Toleransi Beberapa Genotipe Kedelai Terhadap Cekaman Kekeringan

TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN

PIENYANI ROSAWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Toleransi Beberapa
Genotipe Kedelai terhadap Cekaman Kekeringan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Pebruari 2015
Pienyani Rosawanti
NIM A252120271

RINGKASAN
PIENYANI ROSAWANTI. Toleransi Beberapa Genotipe Kedelai terhadap
Cekaman Kekeringan. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI dan NURUL
KHUMAIDA.
Cekaman kekeringan menyebabkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman sehingga terjadi penurunan pada produksi hasil
tanaman. Kondisi kekeringan menyebabkan perubahan karakter anatomi,
morfologi dan fisiologi genotipe kedelai. Tujuan penelitian ini adalah: (1) uji
cepat untuk memilih genotipe yang toleran terhadap cekaman kekeringan secara
in vitro, (2) uji genotipe kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan secara
ex vitro, (3) mempelajari karakter anatomi, morfologi dan fisiologi genotipe
kedelai terhadap cekaman kekeringan, (4) mempelajari pengaruh genotipe kedelai
pada kondisi kekeringan terhadap pertumbuhan dan komponen hasil, dan (5)
mempelajari kerusakan akar tanaman pada saat kondisi kekeringan.
Penelitian ini terdiri atas 3 percobaan antara lain: Percobaan I, uji cepat
secara in vitro beberapa genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan, dilakukan

di Laboratorium Kultur Jaringan II AGH-IPB; Percobaan II, pertumbuhan dan
perkembangan genotipe kedelai pada cekaman kekeringan, dilakukan di Rumah
Kaca Cikabayan IPB dan Laboratorium Mikroteknik IPB serta Percobaan III,
perubahan anatomi dan kerusakan akar tiga genotipe kedelai pada cekaman
kekeringan, dilakukan di Laboratorium Mikroteknik IPB.
Bahan tanam yang digunakan pada percobaan I dan II adalah 10 genotipe
kedelai yaitu Ratai, Seulawah, Slamet, Tanggamus, Wilis, GC 22-10, PG 57-1, SC
21-5, SC 39-1 dan SP 30-4, sedangkan pada percobaan III hanya 3 genotipe yaitu
Wilis, PG 57-1 dan SC 39-1. Pada percobaan I perlakuan cekaman kekeringan
dilakukan pada fase kecambah (umur 7 hari setelah tanam) selama 3 hari
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Pada
percobaan II perlakuan cekaman kekeringan dilakukan pada fase vegetatif (21 hari
setelah tanam) menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
dengan 3 ulangan. Percobaan III terdiri dari 2 pendekatan, yaitu mempelajari
anatomi akar; dan pewarnaan kerusakan akar menggunakan bahan reaksi Schiff”s.
Percobaan dirancang dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian pada percobaan I menunjukkan bahwa bahwa cekaman
kekeringan dengan simulasi PEG menyebabkan perubahan karakter morfologi dan
fisiologi tanaman kedelai. Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi

berdasarkan sidik lintas adalah rasio panjang akar-tajuk dan rasio klorofil a/b.
Indeks sensitivitas pada kondisi cekaman kekeringan (PEG 10%) berdasarkan
rasio bobot kering akar-tajuk mengelompokkan genotipe GC 22-10 dan SC 39-1
kedalam kategori genotipe agak toleran.
Hasil penelitian pada percobaan II menunjukkan bahwa bahwa cekaman
kekeringan dengan simulasi PEG menyebabkan perubahan karakter anatomi,
morfologi dan fisiologi tanaman kedelai. Terjadi perubahan yang signifikan pada
rasio panjang akar-tajuk, bobot kering daun, bobot kering akar, jumlah akar,
lateral, jumlah daun trifoliat, jumlah stomata, kerapatan stomata, jumlah trikoma,
jumlah biji, bobot biji per tanaman dan indeks panen. Penurunan indeks panen

terkecil pada Wilis (26.8%) dan terbesar pada SC 39-1 (68.7%). Indeks
sensitivitas pada kondisi cekaman kekeringan (PEG 20%) berdasarkan indeks
panen mengelompokkan Wilis toleran; Ratai, Seulawah, Slamet, Tanggamus, GC
22-10, PG 57-1, SP 30-4 agak toleran; sedangkan SC 39-1 tergolong peka.
Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi berdasarkan sidik lintas
adalah bobot kering daun, rasio panjang akar-tajuk, jumlah daun trifoliat, tebal
daun, klorofil a, klorofil b, klorofil total, rasio klorofil a/b, prolin, jumlah polong
hampa dan bobot biji.
Pada perobaan III, perlakuan cekaman kekeringan dengan simulasi PEG

menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan fisiologi pada akar tanaman.
Genotipe dan PEG berpengaruh terhadap ukuran korteks, stele dan xylem. PG 571 mengalami penurunan tebal korteks, diameter stele dan diameter xilem
sebaliknya pada SC 39-1 terjadi peningkatan. Cekaman kekeringan (PEG 20%)
juga dapat menimbulkan kerusakan pada membran akar yang ditunjukkan dengan
terjadinya peroksida lipid.
Berdasarkan hasil penelitian, uji cepat secara in vitro dapat digunakan
sebagai metode untuk mengetahui toleransi beberapa genotipe kedelai terhadap
cekaman kekeringan berdasarkan karakter panjang akar, rasio panjang akar-tajuk
dan kandungan klorofil b (uji-t α 1%).
Kata kunci:

anatomi, fisiologi, akar, PEG (polyethylene glycol), indeks
sensitivitas

SUMMARY
PIENYANI ROSAWANTI. Tolerance of Some Soybean Genotypes towards Drought
Stress. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI and NURUL KHUMAIDA.
Drought stress leads to a negative effect on plant growth and development,
consequently, it gives bad effect on the production of crops – the decrease of
production. Drought condition caused the changes in anatomical, morphological

