KONTRIBUSI PENERIMAAN RETRIBUSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PAD PROVINSI LAMPUNG Tahun 2004 – 2011

(1)

KONTRIBUSI PENERIMAAN RETRIBUSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PAD PROVINSI LAMPUNG Tahun 2004 - 2011

Oleh

REFLIK DWIAJIE

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

KONTRIBUSI PENERIMAAN RETRIBUSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PAD PROVINSI LAMPUNG Tahun 2004 – 2011

Oleh

REFLIK DWIAJIE

Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah hasil pajak daerah dan retribusi daerah.

Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjelaskan pengertian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, dan hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “ Seberapa besar kontribusi penerimaan retribusi Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung tahun 2004-2011”, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Seberapa Besar kontribusi penerimaan retribusi Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung taahun 2004-2011, teknik pengumpilan data yang digunakan adalah dokumentasi sedangkan untuk analisis digunakan analisis data secara deskriptif kualitatif.

Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa Pengukuran besarnya kontribusi subsektor perkebunan terhadap PAD Provinsi lampung sangat ditentukan oleh kemampuan subsektor perkebunan dalam merealisasikan target yang ditetapkan potensi pungutan retribusi yang dicapai pertahunnya dengan rata-rata Rp. 148.365.651 dengan potensi pungutan terbesar pertahun pada tahun 2011 yaitu Rp. 365.254.000 dan terkecil yaitu pada tahun 2005 sebesar Rp. 130.872.000, sedangkan realisasi pungutan retribusi yang dicapai pertahunnya rata rata adalah Rp. 238.927.625 dengan realisasi terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 312.548.988 dan terkecil pada tahun 2004 sebesar Rp. 72.700.000, untuk keseluruhan realisasi terhadap potensi dalam lima tahun anggaran rata rata adalah sebesar 31.64 %.


(3)

(4)

(5)

(6)

Halaman

I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalaha ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Kerangka Pemikiran ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA A.Pemerintah Daerah ... 12

B.Keuangan Daerah ... 16

C.Sumber-sumber Pendapatan Daerah ... 19

D.Retribusi Daerah ... 22

E. Pengertian Dan Peranan Retribusi Daerah Sebagai Sumber ... 25

F. Penerimaan Daerah ... 27

III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 28

B. Jenis Dan Sumber Data ... 28

C.Metode Pengumpulan Data ... 29

D.Alat Analisis ... 29

E. GambaranUmum ... 30

1. Provinsi Lampung ... 30

2. Dinas Perkebunan ... 32

F. Struktur Susunan Organisasi Dinas Perkebunan ... 34

G.Potensi Dan Kondisi Perkebunan Provinsi Lampung ... 35

H.Tujuan Pembangunan Perkebunan Provinsi Lampung ... 36

IV HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHSAN A.Perhitungan Target Dan Realisasi PAD Provinsi Lampung Tahun 2004 – 2011 ... 39

B. Unsur-Unsur Pengelolaan Yang Mempengaruhi Penerimaan ... 42

V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan berlangsung secara terus-menerus dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperluas lapangan kerja. Arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.

Pelaksanaan otonomi daerah disesuaikan dengan prioritas daerah dan melalui pengembangan potensi daerah seoptimal mungkin yang di dalamnya juga melibatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan yang juga harus ditingkatkan lagi melalui pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada daerah dengan tetap mengacu kepada arah dan tujuan pembangunan nasional.

Untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya maka daerah memerlukan sumber sumber pembiayaan yang cukup, untuk


(8)

membiayai kegiatan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan.

Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka daerah diwajibkan untuk menggali berbagai sumber keuangan sendiri berdasarkan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka pengembangm sistem otonomi daerah telah dikeluarkan Undang-undang tentang otonomi daerah yaitu

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dapat memberikan kepastian sumber-sumber keuangan bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah secara lebih proporsional serta disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dengan Undang-undang tersebut berarti idiologi politik dan struktur pemerintahan negara akan lebih bersifat desentralisasi dimana pemerintahan sebelumnya lebih bersifat sentralisasi.

Tujuan dari kebijakan desentralisasi sendiri antara lain :

1. Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah.

2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari pemerintah pusat

3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah.

Dalam Undang-Undang Republik Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintah Pusat dan Daerah, telah


(9)

ditetapkan bahwa sumbersumber pendapatan daerah adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari.

a.pajak daerah.

b. retribusi daerah.

c. Pembagian laba badan usaha milik daerah.

2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain Pendapatan yang sah

Peningkatan penerimaan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghimpun dana dari masyarakat sehingga tidak tergantung kepada pemerintah pusat dengan jalan menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan, tiap-tiap daerah memerlukan biaya yang cukup guna terlaksananya kegiatan tersebut secara baik dan tepat waktu. Mengingat bahwa pembangunan hendaknya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, maka kegiatan pembangunan hendaknya tidak hanya dilakukan di pusat kota atau daerah tertentu, melainkan dapat menjangkau seluruh daerah atau desa desa.

Untuk melaksanakan pembangunan yang merata dan dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat tersebut tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, apalagi pembangunan dilakukan secara bertahap dan terus-menerus, maka


(10)

tiap-tiap daerah harus dapat menggali sendiri potensi daerah masing-masing sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerahnya.

Untuk dapat mengetahui perkembangan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel I.

Tabel 1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung Tahun 2004-2011 (dalam ribu rupiah).

