Pengaruh Sedimen Berminyak Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis Sp.

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

GESHA YULIANI NATTASYA

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN
MIKROALGA Isochrysis sp.

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 10 Agustus 2009

GESHA YULIANI NATTASYA
C54050105

RINGKASAN

GESHA YULIANI NATTASYA. C54050104. PENGARUH SEDIMEN
BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis
sp. Dibimbing oleh : RICHARDUS F. KASWADJI dan DWI HINDARTI.
Pencemaran laut menurut UU No.23 Tahun 1997 adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun hingga tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai
peruntukannya. Dari semua polutan yang mencemari laut, polutan yang berasal
dari hidrokarbon memperoleh perhatian yang sangat besar, karena dapat
menurunkan kualitas laut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak tersebut antara lain adalah lingkungan laut (pantai) akan menjadi kotor

akibat tertutup lapisan minyak atau gumpalan ter di permukaan dan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup biota dalam lingkungan ekologi. Salah satu cara
untuk mengurangi dampak tersebut adalah bioremediasi, namun hasil
bioremediasi tersebut dapat menghasilkan hasil akhir yang bersifat racun (toxic).
Pengujian pengaruh toksisitas dari bahan pencemar dapat dilakukan dengan cara
mengambil sampel biota dari daerah yang tercemar atau mengujikan bahan
pencemar tersebut terhadap biota dalam skala yang lebih kecil (laboratorium).
Biota yang diujikan adalah biota yang digunakan adalah biota bentik atau biota
yang memegang peranan penting dalam jaring-jaring makanan, seperti
fitoplankton.
Penelitian ini merupakan kerja sama antara Laboratorium Ekotoksikologi
Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dengan Laboratorium Mikrobiologi
P2O LIPI serta National Institute of Technology and Evaluation (NITE), sebuah
organisasi penelitian yang berasal dari Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah
pengujian lapisan sedimen, pengujian perlakuan selama bioremediasi serta
pengujian Total Petroleum Hydrocarbon residu terhadap jumlah sel selama
waktu uji.
Pada penelitian ini, sedimen yang digunakan adalah sedimen bioremediasi
dengan menggunakan minyak dan pupuk selama 125 hari di Perairan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sedimen yang telah terkontaminasi ini

kemudian diujikan dalam laboratorium untuk melihat pengaruhnya terhadap
pertumbuhan fitoplankton, khususnya Isochrysis sp. Prosedur yang digunakan
adalah prosedur Asean Canada Cooperative Programme on Marine Science
(1995) dengan lama uji 96 jam. Biota uji yang digunakan adalah Isochrysis sp.
yang berperan penting dalam rantai makanan sebagai produsen dalam
lingkungan akuatik dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Data pertumbuhan selama 96 jam ini kemudian dilakukan pengolahan
dengan menggunakan ICPIN untuk mengetahui konsentrasi penghambatan
jumlah sel sebesar 50 % (IC50) dan menggunakan software TOXSTAT untuk
mengetahui pengaruh signifikan perlakuan terhadap pertumbuhan serta

mengetahui konsentrasi terendah dan tertinggi (NOEC dan LOEC) dari
perlakuan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga Isochrysis sp.
Pengukuran kualitas air diperoleh kisaran DO sebesar 0.49-5.36 mg/l,
kisaran pH sebesar 8.01-8.43 dan suhu berkisar 25.8-26.9 0C dengan salinitas
sebesar 32 %o. Pengukuran toksiksitas sedimen yang terkontaminasi minyak
menghasilkan IC50 sebesar 30.4 g TPH residu yang diekstrak dari sedimen
bioremediasi dan NOEC serta LOEC yang berada pada lapisan atas dengan
perlakuan dengan penambahan osmocot sebesar 200 g (C6) dan penambahan
osmocot sebesar 2 g (C3). Nilai NOEC dan LOEC hanya berada pada lapisan

atas karena pada lapisan ini memiliki pengaruh yang signifikan dari jumlah sel
mikroalga jika dibandingkan dengan lapisan lain. Penghambatan pertumbuhan
sel mikroalga Isochrysis sp. pada masing- masing perlakuan dipengaruhi oleh
konsentrasi crude oil dan osmocot yang diberikan pada proses bioremediasi di
lapangan. Hasil dari proses bioremediasi di lapangan selama 125 hari akan
menghasilkan konsentrasi TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dalam sedimen
dan akan terlarut dalam larutan uji untuk pertumbuhan mikroalga. Semakin
tinggi konsentrasi TPH dalam sedimen maka semakin berpengaruh terhadap
penghambatan mikroalga dan hal tersebut dapat dilihat dari nilai
penghambatannya. Hasil pengujian toksisitas ini menunjukan perlakuan untuk
proses bioremediasi yang tidak memberikan pengaruh toksik bagi biota
khususnya fitoplankton adalah perlakuan dengan menggunakan osmocot (pupuk)
sebesar 60 g untuk dapat menguraikan hidrokarbon ALCO (Arabian Light Crude
Oil) sebesar 200 g.

