Metode dan karakter seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan

(1)

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI

GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN

KEKERINGAN

ROY EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Metode dan Karakter Seleksi Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2008

Roy Efendi


(3)

SELECTION METHODS AND CHARACTERS OF MAIZE GENOTYPES TO DROUGHT TOLERANCE

Abstract

The objective of these experiments were (a) to evaluate selection method by polyethylene glycol (PEG) 6000 to indicate drought tolerance of maize genotypes and determine selection characters as indicator tolerancy at germination and vegetative stages, in these experiments, fifteen maize genotypes were evaluated, ( b) to study respon of maize genotyeps and direct evaluation of their tolerancy based on yield and determine of selection characters as drought tolerance indicator at vegetative until generative stage; this experiments were done (i) in Muneng field station, used split plot design with four replications. The main plot was drought and optimum conditions, while sub plot was fifteen maize genotypes (ii) in green house, used randomized complete block design with two factors. The first factor was six genotypes that represent medium tolerant and sensitive to drought and the second was three condition; drought during athesis to grain filling stages, anthesis to mature stages and optimum condition. The results show that early selection method at germination stage using supplementation of PEG 10% in the germination media throught measurements of root dry weight and proline accumulation in primary root could be used to predict tolerancy of maize genotypes. It have highly similarity with selection in field. Similarity proportion of medium tolerant genotypes was 0.72, while 0.88 for sensitive genotypes. The early selection method at vegetative stage by supplementation of PEG 10% in planting media and measurement of root dry weight, shoot dry weight, proline accumulation in leaf, and leaf rolling score could be used to predicting drought tolerancy of maize genotypes. This result were consistently with selection in the field. Similarity proportion for sensitive genotypes was 1.00, while medium tolerant was 0.72. The results experiment in the field and green house show that medium tolerant genotypes have availability to keep high dry weight of root, root length, high biomass of shoot, more proline accumulation in primary root, low leaf rolling score, low leaf damage, decrease anthesis silking interval and high level of use water efficiency than sensitive genotypes. The medium tolerant have low stomata density, while root weight and root length greater than sensitive genotypes. Based on yield decreasing during drought stress, the genotypes such as Anoman, DTPY-F46-3-9-NB, G18 Seq C2-Nb, MR 14, 12, 17 and PT-BC9 were medium tolerant with yield decreasing about 54.05 - 60.26%. On the other hand B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-FB, G 193, G 180, MR 4 and Nei 9008 were sensitive to drought with yield reduction about 68.00 – 88.86%. Drought period during anthesis to mature also cause the sensitive genotypes can not produce.

Key words: early selection, polyethylene glycol, proline, root, shoot, yield decrease


(4)

RINGKASAN

ROY EFENDI. Metode dan Karakter Seleksi Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan. Dibimbing oleh SUDARSONO, SATRIYAS ILYAS dan EKO SULISTYONO.

Dalam melakukan seleksi untuk mengetahui toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan selalu dihadapkan dengan banyaknya galur yang diuji di lapang, sehingga perlu dicari suatu metode seleksi dini yang dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung. Seleksi dini yang dilakukan pada fase perkecambahan dan vegetatif bertujuan mengurangi jumlah genotipe yang akan diuji di lapang dan mempercepat siklus seleksi dalam program perbaikan atau perakitan varietas jagung toleran cekaman kekeringan.

Percobaan pertama dan kedua dilakukan di labotarium dan rumah kaca untuk menentukan metode seleksi dini pada fase perkecambahan dan vegetatif. Metode tersebut dilakukan dengan pemberian polietilina glikol (polyethilene glycol, PEG) 6000 ke dalam media tanam dan mengukur peubah yang dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Metode seleksi dini pada fase perkecambahan dapat dilakukan dengan pemberian larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 10% ke dalam media perkecambahan (kertas merang) dan mengukur bobot kering akar dan kandungan polin pada akar primer. Proporsi kesesuaian pendugaan toleransi genotipe jagung dengan metode tersebut dengan hasil seleksi di lapang adalah 0.72 untuk medium toleran dan 0.88 untuk peka. Metode seleksi dini pada fase vegetatif dapat dilakukan dengan penyiraman larutan PEG 10% ke dalam media tanam (campuran arang sekam dengan cocopeat) dan mengukur bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin pada daun, panjang akar, dan skor penggulungan daun. Kesesuaian menduga toleransi genotipe jagung dengan metode seleksi tersebut dengan hasil seleksi di lapang adalah 0.72 untuk medium toleran dan 1.00 untuk peka.

Percobaan ketiga dan keempat dilaksanakan di lapang dan rumah kaca untuk mempelajari respon genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dan mengetahui karakter yang mencirikan genotipe toleran dan peka. Informasi morfologi dan fisiologi yang berkaitan dengan kemampuan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan sangat bermanfaat sebagai acuan melakukan seleksi dengan efektif dan efisien baik pada vegetatif maupun generatif. Pada kondisi cekaman kekeringan genotipe medium toleran mampu meningkatkan atau mempertahankan bobot kering akar, panjang akar, bobot kering tajuk, tinggi tanaman, akumulasi prolin pada akar primer dalam jumlah yang besar, mengalami penggulungan daun dengan skor kecil, interval waktu matangnya bunga jantan dan betina (anthesis silking interval, ASI) yang kecil, meningkatkan efisiensi penggunaan air, dan mampu menekan persentase penurunan hasil yang lebih kecil dibanding genotipe peka. Genotipe medium toleran memiliki densitas stomata yang rendah, bobot kering, dan panjang akar yang besar dibanding genotipe peka. Karakter tersebut merupakan karakter yang dapat mencirikan toleransi genotipe jagung toleran cekaman kekeringan dan berkorelasi dengan hasil. Genotipe Anoman, DTPY-F46-3-9-nB, G18 Seq C2-nB, Mr 14 PT-12, PT-17 dan PT-BC9 merupakan genotipe medium toleran dengan


(5)

persentase penurunan hasil berkisar 54.05 - 60.26%, sedangakan genotipe B11-209, CML 161, CML 165, DTPY-C9-F46-fB, G 193, G 180, Mr 4 dan Nei 9008 merupakan genotipe peka cekaman kekeringan dengan persentase penurunan bobot biji/tanaman yang lebih besar yaitu berkisar 68.00 - 88.86%, bahkan pada kondisi cekaman kekeringan yang lebih panjang genotipe peka juga dapat gagal berproduksi.

Kata kunci: cekaman kekeringan, karakter seleksi, metode seleksi, polietilina glikol


(6)

@

Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan

kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI

GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN

KEKERINGAN

ROY EFENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(8)

(9)

Judul Tesis Nama

NRP

: : :

Metode dan Karakter Seleksi Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan

Roy Efendi A151060261

Disetujui 1.Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si. Anggota Anggota

Diketahui

2.Ketua Program Studi Agronomi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Metode dan Karakter Seleksi Toleransi Genotipe Jagung terhadap Cekaman Kekeringan merupakan kelengkapan tugas akhir pada Program Magíster Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS serta Dr. Ir. Eko Sulsityono sebagai anggota komisi pembimbing atas dorongan moril, motivasi, pengarahan, masukan dan diskusi sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga penyelesaian tulisan.

2. Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk melaksanakan tugas belajar pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

3. Kepala Pusat Litbang Tanaman Pangan dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros yang telah memberikan izin belajar. 4. Dr. Muh. Azrai, M.Si., Ir. Andi Takdir Makkulawu, M.Si., R. Neni Iriany,

SSi., M.Si. atas bimbingan dan arahan, diskusi, materi penelitian dan pengalaman yang berharga serta rekan-rekan di Balitsereal yang telah banyak membantu.

5. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Muzdalifah Isnaini, Indrastuti, Sutardi, Rd. Hartati, Amin Nur, Susilawati, Muh. Thamrin yang telah berbagi ilmu dan kerjasamanya.

6. Sahabat yang telah membantu: Pak Juanda, Pak Narto, Ibu Leha dan Pak Maming, Pak Dedi, Pak Srimulyono, Ibu Yeti, Susi, Pak Agus dan Srisunarti, SP.

7. Ayahanda B. Pardosi, Ibunda K. Nainggolan dan saudara-saudaraku: Robenki dan Rayes atas bantuan, pengertian, dukungan dan doanya.


(11)

8. Istri tercinta Sance Lumele atas dukungan, doa, kasih sayang, pengorbanan dan pengertiannya.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2008


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 1975 sebagai putra pertama dari pasangan B. Pardosi dan K. Nainggolan. Penulis menikah dengan Sance Lumele pada tanggal 12 Februari 2007.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi, lulus pada tahun 1999. Penulis bekerja sebagai staf di Balitsereal Maros sejak tahun 2002 sampai sekarang. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Program Studi Agronomi. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Badan Litbang Departemen Pertanian Republik Indonesia


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR LAMPIRAN ………... I. PENDAHULUAN UMUM...

Latar Belakang ...

Pendekatan Masalah... ... Tujuan

Penelitian...

Kegunaaan Penelitian... Hipotesis... II. TINJAUAN PUSTAKA ... Morfologi Jagung ... Kebutuhan Air bagi Tanaman Jagung ... Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan…….

Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Jagung…………...

Seleksi dan Karakter Genotipe Jagung Toleran Kekeringan pada

Beberapa Fase Pertumbuhan ...

III. PENDUGAAN TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERKECAMBAHAN MENGGUNAKAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL ...

Abstrak

...

Pendahuluan... .

Bahan dan Metode ...

Hasil... .

Pembahasan ... Kesimpulan ... IV. PENDUGAAN TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP

Xiii Xiv xv 1 1 3 4 4 4 6 6 7 8 10 11 20 22 23 26 39 42 45 45 47 48 50 64 67


(14)

CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE VEGETATIF MENGGUNAKAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL ...

Abstrak

...

Pendahuluan... .

Bahan dan Metode ...

Hasil... .

Pembahasan ... Kesimpulan ...

V. RESPON GENOTIPE JAGUNG DAN KARAKTER SELEKSI PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN……….. Abstrak

...

Pendahuluan... .

Bahan dan Metode ...

Hasil... .

Pembahasan ... Kesimpulan ... VI. RESPON GENOTIPE JAGUNG TERHADAP PERIODE

CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE MENJELANG PEMBUNGAAN SAMPAI PENGISIAN BIJI ATAU MASAK FISIOLOGI……….. . Abstrak ... Pendahuluan... .

