Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia

(1)

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO

LINDAK BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT

ANTIOKSIDATIF DAN HEMOLISIS

ERITROSIT MANUSIA

ERISMAR AMRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

IPB

2007

ERISMAR

AMRI F2510


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak tehadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007 Erismar Amri


(4)

ABSTRAK

ERISMAR AMRI. Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak tehadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan NURHENI SRI PALUPI.

Kakao kaya akan senyawa antioksidan flavonoid seperti katekin, epikatekin dan prosianidin. Penelitian tentang pengaruh positif kakao terhadap kesehatan telah banyak dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo, tetapi belum ada yang melaporkan pengaruh kakao bebas lemak terhadap eritrosit manusia secara in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao terhadap sifat antioksidatif dan ketahanan membran eritrosit.

Responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kakao (n=9) dan kelompok kontrol (n=9). Minuman bubuk kakao bebas lemak yang dicampur dengan susu skim dan gula diberikan kepada kelompok kakao setiap hari selama 25 hari. Kelompok kontrol mengonsumsi minuman yang terbuat dari susu skim dan gula saja. Semua responden menandatangani surat perjanjian (informed consent) dan diperiksa kesehatannya oleh dokter yang berwenang sebelum dan sesudah intervensi. Darah yang diambil sebelum dan sesudah intervensi digunakan untuk menganalisa sifat antioksidatif dan ketahanan membran eritrosit. Sifat antioksidatif yang diteliti adalah kadar malondialdehida (MDA) dan aktivitas antioksidan pada eritrosit. Aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode 2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl (DPPH). Ketahanan membran sel eritrosit diketahui dengan mengukur persentase hemolisis eritrosit yang disebabkan oleh hidrogen peroksida dan formalin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar MDA eritrosit berkurang dari 0,94 ± 0,31 µmol/l menjadi 0,68 ± 0,22 µmol/l (p<0,05), aktivitas antioksidan eritrosit meningkat dari 6,27 ± 2,44% menjadi 11,16 ± 5,49% (p<0,05). Rata-rata persentase hemolisis eritrosit yang disebabkan oleh H2O2 berkurang dari 26,85%

menjadi 16,61% (p>0,05), sedangkan persentase hemolisis yang disebabkan oleh formalin tidak jauh berbeda yaitu dari 36,77% menjadi 36,19% (p>0,05). Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bubuk kakao lindak bebas lemak berpotensi meningkatkan sifat antioksidatif pada sel eritrosit.


(5)

ABSTRACT

ERISMAR AMRI. The Effect of Defatted Bulk Cocoa Powder Drink Consumption on Erythrocyte Antioxidative Activity and Hemolysis in Human Subjects. Supervised by FRANSISKA R. ZAKARIA dan NURHENI SRI PALUPI.

Cocoa is a rich source of flavonoid antioxidants such as catechin, epicatechin and procyanidin. Many research have shown the potential effects of cocoa for health both in vivo and in vitro. The effects of defatted bulk cocoa drink consumtion on human erythrocyte resistance to oxidation have not been published. The aim of this research was to study the effect of defatted bulk cocoa powder drink consumption on antioxidative properties of human erythrocyte.

Healthy women subjects were devided into cocoa group (n=9) and control group (n=9). Cocoa powder drink containing skim milk and sugar was given to the cocoa group everyday for 25 days. The control group received only water containing skim milk and sugar. Both cocoa group and control group signed informed consent and received physical medical check at the beginning and the end of the intervention. Their peripheral blood were withdrawn to analyze erythrocyte antioxidant properties and membrane resistance. Antioxidant property analysis consisted of malondialdehyde (MDA) content, and antioxidant activity by 2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl (DPPH) method. Membrane resistance was analyzed by erythrocyte hemolysis.

Data of the cocoa group showed that there were significant decreased of cell MDA from 0,94 ± 0,31 µmol/l to 0,68 ± 0,22 µmol/l (p<0,05) increased in antioxidant activity from 6,27 ± 2,44% to 11,16 ± 5,49% (p<0,05). The percentage of erythrocytes hemolysis that induced by H2O2 was reduced from

26,85% to 16,61% (p>0,05), and induced by formaldehyde was not different from 36,77% to 36,19% (p>0,05) . The results of this research revealed that the defatted cocoa powder has potential antioxidant activity in erythrocyte.


(6)

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO

LINDAK BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT

ANTIOKSIDATIF DAN HEMOLISIS

ERITROSIT MANUSIA

ERISMAR AMRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

(8)

Judul Penelitian : Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia

Nama Mahasiswa : Erismar Amri

NRP : F251050091

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie,MS Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2006 sampai Maret 2007 ini ialah sifat antioksidatif, dengan judul Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia. Penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan di Departemen Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Misnawi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember yang telah membiayai penelitian ini melalui dana Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006, Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc dan Dr. Ir. Nurheni Sripalupi, MSi selaku pembimbing, serta Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS yang telah memberi izin kepada penulis menggunakan fasilitas Laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB selama penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Soewarno T. Soekarto yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian tesis dan memberikan saran untuk penulisan tesis yang lebih baik.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada responden yang dengan ikhlas mengikuti intervensi sampai penelitian selesai; semua laboran di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium PAU, Laboratorium Kultur Jaringan FKH, Laboratorium Terpadu FKH IPB, dokter dan perawat di klinik Farfa Darmaga atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian; rekan-rekan dalam penelitian kakao atas kerjasama, dukungan, semangat dan saling pengertiannya; dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis; pegawai administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan masalah-masalah administratif; serta teman-teman Ilmu Pangan atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan selama perkuliahan.

Kepada ayahanda, ibunda dan adik-adik tercinta, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi. Kepada kerabat keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama kuliah dan penelitian. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas semua bantuannya. Tak lupa penulis mohon maaf bila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 28 Mei 1982 sebagai anak pertama dari pasangan Amri dan Musnimar.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Padang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2004 penulis lulus dari program studi Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Tahun 2005 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pangan.


(11)

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO

LINDAK BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT

ANTIOKSIDATIF DAN HEMOLISIS

ERITROSIT MANUSIA

ERISMAR AMRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

IPB

2007

ERISMAR

AMRI F2510


(13)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak tehadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007 Erismar Amri


(14)

ABSTRAK

ERISMAR AMRI. Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak tehadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia. Dibimbing oleh FRANSISKA R. ZAKARIA dan NURHENI SRI PALUPI.

Kakao kaya akan senyawa antioksidan flavonoid seperti katekin, epikatekin dan prosianidin. Penelitian tentang pengaruh positif kakao terhadap kesehatan telah banyak dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo, tetapi belum ada yang melaporkan pengaruh kakao bebas lemak terhadap eritrosit manusia secara in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao terhadap sifat antioksidatif dan ketahanan membran eritrosit.

Responden wanita yang sehat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kakao (n=9) dan kelompok kontrol (n=9). Minuman bubuk kakao bebas lemak yang dicampur dengan susu skim dan gula diberikan kepada kelompok kakao setiap hari selama 25 hari. Kelompok kontrol mengonsumsi minuman yang terbuat dari susu skim dan gula saja. Semua responden menandatangani surat perjanjian (informed consent) dan diperiksa kesehatannya oleh dokter yang berwenang sebelum dan sesudah intervensi. Darah yang diambil sebelum dan sesudah intervensi digunakan untuk menganalisa sifat antioksidatif dan ketahanan membran eritrosit. Sifat antioksidatif yang diteliti adalah kadar malondialdehida (MDA) dan aktivitas antioksidan pada eritrosit. Aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode 2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl (DPPH). Ketahanan membran sel eritrosit diketahui dengan mengukur persentase hemolisis eritrosit yang disebabkan oleh hidrogen peroksida dan formalin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar MDA eritrosit berkurang dari 0,94 ± 0,31 µmol/l menjadi 0,68 ± 0,22 µmol/l (p<0,05), aktivitas antioksidan eritrosit meningkat dari 6,27 ± 2,44% menjadi 11,16 ± 5,49% (p<0,05). Rata-rata persentase hemolisis eritrosit yang disebabkan oleh H2O2 berkurang dari 26,85%

menjadi 16,61% (p>0,05), sedangkan persentase hemolisis yang disebabkan oleh formalin tidak jauh berbeda yaitu dari 36,77% menjadi 36,19% (p>0,05). Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bubuk kakao lindak bebas lemak berpotensi meningkatkan sifat antioksidatif pada sel eritrosit.


(15)

ABSTRACT

ERISMAR AMRI. The Effect of Defatted Bulk Cocoa Powder Drink Consumption on Erythrocyte Antioxidative Activity and Hemolysis in Human Subjects. Supervised by FRANSISKA R. ZAKARIA dan NURHENI SRI PALUPI.

Cocoa is a rich source of flavonoid antioxidants such as catechin, epicatechin and procyanidin. Many research have shown the potential effects of cocoa for health both in vivo and in vitro. The effects of defatted bulk cocoa drink consumtion on human erythrocyte resistance to oxidation have not been published. The aim of this research was to study the effect of defatted bulk cocoa powder drink consumption on antioxidative properties of human erythrocyte.

Healthy women subjects were devided into cocoa group (n=9) and control group (n=9). Cocoa powder drink containing skim milk and sugar was given to the cocoa group everyday for 25 days. The control group received only water containing skim milk and sugar. Both cocoa group and control group signed informed consent and received physical medical check at the beginning and the end of the intervention. Their peripheral blood were withdrawn to analyze erythrocyte antioxidant properties and membrane resistance. Antioxidant property analysis consisted of malondialdehyde (MDA) content, and antioxidant activity by 2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl (DPPH) method. Membrane resistance was analyzed by erythrocyte hemolysis.

Data of the cocoa group showed that there were significant decreased of cell MDA from 0,94 ± 0,31 µmol/l to 0,68 ± 0,22 µmol/l (p<0,05) increased in antioxidant activity from 6,27 ± 2,44% to 11,16 ± 5,49% (p<0,05). The percentage of erythrocytes hemolysis that induced by H2O2 was reduced from

26,85% to 16,61% (p>0,05), and induced by formaldehyde was not different from 36,77% to 36,19% (p>0,05) . The results of this research revealed that the defatted cocoa powder has potential antioxidant activity in erythrocyte.


