot molekul fragmen polipeptida yang dihasilkan seperti yang terlihat di gambar 4.6.

Gambar 4.6 Analisis Pita pemisahan gelatin sapi dan babi. Keterangan : 0 protein marker, 1 pepsin, 2 gelatin sapi sebelum dihidrolisis, 3 gelatin babi sebelum di hidrolisis, 4 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 1 jam, 5 gelatin babi setelah dihidrolisis 1 jam, 6 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 2 jam, 7 gelatin babi setelah dihidrolisis 2 jam, 8 gelatin sapi setelah dihidrolisis selama 3 jam, 9 gelatin babi setelah dihidrolisis 3 jam.

Selanjutnya analisis terhadap gelatin dari kapsul sampel dilakukan bersamaan dengan kapsul simulasi dari gelatin murni dan gelatin murni tanpa diproses sebagai kapsul. Kondisi analisis disesuaikan dengan hasil optimasi dan dihidrolisis dengan pepsin selama 3 jam. Pada tahap ini penentuan pita spesifik dari gelatin kapsul simulasi penting untuk


(50)

35

dilakukan karena pita spesifik ini akan digunakan sebagai acuan pembanding gelatin kapsul sampel untuk penentuan sumber gelatin sampel tersebut. Pita spesifik ditentukan dengan melihat perbedaan pola pemisahan dari kedua gelatin kemudian dilihat pita pemisahan yang timbul di salah satu gelatin namun pita tersebut tidak timbul pada pemisahan gelatin jenis lainnya. Pita-pita pemisahan yang muncul di kedua jenis gelatin bukanlah pita spesifik. Pada penelitian ini diperoleh keberadaan pita yang hanya timbul pada gelatin sapi pada bobot molekul 11,4 kDa; 34 kDa; dan 47 kDa (gambar 4.6 kolom 3) dan pita yang hanya timbul pada gelatin babi pada bobot molekul 28 kDa; 24,7 kDa; dan 60 kDa (gambar .4.6 kolom 4) sedangkan pita-pita hasil pemisahan yang lain didapati pada kedua jenis gelatin. Maka pita spesifik untuk gelatin sapi adalah 11,4 kDa, 34 kDa, 47 kDa dan pita spesifik untuk gelatin babi adalah pita 28 kDa, 24,7 kDa dan 60 kDa.

Gambar 4.7 Analisis Pita Pemisahan Protein Gelatin kapsul. Keterangan : 0 protein marker,1 gelatin sapi murni, 2 gelatin babi murni, 3 kapsul simulasi gelatin sapi , 4 kapsul simulasi gelatin babi, 5 kapsul simulasi campuran gelatin sapi dan babi, 6 kapsul sampel A, 7 kapsul sampel B, 8 kapsul sampel C. Pada kolom 5 gambar 4.7 adalah kapsul simulasi yang dibuat dari campuran gelatin sapi dan gelatin babi, kapsul ini dibuat dan disertakan dalam analisa untuk melihat bagaimana pemisahan yang terjadi jika sampel yang dianalisis merupakan gelatin campuran atau gelatin yang


(51)

36

terkontaminasi oleh gelatin jenis lain. Pada penelitian ini diperoleh pemisahan gelatin campuran ini tidak benar-benar identik dengan salah satu pemisahan dari gelatin sapi maupun gelatin babi. Pada pemisahan gelatin campuran ini pita-pita yang menjadi pita spesifik gelatin sapi sama sekali tidak muncul akan tetapi ada 2 pita dari gelatin babi yang muncul pada pemisahannya yaitu pita dengan bobot molekul 14 kDa dan 10 kDa hal ini terjadi diasumsikan karena dalam proses hidrolisis yang terhidrolisis terlebih dahulu oleh pepsin pada campuran gelatin tersebut adalah gelatin babi seperti yang dijelaskan pada paragraf diatas. Sehingga diasumsikan pada metode ini pemisahan dari gelatin kapsul yang merupakan campuran gelatin sapi dan babi tidak akan memunculkan pita spesifik gelatin sapi tetapi akan memunculkan pita gelatin babi (14 kDa dan 10 kDa) sebagai penanda adanya kontaminasi gelatin babi pada gelatin campuran tersebut.