and physiological characters of soybean genotype. The purpose of this research
were: (1) to do a rapid test for selecting genotypes that were tolerant to drought
stress in vitro, (2) to test soybean genotypes that were tolerant to drought stress ex
vitro, (3) to study the morphological and physiological characters of soybean
genotypes to drought stress, (4) to study the effect of soybean genotypes to
drought conditions on growth and yield components, and (5) to study the damage
plant roots during drought conditions.
This research consists of three experiments: Experiment I, rapid test in vitro
of several soybean genotypes to drought stress, was conducted in the Tissue
Culture Laboratory II AGH-IPB; Experiment II, the growth and development of
soybean genotypes to drought stress was conducted in the Cikabayan greenhouse
IPB, and Experiment III, anatomical changes and root damage of three soybean
genotypes to drought stress, was conducted in the Microtechnique Laboratory
AGH-IPB.
Plant material used in experiment I and II were ten genotypes of soybean i.e.
Ratai, Seulawah, Slamet, Tanggamus, Wilis, GC 22-10, PG 57-1, SC 21-5, SC 391 dan SP 30-4, whereas in experiment III was three genotypes i.e. Wilis, PG 57-1
and SC 39-1. Treatment in the first experiment was conducted at a germination
phase (7 DAP) by PEG for 3 days, using a completely randomized design (CRD)
with 3 replications. Treatment in the second experiment was conducted at a
vegetative phase (21 DAP) using complete randomized block design (RAKL)

with 3 replications. Treatment in the third experiment was conducted at a
germination phase (7 DAP) by PEG for 3 days. The third experiment consisted of
two approaches, i.e. studying the anatomical; and root damage by using the
reagent Schiff 's. This experiment using complete randomized block design
(RAKL) with 3 replications.
The results of first experiment showed that drought stress with PEG
simulation caused the changes in morphological and physiological characters of
soybean. The characters which could be use to be as selection criteria base on
path analysis were root-shoot lenght ratio and chlorophyll b content. Based on
index of drought sensitivity (PEG 10%) on root-shoot dry weight ratio indicated
that GC 22-10 and SC 39-1 were as medium tolerant. The result of the second
experiment showed that drought stress with PEG simulation caused the changes in
anatomical, morphological, physiological characters and yield component of
soybean. There were different significantly on root-shoot length ratio, leaf dry
weight, root dry weight, lateral roots number, trifoliat leaf number, stomata
number, stomata density, trichome number, chlorophyll content, seeds number,
seed weight and harvest index. The decreasing of index harvest in SC 39-1 is
higher (0.69%) on the other hand, in Wilis is lower (0.27%). The characters which
could use to be as selection criteria base on path analysis were leaf dry weight,


ratio of lenght root-shoot, trifoliat leaf number, leaf thickness, chlorophyll a,
chlorophyll b, ratio chlorophyll a/b, prolin, empty pod number and seeds number.
Based on index of drought sensitivity (PEG 20%) on harvest index indicated that
Wilis was as tolerant; Ratai, Seulawah, Slamet, Tanggamus, GC 22-10, PG 57-1,
SC 21-5 and SP 30-4 were as medium; while SC 39-1 was as sensitive.
The results of the third experiment showed that drought stress with PEG
simulation caused the changes in anatomical and physiological characters of
soybean plant roots. Genotype and PEG affected the size of the cortex, stele and
xylem. PG 57-1 genotype showed the decrease of cortical thickness, diameter of
stele and the diameter of xylem, on the other hand, in SC 39-1, there was an
increase. Drought stress (PEG 20%) could also cause damage to the root
membrane indicated by the occurrence of lipid peroxides.
Based on this research, a rapid test in vitro can be used as a method to
determine the tolerance of some soybean genotypes to drought stress based on the
character of root length, root-crown length ratio and chlorophyll b content (t-test α
1%).
Key words: anatomy, physiology, root, PEG (polyethylene glycol), sensitivity
index

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TOLERANSI BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN

PIENYANI ROSAWANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Toleransi Beberapa Genotipe Kedelai terhadap Cekaman
Kekeringan
: Pienyani Rosawanti
: A 252120271

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Ketua

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 10 Desember 2014

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksankan sejak bulan Desember 2012 sampai
Desember 2013 ini ialah cekaman kekeringan, dengan judul Toleransi Beberapa
Genotipe Kedelai terhadap Cekaman Kekeringan.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1 Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Ir Nurul Khumaida, MSi selaku
komisi pembimbing atas segala bimbingan, saran dan kritikan selama
penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.
2 Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis
dan Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku penguji dari Program Studi
Agronomi dan Hortikultura atas saran-sarannya untuk perbaikan tesis.
3 DIKTI atas beasiswa dan bantuan penelitian yang diberikan kepada penulis
untuk menempuh S2 di IPB.
4 Seluruh staf pengajar pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, yang
telah mendidik dan membekali penulis tentang ilmu agronomi dan hortikultura.
5 Orangtua (Bapak Drs Daryono dan Ibu Retno Mulatnuwati), kakak dan adikadikku atas doa, kasih sayang, semangat dan dukungan yang terus diberikan.
6 Laboratorium beserta seluruh staf (Laboratorium Kultur Jaringan dan
Mikroteknik-Fakultas Pertanian IPB) atas segala materi dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis.
7 Laboratorium Pemuliaan Tanaman/Tim Pemulia Tanaman yang telah
menyediakan sebagian bahan tanaman pada penelitian ini.
8 Seluruh rekan S2 dan S3 mayor AGH, PBT dan ITB atas kebersamaan selama
penulis menempuh pendidikan dan penelitian di Sekolah Pascasarjana IPB.
9 Serta teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian
studi dan tesis ini.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat menjadi ilmu dan amalan baik bagi
penulis dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Pebruari 2015
Pienyani Rosawanti

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
3

2

TINJAUAN PUSTAKA

6

3

UJI CEPAT (EARLY SCREENING) BEBERAPA GENOTIPE
KEDELAI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN SECARA
IN VITRO
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan

10
10
11
11
13

4 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GENOTIPE KEDELAI
PADA CEKAMAN KEKERINGAN
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
5

PERUBAHAN ANATOMI DAN KERUSAKAN AKAR TIGA
GENOTIPE KEDELAI PADA CEKAMAN KEKERINGAN
Abstrak
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan

