TINDAK TUTUR MEMERINTAH PADA SISWA TK DHARMA WANITA PERSATUAN UNILA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 DAN 1MPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK

(1)

ABSTRAK

TINDAK TUTUR MEMERINTAH PADA SISWA

TK DHARMA WANITA PERSATUAN UNILA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 DAN 1MPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK Oleh

Siska Amelia Paris

Masalah dalam penelitian ini adalah tindak tutur memerintah pada siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2010/2011 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran di taman kanak-kanak. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tindak tutur memerintah pada siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung tahun 2010/2011 dan implikasinya terhadap pembelajaran di taman kanak-kanak.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif kualitatif, yakni penyelesaian masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya. Sumber data dalam penelitian ini berupa tuturan siswa kelas B (nol besar) pada saat proses pembelajaran berlangsung dan jam istirahat sekolah.


(2)

TINDAK TUTUR MEMERINTAH PADA SISWA

TK DHARMA WANITA PERSATUAN UNILA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 DAN 1MPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK

(Skripsi)

Oleh Siska Amelia Paris

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2011


(3)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Format Panduan Penelitian... 162

Lampiran 2 : Catatan Lapangan Tindak Tutur Memerintah Pada Siswa TK DWP Unila... 163

Lampiran 3 : Data Tindak Tutur Memerintah Pada Siswa TK DWP Unila... 232

Lampiran 4 : Klasifikasi Tuturan Data Tindak Tutur Memerintah Siswa TK DWP Unila... 242

Lampiran 5 : Tabel Klasifikasi Data Tindak Tutur Memerintah Pada Siswa TK DWP Unila... 249

Lampiran 6 : Peta Konsep Tindak Tutur Memerintah... 258

Lampiran 7 : Bagan Hasil Penelitain... 259

Lampiran 8 : Kartu Konsultasi Mahasiswa... 260

Lampiran 9 : Surat Izin Penelitian... 262


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Gambar Bagan Analisis Heuristik... 57

3.2 Contoh Uji Analisis Heuristik... 58

3.3 Tabel Indikator Kalimat Perintah... 59


(5)

MOTO

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka mau mengubah nasib mereka sendiri.

(QS. Ar Ra’d:11)

Jika engkau gagal dalam satu pekerjaan, jangan menyerah, putus asa, dan jangan gelisah.

(Dr. Aidh Al-Qarni )

Hidup adalah perjuangan dan perjuangan memerlukan pengorbanan (Siska Amelia Paris)


(6)

PERSEMBAHAN

Untuk segenap kesabaran akan sebuah penantian.

Terikat dengan kekuatan kasih, cinta, dan syukur hamba kepada Allah SWT. Sang Raja berkuasa di atas segalanya yang telah banyak

memberikan keajaiban-keajaiban kecil bagiku agar selalu bersabar dan bersyukur dalam menapaki sepenggal warna kehidupan-Nya

untuk mampu berdiri dan menatap ke depan dengan optimis, aku persembahkan skripsi ini kepada.

(Kedua Orang Tuaku Tercinta)

Ayahanda Rez Paris dan Ibunda Wardiana (Ibu), yang senantiasa berjuang tanpa lelah, memberi tanpa harap, berdoa tanpa henti dalam setiap hembusan napasnya, mendidik dengan penuh cinta dan kasih, merawat dan membesarkan dengan tulus,

menanti dengan penuh kesabaran,

serta memberikan nafkah lahir batin dengan tetesan peluh dan linangan air mata. Semoga Allah Subhanahu wataala

membalas setiap butir peluh dan jejak langkah Ayah dan Ibu dengan kebahagiaan di surga.

(Adikku tersayang) Reza Elisya Paris

Terima kasih untuk segenap doa, kesabaran,

dan selalu memberikan semangat dan senyum indahnya untukku. (Calon pendamping hidupku)

Terima kasih karena senantiasa tulus mendoakan, mendampingi, dan memberikan semangat demi keberhasilanku

yang insyaallah kelak atas izin Allah Swt akan mendampingi dan menjadi

imam dalam hidupku amin.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Simpang Asam Kecamatan Banjit, Way Kanan, 21 Mei 1989. Anak pertama dari dua bersaudara, buah kasih pasangan Ayahanda Rez Paris dan Ibunda Wardiana. Pendidikan yang telah penulis tempuh, yakni Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Endah Terbanggi Besar pada tahun 1995, SMPN 5 Terbanggi Besar diselesaikan pada tahun 2004, dilanjutkan pendidikan di SMAN 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah dan diselesaikan pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2010 semester 6 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Semarang dan Yogyakarta, tahun 2011 semester 8 penulis melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA YP Unila Bandar Lampung.


(8)

SANWACANA

Assalamualaikum Warrahmatullahhi Wabarrakatuh.

Alhamdulillah, puji syukur atas limpahan rahmat dan hidayah Allah Yang Maha Kuasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Tindak Tutur Memerintah Pada Siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Tahun Pelajaran 2010/2011 dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak”. Salawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada seorang penujuk jalan yang lurus, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam, semoga keluarga dan sahabat dan para pengikutnya mendapatkan syafa’atnya kelak di hari pembalasan.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dari Allah. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


(9)

penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini.

2. Eka Sofia Agustina, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah banyak membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan, dan memberi nasihat kepada penulis.

3. Dr. Mulyanto Widodo, M. Pd., selaku penguji utama yang telah memberikan nasihat, arahan, saran dan motivasi kepada penulis.

4. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik dan selaku Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung. Senantiasa memberikan dukungan, memberikan pengarahan, nasehat, bantuan dan saran-saran dari mulai pengajuan judul, penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai dengan penuh kesabaran.

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah yang telah memberi penulis ilmu yang bermanfaat. 7. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung,

beserta stafnya.

8. Rumaisyah, S. Ap., Kepala Sekolah TK Dharma Wanita Persatuan Unila, terima kasih atas izin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(10)

9. Bapak dan Ibu guru TK Dharma Wanita Persatuan Unila yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis.

10. Guru-guru SD, SMP, SMA penulis yang telah tulus ikhlas memberikan ilmu pengetahuan serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis.

Tanpa bekal ilmu pengetahuan dari Bapak dan Ibu penulis tidak akan sampai ke perguruan tinggi ini.

11. Ayahanda dan Ibunda tercinta, (Rez Paris dan Wardiana), yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis.

12. Adikku (Reza Elisya Paris) yang penulis sayangi dan selalu memberikan semangat, dan dorongan kepada penulis.

13. Para anggota penghuni rumahku istanaku, kakek tercinta Muhammad Ali dan pamanku Mang Sandi yang selalu memotivasi penulis. Para sepupuku terkasih (Selvi Neli Yana, Novi Marlista, dan Rizta Yolanda) terima kasih atas bantuan, dukungan, dan doanya.

14. Saudara-saudaraku (Rado Estrada, Muhammad Fadil, dan Kurwiandi) yang telah memberi dukungan kepada penulis.

15. Keluarga besarku di Muara Enim dan Way Kanan yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan dorongan, semangat, dan doa kepada penulis.

16. Calon pendamping hidupku yang senantiasa memberikan dukungan, semangat serta doanya yang tiada pernah terputus untuk keberhasilan penulis.


(11)

kebersamaan yang telah teman-teman berikan.

18. Septina Dwi, Khoyrina Nopha Ringga, Pandu Rahmi Handayani, Feni Patriani, Anita Paza terima kasih atas persahabatan yang telah kalian berikan.

19. Kakak tingkat angkatan 2005/2006, adik tingkat 2008/2009 terima kasih atas dukungan, persahabatan serta kebersamaan yang telah kalian berikan.

20. Teman-teman PPL SMA YP Unila (Ratih Rahma, Evi Kusmiana, Nadia Nathania, Febra Aka, Ade Aransyah, Dian Utami, Intan Gusnita, Nur Apriadi dan Elka Rahayu). Terima kasih atas kekompakan, kebersamaan, dan motivasi kalian.

21. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Semoga Allah Subhanahu wataala selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin. Wassalamualaikum Warrahmatullahhi Wabarrakatuh.

Bandar Lampung, Januari 2012 Penulis,


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar.2002. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Alwi, Hasan. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Dardjowidodo, Soendjono. 2000. Echa (Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia). Jakarta: Gramedia.

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006. Standar Kompetensi (TK dan RA). Dirokterat Jend. Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah: Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman Pembelajaran di TK. Direktorat Jendral. Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah: Jakarta. Fatmayanti, Serly. 2009. Tindak Ilokusi pada Interaksi Belajar Mengajar Kelas V

SD Islam Terpadu Permata Bunda Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2007/2008. Lampung: Universitas Lampung.

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Galia Indonesia.

Ibrahim, Abdul. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Lubis, H. H. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Megaria. 2008. Tindak Tutur Memerintah pada Anak Usia Prasekolah dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di TK (Skripsi). Lampung: Universitas Lampung.

Rahardi, R. Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.


(13)

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rusminto, Nurlaksana. Eko. 2009. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Volume 10 No. 1. Bandar Lampung: FKIP Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana. Eko. 2005. Strategi Meminta dalam Berbahasa Indonesia Anak Usia Sekolah Dasar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.

