Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium (Adenium Obesum) Dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara Penyayatan Batang

PERTUMBUHAN SETEK PUCUK ADENIUM (Adenium obesum)
DENGAN PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid)
DAN CARA PENYAYATAN BATANG

ESTERINA PRATIWI SILITONGA
060301045/BDP-AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

PERTUMBUHAN SETEK PUCUK ADENIUM (Adenium obesum)
DENGAN PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid)
DAN CARA PENYAYATAN BATANG

SKRIPSI
Oleh:

ESTERINA PRATIWI SILITONGA
060301045/BDP-AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara

PERTUMBUHAN SETEK PUCUK ADENIUM (Adenium obesum)
DENGAN PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid)
DAN CARA PENYAYATAN BATANG

SKRIPSI
Oleh:
ESTERINA PRATIWI SILITONGA
060301045/AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi :

Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium (Adenium Obesum) Dengan
Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara Penyayatan
Batang

Nama

:


Esterina Pratiwi Silitonga

NIM

:

060301045

Departemen

:

Budidaya Pertanian

Program Studi :

Agronomi

Disetujui oleh


Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. JA. Napitupulu, MSc
Ketua

Ir. Balonggu Siagian, MS
Anggota

Mengetahui,

Prof. Edison Purba
Ketua Departemen Budidaya Pertanian

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

ESTERINA PRATIWI SILITONGA: Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium
(Adenium obesum) Dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara
Penyayatan Batang. Dibimbing oleh J.A Napitupulu dan Balonggu Siagian.

Adenium adalah salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi relatif
tinggi. Namun keberhasilan dari perbanyakan yang dilakukan dengan setek relatif
rendah. Penyayatan batang dengan kedalaman yang berbeda selama 14 hari
sebelum ditanam dan pemberian IBA (Indole Butyric Acid) diharapkan dapat
meningkatkan keberhasilan setek pucuk. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia, pada bulan Januari sampai Mei 2010.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua
faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penyayatan batang (P) yang terdiri atas:
0,25 diameter (P1), 0,5 diameter (P2), 0,75 diameter (P3), 1 diameter (P4). Faktor
kedua adalah konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) yang terdiri atas: 0 ppm (K0),
100 ppm (K1), 200 ppm (K2). Parameter yang diamati adalah persentase setek
hidup, jumlah akar primer, panjang akar primer, pertambahan panjang tunas,
pertambahan jumlah daun dan jumlah tunas adventif.
Hasil yang diperoleh adalah penyayatan batang berpengaruh nyata terhadap
pertambahan jumlah daun umur 8, 10 dan 12 MST, pertambahan panjang tunas
umur 8, 10 dan 12 MST, jumlah akar primer, panjang akar primer, persentase setek
hidup dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas adventif. Penyayatan
terbaik adalah 0,5-0,75 diameter. Pemberian IBA (Indole Butyric Acid)
berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer, panjang akar primer dan
berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah daun, pertambahan panjang

tunas, persentase setek hidup, dan jumlah tunas adventif. Konsentrasi terbaik pada
konsentrasi 133,68 ppm.
Kata kunci: adenium, setek pucuk, IBA

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

ESTERINA PRATIWI SILITONGA: The Shoot Cutting Growth of Adenium
(Adenium obesum) With IBA (Indole Butyric Acid) Application and Stem Slicing.
Under the supervision of J.A Napitupulu and Balonggu Siagian.
Adenium is one of outdoor ornamental crops that have potential economic
value. Success of cutting propagation is relativity low. Stem slicing with a different
depth 14 days before planting and IBA (Indole Butyric Acid) Application, expected
can increase shoot cutting propagation success. The research was conducted at the
Sub-district Tanjung Gusta, District Medan Helvetia, from January to May 2010.
The experiment was arranged in factorial Randomized Block Design (RBD) with
two factors. The first factors were different stem slicing depth consist of: 0,25
diameter (P1), 0,5 diameter (P2), 0,75 diameter (P3), 1 diameter (P4). The second
factors were concentration of IBA (Indole Butyric Acid) Application which consist

of: 0 ppm (K0), 100 ppm (K1), 200 ppm (K2). Observed parameter were percentage
of growth cuttings, number of primary roots, primary roots length, increment
number of leaves, increment of shoots length, number of adventive shoots.
The result showed that stem slicing was significantly effect increment
number of leaves at 8, 10 and 12 weeks after planted, increment of shoots length at
8, 10 and 12 week after planted, number of primary roots, primary roots length,
percentage of growth cuttings, but not significantly effect the number of adventif
shoots. The best stem slicing is 0,5-0,75 diameters. IBA (Indole Butyric Acid)
application was significantly effect on tall primary roots length, number of primary
roots, but not significantly effect on number of leaves, increment of shoots length,
percentage of growth cutting and number of adventve shoots. The best
concentration is 133,68 ppm.
Keywords: adenium, shoot cutting, IBA

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 22 Desember 1988. Anak pertama dari
tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. S.P. Silitonga dan Ibunda S.