(16)

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN BUBUK KAKAO

LINDAK BEBAS LEMAK TERHADAP SIFAT

ANTIOKSIDATIF DAN HEMOLISIS

ERITROSIT MANUSIA

ERISMAR AMRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(17)

(18)

Judul Penelitian : Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia

Nama Mahasiswa : Erismar Amri

NRP : F251050091

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie,MS Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS


(19)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2006 sampai Maret 2007 ini ialah sifat antioksidatif, dengan judul Pengaruh Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Lindak Bebas Lemak terhadap Sifat Antioksidatif dan Hemolisis Eritrosit Manusia. Penelitian ini dilakukan selama sembilan bulan di Departemen Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Misnawi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember yang telah membiayai penelitian ini melalui dana Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) tahap II tahun 2006, Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc dan Dr. Ir. Nurheni Sripalupi, MSi selaku pembimbing, serta Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS yang telah memberi izin kepada penulis menggunakan fasilitas Laboratorium Kultur Jaringan FKH IPB selama penelitian. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Soewarno T. Soekarto yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian tesis dan memberikan saran untuk penulisan tesis yang lebih baik.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada responden yang dengan ikhlas mengikuti intervensi sampai penelitian selesai; semua laboran di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium PAU, Laboratorium Kultur Jaringan FKH, Laboratorium Terpadu FKH IPB, dokter dan perawat di klinik Farfa Darmaga atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian; rekan-rekan dalam penelitian kakao atas kerjasama, dukungan, semangat dan saling pengertiannya; dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis; pegawai administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan masalah-masalah administratif; serta teman-teman Ilmu Pangan atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan selama perkuliahan.

Kepada ayahanda, ibunda dan adik-adik tercinta, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi. Kepada kerabat keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama kuliah dan penelitian. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas semua bantuannya. Tak lupa penulis mohon maaf bila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 28 Mei 1982 sebagai anak pertama dari pasangan Amri dan Musnimar.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Padang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2004 penulis lulus dari program studi Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Tahun 2005 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pangan.


(21)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Eritrosit... 4

Senyawa Oksigen Reaktif dan Kerusakan Sel ... 8

Formaldehida dan Kerusakan Sel... 12

Antioksidan ... 13

Flavonoid ... 16

Kakao dan Produk Olahan ... 17

BAHAN DAN METODE ... 21

Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat... 21

Diagram Alir Penelitian ... 22

Metode Penelitian ... 23

Formulasi Minuman Bubuk Kakao... 23

Persiapan Responden ... 23

Pelaksanaan Intervensi (Nurrahman 1998) ... 24

Pengukuran Status Gizi (Nurrahman 1998) ... 24

Pengambilan Darah dan Pemisahan Komponen Darah ... 24

Isolasi Eritrosit (Zhu et al 2005) ... 25

Analisa Malonaldehida (MDA) (Winarsi 2002) ... 25

Analisa Antioksidan Eritrosit dengan Metode DPPH (Turkmen et al 2005) 25 Penentuan Persentase Hemolisis (Zhu et al 2005)... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

Profil Responden... 27

Kerusakan Sel Eritrosit ... 30

Aktivitas Antioksidan Sel Eritrosit ... 33

Ketahanan Membran Eritrosit Terhadap Hidrogen Peroksida ... 36

Ketahanan Membran Eritrosit Terhadap Formalin ... 44

SIMPULAN DAN SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(22)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Oksigen aktif dan senyawa yang berhubungan...8 2. Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram...20 3. Komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak per 100 gram...20 4. Kandungan total polifenol produk kakao ...20 5. Rata-rata persentase hemolisis eritrosit responden kelompok perlakuan (n=9)

dan kelompok kontrol (n=8) yang diinkubasi dengan H2O2...38

6. Rata-rata persentase hemolisis eritrosit responden kelompok perlakuan (n=9) dan kelompok kontrol (n=8) yang diinkubasi dengan formalin...45


(23)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Pembentukan dan penghancuran eritrosit (Ganong 1999)...5 2. Struktur molekul formaldehida (Hart 1990)...13 3. Struktur kimia flavonoid (CIC 2001, Hall 2001)...17 4. Pembagian kelas flavonoid (CIC 2001, Murphy et al 2003)...17 5. Diagram Alir Penelitian...22 6. Kadar MDA eritrosit kelompok perlakuan (P) sebelum dan sesudah

intervensi selama 25 hari...30 7. Kadar MDA eritrosit kelompok kontrol (K) sebelum dan sesudah

intervensi selama 25 hari...31 8. Rata-rata kadar MDA eritrosit kelompok perlakuan (P) (n=9) dan kelompok

kontrol (K) (n=8) sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...31 9. Aktivitas antioksidan eritrosit responden kelompok perlakuan (P) sebelum

dan sesudah intervensi selama 25 hari...33 10.Aktivitas antioksidan eritrosit responden kelompok kontrol (K) sebelum

dan sesudah intervensi selama 25 hari...34 11.Rata-rata kadar aktivitas antioksidan eritrosit kelompok perlakuan (P)

(n=9) dan kelompok kontrol (K) (n=8) sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...34 12.Hemolisis yang disebabkan oleh oksidator H2O2 pada kelompok

perlakuan (P) sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...39 13.Hemolisis yang disebabkan oleh oksidator H2O2 pada kelompok

kontrol (K) sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...40 14.Rata-rata laju hemolisis yang disebabkan oleh oksidator H2O2 pada

kelompok perlakuan (P) (n=9) sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...41 15.Rata-rata laju hemolisis yang disebabkan oleh oksidator H2O2 pada

kelompok kontrol (K) (n=8) sebelum dan sesudah intervensi selama 25

hari...41 16.Hemolisis yang disebabkan oleh formalin pada kelompok perlakuan (P)


(24)

viii

17.Hemolisis yang disebabkan oleh formalin pada kelompok kontrol (K)

sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...47 18.Rata-rata persentase hemolisis yang disebabkan oleh formalin pada

kelompok perlakuan (P) (n=9) sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...48 19.Rata-rata persentase hemolisis yang disebabkan oleh formalin pada

kelompok kontrol (K) (n=8) sebelum dan sesudah intervensi selama 25

hari...48 20.Kurva standar untuk penentuan konsentrasi MDA sebelum intervensi...73 21.Kurva standar untuk penentuan konsentrasi MDA sesudah intervensi...73


(25)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Informed consent (Pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian)...59

2. Kuisioner kesehatan fisik, pola makan dan kebiasaan konsumsi makanan jajanan...60 3. Data pemeriksaan klinis responden sebelum dan sesudah intervensi...71 4. Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi...72 5. Kurva standar untuk penentuan konsentrasi MDA sel eritrosit...73 6. Kadar MDA eritrosit responden kelompok perlakuan (P) dan kelompok

kontrol (K), sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari...74 7. Aktivitas antioksidan eritrosit responden kelompok perlakuan (P) dan

kelompok kontrol (K), sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari ...75 8. Hasil analisis data dengan uji t (t-test)...76


(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanpa disadari, di dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus menerus melalui peristiwa metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan, ultraviolet, asap rokok, pencemaran makanan dan lain sebagainya. Radikal bebas merupakan oksidator yang dapat mengganggu integritas sel, dan dapat bereaksi dengan komponen sel sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Kerusakan oksidatif berlebihan pada membran selular bisa menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, termasuk kanker dan penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu kita memerlukan sistem antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas, dengan cara meredam dampak negatif senyawa ini. Reaksi radikal bebas terhadap komponen penyusun membran sel menghasilkan produk seperti malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal (HNE). MDA merupakan metabolit reaktif yang merusak hepatosit. Kadar malondialdehida dan hidroksinonenal di dalam sel, organ, jaringan dan plasma dapat dijadikan sebagai petunjuk tingkat kerusakan sel sebagai akibat radikal bebas.

Sistem antioksidan tubuh sebagai mekanisme perlindungan terhadap serangan radikal bebas, secara alami telah ada dalam tubuh kita, termasuk pada sel eritrosit. Antioksidan tersebut ada yang berupa enzim, zat gizi dan senyawa fitokimia, baik yang terbentuk di dalam tubuh maupun yang berasal dari makanan yang dikonsumsi. Enzim yang berperan sebagai antioksidan antara lain superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation reduktase, dan lain sebagainya. Antioksidan yang merupakan zat gizi antara lain vitamin E dan vitamin C. Sedangkan antioksidan yang berupa senyawa fitokimia antara lain karotenoid, polifenol dan lain sebagainya. Pada eritrosit terdapat senyawa antioksidan berupa enzim superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase yang melindungi sel eritrosit dari kerusakan sehingga dapat mencegah terjadinya hemolisis.

Penelitian tentang kandungan antioksidan di dalam bahan pangan telah banyak dilakukan. Begitu juga pengaruhnya terhadap kesehatan, terutama dalam mencegah penyakit-penyakit degeneratif. Walaupun begitu penelitian untuk


(27)

2

mencari sumber antioksidan alami dan pengaruhnya terhadap kesehatan terus

dilakukan.

Salah satu bahan pangan yang telah diketahui mengandung senyawa antioksidan adalah kakao. Indonesia merupakan salah satu negara yang membudidayakan tanaman kakao paling luas di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Pada tahun 2005 luas penanaman kakao di Indonesia mencapai 1.167.046 hektar, dengan total produksi 748.828 ton (Deptan 2007).

Produk makanan olahan yang diproduksi dengan bahan baku kakao telah banyak ditemui di pasaran seperti coklat batang, coklat pasta, coklat bubuk, permen coklat, susu coklat dan lain sebagainya. Produk-produk tersebut sebagian besar memanfaatkan semua bagian dari biji kakao sebagai bahan bakunya. Biasanya biji kakao yang digunakan adalah biji kakao berkualitas bagus yaitu kakao edel yang telah difermentasi dengan baik. Di Indonesia lebih banyak dikembangkan jenis kakao lindak yang merupakan jenis kakao kualitas kedua dan kebanyakan biji kakao yang dihasilkan tidak difermentasi dengan baik, sehingga kurang disukai. Biasanya bagian yang sering digunakan dari kakao lindak ini hanya lemaknya saja. Lemak kakao memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena sangat bagus digunakan pada berbagai produk seperti permen, obat dan kosmetik. Pemisahan lemak kakao ini menyisakan bubuk kakao bebas lemak. Bubuk kakao lindak bebas lemak tersebut dianggap tidak memiliki nilai ekonomis sehingga belum banyak digunakan. Dalam rangka memanfaatkan produk sisa tersebut, telah dilakukan penelitian pendahuluan tentang pengaruh bubuk kakao bebas lemak terhadap sel limfosit manusia secara in vitro (Olivia 2006). Hasilnya menunjukkan bahwa bubuk kakao bebas lemak yang berasal dari perkebunan Indonesia yaitu jenis kakao lindak mempunyai kapasitas sebagai antioksidan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara in vivo pada manusia.