26
26
27
27
29
52
52
52
53
54

PEMBAHASAN UMUM

60

SIMPULAN UMUM

62

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN

71

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17
18
19
20
21
22

Rekapitulasi sidik ragam karakter 10 genotipe terhadap perlakuan PEG
pada akhir percobaan di laboratorium
Respon panjang kecambah, panjang akar primer dan jumlah rambut
akar kedelai pada perlakuan genotipe dan konsentrasi PEG
Respon rasio panjang akar-kecambah dan bobot kering kecambah 10
genotipe kedelai pada perlakuan genotipe dan konsentrasi PEG
Respon bobot kering akar dan rasio bobot kering akar-kecambah 10
genotipe kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah rasio bobot
kering akar-kecambah
Respon klorofil a, b, total dan rasio klorofil a/b daun kedelai pada
perlakuan genotipe dan konsentrasi PEG
Korelasi antar peubah pada percobaan in vitro
Pengaruh langsung dan tidak langsung antara peubah terhadap
kandungan klorofil total pada kondisi cekaman kekeringan
Pemilihan karakter untuk kriteria seleksi kecambah kedelai toleran
kekeringan
Indeks sensitivitas kekeringan (S) 10 genotipe kedelai dengan
perlakuan cekaman kekeringan PEG 6000 (10%)
Indeks sensitivitas kekeringan (S) 10 genotipe kedelai dengan
perlakuan cekaman kekeringan PEG 6000 (20%)
Rekapitulasi sidik ragam karakter 10 genotipe kedelai terhadap
perlakuan PEG di rumah kaca
Respon tinggi tajuk 10 genotipe kedelai
Pengaruh konsentrasi PEG 6000 terhadap peubah tinggi tajuk, panjang
akar primer dan jumlah akar lateral
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah jumlah akar
lateral kedelai
Pengaruh konsentrasi PEG 6000 terhadap peubah rasio panjang akartajuk, bobot kering daun, bobot kering akar dan rasio bobot kering
akar-daun kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap rasio panjang akartajuk kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah bobot kering
daun kedelai (g)
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah bobot kering
akar kedelai (g)
Respon rasio bobot kering akar-daun 10 genotipe kedelai
Respon klorofil a, klorofil b, klorofil total (μmol g-1) dan rasio klorofil
a/b daun kedelai
Kandungan prolin (μmol prolin g-1) pada 10 genotipe kedelai

13
14
16
16
17
18
20
21
22
23

24
30
31
31
32

33
33
34
34
35
36
38

DAFTAR TABEL (lanjutan)
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Pengaruh konsentrasi PEG 6000 terhadap peubah jumlah daun
trifoliat, luas daun, tebal daun dan jumlah trikoma kedelai
Pengaruh genotipe terhadap luas daun spesifik kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah tebal daun
(cm) kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah jumlah
trikoma (n/mm²) kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah jumlah
stomata dan kerapatan stomata daun kedelai
Pengaruh konsentrasi PEG 6000 terhadap peubah jumlah polong isi,
jumlah polong hampa, jumlah biji, bobot biji dan indeks panen kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah jumlah biji
per tanaman
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah bobot biji per
tanaman (g)
Interaksi genotipe dan PEG terhadap peubah indeks panen
Korelasi antara peubah pada percobaan di rumah kaca
Pengaruh langsung dan tidak langsung antara peubah terhadap indeks
panen pada kondisi cekaman kekeringan
Pemilihan karakter untuk seleksi tanaman kedelai toleran kekeringan
Indeks sensitivitas kekeringan (IS) 10 genotipe kedelai dengan
perlakuan cekaman kekeringan PEG 6000 (20%) pada indeks panen
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah tebal korteks
akar kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap terhadap peubah
diameter pendek dan panjang stele akar kedelai
Interaksi genotipe dan konsentrasi PEG terhadap peubah diameter
pendek dan panjang xylem akar keelai

39
40
41
41

42
43
44
44
45
48
49
50
51
54

56
56

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka berpikir penelitian toleransi beberapa genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan
Diagram alir kegiatan penelitian toleransi beberapa genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan
Rasio klorofil a/b genotipe kedelai pada perlakuan PEG 0% dan 20%
Kandungan prolin daun genotipe kedelai pada perlakuan PEG 0% dan
20%
Keragaan anatomi akar kedelai
Penampilan akar genotipe kedelai dengan perlakuan PEG 0% dan 20%
Penampang melintang akar genotipe kedelai dengan perlakuan PEG
0% dan 20%

4
5
39
40
55
57
58

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Analisis klorofil
Analisis prolin
Rumus indeks luas daun
Pengukuran tebal daun
Menghitung jumlah bulu daun
Menghitung jumlah dan kerapatan stomata
Deskripsi kedelai varietas Tanggamus dan Wilis
Deskripsi kedelai varietas Ratai dan Seulawah
Deskripsi kedelai varietas Slamet
Deskripsi kedelai genotipe GC 22-10, PG 57-1, SC 21-5, SC 39-1 dan
SP-30-4
Potensi hasil genotipe kedelai dengan perlakuan cekaman kekeringan
simulasi PEG 20% di tahap fase vegetatif
Dokumentasi percobaan in vitro
Keragaan 10 genotipe kedelai (31 hst)
Keragaan akar 10 genotipe kedelai (31 hst)

71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84

20

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas
tanaman pangan yang penting dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia.
Kedelai dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan baku industri, pakan ternak
dan sebagai food therapy (Pitojo 2003). Kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun
terus meningkat. Permintaan kedelai meningkat pesat seiring dengan laju
pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran pentingnya nilai gizi bagi
kesehatan. Tahun 2012-2014, rata-rata kebutuhan kedelai nasional sebesar 2.59
juta ton per tahun sedangkan rata-rata produksi dan produktivitas nasional per
tahun, berturut-turut hanya sebesar 800.00 ton/ha dan 1.5 ton/ha (Bappenas 2014).
Hal ini berarti terdapat kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan. Kondisi
tersebut mendorong pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai dalam
negeri melalui strategi peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam
terutama melalui pemanfaatan lahan–lahan marginal antara lain pada lahan kering.
Sejak masa pertumbuhan sampai pengisian polong, tanaman kedelai sangat
memerlukan air. Waktu kritis terhadap kebutuhan air adalah pada masa awal
pertumbuhan, pembungaan dan masa pengisian polong (Adisarwanto 2005).
Ketersediaan air yang rendah menyebabkan terjadinya cekaman kekeringan dan
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai.
Penggunaan irigasi pada budidaya tanaman kedelai kurang ekonomis, maka
diperlukan arah pengembangan genotipe kedelai yang toleran terhadap cekaman
kekeringan. Usaha untuk mengurangi resiko penurunan hasil akibat cekaman
kekeringan dapat dilakukan dengan menggunakan genotipe yang toleran terhadap
kekeringan. Salah satu metode pemuliaan tanaman untuk mendapatkan suatu
genotipe yang diharapkan adalah dengan melakukan seleksi. Seleksi dengan
perlakuan cekaman kekeringan pada beberapa genotipe dilakukan untuk
mendapatkan genotipe yang toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi.
Program pemuliaan tersebut dapat didukung dengan adanya informasi
mengenai karakter morfologi dan fisiologi yang berkaitan erat dengan mekanisme
toleransi terhadap kekeringan sehingga proses seleksi dapat berjalan lebih efisien
dan efektif. Informasi tersebut dapat menjadi pengetahuan yang sangat bermanfaat
untuk pengembangan dan peningkatan hasil kedelai di lahan-lahan kering non
irigasi di Indonesia. Usaha perakitan genotipe kedelai yang toleran terhadap
cekaman kekeringan sedang giat dilakukan. Untuk keperluan tersebut perlu
dilakukan uji cepat genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan baik melalui
percobaan in vitro maupun di rumah kaca. Screening awal dengan menggunakan
metode cepat dapat dimanfaatkan untuk deteksi dini toleransi cekaman kekeringan
dan mendapatkan karakter seleksi untuk program pemuliaan tanaman.
Uji cepat berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologi, yang berkaitan
dengan toleransi terhadap cekaman kekeringan akan memberikan harapan bagi
perbaikan genetik tanaman kedelai di Indonesia. metode uji cepat. Informasi
tentang pengaruh perlakuan cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif
terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai dapat berguna untuk menapis genotipe
kedelai terhadap cekaman kekeringan. Pemilihan genotipe yang toleran terhadap
cekaman kekeringan harus merupakan genotipe yang mempunyai daya hasil yang