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap pita-pita pemisahan kapsul sampel dengan membandingkan keberadaan pita-pita spesifik dari pemisahan gelatin sapi ataupun babi dengan pemisahan protein gelatin kapsul sampel. Dari hasil pembandingan didapati bahwa pada pemisahan protein gelatin dari kapsul sampel 1, 2, dan 3 terdapat pita yang jelas pada Bm 11,4 kDa; 34 kDa; dan 47 kDa yang merupakan pita spesifik pada pemisahan protein gelatin sapi dan tidak didapati keberadaan pita spesifik pemisahan gelatin babi sehingga dapat disimpulkan bahwa kapsul sampel merupakan kapsul yang dibuat dari gelatin yang berasal dari sapi.

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa SDS PAGE dapat digunakan sebagai metode untuk membedakan gelatin sapi dan babi melalui pola pemisahan proteinnya. SDS PAGE selanjutnya juga mampu untuk membedakan gelatin yang telah diolah menjadi produk lain seperti kapsul. Hanya saja SDS PAGE hanya dapat melakukan pembedaan secara kualitatif.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Metode SDS PAGE dapat membedakan profil protein gelatin sapi dan babi hasil hidrolisis.

2. Pemisahan protein gelatin kapsul keras yang berasal dari sapi memiliki pita spesifik pada Bobot Molekul 47 kDa; 34 kDa; 11,4 kDa dan protein gelatin kapsul keras yang berasal dari babi memiliki pita spesifik pada Bobot Molekul 37 kDa; 28kDa; dan 14 kDa.

3. Dengan membandingkan pola pemisahan protein diperoleh bahwa gelatin yang digunakan dalam kapsul sampel diduga adalah gelatin sapi.

5.2 Saran

Perlu diadakan analisis lebih lanjut pada pita-pita hasil pemisahan SDS PAGE dengan menggunakan LCMS sehingga dapat diketahui urutan rantai asam amino pada masing-masing pita tersebut.


(53)

38

DAFTAR PUSTAKA

Advansta corporation, protein analysis electrophoresis, bolting, and immunodetection., didownload dari http://advansta.com/PA_Guide.pdf

tanggal 6 Juli.

al-Janabi, J., J. A. Hartsuck, et al. 1972. "Kinetics and mechanism of pepsinogen activation." J Biol Chem 247: 4628-32.

Anonim, 2001, SDS Page Gel Electrophoresis, didownload dari https://ww2.chemistry.gatech.edu/~lw26/bCourse_Information/4581/techni ques/gel_elect/page_protein.html tanggal 27 maret.

Anonim, Polyacrylamide gel electrophoresis, didownload dari

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/46/SDS-PAGE_Electrophoresis.png tanggal 27 maret

Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed 4th.UI PRESS: Jakarta.

Azira, T., Amin. I., and Che Man, Y. B., 2012. Differentiation of bovine and porcine gelatins in processed products via Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) and principal component analysis (PCA) techniques. International Food Research Journal 19 (3): 1175-1180.

Christensen, K. A., V. B. Pedersen, et al. 1977. "Identification of an enzymatically active intermediate in the activation of porcine pepsinogen." FEBS Lett 76: 214-8.

Davies, D. R. 1990. "The structure and function of the aspartic proteinases." Annu Rev Biophys Biophys Chem 19: 189-215.

Doi, H., Watanabe, E., Shibata, H., Tanabe, S. 2009. A reliable enzyme linked immunosorbent assay for the determination of bovine and porcine gelatin in processed foods. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 57: 1721-6. Freifelder, David. 1987. Molecular Biology, 2nd edition. Boston: Jones and

Barlett

Fujinaga, M., M. M. Chernaia, et al. 1995. "Crystal structure of human pepsin and its complex with pepstatin." Protein Sci 4: 960-72.

