Uji Efektifitas Fungisida Nabati dan Fungisida Kimia Terhadap Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Dataran Rendah

UJI EFEKTIVITAS FUNGISIDA NABATI DAN FUNGISIDA KIMIA TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN
(Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI DATARAN RENDAH
SKRIPSI
SYAWALUDDIN 050302003 HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
Universitas Sumatera Utara

UJI EFEKTIVITAS FUNGISIDA NABATI DAN FUNGISIDA KIMIA TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN
(Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI DATARAN RENDAH
SKRIPSI
SYAWALUDDIN 050302003 HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Menempuh Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Ir. Syamsinar Yusuf, MS) Ketua

(Ir. Zulnayati) Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010


Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Syawaluddin, Effectiveness Test Plant Fungicides and Chemical Fungicides against Leaf Blight Diseases (Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) on Corn Plants (Zea mays L.) in the Lowlands.
This research aims to determine the effectiveness of control from chemical plant and chemical to the leaf blight disease (Helminthosporium turcicum) on maize crops in the lowlands.
This research was conducted in the UPT-BBI Crop Tanjung Selamat, Deli Serdang with the altitude ± 25 m above sea level. This research was conducted from August 2009 to November 2009.
This research used randomized block design method (RAK) non-factorial consisting of K0 (control / no treatment), K1 (piper betle leaf solution 300 gr/litre of water), K2 (fragrant grass leaves solution 300 gr/ litre of water) , K3 (the active ingredient chemical fungicides propineb 1,4 gr/ litre of water), K4 (the active ingredient chemical fungicides heksaconazol 1 ml/ litre of water). The observed parameters are intensity attacks Helminthosporium turcicum Pass .(%), and maize production (Ton / Ha).
The results showed that attack intensity of disease Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs the highest to the lowest in the last observation, respectively K0 (control) of 58,80%, K2 (fragrant grass leaves solution 300 gr/ litre of water) for 57,42%, K1 (piper betle leaf solution 300 gr/ litre of water) of 57,03%, K3 (propineb 1,4 gr/ litre of water) of 54,87% and K4 (1 ml heksaconazol/ litre of water) of 54,31%. Production highest to lowest, respectively K4 (heksaconazol 1 ml /liter of water) of 9,75 ton/ha, K3 (propineb 1,4 gr/liter of water) of 9,51 ton/ha, K1 (300 piper betle leaf solution gr/liter of water) of 8,41 ton/ha, K2 (a solution of lemon grass leaves 300 gr/liter of water) of 8,39 ton/ha and lowest in the K0 treatment (control) of 8,31 ton/ha.
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Syawaluddin, Uji Efektifitas Fungisida Nabati dan Fungisida Kimia Terhadap Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Dataran Rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengendalian secara nabati dan kimia terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum) pada tanaman jagung di dataran rendah.
Penelitian ini dilaksanakan di UPT-BBI Palawija Tanjung Selamat, Deli Serdang dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai bulan November 2009.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari K0 (Kontrol/tanpa perlakuan), K1 (Larutan daun sirih 300 gr/ liter air), K2 (Larutan daun sereh 300 gr/ liter air), K3 (Fungisida kimia bahan aktif propineb 1,4 gr/ liter air), K4 (Fungisida kimia bahan aktif heksaconazol 1 ml/ liter air). Parameter yang diamati adalah Intensitas Serangan Helminthosporium turcicum Pass.(%), dan produksi jagung (Ton/Ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs yang tertinggi sampai yang terendah pada pengamatan terakhir masing- masing adalah K0 (kontrol) sebesar 58,80%, K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) sebesar 57,42% , K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) sebesar 57,03%, K3 (propineb 1.4 gr/l.air) sebesar 54,87% dan K4 (heksaconazole 1 ml/l.air) sebesar 54,31%. Produksi tertinggi hingga terendah masing-masing adalah K4 (heksaconazole 1 ml/l.air) sebesar 9,75 ton/ha, K3 (propineb 1.4 gr/l.air) sebesar 9,51 ton/ha, K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) sebesar 8,41 ton/ha, K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) sebesar 8,39 ton/ha dan terendah pada perlakuan K0 (kontrol) sebesar 8,31 ton/ha.
ii
Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP
Syawaluddin lahir tanggal 10 Juni 1987 di Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kotamadya Medan dari Ayahanda Salman dan Ibunda Aguswati, Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu Tahun 1999 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Swasta Kemala Bhayangkari 1 Medan. Tahun 2002 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Medan. Tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Medan. Tahun 2005 diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) Tahun 2005- 2009. Tahun 2005- 2009 menjadi anggota Komunikasi Muslim HPT (KOMUS HPT). Tahun 2008-2009 menjadi asisten di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman. Tahun 2009 menjadi asisten koordinator di Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan. Tahun 2009 menjadi asisten koordinator di Laboratorium Hama Hutan. Tahun 2008 menjadi ketua panitia seminar Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Sumatera Utara. Tahun 2008 menjadi ketua panitia motivation training Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU. Tahun 2008 menjadi panitia pelaksana seminar Dies Natalis FP-USU ke- 52. Tahun 2009 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juni sampai Juli di PTPN III (Persero) Kebun Sei Silau, Kabupaten Asahan. Tahun 2009 melaksanakan penelitian di Balai Benih Induk Tj.Selamat, Kabupaten Deli Serdang.
iii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari usulan penelitian ini yaitu “UJI EFEKTIVITAS FUNGISIDA NABATI DAN FUNGISIDA KIMIA TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI DATARAN RENDAH” yang merupakan salah satu syarat syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Syamsinar Yusuf, M.S dan Ir. Zulnayati, selaku dosen ketua dan dosen anggota dalam membimbing usulan penelitian ini.
Penulis juga menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan usulan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Pebruari 2010
Penulis
iv
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI


ABSTRACT ................................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. ix

PENDAHULUAN

Latar Belakang..................................................................................... Tujuan Penilitian.................................................................................. Hipotesa Penelitian .............................................................................. Kegunaan Penilitian.............................................................................


