Model pengembangan agribisnis jagung untuk mendukung ketahanan pangan berbasis gugus pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Provinsi Maluku

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG UNTUK
MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERBASIS GUGUS PULAU
DI KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA PROVINSI MALUKU

STEPHEN F.W. THENU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model
Pengembangan Agribisnis Jagung untuk Mendukung Ketahanan Pangan Berbasis
Gugus Pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Stephen F.W. Thenu
NIM H162080011

RINGKASAN
STEPHEN F.W. THENU. Model Pengembangan Agribisnis Jagung untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Berbasis Gugus Pulau di Kabupaten Maluku Barat
Daya (MBD) Provinsi Maluku. Dibimbing oleh SETIA HADI, HERMANTO
SIREGAR dan ENDAH MURNININGTYAS.
Pangan di wilayah gugus pulau memiliki peran sentral terutama
pulau-pulau kecil yang secara geografis cenderung terisolir. Adanya permasalahan
terkait dengan, rendahnya aksesisbilitas, bersifat subsisten, ketergantungan serta
rentannya pulau kecil terhadap perubahan musim dapat menimbulkan masalah
yang serius terhadap ketahanan pangan. Karena itu untuk menjamin ketahanan
pangan masyarakat, maka usahatani jagung harus dikembangkan secara simultan
antar setiap subsistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan

kendala pengembangan agribisnis jagung, menganalisis kelayakan usahatani dan
mendesain model pengembangan agribisnis jagung berbasis gugus pulau.
Penelitian dilaksanakan di Gugus Pulau (GP) Terselatan dan Gugus Pulau
(GP) Babar Kabupaten MBD. Sumber data meliputi data primer dan sekuder,
menggunakan Metode Survei dengan pengambilan sampel bertahap mulai dari
pemilihan gugus pulau, kecamatan dan desa secara (purposive sampling),
sedangkan pemilihan petani secara (stratified random sampling).
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah potensi dan kendala
antara lain; Potensi meliputi : (1) Jagung sebagai komoditas strategis, (2) Luas
lahan dan produksi dapat ditingkatkan, (3) Jagung sebagai pangan pokok, (4)
Petani konsisten pada jagung, (5) Kelembagaan usahatani yang kuat. Kendala
meliputi : (1) Produksi jagung rendah, (2) Motivasi petani rendah, (3) Bersifat
subsisten, (4) minim infrastruktur (5) Kekeringan dan kemasaman tanah. Hasil
analisis usahatani di GP Babar menunjukkan bahwa 81 petani (68%) memiliki
nilai BCR >1; 23 petani (19%) BCR < 1 dan 16 petani (13%) BCR = 1.
Sedangkan di GP Terselatan 97 petani (81%) memiliki nilai BCR >1; 20 petani
(17%) BCR < 1 dan 3 petani (2,5%) BCR = 1. Ini menunjukkan bahwa 68% 81% usatani jagung di kedua GP menguntungkan dan layak dikembangkan. Hasil
Analisis Biplot menunjukkan bahwa petani di GP Terselatan lebih cukup pangan
dibanding GP Babar dimana 27% petani di GP Babar cukup pangan dan (73%)
petani kurang cukup pangan. Sedangkan (65%) petani di GP Terselatan cukup

pangan dan (35%) kurang cukup pangan. Analisis Generalized Linear Models
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kecukupan pangan di
GP Babar dan GP Terselatan adalah : GP Babar : Produksi, Konsumsi, Anggota
Keluarga, interaksi Produksi dan Produk Olah, interaksi Produksi dan Konsumsi,
interaksi Konsumsi dan Anggota Keluarga, serta interaksi Produksi dan Anggota
Keluarga. Sedangkan GP Terselatan adalah : interaksi Produksi dan Dkisar,
interaksi Konsumsi dan Dkisar, interaksi Produksi dan Produk Olah, interaksi
Produksi dan Konsumsi, interaksi Konsumsi dan Anggota Keluarga, interaksi
Produksi dan Anggota Keluarga, interaksi Harga Jagung dan DKisar, interkasi
Lahan dan DKisar serta Anggota Keluarga. Kelembagaan tradisional: Sasi,
Masohi, Lutur dan Lumbung pangan merupakan kearifan lokal terintegrasi dengan
Strategi Pangan, melalui kombinasi sumber pangan dan pola tanam polikultur.
Kata kunci : agribisnis, gugus pulau, jagung, ketahanan pangan, usahatani