Bahan dan Metode ...

Hasil... .

Pembahasan ... Kesimpulan ... VII. PEMBAHAN UMUM….……….. VIII. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN………...

71 71 73 74 76 86 89 92 92 94 95 98 110 113 117 124 124 125 126 133


(15)

Kesimpulan ... ...

Saran ... ... DAFTAR PUSTAKA ... ...

LAMPIRAN ... ...

DAFTAR TABEL

Halaman 1

2

3

4

5

6

Karakter seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan... .

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah persentase daya berkecambah (%) saat umur 5 hari setelah tanam....

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah kecepatan tumbuh kecambah sampai hari ke-5 setelah tanam ...

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah indeks vigor kecambah saat umur 3 hari setelah tanam ...

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada 6

27

27

28

29


(16)

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

peubah bobot kering tunas kecambah umur 5 hari setelah tanam ...

Respon 155 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah panjang tunas kecambah umur 5 hari setelah tanam...

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah rasio bobot kering akar/tunas kecambah umur 5 hari setelah tanam.

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah bobot kering akar kecambah umur 5 hari setelah tanam ...

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah panjang akar kecambah umur 5 hari setelah tanam ...

Respon 15 genotipe jagung terhadap perlakuan cekaman PEG 6000 pada peubah jumlah akar seminal kecambah umur 5 hari setelah tanam ...

Kandungan prolin pada akar primer jagung umur 5 hari setelah tanam ...

Koefisien korelasi antar peubah yang diukur pada kondisi cekaman PEG

10%... Indeks sensitivitas kekeringan (ISK) berdasarkan beberapa peubah pada kondisi cekaman kekeringan menggunakan larutan PEG 10% ... Nilai komponen utama beberapa peubah pada cekaman PEG 10% saat kecambah umur 5 hari setelah tanam.

Pengelompokkan genotipe jagung berdasarkan bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar primer kecambah dengan analisis Diskriminan.

Nilai peluang pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan berdasarkan analisis Diskriminan pada fase perkecambahan...

Bobot kering akar dan kandungan prolin akar primer kecambah pada

kondisi optimum dan cekaman kekeringan………. 30 31 31 32 33 33 35 36 37 37 39 53 53 54 55


(17)

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap skor penggulungan daun yang diukur 30 hari

setelah perlakuan ...

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap intensitas kerusakan daun saat 30 hari setelah perlakuan

………

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap tinggi tanaman yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap bobot kering tajuk yang diukur 30 hari setelah perlakuan... Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap panjang akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan...

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap bobot kering akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan

………

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG ke dalam media tanam terhadap rasio bobot kering akar/tajuk yang diukur 30 hari setelah perlakuan……… Kandungan prolin daun jagung pada saat tanaman mengalami cekaman

PEG selama 30 hari...

Rataan densitas stomata daun pada berbagai genotipe jagung ………..

Korelasi antar peubah vegetatif pada kondisi cekaman PEG dan optimum...

Indeks sensitivitas cekaman kekeringan dari beberapa peubah yang dihitung dari rata-rata dua set percobaan pada konsentrasi PEG 10%...

Nilai komponen utama dari peubah vegetatif pada kondisi cekaman PEG 10%... 56 57 58 59 59 61 62 63 64 64 65 79 80 81 81 82 83


(18)

39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51

Pengelompokkan toleransi genotipe jagung berdasarkan bobot kering akar, panjang akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin pada daun dan skor penggulungan daun dengan analisis Diskriminan ...

Nilai peluang pengelompokkan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan berdasarkan analisis Diskriminan pada fase vegetatif...

Bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar primer kecambah pada kondisi optimum dan cekaman PEG 6000 ……….

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap penggulungan daun pada saat 10 hari setelah penghentian irigasi dan umur tanaman 52 hari ………...

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman ……….. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap penurunan luas daun………. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap warna hijau daun pada saat

tanaman berumur 75 hst ……….

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap waktu berbunga betina dan jantan (hari)………...

cekaman kekeringan terhadap interval waktu berbunga jantan dengan

betina (anthesis silking interval,

ASI)……….

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap persentase tanaman jagung yang fertil

………

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot biji per tanaman………

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang tongkol ……….

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap diameter tongkol ………

Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan………...

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, luas 84 85 85 86 86 100 102 105 106 109 109 119 122


(19)

daun dan diamater batang pada genotipe medium toleran dan peka ………..

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering akar, panjang akar, bobot kering tajuk dan rasio bobot kering akar/tajuk………..

Densitas stomata dan evapotranspirasi enam genotipe jagung pada kondisi

optimum dan kondisi cekaman kekeringan……….

Komponen hasil pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan………… Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan pada saat menjelang berbunga sampai – pengisian biji (S1)………

Koefisien korelasi antar peubah pada kondisi cekaman kekeringan fase

menjelang berbunga sampai panen (S2)……….

Koefesien korelasi antar peubah pada fase perkecambahan, vegetatif dan generatif

……….….

Karakter seleksi dan kesesuaian pendugaan toleransi jagung terhadap cekaman kekeringan dengan hasil pengelompokkan toleransi di lapang...


(20)

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Perakaran jagung pada stadia pertumbuhan kecambah...

Hubungan antara kandungan prolin pada akar primer dengan panjang akar primer kecambah jagung umur 5 hari setelah tanam……… Hubungan antara persentase peningkatan akumulasi prolin pada akar primer dengan persentase penurunan panjang akar primer pada kecambah jagung umur 5 hari setelah tanam……… Ilsutrasi penampilan genotipe jagung fase perkecambahan pada kondisi cekaman PEG 0, 5 , 10, 15 dan 20%... Regresi antara bobot kering akar dan tajuk……….. Penampilan akar genotipe jagung pada kondisi cekaman PEG 0, 5, 10, 15 dan 20%... Ilustrasi penggulungan daun pada kondisi cekaman PEG……… Ilustrasi skor penggulungan daun………. Hubungan antara (a) tinggi tanaman dengan bobot biji/tanaman, dan (b) skor penggulungan daun dengan pesentase penurunan hasil ……… Hubungan antara (a) interval waktu berbunga betina dan jantan (ASI) dengan hasil, (b) ASI dengan persentase tanaman fertil... Skor penggulungan daun pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan ………. Tampilan tongkol pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan …. Pengaruh periode cekaman kekeringan terhadap indeks kerusakkan daun.……… Efesiensi penggunaan air pada 6 genotipe jagung pada kondisi optimum (S0), periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai fase pengisian biji (S1) dan periode cekaman kekeringan saat menjelang berbunga sampai panen (S2) ………. Hubungan bobot kering akar dengan bobot kering tajuk dan intensitas kerusakan daun………. 6 34 34 44 60 71 73 78 87 87 92 92 104 105 107


(21)

16

17

18

19

20

Hubungan regeresi liner antara evapotranspirasi dengan bobot kering tajuk ……… Penampilan akar jagung genotipe medium toleran dan peka pada kondidi optimum (S0), cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – pengisian biji (S1) dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – panen………..………. Penampilan tanaman jagung genotipe medium toleran dan peka pada kondidi optimum (S0), cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – pengisian biji (S1) dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – panen……… Penampilan tongkol jagung (a) genotipe medium toleran dan (b) genotipe peka pada kondidi optimum (S0), cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – pengisian biji (S1) dan cekaman kekeringan saat fase menjelang pembungaan – panen (S2) ……… Densitas stomata daun jagung dengan pembesaran 400 kali………

108

114

114

115 116


(22)

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1

Asal dan kriteria toleransi genotipe yang diuji ...

Indeks sensitivitas kekeringan 15 genotipe jagung dengan perlakuan cekaman kekeringan menggunakan larutan PEG 6000 5% pada beberapa peubah... Indeks sensitivitas kekeringan 15 genotipe jagung dengan perlakuan cekaman kekeringan menggunakan larutan PEG 6000 15% pada beberapa peubah... Indeks sensitivitas kekeringan 15 genotipe jagung dengan perlakuan cekaman kekeringan menggunakan larutan PEG 6000 20% pada beberapa peubah... Indeks Sensitivitas pada peubah penggulungan daun (GD), berat kering akar (BKA), panjang akar (PA), jumlah akar seminal (JAS), bertat kering tajuk (BKT), dan rasio bobot kering akar dengan tajuk (NAK) pada konsentrasi PEG 5% dan 10%... Indeks Sensitivitas pada peubah penggulungan daun (GD), berat kering akar (BKA), panjang akar (PA), jumlah akar seminal (JAS), bertat kering tajuk (BKT), dan rasio bobot kering akar dengan tajuk (NAK) pada konsentrasi PEG 15% dan 20%... Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap panjang daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan.

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap lebar daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan …

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap diameter batang yang diukur 30 hari setelah perlakuan

……….………..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap jumlah akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan ..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap warna hijau daun yang diukur 30 hari setelah

13 3 13 4 13 4 13 5 13 6 13 7 13 8 13 8 13 9


(23)

2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 perlakuan...……… …

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap indeks kerusakan daun cekaman kekeringaan

pada saat 20 hari setelah perlakuan………..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap tinggi tanaman yang diukur 30 hari setelah perlakuan………... Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap panjang daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan.

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap lebar daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan….

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap diameter batang yang diukur 30 hari setelah perlakuan………. ..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap bobot kering akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan………. ..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap panjang akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap jumlah akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan...

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap bobot kering tajuk yang diukur 30 hari setelah perlakuan………. ..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap rasio bobot kering akar/tajuk yang diukur 30 hari setelah

perlakuan……… Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam

13 9 14 0 14 0 14 1 14 1 14 2 14 2 14 3 14 3 14 4 14 4


(24)

2 3

2 4

2 5

media tanam terhadap warna hijau daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan………. ..

Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap warna hijau daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan………. ..

Dinamika kadar air tanah pada lahan percobaan pada kondisi optimum

dan cekaman kekeringan………...