Pada penelitian ini, bubuk kakao lindak yang telah diambil lemaknya tersebut dimanfaatkan sebagai minuman dan diteliti khasiatnya sebagai sumber polifenol yang dapat meningkatkan aktivitas antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan oksidatif pada sel eritrosit. Sel eritrosit sangat rentan terhadap oksidasi disebabkan kandungan lipid tak jenuh ganda yang tinggi, sehingga sel ini dapat dijadikan sebagai model untuk mengetahui pengaruh


(28)

3

konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dalam mengurangi terjadinya

kerusakan sel, meningkatkan aktivitas antioksidan di dalam sel dan meningkatkan ketahanan membran sel terhadap kerusakan akibat reaksi dengan senyawa reaktif. Kerusakan sel dianalisa dengan mengukur kadar MDA sel yang merupakan hasil peroksidasi lipid. Aktivitas antioksidan sel dianalisa dengan mengukur persentase radikal DPPH (2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl) yang bereaksi dengan antioksidan sel. Sedangkan ketahanan membran sel dianalisa dengan mengukur persentase hemolisis yang terjadi akibat rusaknya membran sel karena bereaksi dengan senyawa reaktif hidrogen peroksida dan formalin.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur pengaruh konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap pencegahan terjadinya peroksidasi lipid pada sel eritrosit, peningkatan aktivitas antioksidan pada sel eritrosit dan peningkatan ketahanan membran eritrosit terhadap reaksi senyawa reaktif.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang mengandung senyawa antioksidan dapat mengurangi terjadinya peroksidasi lipid sel eritrosit, meningkatkan aktivitas antioksidan pada sel eritrosit dan meningkatkan daya tahan membran sel eritrosit terhadap kerusakan yang disebabkan oleh senyawa reaktif. Senyawa antioksidan dari kakao akan bereaksi dengan senyawa reaktif sehingga mencegah terjadinya oksidasi lipid pada membran sel eritrosit dan mengurangi terjadinya hemolisis.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak terhadap pencegahan terjadinya peroksidasi lipid pada sel eritrosit, peningkatan aktivitas antioksidan pada sel eritrosit dan ketahanan membran eritrosit terhadap senyawa reaktif sehingga bubuk kakao yang merupakan produk sisa pemanfaatan lemak kakao ini dapat dijadikan sebagai bahan minuman yang bermanfaat pada kesehatan.


(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Eritrosit

Eritrosit/sel darah merah adalah suatu sel yang berisi hemoglobin dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sel ini berbentuk lempeng bikonkaf yang meningkatkan area permukaan sel sehingga memudahkan difusi oksigen dan karbon dioksida. Bentuk ini dipertahankan oleh suatu sitoskeleton yang terdiri atas beberapa protein. Diameter eritrosit kira-kira 7,8 mikrometer, dengan ketebalan 2,5 mikrometer pada bagian yang paling tebal dan kurang lebih 1 mikrometer pada bagian tengah. Volume rata-rata eritrosit adalah 90 sampai 95 mikrometer kubik. Bentuk eritrosit dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Sesungguhnya, eritrosit merupakan suatu “kantong” yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk. Selanjutnya, karena sel normal mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di dalamnya, maka perubahan bentuk tersebut tidak akan meregangkan membran secara hebat, dan sebagai akibatnya tidak akan memecahkan sel seperti yang terjadi pada sel lainnya. Pada pria normal, jumlah rata-rata sel darah merah per mililiter kubik adalah 5.200.000 (± 300.000) dan pada wanita normal 4.700.000 (± 300.000) (Guyton dan Hall 1997).

Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Jika hemoglobin ini terbebas dalam plasma manusia, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerulus pada ginjal terus masuk ke dalam saringan glomerulus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam eritrosit. Selain mengangkut hemoglobin, eritrosit juga mempunyai fungsi lain. Contohnya, ia mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah dapat bereaksi dengan banyak sekali karbon dioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-). Hemoglobin yang terdapat dalam sel juga


(30)

5

merupakan dapar asam-basa (seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga

eritrosit bertanggung jawab untuk sebagian daya pendaparan sel darah (Guyton dan Hall 1997).

Hemoglobin, pigmen merah yang membawa oksigen dalam eritrosit, merupakan suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450, dan terdiri dari 4 subunit, dimana masing-masing subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung Fe2+ yang dapat mengikat O2. Eritrosit mengandung sekitar 270 juta

molekul hemoglobin dimana tiap sel mengandung tepat 29 pg hemoglobin dengan masing-masing membawa empat kelompok heme. Dengan demikian didapatkan sekitar 3x1013 sel darah merah dan sekitar 900 g hemoglobin di dalam peredaran darah seorang laki-laki dewasa (Ganong 1999).

Proses pembentukan dan penghancuran eritrosit diilustrasikan pada Gambar 1. Eritrosit dibentuk di sumsum tulang dan sangat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk saat mengalir di dalam kapiler. Pada mamalia sel ini kehilangan inti, mitokondria dan organel sel lainnya sebelum memasuki peredaran darah, dan selama proses tersebut terjadi pembentukan hemoglobin. Eritrosit berada dalam sirkulasi selama lebih kurang 120 hari. Proses pembentukan eritrosit dihambat oleh meningkatnya kadar eritrosit dalam sirkulasi hingga melebihi batas normal, dan diransang oleh keadaan anemia (Ganong 1999).

1 x 1010eritrosit 1 x 1010 eritrosit 0,3 g hemoglobin 0,3 g hemoglobin

per jam per jam

Zat besi Diet

Asam amino Pigmen empedu

dalam tinja, urin Sejumlah kecil zat besi Gambar 1 Pembentukan dan penghancuran eritrosit (Ganong 1999)

Sirkulasi 3 x 1013 eritrosit 900 g hemoglobin

Sumsum tulang

Sistem makrofag


(31)

6

Seperti sel-sel lainnya, eritrosit diselubungi oleh membran sel yang terutama

terdiri dari lipid dan protein. Walaupun eritrosit tidak mempunyai inti, mitokondria, atau retikulum endoplasma, namun sebenarnya mempunyai enzim-enzim sitoplasmik yang mampu mengadakan metabolisme glukosa dan membentuk adenosin trifosfat (ATP) dan sedikit nikotinamid-adenin dinukleotida fosfat (NADPH).

Eritrosit mudah mengalami oksidasi disebabkan oleh kandungan asam lemak tak jenuh gandanya yang tinggi. Senyawa oksigen reaktif yang terdapat pada plasma, sitosol dan membran sel dapat bereaksi membran eritrosit, mempengaruhi integritas membran dan menyebabkan terjadinya oksidasi lipid dan protein, dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya hemolisis (Delmas-Beauvieux

et al 1995). Kerusakan oksidatif pada eritrosit dapat dicegah oleh enzim

antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase yang terdapat pada eritrosit, selain itu juga tersedianya vitamin E dan senyawa antioksidan lainnya di dalam plasma mengurangi terjadinya kerusakan oksidatif pada eritrosit (Kelle et al 1999).

Eritrosit, seperti sel-sel lainnya, mengerut di dalam larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih besar dari tekanan osmotik plasma normal. Dalam larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah, eritrosit akan membengkak, berbentuk bulat, tidak berbentuk cakram lagi, kemudian kehilangan hemoglobinnya /hemolisis. Larutan natrium klorida 0,9% merupakan larutan yang isotonik dengan plasma. Pada kondisi fragilitas osmotik normal, eritrosit mulai mengalami hemolisis jika disuspensikan dalam larutan garam 0,5%, 50% lisis terjadi pada larutan garam 0,40-0,42%, dan lisis seluruhnya terjadi pada larutan garam 0,35%. Eritrosit juga dapat mengalami lisis karena pengaruh obat dan infeksi (Ganong 1999). Menurut Kato et al (2007) hemolisis intravaskular dapat menyebabkan hipertensi paru-paru, priapism, koreng pada kaki, dan mungkin stroke.

Karena fungsinya yang sangat penting di dalam tubuh dan kerentanannya terhadap oksidasi, banyak sekali penelitian yang menggunakan eritrosit sebagai model untuk mempelajari kerusakan oksidatif biomembran dan pengaruh berbagai senyawa yang terdapat pada makanan, dalam menghambat terjadinya kerusakan


(32)

7

pada membran. Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui

terjadinya kerusakan pada membran adalah persentase hemolisis yang terjadi pada eritrosit. Semakin tinggi persentase hemolisis yang terjadi menandakan semakin parahnya kerusakan yang terjadi pada membran eritrosit, begitu pula sebaliknya, semakin rendah persentase hemolisis yang terjadi menandakan semakin tahan membran sel terhadap kerusakan. Seperti yang dilakukan oleh Zhu et al (2002) yang mempelajari efek penghambatan ekstrak kakao dan flavanol kakao yaitu katekin, epikatekin dan prosianidin terhadap hemolisis eritrosit pada tikus. Hasilnya ekstrak kakao dapat menghambat terjadinya hemolisis pada eritrosit tikus baik secara in vitro maupun in vivo. Eder et al (2002) menyatakan bahwa kelebihan konsumsi vitamin E yang dikombinasikan dengan konsumsi mminyak ikan salmon tidak berpengaruh terhadap hemolisis eritrosit. Kaviarasan et al

(2004) menyatakan bahwa biji fenugreek yang kaya akan polifenol dapat meningkatkan ketahanan membran eritrosit terhadap hidrogen peroksida, yang ditandai dengan lebih lamanya hemolisis mencapai 50 % pada eritrosit yang diinkubasi dengan ekstrak biji fenugreek secara in vitro dibandingkan eritrosit yang tidak diinkubasi dengan ekstrak biji fenugreek, baik pada darah manusia normal maupun yang mempunyai penyakit diabetes. Penelitian yang dilakukan

Zhu et al (2005) menyimpulkan bahwa dengan mengonsumsi minuman yang

mengandung flavanol dan prosianidin kakao dapat memperlambat laju hemolisis yang terjadi pada eritrosit manusia.