Rusminto, Nurlaksana. Eko dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia (Buku Ajar). Lampung: Universitas Lampung.

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: Semarang Press.

Supardo, Susilo. 1998. Bahasa Indonesia dalam Konteks. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral.

Supriyati. 2010. Tindak Tutur Memerintah pada Dialog Laskar Pelangi Sutradara Riri Reza dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Lampung: Universitas Lampung.

Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-Dasar dan Pengajarannya. Malang: YA3. Tarigan, Hendri. Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.

Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Widodo, Mulyanto. 1998. Mengenal Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dalam Pengajaran Bahasa. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi. Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Taman kanak-kanak merupakan salah satu sarana pendidikan yang baik dalam perkembangan komunikasi anak sejak usia dini. Usia empat sampai enam tahun merupakan masa peka bagi anak dan pada masa ini potensi anak berkembang. Salah satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat melakukan interaksi dengan menggunakan bahasa lisan atau percakapan yang memegang peranan penting di samping bahasa tulis. Percakapan terjadi apabila terdapat dua orang atau lebih melakukan proses komunikasi. Interaksi percakapan anak masa sekolah akan lebih besar dan lebih beraneka ragam dibandingkan dunia sosial anak prasekolah.

Kalimat perintah mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu tindakan sebagai mana diinginkan si penutur. Kalimat perintah mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan kata kerja yang maksud dalam kalimat. Perintah dapat pula meliputi suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu, baik secara langsung atau tidak langsung. Makna kalimat perintah bergantung pada konteks situasi tuturan yang melatarbelakanginya (Rahardi, 2005: 79).


(15)

Tindak memerintah yang dilakukan oleh anak-anak selalu ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang tertentu. Status hubungan antara anak dan mitra tutur yang dihadapi tersebut berbeda-beda, baik dari segi tingkat kedekatan maupun status sosial. Perbedaan status hubungan antara anak dan mitra tutur ini sangat berperan terhadap pemilihan strategi yang digunakan oleh anak dalam mengajukan permintaannya sebagai bentuk memerintah. Selain konteks, jarak sosial antara anak dengan mitra tuturnya sangat berpengaruh terhadap tindak ujar yang disampaikan. Semakin dekat hubungan ia dengan mitra tuturnya, semakin langsung tuturan yang disampaikan (Leech, 1983: 199). Komunikasi yang terjadi dapat berjalan dengan lancar apabila anak memiliki hubungan kedekatan seperti orang tua, kakak, adik, kakek, nenek, serta orang yang sudah dikenal baik oleh anak.

Tuturan yang dilakukan anak tidak bisa dilepaskan dari prinsip-prinsip percakapan. Prinsip-prinsip percakapan mengatur agar komunikasi antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan lancar. Prinsip percakapan tersebut, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun. Prinsip kerjasama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga percakapan dapat sesuai dengan yang diharapkan, sedangkan prinsip sopan santun menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam sebuah percakapan.

Sasaran penelitian yaitu anak usia taman sekolah taman kanak-kanak yang tentunya produksi bahasa mereka semakin beragam. Kemampuan berbahasa mereka juga semakin kompleks. Oleh karena itu, siswa dapat melakukan tuturan perintah bisa saja diungkapkan melelui kalimat deklaratif, kalimat introgatif, dan


(16)

3

kalimat imperatif. Dunia sosial pada anak usia sekolah lebih beraneka ragam, anak akan berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai maksud dan tujuan. Ia akan berinteraksi dengan orang lain yang berbeda latar belakang di dalam kelas dan pada kelompok bermain. Dunia interaksinya yang lebih luas, situasi dan maksud yang beraneka ragam mendorong bahasa sang anak akan menjadi lebih luas.

Penelitian ini mendata tuturan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan juga pada saat jam bermain diluar kelas. Alasan peneliti tidak hanya mengambil data tuturan saat kegiatan pembelajaran berlangsung, melainkan juga mengambil data tuturan saat jam bermain di luar kelas karena saat interaksi pembelajaran di kelas, anak hanya berinteraksi dengan guru dan teman sekelasnya saja. Dunia interaksinya akan lebih luas saat jam bermain di luar kelas. Ia akan bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang yang berada di sekitar sekolah seperti siswa dari kelas lain yaitu kelas B (nol kecil) dan kelas A, para penjaja makanan, penjual minuman, dll. Bahkan mereka dapat bertemu dengan ibu atau pengasuhnya karena banyak anak TK yang masih ditunggui saat mereka bersekolah.

Saat jam bermain diluar kelas, anak akan membentuk kelompok bermain dengan situasi yang lebih beraneka ragam. Ia akan mengalami pengalaman belajar yang menantang untuk terus bereksplorasi karena sesuai karakteristik usia TK adalah senang bermain dan dengan bermain mereka belajar. Kegiatan bermain saat jam istirahat sekolah merupakan kegiatan yang menyenangkan/bisa membangkitkan anak didik untuk menyalurkan minat dan keingintahuan secara aktif.


(17)

Pemilihan taman kanak-kanak sebagai tempat penelitian karena TK merupakan wadah atau sarana yang efektif untuk mengembangkan kreativitas berbahasa anak melalui kegiatan bermain dan belajar berkomunikasi serta bersosialisasi dengan orang-orang disekitarnya. Sehubungan dengan itu, peneliti melakukan telaah pragmatik terhadap tuturan memerintah siswa di taman kanak-kanak ketika proses pembelajaran berlangsung dan saat jam istirahat sekolah. Penelitian ini dilaksanakan di TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung. Alasan peneliti menjadikan sekolah tersebut sebagai tempat penelitian, karena sebelumnya, sekolah tersebut, belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian mengenai tindak tutur memerintah.

Peneliti juga lebih memfokuskan penelitian pada kelas B (nol besar) TK Dharma Wanita Persatuan Bandar Lampung, karena keberadaan siswa yang heterogen dan dari lingkungan keluarga yang berbeda-beda sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat kemampuan siswa dalam berbahasa. Selain itu, siswa kelas B (nol besar) yang berjumlah 27 orang merupakan siswa yang aktif dalam berkomunikasi. Baik interaksi komunikasi antarsiswa, maupun antara siswa dan guru serta antara siswa dengan orang-orang di lingkungan sekolah sehingga menghasilkan berbagai macam jenis tuturan. Modus tuturan yang digunakan oleh anak-anak saat memerintah temannya dapat beragam. Ketika penutur memerintah (menyuruh) selain menggunakan kalimat langsung juga, terdapat perintah tidak langsung.


(18)

5

Penelitian tentang tindak tutur memerintah telah dilakukan oleh Mergaria ( 2009 ) dan Supriyati ( 2010 ). Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan objek yang sama yaitu tindak tutur memerintah, tetapi dengan sumber data yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan adanya variasi tindak tutur memerintah. Menurut peneliti, penelitian mengenai tindak tutur memerintah perlu dilakukan karena penelitian yang mengkaji tindak tutur memerintah anak usia sekolah belum pernah dilakukan. Selain itu juga, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat melengkapi hasil- hasil penelitian sebelumnya.

Tuturan direktif akan mengekspresikan maksud penutur seperti keinginan, harapan sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur. Pada saat interaksi pembelajaran di kelas maupun di luar kelas dapat muncul tuturan-tuturan seperti, memesan, memerintah, meminta, merekomendasikan, dan memberi nasihat. Interaksi yang berlangsung antarsiswa atau antara siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi merupakan contoh sebuah peristiwa tutur. Peristiwa tutur itu terjadi di ruang kelas dengan waktu, topik pembicaraan, dan tujuan yang telah ditentukan.

Komunikasi yang terjadi antarsiswa atau antara siswa dan guru harus melibatkan konteks ujaran, yakni adanya sebuah pengetahuan yang diketahui bersama antara penutur dan mitra tutur. Pengetahuan konteks ini dapat mewujudkan sebuah kepedulian dalam interaksi. Sebagi contoh, ketika seorang siswa di TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandara Lampung menuturkan sebuah tuturan “Bu, sebentar lagi udah mau jam setengan sepuluh.”, salah seorang siswa lain berkata


(19)

“Sebentar lagi ya Bu saya kumpulinnya. Bentar lagi selesai.”, kemudian ibu guru menjawab “Makanya, ayosemuanya cepat diselesaiin biar bisa istirahat.” Konteks tuturan pada saat itu, para siswa sedang mengerjakan tugas menulis dan mewarnai. Kemudian salah seorang siswa melihat ke arah jam dinding, jarum jam sudah menunjukkan pukul Sembilan lewat dua puluh lima menit. Penutur dan mitra tutur sudah memahami konteks tuturan dengan baik. Hal ini menjadikan maksud dan tujuan tuturan yang disampaikan penutur bisa dipahami oleh mitra tutur.

Tuturan di atas sebenarnya bermaksud untuk memerintah agar mitra tutur melakukan sesuatu, yakni segera memerintah siswa untuk mengumpulkan tugas kerena waktu pelajaran hampir usai. Penutur melakukan hal tersebut karena ia telah selesai mengerjakan seluruh tugasnya, sementara itu, ia melihat teman-temannya masih belum selesai mewarnai. Penutur yang sudah tidak sabar untuk beristirahat dan bermain di luar kelas, segera mengingatkan ibu guru bahwa sebentar lagi waktunya istirahat.

