Pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil imunohistokimia antioksidan Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan hati tikus

(1)

ANTIOKSIDAN COPPER, ZINC-SUPEROXIDE DISMUTASE

(Cu,Zn-SOD) PADA JARINGAN HATI TIKUS

MOCHAMMAD IRVAN

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRAK

MOCHAMMAD IRVAN. Pengaruh Pemberian Isoflavon Kedelai, Mineral Zn dan Vitamin E Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Cooper,Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) Pada Jaringan Hati Tikus. Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil enzim antioksidan cooper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) secara imunohistokimia pada hati tikus.

Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur

Sprague Dawley Sebanyak 18 ekor berumur 28 hari dengan berat 50 g. Delapan belas ekor tikus tersebut dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan; (1) kelompok kontrol negatif (K) hanya diberi ransum standar tanpa cekok isoflavon serta tanpa fortifikasi vitamin E dan Zn, (2) perlakuan I diberi ransum standar dengan cekok isoflavon, (3) perlakuan ZE diberi ransum standar dengan fortifikasi Zn dan fortifikasi vitamin E, (4) perlakuan IE diberi ransum standar dengan cekok isoflavon dan fortifikasi vitamin E, (5) perlakuan IZ diberi ransum standar dengan cekok isoflavon dan fortifikasi Zn, (6) perlakuan IZE diberi ransum standar dengan cekok isoflavon serta fortifikasi Zn dan fortifikasi vitamin E. Dosis isoflavon yang diberikan 3 mg/ekor/hari, vitamin E sebanyak 500 mg/kg ransum, dan Zn sebanyak 27 mg/kg ransum. Perlakuan diberikan selama 8 minggu. Sampel jaringan hati diambil di akhir perlakuan lalu diproses dengan metode

embedding parafin. Potongan jaringan diwarnai dengan hematoxillin-eosin (HE) dan imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD.

Pemberian isoflavon, vitamin E dan Zn secara kombinasi atau lengkap menunjukan gambaran morfologi hati yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.Pemberian vitamin E dan Zn dapat meningkatkan profil antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian isoflavon saja. Pemberian isoflavon, yang dikombinasikan dengan vitamin E atau Zn meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD lebih tinggi pada jaringan hati tikus dibandingkan dengan pemberian isoflavon saja atau vitamin E dan Zn. Pemberian Zn yang dikombinasi dengan isoflavon meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati yang lebih tinggi dibandingkan pemberian vitamin E yang dikombinasikan dengan isoflavon. Pemberian isoflavon, vitamin E dan Zn menunjukan profil antioksidan Cu,Zn-SOD terbaik pada jaringan hati tikus.


(3)

PENGARUH PEMBERIAN ISOFLAVON KEDELAI, MINERAL

Zn DAN VITAMIN E TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA

ANTIOKSIDAN COPPER, ZINC-SUPEROXIDE DISMUTASE

(Cu,Zn-SOD) PADA JARINGAN HATI TIKUS

MOCHAMMAD IRVAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Judul Skripsi : Pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil imunohistokimia antioksidan Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan hati tikus

Nama : Mochammad Irvan

NRP : B04103102

Telah diperiksa dan disetujui :

Dosen Pembimbing

Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D NIP. 131 878 930

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 30 Desember 1985 dari ayah Mochtar Lutfi dan ibu Enny Yuniwati Soekarno. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Muhammadiyah 2 Surabaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Histologi I pada tahun ajaran 2006/2007, serta mata kuliah PKPTT pada tahun ajaran 2006/2007.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Pemberian Isoflavon Kedelai, Mineral Zn, dan Vitamin E Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) Pada Jaringan Hati Tikus”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si dan drh. Adi Winarto, Ph.D atas bantuan dan dorongan semangat selama penulis melakukan penelitian di laboratorium Histologi.

3. DR. drh. Damiana Rita Ekastuti M.S. sebagai dosen penguji skripsi, atas segala bimbingan serta sarannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ir. Sussi Astuti, M.Si yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian serta memberikan ilmunya hingga akhir penulisan skripsi ini.

5. Seluruh staf dan pegawai Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi FKH-IPB.

6. drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D sebagai dosen Pembimbing Akademik .

7. Mama, Papa, Mbak Lenny serta seluruh Keluarga Besar di Surabaya atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan.

8. Nila, Andina, Yoli, dan Teguh atas bantuannya dalam proses penelitian . 9. Insariani atas semangat dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 10. Intan, Amindra dan Egi atas persahabatan yang terjalin indah.

11. Vian sebagai rekan satu tim yang telah berbagi kebersamaan dan kerjasama semasa penelitian di Lab Histologi.

12. Teman-teman kelompok IBKV (Agustin, Reni, Reza, dan Rhiska) yang telah berbagi ilmu dan kebahagiaan.


(7)

13. Teman-teman Rulita dan Kenanga 14 atas kebersamaan yang indah.

14. Wanita terindah yang pernah mengisi saat-saat terindah yang ada dihidupku. 15. teman-teman angkatan 39, 40 dan 41 atas kebersamaan yang tidak dapat

terlupakan.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas perhatian yang telah diberikan. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan kiranya tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, 1 September 2007


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesa ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Hati ... 4

Isoflavon Kedelai ... 5

Vitamin E ... 7

Mineral Zn ... 8

Radikal Bebas ... 8

Antioksidan ... 10

Cooper, Zinc-Superoxida Dismutase (Cu,Zn-SOD) ... 11

Imunohistokimia ... 12

METODE PENELITIAN ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Materi dan Alat Penelitian ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pengamatan dan Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Hasil ... 19

Kandungan Cu,Zn-SOD Secara Imunohistokimia ... 19

Pengamatan kualitatif ... 19

Pengamatan kuantitatif ... 21

Pehitungan persentase ... 23

Perubahan morfologi Hati ... 24

Pembahasan ... 26

Profil Cu,Zn-SOD ... 26

Perubahan Morfologi Hati ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

2.

.

Komposisi ransum untuk pembuatan 100 g ransum tikus jantan ...

Profil kandungan Cu,Zn-SOD pada inti sel hati tikus kelompok perlakuan pada berbagai tingkat kandungan per lapang pandang pembesaran 20x ...

15


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

.

Struktur dasar flavonoid ...

Struktur molekul isoflavon ...

Struktur molekul α-tokoferol ... Fotomikrograf jaringan hati tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan pewarnaan imunohistokimia Cu,Zn-SOD ... Persentase jumlah inti sel hati tikus perlakuan pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD ...

Fotomikrograf jaringan hati tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan pewarnaan hematoksilin eosin ...

5

6

7

20

23

25


(11)

ANTIOKSIDAN COPPER, ZINC-SUPEROXIDE DISMUTASE

(Cu,Zn-SOD) PADA JARINGAN HATI TIKUS

MOCHAMMAD IRVAN

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

ABSTRAK

MOCHAMMAD IRVAN. Pengaruh Pemberian Isoflavon Kedelai, Mineral Zn dan Vitamin E Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Cooper,Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) Pada Jaringan Hati Tikus. Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil enzim antioksidan cooper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) secara imunohistokimia pada hati tikus.

Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur

Sprague Dawley Sebanyak 18 ekor berumur 28 hari dengan berat 50 g. Delapan belas ekor tikus tersebut dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan; (1) kelompok kontrol negatif (K) hanya diberi ransum standar tanpa cekok isoflavon serta tanpa fortifikasi vitamin E dan Zn, (2) perlakuan I diberi ransum standar dengan cekok isoflavon, (3) perlakuan ZE diberi ransum standar dengan fortifikasi Zn dan fortifikasi vitamin E, (4) perlakuan IE diberi ransum standar dengan cekok isoflavon dan fortifikasi vitamin E, (5) perlakuan IZ diberi ransum standar dengan cekok isoflavon dan fortifikasi Zn, (6) perlakuan IZE diberi ransum standar dengan cekok isoflavon serta fortifikasi Zn dan fortifikasi vitamin E. Dosis isoflavon yang diberikan 3 mg/ekor/hari, vitamin E sebanyak 500 mg/kg ransum, dan Zn sebanyak 27 mg/kg ransum. Perlakuan diberikan selama 8 minggu. Sampel jaringan hati diambil di akhir perlakuan lalu diproses dengan metode

embedding parafin. Potongan jaringan diwarnai dengan hematoxillin-eosin (HE) dan imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD.

Pemberian isoflavon, vitamin E dan Zn secara kombinasi atau lengkap menunjukan gambaran morfologi hati yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.Pemberian vitamin E dan Zn dapat meningkatkan profil antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian isoflavon saja. Pemberian isoflavon, yang dikombinasikan dengan vitamin E atau Zn meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD lebih tinggi pada jaringan hati tikus dibandingkan dengan pemberian isoflavon saja atau vitamin E dan Zn. Pemberian Zn yang dikombinasi dengan isoflavon meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati yang lebih tinggi dibandingkan pemberian vitamin E yang dikombinasikan dengan isoflavon. Pemberian isoflavon, vitamin E dan Zn menunjukan profil antioksidan Cu,Zn-SOD terbaik pada jaringan hati tikus.


(13)

PENGARUH PEMBERIAN ISOFLAVON KEDELAI, MINERAL

Zn DAN VITAMIN E TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA

ANTIOKSIDAN COPPER, ZINC-SUPEROXIDE DISMUTASE

(Cu,Zn-SOD) PADA JARINGAN HATI TIKUS

MOCHAMMAD IRVAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(14)

Judul Skripsi : Pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil imunohistokimia antioksidan Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan hati tikus

Nama : Mochammad Irvan

NRP : B04103102

Telah diperiksa dan disetujui :

Dosen Pembimbing

Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D NIP. 131 878 930

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 129 090


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 30 Desember 1985 dari ayah Mochtar Lutfi dan ibu Enny Yuniwati Soekarno. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Muhammadiyah 2 Surabaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Histologi I pada tahun ajaran 2006/2007, serta mata kuliah PKPTT pada tahun ajaran 2006/2007.


(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Pemberian Isoflavon Kedelai, Mineral Zn, dan Vitamin E Terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) Pada Jaringan Hati Tikus”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si dan drh. Adi Winarto, Ph.D atas bantuan dan dorongan semangat selama penulis melakukan penelitian di laboratorium Histologi.