Parameter lain yang sering diukur untuk mengetahui terjadinya kerusakan pada membran sel eritrosit adalah aktivitas antioksidan pada sel eritrosit dan peroksidasi yang terjadi pada eritrosit. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kelle et al (1999) yang menyimpulkan bahwa latihan lari yang dilakukan oleh tikus albino Wistar menyebabkan peningkatan kerentanan terjadinya peroksidasi secara in vitro pada eritrosit, tetapi dengan penambahan suplemen vitamin E pada ransumnya dapat mengurangi kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh latihan. Parameter yang diuji pada penelitian tersebut adalah aktivitas enzim antioksidan eritrosit yaitu superoksida dismutase, katalase dan glutation. Ankan et al (2001) mempelajari hubungan antara peroksidasi lipid (dengan mengukur kadar MDA), glutation dan glutation peroksidase eritrosit dengan penyakit hipertiroid. Hasilnya


(33)

8

kadar MDA pada penderita hipertiroid lebih tinggi debandingkan manusia normal

sedangkan glutation dan glutation dan glutation peroksidase lebih rendah dibandingkan manusia normal. Jung et al (2003) menyatakan bahwa konsumsi suplemen naringin oleh penderita hiperkolesterolemia dapat meningkatkan aktivitas superoksida dismutase dan katalase eritrosit.

Senyawa Oksigen Reaktif dan Kerusakan Sel

Senyawa oksigen reaktif/reactive oxygen species (ROS) merupakan molekul yang mengandung oksigen yang lebih reaktif dibandingkan dengan molekul triplet oksigen yang terdapat di udara. Superoksida (O2˙), hidrogen peroksida (H2O2),

radikal hidroksil (HO˙) dan singlet oksigen (1O2) termasuk spesies oksigen aktif.

Selain itu senyawa lainnya seperti alkoksi radikal, peroksil radikal (LO2˙),

nitrogen dioksida (NO2˙), lipid hidroperoksida (LOOH), protein hidroperoksida

dan hipoklorit (HOCl) juga dianggap sebagai senyawa oksigen aktif. Beberapa diantaranya mempunyai elektron yang tidak berpasangan dan merupakan radikal bebas, tetapi yang lainnya tidak. Senyawa oksigen aktif ini sangat berperan pada fungsi fisiologis, namun pada saat yang sama senyawa oksigen aktif ini bisa bersifat toksik bagi sel. Tabel 1 merangkum senyawa oksigen aktif yang berhubungan dengan peroksidasi lipid dan stres oksidatif in vivo (Noguchi dan Niki 1998).

Tabel 1 Oksigen aktif dan senyawa yang berhubungan

Radikal Non Radikal

O2˙ Superoksida H2O2 Hidrogen peroksida

HO˙ Radikal hidroksil 1O2 Singlet oksigen

HO2˙ Hidroperoksil radikal LOOH Lipid hidroperoksida

L˙ Radikal lipid Fe=O Besi-oksigen kompleks

LO2˙ Lipid peroksil radikal HOCl Hipoklorit

LO˙ Lipid alkoksi radikal NO2˙ Nitrogen dioksida

˙NO Nitrit oksida P˙ Radikal protein

Sumber: Naguchi dan Niki 1998, Vanishlieva-Maslavora 2001

Radikal bebas adalah molekul atau senyawa yang tidak mampu berdiri sendiri dan mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada


(34)

9

orbital terluarnya (Noguchi dan Niki 1998, Halliwell dan Gutteridge 1999).

Elektron yang tidak berpasangan biasanya akan mencari elektron di sekitarnya supaya berpasangan. Oleh karena itu, radikal bebas menjadi reaktif dan menyerang molekul lain, meskipun beberapa radikal tidak reaktif, tetap stabil pada waktu yang cukup lama. Contoh radikal bebas yang reaktif adalah radikal hidroksil (HO˙) dan alkoksil (LO˙), sedangkan radikal nitrit oksida (˙NO), vitamin E (tokoferol) dan vitamin C (dehidroaskorbat) adalah contoh radikal yang stabil (Noguchi dan Niki 1998).

Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen dan eksogen. Secara endogen, radikal bebas dibentuk sebagai respon normal dari peristiwa biokimia dalam tubuh. Secara eksogen, radikal bebas berasal dari polusi, makanan, injeksi atau melalui penyerapan kulit (Prangdimurti 1999, Damayanthi 2002).

Menurut Halliwell dan Gutteridge (1999), beberapa jenis radikal bebas yang terdapat dalam tubuh antara lain:

1. Anion superoksida radikal (O2˙)

Radikal ini merupakan hasil reduksi satu elektron oksigen dan dapat terjadi pada hampir semua sel aerobik yang menjalankan rantai transpor elektron pada mitokondria. Mekanisme terbentuknya anion superoksida pada rantai transpor elektron disebabkan oleh adanya 1-3% elektron yang terlepas selama proses rantai transpor elektron (Halliwell dan Aruoma 1991). Menurut McCord (1993), anion superoksida diproduksi oleh mitokondria pada dua sisi dari rantai transpor elektron. Sisi pertama terjadi pada perpindahan elektron dari ubiquinon (CoQ) ke sitokrom C melalui senyawa intermediate ubisemiquinon. Senyawa ubisemiquinon mampu mereduksi oksigen menjadi anion superoksida, yang selanjutnya akan berdismutasi membentuk hidrogen peroksida (H2O2).

Sisi kedua dari pembentukan anion superoksida pada rantai transpor elektron adalah pada NADH dehidrogenase yang merupakan katalis dari pelepasan ion hidrogen dari substrat ke molekul NAD+, yang selanjutnya akan masuk ke reaksi kimia oksidatif untuk membentuk ATP.


(35)

10

2. Hidrogen peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida merupakan oksidan lemah yang relatif stabil tetapi dengan adanya ion logam transisi, senyawa ini dapat membentuk radikal yang reaktif. Senyawa ini larut dalam air dan berdifusi dengan cepat di dalam dan di antara sel.

Hidrogen peroksida yang tidak dikehendaki di dalam sel, baik yang berasal dari reaksi yang terjadi di dalam tubuh maupun yang berasal dari makanan, dihilangkan dengan bantuan enzim katalase, glutation peroksidase, dan peroksidase lainnya. Stress oksidatif yang disebabkan oleh H2O2 terjadi

secara tidak langsung dan dibantu oleh beberapa ion logam. Reaksi yang terjadi di dalam tubuh yang melibatkan H2O2 adalah reaksi Fenton yaitu:

Fe (III) + O2˙ → Fe (II) + O2

Fe (II) + H2O2 → OH˙ + OHֿ + Fe (III)

Hidrogen peroksida yang masuk ke dalam membran akan bereaksi dengan ion Fe dan Cu dan membentuk molekul yang lebih reaktif seperti OH˙. Hidroksil radikal banyak merusak DNA di dalam sel.

3. Hidroksil radikal (OH˙)

Hidroksil radikal adalah oksigen radikal yang paling reaktif dengan potensi reduksi yang tinggi. Senyawa ini dapat terbentuk dari H2O2 yang

dikatalisis oleh ion Fe.

H2O2 + Fe2+ → OH˙ + Fe3+ + OH˙

Hidroksil radikal bereaksi dengan molekul dalam sel hidup, seperti gula, asam amino, fosfolipid, basa DNA, dan asam organik.

Radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif. Menurut Halliwell dan Aruoma (1991), stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul jika radikal bebas tidak sepenuhnya dihilangkan atau dinetralkan dari dalam tubuh. Stres oksidatif juga bisa dikatakan sebagai keadaan ketidakseimbangan antara senyawa oksigen reaktif (ROS) dan antioksidan (Halliwell dan Gutteridge 2001). Hal ini dapat terjadi jika jumlah antioksidan tidak mencukupi atau jumlah radikal meningkat sehingga antioksidan tidak mampu untuk menahannya. Radikal bebas dan senyawa oksigen aktif bisa menyebabkan terjadinya oksidasi lipid, gula, protein dan DNA, sehingga menimbulkan kerusakan oksidatif seperti disfungsi


(36)

11

membran, modifikasi protein, inaktivasi enzim dan modifikasi pada basa DNA

(Noguchi dan Niki 1998).

Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis dan nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses otodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran dan fragmentasi DNA inti. Sementara itu, nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan berat yang ditandai oleh kerusakan struktur seluler secara menyeluruh yang diikuti dengan lisisnya sel dan peradangan jaringan. Nekrosis merupakan kematian suatu sel atau kelompok sel yang masih merupakan bagian dari organisme hidup. Racun-racun kimiawi bisa mempengaruhi sel secara non selektif dengan cara menyebabkan denaturasi protein atau dengan pemecahan fosfolipid membran plasma atau bereaksi dengan molekul target lainnya (Arafah 2005).

Radikal bebas dalam sistem biologi dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Dasar teknik pengukuran radikal bebas secara langsung yaitu RPE-resonan paramagnetik elektronik dan proton nuclear magnetik RPE-resonansi resolusi tinggi dengan menggunakan senyawa yang dapat menangkap sinyal radikal bebas pada sistem in vitro. Pengukuran secara langsung sangat sulit dilakukan karena radikal bebas bereaksi sangat cepat, sehingga metode pengukuran tidak langsung, melalui pengukuran produk turunan yang dihasilkan dalam sel akibat reaksi radikal bebas lipid, seperti malondialdehida, dan 4-hidroksinonenal yang umumnya dipilih untuk dilakukan dalam mengukur reaksi radikal bebas lipid (Nabet 1996).

Malondialdehida atau MDA (C3H4O2) merupakan salah satu hasil

peroksidasi asam lemak tidak jenuh (ALTJ) terutama asam arakhidonat. MDA dijumpai juga sebagai produk samping biosintesis prostaglandin. Pengukuran MDA telah digunakan sebagai indikator kerusakan oksidatif asam lemak tidak jenuh pada sel yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi. Kadar MDA dapat digunakan sebagai indeks tidak langsung kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid (Aruoma 1997).

