PEMBELAJARAN DESAIN BERBASIS BUDAYA

PEMBELAJARAN DESAIN BERBASIS BUDAYA

  Pendikan desain pada saat ini merupakan bagian integral dari pendidikan seni di sekolah. Pada kurikulum pendidikan seni budaya di sekolah, tidak terdapat ruang yang spesifik untuk mata pelajaran pendidikan desain. Pendidikan desain menjadi bagian dari pendidikan seni dan pendidikan budaya. Persoalan yang kemudian mengemuka adalah konsekwensi yang harus ditanggung oleh siswa untuk memahami konsep desain secara utuh. Pada saat pendidikan seni harus berbagi ruang dengan pendidikan budaya, secara kuantitas pembelajaran seni menjadi berkurang. Penguasaan konsep-konsep dan ketrampilan seni masih dipecah-pecah dalam lingkup 4 cabang seni, seni rupa, seni musik, seni tari dan seni drama. Sesuatu yang tidak mungkin menumbuhkan konsep berkesenian secara paripurna.

  Proses berkesenian membutuhkan rangkaian waktu yang tidak singkat. Pendidikan seni merupakan pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter siswa, sehingga memerlukan pemahaman yang utuh tentang proses berkesenian. Keutuhan konsep dalam berkesenian akan membuahkan keutuhan dalam membentuk sebuah karakter. Pendidikan seni tidak berorientasi pada penguasaan dan peningkatan level ketrampilan semata-mata, tetapi lebih pada penguasaan sikap berkesenian. Sikap berkesenian yang baik pada gilirannya akan menumbuhkan kadar apresiasi yang baik, sehingga mampu menumbuhkan sikap mencintai kebudayaan nasional. Tujuan pembelajaran seni tersebut berjalan beriringan dengan tujuan pembelajaran budaya. Pelajaran kesenian pada umumnya berfungsi sebagai transfer of learning dan transfer of value dari disiplin ilmu yang lain. Pendidikan kesenian tidak semata-mata sebagai media peningkatan ketrampilan seni tetapi juga berperan sebagai media transfer nilai- nilai. Pendidikan kesenian sebagai mediasi pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan, karakter bangsa, budaya nasional dan semangat kebangsaan.

  Pendidikan kesenian

  Pada umumnya pendidikan seni budaya di Indonesia dapat diklasifikasikan a) Pendidikan Vokasional, yang sering disebut sebagai pendidikan kejuruan.

  Pendidikan vokasional menitikberatkan pada penguatan ketrampilan siswa, sehingga lulusan pendidikan vokasional diharapkan terampil pada bidangnya.

  b) Pendidikan Avokasional, yaitu pendidikan seni budaya yang menitik beratkan tujuan pendidikan seni sebagai media pendidikan. Seni sebagai bagian integral dari keseluruhan pendidikan. Antara lain sebagai pembinaan pikir, rasa, serta ketrampilan. Jenis ini yang dilaksanakan di sekolah umum (non kejuruan) (Ardipal, 2010).

  Depdiknas (2007:2) secara konseptual melihat pendidikan seni bersifat (1) multilingual, yakni pengembangan kemampuan peserta didik mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media, dengan pemanfaatan bahasa rupa, bahasa kata, bahasa bunyi, bahasa gerak, bahasa peran, dan kemungkinan berbagai perpaduan di antaranya. Kemampuan mengekspresikan diri memerlukan pemahaman tentang konsep seni, teori ekspresi seni, proses kreasi seni, teknik artisitik, dan nilai kreativitas. Pendidikan seni bersifat (2) multidimensional, yakni pengembangan beragam kompetensi peserta didik tentang konsep seni, termasuk pengetahuan,pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, dan etika. Pendidikan seni bersifat(3) multikultural, yakni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan peserta didik mengapresiasi beragam budaya nusantara dan mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan peserta didik hidup secara beradab dan toleran terhadap perbedaan nilai dalam kehidupan masyarakat yang pluralistik. Sikap ini diperlukan untuk membentuk kesadaran peserta didik akan beragam nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat. Pendidikan seni berperan mengembangkan (4) multikecerdasan, yakni peran seni membentuk pribadi yang harnonis sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik,termasuk kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual(spasial), verbal-linguistik, musikal, matematiklogik, jasmani-kinestetis, dan lain sebagainya.

  Pada sisi yang lain pembelajaran desain tidak mendapat tempat yang lebih baik dari pendidikan kesenian. Pendidikan desain masih difungsikan sebagai

  Desan bagi sebagian masyarakat dinilai sebagai bagian dari seni, sehingga melihat desain merupakan wilayah keilmuan yang menyatu dengan kesenian. Desain dalam taksonomi keilmuan merupaka wilayah yang terpisah dengan kesenian. Desain merupakan wilayah interaksi antara ranah keteknikan dan ranah kesenian. Desain bermakna bidang ilmu yang merupakan perpaduan antara ketrampilan keteknikan dan kepekaan estetis.