Tahun Target Realisasi Rasio (%)

2004 305.117,936 422.059.081 138,3

2005 346.266.831 563.739.266 162,8

2006 512.215,692 658.531.380 128,5

2007 601.552,662 714.576.591 118,5

2008 819.173,437 945.918.152 115,4

2009 850.874,889 910.478.883 107,0

2010 930.745.439 953.932.384 102,4

2011 970.668,353 991.823.234 102,1

Sumber : Dispenda Provinsi Lampung, 2011

Pada Tabel. 1 terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung dari tahun 2004 sampai Tahun 2011 mengalami fluktuasi ysng cukup signifikan dengan penerimaan terbesar pada tahun 2011 sebesar Rp.991,823,234, dan penerimaan terkecil pada Tahun 2004 sebesar Rp.422.059.081, dengan rata-rata kenaikan pendapatan sebesar 121,8 persen pertahun. Kenaikan terbesar terjadi pada Tahun 2005 yaitu sebesar 162,8persen dan kenaikan terkecil terjadi pada Tahun 2011 yaitu sebesar 102,1persen.

Untuk melihat perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel berikut ini


(11)

Tabel 2. Rekapitulasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung Tahun 2004 – Tahun 2011 (Dalam ribu rupiah)

Tahun Pajak

Daerah Retribusi Daerah Laba Usaba Daerah Lain-lain

Pendapatan Total PAD

2004 253.925.221 36.471.412 4.207.141 30.608.455 325.212.229

2005 350.772.072 53.287.909 7.300.728 34.791.844 446.152.553

2006 468.358.783 73.002.198 7.676.221 69.865.360 618.902.562

2007 567.484.359 73.518.650 9.883.550 63.690.032 714.576.591

2008 774.613.920 78.187.108 10.955.126 82.161.998 945.918.152

2009 834.347.938 81.837.348 11.734.344 86.454.325 168.291.673

2010 893.234.455 88.342.564 14.346.745 92.643.873 1.088.567.637

2011 921.254.677 94..576.336 16.456.687 98.678.534 1.036.389.898

Sumber : Dispenda Provinsi Lampung, 2011

Berdasarkan Tabel. 2, sumbangan terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah didominasi oleh penerimaan pajak yang setiap tahunnya mengalami peningkatan secara signifikan. Penerimaan terbesar sektor pajak terjadi pada Tahun 2011 yaitu sebesar Rp921.254.677 Sedangkan untuk retribusi daerah penerimaan terbesar terjadi pada Tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 94..576.336.

Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah adalah hasil pajak daerah dan retribusi daerah.

Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjelaskan pengertian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai


(12)

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, dan hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Retribusi mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengisi kas (function budgeter) dan sebagai pengatur (function regular). Bila ditinjau dari sudut retribusi sebagai pengisi kas daerah maka retribusi daerah pada dasamya berfungsi untuk menutupi pengetuaran rutin disetiap anggaran, sedangkan yang dimaksud retribusi sebagai pengatur yaitu untuk mengatur perekonomian guna menuju pertumbuban ekonomi yang cepat.

Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah, pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, khususnya yang berasal dari retribusi perlu ditingkatkan lagi, sebab penerimaan sektor retribusi daerah merupakan sektor yang paling potensial untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Adapun realisasi pendapatan retribusi daerah Provinsi Lampung tahun 2004-2011 dapat dilihat pads tabel 3.


(13)

Tabel 3. Realisasi Retribusi Daerah dan Sumbangannya Terhadap Pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi lampung tahun 2004 – 2011. (dalam ribu rupiah)

Tahun Retribusi PAD Kontribusi(%)

2004 36.471.412 421.205.908 11,54

2005 53.287.909 563.739.266 10,57

2006 73.002.198 658.531.380 9,02

2007 73.518.650 714.576.591 9,71

2008 78.187.108 945.918.152 12,09

2009 82.169.324 986.768.870 12,00

2010 88.325.645 102.354.528 11,58

2011 91.563.502 108.236.697 11,82

Rata-rata 11,04

Sumber: Dispenda Provinsi Lampung, 2011

Pada tabel 3 terlihat bahwa sumbangan yang diberikan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung dari Tahun 2004 sampai dengan Tabun 2011 rata-rata sebesar 11,04 persen. Sumbangan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 12,09 persen, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 9,02 persen. Perkembangan sumbangan retribusi daerah yang fluktuatif ini menandakan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi Lampung dalam meningkatkan penerimaan retribusi daerah belum berjalan baik.

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber keuangan yang cukup potensial untuk dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah karna banyak sekali jenis retribusi yang dapat digali daerah. Jika suatu daerah, khususnya Provinsi Lampung mampu menggali pendapatan yang berasal dari retribusi daerah, maka daerah tersebut akan mampu menopang biaya pembangunan


(14)

daerah itu sendiri tanpa harus tergantung pada bantuan pemerintah pusat.

Untuk melihat target dan realisasi retribusi penjualan produksi usaha daerah Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Target dan Realisasi Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Provinsi Lampung Tahun 2004-2011

Tahun Target

(Rp)

Realisasi (Rp)

Perkembangan

2004 72.200.000 72.700.000 -

2005 74.350.000 78.350.000 7,77

2006 83.145.000 94.725.000 20,81

2007 90.956.000 102.621.250 8,33

2008 99.863.450 115.435.600 12,50

2009 102.450.352 134.895.320 16,85

2010 116.253.587 175.564.257 30,14

2011 125.689.754 193.364.578 10,13

Rata-rata 15,21

Sumber: Dispenda Provinsi Lampung, 2011

Tabel 4 memperlihatkan target dan realisasi retribusi penjualan produksi usaha daerah mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Secara keseluruan perkembangan rata-rata realisasi sebesar 15,21 persen. sumbangan terkecil terjadi pada tahun 2005 sebesar 7,77 persen, sedangkan persentase sumbangan terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 30,14 persen.