Hutabarat.
Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 12 Medan dan pada tahun
2006 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui Jalur SPMB dan
memilih program studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi
HIMADITA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian). Penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN. III Kebun Bangun, Kabupaten
Simalungun pada tahun 2009.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian ini adalah “Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium (Adenium
obesum) Dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara Penyayatan
Batang”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua penulis, ayahanda

Drs. S.P Silitonga dan ibunda S. Hutabarat yang telah memberi semangat dan
dukungan moril maupun materil kepada penulis untuk terus berbuat lebih baik
dalam hidup ini. Kepada keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat
kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Ir. J.A. Napitupulu MSc. dan Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS. selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran mulai dari
penentuan judul, penelitian, hingga skripsi ini selesai. Kepada Fenny, Hanna, Ira
dan Dedy yang selalu membantu dan memberi semangat yang tiada henti kepada
penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai
di Departemen Budidaya Pertanian, serta rekan-rekan mahasiswa BDP stambuk
2006 yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu disini atas dukungan yang
tidak ternilai kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

ABSTRACT ..................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Hipotesis Penelitian .............................................................................
Kegunaan Penelitian............................................................................

1
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Adenium ..................................................................................

Syarat Tumbuh ....................................................................................
Iklim...........................................................................................
Tanah .........................................................................................
Bahan Setek .......................................................................................
IBA (Indole Butyric Acid) ...................................................................
Faktor Yang Mempengaruhi Setek Pucuk............................................

5
6
6
7
8
10
13

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Metode Penelitian ..............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ........................................................................
Penyiapan Lahan ........................................................................
Penyiapan Media Tanam ............................................................
Penyiapan Bahan Tanaman .........................................................
Penyayatan Batang .....................................................................
Aplikasi IBA (Indole Butyric Acid).............................................
Penanaman Setek........................................................................
Pemeliharaan ..............................................................................
Penyiraman ........................................................................
Penyiangan ........................................................................
Pengamatan Parameter................................................................
Persentase setek hidup (%).................................................
Jumlah Akar Primer ...........................................................
Panjang Akar Primer (cm)..................................................

16
16
16
18
18
18
19
19
19
19
20
20
20
20
20
20
20

Universitas Sumatera Utara

Pertambahan Panjang Tunas (mm) ..................................... 21
Pertambahan Jumlah Daun (helai) ...................................... 21
Jumlah Tunas Adventif (Samping) ..................................... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ................................................................................................... 22
Pembahasan ....................................................................................... 35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................ 42
Saran ................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Hal.

1. Persentase setek hidup (%) umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ................. 23
2. Jumlah akar primer umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ................. 24
3. Panjang akar primer (cm) umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ................. 27
4. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) . 29
5. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) . 29
6. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) . 29
7. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) . 32
8. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) . 32
9. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) . 32
10. Jumlah tunas adventif umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ................ 35

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal.

1. Hubungan persentase setek hidup (%) dengan penyayatan batang ..... 23
2. Hubungan jumlah akar primer umur 12 MST dengan penyayatan
batang .............................................................................................. 25
3. Hubungan jumlah akar primer umur 12 MST dengan konsentrasi
IBA (Indole Butyric Acid) ................................................................ 26
4. Hubungan panjang akar primer (cm) umur 12 MST dengan
penyayatan batang ............................................................................. 27
5. Hubungan panjang akar primer (cm) umur 12 MST dengan
konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) .............................................. 28
6. Hubungan pertambahan panjang tunas umur 10 dan 12 MST
dengan penyayatan batang ................................................................. 31
7. Hubungan pertambahan jumlah daun (helai) umur 8, 10 dan 12
MST dengan penyayatan batang ........................................................ 34

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal.

1. Denah penelitian ............................................................................ 45
2. Persentase setek hidup umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) .................... 46
3. Sidik ragam persentase setek hidup umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) .... 46
4. Jumlah akar primer umur 12 MST pada kombinasi perlakuan penyayatan
dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)....................................... 47
5. Sidik ragam jumlah akar primer umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) .... 47
6. Panjang akar primer (cm) umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) .................... 48
7. Sidik ragam panjang akar primer umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) .... 48
8. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 4 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....49
9. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 4 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (Transformasi
√(x+0,5)) ...........................................................................................49
10. Sidik ragam pertambahan panjang tunas umur 4 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....49

11. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 6 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....50
12. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 6 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (Transformasi
√(x+0,5)) ...........................................................................................50
13. Sidik ragam pertambahan panjang tunas umur 6 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....50

Universitas Sumatera Utara

14. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....51
15. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 8 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (Transformasi
√(x+0,5)) ...........................................................................................51
16. Sidik ragam pertambahan panjang tunas umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....51
17. Pertambahan panajang tunas (mm) umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....52
18. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 10 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (Transformasi
√(x+0,5)) ...........................................................................................52
19. Sidik ragam pertambahan panjang tunas umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....52
20. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...53
21. Pertambahan panjang tunas (mm) umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (Transformasi
√(x+0,5)) ...........................................................................................53
22. Sidik ragam pertambahan panjang tunas umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...53
23. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 4 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...54
24. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 4 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)
(Transformasi √(x+0,5)).....................................................................54
25. Sidik ragam pertambahan jumlah daun umur 4 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...54
26. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 6 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....55
27. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 6 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)
(Transformasi √(x+0,5)).....................................................................55