3. DR. drh. Damiana Rita Ekastuti M.S. sebagai dosen penguji skripsi, atas segala bimbingan serta sarannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ir. Sussi Astuti, M.Si yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian serta memberikan ilmunya hingga akhir penulisan skripsi ini.

5. Seluruh staf dan pegawai Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi FKH-IPB.

6. drh. Fadjar Satrija, MSc, Ph.D sebagai dosen Pembimbing Akademik .

7. Mama, Papa, Mbak Lenny serta seluruh Keluarga Besar di Surabaya atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan.

8. Nila, Andina, Yoli, dan Teguh atas bantuannya dalam proses penelitian . 9. Insariani atas semangat dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 10. Intan, Amindra dan Egi atas persahabatan yang terjalin indah.

11. Vian sebagai rekan satu tim yang telah berbagi kebersamaan dan kerjasama semasa penelitian di Lab Histologi.

12. Teman-teman kelompok IBKV (Agustin, Reni, Reza, dan Rhiska) yang telah berbagi ilmu dan kebahagiaan.


(17)

13. Teman-teman Rulita dan Kenanga 14 atas kebersamaan yang indah.

14. Wanita terindah yang pernah mengisi saat-saat terindah yang ada dihidupku. 15. teman-teman angkatan 39, 40 dan 41 atas kebersamaan yang tidak dapat

terlupakan.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik atas perhatian yang telah diberikan. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan kiranya tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, 1 September 2007


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesa ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Hati ... 4

Isoflavon Kedelai ... 5

Vitamin E ... 7

Mineral Zn ... 8

Radikal Bebas ... 8

Antioksidan ... 10

Cooper, Zinc-Superoxida Dismutase (Cu,Zn-SOD) ... 11

Imunohistokimia ... 12

METODE PENELITIAN ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Materi dan Alat Penelitian ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pengamatan dan Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Hasil ... 19

Kandungan Cu,Zn-SOD Secara Imunohistokimia ... 19

Pengamatan kualitatif ... 19

Pengamatan kuantitatif ... 21

Pehitungan persentase ... 23

Perubahan morfologi Hati ... 24

Pembahasan ... 26

Profil Cu,Zn-SOD ... 26

Perubahan Morfologi Hati ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

2.

.

Komposisi ransum untuk pembuatan 100 g ransum tikus jantan ...

Profil kandungan Cu,Zn-SOD pada inti sel hati tikus kelompok perlakuan pada berbagai tingkat kandungan per lapang pandang pembesaran 20x ...

15


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

.

Struktur dasar flavonoid ...

Struktur molekul isoflavon ...

Struktur molekul α-tokoferol ... Fotomikrograf jaringan hati tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan pewarnaan imunohistokimia Cu,Zn-SOD ... Persentase jumlah inti sel hati tikus perlakuan pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD ...

Fotomikrograf jaringan hati tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan pewarnaan hematoksilin eosin ...

5

6

7

20

23

25


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

.

Prosedur pembuatan sediaan...

Prosedur pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)...

Prosedur pewarnaan Cu,Zn-SOD secara Imunohistokimia... Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang memberikan reaksi positif kuat terhadap kandungan Cu,Zn-SOD sel hati tikus ...

Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang memberikan reaksi positif sedang terhadap kandungan Cu,Zn-SOD sel hati tikus ...

Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang memberikan reaksi positif lemah terhadap kandungan Cu,Zn-SOD sel hati tikus ...

Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang memberikan reaksi negatif terhadap kandungan Cu,Zn-SOD sel hati tikus ...

36

37

38

40

41

42


(22)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tingginya prevalensi penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, dan kencing manis telah dirasakan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Ketidakseimbangan gizi, pola makan dan gaya hidup yang salah serta lingkungan yang tercemar dapat merangsang timbulnya radikal bebas yang dapat menyebabkan tingginya prevalensi penyakit degeneratif (Karyadi 2006).

Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Elektron yang tidak berpasangan akan merubah reaktivitas kimia dari molekul, sehingga molekul tersebut menjadi lebih reaktif daripada bentuk non radikal (Ali 2003). Radikal bebas dapat dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan asalnya, yaitu radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh (endogen) dan luar tubuh (eksogen). Di dalam tubuh, radikal bebas dapat terbentuk dari reaksi reduksi normal dalam mitokondria, peroksisom, detoksikasi senyawa senobiotik dan metabolisme obat-obatan. Sedangkan dari luar tubuh, radikal bebas dapat berasal dari asap rokok, radiasi, inflamasi dan olahraga yang berlebihan (Langseth 1995 yang dikutip Tejasari 2000).

Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap radikal bebas yang berupa antioksidan. Antioksidan adalah suatu substansia yang mencegah atau menurunkan reaksi-reaksi oksidasi dan berfungsi untuk mencegah dan menghentikan kerusakan akibat adanya radikal bebas (Asikin 2001). Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat dibedakan atas antioksidan endogen yang terdiri atas enzim-enzim seperti superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase serta antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti askorbat, tokoferol, karoten dan berbagai bahan alami lain yang dapat mendetoksikasi radikal bebas (Nayak 2001). Jumlah antioksidan dalam tubuh harus memadai. Meningkatnya jumlah radikal bebas dalam tubuh mengakibatkan tubuh membutuhkan antioksidan yang lebih banyak.

Kebutuhan antioksidan dapat dibantu dengan menyediakan antioksidan dari luar tubuh. Ada beberapa bentuk antioksidan eksogen, diantaranya adalah vitamin, mineral dan fitokimia. Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi


(23)

bahan alami). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, dan c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt 1992).

Antioksidan alami yang banyak dikenal adalah vitamin E, isoflavon dan mineral seng. Sumber vitamin E mudah kita jumpai, misalnya minyak sayur, sayuran hijau, biji-bijian, susu dan daging. Seng tersedia dalam bahan makanan seperti kepiting, hati sapi, daging sapi, sereal, lobster, ayam, susu dan telur (Pudjiadi 2005). Sedangkan isoflavon termasuk golongan flavonoid dan senyawa flavonoid telah terbukti secara in vitro mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan. Isoflavon paling banyak ditemukan di dalam kedelai. Kedelai sangat populer dan sering dikonsumsi masyarakat Indonesia dan juga telah menjadi makanan sehari-hari bagi penduduk Asia.

Konsumsi bahan pangan dengan antioksidan perlu ditingkatkan oleh masyarakat Indonesia untuk menurunkan prevalensi penyakit degenerasi yang terjadi. Mengingat ketersediaan antioksidan yang mudah didapatkan dalam makanan sehari-hari masyarakat Indonesia, perlu dikaji pengaruh asupan kombinasi antioksidan alami terhadap netralisasi radikal bebas dalam tubuh. Hal ini agar meyakinkan perlunya asupan antioksidan akibat kondisi kehidupan yang memungkinkan resiko banyaknya radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil enzim antioksidan copper, zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) secara imunohistokimia pada jaringan hati tikus.


(24)

Hipotesa

H0 : Kombinasi isoflavon, vitamin E dan Zn tidak menunjukkan kerja yang lebih baik sebagai antioksidan dalam menbantu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus dibandingkan kerja tunggalnya.

H1 : Kombinasi isoflavon, vitamin E dan Zn menunjukkan kerja yang lebih baik sebagai antioksidan dalam menbantu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus dibandingkan kerja tunggalnya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah dalam usaha mengatasi rendahnya antioksidan intrasel pada kondisi fisiologis normal tubuh.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Hati

Hati adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar. Hati terletak di rongga perut di bawah diaphragma (Junqueira et al. 1998). Hati mempunyai empat lobus utama dan berhubungan satu sama lain di sebelah dorsalnya, yaitu : lobus medius (menjadi bagian kiri dan kanan oleh sebuah bifurcatio), lobus lateral kiri (tidak terbagi), lobus lateral kanan (terbagi horizontal menjadi bagian anterior dan posterior), dan lobus kaudal (mempunyai dua lobus berbentuk daun di dorsal dan ventral esofagus pada bagian curvatura minor lambung) (Harada et al. 1996).

Hati mendapat suplai darah dari arteri hepatica dan vena porta (Miyai 1991). Sebagaian besar darah berasal dari vena porta, dan sebagaian kecil dipasok oleh arteri hepatika (Junqueira et al. 1998). Arteri hepatica berfungsi untuk suplai nutrisi, sedangkan vena porta membawa darah yang berisi oksigen dari saluran pencernaan, limpa, dan pankreas ke hati (Maronpot 1999). Seluruh materi yang diserap melalui usus tiba di hati melalui vena porta, kecuali lipid kompleks (kilomikron), yang diangkut melalui pembuluh limfe. Posisi hati dalam sistem empedu adalah optimal untuk menampung, mengubah dan mengumpulkan metabolit dan untuk menetralisasi serta mengeluarkan substansia toksik. Pengeluaran ini terjadi melalui empedu, suatu sekret eksokrin dari hati, yang penting untuk pencernaan lipid (Junqueira et al. 1998).

Hati mempunyai beberapa komponen sel, yaitu hepatosit (sel parenkim), sel sinusoidal (endotel, sel kupfer dan sel lemak), sel haematopoesis, sel saraf, sel pembuluh darah dan limfatik (endotel, adventisial, dan sel otot polos) (Maronpot 1999). Komponen struktural utama dari hati adalah sel hati atau hepatosit (Junqueira et al. 1998). Hepatosit bertanggung jawab terhadap peran utama hati dan metabolisme yang terletak di antara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu (Lu 1995). Sel epitelial ini berkelompok dan membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan. Lobulus hati dibentuk oleh massa jaringan berbentuk poligonal. Lobulus ini dibatasi oleh jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf dan pembuluh darah. Hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati. Mereka membentuk lapisan setebal 1 atau 2 sel, lempeng ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan


(26)

beranastomosis secara bebas. Celah diantara kapiler ini mengandung kapiler, yaitu sinusoid hati (Junqueira et al. 1998).

Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi : (1) fungsi vaskular untuk menyimpan darah, (2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagaian besar sistem metabolisme tubuh dan (3) fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu dan mengalirkan saluran empedu ke saluran pencernaan (Guyton 1994).

Fungsi ekskresi hati berhubungan dengan fungsinya sebagai organ detoksifikasi (Kelly 1984). Peran hati sebagai fungsi ekskresi dan sekresi yaitu ekskresi dan sekresi garam-garam empedu, mensintesis glukosa, low density lipoprotein (LDL), urea dan plasma protein yang larut (Kelly 1984).