Pembangunan sektor perkebunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Daerah Lampung yang memegang peranan penting khususnya penyedia lapangan kerja yang luas, penyedia bahan baku bagi industri pengolahan hasil perkebunan dan industri terkait, salah satu sumber


(15)

perolehan devisa negara, salah satu pasar potensial bagi produk industri baik hulu maupun hilir Beserta industri terkait lainnya, dan salah satu sumber ketahanan ekonomi regional Lampung, dan meningkatkan pendapatan petani pekebun dan pelaku lainnya, sehingga diharapkan dapat mengatasi kemiskinan masyarakat khususnya di daerah pedesaan.

Pembangunan pertanian meliputi beberapa sector diantaranya, sektor perkebunan. Sektor perkebunan menghasilkan tanaman berupa kopi, lada, karet, kelapa dalam dan lain-lain yang kesemuanya merupakan komoditas ekspor. Sumber penerimaan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung yang akan memberikan sumbangan dalam retribusi daerah adalah jenis retribusi jasa usaha daerah yaitu, retribusi penjualan produksi usaha daerah.

B. Permasalahan

Berdasarkan Tatar beiakang di atas, maka penulis menyimpulkan permasalahan dalam penelitian ini adalah "Seberapa besar kontribusi penerimaan retribusi Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung tahun 2004-2011?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulisan ini bertujuan :


(16)

Subsektor perkebunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung taahun 2004-2011.

D. Kerangka Pemikiran

Seiring dengan berjalannya waktu pemerintah mengeluarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 yang merupakan perubahan atas UU No25 tabun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 pasal 5 penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan, dimana sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah (1) Pendapatan Asli Daerah (2) Dana Perimbangan (3) Lain-lain Pendapatan. Sumber pembiayaan daerah terdiri dari (1) Sisa lebih perhitungan Anggaran Daerah (2) Penerimaan Pinjaman Daerah (3) Dana Cadangan Daerah dan (4) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber yang harus selalu dan terus

menerus dipacu pertumbuhannya, karna PAD merupakan indikator penting untuk memenuhi tingkat kemandirian pemerintah dibidang keuangan. Semakin tinggi peranan PAD terhadap APBD maka semakin berhasil usaha pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan


(17)

salah satu daerah otonom, hal ini sesuai dengan tujuan pemberian otonomi daerah kepada daerah yaitu meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan didaerah. Untuk itu daerah dituntut untuk lebih gesit dalam menggali dan meningkatkan sumber sumber penerimaan daerah dengan memanfaatkan potensi ekonomi yang ada di daerah.

Subsektor perkebunan memberikan masukan bagi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung. Pendapatan Provinsi Lampung dari sektor perkebunan berasal dari penerimaan dinas yaitu dari retribusi penjualan produksi usaha daerah yang dimiliki Dinas Perkebunan diantara lain hasil penjualan bibit atau benih tanaman perkebunan, Balai Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih (BP2MB) yang didapat dari sertifikasi benih berbagai komoditas perkebunan seperti, kelapa, karet, kelapa sawit, tebu, lada, kopi, dan kakao, serta penjualan agen hayati berupa jamur yang berfungsi sebagai pengendalian hama atau penyakit tanaman.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemerintah Daerah

Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh perangkat Pemerintah daerah pusat. Desentralisasi adalah fungsi pemerintahan tertentu yang diserahkan kepada Pemerintah daerah yang mencakup lembaga perwakilan yang dipilih (Nick Devas, 1989:1).

Hal-hal yang mendasar dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini adalah upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, serta pengembangan peran dan fungsi DPRD. Pada saat ini, daerah sudah diberi kewenangan yang bulat dan utuh untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Momentum otonomi daerah saat ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pembangunan daerah.


(19)

Pemerintah Daerah. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah Provinsi merupakan otonomi yang terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administratif.

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah diperlukan adanya sumber-sumber keuangan daerah, yang merupakan sumber-sumber dana untuk pembiayaan pengeluaran- pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah daerah, yang berhubungan dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.


(20)

pengeluaran pemerintah dijadikan dasar sebagai teori keuangan daerah, yang menyebutkan bahwa penerimaan pemerintah berasal dari berbagai sumber penerimaan, yaitu penerimaan pemerintah yang bersumber dari pajak dan penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah baik pinjaman Dalam Negeri maupun Luar Negeri,

penerimaan dari Badan Usaha Milik Pemerintah, penerimaan dari lelang dan sebagainya. Keuangan daerah harus dilaksanakan dengan pembukuan yang terang, rapi, dan pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem administrasinya.

Menurut Musgrave, terdapat tiga fungsi utama dari pemerintah yaitu :

1. Fungsi Alokasi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar pengalokasiaan sumber-sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara optimal.

2. Fungsi Distribusi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan pemerataan distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan.

3. Fungsi Stabilitas adalah peran pemerintah dalam menyelaraskan kebijaksanaan yang ada.

Dengan demikian, diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBD nya sendiri (Azhari, 2002) Kondisi keuangan suatu daerah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kemampuan daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Keuangan daerah mempunyai arti yang penting dalam rangka pelaksanaan


(21)

pemerintahan kemasyarakatan didaerah, oleh karena itu keuangan daerah adalah kemampuan daerah untuk mengelola, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevalusai berbagai sumber keuangan dengan kewenangan dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan didaerah yang diwujudkan dalam bentuk APBN.

Masalah besar keuangan daerah terkait erat dengan ekonomi daerah, terutama menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang bagaimana sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh pemerintah daerah (Devas, 1995).

Parameter keberhasilan perkembangan daerah terefleksikan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan daerah. Potensi dana pembanguan yang paling besar dan lestari adalah bersumber dari masyarakat sendiri yang dihimpun dari pajak dan retribusi daerah (Basri, 2003).

Peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangan daerah secara efisien dan efektif (Saragih, 2003).


(22)

B. Keuangan Daerah

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah diperlukan adanya sumber-sumber keuangan daerah, yang merupakan sumber-sumber dana untuk pembiayaan pengeluaranpengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah daerah, yang berhubungan dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Konsekuensi dari pemberian kewenangan atas otonomi daerah, maka pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ditegaskan:

1. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan kenangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah.

2. Dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah kewenangan keuangan yang melekat pads setiap sistem pemerintahan menjadi kewenangan daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber keuangan daerah dapat berasal dari:


(23)

1. Pendapatan Asli Daerah, Yaitu a.Hasil pajak daerah

b.Hasil retribusi daerah

c.Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

2. Dana Perimbangan

3. Pinjaman daerah

4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah

Karena tidak semua sumber pembiayaan diberikan kepada daerah maka kepada daerah diwajibkan untuk mengganti sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber sumber keuangan yang berasal dari daerah dikelola tanpa membebani pemerintah pusat terutama yang merupakan komponen-komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1986:53), sumber-sumber keuangan daerah meliputi:

1. Dari pendapatan daerah melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan kepada daerah

2. Penerimaan dari jasa pelayanan daerah, seperti tarif perizinan dan lain-lain.

3. Pendapatan daerah yang diperolah dari laba perusahaan daerah yaitu perusahaan yang mendapatkan modalnya sebagian atau seluruhnya dari


(24)

kekayaan daerah.

4. Penerimaan dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah tentang hal ini masing-masing daerah berbeda persentase penerimaannya.

5. Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung atau penggunaannya ditentukan untuk daerah tersebut, seperti pelaksanaan instruksi presiden.

6. Pemberian bantuan dari pemerintah pusat yaitu yang bersifat khusus karena

keadaan-keadaan tertentu.

7. Penerimaan daerah yang didapat dari pinjaman-pinjaman yang dilakukan

pemerintah daerah.

Untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendiriya daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup baik pula. Dalam hat ini daerah dapat memperoleh melalui beberapa cara yaitu :

1. Dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah direstui oleh pemerintah pusat.

2. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga.

3. Ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut oleh daerah.

4. Menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat (Josef Riwu Kaho, 1991:125).


(25)

C. Sumber - Sumber Pendapatan Daerah

Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah.

Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang digali murni dari masing masing daerah, sebagai sumber keuangan daerah yang digunakan untuk membiayai pengadaan pembelian dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembangunan daerah yang tercermin dalam anggaran pembangunan. Berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 pasal 5 penerimaan daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas:

A. Pendapatan Asti Daerah

PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah melalui usaha penggalian sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh daerah. PAD merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. PAD terdiri dari:

a. Pajak Daerah

Pajak daerah sebagai sumber penerimaan yang juga menjadi kebijakan untuk mengatur kegiatan perencanaan. Pemerintah memiliki wewenang untuk mengenakan pajak


(26)

atas penduduk setempat untuk membiayai pelayanan masyarakat.

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan harga dari suatu layanan langsung dari pemerintah daerah. Kebijakan memungut bayaran untuk barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah berpangkal pada pengertian

ekonomi, seseorang bebas menentukan besarnya layanan yang diinginkannya.

c. Hasil Perusahaan Milik Daerah Yang Dipisahkan

Hasil perusahaan milik daerah i ni maksudn ya adal ah laba perusahaan yang diharapkan sebagai sumber pemasukan bagi daerah. Pengelolaan perusahaan daerah haruslah bersifat profesional dan harus berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yaitu efisiensi. Perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial adalah memberikan jasa dan kemanfaatan umum, dan fungsi ekonomi yaitu dengan mendapatkan laba atau keuntungan dari fungsi sosial.

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Lain-lain PAD yang sah antara lain adalah hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa, giro.


(27)

B. Dana Perimbangan.

Dana perimbangan ini adalah pembagian sumber penerimaan untuk menutupi pengeluaran akibat adanya kegiatan pembangunan. Pembagian dalam hal ini adalah pembagian antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang tujuannya adalah untuk mencapai perimbangan.

C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Lain-lain Pendapatan yang sah antara lain adalah hibah atau penerimaan dari daerah Provinsi atau daerah kabupaten/kota lainnya, dan penerimaan ini yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Karena tidak semua sumber pembiayaan diberikan kepada daerah, daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan pada peraturan serta perundang undangan yang berlaku. Sumber keuangan yang berasal dari daerah dikelola tanpa membebani pemerintah pusat terutama yang merupakan komponen-komponen Pendapatan Asli Daerah.

Adapun usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan Pendapatan Asi Daerah adalah:

a. Intensifikasi

Intensifikasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi, kabupaten/kota dalam


(28)

meningkatkan PAD dengan memperhatikan beberapa segi, yaitu: perubahan tarif pajak atau retribusi daerah, dan peningkatan pengelolaan PAD.

b. Ekstensifikasi

Ekstensifikasi merupakan suatu kebijaksanaan yang dilakukan oleh daerah kabupaten/kota dalam upaya meningkatkan PAD melalui penciptaan sumber-sumber PAD.

D. Rebibusi Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat potensial bagi peningkatan pendapatan daerah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan. Undang-Undang Dasar 1945 juga menjelaskan bahwa tindakan yang menempatkan beban kepada masyarakat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pajak daerah dan retribusi daerah juga harus ditetapkan dengan Undang-Undang.

Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat, pemungutan iuran retribusi yang harus dibayar oleh penerima manfaat harus sama dengan nilai dari manfaat yang diterimanya.


(29)

Pengertian retribusi daerah sesuai dengan PP No. 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Retribusi daerah ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah sebagairnana diatur dengan perundang-undangan yang berlaku. Retribusi dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan objeknya, yaitu:

Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Adapun jenis-jenis retribusi jasa umum adalah:

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akte Catatan Sipil.

d. Retribusi Pelayanan pemakaman dan penguburan Mayat. e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.

f. Retribusi Pelayanan Pasar.

g. Retribusi Pengujian Kendaran Bermotor.

h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran. i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta.