Organisme aerob pada dasarnya dilindungi oleh serangkaian sistem pertahanan tubuh terhadap stres oksidatif yang terjadi akibat reaksi radikal bebas. Reaksi pembentukan radikal bebas berlangsung terus dari satu bentuk ke bentuk


(37)

12

radikal lain secara berantai. Pengakhiran reaksi berantai radikal bebas (terminasi)

terjadi karena adanya inaktivasi radikal tersebut melalui mekanisme antioksidan. Antioksidan dapat dihasilkan oleh tubuh sendiri seperti enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH) dan katalase. Antioksidan dapat juga diperoleh dari makanan, tanaman, vitamin dan mineral (Gutteridge dan Halliwell 1996). Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makro molekul seluler termasuk protein, lipida, DNA dan molekul lainnya, sehingga dapat memicu terjadinya kanker, penyakit kardiovaskular dan mungkin penyakit neurodegeneratif. (Haliwel dan Aruoma 1997). Pada eritrosit terdapat enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH) dan katalase yang dapat mencegah terjadinya kerusakan oksidatif pada sel. Selain itu, senyawa flavonoid dari makanan yang masuk ke darah juga dapat melindungi sel eritrosit dari kerusakan oksidatif.

Formaldehida dan Kerusakan Sel

Formaldehida (CH2O) juga dikenal dengan nama metanal, metilen oksida,

oksimetilen, metilaldehida, oksometan dan aldehida format. Formaldehida merupakan senyawa kimia golongan aldehida yang berbentuk gas tidak berwarna pada suhu ruang. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung karbon, sehingga formaldehida terdapat pada asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Selain itu formaldehida juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit sebagai metabolit pada kebanyakan organisme, termasuk manusia. Secara alami, formaldehida terdapat pada beberapa buah dan ikan laut dalam kadar yang tinggi. Formaldehida dan beberapa senyawa turunannya juga banyak digunakan pada produk pangan untuk menjaga agar produk tidak mudah rusak oleh kontaminasi bakteri pembusuk (Liteplo et al

2002). Di dalam tubuh formaldehida terdapat di dalam jaringan sebanyak 3-12 ng/g, dan berguna pada sintesis protein, sedangkan di dalam darah 2,375 mg/m3. Formaldehida dikonversi oleh enzim yang terdapat pada eritrosit dan hati, secara cepat mengalami metabolisme menjadi format dan asam format. Asam format


(38)

13

kemudian mengalami oksidasi menjadi CO2 dan air, sedangkan format dikonversi

menjadi garam natrium dan diekskresikan atau digunakan pada biosintesis.

Gambar 2 Struktur molekul formaldehida (Hart 1990)

Formaldehida larut dalam air, alkohol dan pelarut polar lainnya. Secara komersial formaldehida dijual dalam kadar larutan 37% dengan merk dagang formalin atau formol. Meskipun mempunyai sifat kimia seperti aldehida pada umumnya, formaldehida lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida sangat cepat bereaksi dengan makromolekul biologi dan segera menimbulkan kerusakan pada saat terjadi kontak langsung untuk pertama kalinya. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Selain itu, formaldehida bisa menyebabkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Liteplo et al 2002).

Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi (Pokorný 2001). Menurut Guttridge dan Halliwell (1996) antioksidan merupakan suatu substansi yang menghentikan atau menghambat kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target. Sementara itu, menurut Cillard et al

(1980) dan Schluler (1990) antioksidan adalah zat dengan kadar lebih rendah dari zat yang mudah teroksidasi, secara nyata mampu menghambat atau memperlambat oksidasi zat tersebut. Sebaliknya pada kadar tinggi zat antioksidan bersifat prooksidan atau meningkatkan oksidasi. Antioksidan biologis adalah zat yang mampu melindungi sistem biologis dari kerusakan akibat kelebihan oksidasi (Krinsky 1992).

Tubuh kita dijaga dari stres oksidasi oleh berbagai antioksidan yang mempunyai fungsi yang berbeda. Beberapa diantaranya disintesis di dalam tubuh


(39)

14

berupa enzim, protein tertentu dan molekul antioksidan dengan berat molekul

rendah. Contoh antioksidan yang ada di dalam tubuh antara lain superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan lain sebagainya (Halliwell dan Aruoma 1997, Shi et al 2001). Mekanisme kerja antioksidan di dalam tubuh dapat melalui beberapa cara, antara lain: (1) menghambat terbentuknya radikal bebas, (2) menjadi perantara dalam netralisasi radikal bebas yang telah terbentuk

(scavenger), (3) menurunkan kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi,

dan (4) menghambat enzim oksidatif, misalnya sitokrom P-450 (Charpentier dan Cateora 1996). Menurut Shahidi (1997), antioksidan diketahui bekerja pada berbagai tahap oksidasi molekul lemak, yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen, menangkap singlet oksigen, pencegahan tahap inisiasi reaksi rantai melalui penangkapan radikal hidroksil, pengikatan ion logam katalisator, dekomposisi produk utama menjadi senyawa non radikal dan pemutusan reaksi rantai untuk mencegah kelanjutan penarikan elektron dari substrat.

Menurut Nabet (1996) terdapat tiga kelompok antioksidan dalam tubuh: 1. Antioksidan Primer

Antioksidan ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas baru. Contoh antioksidan primer adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang merubah O2˙- menjadi hidrogen peroksida (2O2˙- + 2H+→ H2O2 + O2)

dan glutation peroksidase (GPx) yang mengubah hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi molekul yang kurang berbahaya sebelum membentuk radikal bebas.

2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan ini menengkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya: vitamin E (α-tokogerol), vitamin C, β-karoten, asam urat, bilirubin dan albumin, serta berbagai antioksidan alami yang sudah banyak ditemukan sekarang.

3. Antioksidan Tersier

Antioksidan jenis ini akan memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfoksida reduktase.


(40)

15

Menurut Papas (1999), antioksidan seperti katalase, glutathione peroksidase,

superokside dismutase, dan peroksidase merupakan lini pertama dari sistem pertahanan tubuh yang menahan pembentukan radikal bebas. Pada lini pertahanan kedua, antioksidan yang menangkap radikal seperti vitamin C, vitamin E, karotenoid dan flavonoid berfungsi untuk menghambat rantai inisiasi dan atau memecah rantai propagasi. Lini pertahanan ketiga dipegang oleh enzim fosfolipase, protease, transferase, dan DNA repair enzyme yang berfungsi untuk memperbaiki kerusakan membran. Lini terakhir dari sistem pertahanan tubuh adalah proses adaptasi, dimana tubuh akan memproduksi enzim antioksidan yang sesuai untuk ditransfer ke sisi tertentu pada waktu dan konsentrasi yang tepat.

Antioksidan dapat berasal dari bahan alami dan sintetik. Sumber antioksidan alami telah banyak dilaporkan berasal dari tanaman. Tanaman sayuran dan buah-buahan mengandung banyak antioksidan alami seperti vitamin C, karotenoid dan senyawa fenolik. Senyawa fenolik meliputi fenol sederhana, asam ferulat, turunan asam hidroksinamat dan flavonoid (Shahidi 1997).

Penelitian tentang antioksidan pada tanaman telah banyak dilakukan. Chipault et al (1952) menguji aktivitas antioksidan dari 32 jenis rempah-rempah dan Puspita-Nienaber et al (1992) menguji aktivitas antioksidan dari 23 jenis ekstrak rempah-rempah asal Indonesia. Nakatani (1997) meringkas hasil penelitian tentang aktivitas antioksidan senyawa fenolik dari berbagai tanaman, antara lain: rosmaridifenol, rosmarikuinon, epirosmanol, dan isorosmanol dari

rosemary; karnosol dari sage; asam hidroksibenzoat dan hidroksinamat dari

oregano; thymol dan karvarol dari thyme; kapsaicin dan hidrokapcaisin dari cabe;

sesamol dan lignan dari wijen; katekin dari teh hijau; dan kurkuminoid dari kunyit. Zhu et al (2005) menyatakan bahwa katekin, epikatekin, yang diisolasi dari kakao dapat mengurangi kerentanan eritrosit terhadap radikal bebas penyebab hemolisis.

Menurut Gordon (2001) dan Molyneux (2004) pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan menggunakan metode penangkapan radikal sintetis pada pelarut organik seperti metanol pada suhu ruang. Radikal sintetis yang sering digunakan antara lain radikal 2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl (DPPH), dan 2,2’-azobis(3-ethylbenzthiazoline-sulphonic acid) (ABTS). Pada metode


(41)

16

DPPH, penangkapan radikal DPPH diikuti dengan pengukuran penurunan

absorbansi pada panjang gelombang 515 nm, dimana pengukuran berdasarkan reduksi oleh antioksidan (AH).

DPPH˙ + AH → DPPH-H + A˙

Radikal DPPH banyak digunakan untuk mengukur aktivitas senyawa antioksidan karena lebih stabil dibandingkan radikal bebas oksigen (Tominaga et al 2005).

Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok senyawa yang mempunyai ciri konfigurasi C6-C3-C6 (Gambar 3) dan berperan dalam mekanisme donor hidrogen, penangkapan radikal dan reaksi kelat pada logam (Hall 2001). Flavonoid umumnya dikenal karena aktivitas antioksidannya di dalam tubuh sehingga sering juga disebut bioflavonoid. Komponen antioksidan ini dapat menetralisir reaktivitas dari (ROS), yang merupakan senyawa reaktif yang dapat bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh yang merupakan penyusun membran, RNA dan DNA (Hammerstone etal 2000).

Flavonoid merupakan salah satu sub kelas dari polifenol yang mempunyai 7 kelas utama yaitu antochyanin, proantochyanin, isoflavone, flavanone, flavonol,

flavanol, dan flavone (Gambar 4). Murphy et al (2003) menyatakan bahwa

mengonsumsi flavonoid dan prosianidin secara teratur dapat meningkatkan konsentrasi epikatekin dan katekin di dalam plasma tetapi tidak menyebabkan oksidasi, dan juga dapat mengurangi agregasi dan aktivasi platelet penyebab peradangan.

Flavonoid yang terkandung di dalam kakao antara lain monomer katekin yang termasuk ke dalam kelas flavanol, dan oligomer prosianidin (Hammerstone

et al 2000). Prosianidin kakao bermanfaat dalam modulasi respon imun dan

inflamasi pada mamalia. Prosianidin kakao dan kakao cair ataupun kering bisa terdapat dalam makanan, suplemen dan obat-obatan untuk modulasi produk gen sitokin dan kadar protein dan memberikan efek menguntungkan pada penderita penyakit asma, peradangan akibat virus atau resiko peradangan virus (Schmitz et al 2001).