© Hak cipta milik Gesha Yuliani Nattasya, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya


PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

GESHA YULIANI NATTASYA
C54050104

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

SKRIPSI
Judul : PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

Nama : GESHA YULIANI NATTASYA
NRP : C54050104

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir Richardus Kaswadji, MSc
NIP. 19450405 197301 1 001

Pembimbing II

Ir. Dwi Hindarti, M.Sc
NIP. 19610501 198603 2 003

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc
NIP.19610410 198601 1 002


Tanggal Lulus : 10 Agustus 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya
kepada penulis hingga dapat melewati segala cobaan dan mampu menyelesaikan
penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada : Dr. Ir Richardus Kaswadji M. Sc dan Ir. Dwi Hindarti M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan motivasi
kepada penulis selama penelitian dan penulisan ilmiah, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc
sebagai penguji tamu, Dr. Ir Henry M. Manik, M.T sebagai Koordinator Program
Pendidikan S1 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Neviaty P. Zamani sebagai
pembimbing akademik, Laboratorium Ekotoksikologi dan Laboratorium
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk dapat ikut serta dalam proyek penelitian, Triyoni
Purbonegoro, S.Si, Rachma Puspitasari, S.Si, Suratno Kisworo, S.Si, Bapak
Rozak. Amd, Bapak Eston. Amd, Ir. Yeti Darmayati, M.Sc dan Sdr. Dahlia
Ristiyani yang telah membantu penulis dalam pengolahan data, dan kedua

orangtua beserta keluarga besar yang turut memotivasi penulis selama penelitian.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, 10 Agustus 2009

GESHA YULIANI NATTASYA

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
1. PENDAHULUAN .................................................................................
1.1. Latar Belakang .............................................................................
1.2. Tujuan ..........................................................................................


1
1
3

2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
2.1. Kondisi Umum Lokasi .................................................................
2.2. Karakteristik dan Komposisi Sedimen .........................................
2.3. Minyak .........................................................................................
2.3.1. Sumber Pencemaran Minyak ...................................................
2.3.2. Karakteristik Minyak ...............................................................
2.3.3. Toksiksitas Minyak..................................................................
2.3.4. Pengaruh Minyak terhadap Biota Akuatik ................................
2.3.5. Interaksi Minyak dan Sedimen .................................................
2.4. Uji Toksisitas Sedimen .................................................................
2.4.1. Uji Toksisitas...........................................................................
2.4.2. Mikroalga sebagai Biota Uji Toksiksitas ..................................
2.5. Biota Uji.......................................................................................

4
4

5
6
7
7
8
10
11
12
12
14
16

3. METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................
3.1. Waktu dan tempat penelitian ........................................................
3.2. Alat dan bahan .............................................................................
3.2.1. Alat Pemeliharaan Kultur Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen
dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)......... ....
3.2.2. Bahan Pemeliharaan Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen
dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) .............
3.3. Cara Kerja ....................................................................................

3.3.1. Pengambilan Contoh Sedimen .................................................
3.3.2. Pencucian dan Sterilisasi Peralatan ..........................................
3.3.3. Pemeliharaan Kultur................................................................
3.3.4. Uji Toksiksitas Sedimen ..........................................................
3.3.5. Pengukuran Kualitas Air .........................................................
3.3.6. Pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)...................
3.3.7. Analisis Data ...........................................................................

19
19
19
19
20
20
20
24
24
27
28
28
29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................... ...................... 34
4.1. Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. ......................................... 34
viii

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

GESHA YULIANI NATTASYA

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN
MIKROALGA Isochrysis sp.

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 10 Agustus 2009

GESHA YULIANI NATTASYA
C54050105

RINGKASAN

GESHA YULIANI NATTASYA. C54050104. PENGARUH SEDIMEN
BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis
sp. Dibimbing oleh : RICHARDUS F. KASWADJI dan DWI HINDARTI.
Pencemaran laut menurut UU No.23 Tahun 1997 adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun hingga tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai
peruntukannya. Dari semua polutan yang mencemari laut, polutan yang berasal
dari hidrokarbon memperoleh perhatian yang sangat besar, karena dapat
menurunkan kualitas laut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak tersebut antara lain adalah lingkungan laut (pantai) akan menjadi kotor
akibat tertutup lapisan minyak atau gumpalan ter di permukaan dan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup biota dalam lingkungan ekologi. Salah satu cara
untuk mengurangi dampak tersebut adalah bioremediasi, namun hasil
bioremediasi tersebut dapat menghasilkan hasil akhir yang bersifat racun (toxic).
Pengujian pengaruh toksisitas dari bahan pencemar dapat dilakukan dengan cara
mengambil sampel biota dari daerah yang tercemar atau mengujikan bahan
pencemar tersebut terhadap biota dalam skala yang lebih kecil (laboratorium).
Biota yang diujikan adalah biota yang digunakan adalah biota bentik atau biota
yang memegang peranan penting dalam jaring-jaring makanan, seperti
fitoplankton.
Penelitian ini merupakan kerja sama antara Laboratorium Ekotoksikologi
Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dengan Laboratorium Mikrobiologi
P2O LIPI serta National Institute of Technology and Evaluation (NITE), sebuah
organisasi penelitian yang berasal dari Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah
pengujian lapisan sedimen, pengujian perlakuan selama bioremediasi serta
pengujian Total Petroleum Hydrocarbon residu terhadap jumlah sel selama
waktu uji.
Pada penelitian ini, sedimen yang digunakan adalah sedimen bioremediasi
dengan menggunakan minyak dan pupuk selama 125 hari di Perairan Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sedimen yang telah terkontaminasi ini
kemudian diujikan dalam laboratorium untuk melihat pengaruhnya terhadap
pertumbuhan fitoplankton, khususnya Isochrysis sp. Prosedur yang digunakan
adalah prosedur Asean Canada Cooperative Programme on Marine Science
(1995) dengan lama uji 96 jam. Biota uji yang digunakan adalah Isochrysis sp.
yang berperan penting dalam rantai makanan sebagai produsen dalam
lingkungan akuatik dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Data pertumbuhan selama 96 jam ini kemudian dilakukan pengolahan
dengan menggunakan ICPIN untuk mengetahui konsentrasi penghambatan
jumlah sel sebesar 50 % (IC50) dan menggunakan software TOXSTAT untuk
mengetahui pengaruh signifikan perlakuan terhadap pertumbuhan serta