1 3 3 3

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit .................................................................. Daur Hidup Penyakit..................................................................... Gejala Serangan ............................................................................ Faktor Yang Mempengaruhi.......................................................... Pengendalian Penyakit ..................................................................
Fungisida Nabati.................................................................................. Fungisida Kimiawi...............................................................................

4 5 6 7 8 9 11

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... Metode Penelitian ................................................................................ Pelaksanaan Penelitian.........................................................................
Pengolahan Lahan......................................................................... Pembuatan Pestisida Nabati .......................................................... Penanaman Benih ......................................................................... Pemupukan ................................................................................... Pemeliharaan Tanaman ................................................................. Aplikasi Fungisida ........................................................................

13 13 13 15 15 15 16 16 16 17

v

Universitas Sumatera Utara


Panen ............................................................................................ Parameter Pengamatan.........................................................................
Intensitas Serangan Penyakit ......................................................... Produksi........................................................................................

17 17 17 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ................................................................................................... 20 Pembahasan ........................................................................................ 21

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... 26 Saran................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No Tabel


Hal

1. Rataan pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap serangan Helminthosporium turcicum (%) untuk setiap minggu pengamatan. ....... 20
2. Rataan pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap produksi jagung (ton/ ha)...................................................................................... 21

vii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No

Gambar

Hal

1. Jamur Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs. ................ 6 2. Gejala serangan hawar daun turcicum .................................................... 7 3. Rumus bangun Propineb ........................................................................ 11 4. Rumus bangun Heksaconazol ................................................................ 12 5. Histogram pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap
penyakit hawar daun (helminthosporium turcicum (pass.) leonard et suggs) (%) untuk setiap minggu pengamatan ............................................ 22 6. Histogram pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap produksi jagung ton/ha............................................................................... 25

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No

Lampiran

Hal

1. Bagan Penelitian. ................................................................................... 30 2. Bagan Tanaman Sampel......................................................................... 32 3. Deskripsi Tanaman Jagung Varietas Bisi 16........................................... 33 4. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan I .......................... 34 5. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan II......................... 35 6. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan III ....................... 36 7. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan IV ....................... 37 8. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan V ........................ 38 9. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan VI ....................... 39 10. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan VII ...................... 40 11. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan VIII ..................... 41 12. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan IX........................ 42 13. Rataan Intensitas Serangan Hawar Daun Pengamatan X......................... 43 14. Rataan Produksi Jagung (ton/ha) ............................................................ 44 15. Foto Penelitian ....................................................................................... 45

ix
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Syawaluddin, Effectiveness Test Plant Fungicides and Chemical Fungicides against Leaf Blight Diseases (Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) on Corn Plants (Zea mays L.) in the Lowlands.
This research aims to determine the effectiveness of control from chemical plant and chemical to the leaf blight disease (Helminthosporium turcicum) on maize crops in the lowlands.
This research was conducted in the UPT-BBI Crop Tanjung Selamat, Deli Serdang with the altitude ± 25 m above sea level. This research was conducted from August 2009 to November 2009.
This research used randomized block design method (RAK) non-factorial consisting of K0 (control / no treatment), K1 (piper betle leaf solution 300 gr/litre of water), K2 (fragrant grass leaves solution 300 gr/ litre of water) , K3 (the active ingredient chemical fungicides propineb 1,4 gr/ litre of water), K4 (the active ingredient chemical fungicides heksaconazol 1 ml/ litre of water). The observed parameters are intensity attacks Helminthosporium turcicum Pass .(%), and maize production (Ton / Ha).

The results showed that attack intensity of disease Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs the highest to the lowest in the last observation, respectively K0 (control) of 58,80%, K2 (fragrant grass leaves solution 300 gr/ litre of water) for 57,42%, K1 (piper betle leaf solution 300 gr/ litre of water) of 57,03%, K3 (propineb 1,4 gr/ litre of water) of 54,87% and K4 (1 ml heksaconazol/ litre of water) of 54,31%. Production highest to lowest, respectively K4 (heksaconazol 1 ml /liter of water) of 9,75 ton/ha, K3 (propineb 1,4 gr/liter of water) of 9,51 ton/ha, K1 (300 piper betle leaf solution gr/liter of water) of 8,41 ton/ha, K2 (a solution of lemon grass leaves 300 gr/liter of water) of 8,39 ton/ha and lowest in the K0 treatment (control) of 8,31 ton/ha.
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Syawaluddin, Uji Efektifitas Fungisida Nabati dan Fungisida Kimia Terhadap Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Dataran Rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengendalian secara nabati dan kimia terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum) pada tanaman jagung di dataran rendah.
Penelitian ini dilaksanakan di UPT-BBI Palawija Tanjung Selamat, Deli Serdang dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai bulan November 2009.
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari K0 (Kontrol/tanpa perlakuan), K1 (Larutan daun sirih 300 gr/ liter air), K2 (Larutan daun sereh 300 gr/ liter air), K3 (Fungisida kimia bahan aktif propineb 1,4 gr/ liter air), K4 (Fungisida kimia bahan aktif heksaconazol 1 ml/ liter air). Parameter yang diamati adalah Intensitas Serangan Helminthosporium turcicum Pass.(%), dan produksi jagung (Ton/Ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs yang tertinggi sampai yang terendah pada pengamatan terakhir masing- masing adalah K0 (kontrol) sebesar 58,80%, K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) sebesar 57,42% , K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) sebesar 57,03%, K3 (propineb 1.4 gr/l.air) sebesar 54,87% dan K4 (heksaconazole 1 ml/l.air) sebesar 54,31%. Produksi tertinggi hingga terendah masing-masing adalah K4 (heksaconazole 1 ml/l.air) sebesar 9,75 ton/ha, K3 (propineb 1.4 gr/l.air) sebesar 9,51 ton/ha, K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) sebesar 8,41 ton/ha, K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) sebesar 8,39 ton/ha dan terendah pada perlakuan K0 (kontrol) sebesar 8,31 ton/ha.
ii
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian
dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn (Departemen Pertanian, 2002).
Di Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan jagung juga semakin meningkat, namun tidak diikuti oleh peningkatan produksi sehingga terjadi kekurangan setiap tahunnya sebesar 1,3 juta ton yang harus dipenuhi melalui impor. Untuk menutupi kekurangan pasokan jagung perlu diupayakan melalui peningkatan produksi (Departemen Pertanian, 2002).
Kebutuhan akan jagung semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri pakan dan pangan. Namun, produksi jagung nasional belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga volume dan nilai impor jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Pusat Data Pertanian, 2001).
Selain untuk tanaman pangan, jagung juga banyak digunakan untuk pakan. Data menunjukkkan sekitar 60% jagung di Indonesia digunakan sebagai bahan baku industri, 57% diantaranya untuk pakan. Hal ini merupakan tantangan
Universitas Sumatera Utara


