Pengaruh faktor fisikokimia terhadap pembentukan pigmen oleh bakteri laut Mesophilobacter sp.

(1)

PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP

PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT

MESOPHILOBACTER

SP.

ENDANG S. SRIMARIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2000


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc; Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA; dan Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2000 Endang S. Srimariana Nrp. 97388


(3)

ABSTRACT

ENDANG S. SRIMARIANA. The effect of physicochemical factors on the pigment formation by a marine bacteria, Mesophilobacter sp. Supervised by LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, and SUKARNO.

It has been conducted an observations on the effect of environmental factors especially physicochemical factors on the growth and pigment formation by a marine bacteria Mesophilobacter sp. The objectives of this research were to study the effect of : 1) cultivation temperature (25oC, 30oC and 35oC); 2) pH of growth medium (5, 7, and 9); 3) salinity of growth medium (0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt and 40 ppt), 4) carbon sources (glucose, acetate, citrate, and maltose), and 5) nitrogen sources (peptone, yeast extract, sodium nitrate, and ammonium sulfate) on the growth of bacteria and the pigment formation. Bacteria were cultivated in 500 ml flasks with a working volume of 250 ml in marine broth and incubated on a shaker incubator with the agitation speed of 120 rpm for seven days. Variables that were observed during the cultivation process involved bacterial growth (cell concentration), pigment concentration, and pH. Observations were carried out up to 168 hours. The cell and pigment concentrations were monitored spectrophotometrically. The results indicated that Mesophilobacter sp. grew well and formed the highest concentration of pigment (P) at temperature 30oC, with value of P 0.12 + 0.003 (λ 463 nm). At pH experiment the highest average P was obtained from medium with pH 9 was 0.14 + 0.006 (λ 463 nm) and significantly different from pH 7 (p <0.5). At salinity experiment, the highest average P obtained from the growth medium with 10 ppt salinity is 3.54 + 0.11 in λ 368 nm. At carbon source experiment, the highest average of P were obtained from maltose, with value 12.13 + 1.33 (λ 232 nm) and 15.86 + 0.52 (λ 258 nm), while in λ 312 nm, λ 368 nm and λ 656 nm that obtained from glucose were 11.59 + 0.28, 7.22 + 0.44 and 1.50 + 0.05. At nitrogen source experiment, the result showed that Mesophilobacter sp. grew rapidly in the medium with yeast extract. The pigment has a maximum absorbance at five wavelengths, namely λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, and 658 nm. The average concentration of cells and pigment, showed that yeast extract is the best nitrogen source in cell growth and pigment formation (p <0.05). The highest average P is 12.49 + 0.22 (λ 232 nm); 12.86 + 0.21 (λ 258 nm); 11.09 + 0.56 (λ 312 nm) ; 11.88 + 0.97 (λ 368 nm) and 1.29 + 0.04 (λ656 nm).

Keywords: physicochemical factors, Mesophilobacter sp., cells concentration, pigment concentration, spectrophotometrically.


(4)

RINGKASAN

ENDANG S. SRIMARIANA. Pengaruh Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, dan SUKARNO.

Kondisi lingkungan baik kondisi fisika maupun kimia (nutrien) merupakan faktor penting yang menentukan produktifitas mikroorganisme. Kedua kondisi tersebut merupakan faktor eksternal yang dapat dikendalikan untuk keberhasilan suatu proses yang memanfaatkan organisme (bioproses). Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menentukan suhu kultivasi, 2) menentukan pH kultivasi, 3) menentukan intensitas cahaya, 4) menentukan salinitas, 5) menentukan sumber karbon, 6) menentukan sumber nitrogen yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen dari bakteri laut Mesophilobacter sp. yang diisolasi dari terumbu karang.

Dalam penelitian ini kultivasi dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume kerja 250 ml pada inkubator goyang dengan kecepatan 121 rpm. Suhu kultivasi yang digunakan adalah 25oC, 30oC dan 35oC; pH medium pertumbuhan yang dicoba adalah 5, 7, dan 9; intensitas cahaya yang dicoba adalah 2350Wm-2 (kondisi tanpa penambahan cahaya), 4710Wm-2, dan 12500Wm-2; salinitas medium pertumbuhan yang dicoba adalah 0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil; sumber karbon yang diuji adalah glukosa, asetat, sitrat, dan maltosa; dan sumber nitrogen yang diuji adalah pepton, ekstrak khamir, sodium nitrat, dan ammonium sulfat. Variabel yang diamati selama proses kultivasi meliputi pertumbuhan bakteri (konsentrasi sel), konsentrasi pigmen, dan pH. Selain itu dihitung juga laju spesifik pertumbuhan sel (µ), laju spesifik pembentukan pigmen (qp

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan yang sesuai dengan setiap faktor fisika dan kimia yang hendak dipelajari. Pengaruh suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (Anova). Jika terdapat perbedaan akibat adanya perlakuan terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Koopmans, 1987).

) dan rendemen biomassa (sel). Pengamatan dilakukan sampai kultur berumur 168 jam.

Pada percobaan suhu; laju spesifik pertumbuhan sel (µ) dan laju spesifik pembentukan pigmen (qp) tertinggi yang diolah selama bakteri berada pada fase

logaritmik, diperoleh dari medium yang diinkubasi pada suhu 30oC dengan nilai µ sebesar 0,24 jam-1 dan qp 0,02 jam-1 berturut-turut. Rata-rata konsentrasi pigmen

(P) tertinggi diperoleh dari inkubasi suhu 25oC dan 30oC, yaitu sebesar 0,12 + 0,02 dan 0,12 + 0,003 (λ 463 nm). Diperoleh hasil bahwa suhu yang baik dalam pembentukan pigmen adalah 30oC. Suhu 30o

Pada percobaan pH; µ dan q

C digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya.

p tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan

dengan pH 9, dengan nilai µ sebesar 0,42 jam-1

dan qp sebesar 0,04 jam-1


(5)

walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh pada pH ini. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9 yaitu sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm) dan berbeda nyata dengan pH 7 (p<0,5). pH optimum dalam pembentukan pigmen adalah 9, kemudian pH 9 digunakan sebagai pH medium pertumbuhan dalam percobaan berikutnya.

Pada percobaan intensitas cahaya; µ dari medium yang disertai penambahan cahaya 12500 Wm-2 adalah yang tertinggi dengan nilai µ 0,46 jam-1, akan tetapi qp tanpa penambahan cahaya memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,04 jam-1.

Rata-rata P hasil kultivasi tanpa penambahan cahaya (suhu 30oC) adalah yang tertinggi dengan P sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm). Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05). Pengujian dilanjutkan dengan uji BNT, dengan hasil uji bahwa : suhu 30oC tanpa penambahan cahaya memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp. dan pembentukan pigmen dibanding dengan perlakuan penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2

Pada percobaan salinitas; µ tertinggi adalah 0,38 jam. -1

yang diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 0 permil, 10 permil dan 20 permil, sedangkan qp tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10

permil, yaitu sebesar 1,68 jam-1

Pada percobaan sumber karbon, µ terbesar diperoleh dari media yang menggunakan sumber karbon asetat dengan nilai µ 0,36. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada λ 232 nm dan 258 nm, rata-rata P tertinggi diperoleh dari sumber karbon maltosa, yaitu sebesar (12,13 + 1,33) dan (15,86 + 0,52), sedangkan pada λ 312 nm, 368 nm dan 656 nm diperoleh dari glukosa dengan rata-rata (11,59 + 0,28), (7,22 + 0,44) dan (1,50 + 0,05).

. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada λ 368 nm. Dari hasil percobaan ini, disimpulkan bahwa salinitas terbaik adalah 10 permil.

Pada percobaan sumber nitrogen; µ dan qp tertinggi dari Mesophilobacter

sp. diperoleh dari media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir dengan nilai µ 0,24 jam-1 dan nilai qp pada λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm dan 656 nm

secara berturut-turut adalah 1,55 jam-1; 1,59 jam-1; 1,38 jam-1; 1,48 jam-1 dan 0,16 jam-1. Dari hasil ini terlihat bahwa Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir, yang mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Diperoleh hasil bahwa ekstrak khamir merupakan sumber nitrogen yang terbaik dalam pembentukan pigmen (p<0,05). Rata-rata konsentrasi P tertinggi adalah 12,49 + 0,22 (ODλ 232 nm); 12,86 + 0,21 (λ 258 nm); 11,09 + 0,56 (λ 312 nm); 11,88 + 0,97 (λ 368 nm); dan 1,29 + 0,04 (λ 656 nm).


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2000

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP

PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT

MESOPHILOBACTER

SP.

ENDANG S. SRIMARIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2000


(8)

Judul Tesis : Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp.

Nama Mahasiswa : Endang S. Srimariana Nomor Pokok : 97388

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc.

Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA

Anggota Anggota

Dr. Ir. Sukarno, M.Sc.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah Bapa atas anugrahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul Pengaruh

Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut

Mesophilobacter sp. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang besar kepada Dr. Ir. Linawati Harjito, M. Sc. selaku ketua komisi pembimbing yang juga mendanai penelitian ini dengan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Sukarno masing-masing selaku anggota komisi pembimbing, terima kasih atas pengarahan dan bimbingan yang diberikan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini dapat diselesaikan. Dekan Fakultas Perikanan dan Rektor Universitas Pattimura Ambon yang telah memberikan ijin untuk menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL), serta seluruh Staf Pengajar S2

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

PS TKL Program Pascasarjanan IPB, atas pelayanan, fasilitas dan kesempatan yang diberikan. Suami dan anak-anak tercinta serta mami papi yang saya hormati serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dorongan, pengorbanan dan semangat dengan penuh kesetiaan dan pengertian untuk dapat melanjutkan studi sampai selesai.