mengetahui konsentrasi terendah dan tertinggi (NOEC dan LOEC) dari
perlakuan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga Isochrysis sp.
Pengukuran kualitas air diperoleh kisaran DO sebesar 0.49-5.36 mg/l,
kisaran pH sebesar 8.01-8.43 dan suhu berkisar 25.8-26.9 0C dengan salinitas
sebesar 32 %o. Pengukuran toksiksitas sedimen yang terkontaminasi minyak
menghasilkan IC50 sebesar 30.4 g TPH residu yang diekstrak dari sedimen
bioremediasi dan NOEC serta LOEC yang berada pada lapisan atas dengan
perlakuan dengan penambahan osmocot sebesar 200 g (C6) dan penambahan
osmocot sebesar 2 g (C3). Nilai NOEC dan LOEC hanya berada pada lapisan
atas karena pada lapisan ini memiliki pengaruh yang signifikan dari jumlah sel
mikroalga jika dibandingkan dengan lapisan lain. Penghambatan pertumbuhan
sel mikroalga Isochrysis sp. pada masing- masing perlakuan dipengaruhi oleh
konsentrasi crude oil dan osmocot yang diberikan pada proses bioremediasi di
lapangan. Hasil dari proses bioremediasi di lapangan selama 125 hari akan
menghasilkan konsentrasi TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dalam sedimen
dan akan terlarut dalam larutan uji untuk pertumbuhan mikroalga. Semakin
tinggi konsentrasi TPH dalam sedimen maka semakin berpengaruh terhadap
penghambatan mikroalga dan hal tersebut dapat dilihat dari nilai
penghambatannya. Hasil pengujian toksisitas ini menunjukan perlakuan untuk
proses bioremediasi yang tidak memberikan pengaruh toksik bagi biota
khususnya fitoplankton adalah perlakuan dengan menggunakan osmocot (pupuk)
sebesar 60 g untuk dapat menguraikan hidrokarbon ALCO (Arabian Light Crude
Oil) sebesar 200 g.

© Hak cipta milik Gesha Yuliani Nattasya, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya

PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.

GESHA YULIANI NATTASYA
C54050104

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

SKRIPSI
Judul : PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.
Nama : GESHA YULIANI NATTASYA
NRP : C54050104

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir Richardus Kaswadji, MSc
NIP. 19450405 197301 1 001

Pembimbing II

Ir. Dwi Hindarti, M.Sc
NIP. 19610501 198603 2 003

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc
NIP.19610410 198601 1 002

Tanggal Lulus : 10 Agustus 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya
kepada penulis hingga dapat melewati segala cobaan dan mampu menyelesaikan
penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada : Dr. Ir Richardus Kaswadji M. Sc dan Ir. Dwi Hindarti M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan motivasi
kepada penulis selama penelitian dan penulisan ilmiah, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc
sebagai penguji tamu, Dr. Ir Henry M. Manik, M.T sebagai Koordinator Program
Pendidikan S1 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Neviaty P. Zamani sebagai
pembimbing akademik, Laboratorium Ekotoksikologi dan Laboratorium
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk dapat ikut serta dalam proyek penelitian, Triyoni
Purbonegoro, S.Si, Rachma Puspitasari, S.Si, Suratno Kisworo, S.Si, Bapak
Rozak. Amd, Bapak Eston. Amd, Ir. Yeti Darmayati, M.Sc dan Sdr. Dahlia
Ristiyani yang telah membantu penulis dalam pengolahan data, dan kedua
orangtua beserta keluarga besar yang turut memotivasi penulis selama penelitian.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, 10 Agustus 2009

GESHA YULIANI NATTASYA

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
1. PENDAHULUAN .................................................................................
1.1. Latar Belakang .............................................................................
1.2. Tujuan ..........................................................................................

1
1
3

2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
2.1. Kondisi Umum Lokasi .................................................................
2.2. Karakteristik dan Komposisi Sedimen .........................................
2.3. Minyak .........................................................................................
2.3.1. Sumber Pencemaran Minyak ...................................................
2.3.2. Karakteristik Minyak ...............................................................
2.3.3. Toksiksitas Minyak..................................................................
2.3.4. Pengaruh Minyak terhadap Biota Akuatik ................................
2.3.5. Interaksi Minyak dan Sedimen .................................................
2.4. Uji Toksisitas Sedimen .................................................................
2.4.1. Uji Toksisitas...........................................................................
2.4.2. Mikroalga sebagai Biota Uji Toksiksitas ..................................
2.5. Biota Uji.......................................................................................

4
4
5
6
7
7
8
10
11
12
12
14
16

3. METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................
3.1. Waktu dan tempat penelitian ........................................................
3.2. Alat dan bahan .............................................................................
3.2.1. Alat Pemeliharaan Kultur Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen
dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)......... ....
3.2.2. Bahan Pemeliharaan Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen
dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) .............
3.3. Cara Kerja ....................................................................................
3.3.1. Pengambilan Contoh Sedimen .................................................
3.3.2. Pencucian dan Sterilisasi Peralatan ..........................................
3.3.3. Pemeliharaan Kultur................................................................
3.3.4. Uji Toksiksitas Sedimen ..........................................................
3.3.5. Pengukuran Kualitas Air .........................................................
3.3.6. Pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)...................
3.3.7. Analisis Data ...........................................................................

19
19
19
19
20
20
20
24
24
27
28
28
29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................... ...................... 34
4.1. Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. ......................................... 34
viii

ix
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.

Kualitas Air....................................................................................
Uji Toksisitas Sedimen ...............................................................
Uji Toksisitas Sedimen antar perlakuan........................................
Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu..................................

35
37
40
44

5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 49
5.1.
Kesimpulan..................................................................................... 49
5.2.
Saran............................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51
LAMPIRAN.................................................................................................... 55
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... 70

x

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Sensitivitas biota akuatik terhadap pemaparan hidrokarbon dan
turunannya.…………………. ...................................................................

9

2. Perkiraan dampak minyak dan tingkat pemulihannya terhadap tipe
Komunitas dan Populasi Laut.....................................................................