sekaligus peluang bagi pengembangan jagung di dalam negeri (Pusat Data Pertanian, 2001).
Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan, pangan, dan industri lainnya semakin meningkat. Sekitar 3,5 juta ton biji jagung per tahun diserap oleh pabrik pakan di Jawa Timur, dan sisanya sekitar 2,0 juta ton diserap oleh pabrik pakan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Untuk pakan ternak monogastrik (unggas dan babi) diperlukan tambahan asam amino esensial lisin dan triptofan dari sumber lain yang sebagian besar masih diimpor. Pada tahun 2004, di Cilegon, Banten, telah beroperasi pabrik pengolahan jagung terpadu untuk menghasilkan tepung, protein, minyak, dan tetes jagung dengan kapasitas 1.000 ton biji jagung per hari atau 330.000 ton jagung per tahun, di mana 70% bahan bakunya masih diimpor (Azrai dkk, 2005).
Di Indonesia, penyakit hawar daun jagung pertama kali dilaporkan berjangkit di dataran tinggi Sumatera Utara pada tahun 1917. Gejala penularannya ditandai oleh munculnya bercak daun yang kemudian berkembang melebar hingga daun jagung mengering. Jika penularan terjadi pada varietas rentan maka tanaman akan mati (Badan Penelitian Tanaman Serealia, 2005).
Varietas tahan merupakan komponen pengendalian yang dianjurkan hingga saat ini. Aplikasi fungisida hanya disarankan untuk pengendalian pada pertanaman produksi benih, dengan cara menyemprotkan pada saat bercak mulai tampak di daun. Teknik pengendalian lainnya yang pernah dianjurkan di Sumatera Utara adalah sanitasi dan pemupukan berimbang (Badan Penelitian Tanaman Serealia, 2005).
Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas pengendalian secara nabati dan kimia
terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum) pada tanaman jagung (Zea mays L.) di dataran rendah. Hipotesa Penelitian
Diduga ada perbedaan keefektifan fungisida nabati dan kimia untuk mengendalikan Helminthosporium turcicum pada tanaman jagung (Zea mays L.). Kegunaan Penelitian - Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit

Klasifikasi jamur Helminthosporium turcicum menurut Alexopoulus and

Mims (1979) adalah :


Divisio

: Amastigomyceta

Sub Divisio : Deuteromycotina

Kelas

: Deuteromycetes

Sub Kelas : Hyphomycetidae

Ordo

: Hyphales

Family

: Dematiaceae


Genus

: Helminthosporium

Spesies

: Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs.

Dari Dematiaceae- Phragmospore, marga Helminthosporium kebanyakan

menyerang Graminae. Ini mempunyai konidiofor tegak dan kuat, berwarna coklat.

Konidium seperti kumparan atau seperti gada panjang, sering agak bengkok,

bersekat banyak berwarna coklat, konidium berdinding tebal. Marga

Helminthosporium dipecah menjadi beberapa marga, antara lain Drechslera,

Bipolaris, dan Exserohilum. Helminthosporium turcicum (Exserohilum turcicum)

menyerang bunga dan daun jagung (Semangun, 1996)

Penyakit hawar daun (leaf blight) turcicum disebabkan oleh jamur

Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs. Jamur membentuk

konidiofor yang keluar dari mulut daun (stomata), satu atau dua dalam kelompok,

lurus atau lentur, berwarna coklat, panjangnya sampai 300 μm, tebal 7-11 μm,

Universitas Sumatera Utara

secara umum 8-9 μm. Konidium lurus atau agak melengkung, jorong atau berbentuk gada terbalik, pucat atau berwarna coklat jerami, halus mempunyai 4-9 sekat palsu, panjang 50-144 (115) μm, dan bagian yang paling lebar berukuran 18-33 μm, kebanyakan 20-24 μm. Konidium mempunyai hilum menonjol dengan jelas, yang merupakan ciri dari marga Drechslera. Dalam biakan murni, D. turcicum membentuk askus dalam peritesium. Stadium sempurna dari jamur ini disebut Setosphaeria turcica (Luttrell) Leonard et Suggs atau Trichometasphaeria turcica (Pass.) Luttrell (Holliday, 1980).
Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium turcicum merupakan salah satu penyakit utama pada jagung setelah bulai. Patogen ini menular melalui udara sehingga mudah menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59%, terutama bila penyakit menginfeksi tanaman sebelum bunga betina keluar (Poy 1970).
Daur Hidup Penyakit
Jamur Helminthosporium turcicum dapat bertahan hidup pada tanaman jagung yang masih hidup, beberapa jenis rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit, dan pada biji jagung. Konidium jamur ini disebarkan melalui angin. Di udara, konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun,1991).
Sporulasi Helminthosporium turcicum di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah itu spora lepas, kemudian terbawa oleh angin dan
Universitas Sumatera Utara

hinggap pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi,

melakukan penetrasi awal, kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus

hidup cendawan Exserohilum turcicum berlangsung 2–3 hari. Dalam 72 jam satu

bercak

mampu

menghasilkan

100–300

konidia

(Govitawawong dan Kengpiem, 1975).

a

b

Sumber: Shurtleff 1980

Sumber: Foto Langsung

Gambar 1. Jamur Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs.