Universitas Sumatera Utara

28. Sidik ragam pertambahan jumlah daun umur 6 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....55
29. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....56
30. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)
(Transformasi √(x+0,5)).....................................................................56
31. Sidik ragam pertambahan jumlah daun umur 8 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....56
32. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...57
33. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)
(Transformasi √(x+0,5)).....................................................................57
34. Sidik ragam pertambahan jumlah daun umur 10 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....57
35. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....58
36. Pertambahan jumlah daun (helai) umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)
(Transformasi √(x+0,5)).....................................................................58
37. Sidik ragam pertambahan jumlah daun umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ....58
38. Jumlah tunas adventif umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...................59
39. Jumlah tunas adventif umur 12 MST pada kombinasi perlakuan
penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (Transformasi
√(x+0,5)) ...........................................................................................59
40. Sidik ragam jumlah tunas adventif umur 12 MST pada kombinasi
perlakuan penyayatan dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) ...59
41. Rangkuman data rataan selama pengamatan (MST) .........................60
42. Rangkuman sidik ragam (MST) .......................................................61
43. Foto akar sampel destruksi...............................................................62

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

ESTERINA PRATIWI SILITONGA: Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium
(Adenium obesum) Dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara
Penyayatan Batang. Dibimbing oleh J.A Napitupulu dan Balonggu Siagian.
Adenium adalah salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi relatif
tinggi. Namun keberhasilan dari perbanyakan yang dilakukan dengan setek relatif
rendah. Penyayatan batang dengan kedalaman yang berbeda selama 14 hari
sebelum ditanam dan pemberian IBA (Indole Butyric Acid) diharapkan dapat
meningkatkan keberhasilan setek pucuk. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia, pada bulan Januari sampai Mei 2010.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua
faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penyayatan batang (P) yang terdiri atas:
0,25 diameter (P1), 0,5 diameter (P2), 0,75 diameter (P3), 1 diameter (P4). Faktor
kedua adalah konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) yang terdiri atas: 0 ppm (K0),
100 ppm (K1), 200 ppm (K2). Parameter yang diamati adalah persentase setek
hidup, jumlah akar primer, panjang akar primer, pertambahan panjang tunas,
pertambahan jumlah daun dan jumlah tunas adventif.
Hasil yang diperoleh adalah penyayatan batang berpengaruh nyata terhadap
pertambahan jumlah daun umur 8, 10 dan 12 MST, pertambahan panjang tunas
umur 8, 10 dan 12 MST, jumlah akar primer, panjang akar primer, persentase setek
hidup dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas adventif. Penyayatan
terbaik adalah 0,5-0,75 diameter. Pemberian IBA (Indole Butyric Acid)
berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer, panjang akar primer dan
berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah daun, pertambahan panjang
tunas, persentase setek hidup, dan jumlah tunas adventif. Konsentrasi terbaik pada
konsentrasi 133,68 ppm.
Kata kunci: adenium, setek pucuk, IBA

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

ESTERINA PRATIWI SILITONGA: The Shoot Cutting Growth of Adenium
(Adenium obesum) With IBA (Indole Butyric Acid) Application and Stem Slicing.
Under the supervision of J.A Napitupulu and Balonggu Siagian.
Adenium is one of outdoor ornamental crops that have potential economic
value. Success of cutting propagation is relativity low. Stem slicing with a different
depth 14 days before planting and IBA (Indole Butyric Acid) Application, expected
can increase shoot cutting propagation success. The research was conducted at the
Sub-district Tanjung Gusta, District Medan Helvetia, from January to May 2010.
The experiment was arranged in factorial Randomized Block Design (RBD) with
two factors. The first factors were different stem slicing depth consist of: 0,25
diameter (P1), 0,5 diameter (P2), 0,75 diameter (P3), 1 diameter (P4). The second
factors were concentration of IBA (Indole Butyric Acid) Application which consist
of: 0 ppm (K0), 100 ppm (K1), 200 ppm (K2). Observed parameter were percentage
of growth cuttings, number of primary roots, primary roots length, increment
number of leaves, increment of shoots length, number of adventive shoots.
The result showed that stem slicing was significantly effect increment
number of leaves at 8, 10 and 12 weeks after planted, increment of shoots length at
8, 10 and 12 week after planted, number of primary roots, primary roots length,
percentage of growth cuttings, but not significantly effect the number of adventif
shoots. The best stem slicing is 0,5-0,75 diameters. IBA (Indole Butyric Acid)
application was significantly effect on tall primary roots length, number of primary
roots, but not significantly effect on number of leaves, increment of shoots length,
percentage of growth cutting and number of adventve shoots. The best
concentration is 133,68 ppm.
Keywords: adenium, shoot cutting, IBA

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman adenium dikalangan awam disebut kamboja jepang, merupakan
tanaman hias bernilai ekonomi relatif tinggi karena keindahan bunga (kurang lebih
terdapat 100 jenis) dan keunikan bentuk bonggol batang di pangkal akar.
Penampilan adenium yang seperti tanaman kerdil (bonsai), pada umumnya juga
dibudidayakan dalam pot, sehingga tanaman ini mempunyai masa depan
menjanjikan dalam agrobisnis tanaman hias. Pengembangan teknologi budidaya
tanaman adenium diperlukan untuk memenuhi tuntutan selera konsumen yang
sering kali dalam jumlah besar. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
ditentukan oleh bahan tanam, kondisi lingkungan dan faktor media tanam
(Hardjanti, 2005) .
Adenium termasuk kedalam tanaman sukulen, yaitu tanaman yang memiliki
batang yang tidak berkayu. Semua sel dalam batang adenium adalah sel hidup atau
meristematik, dengan kandungan air yang sangat tinggi, yang juga sebagai
cadangan untuk kehidupannya. Itulah mengapa adenium mampu tumbuh didaerah
yang sangat kering (http://www.vincanursery.com, 2008a).
Daya tarik adenium tidak hanya dari bunga. Akar dan batangnya juga
sangat memikat. Adenium memiliki akar yang unik. Ukuran akar dan batang
semakin besar seiring bertambahnya umur tanaman. Pertumbuhannya juga tidak
hanya lurus menjulang menantang matahari, tapi bisa meliuk ke kanan dan ke kiri.