SUMMARY
STEPHEN F.W. Thenu. Development Model of Corn Agribusiness for
Supporting Food Security Basic on Islands Group in Southwest Maluku District
(MBD) Maluku Province. Supervised by SETIA HADI, HERMANTO SIREGAR
and ENDAH MURNININGTYAS.
Food in the islands group (GP) has a central role, especially in small

islands growing niche to be geographically isolated. Any problems associated
with the low accessibility, subsistence, dependence and vulnerability of small
islands to the changing seasons can cause serious problems for food security.
Therefore, to ensure food security of the community, the farming of corn should
be developed simultaneously throughouth all subsystems. This study aims to
identify potential and constraints of corn agribusiness farm and analyze the
feasibility of designing a model of cluster-based agribusiness of corn island..
The research was carried out in GP Babar and GP Terselatan MBD
district. Data sources include primary and secondary data. Survey methods were
conducted to collect primary data with stages starting from the selection of island
groups, sub-district and village by purposive sampling. The selection of farmers
was done using the stratified random sampling.
Research results show that there are a number of potential and constraints.
Among others potentials include: (1) Corn is a strategic comodoties, (2) total area
and production can be increased, (3) Maize is a staple food, (4) Farmers are
consistent in producing maize, (5) Institutions are strong farming. Constraints
include: (1) Low maize production, (2) Low motivation of farmers, (3) Corn
farming is subsistence, (4) Minimally of infrastucture (5) Drought and soil acidity.
Results of farm analysis of farming in GP Babar showed that 81 farmers (68%)
had a BCR> 1; 23 farmers (19%) with BCR 1; 20 farmers (17%)

with BCR 6 bulan kering hingga 5-6 bulan basah dan 5-6 bulan
kering.
Hasil survei lapangan Tim Faperta Unpatti (2007), menyatakan bahwa kawasan Maluku Barat Daya dan Maluku Tenggara Barat (MTB) terancam rawan
pangan, sehubungan dengan masalah kemarau panjang dan aksesibilitas. (Adam,
2008) menyatakan bahwa 73 % rumah tangga Kawasan MTB, tidak tahan pangan. Faktor potensial pemicu rawan pangan di wilayah ini meliputi : kekeringan,
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), perubahan pola makan dan
tingkat konsumsi, aksesibilitas, kinerja petani (etos kerja), kemiskinan serta gizi
dan kesehatan.
Keadaan masyarakat menghadapi faktor-faktor potensial diatas
menyebabkan status kondisi pangan masyarakat cenderung tidak tahan pangan,
artinya sumber pangan pokok tersedia, tetapi stoknya kurang kontinyu, sehingga
jika terjadi kondisi diatas, maka masyarakat langsung merasakan dampak
kekurangan pangan. Keadaan ini biasanya terjadi, karena pola stok pangan
masyarakat umumnya tersedia untuk satu musim tanam saja, sehingga jika
terjadi gagal panen maka tidak cukup stok pangan untuk musim berikutnya.
Semestinya stok pangan masyarakat yang aman adalah dua kali stok sebelumnya
sehingga bisa mengantisipasi kemungkinan gagal panen karena faktor-faktor
diatas.
Meskipun kondisi ketersediaan pangan tidak selalu stabil, namun
masyarakat di wilayah kepulauan selalu memiliki strategi pangan, dan ini