(30)

2. Retribusi Jam Usaha Daerah adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pernerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis-jenis Jasa Usaha daerah adalah sebagai berikut:

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan.

c. Retribusi Tempat Pelelangan.

d. Retribusi Terminal.

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir.

f. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan

g. Retribusi Penyedotan Kakus

h. Retribusi Rumah Potong Hewan.

i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal.

j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.

k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair.

3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintahan daerah dalam rangka memberikan Izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


(31)

Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari:

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.

c. Retribusi Izin Gangguan.

d. Retribusi Izin Trayek.

E. Pengertian dan Peranan Retribusi Daerah Sebagai Sumber Penerimaan Daerah.

Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hasil retribusi daerah. Untuk mendapatkan sumber penerimaan keuangan dari retribusi perlu ditingkatkan kemampuan untuk menggali potensi-potensi yang ada agar dapat menunjang penyelenggaraan pemerintahan di.daerah.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,pajak daerah adalah iuran wajib yang hares diberikan oleh wajib pajak atas jasa atau pemberian Izin oleh daerah,dan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Menurut Josef Riwu Kaho (1991:117), dan retribusi daerah adatah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh


(32)

jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan daerah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemakaian atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan olehpemerintahan daerah.

Ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah :

1. Retribusi dipungut oleh negara.

2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis.

3. Adanya kontraprestasi yang secara langsung.

4. Retribusi dikenakan pasta setiap orang atau badan yang menggunakan atau mengenakan jasa-jasa yang disiapkan negara

(Josef RAvu Kaho, 1991:152).

Secara umum retribusi mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu sebagai pengisi kas dan sebagai pengatur. sebagai alat anggaran (budgetary) retribusi digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah, terutama

kegiatan-kegiatan rutin. Sedangkan retribusi dalam fungsiya sebagai pengatur (regulatory) dimaksudkan terutama untuk mengatur perekonomian guna menuju pada pertumbuhan ekonomi yang lebih


(33)

cepat, mengadakan redistribusi pendapatan, serta stabilisasi ekonomi

(Suparmoko, 1986:96).

F. Peranan Subsektor Perkebunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Lampung.

Provinsi Lampung sebagai salah satu Provinsi besar di Sumatera dan memiliki mobilisasi penduduk yang tinggi. Dalam hal ini pemerintah Provinsi Lampung melihat sektor pertanian khususnya Subsektor perkebunan sangatlah potensial sebagai salah satu sektor yang memberikan pemasukan terhadap pendapatan asli daerah.

Pertumbuhan Subsektor perkebunan yang sangat pesat di Provinsi Lampung merupakan salah satu alasan mengapa Subsektor perkebunan begitu diperhatikan dikarenakan sebagian besar penduduk di Provinsi Lampung mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai salah satu mata pencarian utama.

Dengan potensi yang begitu besar yang dimiliki oleh Subsektor perkebunan di Provinsi Lampung maka Subsektor perkebunan juga memberikan kontribusi yang cukup berarti pula terhadap Penerimaan Daerah Provinsi Lampung, yaitu dengan dikenakannya pajak daerah dan retribusi di sektor pertanian dan subsector perkebunan.


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari objek penelitian. Menurut Dunn (2003:56), penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

B. Jenis dan Sumber Data.

Menurut Sugiyono (2004), data dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, seperti melalui orang lain atau dokumen.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Lampung, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi


(35)

Lampung, dan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung dan sumber-sumber yang relevan. Selain itu juga digunakan buku-buku bacaan referensi yang dapat menunjang penulisan skripsi ini.

C.Metode Pengumpulan Data

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk pengumpulan data, karena data yang diperlukan berupa data sekunder, yakni berbentuk laporan-laporan yang telah disusun oleh instansi terkait dalam lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung. Demikian pula dengan data-data lainnya yang berupa laporan tertulis. Menurut Arikunto (2006), maka metode dokumentasilah yang tepat untuk menangani data-data tertulis tersebut.

D.Alat Analisis

a. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan dan mencari pemecahannya dengan cara melakukan pengamatan serta menghubungkannya dengan teori-teori yang memiliki kaitan terhadap masalah yang berhubungan dengan apa yang diteliti, dalam hal ini adalah: pengertian efektifitas, pengertian retrubusi daerah, pengertian retribusi penjualan produksi usaha daerah serta teori lain yang berkaitan dengan penclitian ini.


(36)

b. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan serta mencari pemecahannya dengan cara melakukan penghitungan-penghitungan terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan rumus - rumus atau model analisis yang memiliki relevansi terhadap masalah yang diteliti.

E. Gambaran Umnm

1 . Gambaran Umum Provinsi Lampung

Daerah Provinsi Lampung meliputi areal daratan seluas 35.288,35 Km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian Sebelah paling ujung tenggara pulau sumatera dengan Batas wilayah :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu.

b. Sebelah Selatan berbatsan dengan Selat Sunda.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.

d. Sebelah Barat berbatsan dengan Samudera Indonesia.

Secara geografis, Provinsi Lampung terletak pada kedudukan antara 103040' – 105050' Bujur Timur dan 6045' – 3045' lintang Selatan. Pronvinsi


(37)

Lampung dengan ibukota Bandar Lampung yang merupakan gabungan dari kota kembar Bandar Lampung dan Teluk Betung memiliki wilayah yang luas dan menyimpan beragam potensi. Pelabuhan utamanya adalah pelabuhan Panjang dan Bakauheni dan memiliki Lapangan Terbang Raden Inten II yang merupakan perubahan dari Branti.