Hati dipilih sebagai organ tempat diamatinya perubahan kandungan Cu,Zn-SOD karena kandungan enzim ini di hati 10 kali lipat per gram berat basah dibandingkan keberedaannya pada organ lain di dalam tubuh tikus (Slot et al.

1986). Kandungan enzim Cu,Zn-SOD terbesar ditemukan di hati dibandingkan organ lain seperti ginjal, paru-paru dan saluran pencernaan (Makita 1993).

Isoflavon Kedelai

Isoflavon tergolong kelompok flavonoid yaitu senyawa polifenolik yang banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian. Isoflavon adalah flavonoid utama dalam kacang kedelai yang memiliki potensi besar dalam mencegah kanker, osteoporosis, sindrom menopause dan hiperkolesterol (Zubik dan Medyani 2003).


(27)

Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, yaitu suatu kombinasi gula dengan satu atau lebih gugus hidroksil flavonoid. Isoflavonoid di alam sering dalam bentuk O-glikosida. Biasanya residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa, dan gentibiosa (Markham 1982).

Gambar 2. struktur molekul isoflavon Keterangan :

Genisten : R1 = OH, R2 = H, R3 = OH Daidzein : R1 = H, R2 = H, R3 = OH Glycitein : R1 = H, R2 = OCH3, R3 = OH

Isoflavon kedelai terutama berupa 7-O-monoglukosida-isoflavon, dimana bagian glikosidanya 100 kali bagian aglikonnya. Senyawa antioksidan alami isoflavon dari kedelai tersebut adalah 5,7,5’-trihidroksiisoflavon-7-0-monoglukosida (genistein), 7,4’-dihidroksiisoflavon-7-monoglikosida (daidezin), dan 7,4-dihidroksi-6-metoksi-isoflavon -7-0-monoglukosida (glycitein). Isoflavon dari kedelai adalah 6,7,4’-trihidroksiisoflavon yang hanya terdapat pada produk-produk kedelai fermentasi (Pratt, 1992).

Senyawa ini terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat dengan gula terutama glukosa (Rakes & Russet 2001). Isoflavon dalam bentuk bebas bersifat kurang polar sehingga cenderung mudah larut dalam pelarut organik, seperti eter atau kloroform. Isoflavon bentuk terikat bersifat lebih polar atau mudah larut dalam air atau alkohol. Bentuk terikat ini dapat berupa isoflavon O-glikosida atau isoflavon C-glikosida (Ernita 1995). Menurut Ruiz-Larrea (1997), di dalam tubuh manusia, isoflavon dapat meningkatkan kemampuan penghambatan oksidasi low density lipoprotein (LDL).


(28)

Vitamin E

Vitamin E berperan sebagai scavanger dari radikal peroksil yang mungkin sangat penting dalam menghambat reaksi rantai radikal bebas dari peroksidasi lipid (Halliwell dan Gutteridge 1999). Secara alami, aktivitas vitamin E terdiri dari 8 substansi yaitu alfa-, beta-, gama-, dan delta-tokoferol; dan alfa-, d-beta-, d-gama-, dan d-delta-tokotrienol (Machlin 1991). Namun secara biologis, bentuk yang paling penting dari vitamin E adalah α-tokoferol (Schreiber 1984) karena beberapa dari vitamin E yang biasa terdapat dalam makanan ( dan -tokoferol, tokotrienol) mempunyai aktivitas biologis yang kecil (Combs 1992). Vitamin E hanya disintesis oleh tumbuhan dan oleh karena itu terutama ditemukan pada produk tanaman (Combs 1992). Vitamin E (α-tokoferol) banyak ditemukan pada minyak sayur dan terutama berlimpah jumlahnya pada kecambah (Lehninger 1982). Sebanyak 40% tokoferol akan diabsorbsi di saluran pencernaan. Sebagaian besar tokoferol masuk ke dalam darah melalui limfonodus bersama kilomikron. Vitamin E akan tersimpan di jaringan adipose. α -tokoferol akan diikat oleh fosfolipid yang terdapat pada mitokondria, retikulum endoplasma dan membran plasma yang selanjutnya akan menjaga konsentrasi dari fosfolipid tersebut (Machlin, 1991).

Jaringan hewan cenderung untuk memiliki jumlah vitamin E yang rendah. Jumlah yang tinggi terdapat dalam jaringan lemak dan berubah-ubah jumlahnya tergantung dari asupan makanan yang masuk terutama dari vitamin (Combs 1992).

Gambar 3. struktur molekul α-tokoferol

Tokoferol mengandung cincin aromatik tersubstitusi dan rantai panjang isoprenoid sebagai rantai samping (Lehninger 1982). Secara normal konsentrasi vitamin E tertinggi terdapat dalam plasma, hati, dan jaringan lemak. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, dalam mencegah oksidasi dan peroksidasi unit asam pati-lemak tidak jenuh dan fosfolipid membran (dalam dan pada membran plasma sel) sehingga dapat mencegah


(29)

terjadinya kerusakan dinding sel serta mencegah/ mengurangi akumulasi granula pigmen seroid dalam jaringan lunak yang secara normal meningkat bersama umur (Linder 1990).

Mineral Zinc

Unsur Zinc (Zn) sangat luas penyebarannya. Zn banyak terdapat dalam dedak dan kecambah biji sereal. Selain itu hasil sampingan protein hewan seperti tepung ikan dan tepung daging mempunyai kandungan Zn yang lebih tinggi dibandingkan dengan suplemen yang berasal dari protein tumbuhan (Manalu 1999).

Zinc ditemukan pada setiap jaringan tubuh hewan. Tetapi sebagian besar terdapat dalam hati, pankreas, ginjal, otot, dan tulang (Almatsier 2001). Ion Zn2+ merupakan komponen essensial pada hampir ratusan jenis enzim yang berbeda. Ion ini terdapat pada beberapa dehidrogenase yang berikatan dengan NAD dan NADP, yaitu enzim yang menyebabkan perpindahan ion hibrida dari molekul substrat ke koenzim NAD+ dan NADP+ (Lehninger 1982). Selain itu beberapa enzim dalam tubuh hewan diketahui mengandung Zn; termasuk karbonik anhidrase, karboksipeptidase pankreas, laktat dehidrogenase, alkalin fosfatase dan timidin kinase. Zn juga berperan sebagai aktivator beberapa sistem enzim (Manalu 1999).

Absorbsi Zn dipengaruhi oleh status Zn tubuh. Jumlah penyerapan tergantung kepada jumlah Zn dalam makanan dan kebutuhan fisiologis tubuh. Rendahnya kandungan Zn di dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan Zn di dalam tubuh (Parakkasi 1980).

Jumlah Zn yang berlebihan di dalam ransum dapat menekan konsumsi pakan dan merangsang defisiensi tembaga (Cu). Suplementasi Zn dalam dosis tinggi akan menyebabkan efek negatif terhadap hewan, dimana perubahan yang terjadi seperti halnya pada saat tubuh kekurangan Zn (Helge dan Rink 2003).

Radikal Bebas

Radikal bebas (free radical), oksidan (oxidant) atau sering disebut juga senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen species) adalah molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) pada orbital terluarnya (Kartikawati 1999). Dalam upaya memenuhi keganjilan elektronnya, radikal bebas yang elektronnya tidak berpasangan secara cepat


(30)

akan menarik elektron makromolekul biologis yang berada disekitarnya seperti protein, asam nukleat, dan asam deoksiribonukleat (DNA). Makromolekul yang teroksidasi dan terdegradasi, dan jika makromolekul tersebut merupakan bagian dari sel atau organel maka dapat mengakibatkan kerusakan pada sel tersebut (Halliwell dan Gutteridge 1990).

Peran utama O2 dalam kehidupan adalah dalam proses oksidasi untuk pembentukan energi (aerob) (Muhilal 1991). Pada keadaan normal, secara fisiologis sel memproduksi radikal bebas sebagai konsekuensi logis pada reaksi biokimia dalam kehidupan aerobik (Tejasari 2000). Dalam proses tersebut oksigen tereduksi menjadi air (Muhilal 1991). Oksigen dapat tereduksi secara parsial membentuk senyawa reaktif yang dikenal dengan reactive oxygen species (ROS) (Asikin 2001).

Radikal bebas dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen terbentuk pada membran plasma dan organel-organel seperti mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasmik dan sitosol. Proses fagositosis oleh sel-sel fagosit termasuk neutrofil, monosit, makrofag dan eosinofil juga menghasilkan radikal bebas endogen (Halliwell 1984). Radikal bebas eksogen dapat terbentuk dari energi panas, zat organik ataupun xenobiotik yang terpapar suhu tinggi, misalnya polutan, sampah organik yang dibakar, rokok yang terbakar, dapat menghasilkan campuran radikal bebas yang kompleks (Slater 1984).

Beberapa radikal bebas yang penting adalah hidroksil (OH⎯), anion superoksida (O2⎯), peroksil (RO2⎯), triklorometil (CCl3⎯), dan nitrogen oksida (NO⎯). Radikal superoksida (O2⎯) merupakan salah satu radikal bebas yang sangat reaktif dan paling berbahaya bagi sel. Radikal bebas terbentuk bila satu molekul oksigen menerima satu elektron. Superoksida bersifat oksidan dan reduktan serta dapat bereaksi dengan berbagai substrat biologis (Gitawati 1995).

Reaktifitas O2⎯ sangat terbatas karena adanya dismutase spontan yang dapat terjadi pada pH fisiologik membentuk H2O2 dan O2. tetapi dengan terbatasnya reaktifitas O2⎯ menyebabkan radikal ini dapat berdifusi dan bereaksi dengan substrat dalam jarak yang relatif lebih jauh dari tempat asalnya (Gitawati 1995). Radikal bebas yang lain yang dapat ditemukan sebagai derivat oksigen adalah hidrogen peroksida. Radikal ini tidak sebahaya radikal superoksida dan terbentuk akibat penambahan satu elektron pada radikal superoksida. Derivat


(31)

oksigen ini bersifat oksidan kuat tetapi bereaksi lambat dengan substrat organik (Gitawati 1995).