Keterangan : a = konidium b = sekat konidium

Gejala Serangan

Gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan H. turcicum adalah bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna cokelat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun. Isolat Helminthosporium turcicum yang ditumbuhkan pada media potato dextrose agar (PDA) berwarna hitam putih keabuan dengan zonasi beraturan dan tidak beraturan. Konidia mulai terlihat setelah 6 hari dan semakin banyak pada 12

Universitas Sumatera Utara

hari. Bentuk konidia agak melengkung, ujungnya tumpul, bersekat −310 buah (Shurtleff, 1980).
x x
Gambar 2. Gejala serangan hawar daun turcicum Sumber : Foto Langsung
Tanaman jagung yang tertular Helminthosporium turcicum, gejala awalnya muncul bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua/hijau kelabu kebasahan. Selanjutnya, bercak-bercak tadi berubah warna menjadi coklat kehijauan. Bercak kemudian membesar dan mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Lebar bercak 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi lebar dapat mencapai 5 cm dan panjang 15 cm. Konidia banyak terbentuk pada kedua sisi bercak pada kondisi banyak embun atau setelah turun hujan, yang menyebabkan bercak berwarna hijau tua beledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda. Beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercak yang lebih besar sehingga dapat mematikan jaringan daun Pertanaman jagung yang tertular berat tampak kering seperti habis terbakar (Semangun, 1991).
Faktor yang Mempengaruhi Jarak tanam yang rapat menyebabkan kelembaban udara di sekitar
tanaman menjadi lebih tinggi dan suhu menjadi optimal bagi perkembangan
Universitas Sumatera Utara

Helminthosporium turcicum. Suhu optimal untuk pertumbuhan, pembentukan, dan perkecambahan konidia Helminthosporium turcicum adalah 200C- 260C (Renfro and Ultstrup 1976).
Tanaman jagung yang terinfeksi penyakit hawar daun pada fase vegetatif menyebabkan tingkat penularan yang lebih berat dibanding bila penularan terjadi pada tanaman yang lebih tua dan ini akan berpengaruh terhadap kehilangan hasil (Sumartini dan Sri Hardaningsih 1995). Namun menurut Sudjono (1988), jika tanaman jagung tertular sebelum keluar rambut (bunga betina) dapat menyebabkan kehilangan hasil 59%. Kehilangan hasil akibat H. turcicum dapat mencapai 100% atau puso pada tingkat penularan yang berat (Roliyah 2000).
Perkembangan penyakit ditentukan oleh kondisi lingkungan. Suhu optimal untuk perkembangan penyakit adalah 200− 300C (Schenck and Steller 1974). Keadaan suhu tersebut umum dijumpai pada areal pertanaman jagung di Indonesia sehingga hawar daun hampir selalu ditemukan pada setiap musim tanam. Patogen dalam bentuk miselium dorman juga mampu bertahan hingga satu tahun pada sisa tanaman jagung (Shurtleff 1980; Sumartini dan Srihardiningsih 1995) sehingga penyakit bersifat laten serta mampu menyebabkan serangan secara sporadis yang serius terutama pada varietas rentan (Pakki, 2005).
Pengendalian Penyakit
Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang mudah, murah, dan aman bagi lingkungan (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Menurut Sudjono (1988) jenis Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap Helminthosporium turcicum.
Universitas Sumatera Utara

Pengendalian Helminthosporium turcicum pada daerah endemis dapat dilakukan dengan pembenaman sisa-sisa panen untuk mengurangi sumber inokulum awal. Cara ini efektif menekan intensitas serangan pada daerah endemis H. turcicum (Summer dan Litteral, 1974)
Helminthosporium turcicum selain menginfeksi tanaman jagung, juga dapat merusak beberapa jenis gulma atau tanaman inang alternatif. Oka (1993) mengemukakan bahwa untuk mengendalikan penyakit tanaman, maka sumber inokulum awal (X) harus dihilangkan/dikurangi. Pengolahan tanah yang baik dan penyiangan yang sempurna dapat menekan/mengurangi sumber inokulum awal.
Pengendalian secara biologis dengan menggunakan mikroorganisme antagonis belum banyak dilaporkan. Cendawan antagonis Trichosporom sp. (Wang dan Wu 1987) dan bakteri Pseudomonas cepacia (Upadhyal dan Jasaswal 1992) berpotensi dikembangkan di areal pertanaman jagung.
Jika diperlukan, penyakit ini dapat dikendalikan dengan fungisida dengan bahan aktif carbendazin 6,2% + mancozeb 73,8%, mancozeb 80%, trishloromethylthio-4-cyclohexene-1,2-dicarboximide (Muis dkk, 2000).
Fungisida Nabati Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang
bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegerable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak (Kardinan, 2004).
Universitas Sumatera Utara