Potensi utama yang dimilki Provinsi Lampung adalah potensi pengembangan lahan dan air. Daerah Lampung dapat dibagi dalam 5 unit topograft, yaitu:

1. Daerah topografis berbukit-bergunung dengan kemiringan berkisar 250.

2. Daerah topografis berombak sampai bergelombang dengan kemiringan 8 – 150; (3) Daerah dataran alluvial dengan kemiringan 1– 30.

3. Daerah dataran rawa pasang-surut

4. Daerah river Basin.

Provinsi Lampung merupakan daerah tropis dangan suhu udara rata-rata pada Siang hari berkisar antara 31,2 – 34,1°C dan pada malam hari antara 21,7 – 28,4°C. Curah hujan rata-rata 160,90 mm pada tahun 2004 intensitas hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember hingga Februari dan terendah pada bulan Juli hingga Oktober. Selang rata-rata kelembapan relatifnya adalah antara 75 sampai 95%.


(38)

Secara administrasi Provinsi Lampung terdiri dari 14 Kabupaten/Kota yang meliputi:

1. Kabupaten Lampung Barat dengan lbukota Liwa.

2. Kabupaten Tanggamus dengan lbukota Kota Agung.

3. Kabupaten Lampung Timur dengan lbukota Sukadana.

4. Kabupaten Lampung Tengah dengan lbukota Gunung Sugih.

5. Kabupaten Lampung Utara dengan lbukota Kotabumi.

6. Kabupaten Way Kanan dengan lbukota Blambangan Umpu.

7. Kabupaten Tulang Bawang dengan lbukota Menggala.

8. Kota Bandar Lampung.

9. Kota Metro.

10.Kabupaten Lampung Selatan dengan lbukota Kalianda.

11.Kabupaten Pesawaran dengan lbukota Gedong Tataan.

12.Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan lbukota Panaragan.

13.Kabupaten Mesuji dengan lbukota Mesuji.

14. Kabupaten Pringsewu dengan lbukota Pringsewu.

Jumlah penduduk Provinsi Lampung tercatat sebesar 7.289.767 jiwa pads tahun 2007. selama tahun 1990 - 2000 laju pertumbuhan penduduk mencapai 0,98%

2 . Gambaran Umum Dinas Perkebunan

Dinas perkebunan Provinsi Lampung merupakan unsur dari pelaksanaan pemerintahaan daerah yang melaksanakan tugas umum


(39)

pemerintahan dan tugas umum pembangunan dalam Subsektor perkebunan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor I I Tahun 2007, dengan tugas menyelenggarakan kewenangan Rumah Tangga Provinsi (Desentralisasi) dalam bidang perkebunan yang menjadi kewenangannya, tugas Dekonsentrasi dan tugas perbantuan yang diberikan oleh pemerintah serta tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan yang berlaku.

Dalam menciptakan pembangunan perkebunan yang produktif, berdaya saing yang tinggi dan berkelanjutan menuju masyarakat perkebunan Lampung yang sejahtera diperlukan perencanaan pembangunan dengan pandangan jauh kedepan menghadapi masa depan yang penuh tantangan, penetapan tujan yang jelas sesuai dengan harapan dan keinginan seluruh masyarakat Lampung, dan dengan memperhatikan tantangan, kendala, peluang dan potensi yang dimiliki serta faktor lingkungan internal dan ekstemal.

Untuk menyelenggarakan tugasnya, Dinas Perkebunan Provinsi Lampung Memilki fungsi yaitu:

1. Perumusan kebijaksanaan, pengaturan, perencanaan, dan penetapan standar/pedoman.

2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparat perkebunan, teknis fungsional, keterampilan dan diklat kejuruan tingkat menengah.


(40)

3. Promosi ekspor komoditas perkebunan unggulan daerah Provinsi Lampung.

4. Perumusan kebijakan, koordinasi, pengawasan dan pelaksanaan kegiatan bidang pengelolaan lahan dan air.

5. Perumusan kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil.

6. Perumusan kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kegiatan kelembagaan.

7. Pembinaan, pengendalian, pengawasan dan koordinasi.

8. Pelayanan administratif

9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

F. Struktur Susunan Organisasi Dinas Perkebunan

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2007, susunan organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, terdiri dari:

1. Kepala Dinas.

2. Sekretariat.

3. Bidang Pengolahan Lahan dan Air.

4. Bidang Produksi Perkebunan.


(41)

6. Bidang Sumber Daya.

7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

8. Kelompok Jabatan Fungsional.

G. Potensi dan Kondisi Perkebunan Provinsi Lampung

Potensi wilayah Provinsi Lampung antara lain Potensi Sumber daya alam. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencarian dibidang pertanian/perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tanah merupakan potensi yang diandalkan Provinsi Lampung. Perkebunan merupakan salah satu Subsektor dari sektor perkebunan. Hal tersebut dapat terlihat sampai dengan tahun 2007 luas penggunaan lahan pertanian (tennasuk sawah, perkebunan, dan kebun campuran) mencapai 2.024.870 Ha. Khusus penggunaan lahan perkebunan termasuk didalamnya kebun campuran mencapai 1.057.222 Ha.

Luas areal perkebunan di Provinsi Lampung pada tahun 2009 mencapai 801.144 Ha dengan produksi 1.565.111 Ton. dengan komoditas utama terdiri dari:

a. Komoditas Kopi: luas areal mencapai 169.179 Ha, dengan produksi 145.220 Ton

b. Komoditas kelapa: luas areal mencapai 145.382 Ha, dengan produksi 112.271 Ton.

c. Komoditas Karet: luas areal mencapai 97.598 Ha, dengan produksi 57.938 Ton.