(42)

17

Gambar 3 Struktur kimia flavonoid (CIC 2001, Hall 2001)

Gambar 4 Pembagian kelas flavonoid (CIC 2001, Murphy et al 2003)

Kakao dan Produk Olahan

Tanaman kakao telah dimanfaatkan oleh bangsa Indian suku Maya di Amerika Tengah sejak beberapa abad sebelum masehi, tetapi baru pada abad ke-15 biji kakao diperkenalkan di bagian dunia lainnya. Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Oleh karena itu tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris (Siregar et al 2007).

POLIFENOL

ASAM FENOLAT LAIN-LAIN

FLAVONOID

Luteolin Apigenin

Flavanone Flavonol Flavanol

Quercetin Kaemferol Hesperetin

Tangertin

Genistein Daidzein Polymeric

Flavanols Delphinidin

Cyanidin

Epicatechin Catechin

Antochyanin Proantochyanin Isoflavone


(43)

18

Klasifikasi ilmiah kakao antara lain:

dunia : Plantae

divisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledoneae sub kelas : Dialypetaleae bangsa : Malvales suku : Sterculiaceae marga : Theobroma Species : Theobroma cacao.

Pohon kakao dapat tumbuh pada daerah-daerah yang berada pada 10º LU sampai dengan bercurah 10º LS, dengan curah hujan 1-5 liter/mm2 per tahun, temperatur 18-32ºC. Tinggi pohon kakao dapat mencapai 8-10 m dari pangkal batangnya pada permukaan tanah (Siregar et al 2007).

Kakao dibedakan menjadi 3 jenis yaitu Criollo (fine/flavour cocoa), Forastero (bulk cocoa) dan Trinitario. Buah kakao jenis Criollo memiliki ciri tekstur yang lunak, berkerut dan berwarna kemerahan. Kakao jenis Forastero memiliki ciri tekstur buah yang keras, licin dan berwarna hijau. Sedangkan kakao jenis Trinitario yang merupakan hasil persilangan kakao Criollo dan Forastero memiliki tekstur buah yang sedikit keras dan warna yang bervariasi (Lass 1999). Jenis kakao yang terdapat di Indonesia adalah kakao mulia/edel (fine/flavour

cocoa) dan kakao lindak (bulk cocoa). Kakao lindak merupakan kakao kualitas

kedua yang digunakan sebagai komplementer (pelengkap) dalam mengolah kakao mulia, tetapi jenis kakao ini lebih banyak dikembangkan seluruh perkebunan kakao di Indonesia karena relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit, dan tingkat produksinya lebih tinggi dibanding kakao mulia (Zairisman 2006, Siregar

et al 2007).

Bagian tanaman kakao yang mempunyai nilai ekonomis dan digunakan sebagai bahan pangan adalah bijinya. Terdapat berbagai macam produk olahan dari biji kakao antara lain: cokelat cair, susu cokelat, mentega cokelat, cokelat bubuk, dan cokelat batang dengan kandungan polifenol total yang berbeda (Vinson et al 1999, Wollgast dan Anklam 2000). Secara umum biji kakao diolah


(44)

19

menjadi bahan pangan yang dapat dikonsumsi melalui beberapa tahap, antara lain:

pencucian, sortasi, pengeringan, penghalusan (refining), penyempurnaan cita rasa

(conching) dan pengkristalan (tempering) (Bixler dan Morgan 1999, Siregar et al

2007). Cita rasa yang baik dapat diperoleh bila kakao difermentasi dengan baik, namun proses fermentasi menyebabkan kandungan polifenol dalam biji kakao menurun hingga 50% (Misnawi dan Selamat 2003).

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember berusaha mengembangkan produk minuman bubuk kakao bebas lemak dari biji kakao nonfermentasi yang merupakan hasil samping produksi lemak kakao.

Bubuk kakao bebas lemak dibuat melalui proses sebagai berikut:

1. Biji kakao basah dicuci bersih dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50ºC hingga kadar air 7,5%.

2. Kulit ari dipisahkan. Keping biji yang diperoleh dihaluskan dengan blender (penghancur biji).

3. Pasta kakao yang diperoleh kemudian dipisahkan lemaknya (defatting) dalam sochlet apparatus menggunakan pelarut petroleum benzene (titik didih 40-60ºC).

4. Bubuk kakao yang diperoleh kemudian dihaluskan sampai kehalusan < 40 mesh dan disimpan dalam kemasan kedap udara. (Misnawi 2005)

Pada biji kakao terdapat berbagai macam zat gizi dan senyawa bioaktif. Komposisi kimia bubuk kakao disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Biji kakao dinyatakan sebagai bahan yang kaya akan flavonoid, yang mempunyai sifat antioksidan bagi tubuh. Menurut Lee et al. (2003), kakao mengandung senyawa fitokimia fenolik dan kapasitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan anggur, teh hijau dan teh hitam. Kandungan total polifenol pada beberapa produk kakao disajikan pada Tabel 4. Terlihat bahwa bubuk kakao mengandung senyawa polifenol yang paling tinggi dibandingkan produk kakao lainnya.

Misnawi et al (2003) menyatakan bahwa biji kakao mengandung polifenol 12-18 g/100 g. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zairisman (2006) terhadap beberapa jenis kakao, diketahui bahwa kandungan polifenol total pada bubuk kakao lindak bebas lemak nonfermentasi dari varietas bulk masak lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya yaitu sekitar 4,43 g/100 g.


(45)

20

Tabel 2 Komposisi kimia bubuk kakao per 100 gram

Komposisi Jumlah

Energi 228,49 Kcal

Lemak 13,50 g

Karbohidrat 53,35 g Protein 19,59 g Kalium 1,50 g Natrium 8,99 mg Kalsium 169,45 mg

Besi 13,86 mg

Seng 7,93 mg

Tembaga 4,61 mg Mangan 4,73 mg

Air 2,58 g

Kadar abu 6,33 g Sumber: Cheney (1999)

Tabel 3 Komposisi kimia bubuk kakao lindak bebas lemak per 100 gram Komposisi Jumlah

Lemak 2,59 g

Karbohidrat 51,40 g Protein 28,08 g

Air 10,42 g

Kadar abu 7,51 g

Tabel 4 Kandungan total polifenol produk kakao

Produk kakao Jumlah polifenol total (g/100g) Bubuk kakao

Cokelat Susu cokelat

2,00 0,84 0,50

Sumber: Wollgast dan Anklam (2000)

Manfaat produk olahan kakao terhadap kesehatan sudah banyak dilaporkan. Kakao berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi epikatekin dan penurunan produk oksidasi di dalam plasma (Rein et al 2000a), menekan aktivasi platelet, sehingga dapat mencegah penyakit aterosklerosis dan jantung koroner (Rein et al

2000b, Murphy et al 2002), mengurangi kerentanan oksidatif pada low density


(46)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Laboratorium Biokimia Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan, Klinik Farfa Darmaga dari bulan Juni 2006 sampai Maret 2007.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah bubuk kakao bebas lemak dari jenis bulk masak yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember dan eritrosit yang diperoleh dari darah responden. Bubuk yang digunakan merupakan bubuk biji kakao varietas bulk masak non fermentasi yang memiliki total fenol dan daya proliferasi yang tinggi berdasarkan uji in vitro

(Zairisman, 2006). Bahan lain yang digunakan adalah gula pasir, air panas dan susu bubuk skim. Bahan ini juga digunakan Erniati (2007), Hasanah (2007), Yuliatmoko (2007) dan Kusumaningtyas (2007).

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah phosphate buffer saline (PBS) (Sigma), pewarna trifan blue, NaHCO3, asam klorida, larutan standar

malonaldehida (MDA) dari 1,1,3,3-tetraetoksipropana (Sigma), asam trikloro asetat, aquabides, alkohol 90%, asam tiobarbiturat, pelarut air bebas ion (Kimia Farma), KH2PO4, asam fosfat, 2,2-difenil-1-pictihidrazil (DPPH), metanol pro

analisis, hidrogen peroksida (H2O2) dan formalin (CH2O).

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: sentrifuge (Jouan, tipe CR 412), laminar air flow (Holten Laminar air tipe HV 2472), inkubator Jouan, tipe IG 150) (CO2 5%, 37ºC), mikroskop, hemasitometer (Superior),

microplate reader (BIO-RAD, Benchmark) spektrofotometer (Shimadzu),


(47)

22

Sedangkan peralatan sekali pakai yang digunakan adalah jarum suntik 50 ml

(Terumo), jarum suntik 3 ml, tabung sentrifus steril 15 dan 50 ml (Corning), lempeng mikro 96 sumur (Corning), membrane filter 0,22 µm (Corning), dispenser tip (Marsh), tabung vacutainer ukuran 9 ml dengan koagulan, needles

vacutainer (Becton dickinson) dan gelas objek.

Diagram Alir Penelitian

Alur penelitian yang telah dilakukan digambarkan secara skema dalam diagram alir berikut:

Gambar 5 Diagram Alir Penelitian

Penentuan populasi subyek

Pengukuran status gizi

Pengambilan darah dan pemisahan komponen darah Kelompok kontrol

(K) mengonsumsi minuman susu skim,

tanpa kakao selama 25 hari

Kelompok perlakuan (P) mengonsumsi minuman bubuk kakao

selama 25 hari

Isolasi sel eritrosit

Uji sifat antioksidatif

Analisa ketahanan membran terhadap senyawa reaktif Analisa kadar

MDA

Analisa aktivitas antioksidan dengan

metode DPPH

H2O2 Formalin

Persentase Hemolisis Formulasi minuman bubuk

kakao bebas lemak


(48)

23

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan bersama-sama dengan Erniati (2007), Hasanah (2007), Yuliatmoko (2007) dan Kusumaningtyas (2007) mulai dari tahap formulasi minuman bubuk kakao bebas lemak sampai tahap pemisahan komponen darah.

Formulasi Minuman Bubuk Kakao

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zairisman (2006) yang menyatakan bahwa bubuk kakao dalam jumlah tersebut dapat berfungsi sebagai imunomodulator pada sel limfosit manusia, maka pada penelitian ini digunakan 4 g bubuk kakao sebagai bahan pembuat 100 ml minuman. Bahan tambahan gula dan susu skim ditentukan dengan melakukan uji pendahuluan oleh 10 orang panelis. Adapun perbandingan variasi gula dan susu yang ditambahkan (g) antara lain: 1 : 1, 2 : 1, 1 : 2, dan 2 : 2. Hasilnya yang paling disukai adalah minuman yang terbuat dari 4 g bubuk kakao ditambah 2 g gula dan 2 g susu dalam 100 ml air hangat. Sehingga minuman dengan formula inilah yang disajikan kepada responden.