Kondisi iklim pada lokasi percobaan di KP Muneng, Probolinggo, Jawa timur

14 5

14 5

14 6

14 6 14 7


(25)

BAB I

PENDAHULUAN UMUM

Latar Belakang

Cekaman kekeringan merupakan salah satu cekaman terluas yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi di area pertanian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor cekaman abiotik ternyata presentasi cekaman kekeringan merupakan faktor cekaman terluas yaitu sekitar 26%, kemudian diikuti cekaman mineral 20%, cekaman suhu rendah 15%, sedangkan sisanya adalah cekaman biotik yaitu 39% (Kalefetoglu & Ekmekci 2005). Pada daerah tropis, kondisi cekaman kekeringan mengakibatkan penurunan hasil jagung sekitar 17 - 60% (Monneveux et al. 2005).

Beberapa faktor penyebab terjadinya kekeringan adalah ketersedian air tanah yang semakin menurun, perubahan iklim yang tidak menentu seperti anomali iklim El-Nino yang menyebabkan kemarau yang lebih panjang, sehingga tidak selamanya lahan pertanaman ideal untuk pertumbuhan. Dampak kekeringan pada tanaman jagung di Indonesia terlihat dari produktivitas jagung yang rendah pada: a) lahan kering beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, b) pertanaman jagung kedua pada lahan kering beriklim lembab/basah, dan c) lahan sawah tadah hujan setelah padi tanpa dukungan irigasi yang cukup. Hasil rendah karena curah hujan yang rendah terdapat di Jawa seperti di Sumenep, Madura dengan produktivitas 2.03 t ha-1 dan Gunung Kidul 2.36 t ha-1. Pada Zone iklim D3 dan D4 yang bulan basahnya hanya 3 - 4 bulan seperti di NTB dan NTT hasil rata-rata jagung pada tahun 2003 masing-masing 2.57 dan 2.63 t ha-1 (Deptan 2004). Menurut Dahlan (2001) pertumbuhan tanaman jagung memerlukan curah hujan rata-rata 25 mm per minggu, namun petani sering menanam jagung awal musim hujan, sehingga sering mengalami kekeringan pada awal pertumbuhan, sedangkan pada akhir musim hujan kekeringan terjadi pada akhir pembungaan sampai pengisian biji.

Salah satu strategi pengembangan jagung pada lahan yang sering mengalami kondisi defisit air adalah perakitan varietas toleran terhadap cekaman kekeringan. Langkah awal untuk perakitan varietas tersebut adalah melakukan


(26)

seleksi terhadap genotipe jagung yang telah ada untuk mengetahui toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan. Untuk mendukung seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan diperlukan informasi mendasar mengenai mekanisme ketahanan tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan sehingga proses seleksi dapat berjalan secara efisien dan efektif.

Pendekatan utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan tanaman beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan adalah: (a) kemampuan akar mengabsorbsi air secara maksimal dengan perluasan dan kedalaman perakaran; (b) kemampuan tanaman mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik sel (Tardieu 1997 dalam Sopandie 2006). Menurut Dubrovsky dan Go´mez-lomeli (2003) bahwa strategi tanaman toleran menghadapi kondisi cekaman kekeringan dimulai pada saat fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif untuk membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak. Perakaran tersebut berpengaruh positif terhadap absorbsi air. Hal ini merupakan ciri penting dari sifat tanaman yang toleran kekeringan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa varietas jagung yang memiliki akar primer yang lebih dalam ternyata mampu mengabsorbsi air lebih banyak (Weele

et al. 2000). Selain melakukan modifiksi perakaran pada kondisi cekaman kekeringan, tanaman jagung juga melakukan mekanisme pengaturan tekanan osmotik sel dengan cara akumulasi solut kompatibel di dalam sel. Salah satu senyawa solut tersebut adalah prolin. Menurut Sharp dan Davies (1979) menyatakan bahwa prolin berkontribusi lebih dari 50% pada osmotic adjustment

(OA) di akar primer jagung.

Metode simulasi cekaman kekeringan pada media tanam umumnya menggunakan larutan osmotikum yaitu polietilena glikol (polyethylen glycol, PEG) 6000 yang telah digunakan pada tanaman cabai, gandum, tomat, tembakau, padi dan jagung (Verslues et al. 2006). Hal ini dikarenakan PEG dapat mengontrol tingkat penurunan potensial air (Michel & Kaufman 1973) dan tidak meracuni tanaman karena PEG tidak dapat masuk ke dalam jaringan perakaran tanaman (Verslues et al. 1998). Seleksi genotipe toleran cekaman kekeringan pada fase vegetatif pada tanaman tembakau, kedelai, kacang tanah menggunakan PEG


(27)

6000 dengan konsentrasi 5% dan 10% (Widoretno et al. 2002; Adisyahputra et al. 2005).

Pendekatan Masalah

Dalam melakukan seleksi untuk menentukan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan selalu dihadapkan pada banyaknya galur yang diuji di lapang, sehingga perlu dicari suatu metode seleksi dini yang bertujuan mengurangi jumlah galur pada pengujian di lapang. Seleksi dini untuk menduga toleransi genotipe jagung dilakukan pada fase perkecambahan dan vegetatif pada kondisi cekaman kekeringan dengan cara memberikan larutan PEG ke dalam media tanam (Verslues et al. 2006).

Toleransi terhadap cekaman kekeringan melibatkan oleh banyak sifat, maka untuk memperoleh metode seleksi yang efektif perlu dilakukan serangkaian percobaan indentifikasi sifat toleransi cekaman kekeringan. Selanjutnya dilakukan pemilihan karakter seleksi yang secara representatif dinilai dapat mengelompokkan respon genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Menurut Banziger et al. (2000) karakter yang digunakan untuk seleksi toleransi genotipe jagung sebaiknya (a) berkorelasi dengan hasil, (b) sebagai penyebab yang berkaitan terjadinya penurunan hasil, (c) stabil bila diukur dalam periode tertentu, (d) mudah dan murah untuk diukur.

Evaluasi toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan biasanya dilakukan dengan dua pendekatan: (1) secara langsung, dengan mengamati pengaruh langsung cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan daya hasil; (2) secara tidak langsung, dengan mengamati berbagai peubah morfologi dan fisiologi yang terkait dengan sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan. Adanya respon genotipe jagung yang berbeda pada kondisi cekaman kekeringan menunjukkan peluang untuk mendapatkan genotipe jagung yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

Respon genotipe jagung pada kondisi cekaman PEG (kekeringan) yang diukur dari keragaan karakter kuantitatif pada fase perkecambahan dan vegetatif dapat digunakan untuk menduga toleransi genotipe jagung pada kondisi cekaman


(28)

kekeringan, namun permasalahan yang dihadapi apakah hasil pendugaan tersebut konsisten dengan hasil seleksi pada kondisi cekaman kekeringan di lapang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari respon genotipe toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. 2. Menentukan konsentrasi PEG 6000 yang dapat menapis toleransi genotipe

jagung terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan dan vegetatif. 3. Menentukan karakter seleksi pada fase perkecambahan, vegetatif dan generatif

yang dapat digunakan sebagai indikator toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.

4. Mengevaluasi metode seleksi genotipe jagung pada kondisi cekaman PEG 6000 dan karakter seleksi pada fase perkecambahan dan vegetatif untuk menduga toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah mempercepat siklus seleksi toleransi genotipe jagung dalam program perbaikan atau perakitan varietas jagung toleran cekaman kekeringan .

Hipotesis

1. Terdapat konsentrasi PEG 6000 yang dapat digunakan untuk menapis toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.

2. Terdapat karakter kuantitatif yang dapat digunakan sebagai indikator toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan, baik pada fase perkecambahan, vegetatif dan generatif.

3. Kombinasi konsentrasi PEG dan karakter seleksi pada fase perkecambahan dan vegetatif merupakan metode seleksi yang dapat mengevaluasi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan.


(29)

Penapisan genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan

Metode seleksi

Fase perkecambahan Fase vegetatif Fase vegetatif – generatif

Genotipe toleran/peka dan karakter kuantitatif sebagai

kriteria seleksi Genotipe toleran/peka dan

karakter kuantitatif sebagai kriteria seleksi

Gambar 1. Bagan alur penelitian Cekaman kekeringan dengan

larutan PEG 6000 dilakukan di labotarium dan rumah kaca

Cekaman kekeringan dengan pengairan di lapang dan rumah kaca

Metode seleksi dini dan karakter kuantitatif sebagai kriteria seleksi genotipe jagung

terhadap cekaman kekeringan Konsistensi hasil seleksi pada fase perkecambahan dan vegetatif dengan hasil

seleksi di lapang pada kondisi cekaman kekeringan


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi Jagung

Tanaman jagung (

Zea mays

L.) termasuk famili rumput-rumputan (

Graminae

)

dari sub famili

myadeae

dengan tipe perakaran monokotil yaitu akar serabut yang

menyebar. Pada fase perkecambahan muncul akar primer dan setelah beberapa hari

muncul akar seminal serta rambut akar, kemudian pertumbuhan selanjutnya adalah

pertumbuhan akar nodal (akar mahkota) yang muncul dari buku basal dan akar udara

yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat dengan permukaan tanah

(Hardman dan Gunsolus 1998)

Sumber: (Hochholdinger

et al

., 2004)

Gambar 1. Perakaran jagung pada stadia pertumbuhan kecambah

Keterangan:

A

: 3 hari setelah berkecambahan,

B

: 5 hari setelah berkecambahan, dan

C

: 10 hari

setelah berkecambahan.

PR

: Akar primer (

primary root

) ;

SR

: akar seminal (

seminal

root

);

CR

: akar nodal atau mahkota (

crown root

);

c

: buku koleoptil (

coleoptilar

node

);

m

: mesokotil;

s

: scutellar node.

Secara umum akar jagung cenderung menyebar secara horisontal dekat

permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan optimum pertumbuhan akar seminal dapat

menyebar sampai radius 100 cm.


(31)

Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris,

dan teridiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas tertentu terdapat tunas

yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi tanaman bervariasi yaitu berkisar 60-300

cm, tergantung pada varietas dan lokasi tumbuh. Sesudah koleoptil muncul di atas

permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun,

ligula (mulut daun), dan pelepah daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun

sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya berkisar 10-18 helai

tergantung varietasnya. Daun jagung mempunyai keragaman dalam panjang, lebar,

tebal, dan warna pigmentasi.