Untuk menghasilkan bahan pestisida nabati dapat dilakukan beberapa teknik, diantaranya:
1. Pengerusan, penumbukan, pembakaran, atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta.
2. Rendaman untuk produk ekstrak. 3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan
khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan khusus. (Kardinan, 2004) Sirih (Piper betle L.)
Dalam daun sirih terkandung beberapa senyawa seperti minyak atsiri, zat penyamak, cineole, dan yang terpenting senyawa alkoloid. Komposisi kimia pada tanaman sirih yaitu, saponi, flafonida dan polypenol mampu memberikan ketahanan pada tanaman. Senyawa fenol yang terkandung pada daun sirih dapat berfungsi sebagai penahan serangan patogen. Dengan cara menghambat sporulasi dari patogen, sehingga tanaman dapat terlindung (Hendra dkk, 1995).
Ekstrak daun sirih telah dikembangkan dalam beberapa bentuk sediaan misal pasta gigi, sabun, obat kumur karena daya antiseptiknya. Sediaan perasan, infus, ekstrak air-alkohol, ekstrak heksan, ekstrak kloroform maupun ekstrak etanol dari daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap gingivitis, plak dan karies (Sari dan Dewi, 2006). Sereh (Andropogon nardus L.)
Sereh dapat berfungsi sebagai insektisida dan fungisida yang mengandung bahan aktif atsiri yang terdiri dari senyawa sintral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenon dan dipentena. Serai menghasilkan minyak pati
Universitas Sumatera Utara

yang dikenal sebagai `citronella oil’ di pasaran. Minyak sitronela mengandung dua bahan kimia penting yaitu sitronelal dan geraniol. Sitronelal dan geraniol digunakan untuk bahan dasar pembuatan ester-ester seperti hidroksi sitronelal, genaniol asetat dan mentol sintetik yang mempunyai sifat lebih stabil dan banyak digunakan dalam industri wangi-wangian (Kardinan, 2004).
Fungisida Kimiawi Propineb
Fungisida dari kelompok ditiokarbamat merupakan fungisida sintetik organik generasi pertama yang hingga kini paling banyak digunakan di seluruh dunia. Propineb ditemukan pada tahun 1963. Fungisida ini bersifat non sistemik, non spesifik, dan multisite inhibitor. Propineb digunakan sebagai protektan dengan cara disemprotkan untuk menghambat perkecambahan spora. Dengan rumus kimia C5H8N2S4Zn (Djojosumarto, 2008).
Propineb yang terdapat pada produk yang digunakan bertuliskan 70 WP, yang artinya dalam 1 Kg produk terdapat 700 gr bahan aktif propineb dengan berbentuk tepung. WP adalah formulasi bentuk tepung yang bila dicampur air akan membentuk suspensi yang penggunaannya dengan cara disemprotkan (Djojosumarto, 2000).
Gambar 3. Rumus Bangun Propineb Sumber : Shanghai Kima Chemical, 2008
Universitas Sumatera Utara

Heksakonazol Merupakan fungisida golongan triazol, ditemukan pada tahun 1986, yang
berspektrum luas, bersifat kuratif dan protektan mengendalikan jamur patogen. Bekerja secara sistemik ke seluruh bagian tanaman melalui pembuluh kayu (xylem) dengan rumus kimia C14H17Cl2N3O (Djojosumarto, 2008).
Heksaconazole yang terdapat pada produk yang digunakan bertuliskan 50EC, yang artinya dalam 1 liter produk terdapat 500 ml bahan aktif heksaconazole. EC merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan konsentrasi bahan aktif yang cukup tinggi. Konsentrat cair ini akan membentuk emulsi (butiran benda cair melayang dalam media cair lain) (Djojosumarto, 2000).
Gambar 4. Rumus Bangun Heksaconazol Sumber : Chemblink, 2008
Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Balai Benih Induk Tanjung Selamat, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2009.
Bahan dan Alat Penelitian Adapun bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih
jagung Bisi 16, fungisida nabati dari larutan daun sirih, larutan daun sereh wangi, fungisida kimia dengan bahan aktif propineb, heksaconazol, air, teepol dan bahan pendukung lainnya.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, ember, knapsack, tugal, meteran, tali plastik, papan nama, papan sampel, cat, kuas, alat tulis dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapangan dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari: K0 = Kontrol K1 = Larutan daun sirih dengan dosis 300 gr/ liter air K2 = Larutan daun sereh dengan dosis 300 gr/ liter air K3 = Fungisida kimia bahan aktif propineb dengan dosis 1,4 gr/ liter air K4 = Fungisida kimia bahan aktif heksaconazol dengan dosis 1 ml/ liter air Jumlah perlakuan = 5
Universitas Sumatera Utara

(t-1) (r-1) ≥ 15

(4-1) (r-1) ≥ 15

4r-4 ≥ 15

4r ≥ 19

r ≥ 4,75

r = 5 (pembulatan)

Jumlah ulangan = 5

Jumlah plot

: 5 x 5 = 25 plot

Jarak antar plot

: 50 cm

Paret keliling

: 30 cm

Ukuran plot

: 270 cm x 240 cm

Luas lahan

: 17,50 m x 16,00 m

Jarak tanam

: 70 x 30 cm

Jumlah tanaman per plot : 28 tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 700 tanaman

Metode linear yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + ρi + τj + εij
Dimana : Yij = data percobaan µ = efek nilai tengah ρi = efek blok dari taraf ke-i τj = efek perlakuan dari taraf ke-j εij = efek error