Menurut konsep radikal bebas, kerusakan sel akibat molekul radikal baru dapat terjadi apabila kemampuan mekanisme pertahanan tubuh sudah dilampaui atau menurun (Slater 1984). Kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah radikal bebas secara berlebih dan terdapat kekurangan antioksidan dikenal dengan istilah stres oksidatif (Ames dan Shigenaga 1992).

Antioksidan

Antioksidan adalah substansia yang mencegah atau menurunkan reaksi-reaksi oksidasi dan berfungsi untuk mencegah atau menghentikan kerusakan akibat adanya radikal bebas (Noguchi dan Niki 1998).

Antioksidan memiliki dua fungsi yaitu sebagai antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid atau mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih stabil. Antioksidan primer merupakan substansi yang berperan sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menghambat mekanisme radikal bebas pada proses oksidasi. Contoh antioksidan jenis ini yaitu tokoferol, lesitin, fosfatida, asam askorbat, butil hidroksi toluen (BHT), dan propil galat. Sedangkan antioksidan sekunder berfungsi untuk mereduksi kecepatan rantai inisiasi melalui berbagai mekanisme. Mekanisme antioksidasinya dapat terjadi melalui pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen, dekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk-bentuk non radikal, menyerap radiasi sinar-sinar ultraviolet (UV) atau deaktivasi singlet oxigen. Penambahan antioksidan primer dengan konsentrasi rendah pada lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghambat reaksi oksidasi pada tahap inisiasi atupun propagasi. Antioksidan sekunder sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer (Gordon 1990).

Antioksidan biologis dibagi berdasarkan proses enzimatik dan nonenzimatik. Termasuk ke dalam antioksidan proses enzimatik adalah superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan fosfolipid hidroperoksidase. Sedangkan yang termasuk antioksidan proses nonenzimatik adalah antioksidan larut lemak (α-tokoferol, karotenoid, quinon, dan bilirubin) dan


(32)

antioksidan larut air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme) (Prangdimurti 1999).

Antioksidan melindungi sel dan jaringan sasaran dengan cara memusnahkan reactive oxygen species (ROS) secara enzimatik atau dengan reaksi kimia langsung, mengurangi pembentukan ROS, mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif (transferin, seruloplasmin, albumin), memperbaiki kerusakan sasaran serta menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya dengan yang baru (Asikin 2001).

Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD)

Superoxide dismutase (SOD) disebut juga metalloenzym adalah enzym antioksidan yang mengkatalis dismutasi radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen, yang pada akhirnya hidrogen peroksida akan dihancurkan oleh enzym katalase (CAT) dan glutation peroksidase (GPX) dengan reaksi :

2O2⎯ + 2H+ O2 + H2O2

SOD terdapat pada semua organisme yang mengkonsumsi oksigen, pada beberapa aerotolerant anaerobes dan pada beberapa obligate anaerobes. Semua SOD adalah metaloprotein yang mengandung cooper (Cu), besi (Fe) atau mangan (Mn) pada sisi aktifnya (Deshpande et al. 1996). Kemudian mereka diklasifikasikan sebagai :

1. Cu,Zn-SOD (Cooper,Zinc-SOD), terdapat pada sel-sel eukariot seperti pada yeast, tanaman dan hewan, tetapi pada umumnya tidak ditemukan pada sel-sel prokariot seperti bakteri dan ganggang hijau biru. Memiliki berat molekul sekitar 32.000 dan mengandung dua subunit protein, yang masing-masing mengandung satu ion Cu2+ dan satu ion Zn2+. Enzim ini terdapat pada sitosol dan inti sel.

2. Mn-SOD (Manganese-SOD), pertama kali diisolasi dari E. Coli dengan berat molekul sebesar 40.000. sedangkan dari organisme yang lebih tinggi, enzim ini mengandung empat subunit protein dengan 0,5 atau 1 ion Mn per unit. Enzim ini terdapat dalam mitokondria dan beberapa sel prokariot.

3. Fe-SOD (Iron-SOD), tersusun atas dua unit protein, mengandung satu atau dua ion Fe per molekul enzim dengan berat molekul rata-rata 22.000. Fe


(33)

yang terikat pada Fe-SOD adalah Fe3+. Terdapat pada bakteri alga dan tumbuhan tingkat tinggi.

4. Ekstraseluler SOD (EC-SOD), enzim ini relatif jarang dan biasanya ditemukan diruangan ekstraseluler dan paru-paru.

(Despande et al. 1996: Mates et al. 1999).

Imunohistokimia

Imunohistokimia adalah metode pewarnaan jaringan yang merupakan gabungan dari tiga cabang ilmu pengetahuan, yaitu imunologi karena prinsip pewarnaan ini adalah ikatan antara antigen dan antibodi, histologi menyangkut penggunaan preparat dengan ketebalan mikro yang pengamatannya dilakukan dengan mikroskop cahaya, dan yang ketiga adalah kimia karena pewarnaan yang dilakukan berdasarkan reaksi kimia. Grifiths dan Hoppeler (1986) melaporkan bahwa teknik imunohistokimia dapat digunakan untuk mempelajari distribusi enzim yang spesifik serta mendeteksi komponen sel. Biomakromolekul seperti protein, karbohidrat dan enzim termasuk enzim antioksidan. Ikatan antara antigen dan antibodi yang merupakan prinsip pewarnaan imunohistokimia dapat terlihat setelah ditambahkan kromogen yang dapat bereaksi dengan peroksidase sehingga menghasilkan warna coklat.

Pewarnaan imunohistokimia terdiri dari beberapa metode, antara lain metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung biasanya digunakan untuk melokalisasi antigen ultra struktur atau ketika pewarnaan harus dilakukan sebelum preparat jaringan melalui proses embedding atau sectioning. Sedangkan metode tidak langsung berguna untuk melabel komponen permukaan pada membran sel atau di ruang ekstra sel, atau ketika pewarnaan dilakukan pada jaringan yang sudah melalui proses embedding. Metode ini biasa digunakan untuk mendeteksi ataupun mengukur kandungan enzim tertentu apakah meningkat atau menurun dengan melihat intensitas warna yang dihasilkan. Antibodi yang digunakan ada dua jenis yaitu antibodi primer dan antibodi sekunder (Kuhlmann 1984). Pemilihan jenis metode tergantung pada personel, bahan yang tersedia dan unsur apa yang akan dideteksi. Metode yang dilakukan pada penelitian ini mirip dengan metode tidak langsung (two step indirect method) yaitu metode polymer peroxidase. Antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal terhadap Cu,Zn-SOD sedangkan antibodi sekunder adalah antibodi yang telah terkonjugasi dengan peroxidase (dako


(34)

envision peroxidase). Untuk membaca ikatan antibodi dan antigen yang terbentuk digunakan kromogen diamino benzidine (DAB) yang bereaksi dengan peroxidase dan menghasilkan kromoganin atau endapan berwarna coklat. Metode ini dipilih karena dinilai ekonomis karena antibodi sekundernya dapat bereaksi dengan beberapa jenis antibodi monoklonal yang dibuat pada beberapa jenis hewan.


(35)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2006 sampai April 2007 di Laboratorium Histologi. Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Materi dan Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) strain

Sprague Dawley sebanyak 18 ekor berumur 21 hari dengan berat 50 g. Bahan lain yang digunakan adalah larutan fiksatif bouin, alkohol, xylol, parafin, NaCl fisiologis 0.9%, phosphat buffer saline (PBS), destilated water (DW), H2O2, metanol, goat serum albumin (GSA), larutan pewarna hematoksilin eosin (HE), antibodi monoklonal superoxide dismutase (SOD), dako envision peroksidase system (DEPS), diaminobenzidine (DAB), tris buffer, dan entelan.

Alat yang digunakan terdiri atas seperangkat alat bedah, gelas piala, gelas obyek, kaca penutup, pipet, mikropipet, mikrotom (rotary) dan mikroskop cahaya.

Metode Penelitian 1. Perlakuan Hewan

Tikus diadaptasikan dahulu selama 7 hari dengan pemberian pakan standar kasein, lalu dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan :

1. Kelompok K

Diberi ransum standar tanpa isoflavon maupun vitamin E dan Zn.

2. Kelompok I

Diberi ransum standar dengan isoflavon.

3. Kelompok ZE

Diberi ransum standar dengan vitamin E dan Zn.

4. Kelompok IE

Diberi ransum standar dengan isoflavon dan vitamin E.

5. Kelompok IZ

Diberi ransum standar dengan isoflavon dan Zn

6. Kelompok IZE


(36)

Tabel 1. Komposisi Ransum untuk pembuatan 100 g ransum tikus jantan

Komposisi bahan Perlakuan

K I ZE IZ IE IZE

Kasein (g) 16.64 16.64 16.64 16.64 16.64 16.64 Minyak jagung (g) 7.91 7.91 7.91 7.91 7.91 7.91 Mineral mix (g) 4.35 4.35 4.35 4.35 4.35 4.35

ZnSO4.7H2O - - 2.7 2.7 - 2.7

Vitamin (g) 1 1 1 1 1 1

(multivitaplex)

Asam folat (mg) 30 30 30 30 30 30

Vitamin K (mg) 5 5 5 5 5 5

Vitamin E (mg) - - 50 - 50 50

Selulosa 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99

Air 4.28 4.28 4.28 4.28 4.28 4.28

pati 64.83 64.83 64.83 64.83 64.83 64.83

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

2. Preparasi Jaringan dan Fiksasi

Pengambilan sampel organ hati dilakukan di akhir perlakuan. Organ hati dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9% sebelum dimasukkan ke dalam larutan fiksatif. Organ hati lalu difiksasi dengan larutan bouin selama 24 jam.

3. Dehidrasi

Setelah proses fiksasi selesai organ hati dimasukkan ke dalam alkohol 70% (stopping point). Sampel jaringan dipotong dan dimasukkan ke dalam

tissue cassete serta diberi label dengan kertas film.

Langkah selanjutnya adalah dehidrasi, sampel jaringan dimasukkan ke dalam botol-botol yang berisi alkohol bertingkat dengan konsentrasi 80%, 90%, dan 95% masing-masing selama 24 jam. Kemudian sampel jaringan dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan alkohol absolut sebanyak tiga kali masing-masing selama 1 jam.