B. Kebutuhan Air bagi Tanaman Jagung

Air merupakan komponen utama pada tanaman. Menurut Fitter dan Hay (1994)

kandungan air pada tanaman dapat mencapai 70-90% dari bobot segar jaringan dan

organ tanaman, dan sebagian besar dikandung dalam sel.

Monneveux dan Belhassen (1996) mengatakan bahwa air adalah molekul

bipolar dengan ikatan hidrogen diantara molekul air yang berdekatan. Struktur air ini

menyebabkan fungsi mekanik dan fisiologi di dalam tanaman. Fungsi mekanik air

ialah tekanan air pada dinding sel yang bertanggung jawab terhadap turgiditas dan

rigiditas tanaman. Pada tingkat jaringan, air berfungsi sebagai penghubung di antara

sel tanaman secara berkesinambungan dari akar ke daun melalui xylem dan

ditranspirasikan melalui stomata dan kutikula.

Noggle dan Fritz (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu : (1)

sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) sebagai pelarut bagi masuknya

mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi

yang akan diangkut dari suatu bagian sel ke bagian sel yang lain, (3) sebagai media

terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai

tenaga mekanik pembesaran sel. Dari peran tersebut, maka konsekuensi langsung

atau tidak langsung bila air tidak cukup tersedia akan mempengaruhi semua proses

metabolik tanaman, sehingga menurunkan pertumbuhan dan produksi tananam.


(32)

Ketersediaan air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis dan

hilangnya air dari permukaan bagian tanaman melalui proses evaporasi dan

transpirasi. Tanaman dengan luas daun yang besar akan mengalami kehilangan air

yang besar melalui transpirasi. Bila suplai air berlangsung pada tingkat yang normal

maka akan menjamin kestabilan tekanan turgor yang berkaitan dengan proses

membukanya stomata, sebaliknya bila tanaman mengalami kekurangan suplai air

sedangkan proses transpirasi berlangsung cepat maka yang terjadi adalah kekurangan

air dalam tanaman.

Kebutuhan air semakin meningkat dimulai pada awal pertumbuhan hingga

mencapai maksimum pada fase pembungaan dan pengisian biji, selanjutnya menurun

hingga fase masak fisiologis. Tanaman jagung dengan berat kering 454 gram

menyerap air kira-kira 205 liter namun yang digunakan hanya sekitar 5% saja dan

selebihnya hilang melalui stomata (Kramer, 1959). Menurut Agus

et al.

(2000)

kebutuhan air pada tanaman jagung berbeda-beda pada tiap fase pertumbuhan,

dimana pada fase perkecambahan atau awal pertumbuhan membutuhkan air 56 mm,

fase vegetatif 167 mm, fase pembungaan 115 mm, fase pembentukan biji 250 mm

dan fase pemasakan 62 mm.

Menurut Monneveux

et al

. (2005) kebutuhan air paling banyak pada tanaman

jagung adalah periode

taselling

(keluarnya bunga jantan) sampai dua minggu setelah

silking

(keluarnya bunga betina). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan

air pada saat

tasseling

dan sesudah

sliking

menyebabkan penurunan produksi.

C. Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

Ketersediaan air dalam tanah bagi tanaman umumnya pada kapasitas lapang

dengan potensial air tanah -0.03 MPa dan layu permanen -1.5 MPa. Ketersediaan air

tanah yang dapat diserap tanaman adalah pada potensial air -0.03 sampai -0.5 MPa

dan pada kondisi tersebut tanaman mengabsorbsi air sekitar 55 – 65% dari yang

tersedia. Pada kondisi potensial air tanah sekitar -0.5 sampai -1.5 MPa tanaman

menunjukkan gejala kelayuan walaupun tanaman dapat mengabsorbsi air.


(33)

Menurut Smirnoff (1993) kekeringan dapat didefinisikan secara tepisah yaitu

sebagai defisit air dan desikasi (

desiccation

);

1.

Defisit air dapat didefinisikan sebagai kehilangan air yang moderat, dimana

pada kondisi tersebut mengakibatkan stomata menutup dan membatasi

pertukaran gas. Pada kondisi tersebut tanaman memiliki kandungan air relatif

berkisar 60% - 70% dan menyebabkan stomata menutup sehingga pertukaran

CO

2

terganggu.

2.

Desikasi didefinisikan sebagai kehilangan air yang sangat besar dan

berpotensi mengganggu proses metabolisme dan struktur sel serta terhentinya

reaksi yang dikatalis oleh aktivitas enzim.

Menurut Levit (1980) cekaman kekeringan disebabkan (a) kekurangan suplai

air dari daerah perakaran dan (b) permintaan air yang berlebihan oleh daun dimana

laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Faktor pertama

banyak dialami oleh tanaman pada lahan-lahan kering di daerah tropis. Hal tersebut

diperparah dengan perubahan iklim atau musim dari tahun ke tahun. Cekaman

kekeringan merupakan penyebab utama terjadinya variasi hasil tanaman.

Menurut Fukai dan Cooper (1995)

dalam

Sopandie (2006) berdasarkan

kemampuan genetik tanaman, terdapat empat mekanisme adapatasi pada kondisi

cekaman kekeringan yaitu:

1.

Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (

drought escape

), yaitu kemampuan

tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang

parah. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan

yang cepat. Namun mekanisme adaptasi tersebut memiliki kelemahan. Genotipe

genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan

yang berumur panjang.

2.

Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (

dehydration avoidance

),

yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan

meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini

biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran,


(34)

kemampuan menurunkan hantaran epidermis untuk regulasi stomata,

pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal,

dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan luas daun serta

pengguguran daun tua.

3.

Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (

dehydration tolerance

),

yaitu kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan

potensial airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan prolin.

Prolin yang terbentuk pada tanaman berasal dari karbohidrat melalui

pembentukan alfa-ketoglutarate dan glutamate. Pada kondisi cekaman kekeringan,

tanaman mengakumulasi prolin dalam jumlah yang besar, namun setelah keadaan

normal terjadi oksidasi prolin dengan cepat untuk menjaga kandungan prolin yang

rendah dalam tanaman.

4.

Mekanisme penyembuhan (

drought recovery

), dimana proses metabolisme

berjalan normal kembali setelah mengalami cekaman kekeringan. Mekanisme ini

penting manakala cekaman kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman.

Pengaruh cekaman kekeringan bergantung pada genetik tanaman, dimana

perbedaan morfologi, anatomi dan metabolisme akan menghasilkan respon yang

berbeda terhadap cekaman kekeringan (Hamim 2004). Pada umumnya tanaman yang

mengalami cekaman kekeringan akan menggunakan lebih dari satu mekanisme

tersebut untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Mitra 2001

dalam

Sopandie 2006).

Tanaman yang tidak mampu beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan akan mati

apabila mengalami cekaman lebih lanjut.

D. Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman Jagung.

Salah satu faktor tanaman jagung mengalami cekaman kekeringan adalah

sistem perakaran yang cenderung menyebar dekat permukaan tanah, sehingga sangat

peka terhadap fluktuasi kadar air tanah. Dengan sistem perakaran tersebut maka akar

tidak dapat menjangkau ke lapisan tanah yang lebih dalam dimana lengas tanah lebih

tinggi dibanding lapisan dekat permukaan tanah.


(35)

Kekeringan pada tanaman jagung menyebabkan penutupan stomata,

penggulungan,

senenscence

daun, dan degradasi klorofil. Penggulungan daun

disebabkan oleh rendahnya turgiditas sel daun dengan potensial air daun tanaman

mencapai -1.5 MPa. Kekeringan juga dapat menyebabkan pertumbuhan luas daun,

tinggi dan batang menjadi menurun serta organ reproduktif yang terbentuk lebih kecil

dari ukuran normal. Kekeringan yang terjadi pada masa generatif akan mempercepat

waktu panen dan kualitas biji menjadi rendah (Banziger

et. al

. 2000).

Seleksi kekeringan jagung berdasarkan prosedur CIMMYT dengan perlakuan

cekaman kekeringan saat fase pembungaan atau fase pengisian biji, hasilnya hanya

30- 60% dari hasil pada kondisi optimum. Jika tanaman mengalami kekeringan pada

fase pembungaan sampai masak fisiologis, hasilnya 15 - 30% dari hasil pada kondisi

optimum, sedangkan kekeringan pada masa vegetatif tidak berakibat langsung

terhadap hasil (Banziger

et. al

. 2000).

E. Seleksi dan Karakter Genotipe Jagung Toleran Cekaman Kekeringan pada

Beberapa Fase Pertumbuhan

Penanaman varietas toleran kekeringan dapat mengatasi permasalahan

lahan-lahan kering yang tidak dimanfaatkan pada musim kemarau. Varietas tersebut dapat

diperoleh dari hasil seleksi atau penapisan genotipe yang mampu beradaptasi pada

kondisi cekaman kekeringan.

Langkah penting yang perlu dikembangkan terlebih

dulu dalam program perakitan varietas toleran adalah memperoleh genotipe jagung

toleran cekaman kekeringan dengan cara melakukan seleksi genotipe jagung pada

kondisi cekaman kekeringan. Seleksi dapat dilakukan mulai dari fase perkecambahan,

vegetatif hingga generatif.


(36)

E.1

.

Penggunaan polietilena glikol (PEG) 6000 untuk simulasi lingkungan

cekaman kekeringan

Simulasi cekaman kekeringan banyak dilakukan dengan menggunakan larutan

osmotikum yang dapat mengontrol pontensial air dalam media tanaman. Terdapat tiga

jenis bahan osmotikum yang sering digunakan yaitu melibiose, mannitol dan

polietilena glikol (

polyethilen glycol

, PEG). Menurut Verslues

et al

. (2006) diantara

ketiga bahan osmotikum tersebut ternyata PEG merupakan bahan yang terbaik untuk

mengontrol potensial air dan tidak dapat diserap tanaman atau menyebabkan

keracunan pada tanaman.

PEG adalah senyawa inert non ionik dan polimer dari

ethylene oxyde

dengan

rumus HCOH

2

(CH

2

OCH

2

)n CH

2

OH; n adalah banyaknya grup oksi etilen. Senyawa

ini tidak mudah dipecah oleh organisme hidup sehingga tidak bersifat toksid. PEG

juga bersifat non metabolik sehingga tidak dapat disintesa oleh tanaman. PEG

memiliki berat molekul 3.000 – 20.000 yang dapat larut sempurna dalam air (Mexal

et al.