Bogor, Desember 2000 Endang S. Srimariana


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1961 di Airmadidi (Minahasa) sebagai anak pertama dari enam bersaudara, dari keluarga bapak Bondan Bandono dan ibu Fintje Wudan Waroh.

Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDK. St. Angela, Surabaya dari tahun 1968 dan lulus pada tahun 1973. Pada tahun 1974 penulis menempuh pendidikan di SMPK. Stella Maris, Surabaya dan lulus pada tahun 1976, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri II, Surabaya dan lulus pada tahun 1980.

Pada tahun akademik 1980/1981, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Bogor melalui Proyek Perintis II dan diterima pada Fakultas Perikanan IPB pada tahun akademik 1981/1982, pada program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Lulus sebagai Sarjana Perikanan pada tahun 1985.

Pada tahun 1986, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya hingga tahun 1994, kemudian pindah pada Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon pada Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan dari tahun 1994 hingga sekarang.

Penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pra Pascasarjana, IPB pada tahun akademik 1996/1997 dan lulus pada tahun 1997 dengan beasiswa dari URGE-DIKTI. Selanjutnya pada tahun itu juga penulis kembali memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pascasarjana pada Program Studi Teknologi Kelautan, IPB dengan beasiswa dari BPPS-DIKTI dan ujian untuk mendapatkan gelar Magister Sains dilakukan pada tanggal 27 Juli 2000.


(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Permasalahan ... 4

1.5 Hipotesis Penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bakteri ... 5

2.2 Bakteri laut penghasil pigmen ... 6

2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakterioklorofil ... 6

2.2.2 Bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus ... 9

2.2.3 Bakteri gram negatif, fakultatif an aerobik, berbentuk batang ... 10

2.2.4 Bakteri gram negatif, an aerobik, berbentuk batang dan kokus ... 10

2.3 Pertumbuhan bakteri ... 10

2.3.1 Siklus pertumbuhan ... 11

2.3.2 Pengaruh faktor-faktor lingkungan pada pertumbuhan .... 13

2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri ... 17

2.4 Pewarna alami ... 18

2.4.1 Pewarna makanan ... 21

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Bahan dan alat ... 23

3.1.1 Bahan ... 23

3.1.2 Alat ... 24

3.2 Metode penelitian ... 24

3.2.1 Penelitian tahap pertama : Identifikais bakteri ... 25

3.2.2 Penelitian tahap kedua ... 27

3.2.3 Penelitian tahap ketiga ... 31

3.2.4 Pengamatan ... 34

3.2.5 Rancangan percobaan ... 35

3.2.6 Analisis data ... 35


(12)

xi

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP

PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN

PIGMEN ... 36

4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 36

4.2 Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen ... 39

4.3 Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 42

4.4 Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 46

4.5 Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 49

4.6 Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan ... pembentukan pigmen ... 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif ... 5

2. Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri ... 18

3. Pigmen pada tumbuhan dan alga ... 20

4. Pigmen pada vertebrata ... 20

5. Komposisi ekstrak khamir ... 24

6. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon ... 32

7. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen ... 34

8. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda. ... 38

9. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30oC ... 42

10. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30oC serta perlakuan cahaya. ... 45

11. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC. ... 48

12. Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok. ... 51

13. Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok ... 56

14. Karakterisasi bakteri yang diisolasi dari air laut dan karakterisasi dari Mesophilobacter sp. ... 65


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri

fotosintesis (Austin, 1988) ... 8 2. Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994) ... 12 3. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35oC

dengan pH 7 ... 36 4. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7, dan 9 suhu 30oC ... 40 5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC, pH 9 yang disertai dengan

perlakuan cahaya ... 43 6. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan

perlakuan salinitas ... 47 7. Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C,

pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan

berbagai sumber karbon ... 50 8. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon ... 53 9. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 °C, PH 9, salinitas 10 permil Dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen ... 55


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil identifikasi bakteri ... 65

2. Konsentrasi sel dan pigmen pada masing-masing perlakuan faktor fisika dengan OD 540 nm ... 66

3. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik ... 68

4. Perhitungan analisis statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap.. ... 69

5. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber karbon ... 83

6. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber nitrogen ... 84

7. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 85

8. Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi ... 86

9. Perubahan pH medium selama kultivasi ... 88

10. Medium pertumbuhan yang mengandung glukosa yang telah beubah warna menjadi merah ... 89


(16)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% wilayah teritorialnya. Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut dengan keragaman yang tinggi. Di antara sumberdaya hayati laut yang besar itu, organisme yang dimanfaatkan sebagian besar adalah ikan, udang, kerang-kerangan, dan rumput laut. Sumberdaya hayati lain yang juga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan adalah mikroorganisme laut, namun belum banyak mendapat perhatian terutama di Indonesia.

Mikroorganisme laut yang meliputi bakteri, fitoplankton, mikroalga dan lain-lain merupakan sumber bahan aktif dan bahan kimia yang sangat potensial. Dari biota laut tersebut dapat dihasilkan berbagai bahan alami yang bermanfaat antara lain untuk industri farmasi (seperti anti-tumor/anti-cancer, antibiotik, anti-inflammatory), bidang pertanian (fungisida dan pestisida), industri kosmetik dan makanan (pigmen dan polisakarida) (Zilinkas dan Lundin, 1993; Fenical dan Jensen, 1993). Selanjutnya dari biota laut juga dapat dihasilkan protein serta bahan diet sebagai sumber makanan sehat (asam lemak tak jenuh omega-3, vitamin, asam amino, berbagai jenis gula rendah kalori) dan lain-lain. Perkembangan bioteknologi dewasa ini memungkinkan pemanfaatan mikroorganisme untuk menghasilkan produk-produk tersebut di atas.

Dalam industri pangan (makanan dan minuman) atau non pangan (obat-obatan, kosmetika, dan farmasi), pigmen merupakan bagian terpenting yang tidak bisa diabaikan. Selain ikut menentukan penerimaan produk oleh konsumen, pigmen juga berperan sebagai salah satu indikator mutu pangan dan non pangan. Karena pentingnya zat pewarna tersebut, maka berbagai upaya dilakukan untuk membuat produk pangan dan non pangan dengan warna yang menarik. Penambahan zat pewarna ke dalam produk pangan maupun non pangan baik pewarna alami maupun sintetik merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Sejalan dengan berkembangnya industri di Indonesia maka penggunaan pewarna sintetik juga semakin meningkat. Penggunaan pewarna sintetik ini perlu diwaspadai karena banyak diantaranya yang menimbulkan bahaya terhadap


(17)

2 kesehatan manusia (Jenie et al., 1994) seperti azorubin dan tartrazin yang terbukti menyebabkan alergi (Fabre et al., 1993) dan bersifat karsinogenik (Blanc et al., 1994). Berbeda dengan pewarna sintetik, pewarna alami tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi konsumen (Winarno, 1992). Dengan adanya kenyataan ini maka penggunaan pewarna alami yang aman bagai kesehatan perlu ditingkatkan.

Biopigmen atau zat pewarna alami merupakan bahan yang penting dalam industri baik pangan maupun non-pangan. Permintaan dan penggunaan zat pewarna alami akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang arti keamanan dan kesehatan bagi kehidupan dan lingkungan. Kebutuhan tersebut telah mendorong dilakukannya penelitian ke arah penemuan dan atau produksi zat warna alami.

Bakteri diketahui dapat memproduksi pewarna alami yang menyerupai pewarna alami yang terdapat di tanaman (Hendry, 1992). Bacillus megaterium merupakan bakteri penghasil pigmen merah (Mitchell et al., 1986); Flavobacterium dehydrogenans (Djafar, 1987 in Fardiaz dan Rini, 1994), Rhodobacter sphaeroides, Rhodobacter sulfidophilus (Urakami dan Yoshida, 1993), Rhodopseudomonas spheroides (Goodwin et al., 1955) merupakan bakteri penghasil pigmen karotenoid; Streptomyces sp. MAFF 10-06015 menghasilkan pigmen biru (Yanagimoto et al., 1988); Actinomycetes menghasilkan pigmen violet kehitaman dan pigmen kuning (Tanabe et al., 1995). Urakami dan Yoshida (1993) menyatakan bahwa khlorofil merupakan pigmen yang sangat berguna pada industri makanan.

Pewarna alami (biopigmen) dapat diproduksi melalui kultur mikroorganisme (Evans dan Wang, 1984; Nelis dan Leenheer, 1991; Lin dan Demain, 1993) serta kultur sel dan jaringan tanaman (Taya et al., 1992; Hanagata et al., 1993; Taya et al., 1994) atau ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian tanaman. Dibandingkan dengan ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian tanaman maka produksi biopigmen dengan kultur mikroorganisme dan kultur sel atau jaringan tanaman lebih baik karena faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi biopigmen dapat dikendalikan dengan baik.

Produksi pigmen dari bakteri laut, berkaitan erat dengan kondisi lingkungan tempat bakteri tersebut hidup dan berkembang. Bila kondisi lingkungan baik


(18)

3 kondisi fisik maupun kondisi kimiawi sesuai, maka pertumbuhan bakteri juga juga akan baik dan cepat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dalam media pertumbuhan.

Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan kerja sama antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan dengan Center of Marine Biotechnology, University of Maryland. Identifikasi awal telah dilakukan, bakteri tersebut termasuk bakteri Gram negatif, katalase positif, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan dapat menghasilkan pigmen. Untuk sementara bakteri tersebut diduga termasuk dalam genus Mesophilobacter sp. dan akan dilakukan identifikasi lanjut untuk memastikan golongan bakteri tersebut.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor fisika dan kimia yang meliputi suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel bakteri laut Mesophilobacter sp. dan pembentukan pigmennya, yang dapat dirinci sebagai berikut :

(1) Menentukan suhu kultivasi (25°C, 30°C dan 35°C) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.

(1) Menentukan pH kultivasi (5, 7 dan 9) yang sesuai untuk sintesa biopigmen. (2) Menentukan intensitas cahaya (2350 Wm-2 : kondisi tanpa penambahan

cahaya, 4710 Wm-2, dan 12500 Wm-2

(3) Menentukan salinitas (0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.

) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.

(4) Menentukan sumber karbon (glukosa, maltosa, asam asetat dan asam sitrat) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.

(5) Menentukan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat dan amonium sulfat) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.


(19)

4

1.3 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi baik bagi peneliti maupun bagi industri dalam memproduksi pigmen dari bakteri laut baik yang berkaitan dengan pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan mampu memicu perkembangan industrialisasi di Indonesia khususnya industri yang berlandaskan bioproses. Biopigmen yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri di bidang makanan dan minuman, farmasi, kosmetika dan lainnya.

1.4 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor lingkungan baik faktor fisika maupun kimia yang meliputi suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen yang berpengaruh pada pertumbuhan bakteri dan ataupun pada pembentukan pigmen.

1.5 Hipotesis penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

(1) Suhu media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.

(2) pH media pertumbuhan berpengaruh dalam pembentukan pigmen oleh bakteri laut.

(3) Cahaya media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.

(4) Salinitas media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.

(5) Sumber karbon media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.

(6) Sumber nitrogen media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.


(20)

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler, dan tidak mengandung struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya. Dinding sel bakteri merupakan struktur yang unik secara biokimia. Dinding sel pada beberapa bakteri mengandung murein, yang juga dikenal sebagai peptidoglikan atau mucopeptida. Lapisan peptidoglikan ini tidak ditemukan pada organisme eukariotik (Atlas, 1984).

Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu bentuk kokus (bulat), bentuk basil (silinder atau batang), dan bentuk spiral (batang melengkung atau melingkar-lingkar). Berdasarkan struktur dan dinding sel, bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif disajikan pada Tabel 1 (Tortora et al., 1989).

Tabel 1 Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif

Ciri-ciri Gram-positif Gram-negatif

Struktur dinding sel : Tebal (15 – 80 nm) Berlapis tunggal (mono)

Tipis (10 – 15 nm) Berlapis 3 (multi) Komponen dinding sel :

- Kandungan lipid dan lipoprotein

- Peptidoglikan - Kandungan

lipopolisakarida (LPS) - Asam tekoat

- Toksin yang dihasilkan

Rendah

Komponen utama (90% dari dinding sel) Tebal (multilayer) Tidak ada

Kebanyakan ada, terutama eksotoksin

Tinggi

Jumlah sedikit (10% dari dinding sel)

Tipis (single layer) Tinggi

Tidak ada, terutama indotoksin

Ketahanan terhadap pengeringan

Tinggi Rendah Ketahanan terhadap

gangguan fisik

Tinggi Rendah Sumber : Tortora et al., 1989


(21)

6

2.2 Bakteri laut penghasil pigmen

Austin (1988) mengatakan bahwa sebagian besar bakteri yang terdapat pada perairan laut terdiri dari bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif sebagian besar terdapat pada sedimen. Pada umumnya, kebanyakan dari bakteri-bakteri ini merupakan penghasil pigmen terutama pigmen kuning, oranye, atau merah pada media padat.

2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakteriokhlorofil

Dikatakan pula kalau bakteri gram-negatif fototrof umumnya terdapat pada permukaan perairan. Bakteri yang mengandung bakteriokhlorofil yang ditemukan pada perairan laut, diwakili oleh lima famili, yaitu Chlorobiaceae (green sulphur bacteria), Chromatiaceae (purple sulphur bacteria), Ectothiorhodospiraceae (purple sulphur bacteria), Rhodospirillaceae (purple non-sulphur bacteria), dan Thiocapsaceae (purple sulphur bacteria).

Selanjutnya Austin menyebutkan bahwa Famili Chlorobiaceae, yang terdapat pada perairan laut adalah Chlorobium dan Prosthecochloris. Chlorobium adalah bakteri an-aerob yang tidak dapat bergerak, berbentuk batang lurus atau melengkung dengan vakuola yang tidak mengandung gas, mengandung pigmen bakteriokhlorofil c, d, atau e, dan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene. Pigmen-pigmen ini menyebabkan massa sel berwarna dari kuning – hijau – coklat, yang terkandung pada vesikel yang terdapat di bawah dan melekat pada membran sitoplasma (Gambar 1). Chlorobium yang terisolasi dari perairan laut adalah C. limicola dan C. vibrioforme. Genus kedua adalah Prosthecochloris, yang berbentuk bulat dan mengandung pigmen bakteriokhlorofil c atau e bersama-sama dengan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene yang terdapat pada vesikel. Prosthecochloris yang terisolasi dari lumpur pantai dan estuari adalah P. aestuarii dan P. phaeoasteroidea.

Sedangkan Famili Chromatiaceae yang terdapat pada perairan laut adalah Chromatium, Thiocystis dan Thiospirillum. Chromatium merupakan bakteri an-aerob, tidak mempunyai vakuola, berbentuk batang dan menghasilkan lendir, dapat bergerak dengan flagella polar. Memerlukan hidrogen sulfida untuk fotosintesis, sedangkan sulfur yang dihasilkan disimpan pada sel intraseluler. Massa sel berwarna purple atau coklat. Thiocystis merupakan bakteri yang


(22)

7 berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 3,0 µm, mengandung okenone dan atau rhodopinal sebagai karotenoid yang memberikan warna purple – violet – merah pada massa sel. Thiocystis yang ditemukan pada perairan dan lumpur pantai yang mengandung hidrogen sulfida adalah T. gelatinosa dan T. violacea. Thiospirillum jenense berbentuk spiral, mengandung likopene dan rhodopin sebagai karotenoid, dan menyebabkan massa sel berwarna oranye – coklat.

Genus Ectothiorhodospira merupakan bakteri an-aerob yang berbentuk spiral, sel tidak mempunyai vakuola, yang jika dapat bergerak karena memiliki flagella polar. Bakteriokhlorofil a atau b terdapat pada stacked membrane (Gambar 1), dan massa sel berwarna hijau atau merah. Hidrogen sulfida dioksidasi selama fotosintesis dan melepaskan sulfur yang kemudian disimpan pada bagian luar sel. Yang ditemukan pada perairan pantai adalah E. halochloris, E. halophila dan E. mobilis (Truper dan Imhoff, 1981 in Austin, 1988).

Famili Rhodospirillaceae meliputi Rhodocyclus, Rhodomicrobium, Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum. Dari genus Rhodocyclus, contohnya adalah R. purpureus, merupakan bakteri mikro-aerofilik, tidak bergerak, merupakan sel dengan pigmen purple – violet. Karotenoid meliputi rhodopin dan rhodopinal. Pigmen fotosintesis terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun seperti tabung (Gambar 1) (Truper dan Pfennig, 1981 in Austin, 1988). Rhodomicrobium, meliputi R. vannielii, merupakan bakteri Gram-negatif yang an-aerob, mampu melakukan metabolisme oksidasi pada kondisi mikro-aerofilik dan aerobik. Organisme ini memiliki sebuah sistem membran lamellar (Gambar 1), mengandung bakteriokhlorofil a, karotenoid grup I dan β-karoten (Moore, 1981 in Austin, 1988). Rhodopseudomonas mempunyai dua spesies yang telah diisolasi dari air laut, yaitu R. marina (Imhoff, 1983 in Austin, 1988) dan R. sulfidophila (Hansen dan Veldkamp, 1973 in Austin, 1988). Bakteri ini dikenal sebagai purple non-sulphur bacteria, toleran terhadap konsentrasi sulfida yang rendah yang tidak dioksidasi menjadi sulfat, tetapi dioksidasi menjadi thiosulfat dan sulfur. Bakteri berbentuk batang pendek, bergerak dengan flagella polar. Pigmen fotosintesis, yaitu bakteriokhlorofil a dan karotenoid dari spirilloxanthine, yang terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun seperti stacks (Gambar 1) dan terletak sejajar dengan membran sitoplasma. Rhodospirillum, merupakan obligat halofilik,


(23)

8 contohnya adalah spesies R. salexigens, bakteri Gram-negatif, berbentuk spiral atau melengkung yang bergerak dengan flagella bipolar. Pigmen utama adalah bakteriokhlorofil a dan spirilloxanthine yang terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun sejajar dengan membran sitoplasma (Drews, 1981 in Austin, 1988).

Dari genus Thiocapsa, yang ditemukan pada lumpur estuarin dan lumpur pantai adalah T. pfennigii dan T. roseopersicina. Sel bakteri berbentuk bulat dengan diameter 1,2 – 3,0 µm, tidak mempunyai vakuola, tidak bergerak, pigmen sel terdiri dari orange – coklat – pink – merah. Karotenoid merupakan spirilloxanthine dan tetrahydrospirilloxanthine. Bersama dengan bakteriokhlorofil a dan b, pigmen terdapat pada membran intrasitoplasma yang berbentuk vesicular atau tube (Gambar 1) (Austin, 1988).