Mitra tutur memberikan jawaban yang tepat, yaitu mitra tutur memerintah para siswa untuk segera menyelesaikan tugas mereka karena bel istirahat sebentar lagi akan berbunyi. Hal ini membuktikan konteks dan kerja sama sangat memengaruhi tindak tutur. Oleh karena itu, peneliti merasa bahwa hal ini perlu untuk diteliti. Tuturan di atas merupakan sebuah contoh tuturan direktif perintah tidak langsung modus menyatakan fakta dengan maksud direktif, yakni memerintah mitra tutur agar segera mengambil tugas siswa dan mempersilahkan penutur untuk beristirahat.


(20)

7

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa penting untuk melakukan penelitian dengan judul “Tindak tutur memerintah pada siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2010/2011 dan Implikasinya terhadap pembelajaran di taman kanak-kanak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. “Bagaimakah tindak tutur memerintah pada siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2010/2011 dan implikasinya terhadap pembelajaran di taman kanak-kanak?”

1.3 Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur memerintah pada siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2010/2011 dan implikasinya terhadap pembelajaran di taman kanak-kanak.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah khazanah kajian pragmatik yang memusatkan perhatian pada kajian tindak tutur.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi guru dan peneliti.


(21)

1. Memberikan iformasi dan masukan, khususnya bagi guru TK bahwa ada karakteristik berbahasa pada siswa TK yang harus dipahami berdasarkan konteks tuturan. Hasil penelitian diharapkan sebagai sumber belajar yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan acuan dalam penyusunan bahan ajar. Sumber belajar dapat menggunakan rekaman peristiwa komunikasi yang sebenarnya dan bersifat alamiah, misalnya tuturan siswa pada saat interaksi pembelajaran di kelas.

2. Memberikan informasi kepada pembaca dan khususnya peneliti, mengenai jenis-jenis tindak tutur dalam berkomunikasi, khususnya tindak tutur memerintah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung pada saat proses pembelajaran dan jam istirahat sekolah berlangsung.

2. Objek penelitian ini adalah kajian tindak tutur memerintah, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung dan berdasarkan pemanfaatan konteks yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran dan saat jam bermain di luar kelas. Tindak tutur memerintah merupakan jenis tindak tutur ilokusi yang memiliki fungsi komunikatif yaitu direktif.


(22)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Hakikat Tindak Tutur

Pragmatik mempelajari maksud ujaran, yakni untuk apa ujaran dilakukan; menanyakan apa maksud ujaran; dan mengaitkan makna dengan siapa pembicara, di mana, bilamana, bagaimana (Leech, 1993:5—6). Tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh Austin dalam bukunya yang berjudul How Things With Words tahun 1962. Austin mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar itu. Pendapat Austin didukung oleh pendapat Searle yang mengemukakan bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Pendapat tersebut didasarkan pada pendapat bahwa (1) tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi yang nyata.

Menurut Rustono (1999: 31) tindak tutur atau tindak ujar merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik. Chaer (2004: 16) mengemukakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur atau tindak bahasa adalah bagian dari peristiwa yang merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur. Jika peristiwa tutur


(23)

di dalam bentuk praktisnya adalah wacana percakapan, maka unsur pembentuknya adalah tuturan (Suyono, 1990: 5). Sementara, menurut (Chaer, 2004: 47) peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

2.2 Jenis Tindak Tutur

Menurut Austin dalam Chaer (2004: 53) membagi tindak tutur menjadi tiga klasifikasi, yaitu (i) tindak tutur lokusi, (ii) tindak tutur ilokusi (iii) tindak tutur perlokusi.

2.2.1 Tindak Tutur lokusi

Austin (1969) membedakan tiga jenis tindak tutur yang berkaitan dengan ujaran. Ketiganya adalah tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Sebagai contoh adalah kalimat berikut.

1) Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang menggambarkan tentang keadaan bumi.

Tuturan pada data (1) dituturkan kepada penutur kepada lawan tutur saat mereka sedang berdiskusi. Tuturan Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang menggambarkan tentang keadaan bumi dituturkan penutur semata-mata untuk


(24)

11

menginformasikan kepada lawan tutur bahwa geografi adalah ilmu pengetahuan yang menggambarkan tentang keadaan bumi. Tuturan ini tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu.

2.2.2 Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi merupakan tuturan yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, selain itu dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai the act of doing something. Tindak ilokusi dapat diidentifikasikan jika sebelumnya telah dipertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan, dan di mana tindak tutur terjadi. Tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.

Contoh kalimat tuturan sebagai berikut. 2) Aku tidak bisa ikut.

Tuturan pada data (2) Aku tidak bisa ikut terjadi pada hari senin saat penutur bertemu lawan tutur di kampus. Lawan tutur adalah seorang teman di kelas yang mengadakan acara rekreasi ke pantai bersama teman-teman yang lain. Tuturan ini tidak hanya sebagai sebuah pernyataan, tetapi ada maksud lain yang dikehendaki penutur. Penutur sebenarnya meminta maaf kepada lawan tutur atas ketidakhadiran penutur pada acara rekreasi kelas. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar kemungkinan lawan tutur sudah mengetahui hal itu.

Secara khusus, Searle (Tarigan, 1990: 47—48) menggolongkan lima jenis tindak tutur ilokusi tersebut yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif sendiri-sendiri. Kelima jenis tindak tutur ilokusi tersebut adalah asertif, direktif, komisif,


(25)

ekspresif, deklarasi.

a. Asertif ialah tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. Berikut ini adalah contoh kalimat asertif jenis usulan.

3) Bagaimana kalo liburan tahun ini kita ke Bali.

Kalimat (3) bagaimana kalo liburan tahun ini kita ke Bali berupa usulan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa penutur mangusulkan suatu tempat yang penutur ketahui, bahwa tempat tersebut merupakan tempat wisata yang indah.

b. Direktif ialah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu, misalnya larangan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. Berikut ini adalah contoh ilokusi direktif.

4) Dek, tolong belikan ibu obat!

Kalimat (4) Dek, tolong belikan Ibu obat merupakan kalimat direktif memerintah, pada tuturan di atas penutur menghendaki mitra tutur menghasilkan sesuatu efek berupa tindakan untuk membelikan obat.

c. Komisif ialah ilokusi yang penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan, berkaul/bernazar.

Contoh kalimatnya adalah.


(26)

13

Kalimat (5) lusa ayah segera pulang berupa komisif menjanjikan, tuturan yang berupa janji untuk segera pulang. Pada kalimat di atas penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa yang akan datang berupa janji untuk segera pulang.

d. Ekspresif ialah ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengancam, memuji, mengucapkan belasungkawa. Ilokusi ekspresif terlihat pada contoh berikut.

6) Saya turut belasungkawa atas meninggalnya ayahmu.

Kalimat (6) saya turut belasungkawa atas meninggalnya ayahmu berupa ilokusi ekspresif yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi.

e. Kalimat deklaratif ialah berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas. Misalnya, mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan, memangkat. Ilokusi deklaratif terlihat pada contoh berikut.

7) Mulai besok, silakan Anda angkat kaki dari perusahaan ini.

Kalimat (7) mulai besok, silakan Anda angkat kaki dari perusahaan ini berupa kalimat pemecatan yang disampaikan oleh kepala pegawai kepada bawahannya.

Dalam kaitannya dengan pembagian jenis tindak ilokusi. Leech (1993:161—163) mengklasifikasikan jenis ilokusi berdasarkan hubungan fungsi-fungsi tindak ilokusi


(27)

dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat menjadi empat jenis diantaranya (i) kompetitif, (ii) menyenangkan, (iii) bekerja sama, dan (iv) bertentangan. Berikut ini adalah uraiannya.

(i) Kompetitif, dalam kompetitif tujuan ilokusi ini bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut, mengemis. Pada jenis ini, sopan santun mempunyai sifat negatif dan tujuannya ialah mengurangi perselisihan yang tersirat pada persaingan antara apa yang ingin dicapai oleh penutur dan apa yang merupakan cara atau gaya yang baik. Tujuan-tujuan yang bersifat kompetitif pada dasarnya tidak sopan, seperti menyuruh seseorang untuk meminta pinjaman uang dengan nada memaksa. Oleh karena itu, prinsip sopan santun dibutuhkan untuk meredakan atau mengurangi ketidaksopanan.

(ii) Menyenangkan ialah ilokusi yang tujuannya sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menyatakan, mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat. Jenis lokusi ini mempunyai kesopansantunan dalam bentuk yang lebih positif. Kesopansantunan yang positif mengandung makna menghormati atau menjalankan prinsip-prinsip sopan santun dan bertujuan mencari kesempatan untuk beramah-tamah. Misalnya bila ada kesempatan mengucapkan selamat ulang tahun.

(iii) Bekerja sama merupakan ilokusi yang tujuannya tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, mengajarkan. Pada ilukosi jenis ini tidak melibatkan sopan santun, karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Sebagian besar wacana tulisan termasuk dalam kategori ini.