(42)

d. Komoditas Kelapa Sawit: bias areal mencapai 153.160 Ha, dengan produksi 364.862 Ton.

e. Komoditas Kakao: luas areal mencapai 39.576 Ha, dengan produksi 26.046 Ton.

f. Komoditas Lada: luas areal mencapai 64.073.Ha, dengan produksi 22.311 Ton.

g. Komoditas Tebu : luas areal mencapai 110.477 Ha, dengan produksi 749.821 Ton

Usaha perkebunan di Provinsi Lampung terdiri dari perkebunan rakyat (75,36%), Perkebunan Besar Negara, (8,17%) dan Perkebunan Besar Swasta (16,47%) semakin ditingkatkan peranannya sebagai sumber pendapatan atau devisa daerah maupun Negara, dapat menciptakan kesempatan kerja, ikut menjaga kelestarian lingkungan serta mengatasi kesenjangan antara daerah/wilayah, menjamin kelestarian bahan baku industri dan turut serta dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional.

H. Tujuan Pembangunan Perkebunan di Provinsi Lampung

Tujuan umum pembangunan Subsektor perkebunan di Provinsi Lampung adalah terwujudnya agribisnis usaha perkebunan prospektif (unggul) yang profesional, dan berdaya saing kuat yang dicirikan oleh produktivitas tinggi mutu produk memenuhi standar ekspor dan SNI, dan mampu menghasilkan produk olahan hasil perkebunan dengan jumlah


(43)

dan ragam sesuai dengan permintaan pasar. Secara rinci tujuan jangka menengah (2010-2014) pengembangan komoditas perkebunan di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya aparat teknis perkebunan dan keterampilan sumberdaya masyarakat perkebunan.

2. Meningkatkan dan menguatkan sub sistem agribisnis hulu terutama pengadaan sarana produksi, benih, dan bibit tanaman perkebunan sesuai anjuran.

3. Meningkatkan dan menguatkan sub sistem usaha pertanian primer tanaman perkebunan prospektif melalui kegiatan intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan dan atau ekstensifikasi areal perkebunan (revitalisasi perkebunan) sehingga akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan mutu hasil perkebunan.

4. Meningkatkan upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman perkebunan secara terpadu dan berkelanjutan.

5. Menguatkan sub sistem agribisnis hilir melalui pengembangan paket-paket teknologi tepat guna pengolahan hasil tanaman perkebunan prospektif secara terpadu di sentra produksi perkebunan.

6. Meningkatkan dan menguatkan stabilitas pasar melalui pengembangan sistem informasi pasar yang lebih transparan dan profesional.

7. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Subsektor perkebunan dari aspek agribisnis hulu sampai aspek agribisnis hilir.

8. Meningkatkan pendapatan masyarakat petani pekebun dan pelaku usahaterkait serta menjadikannya sejahtera.

9. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal, bertanggung jawab dalam menjaga keseimbangan alam, dan berkelanjutan sehingga dapat menigkatkan PAD dan perekonomian daerah di Provinsi Lampung.


(44)

Beberapa permasalahan yang masih dijumpai dalam pembangunan perkebunan saat ini dan tantangannya dapat dialihkan pada masa yang akan datang adalah subsektor perkebunan yang selama ini dilaksanakan melalui pola UPP, Pola PIR, swasta seperti produktivitas dan kualitas hasil yang rendah.

Kesenjangan distribusi pendapatan yang tinggi yang berinteraksi dalam kegiatan operasional pembangunan perkebunan yang ditempuh adalah dengan melakukan konsolidasi dari hasil-hasil yang telah dicapai, pengembangan lanjutan dan kegiatan pembangunan baru yang diselaraskan dengan kebijaksanaan pengembangan kawasan andalan.


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung selama tahun 2004 – 2011 berdasarkan target yang ditetapkan dengan rata-rata persentase penerimaan retribusi pertahunnya sebesar 108,0 persen dari target yang telah ditetapkan.

2. Berdasarkan potensi penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah yang seharusnya diterima oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2004 – 2011 masih terdapat kesenjangan. Yaitu Pada tahun 2004 potensi sebesar Rp. 154.020.000 terealisasi sebesar Rp.72.700.000. Pada tahun 2005 potensi sebesar Rp. 130.872.000 terealisasi sebesar Rp. 78.350.000. Pada. tahun 2006 potensi sebesar Rp. 166.260.000 terealisasi sebesar Rp. 94.725.000. Pada tahun 2007 potensi sebesar Rp. 238.128.000 terealisasi sebesar Rp. 102.621.250 Pada tahun 2008 potensi sebesar Rp. 257.760.000 terealisasi sebesar Rp. 115.425.340.Pada tahun 2009 potensi sebesar Rp. 283.873.000 terealisasi sebesar Rp. 201.204.088.Pada tahun 2010 potensi sebesar Rp.


(46)

315.254.000 terealisasi sebesar Rp. 209.350.544.Pada tahun 2011 potensi sebesar Rp. 365.254.000 terealisasi sebesar Rp. 312.548.988.

B. Saran

Dari uraian dan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikan sumbangan saran sebagai upaya dalam meningkatkan efektiftas penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah Pada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung sebagai berikut:

1. Dalam mencapai tujuan sebaiknya Dinas Perkebunan Provinsi Lampung melakukan

perencanaan penetapan target penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah berdasarkan potensi yang ada sehingga jumlah pungutan yang diterima lebih baik lagi dan sesuai dengan potensi yang ada.

2. Perlunya sosialisasi perda no.7 Tahun 2002 tentang retribusi penjualan produksi usaha daerah bagi orang pribadi atau badan yang membeli hasil produksi usaha Pemerintah Daerah, agar jelas penyelenggaraan retribusi penjualan produksi usaha daerah mulai dari tahap pendaftaran dan pendataan hingga tahap pemungutan serta sanksi hukumnya.

3. Meningkatkan koordinasi yang lebih baik lagi antara Dinas Perkebunan dengan pihak terkait lainnya yang juga melakukan pungutan retribusi penjualan produksi usaha daerah sehingga proses pemungutan retribusi berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.