Universitas Sumatera Utara

Batang yang indah menampilkan kesan kokoh dan kuat. Batang bisa dibentuk
sehingga akan tampak lebih unik dan eksklusif (www.ri1organik.com, 2008).
Pembiakan tanpa kawin (setek, grafting, cangkok dan okulasi), biasa
dilakukan orang untuk memperbanyak suatu varietas secara mudah dan cepat.
Setek dan cangkok, adalah perbanyakan untuk secepatnya mendapatkan tanaman
dengan tajuk yang lebat, tetapi cara ini tidak cepat menghasilkan caudex atau
bonggol yang besar dan indah. Untuk menghasilkan tanaman adenium dengan
caudex atau bonggol yang besar dan indah dapat menggunakan perbanyakan dari
biji, dan untuk mendapatkan tajuk tanaman yang identik sifat atau karakteristiknya
dengan induk yang dikehendaki dapat menggunakan cara setek dan grafting
(http://www.vincanursery.com, 2008a).
Penggunaan bahan setek dari pangkal paling baik diantara asal bahan setek
yang lain yang ditunjukkan oleh jumlah tunas dan daun, serta jumlah akar dan
bobot segar tanaman tertinggi. Hal ini sebagian disebabkan oleh bahan setek yang
berasal dari pangkal memiliki nisbah C dan N yang ideal. Namun bahan setek
yang berasal dari pucuk dan tengah masih dapat digunakan walaupun
pertumbuhannya tidak sebaik yang berasal dari pangkal batang (Hardjanti, 2005).
Pada batang yang panjang, penggunaan bahan setek pangkal, tengah dan pucuk,
akan dapat menghasilkan tiga setek sekaligus.
Keberhasilan perbanyakan dengan cara setek ditandai oleh terjadinya
regenerasi akar dan pucuk pada bahan setek sehingga menjadi tanaman baru.
Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor intern yaitu tanaman itu sendiri
dan faktor ekstern atau lingkungan dan perlakuan khusus (lingkungan buatan)
misalnya pemberian zat pengatur tumbuh. Faktor intern yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

regenerasi akar dan pucuk adalah sifat genetis, cadangan makanan, dan fitohormon.
Zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran setek adalah kelompok
auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic acid (IAA), indole butyric
acid (IBA) dan nepthalene acetic acid (NAA). IBA dan NAA bersifat lebih efektif
dibandingkan IAA yang merupakan auksin alami, sedangkan yang berperan dalam
pembentukan tunas adalah sitokinin yang terdiri dari zeatin, zeatin riboside,
kinetin,

isopentenyl adenin, thidiazurron (TBZ), dan benzyladenine (BA atau

BAP) (Widiarsih, dkk, 2008).
Perbanyakan adenium melalui setek sering gagal tumbuh karena batang
membusuk oleh karena kandungan air yang tinggi dan getah yang keluar dari
tempat batang diiris/dipotong/disayat belum kering dan juga jika media tanam
memiliki kandungan air yang tinggi (Hardjanti, 2005). Dari pengalaman para
petani, keberhasilan perbanyakan adenium dengan cara setek dapat ditingkatkan
dengan melakukan penyayatan batang dan dibiarkan selama 10-15 hari, baru dapat
ditanam (Komunikasi Pribadi). Pada penelitian ini penyayatan dilakukan berbedabeda kedalamannya untuk melihat pengaruhnya, sejauh mana berpengaruh pada
ketersediaan atau penumpukan cadangan makanan dan fitohormon.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna
mengetahui pertumbuhan setek pucuk adenium (Adenium obesum) dengan
pemberian ZPT IBA (Indole Butyric Acid) dan cara penyayatan batang.
Cara penyayatan ini untuk mengantisipasi membusuknya pangkal setek dan
meningkatkan cadangan makanan karena tidak terangkut ke bagian bawah.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian

Menemukan tingkat konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) dan cara
penyayatan batang yang paling sesuai untuk pertumbuhan setek pucuk adenium
(Adenium obesum).

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan pertumbuhan setek pucuk adenium (Adenium obesum)
akibat perbedaan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid), cara penyayatan batang
serta ada interaksi antara kedua faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna sebagai
informasi bagi semua pihak yang tertarik dengan tanaman hias adenium (Adenium
obesum).