Keterangan :

1 = tubes, ditemukan pada Rhodocyclus, Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum; 2 = bundled tubes seperti yang ditemukan pada Thiocapsa;

3 = stacks, ditemukan pada Ectothiorhodospira dan Rhodospirillum; 4 = membran seperti pada Rhodomicrobium dan Rhodopseudomonas;

5 = vesicle, yang umum pada Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum,

Thiocapsa dan Thiospirillum.

Gambar 1 Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri fotosintesis (Austin, 1988).

Dua genera yang lain, yaitu Chloroherpeton dan Erythrobacter. Chloroherpeton, yang hanya satu spesies, yaitu C. thalassium, merupakan bakteri


(24)

9 Gram-negatif, berbentuk batang panjang, merupakan organisme green sulphur, gliding dan obligat fototrof, mempunyai pigmen bakteriokhlorofil c dan sedikit bakteriokhlorofil a bersama γ - karoten, memerlukan CO2 dan sulfida untuk

tumbuh. Sulfur disimpan di luar sel (Gibson et al., 1984 in Austin, 1988). Erythrobacter, dengan spesies E. longus, tidak tumbuh secara fototrofik. Tetapi selnya mengandung bakteriokhlorofil a, berbentuk batang oval, bergerak dengan flagella sub-polar, aerobik, memerlukan biotin, memproduksi katalase, oksidase dan fosfatase, menguraikan gelatin, menggunakan atau memanfaatkan glukosa, asetat, butirat, glutamat dan piruvat sebagai sumber karbon (Shiba dan Simidu, 1982 in Austin, 1988).

2.2.2 Bakteri Gram-negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus

Organisme halofilik, yang memerlukan 15% NaCl, merupakan famili Halobacteriaceae, dan terdapat pada lingkungan lautan adalah Halobacterium dan Halococcus. Halobacterium yang terisolasi dari laut adalah H. denitrificans, H. mediterranei, H. pharmaconis, H. saccharovorum, H. salinarium, H. sodomense dan H. volcanii. Halobacterium merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang, dapat bergerak atau tidak, memiliki metabolisme respiratory, dan memproduksi katalase dan oksidase. Bakteri ini menghasilkan koloni berwarna pink, merah, atau oranye. Pertumbuhan terbaik pada NaCl 20 - 26 %. Ciri-ciri yang sama juga dilaporkan pada Halococcus, yang terisolasi dari laut dan diklasifikasikan sebagai H. morrhuae merupakan bakteri yang menghasilkan pigmen pink, merah atau oranye, Gram-negatif tidak bergerak, berbentuk kokus dan memproduksi katalase dan oksidase. Pembelahan sel dengan septasi. Metabolisme dengan respiratory (Larsen, 1984 in Austin, 1988).

Alteromonas, merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Bakteri ini melakukan metabolisme secara respiratif, serta ditemukan pada perairan pantai dan lautan terbuka. A. rubra membentuk pigmen warna merah, A. aurantia menghasilkan pigmen warna oranye, A. citrea menghasilkan pigmen warna kuning lemon dan A. luteoviolacea berwarna violet (Baumann et al., 1984a in Austin, 1988).


(25)

10 Genera Chromobacterium dan Janthinobacterium merupakan bakteri aerobik berpigmen purple, berbentuk batang, Gram-negatif, dan bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Janthinobacterium lividum terdapat dalam jumlah yang rendah pada perairan pantai (Austin, 1988).

2.2.3 Bakteri Gram-negatif, fakultatif an-aerobik, berbentuk batang

Serratia rubidea berpigmen merah, Gram-negatif, berbentuk batang, yang menghasilkan katalase tetapi tidak oksidase, bergerak dengan flagella peritrichous (Grimont dan Grimont, 1984).

Vibrio merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada perairan pantai dan estuarin. Berbentuk batang, menghasilkan katalase dan oksidase, fermentatif, bergerak dengan flagella polar. V. fischeri merupakan bakteri yang memancarkan cahaya, berpigmen oranye kekuningan. V. gazogenes menghasilkan koloni dengan warna merah, Vibrio nigripulchritudo menghasilkan koloni dengan pigmen biru kehitaman (Austin, 1988).

2.2.4 Bakteri Gram-negatif, an-aerobik, berbentuk batang dan kokus

Menurut Austin, 1988 dari famili Desulfurococcaceae, yang ditemukan di laut dan menghasilkan pigmen adalah Desulfuromonas. Contoh bakteri ini adalah D. acetoxidans, dengan ciri-ciri antara lain berbentuk batang, bergerak dengan flagellum tunggal yang polar, membentuk koloni yang mengandung pigmen peach – pink.

2.3 Pertumbuhan bakteri

Pada umumnya pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan secara teratur pada semua komponen-komponen kimiawi sel dan struktur sel. Kecepatan pertumbuhan untuk sistem uniseluler didefinisikan sebagai peningkatan jumlah sel atau massa sel per satuan waktu. Setiap terjadi pembelahan sel disebut dengan satu generasi, waktu yang diperlukan untuk pembelahan disebut waktu generasi. Waktu generasi bervariasi antara mikroorganisme : biasanya bakteri memerlukan satu sampai tiga jam untuk membelah diri tetapi ada juga yang hanya memerlukan 10 – 20 menit sedangkan mikroba yang lain memerlukan waktu 24 jam atau lebih (Middelbeek et al., 1992 a).


(26)

11 Bakteri dapat tumbuh pada sistem tertutup, yang dikenal sebagai batch culture atau pada sistem terbuka, dimana proses berlangsung secara kontinu. Pada sistem terbuka, pertumbuhan dikontrol dengan menambahkan nutrien segar dan membuang medium sisa dan sel-sel dari wadah pertumbuhan.

2.3.1 Siklus pertumbuhan

Pertumbuhan suatu populasi bakteri pada sistem tertutup hanya terwakili pada tahap atau fase eksponensial (Gambar 2). Pertumbuhan bakteri dapat dinyatakan secara grafik dengan menggunakan data hasil pengukuran populasi bakteri yang hidup dalam kultur media cair pada selang waktu yang tetap. Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase (tahap) yaitu : (1) tahap ancang-ancang (lag phase), (2) tahap eksponensial (logaritmic phase), (3) tahap stasioner (stationair phase) dan (4) tahap kematian (death phase) (Middelbeek et al., 1992 a

Pada lag phase, tidak ada peningkatan jumlah sel atau turbiditas karena bakteri sedang beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kemungkinan medium tidak optimal untuk organisme sehingga organisme perlu mensintesa enzym agar mampu menggunakan substrat sebagai sumber energi atau untuk sintesis material sel. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu perubahan jumlah sel (Sa’id, 1987).

).

Schlegel dan Schmidt (1994) menjelaskan bahwa, tahap ancang-ancang mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang-ancang tergantung dari konsentrasi awal, umur, bahan yang ditanam dan sifat medium pertumbuhan.

Dikatakannya pula bahwa tahap pertumbuhan eksponensial atau logaritmik ditandai oleh kecepatan pembelahan maksimum yang konstan. Kecepatan pembelahan pada fase logaritmik bersifat spesifik untuk tiap jenis bakteri dan tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya suhu dan komposisi medium kultur (Middelbeek et al., 1992a). Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan pada tahap logaritmik, maka dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor lingkungan (pH, potensial redoks, suhu, aerasi, dan sebagainya) terhadap


(27)

12 pertumbuhan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme menggunakan berbagai substrat.

Y

(3)

(2) (4) (1)

X

Keterangan : X Waktu inkubasi

Y Jumlah sel bakteri (1) Tahap ancang-ancang

(2) Tahap eksponensial (3) Tahap stasioner

(4) Tahap menuju kematian

Gambar 2 Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994).

Secara matematis, pertumbuhan eksponensial dapat didekati dengan dua cara. Pendekatan pertama dengan menentukan jumlah awal sel. Perubahan jumlah sel karena pembelahan atau pertumbuhan, diekspresikan dengan persamaan (Middelbeek et al., 1992a

Nt = No . 2

) :

Log Nt = log No + n log 2 n

n/t = (log Nt – log No) / t log 2

dimana : Nt = jumlah sel setelah waktu tertentu No = jumlah awal sel

N = banyaknya pembelahan

n/t = banyaknya pembelahan per satuan waktu yang disebut juga dengan konstanta kecepatan pertumbuhan (k)

Pendekatan lain adalah dengan menggambarkan kecepatan pertumbuhan populasi sebagai suatu reaksi autokatalitik. Kecepatan reaksi katalis tergantung pada banyaknya katalis. Pada kasus ini, biomassa merupakan katalis yang sebenarnya, dan kecepatan produksi biomassa tergantung pada banyaknya


(28)

13 biomassa pada waktu tertentu. Pertumbuhan eksponensial dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Middelbeek et al., 1992 a

Banyaknya biomassa pada satuan waktu tertentu : Xt = Xo . e ) : dx/dt = µ.X

Kecepatan pertumbuhan spesifik adalah : µ = (ln Xt – ln Xo) / t µt

dimana : dx/dt = kecepatan pertumbuhan

µ = kecepatan pertumbuhan spesifik X = banyaknya biomassa

Tahap stasioner dimulai ketika sel-sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan pertumbuhan tergantung dari kadar substrat. Menurunnya kecepatan pertumbuhan sudah terjadi ketika kadar substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai. Penurunan kecepatan pertumbuhan juga disebabkan oleh kepadatan populasi yang tinggi, tekanan parsial oksigen yang rendah dan timbunan produk metabolisme yang bersifat toksik (mengintroduksi tahap stasioner). Pada tahap stasioner bahan-bahan simpanan masih dapat digunakan, sebagian ribosom dapat diuraikan dan masih ada pembentukan enzim. Selama energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan sel-sel masih dapat diperoleh dengan respirasi bahan simpanan dan protein, bakteri masih mampu mempertahankan hidupnya untuk masa yang cukup panjang. Masa bakteri yang dicapai pada tahap stasioner dinamakan hasil atau keuntungan.