1975).

Penggunaan larutan PEG meyebabkan penurunan potensial air secara homogen

sehingga dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air tanah (Michel &

Kaufman 1973). Penurunan potensial air tergantung pada konsentrasi dan bobot

molekul PEG yang terlarut. Total massa -CH

2

-O-CH

2

- atau kekuatan matriks

subunit-etilen dalam mata rantai polimer PEG merupakan faktor penting yang

mengontrol besarnya penurunan potensial air. Bila PEG dilarutkan dalam air maka

molekul air (H

2

O) akan tertarik ke atom oksigen pada subunit etlien oksida melalui

ikatan hidrogen sehingga menyebabkan potensial air menurun. Fenomena ini

menunjukkan bahwa PEG lebih berperan sebagai “

matrikum

” daripada sebagai

osmotikum

. Meskipun kekuatan osmotikum juga muncul namun kekuatan matriks

merupakan komponen utama potensial air dalam larutan PEG. Semakin pekat

kosentrasi PEG semakin banyak zat terlarut yang menahan masuknya air ke dalam

jaringan tanaman akibatnya akar tanaman semakin sulit untuk menyerap air.

Menurut Chazen dan Neuman (1994) penggunaan PEG 6000 dalam jangka

panjang pada tanaman relatif aman, karena PEG 6000 tidak dapat masuk ke dalam


(37)

jaringan akar tanaman atau dinding selulosa hanya dapat dilewati oleh PEG dengan

berat maksimum 3500. Namun menurut Blum (2006) akar yang rusak atau putus

dapat mengabsorbsi PEG 6000-8000 sehingga dalam percobaan dihindari terjadinya

kerusakan akar.

Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa simulasi cekaman kekeringan

dengan menggunakan larutan PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon

tanaman terhadap cekaman kekeringan. Keunggulan sifat PEG tersebut

memungkinkan PEG dapat digunakan sebagai alternatif dalam seleksi genotipe

jagung pada kondisi cekaman kekeringan pada fase perkecambahan (Ogawa &

Yamauchi 2006) dan fase vegetatif dengan media pasir (Chazen & Neuman 1994).

E.2. Toleransi cekaman kekeringan pada fase perkecambahan

Alternatif penapisan toleransi genotipe jagung pada fase perkecambahan dapat

dilakukan di laboratorium atau rumah kaca untuk melihat respon genotipe tersebut

pada kondisi cekaman kekeringan. Hasil penelitian Rumbough dan Jhonson (1981)

bahwa tanaman alfalfa (

Medicago sativa

L.) yang mampu berkecambah pada tekanan

osmotik -0.65 MPa di labotarium, menunjukkan kemampuan tumbuh yang baik di

lapangan dan bertahan hidup pada kondisi cekaman kekeringan.

Respon perkecambahan tiap genotipe berbeda pada kondisi cekaman

kekeringan. Hasil penelitian Saint-Clair (1980) menunjukkan bahwa genotipe

pearmillet yang toleran kekeringan yaitu HB-5 dan K-559, memperlihatkan

kemampuan berkecambah yang tinggi jika dibandingkan dengan genotipe peka. Hal

tersebut disebabkan genotipe toleran lebih efisien menggunakan air untuk

berkecambah jika dibandingkan dengan genotipe peka. Fenomena yang sama juga

diperlihatkan pada penelitian Krisnashmay dan Irulappan (1992) pada genotipe cabe

yang toleran cekaman kekeringan mampu menggunakan air yang lebih sedikit untuk

dapat berkecambah dibanding genotipe yang peka.

Setiap spesies memerlukan penyerapan air yang cukup untuk bisa berkecambah

dan mempunyai batas tegangan tersendiri. Nilai batas tersebut -1.25 MPa untuk

jagung, -0.79 MPa untuk padi, -0.66 MPa untuk kedelai dan -0.35 MPa untuk bit


(38)

gula

(Levitt 1980). Hasil penelitian Blum

et al.

(1980) menyatakan bahwa

penggunaan PEG 6000 dengan tingkat potensail air -0.59 sampai -1.13 Mpa dapat

digunakan untuk penapisan toleransi genotipe gandum terhadap cekaman kekeringan.

Rumbough dan Johnson (1981) menyatakan bahwa seleksi genotipe toleran

kekeringan pada fase perkecambahan merupakan upaya untuk mengatasi biaya yang

mahal, lamanya waktu yang dibutuhkan, dan jumlah genotipe yang banyak untuk

diuji di lapang.

Perusahaan Pioneer telah mengevaluasi hasil seleksi genotipe jagung pada fase

awal pertumbuhan dimana perlakuan cekaman diberikan 0 - 14 hari setelah tanam.

Genotipe jagung yang dikelompokkan memiliki karater akar yang lebih panjang dan

cabang akar yang banyak dan bobot kering akar yang besar ternyata berproduksi lebih

baik dibanding genotipe yang memiliki karakter akar yang kecil (Bruce

et al.

2002).

Hasil penelitian Oemar et al. (1997) menyatakan bahwa untuk keperluan penyaringan

ketahanan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada tingkat

perkecambahan, paling tepat menggunakan kriteria panjang akar dan bobot kering

akar.

E.3. Toleransi cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif

Pada kondisi cekaman kekeringan, tanaman mampu melakukan strategi

adapatsi yang berbeda untuk mengurangi efek kerusakan akibat cekaman kekeringan.

Adaptasi tersebut dapat terjadi secara mofologi, fisiologi dan biokimia (Davis

et al

.

1986).

E.3.1. respon morfologi

Pada kondisi cekaman kekeringan, tanaman mengintesifkan perkembangan akar

terutama ke arah vertikal, sedangkan pertumbuhan tajuk dihambat. Tanaman dengan

panjang akar yang dalam dan perluasan akar yang besar akan mampu meningkatkan

absorbsi air pada lapisan tanah yang lebih dalam, sementara kehilangan air melalui

proses transpirasi dari tajuk ditekan (Karmer 1980; Sammons

et. al

. 1980; Creellman


(39)

akar/pucuk meningkat pada kondisi cekaman kekeringan. Pertumbuhan akar berupa

panjang, densitas akar, dan bobot kering akar yang tinggi merupakan suatu indikasi

tanaman menghindar dari cekaman kekeringan.

Terjadinya kehilangan air pada tanaman, hampir 90% melalui stomata daun

sehingga tanaman akan menekan kehilangan air dari tajuk dengan cara (a)

mengurangi luas daun (b) mengubah sudut daun pada posisi hampir sejajar dengan

datangnya cahaya agar suhu daun tidak cepat meningkat, dan (c) memiliki jumlah

stomata daun yang rendah. Menurut Banziger

et al.

(2000) bahwa jumlah stomata

pada tiap genotipe akan berbeda dan dikendalikan secara genetik. Tanaman yang

memiliki jumlah stomata daun yang lebih kecil akan mengalami laju tranpirasi yang

lebih rendah namun demikian tidak mempengaruhi laju fotosintesis.

Titik kritis pengaruh cekaman kekeringan adalah kelayuan, yaitu suatu gejala

defisit air yang diakibatkan laju kehilangan air melalui transpirasi lebih besar dari

pada laju penyerapan air oleh akar. Oleh karena itu toleransi tanaman terhadap

cekaman kekeringan dapat diamati dari kecepatan muculnya gejala layu (Banziger

et

al.

2000).

E.3.2. Respon fisiologi dan biokimia

Respon fisiologi tanaman untuk beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan

diantaranya adalah kemampuan tanaman mempertahankan tekanan turgor dengan

meningkatkan potensial osmotik (Jones

et al

. 1981). Menurut Hale dan Orchutt

(1987), beberapa faktor yang dapat membantu mempertahankan turgor adalah (1)

meningkatkan potensial osmotik, (2) kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut, (3)

elastisitas sel, dan (4) ukuran sel yang kecil.

Pengaturan osmotik sel merupakan respon tanaman untuk mengatasi cekaman

kekeringan. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang

dapat meningkatkan potensial osmotik dan menurunkan potensial air sel tanpa

membatasi fungsi enzim. Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian

osmotik sel antara lain mannitol, fructan, trehalose, ononitol, prolin, glycinebetaine,


(40)

ectoine dan betain. Senyawa tersebut dapat menjaga turgor dan menurunkan potensial

air sel (Gupta 1997; Ober & Sharp 2003).

Pembentukan senyawa osmoregulasi merupakan penanda biokimia terhadap

toleransi cekaman kekeringan. Banyak peneliti menyatakan bahwa prolin banyak

diakumulasi sebagai respon terhadap cekaman air yang dapat diamati pada daun dan

akar. Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979) menyatakan bahwa pada akar primer

jagung, senyawa prolin berkontribusi lebih dari 50% pada

osmotic adjustment

dibandingkan dengan senyawa osmoregulasi lainnya.

Akumulasi asam absisik (ABA) berkaitan juga dengan respon tanaman yang

toleran cekaman kekeringan. Akar yang mengalami cekaman kekeringan, menurut

Salisbury dan Ross (1992) akan membentuk ABA lebih banyak dan diangkut melalui

xylem menuju daun untuk menutup stomata. Menurut Zeevaart dan Creelman (1988)

bahwa ABA yang diproduksi dalam akar tanaman yang mengalami cekaman

kekeringan berperan sebagai sinyal kimia pada tajuk sehingga mendorong penutupan

stomata, sehingga tanaman dapat mengoptimalkan penggunaan air dengan cara

mengurangi kehilangan air melalui transpirasi.

Kondisi cekaman air akan memicu peningkatan produksi bentuk-bentuk

oksigen reaktif yang bersifat merusak seperti singlet oksigen (O

21

), superoxide radical

(O

2-

), hidrogen peroxide (H

2

O

2

) dimana molekul-molekul tersebut disebut

reactive

oxygen spesies

(ROS). Pada kondisi cekaman kekeringan produksi ROS akan

meningkat dan menyebabkan kerusakan enzim, pigmen kloroplas, membran lipid dan

protein. Namun demikian kloroplas merupakan tujuan utama terhadap kerusakan

ROS, karena kloroplas merupakan tempat aerobik di dalam sel tanaman (Levitt

1980). Kloroplas akan mengalami degradasi sehingga daun akan cepat mengalami

klorosis dan

senenscence

. Oleh karena itu dalam seleksi genotipe jagung toleran

cekaman kekeringan, CIMMYT memperhitungkan kemampuan tanaman untuk

memperlambat

senescence

daun atau tanaman tetap hijau sampai waktu panen

(Banziger

et al

. 2000).