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Adenium

Menurut http://zipcodezoo.com (2009), sistematika adenium adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Tracheophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Apocynales

Famili

: Apocynaceae

Genus

: Adenium

Spesies

: Adenium obesum (Forssk.) Roem & Schult
Adenium berakar tunggang dengan bentuk akar yang semakin lama akan

semakin membesar seperti umbi yang digunakan sebagai tempat menyimpan air.
Akar yang membesar ini bila dimunculkan diatas tanah akan membentuk kesan
unik seperti bonsai. Sedangkan batangnya lunak tidak berkayu, namun dapat
membesar (http://www.vincanursery.com, 2008a).
Bentuk batang semakin ke atas mengecil secara gradual. Tanaman muda
memiliki caudex/bonggol kecil, berbentuk seperti telur, dan pada habitat aslinya,
tanaman yang sudah tua mempunyai caudex/bonggol yang besar. Tanaman dewasa
hasil dari pemeliharaan, biasanya tidak mempunyai caudex yang besar
(http://adeniumlover.blogspot.com, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Daunnya berada pada ujung-ujung ranting, berupa helaian daun, bertangkai
0,5-1 cm, berwarna hijau, memanjang berbentuk lanset, ujungnya berbentuk bulat
telur sampai bentuk spatel atau solet, panjangnya 9-13 cm, lebar 2-3 cm
(Suryowinoto, 1997).
Bunganya berupa malai, menggerombol pada ujung ranting dan berbentuk
terompet. Mahkota bunga berbentuk corong, diameter 1-1,5 cm, sisi dalam
berambut, sisi luar berwarna merah muda, tajuk bunga menutup ke kiri, panjangnya
1,5-2 cm, sisi dalam berwarna merah muda, bentuk tumpul, lebar

1-1,5 cm.

Benang sari berjumlah lima berambut halus (Suryowinoto, 1997).
Biji adenium dibekali bulu layang, berkulit tipis dan berongga, agar menjadi
ringan dan mudah melayang di udara kala tertiup angin. Disisi lain, kulit tipis
membuat biji rentan terhadap pengaruh luar, baik fisik, biologi dan kimia.
Akibatnya kualitas biji adenium cepat menurun seiring dengan berjalannya waktu
(http://adenium.blogsome.com, 2006).

Syarat Tumbuh
Iklim
Adenium membutuhkan cahaya matahari langsung minimal 5 jam perhari.
Untuk tanaman muda (dibawah usia dua bulan) lebih baik diletakkan ditempat yang
agak ternaungi. Adenium dapat hidup antara suhu 5-52° C. Karena kondisi itu,
adenium dikenal memiliki ketahanan yang tinggi dan mudah dirawat. Meskipun
demikian,

diperlukan

perlakuan

khusus

dalam

merawat

adenium

agar

pertumbuhannya baik dan prima (http://adenium.blogsome.com, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Ada tiga sifat utama dari adenium, tidak menyukai air berlebih, perlu sinar
matahari yang penuh, dan menyukai media porus. Oleh karena itu, adenium disebut
desert rose atau mawar gurun yang identik dengan panas, jarang air dan kondisi
tanah yang porus (http://adeniumlover.blogspot.com, 2009).
Pemberian air berlebihan dapat menyebabkan akar busuk, namun pada sisi
lain, air yang tidak cukup dapat menyebabkan daun gugur. Sehingga perlu diatur
secukupnya saja karena pada dasarnya sangat toleran terhadap kekeringan
(http://database.prota.org, 2008).
Tanah
Umumnya pH yang diperlukan tanaman sekitar 5–6,5. Mengetahui derajat
keasaman media tanam (pH) sangat diperlukan sebelum dan sesudah menanam
suatu tanaman. Karena derajat keasaman sangat menentukan ketersediaan nutrisi di
dalam media yang akan dipergunakan oleh tanaman. Seringkali kondisi media
tanam sesudah ditanam dan telah lama dibudidayakan mengalami kenaikkan atau
penurunan

pH

yang

dapat

mengganggu

pertumbuhan

tanaman

(http://adeniumlover.blogspot.com, 2009).
Media tanam yang baik harus memiliki persyaratan-persyaratan berikut:
- Tidak mengandung bibit hama dan penyakit dan bebas gulma
- Mampu menampung air, tetapi juga mampu membuang/mengalirkan kelebihan
air
(http://www.vincanursery.com, 2008b).
Hasim (1995) menyatakan media tanam yang cocok untuk tanaman ini
adalah media yang porus. Media tanam bisa dibuat campuran humus dan pasir.
Dari hasil penelitian Hardjanti (2005) penambahan arang kayu maupun arang

Universitas Sumatera Utara

sekam pada media tanam campuran tanah dan pupuk kandang hanya meningkatkan
diameter batang. Penggunaan media tanam untuk setek adenium cukup dengan
campuran tanah dan pupuk kandang.