Tahap kematian dan sebab-sebab kematian sel bakteri dalam larutan biak normal belum banyak diteliti. Pada tahap ini terjadi penimbunan asam misalnya pada bakteri Escherichia coli dan Lactobacillus sp. Jumlah sel hidup dapat berkurang secara eksponensial. Ada kemungkinan sel-sel diuraikan kembali oleh enzim yang dihasilkan sendiri oleh sel (autolisis).

2.3.2 Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan

Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu faktor-faktor fisika dan faktor-faktor kimia. Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain yaitu suhu, ketersediaan air, pH, tekanan hidrostatik dan cahaya (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992). Faktor-faktor kimia sebagai sumber nutrisi yang juga mempengaruhi pertumbuhan yaitu makro nutrien (C, O, N, H, P dan S), mikro nutrien atau trace element (Mn, Zn,


(29)

14 Co, Mo, Ni, Cu, dan Cl) dan faktor-faktor pertumbuhan (Middelbeek et al., 1992b

Faktor Fisiko Kimiawi

).

(1) Suhu

Pengaruh suhu pada kecepatan pertumbuhan bakteri sebagian menggambarkan pengaruh suhu pada kecepatan reaksi-reaksi (bio)kimia. Berdasarkan toleransi suhu pertumbuhan, bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok : Psikrofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu yang rendah, pada perairan Arctic dan Antarctic (di bawah 0oC), perairan laut dengan suhu 1oC sampai 5oC. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri psikrofil adalah 15oCatau lebih rendah dan suhu minimum 0oC. Bakteri fakultatif psikrofil atau psikrotrop yaitu bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada 25oC sampai 30oC dan suhu maksimum pertumbuhan pada 35oC. Mesofil, yaitu bakteri yang hidup pada manusia dan hewan berdarah panas, pada daratan dan perairan di daerah beriklim sedang dan tropis. Kisaran suhu bagi bakteri mesofil adalah 20oC dan 40oC, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC. Thermofil, yaitu bakteri yang pertumbuhannya optimum pada suhu 50oC sampai 70o

(2) pH

C (Middelbeek dan Drijver-de Haas, 1992).

Semua mikroorganisme mempunyai kisaran pH tertentu dimana mereka dapat tumbuh dan biasanya pada kisaran itu merupakan pH optimum dimana mereka tumbuh dengan sangat baik. Pada umumnya bakteri tumbuh baik pada kisaran pH 6,5 - 7,5.

Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Pada bakteri yang dibiakkan di laboratorium, pH medium merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Selain itu, pH medium juga sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme dari bakteri, oleh sebab itu pH medium mempunyai kecenderungan berubah.

Pada proses fermentasi, bakteri menghasilkan asam organik (asam laktat, asam asetat dan lain-lain) dan amonia yang dilepaskan ke medium saat asam amino terfermentasi, sehingga pH medium mempunyai kecenderungan berubah. Bila amonia adalah sumber nitrogen, maka pH cenderung menurun. Amonia pada


(30)

15 larutan (di bawah pH 9) berbentuk NH4+; mikroorganisme kemudian

menggabungkannya dengan sel sebagai R-NH3+, dimana R adalah suatu gugus

karbon. Pada saat proses fermentasi berlangsung, sebuah ion H+ tertinggal di dalam medium. Bila nitrat adalah sumber nitrogen, maka ion-ion nitrogen diambil dari medium untuk mereduksi NO3 menjadi R-NH3+

(3) Cahaya

, dan pH cenderung naik. Untuk mempertahankan pH medium, dapat ditambahkan asam chlorida atau natrium hidroksida.

Persyaratan cahaya hanya penting untuk pertumbuhan mikroorganisme fotosintetik. Untuk mendapatkan pertumbuhan mikroorganisme fototropik dari jenis yang berbeda, harus menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang tepat. Eukariot dan alga biru hijau mengabsorbsi cahaya pada spektrum merah terakhir sedangkan bakteri fotosintetik pada spektrum infra merah (Middelbeek et al., 1992b

Cahaya dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri dan dapat juga menyebabkan kematian. Banyak dari mikroorganisme mempunyai komponen-komponen sel yang sensitif terhadap cahaya. Komponen-komponen-komponen sel yang menyerap cahaya yaitu sitokhrom, flavin dan khlorofil menjadi aktif ketika menyerap cahaya dan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Mereka kemudian dapat mengembalikan energi tersebut seperti semula melalui pemancaran cahaya (fluorescens) atau mentransfer energi ke komponen sel yang lain. Transfer energi dapat menguntungkan organisme (fotosintesis) tetapi dapat juga merusak organisme. Pada kasus yang terakhir, ada dua mekanisme yang menimbulkan pengaruh berbahaya, salah satunya adalah molekuler oksigen. Kerusakan karena oksigen bebas disebabkan oleh pembentukan radikal bebas (O

).

2

-(4) Unsur-unsur nutrisi

) yang sangat reaktif dan destruktif (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992).

Bakteri seperti organisme lain agar dapat tumbuh memerlukan nutrisi esensial tertentu dari medium tempat hidup. Nutrisi esensial dibagi dalam dua kelompok, yaitu nutrien yang diperlukan sebagai suplai energi untuk tumbuh dan nutrien yang diperlukan sebagai suplai elemen-elemen kimia yang diperlukan untuk biosintesis. Dari berbagai bentuk energi yang tersedia, bakteri dapat


(31)

16 menggunakan energi kimia dan cahaya untuk tumbuh (Sokatch, 1973). Nutrien yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar dan yang merupakan bagian terbesar dari berat kering dalam sel, disebut dengan makro nutrien. Yang termasuk dalam makro nutrien adalah C (50 %), O (20 %), N (14 %), H (8 %), P (3 %), dan S (1 %) serta K, Na, Ca, Mg dan Fe (Middelbeek et al., 1992b

Elemen-elemen yang disebut sebagai mikronutrien atau disebut juga trace element adalah Mn, Zn, Co, Mo, Ni, Cu dan Cl. Biasanya trace element diperlukan sebagai kofaktor enzim atau sebagai aktivator.

).

Kelompok nutrien yang merupakan bahan-bahan organik yang tidak dapat disintesis oleh sel bakteri disebut faktor-faktor pertumbuhan, oleh sebab itu medium pertumbuhan harus mengandung kelompok nutrien ini. Berdasarkan struktur kimiawi dan fungsi metaboliknya, faktor pertumbuhan dibagi dalam tiga kelompok (Middelbeek et al., 1992b

Berdasarkan kebutuhan nutrisinya baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber karbon, organisme diklasifikasikan oleh Middelbeek et al. (1992

), yaitu : asam amino, sebagai unsur pokok protein; purin dan pirimidin, sebagai unsur pokok asam nukleat; dan vitamin, merupakan senyawa organik yang diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim. Asam amino, purin dan pirimidin diperlukan dalam jumlah yang cukup besar, karena merupakan unsur pembentuk untuk sintesis biopolimer. Vitamin diperlukan dalam jumlah yang kecil karena merupakan kofaktor bagi enzim.

b

- Fototrof, bila cahaya merupakan sumber utama energi.

) sebagai berikut :

- Kemotrof, bila bahan kimiawi merupakan sumber utama energi. - Autotrof, bila bahan anorganik merupakan sumber utama karbon. - Heterotrof, bila bahan organik merupakan sumber utama karbon.

Dengan mengkombinasikan kelompok organisme tersebut di atas, dapat dibentuk empat kelompok organisme yang lain, yaitu :

- Fotoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan CO2

- Fotoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan senyawa organik sebagai sumber karbon.


(32)

17 - Kemoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi

sebagai sumber energi dan CO2

- Kemoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi sebagai sumber energi dan bahan organik sebagai sumber karbon.

sebagai sumber karbon.

Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan atas bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup dan bakteri an-aerob, yaitu bakteri yang tidak mampu menggunakan oksigen. Bakteri aerob dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu bakteri aerob obligat, fakultatif, dan mikroaerofilik. Bakteri aerob obligat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, tetapi tidak dapat tumbuh bila konsentrasi oksigen melebihi konsentrasi oksigen atmosfir (> 20%). Bakteri aerob fakultatif tidak memerlukan oksigen tetapi dapat tumbuh dengan baik bila oksigen tersedia. Bakteri aerob mikroaerofilik memerlukan oksigen tetapi dengan konsentrasi yang lebih rendah dari konsentrasi oksigen atmosfir (2 – 10 % v/v). Bakteri an-aerob dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu bakteri an-aerob obligat dan bakteri an-aerob aerotoleran. Pada bakteri an-aerob obligat, adanya oksigen dalam media pertumbuhannya merupakan racun dan berbahaya bagi bakteri tersebut. Bakteri an-aerob aerotoleran yaitu bakteri yang tidak dapat menggunakan oksigen untuk pertumbuhannya tetapi dapat mentoleransi adanya oksigen (Tortora et al., 1989; Middelbeek et al., 1992).