Persiapan Responden

Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswi Instirut Pertanian Bogor sebanyak 18 orang yang berusia 22-27 tahun, dan bertempat tinggal di perumahan dosen, kompleks IPB II Sindang Barang. Responden yang dipilih adalah mahasiswi yang dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter di Klinik Farfa Darmaga. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan setelah responden menjalani intervensi selama 25 hari (format pemeriksaan terdapat pada Lampiran 2). Responden dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Masing-masing kelompok berjumlah 9 orang. Kelompok perlakuan mengonsumsi minuman kakao bebas lemak. Sedangkan kelompok kontrol mengonsumsi minuman yang terdiri dari 2 gram susu bubuk skim yang ditambah 2 gram gula dan 100 ml air hangat.


(49)

24

Pelaksanaan Intervensi (Nurrahman 1998)

Intervansi dilakukan setiap hari pada jam 07.00-08.00 WIB selama 25 hari di rumah indekost mahasiswi di kompleks perumahan IPB II Sindang Barang. Minuman bubuk kakao disiapkan setiap hari oleh peneliti yang sekaligus mengawasi responden meminum minuman bubuk kakao. Setiap responden mendapat sarapan pagi sebelum mengonsumsi minuman bubuk kakao dan makan malam dengan menu yang seragam. Seminggu sekali selama pelaksanaan intervansi dilakukan diskusi yang melibatkan seluruh responden mengenai penelitian dan kesehatan umum.

Sebelum pelaksanaan intervansi dilakukan penandatanganan surat perjanjian

(informed consent) (Lampiran 1) dan wawancara terhadap respoden dengan

format kuisioner standar (Lampiran 2).

Pengukuran Status Gizi (Nurrahman 1998)

Pengukuran status gizi responden dilakukan secara antropometri yang meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Penggolongan status gizi menurut body mass index (BMI) dengan satuan kg/m2, yaitu:

BMI = BB/TB2

Dimana: BMI < 17,0 : kekurangan berat badan tingkat berat BMI 17,0-18,4 : kekurangan berat badan tingkat ringan BMI 18,5-25,0 : normal

BMI 25,1-27,0 : kelebihan berat badan tingkat ringan BMI > 27,0 : kelebihan berat badan tingkat berat

Pengambilan Darah dan Pemisahan Komponen Darah

Pengambilan darah dilakukan sebelum dan sesudah intervansi di klinik Farfa Kampus Dramaga IPB pada jam 07.00 pagi oleh seorang staf klinik yang sudah berpengalaman dalam pengambilan darah. Darah diambil menggunakan tabung vacutainer steril yang mengandung koagulan sehingga darah tidak menggumpal. Darah yang diambil segera disentifuse pada 514 x g selama 10 menit untuk memisahkan plasma, limfosit dan eritrosit.


(50)

25

Isolasi Eritrosit (Zhu et al 2005)

Eritrosit yang telah terpisah diambil sebanyak 1 ml kemudian dicuci tiga kali dengan 5 volume larutan PBS pH 7,4, hasilnya disuspensikan dengan 10 volume larutan PBS pH 7,4. Jumlah sel eritrosit yang ada di dalam suspensi dihitung, kemudian suspensi tersebut diencerkan dengan larutan PBS pH 7,4 hingga jumlah sel eritrosit dalam suspensi menjadi ± 5 x 105 sel/ml.

Analisa Malonaldehida (MDA) (Winarsi 2002)

Prinsip metode ini berdasarkan kemampuan pembentukan kompleks berwarna merah jambu antara MDA dengan asam tiobarbiturat (TBA). Mula-mula dibuat larutan standar MDA dari 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP) dengan pelarut air bebas ion dengan konsentrasi 1,25; 1,5; 1,75; 2; 2,5 pmol/µl. Pereaksi TBA dibuat dengan melarutkan 1,728 gram TBA (asam tiobarbiturat) dalam 100 ml buffer fosfat pH 3.

Sebanyak 75 µl sampel eritrosit 5 x 105 sel/ml dan larutan standar TEP dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan 75 µl TCA 20% (0,6 mol/L HCl). Setelah itu didinginkan dalam es selama 20 menit. Campuran tersebut disentrifuse pada 704 x g selama 15 menit. Sebanyak 100 µl supernatan yang diperoleh ditambahkan 20 µl TBA 120 mM dan selanjutnya campuran dididihkan selama 30 menit. Setelah didinginkan dengan air kran, campuran tersebut dimasukkan ke dalam microplate reader dan diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 540 nm. Hasilnya dibandingkan dengan kurva standar TEP.

Analisa Antioksidan Eritrosit dengan Metode DPPH (Turkmen et al 2005)

Prinsip metode ini berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan yang terdapat pada eritrosit untuk mengikat DPPH sehingga warna ungu DPPH memudar.

Sebayak 1 ml suspensi eritrosit dengan jumlah sel 5 x 105 sel/ml yang telah dilisis dalam air deionisasi dan disimpan pada suhu -30ºC, diambil dan ditambah dengan metanol pro-analisis sebanyak 1 ml dan DPPH 0,2 mM sebanyak 1 ml, lalu divortek, kemudian disimpan di ruang gelap selama 60 menit dan diukur


(51)

26

absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer.

Aktivitas antiradikal bebas dihitung dengan rumus:

Aktivitas antiradikal bebas (%) = [(Akontrol – Asampel)/Akontrol] x 100%

Penentuan Persentase Hemolisis (Zhu et al 2005)

Sejumlah 100 µl suspensi eritrosit 5 x 105 sel/ml dimasukkan masing-masing ke sembilan sumur lempeng mikro dan ditambahkan 100 µl PBS, 100 µl H2O2 atau 100 µl formalin masing-masing ke dalam tiga sumur, kemudian

diinkubasi dalam inkubator, dan setiap 20 menit sekali diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 540 nm. Eritrosit yang diinkubasi dengan PBS digunakan untuk mengukur total hemoglobin (Atotal) yang

terkandung di dalam sel, dan eritrosit yang diinkubasi dengan H2O2 dan formalin

digunakan untuk mengukur hemoglobin yang belum teroksidasi baik oleh adanya H2O2 maupun formalin (Asampel). Persentasi hemolisis disebabkan oleh H2O2 dan

formalin dihitung dengan persamaan:


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden

Penelitian ini melibatkan 18 orang responden berjenis kelamin perempuan yang merupakan mahasiswa yang masih kuliah di Institut Pertanian Bogor. Umur responden berkisar antara 22-27 tahun. Pemilihan responden ini bertujuan untuk meminimalkan keragaman, dimana semua responden memiliki aktivitas yang hampir sama. Semua responden juga bertempat tinggal di kawasan yang sama, sehingga kegiatan dan jenis makanan lain selain yang telah diatur oleh peneliti juga tidak jauh berbeda, sehingga diharapkan keadaan gizi semua responden juga tidak jauh berbeda. Delapan belas responden ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan yang mengonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak yang dicampur dengan susu skim dan gula dan kelompok kontrol yang mengonsumsi minuman yang dibuat dari campuran susu skim dan gula saja tanpa bubuk kakao bebas lemak. Masing-masing kelompok terdiri dari 9 orang responden. Pemilihan jumlah responden ini dilakukan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia antara lain biaya, tenaga peneliti, waktu dan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan analisis (Cochran 1991).

Sebelum menjalani intervensi, kondisi kesehatan responden diperiksa terlebih dahulu oleh seorang dokter di Klinik Farfa Darmaga (format pemeriksaan kesehatan terdapat pada lampiran 2 point C dan D). Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan agar dapat dipastikan bahwa responden yang terlibat memiliki kondisi kesehatan yang baik dan tidak mengidap penyakit serius, yang dapat mempengaruhi penelitian. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesehatan fisik, denyut nadi, laju pernafasan, tekanan darah dan suhu tubuh. Selain itu juga ditanyakan kepada responden tentang riwayat kesehatannya. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan setelah responden menjalani intervensi oleh dokter yang sama. Hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan bahwa semua responden berada dalam keadaan sehat, baik sebelum dilakukan intervensi, maupun setelah intervensi selesai (data tidak dipublikasikan).

Pada saat pemeriksaan kesehatan juga diukur kondisi fisik responden secara antropometri meliputi tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) untuk mengukur


(53)

28

nilai body mass index (BMI). Ditinjau dari nilai BMI, hampir semua responden

memiliki status gizi normal, meskipun ada satu responden yang kelebihan berat badan tingkat berat (P5), satu responden kelebihan berat badan tingkat ringan (P4) dan satu responden kekurangan berat badan tingkat ringan (K3).

Setelah menjalani intervensi, sebagian besar responden mengalami kenaikan berat badan dengan persentasi yang sangat kecil dan tidak signifikan (p>0,05) yaitu sekitar 1,08% pada kelompok perlakuan dan 1,42% pada kelompok kontrol. Rata-rata berat badan responden kelompok perlakuan sebelum intervensi 56,61 ± 8,07 kg, setelah intervensi menjadi 57,22 ± 8,15 kg. Sedangkan rata-rata berat badan responden kelompok kontrol sebelum intervensi 47,22 ± 4,79 kg, setelah intervensi 47,89 ± 5,04 kg. Peningkatan berat badan ini diduga karena selama intervensi responden makan secara teratur setiap pagi dan malam hari dengan menu makanan yang bergizi karena disediakan oleh peneliti, tidak seperti biasanya, dimana kadang-kadang responden makan tidak teratur disebabkan oleh kesibukannya masing-masing. Menu makanan yang disediakan umumnya terdiri dari makanan pokok, yaitu nasi sebagai sumber karbohidrat, lauk pauk sebagai sumber protein dan lemak, sayur dan kadang-kadang ditambah buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Kenaikan berat badan responden tidak bisa dikatakan sebagai akibat konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama intervensi, karena kenaikan berat badan tidak hanya dialami oleh responden pada kelompok perlakuan atau kelompok yang mengonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak, tetapi juga dialami oleh responden pada kelompok kontrol yang tidak mengonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Hasil penelitian Murphy et al.