10

3. Berbagai perlakuan pada masing-masing tabung.......................................

22

4. Susunan bagian sedimen dalam satu tabung................................................ 23
5. Komposisi bahan-bahan media walne bagi pemeliharaan
Isochrysis sp. ............................................................................................... 26
6. Hasil analisis kualitas air pada berbagai lapisan
menurut perlakuan ……………………………..........................................

36

7. Persentase penghambatan pertumbuhan rata-rata pada setiap lapisan
sedimen.......................................................................................................

39

8. Kandungan Total Petroleum Hydrocarbon (gram) tersisa dalam setiap
lapisan dan perlakuan ..................................................................................

44

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Berbagai proses perubahan fisik dan kimia dari minyak............................... 12
2. Kurva pertumbuhan mikroalga dalam sistem tertutup................................... 16
3. Berbagai bentuk Isochrysis sp. ..................................................................... 17
4. Peta Lokasi Pengambilan sampel Sedimen di Pulau Pari,
Kepulauan Seribu DKI Jakarta................................................................... 21
5. Langkah-langkah penelitian dalam analisis data statistik..........................

33

6. Kurva pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. dalam tiga kali kultur........... 34
7. Jumlah sel Isochrysis sp (sel/ml) pada kontrol dan 3 lapisan
sedimen yang diujikan.................................................................................. 38
8. Pertumbuhan sel Isochrysis sp. (sel/ml) selama 48, 72 dan
96 jam dalam lapisan uji yang berbeda....................................................... 39
9. Jumlah sel Isochrysis sp. (sel/ml) berdasarkan perlakuan
di lapisan atas.............................................................................................. 41
10. Pertumbuhan sel Isochrysis sp. (sel/ml) selama 48, 72 dan 96 jam
pengamatan di lapisan atas dengan perlakuan yang berbeda...................... 43
11. Respon jumlah sel mikroalga Isochrysis sp. (sel/ml) terhadap konsentrasi
residu Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).........................................
45
12. Respon penghambatan mikroalga Isochrysis sp. (%) terhadap konsentrasi
residu Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).............................................. 47

.

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Alat dan Bahan Penelitian ………………………………….................

56

2. Skema tabung perlakuan dalam proses bioremediasi skala mesoskom di
perairan pulau Pari........................................................................................ 57
3. Penempatan sumur buatan di perairan pulau Pari, DKI Jakarta..................

58

4. Perhitungan jumlah sel Isochrysis sp. menggunakan haemocytometer ......... 59
5. Contoh Overlying Water Sedimen Contaminant yang digunakan ………

60

6. Langkah Kerja ekstraksi kandungan TPH (Total Petroleum Hydrocarbon)
dengan menggunakan TPH Analyzer………………………………………. 61
7 .Data Sheet pengukuran pertumbuhan fitoplankton dengan menggunakan
Sedimen terkontaminasi …………………………………………………..

62

8. Baris program TOXSTAT untuk sedimen terkontaminasi…….................

64

9. Baris Program dengan menggunakan ICPIN……………………………..

69

1. PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Pencemaran memiliki definisi yang berbeda-beda, Miller (2004) mengatakan

bahwa pencemaran adalah sebarang penambahan pada udara, air dan tanah atau
makanan yang membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau
organisme lainnya. Berdasarkan Undang Undang No. 23 Tahun 1997 (Redaksi,
2000), pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
Secara lebih spesifik, Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH, 1991)
mendefinisikan pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi secara langsung
maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia kedalam lingkungan laut termasuk
daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat merugikan baik
terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang
dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut. Bahan pencemar yang
masuk kedalam lingkungan laut ini dapat berupa limbah yang berasal dari
kegiatan industri, pertambangan, pengembangan kota maupun pengalihan fungsi
dari wilayah pesisir. Bahan pencemar ini akan menjadi sumber masalah bagi
kehidupan manusia jika terekspos baik secara langsung atau tidak langsung,
Untuk melihat pengaruh toksisitas bahan pencemar tertentu, dilakukan
dengan cara mengambil sampel biota dari daerah yang tercemar atau mengujikan
bahan pencemar terhadap biota dalam skala yang lebih kecil (laboratorium).
Dalam skala tersebut, pengujian terhadap satu biota tertentu dapat menunjukkan
1

2
pengaruh terhadap perubahan lingkungan. Biota yang dapat diujikan adalah biota
bentik atau biota yang memegang peranan penting dalam jaring-jaring makanan,
seperti fitoplankton.
Penelitian toksisitas sedimen hasil proses bioremediasi terhadap fitoplankton
merupakan penelitian yang belum banyak dilakukan. Penelitian serupa yang
sudah pernah dilakukan adalah pendekatan studi mesoskom polusi minyak yang
dilakukan oleh Zhu et. al (1991). Studi ini mampu menunjukkan adanya pengaruh
terhadap kehidupan ekosistem laut pelagik di kawasan estuari Changjiang, China.
Hal ini diindikasikan dengan perubahan produktivitas primer sebagai respon
keberadaan polusi minyak yang diujikan dalam wadah mesoskom. Bahan
tercemar ini juga mempengaruhi pertumbuhan nanophytoplankton (2-20µm) dan
produktivitas bakteri.
Pada penelitian yang dilakukan ini, pengujian toksisitas diutamakan untuk
sedimen bioremediasi hasil mesoskom dengan menggunakan minyak dan pupuk
yang kemudian diujikan pada mikroalga. Pengujian toksisitas dari sedimen hasil
bioremediasi diperlukan karena produk yang terbentuk dari proses biorediasi ini
bersifat lebih toksik jika dibandingkan dengan hidrokarbon aslinya (Bartha dan
Atlas, 1977 in Mukhtasor, 2008) apabila biota perombak hidrokarbon tidak dapat
menguraikan secara sempurna. Sedimen yang digunakan terdiri dari 3 lapisan
yang berbeda, pengujian toksisitas pada masing-masing lapisan ditujukan untuk
menguji kecepatan bioremediasi hidrokarbon selama 125 hari dengan melihat
konsentrasi hidrokarbon residu dalam masing-masing lapisan dan pengaruhnya
terhadap mikroalga yang diindikasikan dengan pertumbuhan selama waktu uji.
Biota uji yang digunakan adalah Isochrysis sp dengan menggunakan prosedur

3
Asean Canada Cooperative Programe on Marine Science (ACCPMS) (1995)
dengan lama uji 96 jam. Pemilihan biota uji ini ddasarkan pada peran pentingnya
dalam rantai makanan sebagai produsen dalam lingkungan akuatik dan sensitif
terhadap perubahan lingkungan.