2

tinggi. Pemilihan metode/uji cepat yang efektif merupakan tahap yang penting
dalam program pemuliaan untuk perbaikan tanaman. Metode yang sederhana
tetapi efektif akan mempercepat perolehan hasil. Teknik penapisan dini perlu
dikembangkan untuk menentukan genotipe kedelai yang toleran kekeringan.
Metode yang baik diharapkan murah, cepat pelaksanaannya dan handal untuk
menapis genotipe sekaligus dalam jumlah banyak dan dapat memisahkan genotipe
toleran dan peka. Pengembangkan metode penapisan yang lebih efisien sangat
diperlukan sehingga dapat dimanfaatkan untuk penapisan cekaman kekeringan
pada populasi tanaman yang besar dalam ruang terbatas.
Respon yang terjadi dapat di uji dengan menggunakan indeks kekeringan
untuk memisahkan antara genotipe yang peka dan toleran. Indeks kekeringan
dengan berbagai kategori berdasarkan kehilangan hasil dalam kondisi kekeringan
dibandingkan dengan kondisi normal telah digunakan untuk skrining genotipe
toleran kekeringan pada gandum (Akcura et al. 2011) dan jagung (Moradi et al.
2012). Tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman dapat diduga berdasarkan
besarnya penurunan relatif berbagai peubah pertumbuhan dan hasil yang dipanen
dari tanaman dalam kondisi tanpa cekaman dan dalam kondisi tercekam.
Pendekatan ini telah digunakan oleh peneliti lain untuk mengidentifikasi tanaman
yang toleran cekaman kekeringan, seperti pada kedelai (Sunaryo 2002) dan
kacang tanah (Riduan et al. 2005).
Metode uji cepat untuk tanaman toleran cekaman abiotik dapat dilakukan
pada fase kecambah dan vegetatif (awal pertumbuhan vegetatif). Metode seleksi
untuk cekaman kekeringan dengan menggunakan simulasi PEG yang telah
dikembangkan adalah perlakuan kekeringan di lapangan (Farid 2003;
Adisyahputra et al. 2005). Metode tersebut mempunyai kelemahan, antara lain:
sulitnya menjaga keseragaman tekanan seleksi yang diberikan dan lamanya waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan seleksi.
Oleh karena itu pengembangan metode uji cepat terus dikembangkan
dengan melakukan uji beberapa genotipe tanaman pada berbagai konsentrasi PEG
dan berbagai tahap pertumbuhan yang berbeda.

Tujuan Penelitian
1 Uji cepat untuk memilih genotipe yang toleran terhadap cekaman kekeringan
secara in vitro.
2 Uji genotipe kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan secara ex vitro.
3 Mempelajari karakter anatomi, morfologi dan fisiologi dan genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan.
4 Mempelajari pengaruh genotipe kedelai pada kondisi kekeringan terhadap
pertumbuhan dan komponen hasil.
5 Mempelajari kerusakan akar tanaman pada saat kondisi kekeringan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan. Diharapkan dengan adanya

3

percobaan ini dapat mengembangkan metode cepat secara in vitro untuk menguji
genotipe kedelai toleran kekeringan pada awal fase vegetatif.
Hipotesis
1 Uji cepat secara in vitro dapat digunakan sebagai metode untuk mengetahui
toleransi genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan.
2 Uji secara in vitro memiliki kesesuaian yang tinggi dengan seleksi cepat secara
ex vitro.
3 Terdapat karakter anatomi, morfologi dan fisiologi yang berbeda pada kedelai
terhadap cekaman kekeringan.
4 Terdapat perbedaan keragaan/respon kedelai pada kondisi kekeringan terhadap
pertumbuhan dan komponen hasil.
5 Terdapat kerusakan pada membran akar pada saat kondisi kekeringan.
Ruang Lingkup Penelitian

Salah satu program perbaikan varietas kedelai khususnya untuk lahan
kering adalah pengembangan varietas yang toleran terhadap kekeringan. Untuk
mendukung program tersebut diperlukan adanya informasi berbagai respon
tanaman berkaitan erat dengan mekanisme toleransi terhadap kekeringan. Selain
itu perlu dilakukan uji cepat genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada
berbagai percobaan, baik melalui percobaan in vitro maupun di rumah kaca.
Adanya screening awal dengan menggunakan metode cepat dapat dimanfaatkan
untuk deteksi dini toleransi cekaman kekeringan. Informasi tentang pengaruh
perlakuan cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif terhadap pertumbuhan
dan hasil kedelai dapat berguna untuk menapis sifat toleransi genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan. Pemilihan genotipe yang toleran terhadap cekaman
kekeringan harus merupakan genotipe yang mempunyai daya hasil yang tinggi.
Kerangka berpikir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan yaitu (1) uji cepat secara in vitro
beberapa genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan, (2) pertumbuhan dan
perkembangan genotipe kedelai pada cekaman kekeringan dan (3) perubahan
anatomi dan kerusakan akar tiga genotipe kedelai pada cekaman kekeringan.
Percobaan pertama dilakukan untuk memilih beberapa genotipe yang toleran
terhadap cekaman kekeringan secara in vitro dengan metode screening awal dan
mempelajari karakter morfologi dan fisiologi beberapa genotipe kedelai terhadap
cekaman kekeringan. Percobaan kedua dilakukan untuk mempelajari karakter
anatomi, morfologi dan fisiologi beberapa genotipe kedelai terhadap cekaman
kekeringan pada fase vegetatif. Mempelajari pengaruh beberapa genotipe kedelai
pada kondisi kekeringan terhadap pertumbuhan dan komponen hasil. Percobaan
ketiga dilakukan untuk mengetahui respon anatomi dan fisiologi akar kedelai
pada saat terjadi cekaman kekeringan. Garis besar kegiatan penelitian disajikan
pada Gambar 2.