Strategi penting kemampuan tanaman untuk melindungi sel dari kerusakan

akibat ROS yang diproduksi pada kondisi cekaman kekeringan adalah menghasilkan


(41)

senyawa antioksidan. Senyawa antioksidan berguna untuk intervensi awal yang

memutuskan rentetan rantai reaksi untuk mencegah produksi ROS, senyawa tersebut

antara lain:

superoxide dismutase

(SOD),

ascorbate peroxidase

(APX),

catalase

(CAT),

guaiacol peroxydase

(POD),

indolacetate oxidase

(IAA ox) dan

polyphenol

oxidase

(PPO). Bukti dari genetik dan fisiologi menunjukkan bahwa peningkatan

produksi antioksidan pada tanaman merupakan komponen yang penting sebagai

mekanisme perlindungan tanaman terhadap cekaman kekeringan (Levitt 1980)

E.4. Toleransi cekaman kekeringan pada fase generatif

Kekeringan dapat terjadi pada awal pertumbuhan, fase berbunga, fase

pengisian biji sampai panen. Pada umumnya, kekeringan pada masa vegetatif tidak

berakibat langsung terhadap hasil namun sebaliknya bila cekaman dialami pada fase

generatif. Evaluasi dan seleksi genotipe jagung toleran kekeringan dengan

menggunakan prosedur CIMMYT dengan perlakuan cekaman saat fase berbunga

sampai fase pengisian biji (”tingkat cekaman sedang”), hasil jagung hanya 30-60%

dibanding pada kondisi optimum. Jika tanaman mengalami kekeringan saat fase

berbunga sampai panen (”tingkat cekaman berat”) hasilnya 15-30% dibandingkan

hasil pada kondisi optimum (Banziger

et. al

. 2000).

Dalam melakukan genotipe jagung toleran cekaman kekeringan perlu diketahui

karakter-karakter yang dapat membedakan genotipe yang toleran dan peka cekaman

kekeringan. Banziger

et al

. (2000) menyatakan karakter-karakter tersebut sebaiknya

mudah dan murah untuk diamati, memiliki heritabilitas yang tinggi, dan dikendalikan

oleh gen. CIMMYT merekombinasikan penggunaan karakter yang diamati untuk

seleksi genotipe cekaman kekeringan untuk program pemuliaan pada fase generatif

adalah sebagai berikut:

a.

Hasil pipilan biji, seleksi dilakukan berdasarkan hasil pipilan biji yang tetap

atau sedikit berkurang pada kondisi cekaman kekeringan.

b.

Jumlah tongkol pertanaman yang lebih banyak (

prolipic

).

c.

Anhtesis silking interval (ASI)

merupakan kriteria utama dalam merakit

varietas jagung toleran cekaman kekeringan dan pengaruh terhadap produksi


(42)

cukup besar. Nilai ASI sekitar -1.0 sampai +3.0 hari merupakan nilai terbaik

untuk varietas jagung toleran cekaman kekeringan (Bolanos & Edmeades

1993). Semakin tinggi nilai ASI semakin rendah hasil karena tidak terjadi

sinkronisasi pembungaan. ASI negatif diartikan bahwa rambut terlebih

dahulu siap diserbuki sebelum tersedia bunga jantan, sehingga seleksi

dilakukan berdasarkan ASI yang kecil atau minus. Pengamatan ASI dilakukan

pada saat 50% jumlah dari seluruh tanaman telah berbunga jantan dan betina.

Perhitungan ASI adalah hari berbunga betina dikurangi hari berbunga jantan.

d.

Ukuran tasel, seleksi berdasarkan ukuran malai yang kecil dengan sedikit

cabang, pengukuran dilakukan berdasarkan skor 1 (malai kecil dengan sedikit

cabang) sampai skor 5 (malai besar dengan jumlah cabang malai banyak).

Ringkasan karakter untuk seleksi, tingkat heritabilitas dan korelasinya dengan

hasil disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakter seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan

Karakter Heritabilitas Seleksi Korelasi

dengan hasil

Hasil pipilan jagung Sedang Genotipe yang mampu menghasilkan

bobot biji/tanaman yang besar Tinggi Jumlah tongkol/tanaman Tinggi Jumlah tongkol/tanaman yang lebih

banyak dan tongkol aborsi sedikit Tinggi

Anthesis-silking interval

(ASI) Sedang ASI yang kecil atau minus Tinggi

Senescence daun Sedang Tanaman stay green Sedang

Menggulung daun (kelayuan)

Sedang-tinggi Daun yang tidak menggulung Sedang Pertumbuhan daun dan

batang Rendah

Medium - rendah Klorofil daun Rendah Daun yang lebih lambat senescense Rendah Kemamun hidup pada fase

perkecambahan sampai awal pertumbuhan vegetatif (14 hari setelah tanam)

Rendah Medium-

rendah

Osmotik adjusment Rendah rendah


(43)

E.5. Karakter Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan

Menurut Blum (2002), karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat

dipilah menjadi karakter konstitutif dan adaptif.

Karakter konstitutif

merupakan (a)

karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang mengatur pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, (b) berperan dalam mengendalikan status air jaringan dan

produktivitas dalam keadaan cekaman kekeringan, dan (c) terekspresi tanpa ada

pengaruh cekaman kekeringan. Karakter tersebut adalah umur berbunga,

pertumbuhan akar, warna daun, bulu daun,

stay green leaves

, luas daun dan

densitas stomata. Sedangkan

karakter adaptasi

adalah karakter yang dikendalikan

oleh gen-gen yang terekspresi sebagai respons terhadap cekaman, meliputi: (a)

kompatibel solut yang berperan dalam menjaga turgor dan melindungi organel sel

seperti manitol, sorbitol, inositol, fructan dan prolin, (b) senyawa antioksidan seperti

superoxide dismutase

(SOD),

ascorbate peroxidase

(APX),

catalase

(CAT),

guaiacol

peroxydase

(POD),

indolacetate oxidase

(IAA ox) dan

polyphenol oxidase

(PPO).

Menurut Blum (2002) bahwa mempertahankan turgor atau status air sangat

penting dalam toleransi kekeringan. Kemampuan ini dapat dikendalikan oleh karakter

konstitutif yang secara kuantitatif lebih besar peranannya dalam toleransi terhadap

cekaman kekeringan dibanding karakter adaptasi. Sehingga implikasi bagi seleksi

adalah karakter konstitutif dapat diseleksi pada lingkungan tanpa cekaman.


(44)

BAB III

PENDUGAAN TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERKECAMBAHAN

MENGGUNAKAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL

ABSTRAK

Tujuan percobaan ini adalah untuk (a) mengevaluasi efektivitas penggunan larutan PEG 6000 untuk menapis toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan, (b) menentukan konsentrasi PEG yang efektif untuk melakukan seleksi dan (c) memilih peubah pertumbuhan pada fase perkecambahan sebagai indikator toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Genotipe jagung yang diuji sebanyak lima belas genotipe yang dikecambahkan pada media perkecambahan (kertas merang) yang diberikan larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, dan 20% yang masing-masing setara dengan 0, -0.03, -0.19, -0.41 dan -0.67 MPa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan PEG pada media perkecambahan menyebabkan kondisi cekaman terhadap proses pertumbuhan kecambah jagung sehingga pertumbuhan akar dan tunas menjadi terhambat serta memicu akumulasi prolin yang lebih besar pada akar primer kecambah. Kandungan prolin berkorelasi nyata positif dengan pertumbuhan akar, dimana semakin tinggi kandungan akumulasi prolin pada akar primer kecambah maka semakin besar panjang dan bobot kering akar. Metode seleksi cekaman kekeringan dengan pemberian larutan PEG 10% ke dalam media perkecambahan merupakan kondisi selektif yang efektif untuk menyeleksi dan mengelompokkan genotipe jagung cekaman kekeringan. Pengukuran bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar primer kecambah pada kondisi cekaman PEG 10% mampu memprediksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dengan tingkat kesesuaian pengelompokkan di lapang cukup baik. Proporsi kesesuaian genotipe medium toleran sebesar 0.72 dan genotipe peka sebesar 0.88.


(45)

PREDICTION OF MAIZE GENOTYPES TOLERANCE TO DROUGHT AT GERMINATION STAGES USING

POLYETHELENE GLYCOL (PEG)

ABSTRACT

The objectives of this research were to (a) determine effectiveness of polyethylene glycol (PEG) 6000 to predicted response of maize genotypes against drought stress, (b) to determine the effective concentration of PEG and (c) to select growth parameters at germination stages as indicator of drought tolerance. The research was used fifteen maize genotypes were germinated by PEG supplementation concentrations 0%, 5%, 10%, 15% and 20%. The result indicated that supplementation of PEG in the germination media were reduce germination, root, shoot growth and have more proline accumulation in their primary root. There was positive correlation among proline accumulation in primary best root with root length. The maize genotypes more with proline accumulation in primary root have best root length and dry weight of root. Selection method by supplementation of PEG 10% in the germination media was effective to differentiate tolerant and sensitive maize genotypes to drought. Measurement of root dry weight and proline accumulation in primary root at PEG 10% could used to predict tolerance of maize genotypes and have highly similarity with result of selection on the filed. Similarity proportion of medium tolerant genotypes was 0.72, while sensitive genotypes was 0.88


(46)

PENDAHULUAN Salah satu strategi pengembangan tanaman jagung pada lahan kering yang sering mengalami kondisi cekaman kekeringan adalah penanaman varietas jagung toleran cekaman air. Varietas tersebut dapat diperoleh dari serangkaian penelitian. Pada tahap awal adalah memperoleh bahan genetik yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan cara melakukan seleksi atau penapisan genotipe untuk mengetahui tingkat toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan. Upaya mendapatkan genotipe tersebut perlu didukung tersedianya sumber genetik dan metode seleksi yang efektif dan efisien.