Bahan Setek

Adenium termasuk tanaman sukulen. Untuk menyeteknya tidak boleh
langsung ditanam setelah dipotong. Potongan batang itu harus disimpan dulu
ditempat yang teduh selama 10 hari atau 2 minggu, sampai bekas luka potongannya
mengering. Hal ini untuk mencegah agar tidak busuk, dan setelah dipotong bekas
luka pada batang yang akan disetek itu sebaiknya dioles dengan fungisida, seperti
Dithane M-45 dan akan lebih baik lagi kalau diolesi pula dengan zat perangsang
akar untuk merangsang keluarnya akar (Hasim, 1995).
Penelitian Hardjanti (2005) menghasilkan bahwa kemunculan tunas dari
bahan setek yang berasal dari bagian pucuk dan tengah lebih cepat sekitar
seminggu daripada setek yang berasal dari bagian pangkal (tidak berbeda nyata).
Jumlah akar dari setek yang berasal dari pangkal dan tengah lebih banyak daripada
setek yang berasal dari pucuk.
Adenium sangat sering disetek karena kemudahan pengerjaannya. Namun
tingkat keberhasilan tumbuhnya kecil karena mudahnya terjadi pembusukan.
Kelemahan lain yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyamai bonggol
adenium yang berasal dari biji. Caranya sederhana, potongan batang yang akan
disetek dipangkas daunnya, setelah itu dioleskan zat perangsang akar pada bekas
potongan. Setelah satu malam dianginkan, baru ditancapkan pada media tanam
(http://adeniumlover.blogspot.com, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Setek dipotong dengan pisau yang tajam dekat daun sebab disitu berkumpul
cadangan makanan yang terbanyak. Disitulah akan mudah terjadi akar. Sebelum
setek ditanam, daun yang dibawah sekali dan daun diatasnya separuh dibuang
supaya penguapan berkurang. Setek tanaman yang batangnya lunak karena banyak
mengandung air harus dikeringkan sebelum ditanam untuk menjaga supaya tidak
mudah menjadi busuk. Sebaiknya menanam setek dalam pot yang berisi pasir
(Atjung, 1988).
Bahan tanam menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman yang
diperbanyak dengan setek. Keberhasilan setek terbaik terdapat pada bahan setek
yang ditiriskan hanya 8 jam. Sehingga dugaan adanya hambatan getah
kemungkinannya hanya terjadi bila bahan setek ditanam langsung. Penirisan 10
hari hanya paling baik pada jumlah akar dan tunas, sedangkan kecepatan tumbuh
dan panjang tunas, serta jumlah daun tertinggi pada setek yang ditiriskan 8 jam
(Hardjanti, 2005).
Peranan daun dalam proses perakaran setek meranti putih juga penting
karena daun berfungsi sebagai sumber bahan makanan, rhizokalin, auksin dan
tempat terjadinya proses fotosintesis. Dari pengamatan yang dilakukan, setek yang
menggugurkan daun, tidak memiliki perakaran walaupun masih dalam keadaan
segar (Irwanto, 2001).
Sesuai dengan namanya, setek pucuk ini diambil dari pucuk-pucuk batang
yang masih muda dan masih dalam masa tumbuh. Banyak jenis tanaman yang
dapat diperbanyak dengan setek pucuk, untuk tanaman hias misalnya kembang
sepatu, gardenia, dan lain-lain, pada tanaman perkebunan misalnya tebu, stevia dan
teh, pada tanaman pangan ubi jalar. Untuk menyetek tanaman hias, biasanya dipilih

Universitas Sumatera Utara

pucuk-pucuk cabang yang rajin berbunga. Panjang setek cukup 10-15 cm ±
dipotong tepat dibawah tangkai daun. Ditempat ini biasanya banyak tersimpan
banyak makanan. Dalam memilih cabang diusahakan jangan terlalu besar cukup
dengan diameter 0,5 cm saja. Cabang yang telah dipotong, dibuang daun-daun yang
bagian bawah dan disisakan dua lembar daun pada bagian pucuk. Dapat juga
disisakan empat lembar daun asalkan daun-daun ini dibuang separuhnya. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi penguapan pada daun, sedang daun yang disisakan
diharapkan dapat melakukan pengolahan bahan makanan sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan akar. Pertumbuhan akar dapat dipercepat dengan
memberikan hormon pada pangkal setek. Cara pemberiannya adalah dengan
mencelupkan setek pada cairan zat perangsang tumbuh setinggi 2 cm selama lebih
kurang 1 menit. Kemudian setek ditanam dalam media, dengan terlebih dahulu
membuat lubang tanam (Wudianto, 1999).
Auksin banyak dibentuk di jaringan meristem di dalam ujung-ujung
tanaman seperti tunas, kuncup bunga, pucuk dan lain-lain. Juga ujung akar dapat
membentuk auksin (Dwidjoseputro, 1980).

IBA (Indole Butyric Acid)

ZPT (zat pengatur tumbuh) diberi agar tanaman memacu pembentukan
fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada dalam tanaman atau menggantikan
fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan
baik. Hormon yang berasal dari bahasa Yunani yaitu hormaein ini mempunyai arti:
merangsang, membangkitkan, atau mendorong timbulnya suatu aktivitas biokimia
sehingga fitohormon tanaman dapat didefenisikan sebagai senyawa organik

Universitas Sumatera Utara

tanaman yang bekerja aktif dalam jumlah sedikit, ditransportasikan ke seluruh
bagian tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses
fisiologi tanaman (Heddy, 1996).
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu
bagian tumbuhan dan dipindahkan kebagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat
rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Ketika semakin banyak
hormon dicirikan dan efek serta konsentrasi endogennya dikaji, dua hal menjadi
jelas. Yang pertama, setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian
tumbuhan. Kedua, respon itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase
perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan
berbagai faktor lingkungan. Oleh karena itu adalah terlalu gegabah bila dikatakan
bahwa efek hormon berlaku umum pada proses pertumbuhan dan perkembangan
suatu organ atau jaringan tumbuhan tertentu. Jadi, konsep Sachs yang mengatakan
bahwa jaringan yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap zat
kimia yang berbeda, memang dapat diterima (Salisbury dan Ross, 1995).
Selain auksin yang terjadi secara alami, banyak senyawa sintetik memiliki
struktur kimia serupa dengan IAA, dan sangat aktif sebagai zat perangsang
pertumbuhan. Zat-zat sintetik ini berbeda dengan auksin alami dalam hal sifatnya
yang sangat beracun jika kelebihan sedikit saja dalam penggunaannya. Lebih lanjut
diketahui ambang konsentrasi sebagai racun sangat bervariasi menurut jenis
tumbuhan, jadi memungkinkan penggunaan zat-zat ini sebagai pemberantas gulma
yang sangat efisien dan selektif (Loveless, 1999).
Bubuk yang dipasarkan untuk mencelup ujung setek agar mudah berakar
biasanya mengandung IBA atau NAA yang dicampur dengan bubuk talk lembam,