4

Produksi kedelai
nasional belum
mencukupi kebutuhan
dalam negri

Impor kedelai
meningkat

Tiap tahun pertumbuhan
penduduk dan
komsumsi kedelai
meningkat

Program swasembada
kedelai

Ekstensifikasi:
Perluasan areall
tanam

Informasi berbagai
respon tanaman
terhadap cekaman
kekeringan

Pemanfaatan
lahan marginal:
Lahan kering
Tanah masam
Lahan pasang
surut

Respon anatomi,
morfologi dan
fisiologi tanaman

Intensifikasi:
Perbaikan
varietas

Genotipe toleran
cekaman kekeringan

Karakter genotipe
toleran terhadap
cekaman kekeringan

Lahan kering
Uji cepat/deteksi dini
toleransi terhadap
cekaman kekeringan

Gambar 1

Kerangka berpikir penelitian toleransi beberapa genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan

5

Pengembangan metode penapisan cepat
kedelai toleran kekeringan

Benih dikecambahkan
secara in vitro (10
genotipe kedelai)

10 genotipe kedelai
ditanam dalam polibag
(di rumah kaca)

Benih 3 genotipe yang
diduga toleran & peka
dikecambahkan

Perlakuan kekeringan
(PEG 0%, 10%, 20%)
pada umur 10 HST
selama 3 hari

Perlakuan kekeringan
(PEG 0% dan 20%)
selama pertumbuhan
vegetatif (21 – 31 HST)

Perlakuan kekeringan
(PEG 0% dan 20%)
pada umur 7 HST
selama 3 hari

Pengamatan terhadap
anatomi, morfologi &
fisiologi

Pengamatan terhadap
anatomi, morfologi &
fisiologi

Pengamatan perubahan
& kerusakan anatomi
akar

Karakter untuk
penapisan cepat
kedelai toleran

Recovering dengan
penyiraman air

Informasi perubahan
& kerusakan anatomi
akar

Tanaman tumbuh tanpa
perlakuan kekeringan
sampai panen

Pengamatan terhadap
komponen hasil

Karakter genotipe
toleran

Karakter seleksi

Genotipe toleran
kekeringan (putatif)

Metode
penapisan cepat

Gambar 2 Diagram alir kegiatan penelitian toleransi beberapa genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan

6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merill termasuk ke dalam divisi Spermatophyta,
kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Leguminoseae, genus Glycine, dan
spesies Glycine max (L.) Merill. Batang kedelai memiliki tinggi 30-100 cm,
memiliki 3-6 cabang. Tipe pertumbuhan batang dibedakan menjadi determinate,
indeterminate dan semideterminate. Tipe determinate memiliki karakteristik
tinggi tanaman pendek dampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan
batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah dan
berbunga serempak. Tipe indeterminate memiliki karakteristik tinggi tanaman
sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah, agak melilit
dan beruas panjang, daun teratas lebih kecil dari daun batang tengah dan
pembungaan terjadi secara bertahap dari bagian pangkal ke bagian atas. Tipe
semideterminate memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.
Pada buku (node) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk
sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk satu
daun bertiga. Daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga memiliki
tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis dan berwarna
hijau. Permukaan daun berbulu halus (trikoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga
akan muncul pada ketik daun. Setelah tua daun menguning dan gugur, dimulai
dari daun yang menempel di bagian bawah batang. Buah kedelai berbentuk
polong, tiap tanaman mampu menghasilkan 100-250 polong. Polong kedelai
berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Dalam polong terdapat 1-4
biji yang berbentuk bulat, lonjong, bundar, bulat agak pipih berwarna kuning,
hitam, hijau dan coklat. Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang tumbuh ke
arah bawah yang membentuk cabang-cabang akar yang berkembang menyamping
(horizontal) tidak jauh dari permukaaan akar. Jika kelembaban turun, akar akan
berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap air dan unsur hara.
Pada pertumbuhan dan perkembangannya tanaman kedelai memerlukan
tanah yang memiliki aerasi, drainase dan kemampuan menahan air yang cukup
baik. Kelembaban tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sejak
perkecambahan benih hingga tanaman tua.
Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan karena kurangnya suplai air
di daerah perakaran atau permintaan air yang berlebihan oleh daun karena laju
evapotanspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun air tanah
dalam keadaan cukup (Levitt 1980). Ketersediaan air yang cukup sangat
diperlukan untuk semua proses metabolisme dalam tanaman. Pertumbuhan dan
perkembangan sel-sel tanaman sangat ditentukan oleh ketersediaan air (Fitter dan
Hay 1981; Gardner et al. 1991; Taiz dan Zeiger 2002). Dikemukakan oleh
Kozlowski 1968, bahwa ketersediaan air dalam tanah merupakan faktor yang
sangat penting dalam proses-proses fisiologi pada tumbuhan seperti
perkecambahan benih, penyerapan dan translokasi unsur hara dan asimilat,