Seleksi dapat dilakukan pada fase perkecambahan yang bertujuan untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan dan mengurangi jumlah genotipe untuk diuji di lapang (Rumbough & Johnson 1981; Longenberger 2005). Penapisan genotipe toleran cekaman kekeringan telah dilakukan dengan penggunaan larutan polietilena glikol (polyethylen glycol, PEG) 6000 pada tanaman gandum (Blum et al.

1980; Rauf et al. 2004), alfalfa (Rumbough & Jhonson 1981), kedelai (Widoretno et al. 2002), kacang tanah (Adisaputra et al. 2005), kapas (Longenberger 2005), cabai, tomat, tembakau, padi (Verslues et al. 2006) dan pear millet (Radhouane 2007).

PEG 6000 dapat digunakan untuk simulasi cekaman kekeringan karena dapat mengontrol tingkat penurunan potensial air dan tidak dapat masuk ke dalam jaringan tanaman, sehingga tidak bersifat racun bagi tanaman (Verslues et al. 2006). Keunggulan sifat tersebut memungkinkan PEG 6000 dapat digunakan sebagai alternatif metode seleksi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan pada fase vegetatif dengan media pasir (Chazen & Newman 1994; Ogawa & Yamauchi 2006). Hasil penelitian Blum et al. (1980) menyatakan bahwa penggunaan PEG 6000 dengan tingkat potensail air -0.59 sampai -1.13 Mpa dapat digunakan untuk seleksi toleransi genotipe gandum terhadap cekaman kekeringan.

Menurut Dubrovsky dan Go´mez-lomeli (2003) bahwa beberapa strategi dilakukan tanaman toleran untuk menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada saat fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak, sehingga Camacho dan Caraballo (1994); Oemar et al. (1997) menyatakan bahwa bobot kering dan panjang akar merupakan karakter utama untuk seleksi genotipe jagung toleran cekaman


(47)

kekeringan. Strategi lainnya adalah mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik sel dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial air tanpa membatasi fungsi enzim dalam sel (Tardieu 1997

dalam Sopandie 2006). Salah satu senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotik sel (osmotic adjustment, OA) adalah prolin. Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979); Raymond dan Smirnoff (2002) menyatakan bahwa prolin paling banyak diakumulasi pada ujung akar primer, dimana persentase prolin yang dihasilkan sekitar lebih dari 50% dibanding senyawa OA lainnya pada kondisi cekaman kekeringan.

Tujuan percobaan ini adalah untuk (a) mengevaluasi efektivitas penggunan larutan PEG 6000 untuk menduga respon genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan, (b) menentukan konsentrasi PEG yang efektif untuk melakukan seleksi dan (c) menentukan peubah pertumbuhan pada fase perkecambahan sebagai karakter seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Kombinasi antara konsentrasi PEG dan peubah pertumbuhan pada fase perkecambahan yang dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung dapat digunakan sebagai metode baku untuk seleksi.

BAHAN DAN METODE

Bahan Tanaman dan Perlakuan PEG. Percobaan dilaksanakan di Laboratium Benih, Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus – September 2007 dengan rancangan percobaaan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah 15 genotipe jagung sedangkan faktor kedua adalah pemberian PEG 6000 dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% yang masing-masing setara dengan -0.03, -0.19, -0.41 dan -0.67 MPa (Mexal et al. 1975), sebagai pembanding adalah tanpa pemberian PEG. Dengan demikian terdapat 75 kombinasi perlakuan dan tiap perlakuan diulang tiga kali. Pengujian pada fase perkecambahan dilakukan tiga set percobaan.

Genotipe jagung yang diuji pada fase perkecambahan sebanyak 15 genotipe yaitu: MR 14, MR 4, DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB, Anoman, PT-BC4-6, DTPY-F46-3-9-nB, PT-12, G18 Seq C2-F119-2-1-1nB, PT-17, CML 161, CML 165, Nei 9008, B11-209, G180 dan G193. Genotipe yang peka cekaman kekeringan adalah MR 4


(48)

(Dahlan et al. 2001), CML 161, dan CML 165 (CIMMYT 2006). Sedangkan genotipe toleran cekaman kekeringan adalah Anoman, G18 Seq C2-F119-2-1-1nB, MR 14 (Irniany et al. 2006), DTPY-C9-F46-1-7-1-1-fB, dan DTPY-F46-3-9-nB (CIMMYT 2006).

Benih dari masing-masing genotipe dipilih ukuran dan bentuk yang seragam kemudian dikecambahkan dengan metode uji kertas gulung dalam plastik (UKDdp) yang dilembabkan dengan campuran aquades dan PEG 6000. Banyaknya PEG yang dilarutkan sesuai dengan perlakuan. Misalnya untuk membuat larutan 5% PEG, dilakukan dengan cara melarutkan 50 g kristal PEG dengan aquades sampai mencapai volume satu liter. Untuk larutan PEG 10%, 15%, dan 20% kristal PEG yang dilarutakan dalam satu liter aquades adalah 100, 150, dan 200 g.

Sebelum dikecambahkan benih terlebih dahulu direndam dalam larutan

Benomyl (0,5 g/l aquadest) selama 1 - 2 menit. Hal ini berguna untuk mencegah perkembangan jamur. Benih jagung sebanyak 20 benih disusun diatas tiga lembar kertas merang berukuran 30 x 20 cm dan ditutup dengan tiga lembar kertas merang yang telah dilembabkan sesuai dengan perlakuan. Kertas merang yang berisi benih digulung dan diinkubasi dalam germinator tipe IPB 72-1.

Pengamatan

Pengamatan meliputi beberapa peubah yaitu :

1. Daya berkecambah (DB), diamati dengan menghitung jumlah kecambah normal yang tumbuh pada hari ketiga dan kelima.

Keterangan:

KN I = jumlah kecambah normal pada hari ketiga KN II = jumlah kecambah normal pada hari kelima

2. Kecepatan tumbuh (KCT), dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal yang muncul setiap hari (interval 24 jam) hingga pengamatan hari kelima

Kerangan :

N1…N2 = persentase kecambah normal pada 1, 2, .., n hari setelah tanam D1…D2 = jumlah hari setelah tanam

% 100 x benih ) II KN I KN ( DB

+ = n n 2 2 1 1 CT D N ... D N D N


(49)

3. Indeks vigor, penilaian dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama

4. Panjang akar dan tunas 5. Bobot kering akar dan tunas

6. Kandungan prolin pada akar primer

Analisis kandungan prolin dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Bates et al. (1973) dengan menggunakan spektrometer dengan prolin murni sebagai standar. Asam ninhidrin disiapkan sebagai pereaksi dengan melarutkan 1 g ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glasial. Larutan didinginkan dan disimpan selama 24 jam hingga siap digunakan. Sekitar 0.2 g akar primer jagung digerus dalam mortar porselin, dihomogenisasi dengan 10 ml asam sulfosalsik 3%, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit dan diambil supernatannya. Supernatan ditera sebanyak 10 ml, 2 ml cairan sampel diambil dan direaksi dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glasial dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan selama 1 jam pada suhu 100oC. Setelah itu didinginkan dalam air es selama 5 menit dalam ice bath. Campuran tersebut diekstraksi dengan 4 ml toluen dan dihomogenisasi dengan test tube stirer selama 15-20 detik hingga terbentuk kromofor berwarna merah. Kromofor yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm dengan spektrometer. Untuk menentukan konsentrasi kandungan prolin digunakan larutan standar yang diekstrasi dengan cara yang sama sebagaimana dilakukan pada sampel jaringan. Konsentrasi prolin ditentukan dari standar dan dihitung berdasarkan bobot segar yaitu:

Kandungan prolin dinyatakan dalam µmol/g bobot segar sampel.

7. Indeks sensitivitas cekaman kekeringan (S) dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Fischer dan Maurer (1978):

Keterangan:

Yp = Rata-rata suatu genotipe yang mendapat cekaman kekeringan Y = Rata-rata suatu genotipe yang tidak mendapat cekaman kekeringan

) X / Xp ( 1 ) Y / Yp ( 1 S − − = ) sampel g toluen ml x ml / prolin g (μ =


(1)

Lampiran 17 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap bobot kering akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Bobot kering akar (g) pada konsentrasi PEG

Rataan 0% 5% 10% 15% 20%

Anoman 1.70 1.83 1.33 1.07 0.97 1.38 A B11-209 1.03 0.93 0.53 0.50 0.33 0.67 BC CML 161 1.00 0.83 0.67 0.43 0.40 0.67 BC

CML 165 0.80 0.77 0.53 0.37 0.40 0.57 C DTPY-C9-F46-fB 0.83 0.70 0.67 0.60 0.50 0.66 BC DTPY-F46-3-9-nB 1.10 0.87 0.80 0.67 0.63 0.81 BC G 193 1.23 0.83 0.57 0.43 0.40 0.69 BC G18 Seq C2-nB 1.10 0.97 0.77 0.53 0.50 0.77 BC

G180 0.87 0.80 0.73 0.70 0.47 0.71 BC MR 14 1.40 0.90 0.57 0.60 0.40 0.77 BC

MR 4 1.13 0.90 0.77 0.70 0.47 0.79 BC Nei 9008 1.13 0.87 0.77 0.77 0.73 0.85 B

PT-12 1.33 1.20 0.87 0.60 0.50 0.90 B PT-17 1.30 0.97 0.83 0.70 0.53 0.87 B PT-BC4-9 1.20 0.90 0.87 0.83 0.60 0.88 B Rataan 1.14 a 0.95 b 0.75 c 0.63 cd 0.52 d

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Lampiran 18 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap panjang akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Panjang akar primer (cm) pada konsentrasi PEG

Rataan 0% 5% 10% 15% 20%

Anoman 51.40 51.83 51.17 52.83 50.50 51.55 B B11-209 52.33 51.67 51.50 52.50 49.50 51.50 B CML 161 42.77 41.83 40.17 39.17 37.50 40.29 G

CML 165 53.10 51.50 48.67 44.83 44.50 48.52 CD DTPY-C9-F46-fB 44.83 45.33 44.83 44.33 42.00 44.27 FE DTPY-F46-3-9-nB 51.17 51.93 50.33 49.33 45.50 49.65 BCD G 193 37.33 38.83 39.33 36.83 34.83 37.43 H G18 Seq C2-nB 51.67 50.43 46.77 44.33 43.93 47.43 D