Universitas Sumatera Utara

dan sering pula dengan satu atau lebih vitamin B yang sebenarnya tidak terlalu
bermanfaat. Banyaknya kegagalan auksin ini berkaitan dengan penggunaan setek
yang berasal dari tumbuhan dewasa. Ketika pohon atau tumbuhan semak masih
dalam fase juwana (menjelang berbunga), setek batangnya lebih mudah berakar
dengan adanya auksin, khususnya IBA (Salisbury dan Ross, 1995).
IBA mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif dari pada IAA dan NAA.
Dengan demikian IBA paling cocok untuk merangsang perakaran, karena
kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IAA biasanya
mudah menyebar ke bagian lain serta menghambat perkembangan serta
pertumbuhan tunas dan NAA dalam mempergunakannya harus benar-benar tahu
konsentrasi yang tepat yang diperlukan oleh suatu jenis tanaman, bila tidak tepat
akan memperkecil batas konsentrasi optimum perakaran (Wudianto, 1999).
Banyak penelitian menunjukkan pengaruh positif ZPT IBA pada perakaran
misalnya 500 ppm IBA pada kemenyan (Danu, dkk, 2008), 100 ppm IBA pada
meranti putih (Irwanto, 2001).
Akar lateral, seperti halnya kuncup lateral, juga dipengaruhi oleh auksin,
dan pemakaian zat-zat ini dari luar sangat mendorong pembentukan akar lateral.
Penggunaan praktis yang sangat penting adalah dalam menggalakkan pembentukan
akar pada perbanyakan tanaman dengan setek. Pada kenyataannya penggunaan ini
merupakan yang pertama dari banyak kegunaan auksin secara komersial
(Loveless, 1999).
Tujuan memperlakukan setek dengan zat pengatur tumbuh tipe auksin
adalah:
1.

Meningkatkan persentase setek berakar

Universitas Sumatera Utara

2.

Mempercepat pembentukan akar

3.

Meningkatkan jumlah dan kualitas akar yang terbentuk

4.

Meningkatkan keseragaman perakaran

(Hartmann, et al, 2002).

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Setek Pucuk

Hartmann, et al (2002) menyatakan faktor intern yang paling penting dalam
mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk pada stek adalah faktor genetik. Jenis
tanaman yang berbeda mempunyai kemampuan regenerasi akar dan pucuk yang
berbeda pula. Untuk menunjang keberhasilan perbanyakan tanaman dengan cara
stek, tanaman sumber seharusnya mempunyai sifat-sifat unggul serta tidak
terserang hama dan/atau penyakit. Selain itu, manipulasi terhadap kondisi
lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber juga penting dilakukan agar tingkat
keberhasilan stek tinggi. Kondisi lingkungan dan status fisiologi yang penting bagi
tanaman sumber diantaranya adalah:
1. Status air. Stek lebih baik diambil pada pagi hari dimana bahan stek dalam
kondisi turgid.
2. Temperatur. Tanaman stek lebih baik ditumbuhkan pada suhu 12°C hingga
27°C.
3. Cahaya. Durasi dan intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman sumber
tergantung pada jenis tanaman, sehingga tanaman sumber seharusnya
ditumbuhkan pada kondisi cahaya yang tepat.

Universitas Sumatera Utara

4. Kandungan karbohidrat. Untuk meningkatkan kandungan karbohidrat bahan
stek yang masih ada pada tanaman sumber bisa dilakukan pengeratan untuk
menghalangi translokasi karbohidrat. Pengeratan juga berfungsi menghalangi
translokasi hormon dan substansi lain yang mungkin penting untuk pengakaran,
sehingga terjadi akumulasi zat-zat tersebut pada bahan stek. Karbohidrat
digunakan dalam pengakaran untuk membangun kompleks makromolekul,
elemen struktural dan sebagai sumber energi. Walaupun kandungan karbohidrat
bahan stek tinggi, tetapi jika rasio C/N rendah maka inisiasi akar juga akan
terhambat karena unsur N berkorelasi negatif dengan pengakaran stek.
Tidak semua jenis tanaman dapat dibiakkan dengan setek. Keberhasilan
dengan setek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis
yang mudah berakar dan ada yang sulit. Kandungan lignin yang tinggi dan
kehadiran cincin sklerenkim yang kontinyu merupakan penghambat anatomi pada
jenis-jenis sulit berakar, dengan cara menghalangi tempat munculnya akar adventif
(Kramer, 1960 dalam Huik 2004).
Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara
persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Ratio C/N yang tinggi sangat
diperlukan untuk pembentukan akar setek yang diambil dari tanaman dengan C/N
ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak dari pada tanaman dengan
C/N ratio rendah (Haber, 1957 dalam Huik, 2004).
Berhasilnya perakaran setek juga sangat ditentukan iklim mikro
dalam bedengan termasuk kelembaban media perakaran. Tanah harus lembab tapi
tidak terlalu basah dan kelembaban udara disekitar setek 90-100%. Temperatur

Universitas Sumatera Utara

yang sedikit naik pada sungkup plastik akan merangsang pembentukan tunas
(Venkataramani, 1999).