7

transpirasi serta fotosintesis. Rendahnya kandungan air tanah dapat membatasi
penyerapan unsur hara oleh akar tanaman (Marschner 1995).
Cekaman kekeringan pada tanaman dapat menyebabkan turunnya potensial
air dan rendahnya tekanan turgor. Pertumbuhan sel, fotosintesis dan produktivitas
tanaman sangat dipengaruhi oleh potensial air (Taiz dan Zeiger 2002). Tekanan
turgor yang tinggi dibutuhkan untuk pemanjangan sel, sehingga adanya cekaman
air akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. Laju
pertumbuhan sel-sel tanaman dan efisiensi proses fisiologisnya mencapai tingkat
tertinggi bila sel-sel berada pada turgor maksimum ( Fitter dan Hay 1981).
Fitter dan Hay (1981); Gardner et al. 1991 mengemukakan bahwa daun
yang hidup biasanya mempunyai potensial air yang lebih besar dari -15 bar. Bila
potensial air daun turun sampai -15 bar dan tetap sebesar itu maka transpirasi akan
berkurang dengan menutupnya stomata, yang biasanya diikuti dengan pelayuan
sementara daun. Batas ambang potensial air pada daun kedelai sekitar -1,02 Mpa
(-10,2 bar) (Lei et al. 2006). Di bawah itu hasil fotosintesis pada daun akan
berkurang. Laranjo et al. (2006) menyatakan bahwa potensial air daun dan
fotosíntesis menurun pada varietas kacang almond yang dalam kondisi tidak di
airi.
Taiz dan Zeiger (2002) mengemukakan bahwa kekurangan air dapat
menyebabkan penurunan kandungan air relatif daun dan bobot kering tanaman.
Peningkatan hasil tanaman salah satunya ditentukan oleh adanya peningkatan luas
daun dan hasil fotosintesis per area luas daun (Gardner et al. 1991; Marschner
1995). Cekaman kekeringan dapat menghambat sintesis karbohidrat karena
terhambatnya proses fotosintesis (Kozlowski 1968).
Cekaman kekeringan merupakan salah satu kondisi lingkungan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kekeringan dapat
menyebabkan perubahan anatomi, morfologi, fisiologis, biokimia dan molekuler
pada tanaman. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap cekaman
kekeringan tergantung pada intensitas dan periode cekaman, fase pertumbuhan
dan genotipe tanaman (Kalefetoglu dan Ekmekci 2005). Respon tanaman terhadap
cekaman kekeringan berbeda-beda tergantung pada lama, intensitas cekaman,
spesies tanaman dan tahap pertumbuhan tanaman (Kusvuran 2012).
Tanaman kedelai yang mengalami kekeringan pada fase vegetatif
mengalami penurunan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat besar
(Aboyami 2008), seperti dengan adanya penurunan tinggi tanaman, jumlah nodus,
panjang akar, bobot kering akar dan tajuk (Riduan 2005). Ini merupakan strategi
konservatif untuk mempertahankan penggunaan energi, dimana tanaman akan
mengembangkan respon yang lebih komplek untuk perbaikan toleransi terhadap
periode kekurangan air lebih lanjut (Kron et al. 2008).
Selain itu cekaman kekeringan dapat mengakibatkan berkurangnya
kandungan klorofil daun Pinus (Alonso et al. 2001). Kosturkova et al. (2008)
mengadakan studi perlakuan cekaman kekeringan pada saat proses
perkecambahan kedelai dapat menghambat persentase perkecambahan.
Kekurangan air selama fase vegetatif dapat menurunkan hasil panen, jumlah
polong dan kandungan klorofil kacang polong/garbanzo (chickpea) (Mafakher et
al. 2010) dan penurunan hasil tanaman pada shorgum (Younesi dan Moradi
2009).

8

Pada saat terjadi cekaman kekeringan, tanaman lebih banyak
mengembangkan sistem perakaran (Lynch 2007). Sel-sel akar mengalami
perubahan antara lain dengan meningkatkan atau mengurangi jumlah maupun
ukuran dalam menghadapi cekaman kekeringan.
Cekaman kekeringan juga dapat meningkatkan kandungan peroksida lipid.
Peroksida lipid merupakan peristiwa auto oksidasi dimana lipid membran
mengalami kelebihan oksigen radikal bebas (superoksida). Peroksidasi lipid
merupakan gejala yang paling jelas dari kerusakan pada sel dan jaringan tanaman
(Beltagi et al. 2013). Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir dari
peroksida lipid dan keberadaannya bisa menunjukkan tingkat kerusakan yang
terjadi pada tanaman. Tingkat kerusakan pada sel akar akibat peroksida lipid
berbeda untuk tiap spesies, bahkan tiap varietas dalam satu spesies. Pada varietas
jagung yang peka terhadap cekaman kekeringan mengalami peroksidasi lipid lebih
tinggi daripada varietas yang toleran (Valentovic et al. 2006).
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Sangat penting bagi tanaman dari seluruh spesies untuk menghindarkan diri
dari cekaman kekeringan atau untuk mengembangkan adaptasi secara anatomi,
morfologi dan fisiologi agar dapat mentolerir cekaman kekeringan (Fitter dan
Hay 1981). Tiap varietas tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam
menghadapi cekaman kekeringan yang ditunjukkan oleh perubahan morfologi dan
fisiologi tanaman yang berbeda. Ada dua macam toleransi tanaman dalam
menghadapi cekaman kekeringan yaitu:
1 Dehydration avoidance, yaitu kemampuan tanaman yang tetap menjaga
potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan
kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan sistem perakaran, regulasi stomata, pengurangan absorbsi
radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal dan penurunan
permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran
daun tua.
2 Dehydration tolerance, yaitu kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan
turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti
gula, asam amino dan prolin.
Respon fisiologi dan morfologi tanaman kedelai yang tahan terhadap
cekaman kekeringan adalah dengan adanya peningkatan bobot kering akar dan
panjang akar, peningkatan kandungan prolin dan penurunan potensial osmotik
daun (Hamim et al. 1996; Ashri K 2006; Lobato et al. 2008), meningkatnya
konsentrasi asam absisat (ABA) (Levit 1980; Gardner et al. 1991; Taiz dan Zeiger
2002), rasio akar tajuk yang tinggi pada tanaman kedelai (Koesno 2000;
Benyamin dan Nielsen 2006) serta peningkatan berat kering akar pada kacang
tanah (Puangbut et al. 2009; Songsri et al. 2009). Selain itu juga terjadi
peningkatan jumlah rambut akar yang akan meningkatkan kemampuan tanaman
untuk menyerap air (Vasellati et al. 2001).