2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri

Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui berbagai respon pertumbuhan mikroorganisme dalam berbagai media atau pada kondisi yang berbeda-beda sehingga dapat digunakan dalam menilai daya dukung suatu medium tertentu untuk menunjang pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986). Beberapa teknik untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme disajikan pada Tabel 2.

Pertumbuhan populasi sel disertai juga dengan peningkatan total massa sel. Pengukuran massa sel dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung (Jenkins, 1992). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur massa sel secara langsung adalah dengan menentukan berat kering sel. Pengukuran berat kering massa sel meliputi tiga tahap, yaitu : pemisahan organisme dari medium, pencucian sel dan pengeringan biomassa. Organisme dapat dipisahkan dari


(33)

18 medium dengan filtrasi atau dengan sentrifugasi. Pencucian biomassa harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak terjadi lisis pada organisme karena pecah akibat osmosis. Pengeringan biomassa biasanya dilakukan pada suhu 80oC selama 24 jam atau 110o

BK (g/l) = - x 10

C selama 8 jam (Jenkins, 1992). Berat Kering (BK) sel diperoleh dengan cara sebagai berikut :

3

Pengukuran massa sel secara tidak langsung didasarkan pada kenyataan bahwa sel bakteri memencarkan kembali cahaya yang membentur sel. Teknik pengukuran ini merupakan teknik yang lebih cepat dan sensitif. Jumlah cahaya yang tersebar adalah sebanding dengan konsentrasi sel yang ada. Banyaknya cahaya yang menyebar dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Dalam hal ini cahaya yang terukur sebanding dengan konsentrasi sel bakteri pada tingkat absorbans yang rendah. Absorbans (A) didefinisikan sebagai logaritma dari perbandingan antara intensitas cahaya yang melewati suspensi (Io) dengan cahaya yang dipencarkan oleh suspensi (I), atau A = log(Io/I) (Jenkins, 1992).

l

Tabel 2 Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri

Metode Beberapa penetapan

Hitungan mikroskopik Perhitungan bakteri dalam susu dan vaksin

Hitungan cawan Perhitungan bakteri dalam susu, air, makanan, tanah, biakan dan sebagainya

Membran atau filter molekuler Sama seperti hitungan cawan

Pengukuran kekeruhan Uji mikrobiologis, pendugaan hasil panen sel, biakan, atau suspensi berair

Penentuan nitrogen Pengukuran panen sel dari suspensi biakan kental untuk digunakan pada penelitian mengenai metabolisme

Penentuan berat kering Sama seperti penentuan nitrogen Pengukuran aktivitas biokimia Uji mikrobiologis

Sumber : Pelczar dan Chan, 1986

2.4 Pewarna alami

Pewarna alami dalam sistem biologi didefinisikan sebagai pewarna yang terbentuk dan terakumulasi dalam atau dikeluarkan dari sel hidup (Hendry, 1992). Pewarna yang terdapat pada sistem biologi dapat diklasifikasikan berdasarkan


(34)

19 jenis dari organisme (hewan, tumbuhan atau bakteri) penghasil pewarna tersebut. Sehubungan dengan pewarna makanan, bakteri, fungi sel tunggal dan fungi sederhana bersama-sama dengan alga sel tunggal dan juga zooplankton sederhana dapat menjadi sumber pewarna baru karena potensinya untuk dieksploitasi dengan teknik kultur. Pigmen dari organisme yang lebih tinggi seperti hewan, tumbuhan dan fungi, lebih kecil kemungkinan untuk dieksploitasi karena struktur pigmennya yang kompleks dengan jaringan sel yang kuat atau karena pigmen dari organisme yang lebih tinggi hanya terbentuk pada saat-saat kritis dari perkembangan organisme dalam suatu siklus hidup yang kompleks. Sebagai contoh, pigmen yang berfungsi sebagai bahan perangsang dalam reproduksi seksual yang terbentuk hanya setelah aspek-aspek lain dari siklus hidup selesai.

Klasifikasi pigmen pada sistem biologi menurut Hendry (1992) adalah sebagai berikut :

(1) Tumbuh-tumbuhan termasuk alga

Pigmen dari tumbuhan merupakan penyumbang terbesar pewarna alami, namun kisaran atau variasi pigmen yang terdapat pada tumbuhan adalah kecil. Pewarna dominan yang berasal dari tumbuhan darat adalah khlorofil (2 jenis), karotenoid (4 – 5 jenis) dari flavonoid (3 jenis). Dari lautan, terdapat 4 jenis khlorofil yang umum, 6 atau 7 karotenoid dan 2 bentuk phycobilin. Kontribusi pigmen lainnya dari tumbuhan, termasuk betalain, melanin, anthraquinon, naphthaquinon, karoten yang tidak umum, xanthofil dan beberapa flavonoid yang relatif tidak signifikan bila dilihat secara global. Pigmen-pigmen yang terdapat pada tumbuhan termasuk alga disajikan pada Tabel 3.

(2) Hewan vertebrata

Pada hewan vertebrata, kelas-kelas yang menghasilkan pewarna adalah burung, amphibi, ikan bertulang dan beberapa reptil. Pigmen tersebut disajikan pada Tabel 4.

(3) Hewan invertebrata

Distribusi pigmen pada hewan lebih rendah lebih besar daripada vertebrata dan merupakan saingan tumbuhan lebih tinggi dalam variasi.


(35)

20 Tabel 3 Pigmen pada tumbuhan dan alga

Pigmen Contoh Terdapat pada

Khlorofil a b c, d

Semua organisme eukariot yang berfotosintesis Semua tumbuhan darat, beberapa alga

Alga coklat dan lainnya Phycobilin Phycocyanin

Phycoerythrin

Alga biru –hijau dan lainnya Alga merah dan lainnya Karotenoid Lutein

β-caroten Violaxanthin Neoxanthin Fucoxanthin

Xanthofil lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik

Karoten lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik

Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Alga coklat dan lainnya

Anthocyanidin Cyanidin Pelargonidin Delphinidin

Yang paling umum anthicyanidin, tersebar luas pada tumbuhan lebih tinggi

Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi

Betalain Betacyanin Tersebar luas tetapi terbatas pada satu ordo timbuhan

Sumber : Hendry, 1992

Tabel 4 Pigmen pada vertebrata

Kelas Pigmen

Mamalia Terutama melanin Burung (termasuk telurnya) Melamin

Karotenoid Tetrapyrrole Reptil dan

Amfibi dan ikan bertulang

Melanin Karotenoid Pterin Riboflavin Ikan bertulang rawan Melanin Sumber : Hendry, 1992

(4) Fungi

Fungi, terutama fungi sel tunggal yang lebih sederhana dapat diambil untuk kultur skala besar, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pigmen alami.

(5) Bakteri

Pada umumnya bakteri mengandung banyak pigmen yang sama atau identik dengan pigmen dari organisme yang lebih kompleks terutama tumbuhan. Klorofil dari bakteri berbeda dengan klorofil tumbuhan dalam reduksi satu ikatan rangkap.


(36)

21 Karotenoid dari bakteri mempunyai ciri tersendiri yang berbeda tetapi secara struktural dan biosintetik berhubungan erat dengan karotenoid dari tumbuhan dan hewan. Kebanyakan bakteri baik fotosintetik maupun non-fotosintetik juga mengandung β- dan γ-karoten.

2.4.1 Pewarna makanan

Pada umumnya pewarna makanan dapat dibagi dalam tiga kategori utama (Bauernfeind, 1981), yaitu :

(a) Pewarna organik alami yang berasal dari tumbuhan atau hewan, diekstrak dari alam atau senyawa-senyawa identik yang dihasilkan melalui sintesis kimiawi. (b) Pewarna inorganik yang diambil dari alam atau dihasilkan secara sintetis. (c) Pewarna buatan, yaitu senyawa-senyawa sintetis yang tidak berasal dari alam

atau tidak terdapat pada makanan yang dikonsumsi.

Secara kimiawi menurut Bauernfeind (1981) pewarna makanan alami dapat dibagi menjadi beberapa grup, yaitu :

(a) Derivat isoprenoid (warna-warna karotenoid)

(b) Derivat tetrapyrrol (warna-warna klorofil dan heme) (c) Derivat benzopiran (anthosianin dan flavonoid)

(d) Senyawa betalain (warna betanin dan yang berhubungan) (e) Flavin (seperti riboflavin)

(f) Pigmen inorganik

Alasan ditambahkannya pewarna pada makanan menurut Henry (1992) antara lain adalah untuk memperkuat warna pada makanan, memastikan keseragaman warna makanan, memulihkan warna awal makanan yang berubah karena pengaruh pengolahan, dan untuk memberi warna pada makanan tertentu yang sebenarnya tidak berwarna.

Pewarna alami untuk makanan merupakan kelompok pewarna yang berbeda-beda karakteristik solubilitas dan stabilitasnya. Oleh sebab itu setiap pewarna tersedia dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, yang diformulasikan agar pewarna sesuai dengan sistem makanan tertentu. Suatu bentuk aplikasi produk pewarna adalah suatu formula yang memungkinkan bahan tambahan pangan dengan mudah dan efisien tercampur dalam produk-produk makanan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan bentuk aplikasi yang harus dipertimbangkan


(37)

22 oleh ahli teknologi pangan adalah solubilitas, bentuk fisik, pH, kualitas mikrobiologis dan bahan-bahan lain (Henry, 1992).