  Kondisi tersebut menyebabkan keilmuan desain menjadi unik dan memiliki karakter yang divergen. Desain menjadi bidang ilmu yang berinteraksi dengan banyak bidang keilmuan Desain merupakan pertemuan antara kebutuhan faktual, bagian dari proses teknologi, ekonomi, pemsaran, aestetik, ekologi, budaya, dan juga nilai etika, yang disatukan dengan fungsi-fungsi komersial dan sesuai dengan konteks sosial (Archer, 2007). Sehingga pemahaman desain membutuhkan serangkaian pemahaman keilmuan yang lain. Pembelajaran desain merupakan pembelajaran seni, teknologi dan kebudayaan dalam satu kesatuan. Pembelajaran desain baik, di level sekolah dasar hingga sekolah menengah pada prinsipnya merupakan pembelajaran levelisasi peradaban secara komprehensif, sehingga pemahaman pengajar tentang perkembangan peradaban mutlak diperlukan. Desain merupakan wilayah keilmuan yang mensyaratkan kemutakhiran dalam konsep dan aplikasinya.

  Pendidikan Desain di Sekolah

  Pendidikan desain disekolah pada prinsipnya merupakan pendidikan peradaban. Desain merupakan simbol-simbol peradaban. Karya desain merupakan karya yang mencitrakan satu kurun waktu tertentu, sehingga tampilan desain pada satu waktu tertentu menjadi indikator peradaban pada kurun waktu tersebut. Bertolak dari hal tersebut pendidikan desain merupakan upaya memperkenalkan kazanah peradaban bagi siswa. Siswa diharapkan mengenal karya-karya budaya melalui desain. Pembelajaran desain bagi siswa sekolah merupakan upaya memahamkan keberadaan dan kebesaran karya budaya bangsa melalui apresiasi karya-karya desain.

  Pendidikan desain pada kurikulum sekolah di Indonesia tidak di utarakan dipaparkan secara spesifik, sehingga secara konsep terlihat rancu dengan pelajaran kesenian. Pada sebagian pengajar desain dan seni dipandang sebagai satu kesatuan. Konsep keilmuan yang perlu dikaji secara lebih kritis. Desain dilahirakan sebagai sebuah disiplin keilmuan baru pada awal abad ke-20, sedangakan seni menjadi wilayah keilmuan yang otonom semenjak akhir masa renaisance di Eropa.

  Seni dimaknai sebagai sesuatu yang berpusat pada kaidah estetika dan kreativitas, sehingga segala bentuk karya visual yang menawarkan sisi keindahan dan kadar kreativitas menjadi bagian dari seni secara umum. Desain secara visual memiliki sisi linearitas dengan seni. Desain dilahirkan dari persoalan-persoalan real yang dihadapi masyarakat. Lahirnya persoalan atau masalah menjadikan desain sebagai wilayah yang menawarkan solusi. Tindakan-tindakan solutif dalam desain merupakan pengejawantahan tingkat ketrampilan, pengusaan teknologi, kepekaan estetis, dan respon sosial budaya dari masyarakat pendukungnya. Bentuk-bentuk ataupun citra visual dari karya desain dapat menjadi cerminan kadar estetika, keteknikan ataupun tingkat kreativitas perancanganya (desainer). Pada titik tersebut keilmuan desain berada dalam satu garis dengan karya-karya seni (visual).

  Persoalan desain sebenarnya melebihi persoalan kesenian. Tingkat objectivikasi desain menjadai salah satu indikator keberhasilan karya yang ditawarkan. Kondisi tersebut menjadi salah satu titik pembeda antara pendidikan seni dan pendidikan desain. Pendidikan desain mensyaratkanobjektivikasi proses penciptaan karya. Pada proses berkesenian objektivikasi karya merupakan sesuatu yang tidak mutlak diperlukan. Karya seni cenderung subjektif dan bebas nilai. Prinsip tersebut berbeda dengan proses desain, yang mensyaratkan objektivikasi dan tidak bebas nilai. Desain merupakan produk yang berorientasi pasar, sehingga tampilan visual produk menjadi sesuatu yang sangat penting.

  Pendidikan desain berangkat dari analisa kebutuhan lapangan (pasar), sehingga pengalaman belajar yang diharapkan diperoleh siswa adalah kemampuan melihat konteks masalah dan alternatif solusi yang ditawarkan. Kemampuan melihat konteks persoalan dimulai dengan kemampuan analitis terhadap masalah satu levelisasi tertinggi dalam tingkatan pengusaan suatu materi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran desain merupakan pembelajaran yang mempersiapkan siswa untuk melihat masalah secara komprehensif. Siswa tidak berada pada wilayah peningkatan ketrampilan (skill) semata-mata, tetapi juga berada dalam wilayah penguasaan konsep-konsep dalam memecahkan suatu masalah. Berdasarkan sistem taksonomi Bloom kemampuan analisis merupakan level kemapuan dalam dimensi kognitif. Penyiapam kemampuan analisa dalam diri siswa menjadi salah satu syarat penyiapan kemampuan mendesain.