9

PEG untuk Simulasi Lingkungan Cekaman Kekeringan
Simulasi lingkungan yang mengalami cekaman kekeringan dapat dilakukan
dengan perlakuan pemberian PEG (poly-ethylene glycol). Simulasi cekaman
kekeringan banyak dilakukan dengan menggunakan larutan osmotikum yang
dapat mengontrol potensial air dalam media tanam. PEG merupakan bahan yang
terbaik untuk mengontrol potensial air karena diserap tanaman sehingga tidak
menyebabkan keracunan pada tanaman (Verslues et al. 2006). PEG adalah
senyawa insert non ionik dan polimer dari etylene oxyde dengan rumus HCOH2
(CH2OCH2)nCH2OH;n adalah banyaknya grup oksi etilen. Senyawa ini tidak
mudah dipecah oleh senyawa hidup sehingga tidak bersifat toksid. PEG memiliki
berat molekul 3.000-20.000 yang dapat larut sempurna dalam air (Mexal et al.
1975).
Penggunaan PEG yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk meniru
besarnya potensial air (Michel dan Kaufmann 1973), dengan adanya kekuatan
matriks sub unit etilen oksida pada polimernya, dimana molekul H2O akan tertarik
ke atom oksigen pada sub unit etilen oksida melalui ikatan hidrogen (Steuter
1981). Total massa atau sub unit (-CH2-O-CH2-) dalam rantai polimer PEG
merupakan faktor penting yang mengontrol besarnya penurunan potensial air.
Penggunaan PEG 6000 dipilih karena mempunyai daya kerja yang lebih baik pada
tanaman dibanding PEG dengan berat molekul yang lebih rendah (Kaufmann dan
Eckard 1971; Michel 1971). PEG 6000 mempunyai berat molekul yang cukup
besar sehingga tidak dapat masuk ke dalam dinding sel tanaman (Chazen dan
Neumann 1994). Semakin pekat konsentrasi PEG, semakin banyak zat terlarut
yang menahan masuknya air ke dalam jaringan tanaman, akibatnya akar tanaman
semakin sulit untuk menyerap air. Keunggulan sifat PEG tersebut memungkinkan
PEG dapat digunakan sebagai alternatif dalam seleksi kedelai pada kondisi
cekaman kekeringan pada fase perkecambahan dan fase vegetatif.
Pada penelitian lain, aplikasi PEG menyebabkan terjadinya penyusutan
tinggi tanaman, berkurangnya jumlah daun, peningkatan intensitas kerusakan
daun, peningkatan panjang akar dan rasio bobot kering akar-tajuk (Sunaryo
2002), menghambat pertumbuhan sel kalus kedelai (Husni et al. 2006) dan
perkecambahan serta pertumbuhan tanaman kedelai (Widoretno et al. 2002). Pada
tanaman lain, aplikasi PEG dapat menghambat pemanjangan daun pada jagung
(Chazen dan Neumann 1994), menghambat perkembangan fase vegetatif pada
kacang tanah (Susilawati 2003), menurunnya kadar air relatif daun serta
meningkatnya akumulasi prolin (Kocheva dan Georgiev 2003), millet (Radhouane
2007), kacang karas/kekara (Bhardwaj dan Yadav 2012; Murthy 2012) dan padi
(Afa et al. 2013).

10

3 UJI CEPAT (AN EARLY SCREENING) BEBERAPA
GENOTIPE KEDELAI TERHADAP CEKAMAN
KEKERINGAN SECARA IN VITRO
Abstrak
Pengembangan uji cepat (an early screening) untuk toleransi kekeringan
pada kedelai bertujuan untuk memisahkan genotipe toleran dan peka. Kunci untuk
uji cepat yang efisien adalah kemampuan untuk menyaring sejumlah besar bahan
tanaman dalam waktu yang singkat. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
melakukan uji cepat untuk memilih genotipe kedelai secara in vitro dan
mempelajari karakter morfologi dan fisiologi terhadap cekaman kekeringan pada
fase kecambah. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan II AGHIPB, menggunakan sepuluh genotipe kedelai (Ratai, Seulawah, Slamet,
Tanggamus, Wilis, GC 22-10, PG 57-1, SC 21-5, SC 39-1 dan SP 30-4) dan PEG
(0%, 10% dan 20%). Hasil percobaan menunjukkan bahwa cekaman kekeringan
dengan simulasi PEG menyebabkan perubahan karakter morfologi dan fisiologi
tanaman kedelai. Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi
berdasarkan sidik lintas adalah rasio panjang akar-tajuk dan rasio klorofil a/b.
Indeks sensitivitas pada cekaman kekeringan (PEG 10%) berdasarkan rasio bobot
kering akar-tajuk mengelompokkan genotipe GC 22-10 dan SC 39-1 kedalam
kategori genotipe agak toleran.
Kata kunci: fase kecambah, indeks sensitivitas, PEG, sidik lintas, toleran
A QUICK TEST (AN EARLY SCREENING) OF SOME SOYBEAN
GENOTYPES TOWARD DROUGHT STRESS IN VITRO
Abstract
The development of a quick test (an early screening) for the tolerance of
drought stress in soybean aims to screening the tolerant and sensitive genotypes.
The key of the efficient a quick test is the ability to screen of large amounts for the
plant material in the short time. The purpose of this experiment were to do a quick
test for selecting genotypes that were tolerant to drought stress in vitro and to study the
anatomical and physiological characters of soybean genotypes to drought stress at a
germination phase. This experiment was conducted in the Tissue Culture

Laboratory II AGH-IPB using ten genotypes of soybean (Ratai, Seulawah, Slamet,
Tanggamus, Wilis, GC 22-10, PG 57-1, SC 21-5, SC 39-1, SP 30-4) and PEG
(0%, 10%, 20%). The results showed that drought stress with PEG simulation
caused the changes in morphological and physiological characters of soybean.
The characters which could be use to be as selection criteria base on path
analysis were root-shoot lenght ratio and chlorophyll b content. Based on index of
drought sensitivity (PEG 10%) on root-shoot dry weight ratio indicated that GC
22-10 and SC 39-1 were as medium tolerant.
Key words: sensitivity index, path analysis, PEG, tolerant, germination phase