1.2.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menguji lapisan dan perlakuan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dengan melihat nilai NOEC dan LOEC.
2. Menguji konsentrasi Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu dari
sedimen bioremediasi yang berpengaruh terhadap penghambatan
pertumbuhan sebesar 50% dari populasi awal (IC50).
3. Menentukan konsentrasi bioremediasi yang aman bagi kehidupan biota
akuatik neritik khususnya fitoplankton.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kondisi Umum Lokasi
Redaksi (2009) mendeskripsikan bahwa gugusan Pulau Pari terletak pada

bagian selatan pulau-pulau di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Gugusan ini
terletak sekitar 40 km barat laut Jakarta dengan batas-batas yang terletak
05046’15” LS-05059’30” LS dan 106026’00” BT-106034’22” BT. Gugusan Pulau
Pari merupakan sekumpulan pulau-pulau yang terdiri dari Pulau Tikus, Pulau
Burung, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, dan Pulau Pari. Terdapat delapan goba
yang mengelilingi gugusan antara lain Goba Soa Besar, Goba Kuanji, Goba
Lapangan Pasir, Goba Ciaris, Goba Besar 1, Goba Besar II, Goba Kurungan, dan
Goba Buntu. Pulau Pari merupakan pulau terbesar dari lima pulau penyusun
gugusan pulau Pari. Pulau Pari memiliki panjang sekitar 2.5 km dengan lebar
bagian terpendek sekitar 60 m dan lebar bagian terpanjang adalah 400 m.
Rahman (2008) menyatakan komposisi fraksi sedimen di Pulau Pari
didominasi oleh fraksi pasir dan hal tersebut tidak terlepas dari kondisi
lingkungan sekitar yang membantu pembentukan sedimen. Pulau Pari secara
geologi termasuk wilayah yang terdiri dari campuran pembentukan pulau karang
timbul dan pulau karang atol yang dipengaruhi oleh gerakan permukaan dasar
laut. Terumbu karang ini berkembang dengan baik di bawah laut dan suatu saat
terangkat ke permukaan karena gerakan dasar laut. Setelah berada di permukaan
terumbu karang akan mati dan menyisakan ruang yang pada akhirnya membentuk
pulau karang timbul
Rahman (2008) juga menerangkan perubahan pada terumbu karang dan dasar
laut yang terjadi berlangsung lama, berpengaruh pada pembentukan sedimen di
4

5
Pulau Pari. Rumah karang yang tertinggal berupa pecahan-pecahan karang yang
secara perlahan akan terendapkan. Sumbangan lain yang mendukung adalah
proses abrasi atau erosi yang terjadi. Proses ini akan melepas materi tanah yang
didominasi pasir ke arah pantai yang diakibatkan oleh arus, pasut dan gelombang.
Ukuran partikel sedimen yang kasar akan mudah terendapkan ketika terbawa arus
menjauhi pantai

2.2.

Karakteristik dan Komposisi sedimen.
Kata sedimen berasal dari bahasa Latin sedimentum yang artinya endapan.

Selama susunan lapisan belum berubah atau terbalik maka lapisan termuda berada
pada lapisan atas dan lapisan tertua berada pada lapisan bawah. Prinsip tersebut
dikenal sebagai prinsip superposition. Susunan lapisan tersebut adalah dasar dari
skala waktu stratigrafi atau skala waktu pengendapan (Blott dan Kenneth, 2001).
Sedimen merupakan pecahan material yang melayang layang dalam udara, air,
maupun dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami
lainnya (Shirley, 1987). Sedimen yang ditemukan di daerah pesisir atau perairan
dangkal, terutama dihasilkan melalui proses pelapukan dan erosi batuan di
daratan. Ukuran butir sedimen memberikan informasi mengenai gaya yang
dialami sedimen hingga butiran tersebut terlepas atau bergerak. Besaran butiran
juga mengindikasikan sifat kohesif dan non kohesif dari suatu sedimen (Pethick,
1984).
Pada saat bahan pencemar ditambahkan atau dimasukkan ke dalam sedimen
akan timbul berbagai reaksi kimia- fisik dan biologi yang dikelompokkan menjadi
(Notodarmodjo, 2005) :

6
1. Transformasi adalah perubahan bahan pencemar dari segi konsentrasi atau
perubahan sifat kimia- fisik bahan pencemar atau fenomena fisik yang
terjadi secara biotis (akibat aktivitas mikroorganisme) dan abiotis. Proses
transformasi ini terjadi pada bidang kontak partikel tanah dengan bahan
pencemar.
2. Transfer massa adalah mekanisme yang terjadi karena adanya mekanisme
transfer massa atau perubahan massa bahan pencemar akibat proses fisik.
Mekanisme ini melibatkan proses difusi, adveksi dan volatilisasi.
Notodarmodjo (2005) juga menyatakan bahwa pada transformasi biologis
seperti proses bioremediasi, partikel sedimen berperan sebagai media
mikroorganisme menempel dan membantu memberikan efek katalis sedangkan
mikroorganisme berperan dalam aktivitas biotransformasi. Pada kasus
pencemaran dengan bahan organik, mikroorganisme menggunakan oksigen
sebagai proses oksidasi awal hingga selanjutnya menggunakan nitrat dalam proses
anaerob.