  Pendidikan desain bagi siswa sekolah mensyaratkan pengusaan konsep analitis dalam setiap pemecahan masalah yang hendak dilakukan. Pada kondisi ini pembelajaran desain menjadi lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan pembelajaran seni. Desain yangbaik dilahirkan dari kosnep pemikiran yang baik. Kemampuan analisa menjadi salah satu kunci menghasilkan kualitas desain yang dapat diperhitungkan. Bagi siswa sekolah kemampuan analisa masalah disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang di tempuh.

  Salah satu persoalan yang perlu dibenahi berkaitan dengan pembelajaran desain di sekolah adalah peletakan paradigma disiplin desain ditengah disiplin ilmu seni. Desain harus dilihat sebagai disiplin ilmu yang terpisah dengan seni, sehingga akan menghasilkan konsep, metode dan proses pembelajaran yang berbeda. Metoda desain berbeda dengan metoda pembelajaran seni

  Pembelajaran desain di sekolah selayaknya di fokuskan pada tindakan- tindakan pemecahan masalah secara komprehensif. Pada pembelajaran seni, lazimnya digunakan dengan dua orientasi utama, yaitu seni sebagai media ekspresi dan seni sebagai media apresiasi. Pembelajaran desain di level sekolah menengah lebih banyak ditekankan pada tindakan produktif pada tataran kreatif. Kondisi tersebut dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan di level kejuruan. Pada pendidikan kejuruan, kemampuan desain merupakan kemampuan itegratif dengan kemampaun produktif. Kodisi yang berbeda dijumpai pada pendidikan umum atau non kejuruan. Pada pendidikan umum, proses belajar mengajar yang berkaitan dengan aktivitas desain tidak berjalan secara otonomon, tetapi terintegrasi dengan pendidikan kesenian.

  Kebudayaan Dalam Pendidikan Desain

  Semangat penggabungan pendidikan seni dalam ranah pelajaran seni dan budaya adalah meletakan konsep-konsep kebudayaan secara integratif dalam pembelejaran kesenian. Kondisi tersebut juga berlaku pada pembelajaran desain di sekolah. Pembelajaran desain diharapakan juga mampu menumbuhkan sikap mengharagai budaya sendiri (nasional). Muatan-muatan kebudayaan dapat diselipkan dalam beberapa kasus pembelajaran desain.

  Pendidikan desain tidak ditekankan pada penguatan kaetrampilan dan kepekaan dalam menyikapi masalah, tetapi merupakan akumulasi dari pemahaman terhadap masalah yang dihadapi dengan berbagai pertimbangan yang sifatnya holistik. Desain dalam konteks keilmuan dilihat dalam 3 praksis utama, yaitu konsep pemikiran, proses ekspresi, dan sebagai produk. Desain dalam praksis konsep pemikiran merupakan perencanaan yang mengkaitkan antara konsep pemikiran dan sistem secara bersama-sama. Desain sebagai ekspresi merupakan aplikasi visual dari konsep fikir dengan menggunakan medium yang berkualitas agar mencapai produk yang optimal. Desain sebagai sebuah produk merupakan hasil akhir dan menjadi satu artefak. Pendidikan desain pada prinsipnya merupakan pengajaran untuk 3 praksis tersebut.

  Berkenaan dengan hal tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran desain berkisar pada penguatan metoda desain yang hendak diajarkan. Bagi siswa sekolah, desain harus dipahamkan sebagai produk fikir sehingga proses pembentukkannya tidak bersifat parsial. Desain tidak dilihat sebagi produk artefak yang hanya berkisar pada penampilan visual semata-mata. Desain sebagai produk fikir (logika) kehadirannya tidak dapat dilepaskan dengan konteks estetika dan etika. Berkatan dengan hal tersebut pembelajaran desain merupakan sebuah proses yang bersifat holistik.

  Muatan-muatan kebudayaan perlu mendapat porsi yang cukup dalam pembelajaran desain. Hal tersebut berkenaan dengan letak disiplin desain sebagai bagian dalam proses pendidikan budaya. Desain menjadi salah satu dalam 12 pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Hal tersebut berimbas pada

DAFTAR PUSTAKA

  Ardipal. 2010. Kurikulum Pendidikan Seni Budaya Yang Ideal Bagi Peserta

  Didik Di Masa Depan. Jurnal Bahasa Dan Seni Vol 11 No. 1 Tahun 2010 (1 - 10). Padang: Universitas Negeri Padang.

  Archer, Bruce . 2007. The Nature Of Research Into Design And Design

  Education. Makalah tidak diterbitkan. IDATER: Department of Design and Technology, Loughborough University.