Universitas Sumatera Utara

Jika sidik ragam menunjukkan efek yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). (Sastrosupadi, 2000).
Pelaksaan Penelitian Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa- sisa gulma. Pengolahan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu dilakukan terlebih dahulu pencangkulan tanah sedalam 20- 30 cm (sedalam perakaran jagung). Kemudian meratakan tanah yang telah dicangkul sehingga bongkahan tanah menjadi halus, setelah itu tanah digemburkan kembali dengan membalik tanah sekaligus membuat petak- petak percobaan dengan ukuran yang telah ditentukan yaitu 2,7 m x 2,4 m.
Pembuatan Pestisida Nabati Larutan Daun Sirih
Daun sirih yang digunakan adalah daun yang masih segar yang dapat diperoleh di tempat penjualan sirih di pasar. Daun sirih disediakan sebanyak 300 gr. Pembuatan larutan daun sirih dilakukan dengan cara di blender dengan pelarut 1 liter air. Larutan diendapkan selama ± 1 jam kemudian disaring agar didapat larutan yang siap diaplikasikan (Hendra dkk, 1995). Larutan Daun sereh
Daun sereh dipilih yang bermutu baik, dengan cara memperhatikan ukuran dan aromanya. Pembuatan larutan dari sereh wangi dapat dilakukan dengan cara; daun sereh yang masih segar ditimbang sebanyak 300 gr kemudian dipotongpotong, selanjutnya di blender dengan pelarut 1 liter air. Larutan diendapkan
Universitas Sumatera Utara

selama ± 1 jam kemudian disaring agar didapat larutan yang siap diaplikasikan (Syamsuddin, 2003).
Penanaman Benih Penanaman benih jagung Bisi 16 dilakukan dengan menggunakan tugal
dengan kedalaman ± 2,5- 5 cm dan jarak tanam 30 cm x 70 cm. Pada setiap lubang dimasukkan terlebih dahulu pupuk kompos kemudian dimasukkan 2 benih jagung dan ditutup kembali dengan pupuk kompos dan tanah yang gembur. Bila kedua benih telah tumbuh maka dipilih satu tanaman saja yang paling bagus. Pemilihan tanaman ini dilakukan sebelum aplikasi pertama fungisida nabati dan kimia ke tanaman.
Pemupukan Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCL. Dosis pupuk yang
digunakan untuk Urea adalah 350 kg/ ha untuk dua kali pemupukan, SP-36 sebanyak 200 kg/ ha dan KCL sebanyak 50 kg/ ha. Pada pemupukan pertama sebagai pupuk dasar, Urea yang digunakan adalah 200 kg/ ha (sekitar 4,2 gr/ tanaman), SP-36 sebanyak 4,2 gr/ tanaman dan KCL sebanyak 1, 05 gr/ tanaman. Dengan jarak pemberian 10 cm dari tanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada 35 hst, pupuk yang diberikan hanya urea dengan dosis 150 kg/tanaman (sekitar 3,15 gr/tanaman) dengan jarak pemberian 15 cm dari tanaman (Syafruddin dkk, 2007).
Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan gulma, penyiraman,
penyulaman, pembumbunan tanah dan pengendalian hama dan penyakit.
Universitas Sumatera Utara

Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali pada 3 minggu setelah tanam (MST) dan 6 MST dengan menggunakan cangkul yang bertujuan untuk membersihkan gulma dari areal pertanaman. Penyiraman dilakukan 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari apabila kondisi tanah kering, tetapi apabila hujan penyiraman tidak dilakukan. Penyiraman dilakukan cukup disekitar perakaran.
Penjarangan dilakukan pada saat umur tanaman 14 hari dengan meninggalkan satu tanaman yang terbaik terutama tanaman sampel pada setiap lubang tanam untuk parameter pengamatan.
Pembumbunan dilakukan dengan menimbun tanah pada batang bawah tanaman jagung yang bertujuan untuk menutupi akar yang terbuka dan untuk membuat pertumbuhan tanaman tetap tegak dan kokoh.
Aplikasi Fungisida Aplikasi fungisida nabati dan kimiawi dilakukan sebanyak 1 kali dalam
seminggu yang dimulai pada saat patogen mulai menyerang tanaman (kurang dari 1%) 21 hari setelah tanam (HST) sampai 84 HST (10 kali aplikasi) dengan menggunakan knapsack. Aplikasi dilakukan pada saat sore hari.
Panen Kriteria panen pada jagung umumnya kira- kira setelah tanaman berumur
100 hari pada saat daun telah menguning dan kering ini pun tergantung kepada varietas jagung yang digunakan, biji jagung telah berwarna kuning kemerahan dan telah mengeras, klobot daun telah menguning dan kering dan rambut berwarna coklat kehitaman.
Universitas Sumatera Utara

Parameter Pengamatan Intensitas Serangan Penyakit
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah intensitas serangan Helminthosporium turcicum pada daun tanaman jagung. Pengamatan pertama dilakukan pada 15 hst (sebelum aplikasi pertama fungisida), dengan interval waktu pengambilan data satu kali dalam seminggu. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan : IS : Intensitas Serangan Penyakit n : Jumlah daun dari kategori serangan v : Nilai skala dari kategori serangan Z : Nilai skala dari kategori serangan tertinggi N : Jumlah seluruh daun yang diamati
Kategori nilai skor serangan: 0 : Tidak ada gejala serangan 1 : Luas kerusakan pada permukaan daun 1- 5 % 3 : Luas kerusakan pada permukaan daun 6- 25% 1. : Luas kerusakan pada permukaan daun 26- 50% 7 : Luas kerusakan pada permukaan daun 51- 75% 9 : Luas kerusakan pada permukaan daun 76- 100% (Sujono dan Sudarmadi, 1989)
Universitas Sumatera Utara

Produksi Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih biji jagung pipilan pada
akhir masa percobaan yang dikonversikan ke dalam ton/ha, dengan menggunakan rumus: Keterangan: Th = Taksasi hasil La = Luas areal tanaman Hs = Rata- rata hasil tanaman sampel Pt = Persentase tumbuh tanaman Jt = Jarak tanam (Tim Bimbingan Teknis BPTP/LPTP, 1999)
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian uji efektivitas fungisida nabati dan fungisida kimia

terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum (pass.) leonard et

suggs) pada tanaman jagung (zea mays L.) di dataran rendah adalah sebagai

berikut :

1. Intensitas Serangan Helminthosporium turcicum

Hasil pengamatan mingguan intensitas serangan (%) hawar daun jagung

(Helminthosporium turcicum) dari pengamatan 21 HST- 84 HST dapat dilihat

pada lampiran 4 sampai dengan 15. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat

adanya perbedaan yang tidak nyata pada pengamatan ke I- III, nyata pada pada

pengamatan ke IV dan sangat nyata pada pada pengamatan ke V- X, maka

dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.