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan
Medan Helvetia, dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai Mei 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek pucuk adenium,
topsoil tanah andisol, sekam bakar dan pasir, IBA (Indole Butyric Acid), polibek
ukuran 2 kg, fungisida Dithane M-45, insektisida Sevin dan air.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran,
jangka sorong, pisau, handsprayer, kalkulator, penggaris, gelas ukur, spidol, label
penelitian, ember, gunting, tali plastik dan alat tulis.

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu:
Faktor I

:

Cara penyayatan batang dengan 4 taraf yaitu:
P1

: 0,25 diameter

P2

: 0,5

P3

: 0,75 diameter

P4

:1

diameter

diameter

Universitas Sumatera Utara

Faktor II :

Penggunaan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) dengan 3 taraf

yaitu:
K0

:0

ppm

K1

: 100 ppm

K2

: 200 ppm

Sehingga diperoleh 12 kombinasi yaitu:
P1K0

P1K1

P1K2

P2K0

P2K1

P2K2

P3K0

P3K1

P3K2

P4K0

P4K1

P4K2

Jumlah ulangan

:3

Jumlah plot

: 36 plot

Ukuran plot

: 100 cm x 20 cm

Jumlah tanaman/plot

: 5 tanaman/plot

Jumlah seluruh tanaman

: 180 tanaman

Jumlah tanaman sampel/plot

: 4 tanaman

Jumlah seluruh sampel

: 144 tanaman

Jarak antar polibag

: 5 cm

Jarak antar blok

: 50 cm

Denah penelitian dilampirkan pada Lampiran1.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

Universitas Sumatera Utara

Yijk

= Hasil pengamatan dari unit percobaan dalam blok ke-i dengan
konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) (K) pada taraf ke-j dan dalamnya
penyayatan batang (P) pada taraf ke-k.

µ

= Nilai tengah

ρi

= Efek blok ke-i

αj

= Efek dalamnya penyayatan batang pada taraf ke-j.

βk

= Efek konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) pada taraf ke-k

(αβ)jk = Interaksi dalamnya penyayatan batang pada taraf ke-j dan konsentrasi
IBA (Indole Butyric Acid) pada taraf ke-k.
εijk

= Efek galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan dalamnya
penyayatan batang pada taraf ke-j dan konsentrasi IBA (Indole Butyric
Acid) pada taraf ke-k.
Jika data yang dianalisis dengan sidik ragam berpengaruh nyata, maka

dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncant dengan taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Penyiapan Lahan
Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang
tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat petak ulangan dengan ukuran
100 cm x 240 cm sebanyak 3 ulangan, dengan jarak antar ulangan 50 cm. Dibuat
naungan massal dengan menggunakan plastik transparan untuk menghindari
kelebihan air (hujan) dengan ukuran 5 x 3 x 1,5 m.
Penyiapan Media Tanam
Campuran media tanam berupa topsoil tanah andisol, sekam bakar dan pasir
dengan perbandingan 2:1:1. Campuran media diberi Dithane M-45 dan Sevin

Universitas Sumatera Utara

sebanyak 0,25% dari berat media tanam, kemudian dimasukkan ke dalam polibek
sesuai dengan jumlah populasi perlakuan masing-masing.
Penyiapan Bahan Tanaman
Bahan tanaman berasal dari tanaman yang berumur lebih dari 1 tahun
dengan warna bunga merah jambu. Setek pucuk dengan panjang 12 cm,
berdiameter 0,5-1,5 cm, yang dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan diameter dan
masing-masing kelompok ditempatkan untuk tiap ulangan.
Penyayatan Batang
Batang disayat menggunakan pisau dengan kedalaman yang telah
ditetapkan sesuai dengan perlakuan masing-masing, dibiarkan selama 14 hari di
tempat teduh. Untuk peneyetekan 0,75, pucuk ditopang dengan bambu.
Aplikasi IBA (Indole Butyric Acid)
Setelah 2 minggu, setek pucuk dipotong mengikuti arah sayatan batang,
daun pada pucuk disisakan hanya 2 helai. Perendaman pangkal setek sedalam

2

cm dilakukan sesuai dengan perlakuan konsentrasi IBA selama 2 menit. Setelah itu
dikeringanginkan kemudian ditanam ke polibek.
Penanaman Setek
Penanaman dilakukan pada polibek dengan menanam 1 setek pucuk
perlubang tanam pada kedalaman 2 cm kemudian lubang tanam ditutup kembali
dan agak dipadatkan.

Universitas Sumatera Utara

Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman diberikan jika media terlalu kering dengan menggunakan
handsprayer, jika kelembaban media masih cukup, penyiraman tidak perlu
dilakukan.
Penyiangan
Untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman maka
dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara manual di dalam dan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Panjang Akar, Panjang Buluh dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid Terhadap Pertumbuhan Anakan Vetiver (Vetiveria zizanioides)

0 32 108

Pengaruh Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Anggur Vitis vinifera h.)

0 30 77

Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen dan Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) Terhadap Pertumbuhan Vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash)

1 42 61

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

8 94 68

PENGARUH GA3 DAN IAA TERHADAP PEMBESARAN BONGGOL ADENIUM (Adenium obesum)

1 6 75

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

2 14 68

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 13

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 2

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 4

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 1 9