Gelatin manufacturers institute of America, 2012, gelatin handbook, didownload dari http://www.gelatin-gmia.com/images/GMIAGelatin_Manual_2012.pdf

tanggal 23 Maret.

Gomez-Guillen, M. C., Perez-Mateos, M., Gomez-Estaca, J., Lopez-Caballero, E., Gimenez, B., & Montero, P. 2009. Fish gelatin: a renewable material for developing active biodegradable films. Trends in Food Science & Technology, Vol. 20, No. 1, pp. (3-16)

Gorgieva, S., Kokol, V. 2011. Collagen- vs. Gelatine-Based Biomaterials and Their Biocompatibility: Review and Perspectives, Biomaterials Applications for Nanomedicine, Prof. Rosario Pignatello (Ed.), ISBN: 978-953-307-661-4

Guo, T., Zhao, J., Chang, J., Ding, Z., Hong, H., Chen, J. & Zhang, J. 2006. Porous chitosan gelatin scaffold containing plasmid DNA encoding transforming growth factor-α1 for chrondrocytes proliferation.


(54)

39

Hafidz, R. N., Yaakob, C. M., Amin, I. and Noorfaizan, A., 2011, Chemical and functional properties of bovine and porcine skin gelatin, International Food Research Journal 18: 813-817.

Hemes, B.D.1998.Gel Electrophoresis of proteins. Oxford university press. New York.

Hermanto. S., sumarlin. L. O., Fatimah.W., 2013. Differentiation of Bovine and Porcine Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis

Journal food pharmaceutical sciences. 68-73.

Hidaka, S. & S. Y. Liu. 2002. Effect of gelatins on calcium phosphate precipitation: a possible application for distinguishing bovine bone gelatin from porcine skin gelatin. Journal of Food Composition and Analysis 16: 477-483.

James, M. N. and A. R. Sielecki 1986. "Molecular structure of an aspartic proteinase zymogen, porcine pepsinogen, at 1.8 A resolution." Nature

319(6048): 33-8.

James, M. N., A. Sielecki, et al. 1982. "Conformational flexibility in the active sites of aspartyl proteinases revealed by a pepstatin fragment binding to penicillopepsin." Proc Natl Acad Sci U S A 79: 6137-41.

Kageyama, T. and K. Takahashi (1983). "Occurrence of two different pathways in the activation of porcine pepsinogen to pepsin." J Biochem 93: 743-54. Kageyama, T. and K. Takahashi. 1987. "Activation mechanism of monkey and

porcine pepsinogens A. One-step and stepwise activation pathways and their relation to intramolecular and intermolecular reactions." Eur J Biochem 165: 483-90.

Murray, Robert K.dkk. 2006. Biokimia Harper Edisi 27.Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.

Nemati, M; Oveisi, M. R.; Abdollahi, H. and Sabzevari, O. 2004. Differentiation of bovine and porcine gelatins using principal component analysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 34: 485-492

Rabadiya B, Rabadiya P. 2013. “a review: capsule shell material form gelatin to non animal origin material.” IJPRBS 2(3):42-71.

Raraswati, M.A., Triyana. K., Triwahyudi, and Rohman. A., 2013, Defferentiation of Bofine and Porcine in soft candy based on amino acid profiles and chemometrics. Journal food pharmaceutical sciences 1-6.

Schriber, L.A, & C. J. Moore. 2002. Gelatine Handbook. Wiley VCH Verlag GmbH & Co. Biocentennial.

Sielecki, A. R., A. A. Fedorov, et al. 1990. "Molecular and crystal structures of monoclinic porcine pepsin refined at 1.8 A resolution." J Mol Biol 214: 143-70.

Syamsuni, Haji. 2005. Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Penebit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

The Gelatin Manufacturers Institute of America, (GMIA) 2011, Raw Materials, Production & Uses of Gelatin, didownload dari http://www.gelatin-gmia.com/html/rawmaterials_app.html, 27 Agiustus 2011.

Venien, A., & Levieux, D. 2005. Differentiation of bovine from porcine gelatins using polyclonal anti-peptide antibodies in indirect and competitive indirect ELISA. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 39, 418–424.