Rata-rata intensitas serangan (%) Helminthosporium turcicum pada

masing- masing perlakuan pada setiap minggu pengamatan dapat dilihat pada

tabel 1, berikut ini:

Tabel 1: Uji beda rataan pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap

serangan Helminthosporium turcicum (%) untuk setiap minggu

pengamatan.

Pengamatan (Minggu) Perlakuan
I II III IV V VI VII VIII IX

X

K0 0.24 7.15 12.42 19.88a 24.26A 30.03A 38.07A 45.10A 53.56A 58.80A

K1 0.27 6.95 12.52 18.45b 23.11A 27.83B 35.73B 44.30B 52.02C 57.03B

K2 0.27 7.17 12.32 18.48b 23.17A 28.48B 36.34B 44.41B 52.73B 57.42B

K3 0.00 7.04 11.98 18.06b 21.41B 26.04C 33.80C 42.65C 51.24D 54.87C

K4 0.13 7.16 12.39 18.05b 20.97B 24.72C 33.56C 42.32C 50.80D 54.31C

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5% (notasi huruf kecil) dan taraf 1% (notasi huruf besar).

Universitas Sumatera Utara

2. Produksi Jagung (ton/ha)
Hasil pengamatan produksi pipilan jagung kering dapat dilihat pada lampiran 16. Dari analisis produksi jagung dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata pada masing- masing perlakuan, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2: Uji beda rataan pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap
produksi jagung (ton/ha)
Perlakuan Produksi K0 7.92C K1 8.41B K2 8.39B K3 9.51A K4 9.75A
Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Keterangan perlakuan: K0 = Kontrol K1 = Larutan daun sirih dengan dosis 300 gr/ liter air K2 = Larutan daun sereh dengan dosis 300 gr/ liter air K3 = Fungisida kimia bahan aktif propineb dengan dosis 1,4 gr/ liter air K4 = Fungisida kimia bahan aktif heksaconazol dengan dosis 1 ml/ liter air
Pembahasan
1. Intensitas Serangan Helminthosporium turcicum Intensitas serangan Helminthosporium turcicum pada tabel 1 menunjukkan
bahwa serangan penyakit ini sudah ditemukan sejak pengamatan 21 HST, kecuali pada perlakuan K3 (propineb 1,4 gr/l.air)
Pada pengamatan I (21 HST) sampai dengan pengamatan III (35 HST) intensitas serangan berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan K0, K1, K2, K3,
Universitas Sumatera Utara

K4. Sedangkan pada pengamatan IV (42 HST) perlakuan K0 berbeda nyata terhadap perlakuan K1, K2, K3, K4.
Pada pengamatan V (49 HST), perlakuan K3 dan K4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K0, K1, dan K2. Perlakuan C3 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C4.
Pada pengamatan VI (56 HST) sampai pengamatan X (84 HST), perlakuan K0 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K1, K2, K3 dan K4. Sedangkan K1 tidak berbeda nyata pada K2 dan K3 tidak berbeda nyata pada K4.
Untuk melihat perbedaan yang nyata antara fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum (pass.) leonard et suggs) dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini:
Gambar 5. Histogram pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap penyakit hawar daun (helminthosporium turcicum (pass.) leonard et suggs) (%) untuk setiap minggu pengamatan.
Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa intensitas serangan pada pengamatan IV (42HST) terendah pada perlakuan K4 dengan nilai 18,05% dan tertinggi pada perlakuan K0 dengan nilai 19,88%. Pada 49 HST, intensitas serangan terendah
Universitas Sumatera Utara

pada perlakuan K4 dengan nilai 20,97% dan tertinggi pada K0 dengan nilai 24,26%. Pada 56 HST, intensitas serangan terendah pada perlakuan K4 dengan nilai 24,72% dan tertinggi pada K0 dengan nilai 30,03%. Pada 63 HST, intensitas serangan terendah pada perlakuan K4 dengan nilai 33,56% dan tertinggi pada K0 dengan nilai 38,07%. Pada 70 HST, intensitas serangan terendah pada perlakuan K4 dengan nilai 42,32% dan tertinggi pada K0 dengan nilai 45,10%. Pada 77 HST, intensitas serangan terendah pada perlakuan K4 dengan nilai 50,80% dan tertinggi pada K0 dengan nilai 53,56%. Pada 84 HST, intensitas serangan terendah pada perlakuan K4 dengan nilai 54,31% dan tertinggi pada K0 dengan nilai 58,80%.
Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa intensitas serangan antara perlakuan K3 dan K4 lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan K0, K1 dan K2. Ini menunjukkan bahwa fungisida kimia lebih efektif untuk mengendalikan penyakit hawar daun jagung (Helminthosporium turcicum (pass.) leonard et suggs), terutama untuk fungisida yang bersifat sistemik (K4/ heksaconazol).
Pada perlakuan fungisida kimia, perlakuan K4 (heksaconazol 1 ml/l.air) yang bersifat sistemik lebih efektif untuk menekan perkembangan hawar daun bila dibandingkan dengan perlakuan K3 (propineb 1,4 gr/l.air) yang bersifat kontak pada setiap minggu pengamatan. Hal ini dikarenakan fungisida kontak tidak dapat diserap oleh tanaman, tetapi hanya membentuk lapisan penghalang dipermukaan daun tanaman sehingga perkecambahan spora dan miselia jamur menjadi terhambat (Djojosumarto, 2000) dan lapisan penghalang ini dapat tercuci oleh curah hujan yang tinggi. Sedangkan fungisida sistemik bisa diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun) tetapi tidak atau hanya sedikit ditransportasikan ke
Universitas Sumatera Utara