Karakteristik pewarna makanan yang baik menurut Bauernfeind (1981) adalah sebagai berikut :

(1) Tidak toksik dan tidak bersifat karsinogenik pada berbagai level; tidak mengandung bahan-bahan yang toksik.

(2) Kemampuan larut (solubilitas) dan kemampuan menyebar yang baik agar dapat menyatu dengan produk-produk makanan dengan dasar air dan lemak. (3) Tidak memberikan rasa atau bau yang berbeda terhadap produk-produk

makanan.

(4) Harus stabil terhadap cahaya, terhadap kisaran pH yang luas terutama pH 2 - 8, pada suhu panas, dan selama penyimpanan dan perlakuan sebelum dikonsumsi.

(5) Tidak bereaksi dengan trace element atau dengan oxidizing atau bahan-bahan pereduksi.

(6) Harus seragam pada tiap bagian dan dapat dimonitor baik dalam bentuk konsentrat maupun dalam makanan dengan teknik analitis.

(7) Tersedia luas dan relatif ekonomis untuk digunakan pada makanan.

(8) Disetujui dan sesuai dengan spesifikasi pemerintah dan lebih baik bila mempunyai status yang disetujui secara internasional.


(38)

23

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan alat 3.1.1 Bahan

1). Mikroorganisme

Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat yang disediakan oleh Center of Marine Biotechnology, University of Maryland.

2). Media Pertumbuhan

Media yang digunakan terdiri dari media padat dan cair. Media padat berfungsi untuk memelihara stok bakteri, yang dimodifikasi dari komponen nutrien agar (Tortora et al., 1986). Media ini mengandung ekstrak khamir (2 g/l), pepton (5 g/l), NaCl (20 g/l), agar (20 g/l). Komposisi ekstrak khamir dapat dilihat pada Tabel 5. Media cair berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen. Media cair terdiri dari ekstrak khamir (2 g/l), pepton (5 g/l), NaCl (20 g/l) dan trace element (5 ml/l). Komposisi trace element adalah Na2EDTA (4,36 mg/l), FeCl36H2O (3,15 mg/l), CuSO45H2O (0,01 mg/l),

ZnSO47H2O (0,02 mg/l), CoCl26H2O (0,01 mg/l), MnCl24H2O (0,18 mg/l), dan

Na2MoO42H2O (0,006 mg/l). Untuk mempelajari pengaruh karbon dan nitrogen

dalam pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari bakteri laut, maka digunakan juga media cair yang terdiri dari sumber karbon dan sumber nitrogen. Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukosa, asetat, sitrat,dan maltosa. Sumber nitrogen yang digunakan adalah pepton, ekstrak khamir, (NH4)2SO4, dan NaNO3. Selain sumber karbon dan nitrogen, di dalam medium

cair juga ditambahkan NaCl dan trace element. Bahan kimia lainnya adalah alkohol, HCl, NaOH dan metanol.


(39)

24 Tabel 5 Komposisi ekstrak khamir

Komponen mg/g Vitamin µg/g

Total nitrogen Amino nitrogen Khlorida (NaCl) Berat Kering Phosphat (P2O5

Karbohidrat ) Sodium

Pottasium Kalsium Besi

Magnesium Tembaga Seng Mangan Kobalt

75 – 108 34 – 48 0,7 – 13 300 38 82 56 30 0,1 0,05 2 0,05 0,05 0,005 0,005

Thiamin Riboflavin Asam nukleat Asam pantotenat Piridoksin Biotin Inositol Kolin

10 20 400 50 25 1 1500 1500

Sumber : Bridson and Brecker (1970) in Sikyta (1983)

3). Penentuan Gram pada Identifikasi Bakteri

Bahan yang digunakan untuk identifikasi gram bakteri laut adalah : kristal violet, larutan lugol, etanol 95%, aseton, safranin dan aquades.

3.1.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, cawan petri, labu erlenmeyer, batang pengaduk, pipet, penjepit, lup inokulasi, vortex mixer, inkubator, timbangan analitik, autoklaf, gelas ukur, sentrifus, clean bench, inkubator goyang, spektrofotometer, refrigerator, kertas pH, tissue dan aluminium foil.

3.2 Metode penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama penelitian adalah identifikasi bakteri. Tahap kedua adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari suhu, pH, cahaya dan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen. Tahap ketiga adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.


(40)

25 Selain itu, sebelum penelitian dimulai dilakukan pembuatan media untuk stok bakteri dan penyegaran bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(a) Pembuatan media padat

Pembuatan media dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume medium 250 ml. Komposisi media padat terdiri dari pepton 5 g, ekstrak khamir 2 g, NaCl 20 g, dan agar 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1 liter aquades, pH medium diatur pada 7. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o

(b) Penyegaran bakteri

C selama 15 menit. Setelah itu media dituang ke dalam cawan petri, masing-masing sebanyak 20 ml secara aseptik. Setelah media dingin dan padat, siap digunakan untuk penyegaran bakteri.

Bakteri digoreskan pada media padat secara aseptik. Setelah itu bakteri diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 30oC selama 24 jam.

3.2.1 Penelitian tahap petama: Identifikasi bakteri

Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan morfologi dan ciri-ciri fisiologi bakteri.

1). Morfologi

(1). Pewarnaan Gram

Bakteri dioles di atas gelas obyek sebanyak satu lup dan diratakan dengan aquades secukupnya hingga ukuran 1 x 1 cm, kemudian difiksasi di atas api hingga kering. Tetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit. Dicuci dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit. Bilas dengan aquades, kemudian dibilas lagi dengan campuran etanol 95% sebanyak 80 ml dan aseton 20 ml, selama 1 menit. Dibilas kembali dengan aquades, kemudian diwarnai dengan safranin selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Preparat siap diamati dengan mikroskop; bila berwarna violet gelap berarti termasuk dalam bakteri Gram-positif, bila berwarna oranye maka termasuk dalam bakteri Gram-negatif.


(41)

26 (2). Pemeriksaan mikroskop

Preparat yang sudah disiapkan pada pewarnaan Gram selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa obyektif minyak imersi. Dengan pengamatan mikroskopik dapat diketahui bentuk sel bakteri bulat (kokus) atau batang (basili).

(3). Pergerakan bakteri

Medium yang digunakan dalam uji pergerakan bakteri adalah medium motilitas. Secara aseptis dengan menggunakan loop, suspense bakteri ditusukkan ke dalam medium motilitas yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48 jam. Bila pertumbuhan bakteri menyebar, maka bakteri tersebut bergerak (motil), dan bila pertumbuhan bakteri tidak menyebar hanya berupa satu garis, maka bakteri tersebut tidak bergerak.

2) Ciri-ciri Fisiologi

(1). Uji Katalase

Secara aseptis diambil satu lup pertumbuhan bakteri dan dipindahkan pada gelas obyek. Kemudian ditetesi dengan satu tetes larutan 30% H2O2. Adanya

enzim katalase ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung kecil oksigen yang terlihat seperti busa sabun.

(2). Uji Oksidase

Kultur bakteri ditumbuhkan pada medium Trypticase Soy Agar (TSA), kemudian koloni yang terbentuk ditetesi dengan pereaksi untuk uji oksidase yaitu p-aminodimetilanilin oksalat 1% sekitar dua sampai tiga tetes. Uji positif ditandai dengan perubahan koloni menjadi merah muda, kemudian merah tua, dan akhirnya hitam.

(3). Uji Indol

Medium yang digunakan adalah medium Tryptone Broth. Bakteri yang diuji diionokulasi ke dalam tabung reaksi yang berisi Trypton Broth, dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Setelah inkubasi, masing-masing tabung


(42)

27 ditambahkan 0,5 ml pereaksi Kovaks. Terbentuknya cincin warna merah pada permukaan medium menunjukkan uji Indol positif.

(4). Uji H2

Medium yang digunakan pada uji H S

2S adalah medium Sulfit Agar. Bakteri

yang akan diuji diinokulasi dengan cara menusuk loop pada medium tegak Sulfit Agar yang sudah disiapkan. Inkubasi dilakukan pada suhu 35oC selama 48 jam. Terbentuknya warna hitam menunjukkan uji H2S positif.

(5). Uji Reduksi Nitrat

Bakteri diinokulasi ke dalam Nitrat Broth kemudian diinkubasi pada suhu

35oC selama 24 jam hingga 48 jam. Kemudian tambahkan larutan α Naftilamin

dan larutan asam sulfanilat masing-masing sebanyak 1 ml. Hasil uji positif bila terbentuk warna merah. Hasil uji negatif, bila tidak terjadi perubahan warna dan pengujian dilanjutkan dengan menambahkan serbuk Zink. Bila tidak terjadi perubahan warna maka hasil pengujian positif,nitrat direduksi menjadi nitrit. Bila terjadi perubahan warna menjadi merah maka hasil pengujian negatif, maka bakteri tidak mereduksi nitrat.

(6). Uji Fermentasi Karbohidrat

Medium yang digunakan pada pengujian ini adalah Glukosa Broth, Laktosa Broth, Fruktosa Broth, dan Sukrosa Broth. Masing-masing medium dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan menambahkan Brom Creso Purple (BCP) dan tabung Durham.