G180 28.73 29.50 28.83 28.33 25.83 28.25 I MR 14 44.17 42.77 42.03 41.70 38.63 41.86 FG

MR 4 49.43 42.93 38.50 36.50 35.83 40.64 G Nei 9008 55.00 55.17 55.83 56.67 57.67 56.07 A

PT-12 50.00 49.27 51.10 51.83 52.67 50.97 BC PT-17 49.40 50.83 48.00 45.70 43.67 47.52 D PT-BC4-9 51.83 49.50 43.33 42.00 37.27 44.79 E Rataan 47.54 a 46.89 a 45.36 b 44.46 b 42.66 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil yang sama pada baris, tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%


(2)

Lampiran 19 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap jumlah akar yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Jumlah akar pada konsentrasi PEG

Rataan

0% 5% 10% 15% 20%

Anoman 17.83 16.67 15.67 14.67 12.00 15.37 AB B11-209 14.33 13.67 10.83 9.50 8.00 11.27 EF CML 161 15.33 14.33 13.83 12.83 12.50 13.77 ABC CML 165 13.33 12.50 10.50 9.67 8.83 10.97 F DTPY-C9-F46-fB 16.67 14.33 13.00 12.33 11.50 13.57 CD DTPY-F46-3-9-nB 15.67 13.50 12.33 11.50 11.33 12.87 CDE G 193 13.33 12.33 11.50 10.33 10.83 11.67 EF G18 Seq C2-nB 16.83 15.67 13.67 12.33 11.00 13.90 ABC G180 13.17 12.17 11.00 11.17 10.00 11.50 EF MR 14 14.00 12.67 10.50 7.50 6.67 10.27 F MR 4 17.17 16.83 15.83 14.83 14.17 15.77 A Nei 9008 17.83 16.83 15.67 16.00 14.00 16.07 A PT-12 16.67 15.17 14.33 14.00 12.67 14.57 ABC PT-17 18.50 16.17 14.67 12.33 11.17 14.57 ABC PT-BC4-9 15.00 13.00 12.83 12.17 11.00 12.80 DE Rataan 15.71 a 14.39 b 13.08 c 12.08 d 11.04 e Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil

yang sama pada baris, tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Lampiran 20 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap bobot kering tajuk yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Bobot kering tajuk (g) pada konsentrasi PEG

Rataan 0% 5% 10% 15% 20%

Anoman 3.70 2.40 2.03 1.70 1.50 2.27 A B11-209 2.33 1.60 0.93 0.80 0.57 1.25 BCD CML 161 2.07 1.50 0.93 0.53 0.57 1.12 BCD CML 165 1.90 1.40 0.83 0.53 0.50 1.03 D DTPY-C9-F46-fB 1.73 1.27 0.83 0.93 0.73 1.10 CD DTPY-F46-3-9-nB 2.37 1.27 1.10 0.97 0.90 1.32 BCD G 193 2.73 1.80 1.13 0.80 0.63 1.42 BC G18 Seq C2-nB 1.90 1.27 1.13 0.67 0.57 1.11 BCD G180 1.83 1.40 1.27 1.00 0.67 1.23 BCD MR 14 2.73 1.47 0.77 0.80 0.57 1.27 BCD MR 4 2.40 1.40 1.10 0.97 0.67 1.31 BCD Nei 9008 2.40 1.40 1.07 1.00 0.87 1.35 BCD PT-12 3.10 1.57 1.13 0.77 0.73 1.46 B PT-17 2.73 1.40 1.17 1.07 0.73 1.42 BC PT-BC4-9 2.63 1.60 1.20 1.07 0.80 1.46 B Rataan 2.44 a 1.52 b 1.11 c 0.91 d 0.73 e Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil


(3)

Lampiran 21 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap rasio bobot kering akar/tajuk yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Rasio bobot kering akar/tajuk pada konsentrasi PEG

Rataan 0% 5% 10% 15% 20%

Anoman 0.46 0.94 0.66 0.66 0.68 0.68 AB B11-209 0.44 0.60 0.57 0.62 0.63 0.57 B CML 161 0.50 0.57 0.73 0.76 0.64 0.64 AB CML 165 0.42 0.52 0.63 0.67 0.77 0.60 AB DTPY-C9-F46-fB 0.48 0.57 0.75 0.71 0.77 0.66 AB DTPY-F46-3-9-nB 0.47 0.69 0.72 0.67 0.75 0.66 AB G 193 0.47 0.46 0.61 0.60 0.70 0.57 B G18 Seq C2-nB 0.56 0.81 0.73 0.79 0.89 0.76 A G180 0.52 0.58 0.57 0.71 0.79 0.63 AB MR 14 0.50 0.62 0.73 0.73 0.71 0.66 AB MR 4 0.47 0.70 0.66 0.72 0.69 0.65 AB Nei 9008 0.48 0.63 0.74 0.77 0.83 0.69 AB PT-12 0.42 0.78 0.80 0.77 0.73 0.70 AB PT-17 0.48 0.68 0.74 0.79 0.78 0.69 AB PT-BC4-9 0.45 0.58 0.71 0.75 0.74 0.65 AB Rataan 0.47 c 0.65 b 0.69 ab 0.72 ab 0.74 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil

yang sama pada baris, tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Lampiran 22 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap warna hijau daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Warna hijau daun pada konsentrasi PEG

Rataan

0% 5% 10% 15% 20%

Anoman 44.70 36.43 36.13 33.90 33.30 36.89 BA

B11-209 40.13 38.30 36.00 34.83 29.93 35.84 BAC

CML 161 25.27 32.50 32.87 27.23 22.33 28.04 F

CML 165 29.50 27.57 33.73 30.37 29.57 30.15 EDF

DTPY-C9-F46-fB 43.77 41.97 40.30 32.27 38.53 39.37 A

DTPY-F46-3-9-nB 42.90 39.17 37.37 34.53 34.77 37.75 A

G 193 43.50 36.60 34.20 35.03 33.50 36.57 BA

G18 Seq C2-nB 33.00 31.83 31.37 24.40 24.17 28.95 EF

G180 37.87 34.57 31.40 31.70 30.40 33.19 BDC

MR 14 42.27 42.17 35.67 35.67 33.57 37.87 A

MR 4 25.97 24.83 24.60 23.93 20.43 23.95 G

Nei 9008 34.77 32.87 31.90 31.53 27.07 31.63 EDF

PT-12 35.33 33.83 32.73 31.30 29.27 32.49 EDC

PT-17 33.80 34.07 34.93 30.23 30.37 32.68 EDC

PT-BC4-9 35.47 32.10 31.77 28.47 27.23 31.01 EDF

Rataan 36.55 a 34.59 ab 33.66 b 31.03 c 29.63 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil

yang sama pada baris, tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%,*Nilai rata-rata dari percoban dua set


(4)

Lampiran 23 Pengaruh simulasi cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dalam media tanam terhadap warna hijau daun yang diukur 30 hari setelah perlakuan

Genotipe

Skor menggulung daun pada konsentrasi PEG

0% 5% 10% 15% 20% Anoman

1.0 0 e A

1.5 6 dCD

2.3 3 cC

2.7

8 bGHIJ 3.4

4 a FGH B11-209

1.0 0 d A

1.5 6 cCD

2.2 2 bCD

2.8

9 aFGHI 3.2

2 a GHI CML 161

1.0 0 d A

1.5 5 cCD

2.7 8 b

A B

3.7 8 aAB

4.0

0 a BCD CML 165

1.0 0 e A

1.5 6 dCD

2.3 3 cC

3.1 1 bEFG

4.1 1 a BC DTPY-C9-F46-fB

1.0 0 e A

1.7 8 dBC

2.1 1 c C D 3.0 0 b EFG H 3.8 9 a BCD E DTPY-F46-3-9-nB 1.0 0 e A

1.6 7 d

BC D

2.4 4 cBC

3.2 2 bDEF

3.7

8 a CDEF G 193

1.0 0 d A

1.5 6 cCD

2.4 4 bBC

3.3

3 aCDE 3.5

6 a EFG G18 Seq C2-nB

1.0 0 e A

1.4 4 dCD

1.8 9 cDE

2.5 6 bIJ

3.0 0 a I G180

1.0 0 e A

2.0 0 dAB

3.1 1 cA

4.1 1 bA

4.7 8 a A MR 14

1.0 0 d A

1.3 3 dD

1.6 7 cE

2.4 4 bJ

3.2 2 a GHI MR 4

1.0 0 e A

2.2 2 dA

3.0 0 cA

3.6 7 bBC

4.2 2 a B Nei 9008

1.0 0 d A

1.7 8 cBC

2.7 8 b

A B

3.5

6 aBCD 3.6

7 a DEF PT-12

1.0 0 e A

1.4 4 dCD

2.1 1 c

C D

2.6 7 bHIJ

3.0 0 a I PT-17

1.0 0 e A

2.0 0 dAB

2.4 4 cBC

3.2 2 bDEF

4.2 2 a B PT-BC4-9

1.0 0 d A

1.3 3 dD

1.8 9 cDE

2.4 4 bJ

3.1 1 a HI Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom atau huruf kecil

yang sama pada baris, tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Lampiran 24 Dinamika kadar air tanah pada lahan percobaan pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan

Pengairan ke Hari setelah tanam Kadar air tanah pada kondisi

Optimum Cekaman kekeringan 1*£ 0 (penanaman) 38.18 38.57

13 12.49 11.47

2*£ 14 37.64 38.72

27 13.12 11.86


(5)

41 19.25 18.95

4*£ 42 38.57 37.84

54 20.18 12.56

5£ 55 40.12 11.69

70 24.12 11.69

6£ 72 38.33 9.29

84 26.52 9.29

7£ 86 39.62 9

100 19.63 9

Keterangan: *Pengarian pada petak kondisi cekaman kekeringan dan £pengarian pada petak kondisi optiumum.


(6)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Minggu

E

v

ap

or

as

i (

m

l)

a

ta

u T

e

m

p

er

at

ur

(

o C)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

K

el

em

b

aba

n (

%

)

E vaporas i Tem peratur m inim um Tem peratur m ax im um K elem baban m inim um K elem baban m ax im um

Lampiran 25. Kondisi iklim pada lokasi percobaan di KP Muneng, Probolinggo, Jawa timur.