(55)

40

Westermeier, 2004. Electrophoresis in Practice: A Guide to Theory and Practice. New-Jersey: John Wiley & Sons inc.

Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry Fifth Edition. United Kingdom: Cambridge University Press.

Wu, Y., S. Kaveti, et al. (2006). "Extensive deuterium back-exchange in certain immobilized pepsin columns used for H/D exchange mass spectrometry."

Anal Chem 78: 1719-23.

Zhang, G.F., Liu, T., Wang, Q., Chen, L., Lei, J., Luo, J., Ma, G. and Su, Z. 2009. Mass spectrometric detection of marker peptides in tryptic digests of gelatin: a new method to differentiate between bovine and porcine gelatin.

Food Hydrocolloids. 23: 2001–2007.

Zhang, G.F., Liu, T., Wang, Q., Lei, J.D., Ma, G.H. and Su, Z.G. 2008. Identification of marker peptides in digested gelatins by high performance liquid chromatography/mass spectrometry. Chinese Journal of Analytical Chemistry. 36: 1499–504.

Zhang, Z. and D. L. Smith .1993. "Determination of amide hydrogen exchange by mass spectrometry: a new tool for protein structure elucidation." Protein Sci 2: 522-31.


(56)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Penelitian


(57)

42

Lampiran 2 Foto Penelitian

Kaset dan rak elektroforesis Pemanasan sampel sebelum dielektroforesis

Chamber dan adaptor elektroforesis Proses stainning gel

Vortex ekstrak gelatin Ekstrak gelatin

Hasil ekstrak gelatin Tes kualitatif keberadaan protein hasil ekstraksi


(58)

43

Lampiran 3 Preparasi Reagent SDS-PAGE

a. Larutan Stok Acrylamide/Bis (30% T; 2,67% C)

29,2 g akrilamid dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, kemudian ditambahkan 0,8 ml N’N’-bis-methylene-acrylamide ke dalam larutan aduk hingga larut dengan stirer, kemudian larutan disaring dan disimpan pada suhu 4oC di tempat yang terhindar dari cahaya, larutan dapat disimpan maksimal 30 hari sebelum digunakan.

b. SDS 5% (w/v)

5 g SDS dilarutkan dalam 90 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian ditambakan air deionisasi hingga 100 ml.

c. 1,5 M Tris-HCl; pH 8,8

18,15 g Basa Tris dilarutkan dalam 80 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 8.8 dengan penambahan 6 N HCl. kemudian air deionisasi ditambahkan pada larutan hingga 100 ml, larutan di simpan pada suhu 4oC.

d. Sampel Buffer (0,5 M Tris-HCl; pH 6,8)

6 g Basa Tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 6,8 dengan penambahan 6 N HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml. larutan disimpan pada 4oC.

e. Runing Buffer (SDS reducing buffer)

1,25 ml stacking buffer; 2,5 ml glyserol, 2 ml 10% SDS; dan 0,2 ml 0,5% (w/v) bromphenol blue ditambahkan dalam 3,55 ml air deionisasi. Air deionisasi ditambahkan hingga volume total 9,5 ml, larutan disimpan pada suhu ruang. Larutan digunakan dengan menambahkan 50 ml β–mecaptoethanol ke dalam 950 ml sample

buffer sebelum digunakan, encerkan sample paling sedikit 1:2 di dalam sample buffer dan panaskan 95oC selama 4 menit.

f. 10x Buffer Elektroda

30,3 gr Basa Tris; 144 g glisin; dan 10 g SDS dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, larutan diaduk kemudian ditambahkan air deionisasi


(1)

Hafidz, R. N., Yaakob, C. M., Amin, I. and Noorfaizan, A., 2011, Chemical and functional properties of bovine and porcine skin gelatin, International Food Research Journal 18: 813-817.

Hemes, B.D.1998.Gel Electrophoresis of proteins. Oxford university press. New York.

Hermanto. S., sumarlin. L. O., Fatimah.W., 2013. Differentiation of Bovine and Porcine Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis Journal food pharmaceutical sciences. 68-73.