(28)

15

(iv) Bertentangan merupakan ilokusi yang tujuannya bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi. Pada jenis ilukosi ini unsur sopan santun tidak ada sama sekali. Misalnya, mengancam orang tidak mungkin dilakukan dengan santun.

2.2.3 Tindak Tutur Direktif

Ilokusi direktif merupakan fokus dalam penelitian ini. Direktif adalah ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur seperti memesan, memerintah, meminta, merekomendasikan, memberi nasihat. (Rusminto dan Sumarti 2006:73).

Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur (Ibrahim, 1993: 27). Apabila sebatas pengertian ini yang diekspresikan, maka direktif merupakan konstantif dengan batasan pada isi proposisinya bahwa tindakan yang akan dilakukan ditujukan kepada minta tutur. Direktif juga bisa mengekspresikan maksud penutur seperti keinginan, harapan sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.

Dalam hal, ini Searle dalam Ibrahim (1993: 27—33) membagi jenis tindak direktif ke dalam enam jenis, yaitu (a) permohonan, (b) pertanyaan, (c) perintah, (d) larangan, membatasi, (e) pemberian izin, (f) menasehati.


(29)

a) Permohonan

Mengekspresikan keinginan penutur sehingga mitra tutur melakukan sesuatu. Di samping itu, permohonan mengekspresikan maksud penutur bahwa dia tidak mengharapkan kepatuhan, permohonan mengekspresikan keinginan atau harapan penutur sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan atau bagian dari alasan untuk bertindak. Mitra tutur menyikapi petutur benar-benar memiliki keinginan dan maksud yang diekspresikan dan bahwa mitra tutur melakukan tindakan yang dimintai petutur. Verba permohonan ini mempunyai konotasi yang bervariasi dalam kekuatan sikap yang diekspresikan yang terdiri dari mengundang, mendorong, meminta, mengemis. Verba yang lebih kuat mengandung pengertian kepentingan diantaranya mendesak dan memohon merupakan penyampaian upaya untuk menarik simpati dalam performansi tertentu. Memanggil atau mengundang secara sempit mengacu pada permohonan terhadap permintaan agar mitra tutur datang.

b) Pertanyaan

Merupakan permohonan dalam kasus yang khusus. Khusus dalam pengertian bahwa apa yang dimohon adalah bahwa mitra tutur memberikan kepada penutur informasi tertentu. Permohonan terdiri dari bertanya, berinkuiri, menginterogasi.

c) Perintah

Dalam perintah penutur mengekspresikan maksudnya sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang diekspresikan oleh penutur sebagai alasan untuk bertindak. Maksud yang diekspresikan penutur adalah bahwa mitra tutur menyikapi ujaran petutur sebagai alasan untuk bertindak, dengan demikian ujaran


(30)

17

penutur dijadikan sebagai alasan penuh untuk bertindak. Akibatnya, perintah tidak mesti melibatkan ekspresi keinginan penutur supaya mitra tutur betindak dalam cara tertentu. Dalam mengekspresikan kepercayaan dan maksud yang sesuai petutur mempresumsi bahwa dia memiliki kewenangan yang lebih tinggi daripada mitra tutur misalnya otoritas fisik, psikologis, institusional yang memberikan bobot pada ujarannya. Perintah meliputi tindakan memerintah, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur.

d) Larangan, membatasi

Seperti melarang atau membatasi, pada dasarnya adalah perintah/suruhan supaya mitra tutur tidak mengerjakan sesuatu. Dalam larangan, membatasi, petutur melarang mitra tutur untuk melakukan sesuatu apabila petutur mengekspesikan (i) kepercayaan bahwa ujarannya dalam hubungannya dengan otoritasnya terhadap mitra tutur, menunjukkan alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk tidak melakukan sesuatu; (ii) maksud bahwa oleh karena ujaran petutur, mitra tutur tidak melakukan sesuatu. Melarang orang merokok sama halnya menyuruhnya untuk tidak merokok.

e) Pemberian izin

Seperti halnya dengan perintah dan larangan mempresumsi kewenangan penutur. Pemberian izin mengekspresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu. Alasan yang jelas untuk mengasilkan pemberian izin adalah dengan mengabulkan permintaan izin atau melonggarkan pembatasan yang sebelumnya dibuat terhadap tindakan tertentu.


(31)

Oleh karena itu, dalam pemberian izin tampak bahwa penutur mempresumsi adanya permohonan terhadap izin itu atau mempresumsi adanya pembatasan terhadap apa yang dimintakan izin itu. Verba pemberian izin ini seperti menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugrahi, mengabulkan, membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan.

f) Menasehati

Apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitra tutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal yang baik, bahwa tindakan itu merupakan kepentingan mitra tutur misalnya menasehati, memperingatkan, mengonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong. Penutur juga mengekspresikan maksud bahwa mitra tutur mengambil kepercayaan tentang ujaran petutur sebagai alasan untuk bertindak. Menasehati bervariasi menurut kekuatan kepercayaan yang diekspresikan. Di samping itu, menasehati mengimplikasikan adanya alasan khusus sehingga tindakan yang dirasakan merupakan gagasan yang baik.

2.2.3.1 Tindak Tutur Memerintah

Dalam penelitian ini, difokuskan pada tindak tutur direktif memerintah. Teori yang digunakan ialah teori Rahardi (2005:99—119). Teori ini digunakan untuk mengkaji definisi dan jenis-jenis kalimat memerintah.

Kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk melakukan sesuatu (Moeliono, 1988: 285). Kalimat perintah dapat juga berisi permintaan agar orang memberi informasi tentang sesuatu.


(32)

19

perintah mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu tindakan sebagaimana diinginkan si penutur.

Kalimat perintah mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan kata kerja yang dimaksud dalam kalimat. Perintah dapat pula meliputi suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu, baik secara langsung atau tidak langsung. Makna kalimat perintah bergantung pada konteks situasi tuturan yang melatarbelakanginya (Rahardi, 2005:79).

Rahardi (2005:79—85 dan 99—116 ) menemukan bentuk kalimat perintah dalam bahasa Indonesia ke dalam lima belas jenis kalimat perintah, diantaranya (a) perintah biasa, (b) perintah permintaan, (c) perintah pemberian izin, (d) perintah ajakan (e) perintah suruhan, (f) perintah permohonan, (g) perintah desakan, (h) perintah bujukan, (i) perintah imbauan, (j) perintah persilaan, (k) perintah permintaan izin, (l) perintah larangan, (m) perintah harapan, (n) perintah pemberian ucapan selamat, (o) perintah anjuran. Kelima belas jenis kalimat perintah ini diuraikan sebagai berikut.

a. Perintah biasa

Dalam bahasa Indonesia kalimat perintah biasa memiliki ciri-ciri berikut (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan (3) berpartikel pengeras —lah (Rahardi, 2005:79). Misalnya.

8) Monik, lihat! 9) Monik, Lihatlah!


(33)

b. Perintah permintaan

Kalimat perintah permintaan adalah kalimat permintaan yang lazimnya disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat perintah biasa. Kalimat perintah permintaan ditandai dengan pemakaian penanda perintah berupa coba, tolong, mohon, harap, dan beberapa ungkapan lain seperti sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan sangat ( Rahardi, 2005 : 80—81). Dibawah ini contoh-contoh kalimat perintah permintaan.

10)Coba jangan ramai, Bapak akan menjelaskan materi yang baru! 11)Tolong ambilkan cangkul itu!

12)Harap antri!

13)Mohon perhatiannya sebentar!

14)Sudilah kiranya Bapak berkenan menanggapi surat kami secapatnya!

15)Diminta dengan hormat agar hadirin berkenan pindah ke ruangan sebelah untuk beramah-tamah bersama!

Kalimat-kalimat (10, 11, 12, 13, 14, 15) merupakan perintah permintaan yang ditandai dengan penanda perintah berupa coba, tolong, harap, mohon, sudilah kiranya, dan diminta dengan hormat.

c. Perintah pemberian izin

Kalimat perintah pemberian izin yang dimaksudkan ialah untuk memberikan izin yang ditandai dengan pemakaian penanda biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang bermakna mempersilakan, seperti diperkenankan, dipersilakan, dan


(34)

21

diizinkan (Rahardi, 2005: 81—82) Misalnya. 16)Biarlah dia membawakan tas itu.

17)Para hadirin peserta lomba pidato diperkenankan memasuki ruangan!

18)Para hadirin dipersilakan duduk kembali!

Kalimat (16, 17, 18) merupakan contoh kalimat perintah pemberian izin. Pada contoh terlihat penanda pemberian izin berupa kata biarlah, diperkenankan, dan dipersilakan.

d. Perintah ajakan

Perintah ajakan adalah kalimat perintah yang menyatakan ajakan, biasanya digunakan penanda perintah ajakan seperti ayo (yo), harap, dan hendaknya. (Rahardi, 2005: 82—83). Di bawah ini contoh perintah ajakan.

19)Ayo naik mobilku saja!

20)Mari kita bersihkan ruangan ini!

21)Harap deselesaikan dahulu tugas berat ini bersama-sama! 22)Hendaknya kita segera meninggalkan tempat ini!