2.3.

Minyak

Minyak merupakan salah satu bahan pencemar yang merugikan karena
buangan atau tumpahan minyak tersebut mampu melapisi permukaan dengan
gumpalan ter dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota akuatik.
Pengaruh spesifik dari peristiwa tumpahan minyak terhadap lingkungan perairan
laut dan pantai tergantung volume tumpahan minyak, lokasi dan waktu kejadian
(Neff, 1996). Supriharyono (2002) menyatakan bahwa selain jumlah tumpahan
minyak, tingkat kerusakan juga dipengaruhi oleh jumlah tumpahan minyak, jenis,

7
sifat dan bahan kimiawi minyak yang tumpah serta kepekaan ekosistem terhadap
tumpahan minyak tersebut.
2.3.1. Sumber pencemaran minyak
Petroleum hydrocarbon masuk ke lingkungan perairan dengan beberapa cara
yakni rembesan alam (natural seeps), kecelakaan tanker (tanker accident), operasi
normal tanker (normal operation of tanker), kebocoran dan semburan dari
poduksi dan eksplorasi lepas pantai, kilang minyak di darat, limbah kota dan
jatuhan dari atmosfer. Sumber hidrokarbon alami terbesar di dunia adalah dari
alam. Sekarang telah teridentifikasi sebanyak 190 lokasi rembesan dari dasar laut,
terutama di daerah perairan dalam dan area aktivitas tektonik (Mukhtasor, 2008).
2.3.2. Karakteristik minyak
Minyak bumi terbentuk sebagai hasil dari penguraian bahan-bahan organik
yang tertimbun selama berjuta-juta tahun lalu di kerak bumi baik di bagian
daratan atau lepas pantai. Minyak bumi mentah (crude oil) yang baru keluar dari
sumur eksplorasi mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam
bentuk gas, cair atau padatan. Senyawa utama yang terdapat dalam minyak bumi
adalah alifatik (paraffinic hydrocarbon), alisiklik (napthenic hydrocarbon) dan
aromatic (Supriharyono, 2002).
Komponen alifatik (paraffinic hydrocarbon) mengandung 1-78 atom karbon.
Bentuk fisiknya tergantung pada jumlah karbon yang dikandung. Paraffinic
hydrocarbon yang memiliki atom karbon kurang dari lima akan berbentuk gas
pada suhu kamar dan tekanan atmosfer. Kandungan hidrokarbon yang terdiri dari
5-16 atom karbon berbentuk semi cairan dan yang ≥17 atom karbon berbentuk
padatan atau semi padat. Rantai alkana ini berbentuk lurus sehingga relatif tidak

8
beracun dan tidak dapat diuraikan secara biologis oleh mikroba (Mukhtasor,
2008).
Komponen alisiklik atau napthene berbentuk cincin yang tersusun dari 5-6
atom karbon dan sangat stabil dan tahan terhadap oksidasi. Cyclopentene dan
cyclohexane adalah bicyclic dan polysiclic napthene yang tahan (resistance) dan
sulit dihancurkan oleh mikroba. Jumlah senyawa ini umumnya dominan dalam
minyak bumi yaitu sekitar 30-40% (Mukhtasor, 2008).
Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lainnya yaitu hanya sekitar 2-4%.
Senyawa aromatik paling sederhana adalah benzene yang berbentuk cincin dengan
enam cincin benzene yang terjalin bersama. Secara umum komponen aromatic
lebih beracun dan sangat mudah berubah menjadi uap (Supriharyono, 2002).
Selain hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung senyawa lain yakni
nitrogen (0-0.09%), belerang (0-1%) dan oksigen (0-2%) dan komponen logam
yang mencapai 40 %. Umumnya komponen logam yang paling dominan adalah
nikel dan vanadium (Mukhtasor, 2008).
2.3.3. Toksisitas minyak
Semua minyak mentah dan beberapa produk kilang minyak lainnya dalam
konsentrasi tertentu, beracun terhadap organisme laut. Fraksi minyak bumi yang
tidak dapat larut sangat merusak, karena minyak tersebut akan melapisi organisme
dan mengakibatkan mati lemas. Minyak juga dapat menyebabkan
terkontaminasinya organisme yang dapat dimakan, dengan demikian fraksi yang
tidak dapat larut tersebut merupakan salah satu penyebab toksisitas minyak.

9
Hidrokarbon aromatik pada titik didih rendah merupakan fraksi yang paling
toksik dan penyebab utama kematian organisme. Termasuk didalamnya adalah
benzene, toluene, cylene, dan naphthalene. Pada konsentrasi tinggi hidrokarbon
ini dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel, khususnya pada tingkat larva
(Tabel 1).
Tabel 1. Sensitivitas biota akuatik terhadap pemaparan hidrokarbon dan
turunannya.
Biota
Chlorococcum
hypnosporum
(mikroalga)
Chlorococcum
meneghini
(mikroalga)
Selenastrum
capricornutum
(mikroalga)
Clarias gariepinus
(African catfish)
Larva Echinodermata

IC50 atau EC50
>10%

Referensi
Chung et al (2007)

Keterangan
Napthalene

>10%

Chung et al (2007)

Napthalene

>10%

Chung et al (2007)

Napthalene

15.5 %

Zabbey et. al
(2006)
Fernandez et al
(2005)
Terrens and Tait
(1994)

Water Soluble
Fraction (WSF)
Aromatik
hidrokarbon
Pengeboran
minyak

23 %

Allorchestes
compressa
(amphipod)

34.5 %

Mysidopsis bahia

7.1 %

Moffitt et al.
(1992)

Pengeboran
minyak

Skeletonema
costatum

27.6 %

Brendehaug et al.
(1992)

Pengeboran
minyak

Isochrysis sp.