4. Clearing dan Infiltrasi Parafin

Sampel jaringan yang telah didehidrasi kemudian dijernihkan dengan dimasukkan ke dalam botol-botol yang berisi xylol I, xylol II, xylol III secara


(37)

berurutan masing-masing selama 1 jam dan dilanjutkan dengan infiltrasi parafin. Parafin yang digunakan adalah parafin cair di dalam oven dan dibagi menjadi parafin I, parafin II, parafin III sampel jaringan dimasukkan ke dalam parafin secara berurutan masing-masing selama 1 jam.

5. Embedding

Alat-alat yang akan digunakan dalam embedding dihangatkan terlebih dahulu agar parafin tidak mengeras, Selama proses embedding harus dilakukan dekat dengan sumber panas. Blok yang yang sudah mengeras ditrimming

kemudian dilekatkan pada blok kayu, kemudian disimpan dalam lemari es. Prosedur pembuatan sediaan dapat dilihat di lampiran 1.

6. Sectioning

Blok parafin tersebut kemudian dipotong setebal 5 µm dengan menggunakan mikrotom putar (rotary microtome). Setelah dipotong, potongan jaringan diapungkan dalam air dingin selama beberapa saat dan air hangat kemudian potongan jaringan dilekatkan pada obyek gelas. Obyek gelas yang telah dilekatkan dengan potongan jaringan diberi label dan tanda. Tahap selanjutnya potongan jaringan diinkubasi dalam inkubator (37°C) selama satu malam sebelum proses pewarnaan.

7. Staining

Staining (pewarnaan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pewarnaan umum Hematoksilin Eosin (HE) dan pewarnaan secara imunohistokimia terhadap Cu, Zn-SOD.

1. Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

Pewarnaan hematoksiiln eosin pada penelitian ini menggunakan metode Kiernan (1990). Morfologi umum jaringan hati diamati menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Pewarnaan ini dimulai dengan proses penarikan paraffin dengan xylol III, II, I masing-masing selama 3 menit, lalu dilanjutkan dengan proses rehidrasi dengan alkohol absolut sampai alkohol 70% masing-masing selama 3 menit. Potongan jaringan lalu dimasukan ke dalam air kran selama 5 menit dan Destilated Water (DW) selama 5 menit, kemudian diwarnai dalam hematoksilin selama 1 menit dan direndam kembali dalam air kran (5 menit) dan


(38)

DW (5 menit). Kemudian potongan jaringan diwarnai dengan eosin selama 2 menit dan dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai alkohol 70% sampai alkohol absolut serta penjernihan dengan xylol I, II, dan III. Potongan jaringan di-mounting dengan entelan, ditutup dengan cover glass dan siap diamati. Prosedur pewarnaan ini dapat dilihat di lampiran 2.

2. Pewarnaan Imunohistokimia

Pewarnaan imunohistokimia mempelajari distribusi enzim yang spesifik serta mendeteksi komponen sel. Pewarnaan ini dilakukan untuk mengamati kandungan enzim antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus. Pewarnaan ini dimulai dengan deparaffinisasi, rehidrasi dan dimasukkan ke dalam DW selama 15 menit, kemudian potongan jaringan dimasukan ke dalam larutan hidrogen peroksida dalam metanol dengan perbandingan 1 : 30 selama 15 menit untuk menghilangkan aktivitas peroksidase endogen dan direndam kembali dalam DW serta dicuci dengan phosphate buffer saline (PBS) secara berurutan sebanyak dua kali masing-masing selama 10 menit. Potongan jaringan diinkubasi dalam serum normal sebanyak 60 μl/preparat pada suhu 37 °C selama 60 menit untuk menutupi bagian antigen yang tidak spesifik lalu dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali selama 5 menit. Proses selanjutnya potongan jaringan diinkubasi dengan antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD (pengenceran 1:200) sebanyak 60 μl/preparat di refrigerator selama 2 malam. Potongan jaringan dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali selama 10 menit kemudian diinkubasi dengan antibodi sekunder terkonjugasi (Dako Envision Peroxide System) sebanyak 60 μl pada suhu 37 °C selama 60 menit dalam suasana gelap. Potongan jaringan kemudian dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali selama 5 menit lalu dimasukkan ke dalam larutan DAB dalam tris buffer dan hidrogen peroksida selama 25 menit dalam keadaan gelap. Tahap selanjutnya dilakukan counterstain menggunakan hematoksilin dan memasuki tahap akhir, dilakukan dehidrasi, clearing dan mounting.

Pengamatan dan Analisis Data

Jaringan yang telah diwarnai dengan HE diamati di bawah mikroskop cahaya pada pembesaran 20X untuk melihat morfologi umum jaringan hati tiap kelompok perlakuan. Pada pewarnaan imunohistokimia dilakukan pengamatan terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati masing-masing


(39)

kelompok perlakuan. Produk imunoreaksi dari Cu,Zn-SOD diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan kandungan Cu,Zn-SOD secara kualitatif dilihat produk reaksi berupa warna coklat pada inti dan sitoplasma sel hati. Pengamatan kuantitatif kandungan SOD dilakukan terhadap produk hasil reaksi dari antibodi dan antigen SOD pada inti sel hati dengan berbagai tingkatan kandungan Cu,Zn-SOD. Perbedaan intensitas yang terbentuk akibat reaksi tersebut dapat dibagi atas tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu intensitas warna untuk reaksi negatif. Reaksi positif terdiri dari positif kuat yang ditunjukkan dengan warna coklat tua sampai kehitaman (+++), positif sedang yang ditunjukkan dengan warna coklat muda (++) dan positif lemah yang ditunjukkan dengan warna coklat yang bercampur biru (+). Sel yang tidak mengandung enzim Cu,Zn-SOD atau reaksi negatif ditunjukkan dengan warna biru (-). Pada pengamatan kuantitatif dilakukan pada 5 lapang pandang pada setiap sampel jaringan. Pada perhitungan persentase dilakukan penghitungan jumlah inti sel hati yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD.

Hasil pengamatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati diamati secara kuantitatif yang disusun sebagai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis sidik ragam ANNOVA dan uji Lanjutan-Duncan (Steel dan Torrie 1989).


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kandungan Cu,Zn-SOD Secara Imunohistokimia

Pewarnaan imunohistokimia pada penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi distribusi dan kandungan enzim Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus pada kelompok kontrol (K), dan kelompok perlakuan (I, ZE, IE, IZ dan IZE) sehingga dapat diketahui pengaruh pemberian ransum yang difortifikasi pada berbagai kombinasi antara Zn, vitamin E serta cekok isoflavon terhadap profil (gambaran) kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. Hasil Pewarnaan imunohistokimia dapat dilihat pada Gambar 4. Sel yang positif mengandung Cu,Zn-SOD ditunjukkan dengan adanya warna coklat pada inti dan sitoplasma sel, sedangkan yang bereaksi negatif terlihat berwarna biru pada bagian inti dan warna coklat pucat pada sitoplasma.

Untuk melihat profil antioksidan Cu,Zn-SOD, pengamatan dilakukan secara kualitatif, kuantitatif dan persentase. Pengamatan kualitatif dilakukan dengan mengamati perbedaan intensitas warna coklat yang terbentuk pada seluruh jaringan hati, semakin tua dan semakin meratanya warna coklat yang terlihat menunjukkan semakin tinggi kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. Pengamatan secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel hati yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD per lapang pandang dengan pembesaran 20X. Profil kandungan Cu,Zn-SOD juga dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel hati pada berbagai tingkat kandungan enzim Cu,Zn-SOD.

Pengamatan Kualitatif

Pengamatan kualitatif dilakukan dengan mengamati adanya perbedaan intensitas warna yang terbentuk akibat adanya perbedaan jumlah ikatan spesifik antara antigen dan antibodi Cu,Zn-SOD pada seluruh jaringan hati. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk akan terlihat lebih coklat tua pada organ yang menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi.

Secara kualitatif terlihat profil kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok K hampir sama dengan kelompok I dan kelompok ZE. Kandungan Cu,Zn-SOD pada ketiga kelompok tersebut menunjukan paling rendah dibandingkan dengan kandungan Cu,Zn-SOD pada kelompok IZE, IZ dan IE. Hal tersebut terlihat dari


(41)

lebih sedikitnya sel yang memberikan reaksi positif atau berwarna coklat pada kelompok ZE, K, dan I.

Gambar 4. Fotomikrograf jaringan hati dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD. K = ransum standar tanpa isoflavon maupun vitamin E dan Zn, I = ransum standar dengan isoflavon, ZE = ransum standar dengan vitamin E dan Zn, IE = ransum standar dengan isoflavon dan vitamin E, IZ = ransum standar dengan isoflavon dan Zn, IZE = Diberi ransum standar dengan isoflavon, vitamin E dan Zn. Skala = 50 µm.

Sedangkan pada kelompok IE menunjukan kandungan Cu,Zn-SOD lebih banyak dibandingkan dengan kandungan Cu,Zn-SOD kelompok ZE, K, dan I.

K

IZE IZ

IE ZE


(42)

Kandungan Cu,Zn-SOD yang paling tinggi terlihat pada kelompok IZ dan IZE (Gambar 4).

Pengamatan Kuantitatif

Berdasarkan intensitas warna coklat dan perubahan yang terjadi, selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah inti sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD jaringan hati tikus kontrol dan perlakuan. Pengamatan secara kuantitatif terhadap enzim Cu,Zn-SOD dapat dilihat dari hasil perhitungan dan analisa statistik terhadap rata-rata jumlah inti sel hati yang bereaksi terhadap berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD. Perbedaan intensitas yang terbentuk akibat reaksi tersebut dapat dibagi atas tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu intensitas warna untuk reaksi negatif. Reaksi positif terdiri dari positif kuat yang ditunjukkan dengan warna coklat tua sampai kehitaman (+++), positif sedang yang ditunjukkan dengan warna coklat muda (++) dan positif lemah yang ditunjukkan dengan warna coklat yang bercampur biru (+). Sel yang tidak mengandung enzim Cu,Zn-SOD atau reaksi negatif ditunjukkan dengan warna biru (-). Hasil penghitungan rata-rata jumlah inti sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Profil kandungan Cu,Zn-SOD pada inti sel hati tikus perlakuan pada berbagai tingkat kandungan per lapang pandang pembesaran 20x Kelompok Jumlah Inti sel Hati

- + ++ +++

K 48.80±8.61d 47.20±8.38b 49.60±7.40a 6.60±0.55a I 33.80±3.83c 36.60±2.88ab 48.40±6.88a 12.40±1.52b ZE 30.00±4.64c 37.80±5.72ab 61.20±9.34b 13.40±4.16bc

IE 23.40±1.95b 44.20±9.76b 44.00±4.53a 17.80±2.59cd IZ 19.40±2.19ab 44.60±8.65b 54.00±10.27ab 22.60±4.56d IZE 15.60±2.07a 29.40±6.62a 50.20±8.64ab 36.40±6.50e Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

berbeda nyata (p<0.05).