Pada kalimat (19, 20, 21, 22) terdapat penanda perintah ajakan berupa kata ayo, mari, harap, dan hendaknya.

e. Perintah suruhan

Perintah suruhan adalah perintah yang mengandung makna suruhan untuk melakukan sesuatu. Perintah suruhan termasuk perintah permintaan, hanya ada hendaklah, silakan. Perintah suruhan terlihat pada contoh berikut.


(35)

24)Harap Saudara sekalian pergi ke laboratoriun untuk mengikuti ujian praktek biologi!

25)Silakan dibuka dahulu bingkisan itu!

Pada kalimat (23, 24, 25) terdapat penanda perintah suruhan berupa kata biar, harap, dan silakan.

f. Perintah permohonan

Perintah permohonan adalah perintah yang mengandung makna permohonan. Penanda perintah permohonan ini ditandai dengan kata mohon, dan berpartikel — lah untuk memperhalus tuturan perintah permohonan (Rahardi, 2005:99—100).

Misalnya.

26)Saya mohon tanggapi secepatnya surat ini! 27)Saya mohon tanggapilah secepatnya surat ini!

Pada kalimat (26) terdapat penanda perintah permohonan berupa kata mohon, menunjukkan sebuah perintah permohonan dan pada kalimat (27) menggunakan partikel —lah untuk memperhalus perintah permohonan supaya mitra tutur melakukan hal yang diperintahkan tersebut.

g. Perintah desakan

Kalimat perintah desakan adalah kalimat perintah untuk mendesak mitra tutur melakukan sesuatu sesuai yang diinginkan mitra tutur. Kalimat desakan ditandai dengan kata-kata ayo, mari. Untuk memberi penekanan maksud desakan digunakan kata harap atau harus. intonasi yang digunakan untuk menuturkan perintah jenis ini cenderung lebih keras dibandingkan dengan intonasi pada tuturan perintah yang lainnya (Rahardi, 2005: 100—102).


(36)

23

Perintah desakan terlihat pada contoh berikut ini.

(28)Ayo, makanlah dulu. Nanti temanmu kemalaman pulangnya. Ayo! Ayo, makan dulu!

(29)Lorenzo, kau harus sampai garis finish sekarang juga! Nanti keduluan Lawan balapmu, Rossi.

Pada kalimat (28, 29) tersebut terdapat penanda perintah desakan berupa kata ayo, dan harus menunjukkan sebuah perintah desakan supaya mitra tutur melakukan hal yang diperintahkan tersebut.

h. Perintah bujukan

Perintah bujukan di dalam bahasa Indonesia biasanya diungkapkan dengan penanda kata ayo (yuk), mari, dan tolong (Rahardi, 2005: 102—103).

Berikut contohnya.

(30)Makan dulu yuk Adik manis! Nanti lagi mainnya.

(31)Nem, tolong jangan jadi pulang minggu depan ya. Ibu dan Bapak akan ada acara ke Semarang.

Kalimat pada contoh (30, 31) merupakan contoh kalimat perintah bujukan. Pada contoh terlihat penanda bujukan berupa kata yuk dan tolong.

i. Perintah imbauan

Perintah imbauan diungkapkan dengan penanda partikel —lah dan penanda kata mohon (Rahardi, 2005: 103—104). Perintah imbauan terlihat pada contoh (98) di bawah ini.

(32) Jagalah kebersihan lingkungan!


(37)

Pada kalimat (32, 33) tersebut terdapat penanda perintah imbauan berupa kata jagalah, dan mohon, menunjukkan sebuah perintah imbauan supaya mitra tutur melakukan hal yang diperintahkan tersebut.

j. Perintah persilaan

Perintah persilaan dalam bahasa Indonesia, ditandai dengan penanda kata silakan dan dipersilakan. Penanda kata dipersilakan cenderung digunakan dalam situasi yang resmi (Rahardi, 2005: 104—106).

Perintah persilaan terlihat pada contoh berikut. (34)Saudara Monik, silakan duduk! (35)Para hadirin dipersilakan berdiri!

Contoh kalimat (34 dan 35) merupakan perintah persilaan yang ditandai dengan penanda kata silakan, dan dipersilakan.

k. Perintah permintaan izin

Permintaan izin adalah perintah permintaan untuk melakukan sesuatu hal. Perintah permintaan izin ditandai dengan penanda kata mari, dan boleh (Rahardi, 2005: 107—109). Berikut contohnya.

(36)Mbak, mari saya bawakan tasnya!

(37)Pak, boleh saya bersihkan dulu meja kerjanya

Contoh kalimat (36, 37) merupakan perintah permintaan izin yang ditandai dengan penanda kata mari, dan boleh, yang menunjukkan permintaan izin kepada mitra tutur untuk melakukan sesuatu hal.


(38)

25

l. Perintah larangan

Larangan adalah perintah melarang seseorang melakukan sesuatu hal. Makna larangan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh pemakaian kata jangan (Rahardi, 2005: 109—111). Perintah larangan dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(38)Jangan merokok!

(39)Janganlah kau mencampuri urusannya!

Pada kalimat (38, 39) terdapat penanda perintah larangan berupa kata jangan. Kata jangan, menunjukkan sebuah perintah larangan supaya mitra tutur tidak melakukan hal yang diperintahkan tersebut.

m. Perintah harapan

Perintah harapan adalah perintah yang mengandung keinginan terhadap suatu hal. Perintah harapan ditandai dengan penanda kata harap, dan semoga

(Rahardi, 2005: 111—113).

Berikut ini contoh perintah harapan.

(40)Harap tenang ada ujian negara! (41)Semoga cepat sembuh!

(42)Selamat jalan anakku! Semoga kamu sukses!

Kalimat-kalimat pada contoh (40, 41, 42) merupakan perintah harapan yang ditandai penanda perintah berupa kata harap, dan semoga.

n. Perintah pemberian ucapan selamat

Perintah jenis ini cukup banyak ditemukan di dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia saling


(39)

menyampaikan ucapan salam atau ucapan selamat kepada anggota masyarakat lain. Salam itu dapat berupa ucapan selamat (Rahardi, 2005: 113—114). Contohnya terlihat pada tuturan berikut ini.

(43)Anak : Bu, aku juara satu.

Ibu : Wah, hebat kamu Nak, selamat ya.

Tuturan (43) merupakan pemberian ucapan selamat seorang ibu kepada anaknya yang baru saja menerima rapor dari gurunya.

o. Perintah anjuran

Perintah ini mengandung makna anjuran untuk melakukan sesuatu hal. Perintah anjuran dalam bahasa Indonesia ditandai dengan penggunaan kata hendaknya, dan sebaiknya (Rahardi, 2005: 114—116). Contoh perintah anjuran dapat dilihat dalam kalimat berikut ini.

(44) a. Sebaiknya uang ini kamu simpan saja di lemari!

b. Hendaknya Saudara mencari buku referensi yang lain di toko buku!

Pada kalimat (44) terdapat penanda perintah anjuran berupa kata sebaiknya, dan hendaknya. Kata sebaiknya, dan hendaknya menunjukkan sebuah perintah anjuran supaya mitra tutur melakukan hal yang diperintahkan tersebut.

2.2.4 Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung

Dalam sebuah peristiwa percakapan, penutur tidak selalu mengatakan apa yang dimaksudkan secara langsung. Dengan kata lain, untuk menyampaikan maksud tertentu, penutur sering menggunakan tindak tutur tidak langsung. Berdasarkan konteks situasi tindak tutur dibagi menjadi dua, yakni tindak tutur langsung dan


(40)

27

tindak tutur tidak langsung. Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat tanya dan kalimat perintah. Kalimat berita digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaaan atau permohonan (Wijana, 1996: 30).

Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengadakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung. Djajasudarma (1994:65) mengemukakan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang menunjukkan fungsinya dalam keadaan (tindakan) langsung dan literat (penutur sesuai dengan kenyataan). Sebagai contoh adalah kalimat-kalimat berikut ini.

(45)Ambilkan baju saya!

Kalimat (45) ambilkan baju saya! merupakan perintah langsung yang dituturkan penutur kepada mitra tutur untuk mengambilkan sesuatu berdasarkan isi tuturan penutur, yakni mengambilkan baju.

Di samping itu untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Bila hal ini yang terjadi, terbentuk tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan dengan menggunakan bentuk lain dan tidak literat. Contohnya sebagai berikut.

(46)a. Ada makanan di lemari b. Di mana sapunya?


(41)

Kalimat (46a) bukan hanya menginformasikan ada makanan di lemari, tetapi juga dimaksudkan untuk memerintah lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di lemari. Begitu juga dengan kalimat (46b) tuturan tersebut tidak semata-mata berfungsi untuk menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi juga secara tidak langsung memerintahkan untuk mengambil sapu tersebut.

Kelangsungan dan ketidaklangsungan sebuah tuturan berkaitan dengan dua hal pokok, yaitu masalah bentuk dan isi tuturan. Masalah bentuk tuturan berkaitan dengan realisasi maksim cara, yakni berkaitan dengan bagaimana sebuah tuturan dituturkan untuk mewujudkan suatu ilokusi. Masalah isi tuturan berkaitan dengan maksud yang terkandung pada ilokusi tersebut. Jika ilokusi mengandung maksud yang sama dengan ungkapannya, maka tuturan tersebut adalah tuturan langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu ilokusi berbeda dengan ungkapanya, maka tuturan tersebut merupakan tuturan tidak langsung. Kelangsungan dan ketidaklangsungan sebuah tuturan dapat dilihat pada contoh berikut.