Hidaka, S. & S. Y. Liu. 2002. Effect of gelatins on calcium phosphate precipitation: a possible application for distinguishing bovine bone gelatin from porcine skin gelatin. Journal of Food Composition and Analysis 16: 477-483.

James, M. N. and A. R. Sielecki 1986. "Molecular structure of an aspartic proteinase zymogen, porcine pepsinogen, at 1.8 A resolution." Nature 319(6048): 33-8.

James, M. N., A. Sielecki, et al. 1982. "Conformational flexibility in the active sites of aspartyl proteinases revealed by a pepstatin fragment binding to penicillopepsin." Proc Natl Acad Sci U S A 79: 6137-41.

Kageyama, T. and K. Takahashi (1983). "Occurrence of two different pathways in the activation of porcine pepsinogen to pepsin." J Biochem 93: 743-54. Kageyama, T. and K. Takahashi. 1987. "Activation mechanism of monkey and

porcine pepsinogens A. One-step and stepwise activation pathways and their relation to intramolecular and intermolecular reactions." Eur J Biochem 165: 483-90.

Murray, Robert K.dkk. 2006. Biokimia Harper Edisi 27.Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.

Nemati, M; Oveisi, M. R.; Abdollahi, H. and Sabzevari, O. 2004. Differentiation of bovine and porcine gelatins using principal component analysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 34: 485-492

Rabadiya B, Rabadiya P. 2013. “a review: capsule shell material form gelatin to non animal origin material.” IJPRBS 2(3):42-71.

Raraswati, M.A., Triyana. K., Triwahyudi, and Rohman. A., 2013, Defferentiation of Bofine and Porcine in soft candy based on amino acid profiles and chemometrics. Journal food pharmaceutical sciences 1-6.

Schriber, L.A, & C. J. Moore. 2002. Gelatine Handbook. Wiley VCH Verlag GmbH & Co. Biocentennial.

Sielecki, A. R., A. A. Fedorov, et al. 1990. "Molecular and crystal structures of monoclinic porcine pepsin refined at 1.8 A resolution." J Mol Biol 214: 143-70.

Syamsuni, Haji. 2005. Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Penebit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

The Gelatin Manufacturers Institute of America, (GMIA) 2011, Raw Materials, Production & Uses of Gelatin, didownload dari http://www.gelatin-gmia.com/html/rawmaterials_app.html, 27 Agiustus 2011.

Venien, A., & Levieux, D. 2005. Differentiation of bovine from porcine gelatins using polyclonal anti-peptide antibodies in indirect and competitive indirect ELISA. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 39, 418–424.


(2)

40

Westermeier, 2004. Electrophoresis in Practice: A Guide to Theory and Practice. New-Jersey: John Wiley & Sons inc.

Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry Fifth Edition. United Kingdom: Cambridge University Press.

Wu, Y., S. Kaveti, et al. (2006). "Extensive deuterium back-exchange in certain immobilized pepsin columns used for H/D exchange mass spectrometry." Anal Chem 78: 1719-23.

Zhang, G.F., Liu, T., Wang, Q., Chen, L., Lei, J., Luo, J., Ma, G. and Su, Z. 2009. Mass spectrometric detection of marker peptides in tryptic digests of gelatin: a new method to differentiate between bovine and porcine gelatin. Food Hydrocolloids. 23: 2001–2007.

Zhang, G.F., Liu, T., Wang, Q., Lei, J.D., Ma, G.H. and Su, Z.G. 2008. Identification of marker peptides in digested gelatins by high performance liquid chromatography/mass spectrometry. Chinese Journal of Analytical Chemistry. 36: 1499–504.

Zhang, Z. and D. L. Smith .1993. "Determination of amide hydrogen exchange by mass spectrometry: a new tool for protein structure elucidation." Protein Sci 2: 522-31.