Hasil uji statistik terhadap jumlah inti sel hati yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok K lebih rendah dibanding kelompok ZE. Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih tinggi secara nyata (p<0.05) pada


(43)

kelompok K dibanding kelompok ZE. Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD tersebut dapat juga dilihat pada jumlah inti sel yang bereaksi positif sedang dan positif kuat lebih rendah secara nyata (p<0.05) pada kelompok K dibanding kelompok ZE.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok I lebih rendah dibanding kelompok ZE. Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi positif sedang lebih rendah secara nyata (p<0.05) pada kelompok I dibanding kelompok ZE. Tetapi kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok I lebih tinggi dibanding kelompok K. Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat lebih tinggi secara nyata (p<0.05) pada kelompok I dibanding kelompok K. Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD tersebut dapat juga dilihat pada jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih rendah secara nyata (p<0.05) pada kelompok I dibanding kelompok K.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IE dan IZ lebih tinggi dibanding kelompok ZE, K dan I. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IE dan IZ menunjukan tidak berbeda nyata (p<0.05). Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan SOD tidak berbeda secara nyata (p<0.05). Tetapi kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IE terlihat lebih rendah dibanding kelompok IZ. Hal ini dapat dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat pada kelompok IE dan ZE tidak berbeda secara nyata (p<0.05), sedangkan pada kelompok IZ jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibanding kelompok ZE. Lebih rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IE dibanding kelompok IZ, dapat juga dilihat dari jumlah inti sel yang bereaksi negatif pada kelompok IE dan IZE. Pada kelompok IE jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibanding kelompok IZE, sedangkan pada kelompok IZ jumlah inti sel yang bereaksi negatif tidak berbeda secara nyata (p<0.05) dibanding kelompok IZE.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IZE paling tinggi dari semua kelompok perlakuan. Hal ini dapat terlihat dari jumlah inti sel yang bereaksi positif kuat paling tinggi secara nyata (p<0.05) pada kelompok IZE dibanding kelompok perlakuan lainnya.


(44)

Penghitungan persentase

Profil kandungan Cu,Zn-SOD juga terlihat dari hasil perhitungan persentase jumlah inti sel hati tikus perlakuan pada berbagai tingkat kandungan (Gambar 5).

Gambar 5. Persentase jumlah inti sel hati tikus perlakuan pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD

Hasil perhitungan persentase jumlah inti sel yang bereaksi pada berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dapat terlihat rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok K dibanding kelompok ZE. Hal ini dapat terihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih tinggi pada kelompok K yaitu sebesar 32.20% dibanding dengan kelompok ZE yaitu sebesar 21.07%. Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok K dapat juga dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif lebih rendah pada kelompok K yaitu sebesar 67,80% dibanding kelompok ZE yaitu sebesar 78.93%.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok I lebih rendah dibanding kelompok ZE. Hal ini dapat dilihat dari presentase jumlah inti sel yang bereaksi positif lebih rendah pada kelompok I yaitu sebesar 74.24% dibanding dengan kelompok ZE yaitu sebesar 78.93%. Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok I juga dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih tinggi pada kelompok I yaitu sebesar 25.76% dibanding dengan kelompok ZE yaitu sebesar 21.07%. Tetapi kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok I lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K. hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi

% jumlah inti hepatosit

kelompok perlakuan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

K I ZE IE IZ IZE

Negatif Positif


(45)

positif lebih tinggi pada kelompok I dibanding kelompok K. Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dapat juga terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih rendah pada kelompok I dibanding kelompok K.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IE dan IZ lebih tinggi dibanding kelompok ZE, K dan I. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IZ lebih tinggi dibanding kelompok IE. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif lebih tinggi pada kelompok IZ yaitu sebesar 86.20% dibanding dengan kelompok IE yaitu sebesar 81.92%. Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IZ juga dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif lebih rendah pada kelompok IZ yaitu sebesar 13.80% dibandingkan kelompok IE yaitu sebesar 18.08%.

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD Pada kelompok IZE paling tinggi dari semua kelompok perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif paling tinggi pada kelompok IZE yaitu sebesar 88.15%. Disamping itu tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IZE juga dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif paling rendah pada kelompok IZE yaitu sebesar 11.85%.

Perubahan morfologi hati

Pewarnaan hematoksilin eosin (HE) dilakukan untuk melihat morfologi dari jaringan atau sel hati. Pewarnaan ini terdiri dari dua komponen warna, yaitu hematoksilin dan eosin. Hematoksilin merupakan zat warna yang bersifat basa dan berfungsi untuk mewarnai inti sel yang bersifat asam. Sedangkan eosin adalah zat warna yang bersifat asam dan berfungsi untuk mewarnai sitoplasma yang bersifat basa (Kiernan 1990). Parameter yang diamati dari pewarnaan HE pada preparat organ hati antara lain morfologi hati secara umum yang meliputi sel-sel hepatosit, degenerasi dan nekrosa. Morfologi hati tikus pada semua kelompok perlakuan diamati dan dibandingkan dengan menggunakan pewarnaan HE (Gambar 6).

Pada kelompok K terlihat gambaran histologis sel-sel hati mengalami degenerasi hidropis dan nekrosa. Terdapat beberapa sel dengan inti dan sitoplasma yang membesar disertai kerusakan pada membran sel sehingga warnanya terlihat lebih pucat dan berbentuk vakuola. Persentase sel hepatosit yang mengalami degenerasi dan nekrosa pada kelompok K yaitu sebesar 50%.


(46)

Gambar 6. Fotomikrograf jaringan hati dengan pewarnaan hematoksilin eosin. K = ransum standar tanpa isoflavon maupun vitamin E dan Zn, I = ransum standar dengan isoflavon, ZE = ransum standar dengan vitamin E dan Zn, IE = ransum standar dengan isoflavon dan vitamin E, IZ = ransum standar dengan isoflavon dan Zn, IZE = Diberi ransum standar dengan isoflavon, vitamin E dan Zn. d (degenerasi). Skala = 30 µm.

Pada kelompok I dan ZE ditemukan degenerasi dan nekrosa, dengan persentase sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa yang berturut-turut sebesar 8% dan 5% pada beberapa bagian sel tetapi masih dalam kondisi yang

d

K

I IE ZE

IZE IZ


(47)

normal karena di dalam suatu organ atau jaringan yang normal pasti terdapat beberapa sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa.

Pada kelompok IE dan IZ memberikan gambaran morfologi yang lebih baik dibanding kelompok I dan ZE hal ini dapat terlihat dari persentase sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa pada kelompok IE dan IZ yang lebih rendah dibanding kelompok I dan ZE yang berturut-turut sebesar 3% dan 2%. Sedangkan gambaran morfologi terbaik dapat terlihat pada kelompok IZE dengan persentase sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa yaitu sebesar 0.5%. Hal ini menunjukan bahwa pada semua kelompok perlakuan, sel-sel hati dalam kondisi yang normal, kecuali pada kelompok K yang menunjukan adanya degenerasi hidropis dan nekrosa.

Pembahasan Profil Cu,Zn-SOD

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal dapat dibentuk oleh beberapa mekanisme, salah satunya dengan penambahan sebuah elektron kepada molekul non radikal (Fridovich 1995). Radikal bebas dapat dihasilkan oleh proses aerobik normal dari metabolisme selular (Taylor et.al.

1988). Metabolisme aerobik seluler tidak lepas dari oksigen. Metabolisme untuk menghasilkan energi dari zat makanan akan melibatkan oksigen dalam oksidasinya sehingga dalam rangkaian proses tersebut akan banyak terjadi proses transfer elektron (Babcock 1999). Menurut Halliwell dan Gutteridge (1999), Molekul O2 adalah sebuah radikal bebas. Jika sebuah elektron diberikan kepada oksigen maka produknya adalah radikal superoksida. Dalam tubuh jumlah oksigen yang digunakan dalam metabolisme sangat banyak karena sekitar 85-90% dari O2 yang diambil oleh hewan dipergunakan oleh mitokondria (Babcock 1999). Jumlah tersebut memungkinkan jumlah radikal bebas dari oksigen tinggi dalam tubuh. Halliwell dan Gutteridge (1999) mengemukakan bahwa salah satu cara untuk memperkecil tingkat radikal bebas O2 yaitu dengan menghalangi konversi ke dalam bentuk ROS (reactive oxygen species).

Tubuh mempunyai sistem pertahanan terhadap radikal bebas untuk melindungi sel-sel dari kerusakan. Sistem pertahanan primer memberikan garis pertama dari pertahanan melawan radikal bebas, sedangkan sistem pertahanan kedua memperbaiki kerusakan komponen sel dari radikal bebas. Sistem


(48)

pertahanan pertama dari radikal bebas dapat dibagi menjadi komponen enzimatik dan non enzimatik. Komponen dari sistem pertahanan enzimatik termasuk superoksida dismutase untuk dismutasi radikal anion superoksida, sedangkan katalase dan glutation peroksidase untuk detoksifikasi dari hidrogen peroksida. Komponen utama dari sistem pertahanan radikal bebas non enzimatik termasuk α-tokoferol, askorbat, glutation (GSH) dan metallothionein (MSH).

Enzim superoksida dismutase menghilangkan anion superoksida dengan katalisasi dimutasi anion superoksida, satu anion superoksida direduksi menjadi H2O2 dan lainnya dioksidasi menjadi O2. Hewan mempunyai enzim superoksida dismutase yang mengandung gugus aktif mangan (Mn-SOD) di dalam matriks mitokondria, ditambah superoksida dismutase dengan cooper dan zinc (Cu,Zn-SOD) di dalam rongga intermembran mitokondria (Fridovich 1995).