(47)a. Aku minta makan. b. Aku lapar sekali.

Kedua kalimat di atas menunjukkan bahwa kalimat (47a) dan kalimat (47b) berbeda dari segi tuturannya. Akan tetapi, dari segi isinya menunjukkan kesamaan, yaitu melakukan tindakan meminta (makan). Tuturan (47a) bersifat lebih langsung daripada tuturan (47b).

2.2.5 Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi merupakan tuturan yang diutarakan seseorang yang memunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini


(42)

29

dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak perlokusi di sebut the act of affecting someone. Bisa dikatakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu kepada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Contoh kalimat tuturan sebagai berikut. (48) Duh, badanku lemas sekali.

Tuturan pada data (48) Duh, badanku lemas sekali Tuturan ini terjadi pada pagi hari saat upacara sekolah. Tuturan tersebut diutarakan oleh siswa kepada temannya, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung memberitahukan bahwa keadaan penutur sedang tidak enak badan dan tidak kuat lagi mengikuti upacara. Adapun efek perlokusi yang diharapkan agar temannya tersebut membawanya ke ruang UKS.

2.3 Modus Tuturan

Rustono (1998: 9) mengatakan bahwa modus tuturan adalah tuturan verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran penutur atau sikap penutur tentang apa yang dituturkanya. Djajasudarma (1994: 63) membagi tipe kalimat menjadi tiga yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif. Tiap-tiap tipe kalimat merupakan pernyataan, pertanyaan, dan perintah atau permohonan. Secara formal, berdasarkan modusnya Wijana (1996: 32) membedakan tuturan menjadi tiga yakni, tuturan bermodus deklaratif, modus interogatif, dan modus imperatif. Perintah tidak langsung tersebut berdasarkan fungsinya dalam hubungan dengan situasi kalimat.


(43)

(1) Modus deklaratif digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi). Secara konvensional modus deklaratif ditandai dengan tanda titik, dan diucapkan dengan intonasi yang datar. Misalnya:

(49)Ayah pergi ke kantor pagi ini.

Tuturan (49) di atas termasuk ke dalam modus deklaratif karena isinya memberitakan suatu informasi bahwa ayah pergi ke kantor. Secara konvensional tuturan (49) ditandai dengan akhiran titik.

(2) Modus interogatif digunakan untuk menanyakan sesuatu. Secara konvensional modus interogatif ditandai dengan tanda tanya, dan disertai dengan intonasi yang sedikit naik. Misalnya.

(50)Apakah ayah sudah pergi ke kantor pagi ini?

Tuturan (50) termasuk ke dalam modus interogatif karena isinya menanyakan apakah ayah pergi ke kantor atau tidak. Intonasi yang digunakan dalam tuturan (50) dapat dituturkan dengan intonasi sedikit naik, dalam konteks bahwa kemarin ayah tidak masuk kantor karena sakit.

(3) Modus Imperatif digunakan untuk menanyakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Secara konvensional ditandai dengan tanda seru dan diucapkan dengan intonasi naik.

(51)Mari Ayah kita pergi ke kantor!

Tuturan (51) termasuk modus imperatif, karena isinya ajakan dan perintah untuk pergi ke kantor. Tuturan (51) di atas ditandai dengan tanda seru dan dengan intonasi yang naik.


(44)

31

Ciri-ciri modus tuturan adalah (1) kata, (2) intonasi (tanda baca), dan (3) konteks. Berdasarkan deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa modus tuturan adalah sebuah cara untuk mengungkapkan suasana psikologis perbuatan yang terkandung dalam sebuah tuturan menurut tafsiran penutur atau sikap penuturnya. Modus tuturan ditandai dengan penggunaan tuturan secara konvensial atau nonkonvensional.

Dalam hal ini membungkus tuturan memerintah dengan tuturan lain yang diberi istilah modus seperti, modus menyatakan fakta, modus bertanya, modus melibatkan pihak ketiga, modus penolakan, dan modus-modus lainnya.

2.4 Klasifikasi Hubungan Anak Dengan Mitra Tutur

Anak dalam mengajukan permintaan sebagai bentuk perintah kepada mitra tuturnya sangat mempertimbangkan dua hal utama berkenaan dengan mitra tutur. Kedua hal tersebut adalah aspek kedekatan hubungan anak dengan mitra tutur dan aspek status sosial mitra tutur dibandingkan dengan keberadaan anak. Nurlaksana Eko Rusminto tahun 2009 dalam Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran FKIP Universitas Lampung Volume 10, No. 1

1) Aspek kedekatan hubungan

Kedekatan hubungan yang dimaksud berkaitan dengan tingkat keakraban dan kemesraan hubungan antara anak dengan mitra tutur yang dihadapainya. Kedekatan hubungan diklasifikasikan dalam empat klasifikasi, yaitu klasifikasi hubungan sangat dekat, klasifikasi hubungan cukup dekat, klasifikasi hubungan cukup jauh, dan klasifikasi hubungan sangat jauh.


(45)

a. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan sangat dekat

Semakin dekat hubungan antara penutur dan mitra tutur, semakin tidak diperlukan sikap-sikap santun dalam berkomunikasi. Sebaliknya, semakin jauh jarak keakraban antara penutur dan mitra tutur, semakin diperlukan adanya sikap dan perilaku yang santun dalam berkomunikasi. Permintaan langsung pada sasaran digunakan oleh anak jika dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut: (1) sesuatu yang diminta oleh anak merupakan sesuatu yang menjadi hak anak, yakni sesuatu tersebut merupakan milik anak yang dipakai atau dipinjam oleh mitra tuturnya. (2) status sosial anak lebih tinggi dibandingkan dengan mitra tutur yang dihadapi.

Berikut contoh data tentang hal tersebut.

(52)Pak, ambilkan minum bening, Pak.

Anak mengajukan permintaan terhadap sesuatu yang termasuk dalam kategori "biasa" (bukan permintaan yang berkategori istimewa), cenderung menggunakan bentuk permintaan langsung pada sasaran, seperti contoh (52) di atas.

b. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan cukup dekat

Dalam mengajukan permintaan kepada mitra tutur dalam klasifikasi hubungan ini, anak lebih memilih bentuk permintaan tidak langsung.

(53) Kak Monti bisa buat telor orak-arik nggak?

Kak Monti merupakan saudara yang kadang berkunjung ke rumah sehingga hubungannya cukup dekat. Maka, anak menggunakan bentuk permintaan tidak langsung.


(46)

33

c. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan cukup jauh

Semakin jauhnya tingkat kedekatan hubungan anak dengan mitra tutur yang dihadapnya, produktivitas permintaan yang diajukan oleh anak kepada mitra tutur dengan klasifikasi hubungan cukup jauh juga semakin kecil, demikian juga variasi verbal yang digunakan. Permintaan yang ditujukan kepada mitra tutur menggunakan permintaan tidak langsung.

Berikut contoh data tentang hal tersebut.

(54)Pak Dhe Juari, apakah saya boleh minta bunga untuk main pasar-pasaran?

Pak Dhe Juari merupakan tetangganya dan status sosialnya lebih tinggi dibanding sang anak maka anak menggunakan permintaan tidak langsung.

2) Aspek Status Sosial

Status sosial dikaitkan dengan kedudukan dan peran individu dalam keluarga atau lingkungan sekitar dibandingkan dengan mitra tuturnya. Aspek status sosial dipertimbangkan oleh anak anak dalam mengajukan permintaan. Hal ini tampak dari adanya beberapa data permintaan sejenis, baik dari segi kualitas permintaan maupun konteks yang melatari, yang diajukan oleh anak-anak kepada mitra tutur dengan status sosial berbeda dengan cara yang berbeda pula.

a. Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan sangat jauh

Mitra tutur dengan klasifikasi hubungan sangat jauh adalah keluarga jauh yang tidak dikenal oleh anak sebelumnya dan orang-orang yang sama sekali belum dikenali oleh anak-anak (misalnya: mitra tutur di terminal, di bus umum, dll.) yang sempat berkomunikasi dengan anak.


(47)

Permintaan anak pada klasifikasi hubungan sangat jauh, disampaikan dengan permintaan tidak langsung.

Berikut contoh data tentang hal tersebut.

(55)Anak: Pak, mimik bening , Pak.

Bapak: Sana, minta sendiri sama Eyang Anak: Pak...(ragu-ragu).

Bapak: Sudah sana, gak pa pa.

Anak: Eyang...disuruh bapak minta mimik bening.

Konteks di atas terjadi ketika mereka sedang berada di Surabaya ke rumah Eyang si anak. Maka anak yang selama ini tinggai di Sumatra dan jarang bertemu dengan kakeknya, merasa takut dan canggung. Permintaan yang ditujukan kepada mitra tutur dengan status sosial lebih tinggi, dilakukan oleh anak dengan cara lebih berhati-hati. Hal ini tampak dari digunakannya berbagai bentuk verbal permintaan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang melatarinya.