(2003) juga telah membuktikan bahwa tidak terjadi perbedaan berat badan secara nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mengonsumsi flavanol kakao dan oligomer prosianidin.

Selama intervensi, sarapan pagi dan makan malam responden disediakan oleh peneliti, dengan harapan asupan makanan semua responden selama penelitian seragam sehingga dapat mengurangi terjadinya bias karena perbedaan status gizi responden. Selain itu juga diharapkan selama intervensi, makanan yang dikonsumsi adalah makanan dengan menu seimbang sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi responden. Minuman bubuk kakao lindak bebas lemak diberikan


(54)

29

setelah sarapan dengan harapan tidak ada penghambatan terhadap penyerapan

senyawa flavonoid yang berasal dari minuman ini oleh komponen makanan lainnya, seperti serat.

Menu makan siang responden tidak disediakan oleh peneliti karena aktivitas responden berbeda-beda sehingga sangat sulit untuk mengatur makan siang dan jajanan yang dikonsumsi responden, tetapi walaupun begitu kepada responden diberitahukan bahwa mereka untuk sementara waktu, selama intervensi berlangsung tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung senyawa polifenol tinggi seperti produk-produk coklat, kopi, teh dan minuman bersoda tinggi. Responden juga diminta untuk mencatat semua makanan yang mereka konsumsi. Selain mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi, di siang hari responden mengkonsumsi buah dan makanan jajanan yang dibeli di sekitar tempat tinggal dan kampus (Kusumaningtyas 2007). Makan pagi dan makan malam yang disediakan oleh peneliti juga diperoleh dari warung-warung makanan yang ada di sekitar tempat tinggal responden, sehingga tidak terlalu jauh berbeda dengan kebiasaan makanan harian responden.

Pengambilan darah responden dilakukan dua kali yaitu hari pertama sebelum mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dan hari ke 25 setelah mengkonsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak. Pengambilan darah dilakukan pagi hari pada jam 07.00 – 08.00 WIB dengan tujuan agar kondisi fisik responden masih prima karena belum melakukan aktivitas lain. Pada saat pengambilan darah sesudah intervensi, seorang responden pada kelompok kontrol dengan kode K5 berhalangan hadir, sehingga darah responden tersebut tidak bisa dianalisis. Hilangnya data ini diharapkan tidak mempengaruhi hasil penelitian secara keseluruhan.

Secara umum, kondisi kesehatan dan status gizi responden tidak berubah, baik sebelum intervensi, maupun sesudah intervensi, sehingga dapat disimpulkan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak aman untuk dikonsumsi.


(1)

Lampiran 4 Data antropometri responden sebelum dan sesudah intervensi

Hari 0 perlakuan Setelah 25 hari intervensi Responden Berat

Badan (kg) Tinggi badan (cm) BMI (kg/m2)

Berat Badan (kg) Tinggi badan (cm) BMI (kg/m2) P1 50,0 154,0 20,8 51,0 155,0 21,2 P2 53,0 163,0 19,9 54,0 163,0 20,3 P3 56,0 158,0 22,4 56,0 158,0 22,4 P4 67,5 162,0 25,7 68,0 162,0 25,9 P5 70,0 161,0 27,0 71,5 162,0 27,2 P6 47,0 158,3 18,8 48,0 158,0 19,2 P7 62,0 162,8 23,5 62,0 162,5 23,5 P8 51,0 159,0 20,2 51,0 159,0 20,2 P9 53,0 164,0 19,7 53,5 164,0 19,9 Rata-rata 56,61 ±8,07 160,23 ±3,19 22,02 ±2,85 57,22 ±8,15 160,39 ±3,00 22,21 ±2,82

K1 46,0 156,0 18,9 47,0 156,0 19,3 K2 54,0 151,0 23,7 55,0 151,0 24,1 K3 43,0 155,0 17,9 43,5 155,0 18,1 K4 41,0 145,0 19,5 41,5 145,0 19,7 K5 50,0 153,5 21,4 52,5 152,0 22,4 K6 43,0 149,0 19,4 44,0 149,0 19,8 K7 54,0 155,5 22,3 54,0 155,5 22,3 K8 49,0 156,1 20,1 49,5 156,0 20,3 K9 45,0 145,0 21,4 44,0 146,0 20,6 Rata-rata 47,22 ±4,79 151,79 ±4,53 20,49 ±1,82 47,89 ±5,036 151,61 ±4,41 20,82 ±1,90


(2)

Lampiran 5 Kurva standar untuk penentuan konsentrasi MDA sel eritrosit

KURVA STANDAR UNTUK PENENTUAN

KONSENTRASI MDA SEL ERITROSIT

y = 0,0005x + 0,046 R2 = 0,9762

0 0,05 0,1 0,15 0,2

0 50 100 150 200 250 300

Konsentrasi (pmol/100μl)

A

b

so

rb

a

n

si

Gambar 20 Kurva standar untuk penentuan konsentrasi MDA sebelum intervensi

y = 0,0003x + 0,0534

R2 = 0,9716

0 0,05 0,1 0,15

0 100 200 300

Konsentrasi (pmol/100μl)

A

b

so

rb

an

si


(3)

Lampiran 6 Kadar MDA eritrosit responden kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K), sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari

Kadar MDA (µmol/l) Responden

sebelum sesudah selisih

P1 1,32 1,04 0,28

P2 1,16 0,78 0,38

P3 0,80 0,52 0,28

P4 1,20 0,63 0,57

P5 1,06 0,84 0,22

P6 1,09 0,82 0,27

P7 0,48 0,45 0,03

P8 0,46 0,32 0,14

P9 0,93 0,75 0,18

Rata-rata 0,94 ± 0,31 0,68 ± 0,22 0,26 ± 0,05

K1 0,48 0,69 -0,21

K2 0,64 0,42 0,22

K3 0,36 0,54 -0,18

K4 0,52 0,52 0

K6 0,51 0,62 -0,11

K7 0,41 0,52 -0,11

K8 0,98 0,89 0,09

K9 0,45 0,42 0,03


(4)

Lampiran 7 Aktivitas antioksidan eritrosit responden kelompok perlakuan (P) dan kelompok kontrol (K), sebelum dan sesudah intervensi selama 25 hari

Aktivitas Antioksidan (%) Responden

sebelum sesudah selisih

P1 2,14 11,51 9,37

P2 7,12 8,93 1,81

P3 7,31 9,45 2,14

P4 8,53 7,4 -1,13

P5 6,63 7,67 1,04

P6 5,27 8,55 3,28

P7 10,13 9,82 -0,31

P8 5,70 25,22 19,52

P9 3,56 11,87 8,31

Rata-rata 6,27 ± 2,44 11,16 ± 5,49 4,89 ± 6,55

K1 5,96 16,39 10,43

K2 5,56 11,42 5,86

K3 9,91 9,03 -0,88

K4 13,69 9,68 -4,01

K6 7,13 16,51 9,38

K7 3,11 10,89 7,78

K8 7,83 8,74 0,91

K9 15,03 6,16 -8,87


(5)

Lampiran 8 Hasil analisis data dengan uji t (t-test)

HASIL ANALISIS DATA DENGAN UJI T (

t-test

)

Two-Sample T-Test and CI: MDA Kakao: Sebelum; Sesudah

Two-sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 0,944 0,308 0,10 Sesudah 9 0,661 0,257 0,086

Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: 0,283085

95% CI for difference: (-0,001805; 0,567976)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value= 2,12 P-Value= 0,051 DF= 15

Two-Sample T-Test and CI: MDA Kontrol: Sebelum; Sesudah

Two-sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 0,546 0,182 0,061 Sesudah 8 0,576 0,155 0,055

Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -0,030323

95% CI for difference: (-0,205390; 0,144744)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value= -0,37 P-Value= 0,716 DF= 14

Two-Sample T-Test and CI: DPPH Kakao: Sebelum; Sesudah

Two-sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 6,27 2,44 0,81 Sesudah 9 11,16 5,49 1,8

Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -4,89161

95% CI for difference: (-9,30016; -0,48305)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value= -2,44 P-Value= 0,033 DF= 11

Two-Sample T-Test and CI: DPPH Kontrol: Sebelum; Sesudah

Two-sample T for Sebelum vs Sesudah N Mean StDev SE Mean Sebelum 9 8,49 3,84 1,3 Sesudah 8 11,10 3,66 1,3

Difference = mu (Sebelum) - mu (Sesudah) Estimate for difference: -2,60805

95% CI for difference: (-6,51065; 1,29454)


(6)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak selama 25 hari dapat meningkatkan kemampuan oksidatif eritrosit yang ditandai dengan menurunnya kadar MDA eritrosit dari 0,94 ± 0,31 µmol/l menjadi 0,68 ± 0,22 µmol/l (p<0,05), dan meningkatnya aktivitas antioksidan eritrosit dari 6,27 ± 2,44% menjadi 11,16 ± 5,49% (p<0,05). Selain itu konsumsi minuman bubuk kakao bebas lemak dapat melindungi membran eritrosit dari kerusakan oksidatif yang ditandai dengan menurunnya persentase hemolisis yang disebabkan oleh hidrogen peroksida dari 26,85% menjadi 16,61% (p>0,05). Sedangkan aktivitas formalin merusak membran sel tidak bisa dihambat oleh flavonoid kakao, karena tidak ada perubahan persentase hemolisis yang terjadi antara sebelum intervensi 36,77% dengan sesudah intervensi 36,19% (p>0,05). Kerusakan yang ditimbulkan oleh formalin lebih tinggi dibanding kerusakan yang ditimbulkan oleh hidrogen peroksida. Dengan meningkatnya sifat antioksidatif dan ketahanan membran eritrosit terhadap oksidator, dapat dikatakan bahwa minuman bubuk kakao bebas lemak dapat membantu meningkatkan kesehatan manusia.

Saran

Perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa minuman kakao bebas lemak sangat bagus untuk dikonsumsi setiap hari karena bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu juga perlu disampaikan agar masyarakat menghindari konsumsi makanan yang mengandung formalin karena formalin sangat reaktif dan dapat merusak sel, dan aktivitasnya tidak bisa dihambat oleh senyawa antioksidan.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh bubuk kakao bebas lemak terhadap perbedaan jenis kelamin dan usia responden, serta bagaimana pengaruh bubuk kakao bebas lemak pada responden yang menderita suatu penyakit. Perlu juga diteliti lebih lanjut bagaimana mekanisme flavonoid kakao melindungi membran eritrosit.