Sistem pertahanan terhadap radikal bebas, baik enzimatik maupun non enzimatik, memberikan perlindungan pada beberapa organel sel secara terpisah, seperti pada mitokondria, retikulum endoplasmik, peroksisom, sitoplasma dan membran selular. Pemeliharaan dari keutuhan sel tergantung pada keseimbangan antara radikal bebas dan sistem pertahanan radikal bebas di dalam tubuh (Taylor et al. 1988). Paru-paru dan hati adalah organ utama untuk detoksifikasi radikal bebas. Hati lebih banyak menghasilkan radikal bebas secara enzimatik selama metabolisme sel dan atau selama metabolisme xenobiotik (Taylor et al. 1988).

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok K dengan pemberian ransum standar tanpa cekok isoflavon, serta tanpa fortifikasi vitamin E dan Zn menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling rendah dibanding kelompok perlakuan lainnya. Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok ini disebabkan karena dalam keadaan normal, secara fisiologis sel memproduksi radikal bebas sebagai konsekuensi logis pada reaksi biokimia dalam kehidupan aerobik (Mates et al. 1999). Meningkatnya jumlah radikal bebas dalam tubuh menyebabkan antioksidan tubuh tidak mencukupi untuk melawan radikal bebas. Sehingga pada kelompok K dapat jelas terlihat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD-nya paling rendah dibanding kelompok perlakuan lainnya.

Pemberian ransum standar dengan cekok isoflavon pada kelompok I, menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi dibandingkan kelompok K. Lebih tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok


(49)

I disebabkan karena isoflavon kedelai diketahui bersifat antioksidan karena mampu meredam aktvitas radikal bebas dengan cara mengikat dan mencegah amplifikasinya (Naim et al. 1996). Nijveldt et al. (2001) melaporkan bahwa mekanisme kerja isoflavon sebagai antioksidan ditunjukkan dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah dengan menangkap radikal bebas secara langsung. Isoflavon tergolong kelompok flavonoid yaitu senyawa polifenolik yang banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian. Awalnya flavonoid akan teroksidasi oleh radikal bebas dan berubah menjadi senyawa radikal yang stabil dan bersifat kurang reaktif. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa flavonoid mampu menstabilkan senyawa oksigen reaktif, yang disebabkan oleh karena gugus hidroksil flavonoid yang sangat reaktif (Korkina dan Afanas’ev 1997).

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok ZE dengan pemberian ransum standar dengan fortifikasi vitamin E dan fortifikasi Zn menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi dibanding kelompok K dan I. Lebih tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok ZE disebabkan karena Vitamin E memiliki aktivitas antioksidan yang mampu memutus rantai reaksi diantara polyunsaturated fatty acid (PUFA) di dalam membran. Aktivitas antioksidan vitamin E dtunjukkan oleh reaktivitas dari hidrogen fenolik pada vitamin E, C-6 grup hidroksil dan kemampuan dari sistem cincin kromanol untuk menstabilkan sebuah elektron yang tidak berpasangan. Aksi ini meliputi pemberian fenolik H kepada sebuah radikal bebas asam lemak atau anion superoksida untuk mencegah serangan dari spesies tersebut pada PUFA yang lainnya. Dalam prosesnya vitamin E dengan sendirinya dikonversi menjadi sebuah intermediet radikal yang setengah stabil yaitu radikal tocopheroxyl. Tidak seperti radikal bebas yang dibentuk dari PUFA, radikal tocopheroxyl relatif tidak reaktif, jadi akan menghentikan siklus propagasi yang bersifat merusak dari lipid peroksidasi (Combs 1992). Hidrogen peroksida yang dihasilkan dari dismutase anion superoksida oleh vitamin E akan distabilkan oleh enzim katalase yang mengkatalis penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan molekul oksigen. Secara tidak langsung zinc mempengaruhi pembentukan enzim katalase, karena tidak adanya zinc menyebabkan sedikitnya enzim katalase kristaline (Gilbert 1957).

Pemberian ransum standar dengan cekok isoflavon dengan fortifikasi vitamin E pada kelompok IE maupun dengan fortifikasi Zn pada kelompok IZ menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi pada kelompok IE


(50)

dan IZ dibanding kelompok K, I dan ZE. Hal ini menunjukan peranan isoflavon yang cukup tinggi dalam meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD. Sedangkan pemberian vitamin E atau Zn sebagai kombinasi pemberian isoflavon menunjukan Zn lebih baik dibanding vitamin E. Hal ini dapat disebabkan karena Zn berperan dalam sintesis hormon dan enzim (Dardene et al. 1982) termasuk enzim antioksidan Cu,Zn-SOD.

Pemberian ransum standar dengan cekok isoflavon dengan fortifikasi vitamin E dan dengan fortifikasi Zn secara lengkap pada kelompok IZE, menunjukan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi dibanding kelompok perlakuan lainnya. Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok IZE tersebut disebabkan karena jumlah antioksidan yang diberikan lebih banyak dibanding kelompok perlakuan lainnya. Antioksidan tersebut sangat berperan dalam menetralisir lebih banyak jumlah radikal bebas. Sehingga kandungan antioksidan endogen, seperti Cu,Zn-SOD dapat dipertahankan jumlahnya. Disamping itu asupan Zn juga berperan dalam sintesis Cu,Zn-SOD karena merupakan komponen dari banyak metalloenzym (Schreiber 1984), seperti enzim superoksida dismutase. Sehingga Zn berperan di dalam sintesa enzim Cu,Zn-SOD yang berfungsi memberikan garis pertama dari pertahanan melawan spesies oksigen oleh dismutasi dari radikal anion superoksida. Selain itu Zn juga memainkan peran penting dalam menstabilkan biomembran (Taylor et al. 1988). Karena komposisi ransum yang lengkap sehingga sinergisme aktivitas antioksidan meningkat yang secara langsung menyebabkan penurunan radikal bebas dan peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD.

Perubahan morfologi hati

Radikal bebas adalah molekul yang memiliki elektron tunggal yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Molekul-molekul ini bersifat sangat labil dan mudah bereaksi dengan molekul lain disekitarnya. Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh reaksi reduksi-oksidasi (redoks) yang terjadi selama proses fisiologis normal. Radikal bebas juga dapat berasal dari metabolisme enzimatik bahan-bahan kimia eksogen. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel secara langsung. Molekul radikal bebas mudah bereaksi dengan membran sel dan menyebabkan kerusakan (Robbins dan Kumar 1995). Kerusakan pada sel yang paling umum adalah gangguan yang mengakibatkan kerusakan membran sel. Membran sel terdiri dari struktur komplek protein dan lipid. Lipid utama yang


(51)

ditemukan dalam membran plasma adalah fosfolipid, glikolipid, dan kolesterol. Reaksi antara oksigen turunan molekul radikal bebas dengan lipid dari membran sel akan mengakibatkan proses peroksidasi lipid.

Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) hasil penelitian menunjukan pada kelompok K, ditemukan adanya beberapa degenerasi hidropis dan nekrosa pada sel hepatosit. Serangan radikal bebas pada asam lemak tak jenuh pada membran sel akan mengakibatkan terjadinya peroksidasi lemak, sehingga dinding sel membran menjadi rapuh. Dalam kondisi normal 3 molekul ion sodium akan dipompa ke luar sel untuk setiap 2 molekul ion potasium yang dipompa ke dalam sel. Kerusakan membran dapat menyebabkan ion sodium banyak tinggal di dalam sel. Kondisi ini menyebabkan cairan di sekitar sel akan merembes masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebengkakan sel. Perubahan demikian dinamakan degenerasi hidropis. Sel yang mengalami degenerasi hidropis akan tampak membesar dengan sitoplasma berwarna pucat. Hal ini disebabkan pada kelompok K tidak mendapat perlakuan antioksidan dibanding dengan kelompok lainnya sehingga antioksidan endogen tidak cukup untuk menetralisir radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh dan menyebabkan menurunnya jumlah antioksidan endogen seperti Cu,Zn-SOD. Menurunnya jumlah antioksidan endogen dapat menyebabkan peningkatan jumlah peroksidasi lipid pada membran sel oleh radikal bebas sehingga dapat meningkatkan kerusakan pada sel berupa degenerasi dan nekrosa.

Pemberian isoflavon kedelai, vitamin E dan mineral Zn pada jaringan hati kelompok I, ZE, IE, IZ dan IZE menunjukan sel yang mengalami degenerasi, dan nekrosa di dalam batas normal dibanding kelompok K. Hal ini disebabkan karena pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E dengan kombinasi atau diberikan secara lengkap berperan sebagai antioksidan yang membantu antioksidan endogen dalam menetralisir radikal bebas, sehingga kandungan antioksidan endogen seperti Cu,Zn-SOD dapat dipertahankan jumlahnya. Kandungan antioksidan endogen yang tinggi dapat mencegah peroksidasi lipid pada membran sel sehingga kerusakan sel dapat dicegah atau dihentikan.


(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian vitamin E dan Zn dapat meningkatkan profil antioksidan Cu,Zn-SOD lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian isoflavon saja. 2. Pemberian isoflavon yang dikombinasikan dengan vitamin E atau Zn

dapat meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian isoflavon saja atau vitamin E dan Zn.

3. Pemberian mineral Zn yang dikombinasi dengan isoflavon meningkatkan kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati yang lebih tinggi dibandingkan pemberian vitamin E yang dikombinasikan dengan isoflavon.

4. Pemberian secara lengkap isoflavon, vitamin E dan Zn menunjukan profil antioksidan Cu,Zn-SOD terbaik pada jaringan hati tikus.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang dosis isoflavon optimum yang dikombinasi dengan vitamin E dan mineral Zn dalam membantu kerja antioksidan enzim Cu,Zn-SOD.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ali R. 2003. Oxygen free radical and systemic autoimmunity. Clin exp immunol

131:398-404.

Ames BN, Shigenaga MK. 1992. DNA damage by endogenous oxidants and mitogenesis as cause of aging and cancer. Pp1-22. In : Molecular Biology of Free Radical Scavenging System (Scandalios. Ed.). Cold Spring Habour Laboratory, New York.

Asikin N. 2001. Antioksidan endogen dan penilaian status oksidan. Kursus penyegaran dan pelatihan radikal bebas dan antioksidan : Dasar, aplikasi dan pemanfaatan bahan alam, Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. 1-5.

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Babcock GT. 1999. How oxygen is activated and reduced in respiration. Proc Natl Acad Sci USA 96:13114-13117

Combs GF. 1992. The Vitamin Fundamental Aspects In Nutrition and Health. New York : Academic Press, Inc.