Modus terdiri dari modus langsung dan tidak langsung. Modus tidak langsung dapat berupa tidak langsung dengan modus bertanya, tidak langsung dengan modus memuji, tidak langsung dengan modus menyatakan fakta, tidak langsung dengan modus menyindir, tidak langsung dengan modus ngelulu, tidak langsung dengan modus menyatakan pesimisme, tidak langsung dengan modus melibatkan orang lain, tidak langsung dengan modus mengkritik, dan tidak langsung dengan modus mengandaikan.


(48)

35

2.5 Konteks Tuturan

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga sebaliknya konteks baru memiliki makna jika terdapat tindak berbahasa di dalamnya (Durati, 1997 dalam Rusminto dan Sumarti, 2006: 51).

Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur (Grice, 1975 dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:54). Menurut Presto (dalam Supardo, 1988:46) konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan juga termasuk pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya misalnya situasi, jarak, waktu, dan tempat.

Sementara itu, Schiffrin (dalam Rusminto dan Sumarti 2006: 51) mendefinisikan konteks sebagai sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan atau situasi tentang susunan keadaan sosial sebuah tuturan-tuturan sebagai bagian konteks pengetahuan di tempat tuturan tersebut diproduksi dan diinterpretasi. Konteks tidak saja berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu rangkaian lingkungan tempat tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan sebagai realisasi yang didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa.

Konteks adalah bagian dari suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna, lingkungan nonlingustik ujaran yang merupakan alat untuk memperinci ciri situasi untuk memahami makna ujaran (TBBI, 1995:522).


(49)

Dari deskripsi di atas penulis menyimpulkan bahwa konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna.

2.5.1 Jenis Konteks

Presto (dalam Supardo, 1988:48—50) menyatakan, berdasarkan fungsi dan cara kerjanya, konteks dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (i) konteks bahasa (konteks linguistik atau konteks kode); (ii) konteks nonbahasa (konteks nonlingustik) berikut uraiannya.

(i) Konteks Bahasa (konteks linguistik atau konteks kode) konteks ini berupa unsur yang secara langsung membentuk struktur lahir, yakni kata, kalimat, dan bangun ujaran atau teks.

(ii) Konteks Nonbahasa (konteks nonlingustik) yakni.

a. Konteks dialektal yang meliputi usia, jenis kelamin, daerah (regional), dan spesialisasi. Spesialisasi adalah identitas seseorang atau sekelompok orang dan menunjuk profesi orang yang bersangkutan.

b. Konteks diatipik mencakup setting, yakni konteks yang berupa tempat, jarak interaksi, topik pembicaraan, dan fungsi. Setting meliputi waktu, tempat, panjang dan besarnya interaksi.

c. Konteks realisasi merupakan cara dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesannya.


(50)

37

2.5.2 Unsur-Unsur Konteks

Dell Hymes dalam Chaer (2004: 48) menyatakan, bahwa unsur-unsur konteks mencakup komponen yang bila disingkat menjadi akronim SPEAKING.

(i) Setting and scene.

Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicara. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan vasiasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola seseorang bisa berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

(ii) Participants

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa tutur, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar, tetapi dalam khotbah di masjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan berbicara dengan teman-teman sebayanya.


(51)

(iii)Ends

Merujuk pada maksud dan tujuan yang diharapkan dari sebuah tuturan. Misalnya peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara.

(iv) Act Sequence

Mengacu pada bentuk dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta berbeda, begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

(v) Key

Mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dan dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

(vi) Instrumentelities

Mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentelities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

(vii)Norm of interaction and interpretation

Mengacu pada norma atau aturan yang dipakai dalam sebuah peristiwa tutur, juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.


(52)

39

(viii) Genre

Mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.5.3 Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan (Wijana, 1996: 11—12). Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan. Karena semua tuturan memiliki suatu tujuan.

1) Tuturan Sebagai Bentuk Tindak Atau Aktivitas

Dalam pragmatik, terdapat tindakan-tindakan verbal atau performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Pragmatik menggarap bahasa dalam tindakan yang lebih konkret daripada tata bahasa. Ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan suatu tindak ujaran.

2) Ucapan Sebagai Suatu Produk Tindak Verbal

Ucapan yang dipakai dalam pragmatik mengacu pada produk suatu tindak verbal dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri. Pragmatik merupakan ilmu yang menelaah makna ucapan, sedangkan semantik menelaah makna kalimat.


(53)

2.5.4 Peranan Konteks dalam Komunikasi

Schiffrin dalam Rusminto dan Sumarti (2006: 57—58) menyatakan bahwa konteks memainkan dua peran penting dalam teori tindak tutur, yakni (1) sebagai pengetahuan abstrak yang mendasari bentuk tindak tutur; dan (2) suatu bentuk lingkungan sosial tempat tuturan-tuturan dapat dihasilkan dan diinterpretasikan sebagai relasi aturan-aturan yang mengikat.

Sementara itu, Hymes dalam Rusminto dan Sumarti (2006: 59) menyatakan bahwa peranan konteks dalam penafsiran tampak pada kontribusinya dalam membatasi jarak perbedaan tafsiran terhadap tuturan dan menunjang keberhasilan pemberian tafsiran terhadap tuturan tersebut. Konteks dapat menyingkirkan makna-makna yang tidak relevan dari makna-makna yang sebenarnya sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang layak dikemukakan berdasarkan konteks situasi tertentu.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Kartomihardjo dalam Rusminto dan Sumarti (2006: 59) mengemukakan bahwa konteks situasi sangat menentukan bentuk bahasa yang digunakan dalam berinteraksi. Bentuk bahasa yang telah dipilih oleh seorang penutur dapat berubah bila situasi yang melatarinya berubah. Besarnya peranan konteks bagi pemahaman sebuah tuturan dapat dibuktikan dengan contoh berikut.

(56)Buk, lihat tasku!

Tuturan pada contoh (56) di atas dapat mengandung maksud meminta dibelikan tas baru, jika disampaikan dalam konteks tas anak sudah dalam kondisi rusak. Sebaliknya, tuturan tersebut dapat mengandung maksud memamerkan tasnya


(54)

41

kepada ibu, jika disampaikan dalam konteks anak baru membeli tas bersama ayah, tas tersebut cukup bagus untuk dipamerkan kepada ibu, dan anak merasa lebih cantik dengan memakai tas baru tersebut.

(57)Mba' Sari cantik.

Tuturan pada contoh (57) di atas dapat mengandung maksud hanya sekedar memuji karena kakaknya (Mba' Sari) terlihat sangat cantik pada saat itu. Sebaliknya tuturan tersebut dapat mengandung maksud merayu agar sang adik (penutur) meminta agar keinginannya dikabulkan oleh kakaknya dengan cara memujinya

2.6 Prinsip Prinsip Percakapan

Dalam percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah dan mekanisme percakapan, sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Supaya percakapan berjalan dengan lancar, maka pembicara harus menaati dan memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku dalam percakapan. Prinsip percakapan tersebut adalah prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun.

2.6.1 Prinsip Kerja Sama

Griece (1975). mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan.

2.6.1.1 Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Contoh pada kalimat berikut.

(58)Seharian ini saya kerja lembur.


(55)

Penutur yang berbicara secara wajar tentu akan memilih kalimat (58). Ungkapan (58) di samping lebih ringkas, juga tidak menyimpangkan nilai kebenaran. Setiap orang tentu tahu bahwa dalam sehari terdiri dari 24 jam. Dengan demikian, elemen yang 24 jam dalam tuturan (59) sifatnya berlebihan dan menerangkan hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas.

2.6.1.2 Maksim Kualitas

Dengan maksim ini, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-buti yang memadai. Misalnya seseorang harus mengatakan bahwa Indonesia termasuk Negara berkembang belum Negara maju, tetapi bila terjadi hal yang sebaliknya tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi.

2.6.1.3 Maksim Relevansi

Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

(60)Nia Ramadhani : Jhony Andrean, tolong tata style rambutku ya! Jhony A. : Siip deh, Non!

Tuturan (60) di atas memilki prinsip kerjasama karena Jhony menjawab perintah Nia, pelanggan salonnya dengan jawaban yang sebenar-benarnya. Jawaban Jhony relevan dengan perintah Nia, namun pada pertuturan ada kalanya maksim relevansi tidak selalu dipenuhi.


(56)

43

2.6.1.4 Maksim Pelaksanaan

Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tadak ambigu, dan tidak berlebih-lebihan. Apabila tidak mengindahkan hal itu dianggap melanggar prinsip kerja sama. Contoh.

(61)+ Kembalikan anuku! - Anu apanya? Yang mana?

Contoh (61) dituturkan oleh seseorang kepada sepupunya. Namun contoh di atas tidak jelas apa yang dimaksud anumu dan hal ini dapat membuat penafsiran yang bermacam-macam. Hal ini melanggar prinsip kerja sama Grice karena tidak memenuhi maksim pelaksanaan.

2.6.2 Prinsip Sopan Santun

Prinsip sopan santun menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam percakapan. Leech merumuskan prinsip sopan santun ke dalam enam butir maksim, sebagai berikut.