merupakan salah satu kunci sukses dari sistem ketahanan pangan lokal. Strategi
ini, sebagai sebuah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat, dan berperan sangat
penting dalam pengelolaan usahatani jagung di kawasan ini.
Setiap pulau memiliki kearifan lokal yang khas dalam menyiasati ketersediaan pangan, dan ini tercermin mulai dari tahap penyiapan lahan sampai pasca
panen. Pola tanam khas masyarakat adalah tumpang sari (multiple cropping),
namun yang lebih unik lagi yakni pola itawase . Itawase adalah pola bercocok
tanam beberapa jenis benih tanaman secara bersamaan dalam satu lubang tanam.
Pola ini bertujuan untuk memanfaatkan ketersediaan air dan hari hujan yang
cukup ekstrim di kawasan ini (di jumpai pada masyarakat/petani Pulau Kisar)
(Sahusilawane, et al. 2011). Pola seperti ini juga terdapat di pulau-pulau lainnya
di kawasan Maluku Barat Daya.

8

Selain pola tanam, maka ada pula beberapa pola penanganan pangan yang
khas antara lain : (a) pola panen ; berlangsung tidak serempak diatara kombinasi
setiap tanaman pangan yang ditanam secara tumpang sari dan itawase. Selain itu
untuk tanaman pangan tertentu di panen beberapa kali sesuai keperluan, (b) pola
penyimpanan ; menggunakan wadah/media (lokar, jerigen, kaleng, drum)
penyimpanan yang sederhana namun bisa memperpanjang masa simpan pangan

(c) pola pengolahan ; pengolahan bersifat sederhana sesuai dengan kebiasaan
masyarakat, sehingga ditemui berbagai jenis produk olahan instan (siap di
konsumsi) dan diolah seperlunya, namun dapat memperpanjang masa simpan
dan meningkatkan nilai tambah produk, dan (d) pola konsumsi; pola konsumsi
masyarakat bervariasi (pola makan campuran). Pola campuran seperti ini adalah
suatu tradisi yang sudah terpola dan merupakan bentuk antisipasi terhadap
berbagai resiko seperti : musim, daya beli masyarakat dan ketersediaan sumber
lauk pelengkap. Berdasarkan pola penanganan pangan tersebutlah, maka
masyarakat tetap bertahan dalam kodisi apapun di wilayah kepulauan.
Namun demikian karena kondisi geografi wilayah kepulauan, yang
didominasi laut, maka faktor alam (musim gelombang) ikut mempengaruhi
ketahanan pangan di wilayah ini. Pada waktu-waktu seperti ini, sumber pangan
dari luar wilayah dan aksesibilitas ke wilayah-wilayah ini menjadi terganggu,
sehingga semakin memperparah ketahanan pangan masyarakat. Hal seperti ini
merupakan siklus alam yang terjadi sepanjang tahun. Di sisi lain daya beli
masyarakat rendah, karena pendapatan masyarakat hanya bersumber dari ternak
peliharaan (babi, kambing/domba, ayam) dan hasil olahan pohon koli (gula dan
sopi) dalam skala kecil, dengan kondisi permintaan pasar lokal yang terbatas.
Kondisi seperti ini membuat pandapatan masyarakat tidak menentu, sehingga
secara alami ketahanan pangan masyarakat dari sisi daya beli pun sangat rentan

stabilitasnya.
Secara teoritis, semakin kecil pendapatan rumah tangga, maka proporsi
pengeluaran untuk konsumsi makanan semakin besar bila dibandingkan dengan
konsumsi non makanan. Itulah sebabnya peningkatan ketahanan pangan
masyarakat, merupakan sebagian dari seluruh upaya peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat khususnya di wilayah Maluku Barat Daya
Provinsi Maluku.
Bertolak dari berbagai faktor pemicu diatas dan upaya mengurangi bahkan
mencegah kemungkinan kejadian yang lebih buruk lagi, maka di perlukan sebuah konsep pemikiran tentang ketahanan pangan yang komprehensif dan terintegrasi. Untuk itu dengan mempertimbangkan jagung sebagai sumber pangan
utama di wilayah ini, maka sudah semestinya komoditas ini mendapat perhatian
lebih untuk dikembangkan.
Mempertahankan dan mengembangkan komoditas jagung di Kabupaten
MBD tidak cukup hanya dengan pola usahatani subsisten tanpa introduksi
teknologi, ekstensifikasi, kelembagaan, modal, manajemen dan berbagai unsur
pendukung lainnya. Karena dalam jangka panjang tidak akan berkelanjutan
seiring perkembangan wilayah dan pertumbuhan penduduk. Karena itu
paradigma pembangunan pertanian perlu diubah dengan pendekatan agribisnis.
Agribisnis yang dimaksud bukanlah seradikal ataupun seideal yang digambarkan
dalam konsep agribisnis modern. Namun harus mempertimbangkan kondisi
eksisting pada wilayah pengengembangannya.