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Penelitian


(4)

42

Lampiran 2 Foto Penelitian

Kaset dan rak elektroforesis Pemanasan sampel sebelum dielektroforesis

Chamber dan adaptor elektroforesis Proses stainning gel

Vortex ekstrak gelatin Ekstrak gelatin


(5)

Lampiran 3 Preparasi Reagent SDS-PAGE

a. Larutan Stok Acrylamide/Bis (30% T; 2,67% C)

29,2 g akrilamid dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, kemudian ditambahkan 0,8 ml N’N’-bis-methylene-acrylamide ke dalam larutan aduk hingga larut dengan stirer, kemudian larutan disaring dan disimpan pada suhu 4oC di tempat yang terhindar dari cahaya, larutan dapat disimpan maksimal 30 hari sebelum digunakan.

b. SDS 5% (w/v)

5 g SDS dilarutkan dalam 90 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian ditambakan air deionisasi hingga 100 ml.

c. 1,5 M Tris-HCl; pH 8,8

18,15 g Basa Tris dilarutkan dalam 80 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 8.8 dengan penambahan 6 N HCl. kemudian air deionisasi ditambahkan pada larutan hingga 100 ml, larutan di simpan pada suhu 4oC.

d. Sampel Buffer (0,5 M Tris-HCl; pH 6,8)

6 g Basa Tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudian pH disesuaikan hingga 6,8 dengan penambahan 6 N HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml. larutan disimpan pada 4oC.

e. Runing Buffer (SDS reducing buffer)

1,25 ml stacking buffer; 2,5 ml glyserol, 2 ml 10% SDS; dan 0,2 ml 0,5% (w/v) bromphenol blue ditambahkan dalam 3,55 ml air deionisasi. Air deionisasi ditambahkan hingga volume total 9,5 ml, larutan disimpan pada suhu ruang. Larutan digunakan dengan menambahkan 50 ml β–mecaptoethanol ke dalam 950 ml sample buffer sebelum digunakan, encerkan sample paling sedikit 1:2 di dalam sample buffer dan panaskan 95oC selama 4 menit.

f. 10x Buffer Elektroda

30,3 gr Basa Tris; 144 g glisin; dan 10 g SDS dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, larutan diaduk kemudian ditambahkan air deionisasi


(6)

44

hingga volume total 1000 ml. Larutan disimpan pada 4oC dan dihangatkan hingga suhu ruangan sebelum digunakan.

g. 10% APS(disiapka segar sebelum pemakaian)


Dokumen yang terkait

Aplikasi Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) untuk Mengidentifikasi Sumber Gelatin pada Kapsul Keras

1 18 59

Analisa Profil Protein Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Gummy Vitamin C Menggunakan Metode SDSPAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 21 79

Purifikasi dan karakterisasi imunoglobulin Y (lgY) kuning telur ayam spesifik Streptococcus mutans menggunakan metode sodium dodecyl sulphate-poly acrilamide gel electrophoresis (SDS-page)

0 8 45

Purifikasi dan karakteristik imunoglobulin Y (lgY) kuning telur ayam spesifik Salmonelaenteritidis menggunakan metode sodium dedocyl sulphate poly acrilamide gel electrophoresis (SDS-page)

0 4 43

Karakteristik Protein Imunoglobulin Y (Ig Y) Kuning Telur H5N1, H5N2 Dan H5N9 Menggunakan Metode Sodium Dodecyl Sulphate-Poly Acrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

0 10 36

Karakterisasi Protein IgG Anti H5N1 Menggunakan Metode SDS-Page (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis) Dari Kolostrum Sapi Yang Divaksin H5N1

1 14 75

Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)

2 16 70

Remediasi Pasir Terkontaminasi Dengan Metode Pencucian Kolom Dengan Peningkatan Surfaktan Berbahan Baku Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)

0 15 88

Remediasi Pasir Terkontaminasi Dengan Metode Pencucian Kolom Dengan Peningkatan Surfaktan Berbahan Baku Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)

0 0 18

Protein Profilesof Beef (Bos indicus), Pork (Sus domesticus),and SausagesBy Using SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) Method | Zilhadia | Journal of Food and Pharmaceutical Sciences 2432 4129 2 PB

0 0 6