2.6.2.1 Maksim Kebijaksanaan

Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Contoh sebagai berikut.

(62)Pemilik HP : Cepat telepon saja pakai hp saya. Pulsanya ada. Teman : Maaf ya merepotkan kamu.

Contoh (62) diucapkan oleh seseorang kepada temannya saat mereka sedang di bus ketika dalam perjalanan stodytour ke pulau Jawa. Pemilik HP sungguh memaksimalkan keuntungan bagi si teman, meskipun sesungguhnya pulsa yang


(57)

dimiliki jumlahnya tidak terlalu banyak. Tuturan ini disampaikan dengan maksud agar si teman merasa nyaman dan tidak segan menggunakan pulsa untuk memberi kabar kepada orang tuanya tanpa ada perasaan tidak enak sedikitpun.

2.6.2.2 Maksim Kedermawanan

Dengan maksim ini, para peserta tutur diharapkan dapat menghormati orang lain dengan cara mengurangi keuntungan bagi dirinya dan memaksimalkan keuntungan bagai pihak lain.

Contoh:

(63)Mahasiswa 1 : Tugasku sudah selesai, saya buatkan ya powerpointmu!

Mahasiswa 2 : Makasih ya, kamu sungguh sahabat yang baik. Pada tuturan mahasiswa 1, terlihat bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri.

2.6.2.3 Maksim Pujian/Penghargaan

Seseorang akan dianggap santun jika dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta tutur tidak saling mengejek, mencaci, atau merendahkan pihak lain. Contoh:

(64)Anak : Bu, tadi aku membuat bunga dari manik-manik buat ibu. Ibu : 0 ya? Ibu jadi tidak sabar untuk melihatnya.

Tuturan (64) dituturkan oleh si anak yang membuat bunga dari manik-manik untuk ibunya. Ibunya tahu bahwa si anak baru belajar kerajinan tangan tersebut yairtu merangkai bunga, tetapi si ibu menghargai hasil kerajinan tangan putrinya.

2.6.2.4 Maksim Kerendahan Hati

Pada maksim kerendahan hati ini, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri sehingga tidak


(58)

45

disebut sebagai orang yang sombong dan congkak hati. Contoh.

(65)Ustad : Mas, besok kamu menggantikan bapak ceramah di masjid ya? Soleh : Ya Pak, namun kemampuan dan pengetahuanku masih

minim.

Pada contoh (65), si anak mengiyakan permintaan ustad, si anak merendah dengan mengatakan bahwa pengetahuan agamanya masih kurang padahal sebenarnya ia lulusan Universitas Kairo di Mesir. Inilah yang disebut rendah hati.

2.6.2.5 Maksim Permufakatan/Kesepakatan

Maksim ini disebut juga dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Orang yang menggunakan maksim ini disebut sebagai orang yang santun. Contoh sebagai berikut.

(66)Adik : Minggu depan antarkan aku daftar tes SMPTN, Kak. Kakak : Pasti, Kakak temani sampai proses pendaftaran

selesai. 2.6.2.6 Maksim Simpati

Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Kesimpatian dengan pihak lain sering ditunjukkan dengan senyum, anggukan, gandengan tangan, dan sebagainya. Contoh sebagai berikut.

(67)A d i k : Kak, besok aku akan menghadapi UAN.

Kakak : 0, ya? Lakukan persiapan yang matang, kerja keras dan belajar. Tekun berusaha dan sukses selalu!

Contoh (67) diucapkan oleh seorang adik yang akan menghadapi Ujian Akhir Nasional SMA kepada kakanya maka kakaknya memberikan semangat dengan


(1)

62

18. Perintah tidak langsung dengan modus melibatkan orang ketiga

Perintah tidak langsung dengan modus melibatkan orang ketiga ialah perintah yang dituturkan oleh penutur dengan cara melibatkan orang lain atau orang disekitar penutur yang turut mendukung dalam mengajukan perintah yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut. 1. Menyimak dan mencatat semua data alamiah/ujaran spontan siswa yang

muncul termasuk mencatat konteks pada proses pembelajaran dan jam istirahat sekolah TK Dharma Wanita Persatuan Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2010/2011.

2. Data yang didapat langsung dianalisis dengan menggunakan catatan deskriptif dan catatan reflektif juga menggunakan analisis heuristik, yakni analisis konteks. Analisis heuristik digunakan, apabila ada tuturan memerintah tidak langsung dan memiliki interprestasi makna.

3. Mengidentifikasi percakapan yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas pada saat siswa berinteraksi dengan guru maupun sesama siswa yang mengandung tindak tutur memerintah.

4. Mengklasifikasikan data tuturan memerintah berdasarkan modus dan jenisnya. 5. Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, dilakukan kegiatan

penarikan simpulan sementara.

6. Memeriksa/mengecek kembali data yang sudah diperoleh. 7. Penarikan simpulan akhir.

8. Mendeskripsikan implikasi tindak tutur memerintah dalam pembelajaran di taman kanak-kanak.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa tindak tutur memerintah terdiri atas 202 data yang terdiri atas perintah langsung, perintah tidak langsung, dan pemanfaaatan konteks.Data tersebut dirincikan sebagai berikut.

Perintah langsung terdiri atas (a) perintah biasa (PLb); (b) perintah permintaan (PLp); (c) perintah pemberian izin (PLpmbi); (d) perintah ajakan (PLa); (e) perintah desakan (PLd); (f) perintah bujukan (PLbj); (g) perintah imbauan (PLimb); (h) perintah permintaan izin (PLprmi); (i) perintah larangan (PLl); (j) perintah harapan (PLh); (k) perintah pemberian ucapan selamat (PLps); (l) perintah anjuran (PLaj).

Perintah tidak langsung terdiri atas (a) perintah tidak langsung dengan modus bertanya (PTLmt); (b) perintah tidak langsung dengan modus penolakan (PTLmp); (c) perintah tidak langsung dengan modus menyatakan fakta (PTLmf); (d) perintah tidaklangsung dengan modus menasihati (PTLmn); (e) perintah tidak langsung dengan modus memuji (PTLmmj); (f) perintah tidak langsung dengan modus melibatkan orang ketiga (PTLmok).


(3)

158

Pemanfaatan konteks dalam tindak tutur memerintah terdiri atas (a) pemanfaatan konteks waktu; (b) pemanfaatan kontek situasi; (c) pemanfaatan konteks tempat; dan (d) pemanfaatan konteks keberadaan orang sekitar.

Jenis perintah yang paling sering dimunculkan oleh anak (data dominan) adalah perintah permintaan yang berjumlah 23 data (lihat data lampiran).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang diperoleh bahwa tindak tutur memerintah pada siswa kelas B (nol besar) TK Dharma Wanita Persatuan Unila dituturkan dengan dua cara, yakni perintah langsung dan perintah tidak langsung, maka penulis sarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Untuk Guru TK

Guru hendaknya membiasakan diri menggunakan penanda-penanda perintah dalam memerintah langsung siswanya seperti kata coba, mohon, tolong atau menggunakan modus-modus tertentu dalam memerintah tidak langsung siswanya. Dengan demikian, tuturan yang disampaikan dapat menjaga hubungan antara penutur dan mitra tutur tetap berjalan baik dan menjaga komunikasi tetap berjalan dengan lancar. Guru TK sebagai pendidik hendaknya mampu memaknai bahwa perintah yang dituturkan oleh anak usia sekolah (TK) tidak selalu dilakukan dengan cara langsung. Akan tetapi, dapat juga dilakukan dengan menggunakan cara tidak langsung. Hal ini berkaitan dengan digunakannya bentuk kalimat lain, selain imperatif untuk mengajukan perintah kepada mitra tuturnya.


(4)

159

Jika dikaitkan dengan indikator memerintah, guru dapat saja mengarahkan anak didik supaya dapat mengemukakan kalimat pertanyaan atau pernyataan ketika diminta untuk membuat kalimat perintah.

2. Untuk Peneliti

Penelitian yang dilakukan penulis terbatas pada tindak tutur direktif khususnya memerintah pada siswa TK Dharma Wanita Persatuan Unila. Untuk itu, penulis menyarankan kepada peneliti yang berminat di bidang kajian yang sama untuk meneliti tindak tutur direktif yang lain seperti tindak tutur memohon, tindak tutur bertanya, tindak tutur melarang, tindak tutur pemberian izin, dan tindak tutur manasihati atau melanjutkan penelitian tindak tutur memerintah pada sumber yang berbeda seperti pada tuturan memerintah anak-anak berdasarkan gendernya, tuturan memerintah remaja, orang dewasa atau siswa dijenjang pendidikan yang lebih tinggi.


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Sumarti, S.Pd., M.Hum. ...

Sekretaris : Eka Sofia A., S.Pd., M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003


(6)

Judul Skripsi : TINDAK TUTUR MEMERINTAH PADA SISWA TK DHARMA WANITA PERSATUAN UNILA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK

Nama Mahasiswa : Siska Amelia Paris

No. Pokok Mahasiswa : 0743041038

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Sumarti, S.Pd., M.Hum. Eka Sofia, S.Pd., M.Pd.

NIP 19700318 19403 2 002 NIP 197808092008012001

2. Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 19480421 197803 1 004