Bakteri yang akan diuji secara aseptis diinokilasikan pada masing-masing medium yang telah disiapkan. Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC selama 48 jam. Uji fermentasi positif ditandai dengan terbentuknya asam yaitu terjadi perubahan warna menjadi kuning, dan bila bakteri tersebut memproduksi gas akan ditandai dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham (Fardiaz, 1992).

3.2.2 Penelitian tahap kedua

Penelitian tahap kedua adalah penetapan suhu, pH, cahaya dan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.


(43)

28

1) Penetapan suhu optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen

Suhu air laut berkisar antara 25oC sampai 32oC dengan kisaran kurang dari 2oC (Austin, 1988). Pada penelitian ini digunakan suhu inkubasi yang sesuai dengan suhu air laut yaitu 25oC, 30oC dan 35oC.

(1). Persiapan medium cair

Komposisi medium cair yang digunakan terdiri dari pepton 5 g, ekstrak khamir 2 g, trace element 5 ml, dan NaCl 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1 liter aquades, kemudian dituang ke dalam 3 labu erlenmeyer 500 ml masing-masing sebanyak 250 ml. pH awal medium diatur pada 7. Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

(2). Percobaan suhu bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen. a. Proses produksi pigmen

Proses produksi pigmen dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml yang telah diisi 250 ml medium cair. Bakteri yang telah disegarkan dalam medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian bakteri diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi untuk percobaan diatur pada 25oC, 30oC dan 35o

b. Isolasi pigmen

C. Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam.

Sampel yang menghasilkan pigmen kemudian disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh merupakan pigmen ekstraseluler. Biomassa yang diperoleh diekstrak dengan metanol untuk mendapatkan pigmen (intraseluser) dengan cara mensentrifus pigmen pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.

c. Pengukuran konsentrasi pigmen

Filtrat yang diperoleh merupakan pigmen yang dihasilkan. Selanjutnya dengan menggunakan spektrofotometer, dilakukan scanning untuk mengetahui serapan maksimum bagi pigmen intraseluler maupun pigmen ekstraseluler.


(1)

85

Lampiran 7 Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian

autoclave

clean bench

inkubator

sentrifus


(2)

86

Lampiran 8 Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi

Perubahan warna medium pada perlakuan suhu dan pH

Jam 25oC 30oC 35oC pH 5 pH 7 pH 9

0 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 3 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning keruh Kuning keruh 6 Kuning jernih Oranye Kuning jernih Kuning jernih Oranye Oranye 9 Kuning jernih Oranye Kuning jernih Kuning jernih Oranye Oranye 12 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 15 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 18 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 24 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 30 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 48 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 72 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 96 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 120 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 144 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 168 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye

Perubahan warna medium pada perlakuan cahaya

Jam

4700 Wm

-2

tanpa 4700 Wm

-2

12500 Wm

-2

tanpa 12500 Wm

-2

0

Kuning jernih

Kuning jernih

Kuning jernih

Kuning jernih

3

Kuning keruh

Kuning keruh

Kuning keruh

Kuning keruh

6

Kuning keruh

Kuning keruh

Kuning keruh

Kuning keruh

9

Oranye kekuningan

Oranye kekuningan

Oranye kekuningan

Oranye kekuningan

12

Oranye kekuningan

Oranye kekuningan

Oranye kekuningan

Oranye kekuningan

15

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

18

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

24

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

30

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

48

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

72

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

96

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

120

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye

144

Oranye

Oranye

Oranye

Oranye


(3)

87

Lampiran 8 (Lanjutan)

Perubahan warna medium pada perlakuan salinitas

Jam 0 Permil 10 Permil 20 Permil 30 Permil 40 Permil

0 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 3 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 6 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 9 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 12 Kuning jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Kuning jernih Kuning jernih 15 Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Kuning kehijauan Kuning jernih 18 Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Kuning kehijauan Kuning jernih 24 Hijau muda jernih Hijau toska Hijau muda jernih Kuning kehijauan Kuning jernih 30 Hijau daun jernih Hijau daun Hijau daun Hijau muda jernih Kuning jernih 48 Hijau daun ++ Hijau daun ++ Hijau daun ++ Hijau daun ++ Kuning jernih 72 Hijau kecoklatan muda Hijau kecoklatan muda Hijau kemerahan Hijau kemerahan Kuning jernih 96 Hijau kemerahan Hijau kemerahan Merah maron Merah maron Kuning jernih 120 Hijau kemerahan Merah maron kehijauan Merah maron Merah maron ++ Kuning jernih 144 Merah maron kehijauan Merah maron kehijauan Merah maron ++ Merah maron ++ Kuning jernih 168 Merah maron Merah maron Merah maron +++ Merah maron ++ Kuning jernih

Perubahan warna medium pada perlakuan sumber karbon

Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Asam Sitrat Maltosa

0 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 3 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 6 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 9 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 12 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 15 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 18 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 24 Hijau melon muda Kuning muda Hijau melon muda Kuning muda Kuning 30 Hijau toska > Hijau daun muda Biru toska Hijau melon Kuning 48 Hijau toska >> Hijau daun Biru toska > Hijau melon Hijau daun tua 72 Hijau toska >>> Hijau tua > Biru toska >> Hijau melon Hijau daun tua 96 Hijau toska >>> Hijau tua >> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua 120 Hijau kebiruan > Hijau tua >>> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua 144 Hijau kebiruan > Hijau tua >>> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua 168 Hijau kebiruan >> Hijau tua >>> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua

Perubahan warna pada medium dengan sumber nitrogen yang berbeda

Jam Pepton Ekstrak Khamir NaNO3 (NH4)2SO4

0 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

3 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

6 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

9 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

12 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

15 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

18 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening

24 Hijau melon Hijau lumut Bening Bening

30 Hijau melon >> Hijau lumut >> Bening Bening 48 Hijau melon >>> Hijau lumut >>> Bening Bening

72 Kuning kehijauan Hijau daun Bening Bening

96 Kuning kehijauan Hijau daun >> Bening Bening 120 Hijau melon Hijau daun >>> Bening Bening 148 Hijau melon Hijau daun >>> Bening Bening 168 Hijau melon Hijau daun >>> Bening Bening


(4)

88

Lampiran 9 P

erubahan pH medium selama kultivasi

Jam

Perlakuan Suhu

(pH 7)

Perlakuan pH

(suhu 30

o

Perlakuan Cahaya

C)

Perlakuan Salinitas

(permil)

4700

Wm

12500

Wm

-2 -2

25

o

C

30

o

C

35

o

C

pH 5

pH 7 pH 9

+

-

+

-

0

10

20

30

40

0

7

7

7

5

7

9

9

9

9

9

9

9

9

9

9

3

7

6.5

6.5

5

6.5

8

8.5 8.5 8.5

9

9

9

9

9

9

6

6.5

6.5

6

5.25

6.5

8

8.5

8

8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5

8.5

9

6.5

6.5

7

5.25

6.5

8

8.5 7.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5

8.5

12

7

7.5

7

5.25

7.5

8

8

8

8.5

8

8.5 8.5 8.5 8.5

8.5

15

7

8

7.5

5.25

8

7.5

8

8

8.5

8

8

8

8

8

8

18

7.5

8

7.5

5.25

8

8

8

8

8.5 8.5

8

8

8

8

8

24

7.5

9

8

5.25

9

9

8.5

8

8.5 8.5

8

8

8

8

8

30

8

9

8

5.25

9

9

9

8.5

9

8.5

8

8.5 8.5 8.5

8.5

48

8

10

9

5.25

10

9

9

9

9

8.5

9

9

9

9

9

72

8

10

9

7

10

10

9

9

9

8.5

9

9

9

9

9

96

9

10

9

7

10

10

9

9

9

9

10

9

10

10

9

120

9

10

9.5

8

10

10

9

9.5

9

9

10

10

10

10

10

144

9

10

10

8

10

10.5

9

9.5

9

9

10

10

10

10

10

168

9

10

10

9

10

10.5

9

9.5

9

9

10

10

10

10

10

Jam

Perlakuan Sumber Karbon

Perlakuan Sumber Nitrogen

Kompleks

Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Pepton

Ekst. khamir

NaNO

3

(NH

4

)

2

SO

4

0

9

9

9

9

9

9

9

9

9

3

9

9

9

9

9

9

9

9

9

6

9

9

9

9

9

8.5

8.5

9

9

9

9

9

9

9

9

8.5

8.5

9

9

12

8

8

8

9

9

8

8

9

9

15

8

7.5

8

9

7

8

8

9

9

18

7.5

7

7.5

9

7

8

8

7

9

24

8

7

7.5

9

7

8

8

7

9

30

8.5

7

8.5

9

8

8

8

7

9

48

8.5

7

8.5

8

8

8

8

7

8.5

72

9

7.5

9

8.5

8

8

8

8

8.5

96

9

7.5

9

8.5

8.5

8.5

8

8

8

120

9

7.5

9.5

9

9

8.5

8

7

8

144

9

8

9.5

9

9

8.5

8

7

8


(5)

89

Lampiran 10 Medium pertumbuhan yang mengandung glukosa yang telah

berubah warna menjadi merah

a.

Kondisi medium pertumbuhan sesaat

setelah bakteri laut

Mesophilobacter

sp. diinokulasi

b.

Medium pertumbuhan berubah menjadi

keruh setelah tiga jam inkubasi

c.

Perubahan warna pada medium

setelah 24 jam inkubasi

d.

Perubahan warna pada medium setelah

30 jam inkubasi

e.

Perubahan warna pada medium

setelah 168 jam inkubasi

f.

Perubahan warna pada medium setelah

9 hari inkubasi


(6)