Transposisi Kolon Sebagai Operasi Jalan Pintas Pada Struktur

TRANSPOSISI KOLON SEBAGAI OPERASI JALAN PINTAS PADA SRIKTUR LUAS ESOFAGUS AKIBAT BAHAN KOROSIF

BACHTIAR SURYA

Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak Striktur esofagus yang terjadi akibat tertelannya zat korosif sangat jarang
ditemukan di Indonesia khususnya di Bandung. Tindakan bedah akan diperlukan bila pengobatan secara konservatif gagal dilakukan. Untuk mengganti fungsi esofagus yang mengalami striktur, banyak cara dapat dilakukan.
Satu tindakan operasi jalan pintas pada striktur esofagus luas dengan menggunakan segmen kolon transversum telah kami lakukan pada seorang laki-laki 22 tahun yang mengalami striktur esofagus akibat tertelan kaustik soda satu tahun sebelumnya dan mengalami kesulitan untuk menelan sejak 2 bulan terakhir. Setelah operasi penderita dirawat selama lebih kurang 3 minggu dan dipulangkan dalam keadaan baik tanpa ada keluhan yang berarti.

Pendahuluan

Di Indonesia penggunaan zat korosif untuk bunuh diri, maupun tertelannya

zat korosif agak jarang ditemukan maupun dilaporkan. Berbeda halnya di Afrika, di

Nigeria misalnya dilaporkan antara tahun 1986 s/d 1991 (5 tahun) 73 kasus striktur

esofagus karena bahan korosif, yang pada umumnya terjadi pada orang dewasa

yang ingin bunuh diri. Beberapa zat korosif yang dapat membakar mulut,


kerongkongan, esofagus, lambung antara lain: asam sulfat, kaustik soda, atau

beberapa zat desinfektans yang mengandung bahan fenol. Beberapa zat korosif yang

dapat membakar mulut ini bila terminum, mulut, farinx, larinx dan terutama bagian

atas dari esofagus.

Dalam menangani penderita yang mengalami luka bakar akibat tertelannya

zat korosif, ada 2 hal yang harus segera dilakukan. Pertama menentukan jenis,

jumlah dari dari zat yang terminum serta waktu terjadi mengetahui lokasi dan

luasnya lesi yang terjadi. Noilero dan kawan-kawan membagi tingkatan lukanya atas

3 tingkatan :

Tingkat I


terjadinya edem pada mukosa dan penderita akan dapat menelan

kembali dalam waktu singkat secara normal.

Tingkat II

adalah terjadinya erosi pada mukosa, dan

Tingkat III

terjadi nikrose pada mukosa sumukosa s/d otot.

Penderita dengan luka tingkat II dan III harus segera dipuasakan, diberi nutrisi secara panenteral yang apabila berlanjut dapat diteruskan dengan pemberian nutrisi secara enteral melalui gastrostomi atau yeyunostomi. Luka tingkat II masa penyembuhannya akan memakan waktu sekitar 3 minggu s/d 1 bulan, sedang luka tingkat III akan memakan waktu lebih kurang 3 bulan. Bila luka bakarnya sampai menembus dinding dari esofagus, lambung dan terjadi nekrosis dari jaringan sekitarnya, maka harus segera dilakukan operasi darurat, walaupun resikonya sangat tinggi. Hak sama bila dijumpai atau terjadi pendarahan, ini juga merupakan suatu indikasi untuk dilakukan tindakan operasi darurat. Sewaktu dilakukan operasi, bila dijumpai adanya nekrosis baik total maupun sebagian dari lambung, maka dapat dilakukan total gasterktomi dan total esofagektomi tanpa melalui torakotomi. Makanan dapat disalurkan melalui yeyunostomi.

© 2003 Digitized by USU digital library

1

50% dari penderita luka bakar tingkat III akan mengalami stenosis dari esofagus. Stenosis esofagus dapat dirawat secara konservatif dengan dilatasi, namun hal ini akan memakan waktu lama dan berbahaya, dengan resiko gagal dan kemungkinan terjadinya degenerasi keganasan dikemudian hari. Daly dan Codona menetapkan indikasi tindakan bedah pada stritura korosif. Salah satu diantaranya adalah striktura yang tidak bisa di dilatasi dimana terjadinya komplet stenose dengan kegagalan membentuk saluran. Keadaan lain adalah suatu striktur dimana secara teknis tidak satupun dilator dapat melalui daerah sritur, atau seandainyapun dapat dilalui, namun tidak dapat menghilangkan keluhan disfaginya.