10%

Ansari et al (1997)

Water Soluble
Fraction (WSF)

Prorocentrum micans

10%

Goutx et al (1986)

Petroleum
biodegradation

Secara umum, sensitivitas terhadap minyak meningkat dari avertebrata yang
lebih rendah ke avertebrata yang lebih tinggi kemudian berakhir pada ikan.

10
Tahapan larva merupakan tahapan yang paling sensitif jika dibandingkan seluruh
daur hidupnya (Bishop, 1983).
2.3.4. Pengaruh minyak terhadap biota akuatik
Minyak memiliki beberapa efek yang dapat dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung oleh biota akuatik. Efek yang memberikan pengaruh tidak nampak
dan memiliki periode yang panjang (sublethal) akan mampu memberikan
pengaruh yang lebih berbahaya karena mampu merubah karakteristik populasi
spesies laut dan struktur ekologi komunitas laut. Efek dari tumpahan minyak
untuk organisme tertentu memiliki tingkat pemulihan yang bervariasi tergantung
tingkat dampak awal yang terjadi (Tabel 2)
Tabel 2. Perkiraan dampak minyak dan tingkat pemulihannya terhadap tipe
Komunitas dan Populasi Laut (Bishop, 1983)
Tipe Komunitas/
Populasi
Plankton
Komunitas Bentik
Pada Pasut Bebatuan
Pada Pasut Berlumpur
atau Berpasir
Pada Daerah Subtidal
atau Offshore
Ikan
Burung
Mamalia

Perkiraan dampak awal
Ringan - Sedang

Perkiraan tingkat
pemulihan
Cepat – Sedang

Ringan - Sedang
Sedang

Cepat – Sedang
Sedang

Berat

Lambat

Ringan - Sedang
Berat
Ringan

Cepat – Sedang
Lambat
Lambat

Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut terutama plankton. Selain itu,
tumpahan minyak dapat mempengaruhi tingkat fotosintesis yang terjadi
(Mukhtasor, 2008). Komponen minyak umumnya mencegah pertumbuhan bakteri
laut. Tidak hanya beberapa unsur pokok minyak toksik terhadap populasi
mikroba, tetapi juga karena produk yang terbentuk oleh degradasi hidrokarbon

11
bersifat lebih toksik dibandingkan dengan hidrokarbon aslinya (Bartha dan Atlas,
1977 in Mukhtasor, 2008). Dampak besar dari pencemaran minyak adalah
terhadap organisme bentik karena minyak terakumulasi di lapisan dasar dan
umumnya beberapa organisme bentik tidak bergerak dan tidak dapat menghindari
pencemaran tersebut (Mukhtasor, 2008).
2.3.5. Interaksi antara minyak dan sedimen
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak akan mengalami
beberapa perubahan secara fisik dan kimia. Diantara perubahan tersebut adalah
terbentuknya lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap
(evaporation), polimerisasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), air
dalam emulsi minyak (water in oil emultion), minyak dalam emulsi air (oil in
water emultion), foto oksidasi (photooxidation), biodegradasi mikroba
(biodegradation), sedimentasi (sedimentation), dicerna oleh plankton (ingestion)
dan bentuk gumpalan ter (ter lump formation). Semua proses itu disebut dengan
weathering of oil (Gambar 1).
Hilangnya sebagian material yang ada membuat minyak lebih padat dan
membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut akan
membentuk lapisan yang lebih tebal dan melekat. Selain itu, turbulensi air akan
mengakibatkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua itu
terjadi, reaksi fotokimia akan merubah karakter minyak dan terjadi biodegradasi
minyak di permukaan (Mukhtasor, 2008).

12

Gambar 1. Berbagai proses perubahan fisik dan kimia dari minyak
(Mukhtasor, 2008)

2.4.

Uji Toksisitas sedimen

2.4.1. Uji toksisitas
Uji toksisitas merupakan pengujian dari substansi dalam kondisi tertentu
sehingga pengaruhnya terhadap biota uji dapat diketahui (Panggabean, 1994).
Metode baku yang sering digunakan adalah American Society for Testing and
Material (1992) dan Asean Canada Cooperative Programe on Marine Science
(1995) dan lain lain. Biasanya metode tersebut didesain untuk suatu parameter
tertentu dan biota uji tertentu dengan tingkat akhir lethal (pengujian akut) atau
sublethal (pengujian kronik).

13
Pengujian akut adalah pengujian yang diharapkan tingkat kematian dari suatu
biota uji atau sering disebut sebagai uji lethal dan umumnya berlangsung secara
singkat yaitu sekitar 2-4 hari. Uji kronik meliputi seluruh daur hidupnya atau
sebagian dari daur hidupnya yang paling peka misalnya perkembangan embrio
dan larva (Panggabean, 1994).
Ukuran toksisitas atau efek yang dapat dilihat adalah kematian (mortalitas),
susunan jaringan (hispatologis), kegagalan reproduksi, perubahan fisiologi, enzim,
tingkah laku, perubahan gen (mutagenik), pertumbuhan dan lain lain
(Panggabean, 1994). Dalam uji toksisitas ini yang akan diamati adalah mengenai
efek dalam hal pertumbuhan dari suatu biota.
Uji toksisitas berguna untuk berbagai macam tujuan, antara lain untuk
mengetahui (Hindarti, 1997) :
1. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk kehidupan biota
2. Faktor lingkungan yang diinginkan atau tidak diinginkan seperti DO, pH,
suhu, salinitas, dan turbiditas
3. Pengaruh faktor lingkungan terhadap toksisitas bahan pencemar
4. Toksisitas bahan pencemar dengan biota uji
5. Sensitivitas relatif dari biota uji terhadap toksikan.
6. Jumlah atau tipe penanganan limbah yang memenuhi persyaratan
pengendalian pencemaran air
7. Efektifitas metode penanganan limbah
8. Laju buangan limbah yang diperbolehkan masuk ke dalam lingkungan
perairan
9. Kesesuaian dengan standar mutu perairan