11

PENDAHULUAN
Pengembangan genotipe kedelai toleran terhadap cekaman kekeringan
sangat diperlukan untuk pengembangan kedelai pada lahan-lahan dengan kondisi
dan lingkungan yang tidak dapat memenuhi ketersediaan air yang cukup. Seleksi
terhadap genotipe kedelai merupakan salah satu langkah yang baik untuk
mengetahui genotipe kedelai yang tahan terhadap cekaman kekeringan. Uji cepat
berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan
terhadap cekaman kekeringan akan memberikan harapan bagi perbaikan genetik
tanaman kedelai di Indonesia. Mekanisme adaptasi tanaman kedelai terhadap
intensitas cekaman kekeringan perlu dipelajari untuk memperoleh karakterkarakter yang berkaitan erat dengan kriteria seleksi tanaman. Untuk mengatasi
masalah biaya dan waktu, maka diperlukan adanya metode uji cepat. Metode uji
ini berguna untuk memperoleh kriteria seleksi tanaman yang dilihat melalui
mekanisme adaptasi tanaman.
Uji cepat toleransi kedelai secara in vitro banyak kelebihan antara lain
waktu yang singkat dan cepat, ruang yang diperlukan kecil, mudah untuk
dikendalikan dan tidak dipengaruhi oleh kondisi luar yang tidak stabil. Beberapa
percobaan in vitro dengan menggunakan PEG pada beberapa genotipe kedelai
telah banyak dilakukan (Sunaryo 2002; Kosmiatin et al. 2005; Kosturkova et al.
2008; Sakthivelu et al. 2008). Percobaan in vitro dengan menggunakan PEG juga
dilakukan pada beberapa tanaman lain yaitu pada beberapa genotipe kacang tanah
(Susilawati 2003) dan kacang moth (Vigna aconitifolia) (Soni et al. 2011.)
Diharapkan dengan adanya percobaan ini dapat mengembangkan metode cepat
secara in vitro untuk seleksi genotipe kedelai toleran kekeringan pada awal fase
vegetative. Tujuan percobaan ini untuk melakukan uji cepat untuk memilih
beberapa genotipe kedelai yang tahan terhadap cekaman kekeringan secara in
vitro serta mempelajari karakter morfologi dan fisiologi beberapa genotipe kedelai
terhadap cekaman kekeringan.
BAHAN DAN METODE
Bahan Tanam
Bahan tanaman yang digunakan adalah 10 genotipe kedelai yang terdiri dari
5 varietas nasional yaitu: Ratai, Seulawah, Slamet, Tanggamus, Wilis dan 5 galur
silangan Ceneng, Godek, Slamet, Pangrangro, yaitu: GC 22-10, PG 57-1, SC 215, SC 39-1 dan SP 30-4.
Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
Percobaan ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (Mattjik dan
Sumertajaya 2006), yang disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama
adalah 10 genotipe kedelai yang terdiri dari 5 varietas nasional (Ratai, Seulawah,
Slamet, Tanggamus, Wilis) dan 5 nomor galur silangan Ceneng, Godek, Slamet,
Pangrangro (GC 22-10, PG 57-1, SC 21-5, SC 39-1 dan SP 30-4). Faktor kedua
adalah konsentrasi PEG 6000 yaitu 0% (tanpa cekaman), 10% dan 20%, yang
masing-masing setara dengan potensial osmotik 0 Mpa, -0,19 Mpa dan -0,67 MPa

12

(Mexal 1975). Perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Jumlah satuan percobaan
adalah 90. Satu satuan percobaan terdiri dari 2 botol masing-masing terdapat 3
benih sehingga jumlah keseluruhan tanaman adalah 540 tanaman. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan II Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB.
Prosedur Percobaan
Pembuatan Larutan PEG 6000
Larutan PEG dibuat dengan melarutkan kristal PEG 6000 dengan larutan 0.5
MS lalu ditambah air sampai volumenya mencapai 1 liter. Banyaknya PEG 6000
yang dilarutkan disesuaikan dengan perlakuan (konsentrasi PEG) yang
dibutuhkan. Misalnya untuk membuat larutan 10% PEG dilakukan dengan cara
melarutkan 100 gram kristal PEG 6000 + larutan 0,5 MS + aquades steril sampai
mencapai volume 1 liter. Kemudian larutan tersebut di autoclave selama 30 menit.
Persiapan Bahan Tanam
Sebelum penanaman benih dilakukan sterilisasi terhadap benih dan semua
peralatan yang akan digunakan di ruang steril untuk mencegah kontaminasi.
Sterilisasi semua peralatan di dalam autoclave selama 1 (satu) jam. Sterilisasi
permukaan benih dilakukan dengan cara merendam benih kedelai dalam larutan
Bayclin 10 ml selama 5 menit, lalu dikocok dengan shaker selama 10 menit
kemudian dicuci dengan air steril (aquades) sebanyak dua kali.
Setelah itu benih dikecambahkan dalam botol dengan media air steril dan
dibiarkan tumbuh sampai mempunyai daun terbuka (± 10 hari setelah tanam).
Benih yang telah berkecambah dipindahkan ke dalam botol yang telah diberi
kertas saring pada dasarnya dan telah berisi media MS dan larutan PEG sesuai
dengan masing-masing konsentrasi. Setelah itu semua botol yang telah
diaplikasikan, dipindahkan ke dalam ruang kultur dan dilakukan pengamatan
untuk mengamati pertumbuhannya selama 3 hari.
Pengamatan (dilakukan pada akhir percobaan) meliputi:
1 Panjang kecambah (hipokotil dan epikotil) (cm), diukur dari pangkal batang
sampai pucuk tanaman.
2 Panjang akar (cm), diukur dari pangkal akar sampai ujung akar dengan cara
meluruskan akar yang bergulung.
3 Jumlah rambut akar, diamati dengan menghitung semua jumlah akar yang
tumbuh pada akar primer.
4 Bobot kering kecambah (hipokotil dan epikotil) (g). Kecambah dimasukkan
ke dalam oven dengan suhu 700C selama 48 jam sampai beratnya konstan,
lalu ditimbang dengan timbangan analitik.
5 Bobot kering akar (g). Akar dicuci sampai bersih dan dimasukkan kedalam
oven dengan suhu 700C selama 48 jam sampai beratnya konstan, lalu
ditimbang dengan timbangan analitik.
6 Rasio bobot kering akar dan kecambah. Dihitung dengan rumus sebagai
berikut: rasio bobot kering akar- kecambah = bobot kering akar/bobot kering
kecambah.
7 Rasio panjang akar dan panjang kecambah. Dihitung dengan rumus sebagai
berikut: rasio panjang akar-kecambah = panjang akar/panjang kecambah.

13

8

Kandungan klorofil a, klorofil b dan klorofil total (umol/g). Analisis klorofil
menggunakan metode Sims dan Gamon (2002) ( Lampiran 1).
Indeks Kepekaan/Sensitivitas Kekeringan (IS)

Indeks sensitivitas merupakan peubah untuk tingkat sensitivitas dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Fischer dan Maurer (1978):
(1 - Yp/Y)
(1 - Xp/X)
Keterangan= IS: indeks sensitivitas kekeringan; Yp: rata-rata suatu kultivar yang
mendapatkan stres kekeringan; Y: rata-rata suatu kultivar yang tidak mendapatkan