Ernita E. 1995. Senyawa-senyawa isoflavon dari limbah tahu [Skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dardenne M, Pleau JM, Nabarra B, Lefrancier P, Derrien M, Choay J, Bach JF.

1982. Contribution of zinc and other metals to the biological activity of the serum thymic factor. Proc Natl Acad Sci USA 79:5370-5373.

Deshpande SS, Deshpande US, Salunkhe DK. 1996. Nutritional and Health Aspect of Food Antioxidant. Di dalam : Deshpande SS, Madhavi DL., Salunkhe DK. Food Antioxidant Technological, Toxicological and Health Properties.. New York : Marcell Dekker Inc.

Fridovich I. 1995. Superoxide radical and SODs. Annu Rev Biochem 64:97-112. Gitawati R. 1995. Radikal bebas, sifat, dan peranan dalam menimbulkan

kerusakan atau kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran 102:33-36.

Gilbert FA. 1957. Mineral Nutrition and The Balance of Life. University Of Oklahoma Press.

Gordon MH. The Mechanism of Antioxidant Action in Vitro. In Hudson, B, J. F. (ed). Handbook of synthetic antioxidant. New York : Marcel Dekker, Inc. Griffiths G, Hoppeler. 1986. Quantitation in immunocytochemistry : correlation of

immuno gold labelling to absolute number of membrane antigen. J Histochem 34:1389-1398.


(54)

Guyton AC. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Tengadi KA et al., penerjemah. Ed ke-7. Jakarta : EGC.

Halliwell BG. 1984. Oxygen toxicity, oxygen radicals, transition metals and disease. Biochem J 279:1-14.

Halliwell BG, Gutteridge JMC. 1990. Role of free radical and catalytic logam ions in humans disease : An overview. Meth Enzymol 186:1-83.

Halliwell B, Gutteridge LMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine. Ed ke-3. New York: Oxford University Press.

Harada T, Maronpot RR, Enomoto A, Tamano S, Ward JM. 1996. Changes in the liver and gallblader. In : Pathobiology Of The Aging Mouse, Vol 2. ILSI press, washington DC.

Helge, K, Rink, L. 2003. Zinc-altered immune function. Journal of Nutrition

133:1452S-1456S.

Junqueira LC, Carneiro J, & Kelley RO. 1998. Histologi Dasar. Ed ke-8. Jakarta : EGC.

Karyadi E. 2006. Antioksidan, resep sehat dan umur panjang. http://www.kompas.com/kesehatan.htm. [18 Agustus 2007]

Kartikawati D. 1999. Studi efek protektif vitamin C dan E terhadap respon imun dan enzim antioksidan pada mencit yang dipapar paraquat [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods: Theory & Practise. Ed ke-2. Toronto: Pergamon Press.

Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. London : Baillere Tindal.

Korkina LG, Afanas’ev IB. 1997. Antioxidant and chelating properties of flavonoids. Adv Pharmacol 38:151-163.

Kuhlmann WD. 1984. Immuno Enzyme Techniques in Cytochemistry. Basel : Verlag Chemie.

Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Principles Of Biochemistry.

Linder MC. 1990. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis. Jakarta : UI-Press.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko. Ed ke-2. Jakarta : UI-Press.


(1)

Lampiran 3. Prosedur pewarnaan Cu, Zn-SOD secara Imunohistokimia

Deparafinisasi-Rehidrasi (@ 3 menit)

DW (15 menit)

Hidrogen Peroksida dalam Metanol (15 menit)

DW 2x (10 menit)

PBS 2x (10 menit)

Serum Normal 60

μ

l/preparat, 37

°

C, (60 menit)

PBS 3x (5 menit)

Antibodi monoklonal Cu, Zn-SOD (1:200) 60

μ

l/preparat

inkubasi dalam

refrigerator

, 2 malam

PBS 3x (10 menit)

Antibodi sekunder terkonjugasi (

Dako envision peroxidase

) 60

μ

l/preparat

gelap, 37

°

C, (60 menit)


(2)

DAB, (Tris Buffer & H

2

O

2

) gelap (25 menit)

Cek mikroskop

DW

(Stopping point)

Counterstain

dengan

Hematoxylin

DW


(3)

Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang

memberikan reaksi positif kuat terhadap kandungan Cu,Zn-SOD

sel hati tikus

Positif Kuat (+++)

Faktor Subjek-Antara

Perlakuan N

A L N P S T

5 5 5 5 5 5

Uji Antara Efek-Subjek

Dependent Variable: sel hati tikus yang bereaksi pada positif kuat

Sumber Tipe III jumlah

kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Corrected Model Intercept Perlakuan Galat Total

Corrected Total

2710.000a 9937.200 2710.000 358.800 13006.000 3068.800

5 1 5 24 30 29

542.000 9937.200 542.000 14.950

36.254 664.696 36.254

.000 .000 .000

a. R. Squared = .883 (Adjusted R Squared = .859)

Post Hoc Tests

Homogenous Subsets

Sel hati tikus

Duncana,b

Perlakuan N Subset

1 2 3 4 5

N P A T S L Sig.

5 5 5 5 5 5

6.6000

1.000

12.4000 13.4000

.686

13.4000 17.8000

.085

17.8000 22.6000 .061

36.4000 1.000 Means for groups in homogenous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square (Error) = 14.950.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = .05.


(4)

Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang

memberikan reaksi positif sedang terhadap kandungan

Cu,Zn-SOD sel hati tikus

Positif Sedang (++)

Faktor Subjek-Antara

Perlakuan N

A L N P S T

5 5 5 5 5 5

Uji Antara Efek-Subjek

Dependent Variable: sel hati tikus yang bereaksi pada positif sedang

Sumber Tipe III jumlah

kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Corrected Model Intercept Perlakuan Galat Total

Corrected Total

855.367a 78745.633

855.367 1560.000 81161.000 2415.367

5 1 5 24 30 29

171.073 78745.633 171.073 65.000

2.632 1211.471 2.632

.049 .000 .049

b. R. Squared = .354 (Adjusted R Squared = .220)

Post Hoc Tests

Homogenous Subsets

Sel hati tikus

Duncana,b

Perlakuan N Subset

1 2

T P N L S A Sig.

5 5 5 5 5 5

44.0000 48.4000 49.6000 50.2000 54.0000 .090

50.2000 54.0000 61.2000 .051 Means for groups in homogenous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square (Error) = 65.000.

c. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. d. Alpha = .05.


(5)

Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang

memberikan reaksi positif lemah terhadap kandungan Cu,Zn-SOD

sel hati tikus

Positif Lemah (+)

Faktor Subjek-Antara

Perlakuan N

A L N P S T

5 5 5 5 5 5

Uji Antara Efek-Subjek

Dependent Variable: sel hati tikus yang bereaksi pada positif lemah

Sumber Tipe III jumlah

kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Corrected Model Intercept Perlakuan Galat Total

Corrected Total

1096.967a 47920.033

1096.967 1300.000 50317.000 2396.967

5 1 5 24 30 29

219.393 47.920.033 219.393 54.167

4.050 884.678 4.050

.008 .000 .008

c. R. Squared = .458 (Adjusted R Squared = .345)

Post Hoc Tests

Homogenous Subsets

Sel hati tikus

Duncana,b

Perlakuan N Subset

1 2

L P A T S N Sig.

5 5 5 5 5 5

29.4000 36.6000 37.8000

.100

36.6000 37.8000 44.2000 44.6000 47.2000 .050 Means for groups in homogenous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square (Error) = 54.167.

e. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. f. Alpha = .05.


(6)

Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan yang

memberikan reaksi negatif terhadap kandungan Cu,Zn-SOD sel

hati tikus

Negatif (-)

Faktor Subjek-Antara

Perlakuan N

A L N P S T

5 5 5 5 5 5

Uji Antara Efek-Subjek

Dependent Variable: sel hati tikus yang bereaksi negatif

Sumber Tipe III jumlah

kuadrat

Derajat

Bebas Kuadrat Tengah F Sig.

Corrected Model Intercept Perlakuan Galat Total

Corrected Total

3588.300a 24367.500

3588.300 493.200 28449.000 4081.500

5 1 5 24 30 29

717.660 24367.500 717.660 20.550

34.923 1185.766 34.923

.000 .000 .000

d. R. Squared = .879 (Adjusted R Squared = .854)

Post Hoc Tests

Homogenous Subsets

Sel hati tikus

Duncana,b

perlakuan N Subset

1 2 3 4

L S T A P N Sig.

5 5 5 5 5 5

15.6000 19.4000

.198

19.4000 23.4000

.176

30.0000 33.8000 .198

48.8000 .1000 Means for groups in homogenous subsets are displayed.

Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square (Error) = 20.550.

g. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. h. Alpha = .05.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Studi Imunohistokimia Antioksidan Copper,Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-Sod) Pada Hati Monyet Ekor Panjang (Macaca Jascicularis) Diabetik Eksperimental

0 14 65

Pengaruh Stres Terhadap Gambaran Imunohistokimia Antioksidan Copper,Zinc Superoxide Dismutase (Cu,Zn-Sod) Pada Ginjal Tikus

0 7 62

Deteksi Secara Imunohistokimia Antioksidan Copper,Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-Sod) Pada Hati Tikus Di Bawah Kondisi Stres

0 5 69

Profil Imunohistokimia Copper,Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada Hati Tikus Di Bawah Kondisi Stres dan Pemberian a[alfa]-Tokoferol

0 10 60

Deteksi secara imunohistokimia antioksidan superoxide dismutase (sod) pada jaringan tikus hiperkolesterolemia

0 7 2

Profil Imunohistokimia Antioksidan Copper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada Jaringan Ginjal Tikus dengan Perlakuan Stres dan Pemberian a[alfa]-Tokoferol

0 9 10

Dampak pemberian tepung buah pare terhadap profil imunohistokimia antioksidan Copper, Zinc-Superoxide dismutase (Cu, Zn-SOD) pada jaringan ginjal tikus diabetes mellitus

0 8 49

Profil Imunohistokimia Antioksidan Cu,Zn SOD pada Jaringan Ginjal Tikus dengan Pemberian Isoflavon Kedelai, Vitamin E dan Mineral Zn

0 16 61

Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC)

1 7 220