bagian tanaman lainnya (Djojosumarto, 2008) sehingga lebih tahan lama di dalam jaringan tanaman dalam menghambat pertumbuhan jamur.
Pada perlakuan fungisida nabati, perlakuan K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) yang mengandung fenol mampu menahan serangan patogen dengan cara menghambat sporulasi dari patogen sehingga tanaman dapat terlindung dan bertahan sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hendra, et al (1995) bila dibandingkan dengan perlakuan K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) yang mengandung senyawa stronella dan golongan alkohol pada setiap minggu pengamatan. Penggunaan fungisida nabati (sirih dan sereh) berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan konidia maupun koloni jamur, sehingga mampu menekan pertumbuhan patogen penyebab penyakit hawar daun. Penggunaan daun sirih dan daun sereh tidak bersifat racun terhadap tanaman sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pada lampiran dapat dilihat bahwa rataan curah hujan pada bulan Agustus 2009 – November 2009 berkisar antara 49 mm pada bulan Agustus; 229,5 mm pada bulan September; 305,6 mm pada bulan Oktober dan 276,7 mm pada bulan November. Dengan suhu udara berkisar antara 26,3 oC (Agustus) , 26,2 oC (September) , 26,1 oC (Oktober) dan 25,8 oC (November) Untuk kelembaban udara pada bulan Agustus 2009 – November 2009 berkisar antara 89%- 90%. Faktor- fakor lingkungan berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur Helminthosporium turcicum (pass.) leonard et suggs. Hal ini didukung oleh pernyataan Sudjono (1989) bahwa perkembangbiakan penyakit dibantu oleh curah hujan yang tinggi, suhu yang relatif rendah dan intensitas penyinaran matahari
Universitas Sumatera Utara

yang kurang dan Semangun (1991) Kelembaban relatif untuk pertumbuhan jamur diatas 90% dengan suhu optimum pembentukan konidium 20-26 oC. 2. Produksi jagung (ton/ha)
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa produksi jagung pada perlakuan K3 dan K4 berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan K0, K1 dan K2. Dapat dilihat pada rataan produksi tertinggi yaitu pada perlakuan K4 dengan nilai 9,75 ton/ha dan terendah terdapat pada perlakuan K0 dengan nilai 7,92 ton/ha.
Produksi jagung berbanding terbalik dengan intensitas serangan, maksudnya apabila intensitas serangan tinggi maka produksinya rendah, begitu juga sebaliknya produksi yang didapat tinggi apabila intensitas serangan penyakit rendah. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan tabel 1 dan tabel 2.
Untuk melihat pengaruh dari masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata terhadap produksi jagung dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Histogram pengaruh fungisida nabati dan fungisida kimia terhadap produksi jagung ton/ha.
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Intensitas serangan tertinggi pada 84 HST (pengamatan X) terdapat pada perlakuan K0 (kontrol) sebesar 58,80%, K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) : 57,42% ; K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) : 57,03% , K3 (propineb 1,4 gr/l.air) 54,87% dan K4 (heksaconazol 1 ml/l.air) : 54,31%.
2. Perlakuan K4 (heksaconazol 1 ml/l.air) lebih efektif untuk menekan perkembangan hawar daun bila dibandingkan dengan perlakuan K3 (propineb 1,4 gr/l.air) pada setiap minggu pengamatan.
3. Perlakuan K1 (larutan daun sirih 300 gr/l.air) lebih efektif untuk menekan perkembangan hawar daun bila dibandingkan dengan perlakuan K2 (larutan daun sereh 300 gr/l.air) pada setiap minggu pengamatan.
4. Produksi jagung tertinggi pada perlakuan K4 (heksaconazol 1 ml/l.air) sebesar 9,75 ton/ha, dan terendah pada perlakuan K0 (kontrol) sebesar 8,31 ton/ha.
5. Fungisida kimia lebih efektif daripada fungisida nabati dalam mengendalikan penyakit hawar daun.
Saran
Diperl

Dokumen yang terkait

Uji Ketahanan Beberapa Varietas dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia polysora Underw) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Dataran Rendah

2 85 71

Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum Linn.)di Kecamatan Simpang Empat

1 47 79

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Dan Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia Polysora Underw) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Di Dataran Rendah

1 47 71

Pengelolaan Tanaman Terpadu Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun (H. turcicum Pass) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Tanah Karo

1 31 98

Pengelolaan Tanaman Terpadu Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun(Helminthosporium Turcicum Pass.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays. L) Di Tanah Karo

2 44 98

Penggunaan Beberapa Jamur Antagonis Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun(Phytophthora Infestans (mont.) De Bary) Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L) Di Lapangan

1 40 102

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L. ) Terhadap Penyakit Buiai (Peronosclerospora maydis) Racc Schaw Di Dataran Rendah

0 27 76

Uji Efektivitas Fungisida Sistemik Dan Fungisida Non Sistemik Terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun (Helminthosporium turcicum ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Tanah Karo

0 44 84

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Nabati Terhadap Penyakit Karat Daun (Puccinia Polysora U.) Pada Tanaman Jagung (Zea Mays Linn.) Di Dataran Rendah

0 59 61

Uji Efikasi Beberapa Fungisida Nabati Untuk Mengendalikan Hawar Daun (Helminthosporium maydis Nisik.) Pada Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Di Lapangan

2 35 105