14
Uji toksisitas perairan dapat dikategorikan menurut lama pemaparan, keadaan
uji, kriteria pengaruh yang dievaluasi dan biota yang diuji. Beberapa uji toksisitas
yang sering digunakan adalah uji toksisitas akut,uji toksisitas kronik, uji toksisitas
tingkat hidup awal dan uji toksisitas sublethal lainnya (Hindarti, 1997).
2.4.2. Mikroalga sebagai biota uji toksisitas
Mikroalga merupakan komponen dasar dalam rantai makanan dalam
lingkungan laut. Organisme ini menyimpan energi selama fotosintesis dan
berguna sebagai produsen dalam jaring-jaring makanan. Kelimpahan mikroalga
dipengaruhi oleh konsentrasi DO, pH, alkalinitas, kekeruhan, dan keadaan di
permukaan air (Rand dan Petrocelli, 1985).
Beberapa syarat dalam pemilihan biota dalam uji toksisitas menurut Asean
Canada Cooperative Programme on Marine Science (1995) adalah :
1. Penting secara ekonomi
2. Mewakili kelompok penting dalam ekologinya
3. Tersedia secara luas dengan penyebaran yang luas juga
4. Mudah dipelihara dan toleran terhadap penanganan
5. Mempunyai siklus hidup yang mudah untuk dibudidayakan
6. Dapat tersedia secara berkesinambungan
Dari keseluruhan syarat pemilihan biota dalam uji toksisitas dengan dipilihnya
mikroalga adalah karena mikroalga lebih mewakili kelompok penting dalam
ekologinya yaitu sebagai produsen yang bermanfaat dalam kelanjutan transfer
energi dalam jaring-jaring makanan. Mikroalga juga memiliki sifat yang dapat
dengan mudah dibudidayakan dan memiliki kisaran toleransi yang tinggi dalam
perubahan lingkungan.

15
Pertumbuhan mikroalga sendiri dapat diamati dalam bentuk kurva laju
pertumbuhan. Dalam kultur yang tertutup yaitu tidak terdapat suplai makanan
yang masuk maupun keluar, mikroalga dapat mengalami beberapa fase
pertumbuhan (Rand dan Petrocelli, 1985). Kurva pertumbuhan pada masingmasing fase terdapat pada Gambar 2 yaitu :
1. Fase penyesuaian atau fase adaptasi (lag phase); fase saat inokulasi pada
media kultur.
2. Fase akselerasi pertumbuhan; fase saat terjadi penambahan populasi
secara tajam.
3. Fase eksponensial; fase dimana terjadi penambahan populasi yang terjadi
secara konstan; pada fase ini, mikroalga tidak sensitif terhadap lingkungan
dan terjadi kondisi optimum untuk pertumbuhan.
4. Fase pengurangan laju pertumbuhan; fase dimana penambahan populasi
akan mengalami perlambatan dan terjadi persaingan antar individu karena
nutrien yang tersedia semakin sedikit.
5. Fase stasioner; fase dimana tidak terjadi pertambahan mikroalga karena
nutrien yang tersedia berada di bawah ambang batas nutrien yang
diperlukan mikroalga.
6. Fase penurunan; fase dimana terjadi penurunan populasi mikroalga.

16

Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga dalam sistem tertutup
(Rand dan Petrocelli, 1985)

2.5.

Biota Uji

Biota uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah Isochrysis sp. yang
merupakan salah satu jenis mikroalga yang terdapat di perairan laut. Mikroalga
ini terdapat dalam marga Isochrysis dan termasuk dalam divisi Haptophyta.
Haptophyta sendiri memiliki ciri-ciri sebagai mikroalga unisel berflagel yang
memiliki organel bernama haptonema yang digunakan sebagai alat gerak dan alat
penempelan pada substrat. Namun pada Isochrysis sp. haptonema ini tereduksi
sehingga sering dianggap tidak ada (Purbonegoro, 2005).
Haptophyta hanya memiliki satu kelas yakni Prymnesiophyceae yang terdiri
dari 4 ordo yakni Pavlovales, Isochrysidales, Prymnesiadales dan

17
Cocolithoporales. Ordo Isochrysidales memilik empat marga utama yakni
Imantonia, Chrysotila, Isochrysis dan Dictrateria.
Taksonomi Isochrysis sp. menurut Parke (1971) adalah sebagai berikut:
Divisi

: Haptophyta

Kelas

: Prymnesiophyceae

Bangsa
Suku
Marga
Jenis

: Isochrysidales
: Isochrysidaceae
: Isochrysis
: Isochrysis sp.

Kelas Prymnesiophyceae mempunyai pigmen α carotene, β carotene,
fluxoxanthin, diatoxanthin, dan diadinoxanthin sehingga mikroalga ini berwarna
kekuningan (Rusyani, 2001). Isochrysis sp. berbentuk unisel, bersifat motil,
memiliki panjang 5-6 µm dan lebar 2-4 µm dengan bentuk yang elips. Organisme
ini memiliki 2 flagela dengan panjang yang sama atau lebih panjang yaitu sekitar
7 µm serta memiliki plastid tunggal dengan pyrenoid yang berwarna kuning
kecokelatan (Gambar 3).

Gambar 3. Berbagai bentuk Isochrysis sp. (A dan B Isochrysis sp dilihat dari
mikroskop dan terlihat haptonema yang ditunjukan dengan tanda
panah) dengan skala 5µm (Liu dan Lin, 2001)

18
Isochrysis sp. memiliki pergerakan yang cepat di air dan berputar-putar pada
saat berenang. Kloroplasnya berbentuk mangkuk dan terlihat mengisi 2/3 bagian
selnya, sedangkan ruangan sisanya terlihat kosong. Repro