Laporan Kasus Seorang laki-laki masuk Rumah Sakit Ali Sadikin dengan keluhan utama sulit
menelan. Bila dicoba makan maka dalam waktu yang tidak lama makanan yang dimakannya akan dimuntahkan kembali. Hal ini telah berlangsung lebih kurang 2 bulan lamanya. Selama 2 bulan terakhir penderita hanya bisa minum susu atau bubur saring sedikit-sedikit. Satu tahun sebelumnya penderita dalam suatu kecelakaan kerja terminum kaustik soda. Berat badan waktu itu masih dalam batas normal. Setelah dirawat selama 2 bulan di rumah sakit secara konservatif, penderita dipulangkan dalam waktu keadaan dapat menelan bubur nasi dan makan nasi lembek. Status generalisata penderita dalam keadaan kompos mentis kahektis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit reg. pernafasan 20x/menit. Status lokalis kepala, leher, toraks, abdomen dan ekstremitas dalam keadaan normal.
Pemeriksaan laboratorium : Hb 10,6 gr/%, lekosit 6800/ul, hematokrit 40%, gula darah 86,2 mg%, ureum 24 mg/%, kreatinin 1,58 mg/% protein total 5 gr/%, albumin 2,7 gr/%, SGOT 30,8 u/l, SGPT 39 u/l. Elektrplit: Na 140 meq/l, K 3,2 meq/l, HCO3 25,1 meq/l
Pemeriksaan X toto toraks : gambaran paru dan jantung dalam batas normal. Usofagografi: dijumpai esofagitis dan striktur pada 2/3 proximal sehingga scope tidak dapat masuk. Diputuskan untuk melakukan tindakan operasi karena secara koservatif sudah tidak memungkinkan lagi membaik. Penderita dipersiapkan dengan pemberian nutrisi enteral (peptisol) dan parenteral.
Dua minggu setelah dirawat, maka dilakukan tindakan operasi. Pada waktu operasi terlihat usus sedikit edomatos, lambung dalam keadaan baik. Suatu metode transposisi dengan mengambil kolon transversum digunakan secara antiperistaltik. Transposisi dilakukan secara retrosternal. Diseksi leher dan Abdolminal secara simultan. Digunakan arteri kolika media sebagai suplai darah utama. Dilakukan transeksi esofagus didaerah hipofarinx dan bagian distalnya ditutup. Pada bagian proximal dibuat esofagokolik anastomose secara end to end. Kemudian dibuat kologastrik anastomose secara end to side. Pipa lambung dilewatkan sampai melewati pilorus. Pemberian nutrisi enteral dilakukan pada hari ke 3 setelah operasi dan jahitan luka operasi pada leher dan abdomen dibuka pada hari ke 7 setelah operasi. Pada hari ke 12 setelah operasi pipa lambung dicabut dan penderita diberi makanan peroral. Dilakukan kontrol Barium meal dengan hasil transposisi kolon berfungsi baik.
Penderita dipulangkan pada hari ke 15 setelah operasi dalam keadaan baik. Satu bulan kemudian penderita melakukan pemeriksaan ulang tanpa adanya keluhan yang berarti dengan status gizi yang jauh lebih baik dibandingkan keadaannya sebelum operasi.
Diskusi Indikasi utama dilakukannya transposisi kolon pada kasus ini adalah
terjadinya striktur yang gagal dirawat secara konservatif. Penderita ini mengalami esofageal striktur yang tinggi pada 2/3 bagian distal dari keseluruhan panjang dari

© 2003 Digitized by USU digital library

2

esofagus. Untuk mengganti fungsi esofagus selain kolon dapat juga digunakan lambung atau yeyunun. Lambung adalah organ yang paling baik untuk digunakan bila mudah dimobilisasi, mengingat suplai darah yang baik dan hanya memerlukan satu anastomose saja. Pilihan kedua adanya kolon. Pedikel yeyunum dapat juga dipakai namun segmen yang baik untuk dipakai panjangnya tidak sampai melewati lengkung aorta. Pada penderita ini digunakan satu segmen kolon secara antiperistaltik.
Pada penderita ini tidak kami jumpai adanya komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah terjadinya kebocoran pada anastomose dibagian proximal. Angkanya bekisar antara 25 -40%. Namun biasanya ini bukan merupakan komplikasi yang serius. Umumnya terjadi fistula minor yang dapat menutup secara spontan. Penderita ini melakukan pemeriksaan ulang baru satu kali yaitu satu bulan setelah pulang dari rumah sakit. Penderita seperti ini jarang melakukan pemeriksaan ulang lebih dari 9 bulan, sehingga sulit untuk mengetahui nasib dari esofagus asli apakah mengalami degenerasi ganas. Beberapa pengamat mengatakan bahwa kemungkinan terjadinya degenerasi ganas adalah rendah.
Kesimpulan Penggunaan segmen kolon untuk mengganti fungsi esofagus yang mengalami
striktur akibat zat korosif memberikan hasil yang baik. Penderita dapat menelan makanan secara normal dan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari secara normal dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Penggunaan transposisi kolon merupakan salah satu pilihan pembedahan untuk mengganti fungsi esofagus akibat striktur esofagus yang tidak membaik secara konservatif.
KEPUSTAKAAN
1. Anantha Krishnan-N ; Rao-Ks ; Radjendrin-P ; Midcolon oesophagoplasty for corrosive oesostricture. Int Surg 1993 78:189-192.

2. Belsey R; Reconstruction of the oesophagus. Ann R Coo Surg Engl, 1983, 65:360-364
3. Dally JF and Cardona JC; Corroive oesophagus. Am J Surg 1957, 93:242-247
4. M.A.C aghaji; C.O. Chukwu; Oesophageal replacement in adult Nigerians with corrosive oesophageal strictures; Int Surg 1993, 78:189-192
5. M.J. Noirclere; Discostanzo; B Sastre; J Jonglard; P Ohresser; J Figarella; D Botta; P Camboulive; Treatment of coustic burns in the digestive tract. Surgery of the oesophagus. Apleton century crofts / Norwalk, Conecticut, Second Edition 1986, 375-381.
6. Postlethwait RW ; Resection and reconstruction of the oesophagus; Apleton Century Crofts Norwalk, Conecticut, Second Edition 1986.
7. Stefan H ; Oesophageal replacement using thelarge intestin in children; Riihl –Chir 1992 Oct; 71 (10) ; 530 -5.
8. Yayat R dan Julianto Widjojo ; Striktura esofagus ; Gawat darurat dibidang gastroenterologi ; Tim Gastroenterologi FK UNPAD / RS Hasan Sadikin Bandung 1990, 3 : 30 -36.

© 2003 Digitized by USU digital library

3