(47)

4. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pungutan agar tidak terjadi kesalahankesalahan yang dapat merugikan baik pada dinas perkebunan atau lembaga terkait lainnya dalam melakukan pungutan retribusi.

5. Sebaiknya penerimaan-penerimaan yang berasal dari retribusi diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga hasilnya sesuai dengan porsinya.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatau Pendekatan Praktek.

Cet. Ke-16, November, Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azhari, A. Samudra. 2002. Perpajakan Indonesia, Keuangan Pajak dan Retribusi

Daerah. Jakarta: Gramedia

Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis

Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Devas, Nick. 1995. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: UI Press.

Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: PT. Hanindita.

Djayasinga, Marselina. 2006. Ekonomi Publik: Suatu Pengantar. Penerbit

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi

Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2004. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE UGM.

Nazir, Mohammad. 2000. Metode Penelitian. Cet. Ke-6. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Nur, Muhamad. 2001. Analisis Sistem Pemungutan Retribusi Salar Pasar. Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Provinsi Lampung.

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Susunan Organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 Tentang Pengolahan Keuangan Daerah.

Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 2010-2014

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam

Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cet. Ke-7. Bandung: CV Alfabeta.

Suparmoko. 2002. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. Cet. Ke-12, edisi


(49)

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1985. Perencanaan Pembanguan. Gunung Agung. Jakarta

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang republik Indonesia Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No.34 Tahun 2000, tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan Retribusi daerah.


(1)

perkebunan saat ini dan tantangannya dapat dialihkan pada masa yang akan datang adalah subsektor perkebunan yang selama ini dilaksanakan melalui pola UPP, Pola PIR, swasta seperti produktivitas dan kualitas hasil yang rendah.

Kesenjangan distribusi pendapatan yang tinggi yang berinteraksi dalam kegiatan operasional pembangunan perkebunan yang ditempuh adalah dengan melakukan konsolidasi dari hasil-hasil yang telah dicapai, pengembangan lanjutan dan kegiatan pembangunan baru yang diselaraskan dengan kebijaksanaan pengembangan kawasan andalan.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung selama tahun 2004 – 2011 berdasarkan target yang ditetapkan dengan rata-rata persentase penerimaan retribusi pertahunnya sebesar 108,0 persen dari target yang telah ditetapkan.

2. Berdasarkan potensi penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah yang seharusnya diterima oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2004 – 2011 masih terdapat kesenjangan. Yaitu Pada tahun 2004 potensi sebesar Rp. 154.020.000 terealisasi sebesar Rp.72.700.000. Pada tahun 2005 potensi sebesar Rp. 130.872.000 terealisasi sebesar Rp. 78.350.000. Pada. tahun 2006 potensi sebesar Rp. 166.260.000 terealisasi sebesar Rp. 94.725.000. Pada tahun 2007 potensi sebesar Rp. 238.128.000 terealisasi sebesar Rp. 102.621.250 Pada tahun 2008 potensi sebesar Rp. 257.760.000 terealisasi sebesar Rp. 115.425.340.Pada tahun 2009 potensi sebesar Rp. 283.873.000 terealisasi sebesar Rp. 201.204.088.Pada tahun 2010 potensi sebesar Rp.


(3)

potensi sebesar Rp. 365.254.000 terealisasi sebesar Rp. 312.548.988.

B. Saran

Dari uraian dan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikan sumbangan saran sebagai upaya dalam meningkatkan efektiftas penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah Pada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung sebagai berikut:

1. Dalam mencapai tujuan sebaiknya Dinas Perkebunan Provinsi Lampung melakukan

perencanaan penetapan target penerimaan retribusi penjualan produksi usaha daerah berdasarkan potensi yang ada sehingga jumlah pungutan yang diterima lebih baik lagi dan sesuai dengan potensi yang ada.

2. Perlunya sosialisasi perda no.7 Tahun 2002 tentang retribusi penjualan produksi usaha daerah bagi orang pribadi atau badan yang membeli hasil produksi usaha Pemerintah Daerah, agar jelas penyelenggaraan retribusi penjualan produksi usaha daerah mulai dari tahap pendaftaran dan pendataan hingga tahap pemungutan serta sanksi hukumnya.

3. Meningkatkan koordinasi yang lebih baik lagi antara Dinas Perkebunan dengan pihak terkait lainnya yang juga melakukan pungutan retribusi penjualan produksi usaha daerah sehingga proses pemungutan retribusi berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.


(4)

4. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pungutan agar tidak terjadi kesalahankesalahan yang dapat merugikan baik pada dinas perkebunan atau lembaga terkait lainnya dalam melakukan pungutan retribusi.

5. Sebaiknya penerimaan-penerimaan yang berasal dari retribusi diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga hasilnya sesuai dengan porsinya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatau Pendekatan Praktek. Cet. Ke-16, November, Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azhari, A. Samudra. 2002. Perpajakan Indonesia, Keuangan Pajak dan Retribusi

Daerah. Jakarta: Gramedia

Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Devas, Nick. 1995. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: UI Press. Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: PT. Hanindita. Djayasinga, Marselina. 2006. Ekonomi Publik: Suatu Pengantar. Penerbit

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2004. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE UGM. Nazir, Mohammad. 2000. Metode Penelitian. Cet. Ke-6. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Nur, Muhamad. 2001. Analisis Sistem Pemungutan Retribusi Salar Pasar. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Provinsi Lampung.

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Susunan Organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 Tentang Pengolahan Keuangan Daerah. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 2010-2014 Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam

Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cet. Ke-7. Bandung: CV Alfabeta. Suparmoko. 2002. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. Cet. Ke-12, edisi


(6)

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1985. Perencanaan Pembanguan. Gunung Agung. Jakarta

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang republik Indonesia Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No.34 Tahun 2000, tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan Retribusi daerah.