9

Secara faktual praktek agribisnis jagung ini sudah lama ada di MBD,
meskipun dalam fungsi sistem agribisnisnya yang belum sepenuhnya
terintegrasi. Hal ini nampak pada bentuk pengelolaan, setiap subsistem masih
belum memadai karena terkendala dengan faktor-faktor pembatas diatas. Untuk
itu perlu perbaikan dan pengembangan sistem agribisnis jagung melalui
pembenahan setiap subsistem agar dapat berfungsi secara memadai.
Pengembangan yang diharapkan bersifat spesifik lokal serta berbasis pada
kearifan lokal masyarakat kepulauan. Artinya bahwa model pengembangannya
memanfaatkan setiap potensi dilingkungan petani dan petani bisa beradaptasi
sesuai dengan kapasitasnya.
Jika jagung bisa dikembangkan intensif dengan pendekatan sistematik
melibatkan berbagai komponen pendukung (teknologi, SDM, kelembagaan,
manajemen, sarana-prasarana dan kebijakan Pemerintah) secara efektif dan
efisien, maka dipastikan akan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas
jagung di Maluku. Pengembangan agribisnis ini, disamping untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas usahatani (supply side), juga meningkatkan nilai
tambah (added value) dari komoditas jagung yakni produk primer (sub-sistem

usahatani) menjadi produk olahan intermediate dan finishing product (subsistem hilir).
Peningkatan nilai tambah produk olahan ini, turut meningkatkan daya
saing produk jagung terhadap produk pangan lainnya, sekaligus dapat memacu
permintaan terhadap produk jagung (demand side) dari dalam maupun luar
wilayah. Disisi lain, disamping sebagai sumber pangan pokok, jagung juga
merupakan bahan baku pakan ternak dan bahan baku industri pangan, sehingga
peluang pengembangan jagung ini prospektif dan sangat potensial.
Dengan demikian sasaran utama pengembangan sistem agribisnis jagung
ini, diharapkan mampu menunjang ketahanan pangan lokal dan selanjutnya
berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani).
Bertolak dari latar belakang dan gambaran permasalahan tentang potensi
dan kendala pengembangan jagung di Kabupaten Maluku Barat Daya, maka
dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Sejauhmana potensi dan kendala pengembangan agribisnis jagung
berbasis gugus pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya?
2. Apakah usahatani jagung layak untuk dikembangkan di Kabupaten
Maluku Barat Daya?
3. Apakah dengan berkembangnya agribisnis jagung akan meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat di Kabupaten Maluku Barat Daya?
Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian maka dirumuskan
beberapa tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi potensi dan kendala pengembangan agribisnis jagung
berbasis gugus pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya
2. Menganalisis kelayakan usahatani jagung di Kabupaten Maluku Barat
Daya
3. Mendesain model pengembangan agribisnis jagung berbasis gugus pulau
untuk mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Maluku Barat Daya

10

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini di diharapkan berguna untuk memperkaya khasanah
penelitian tentang jagung. Selain itu diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi :
1. Pemerintah Daerah : sebagai masukan dalam rangka pengambilan
keputusan dan kebijakan pengembangan jagung sebagai komoditas
spesifik lokal mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Maluku Barat
Daya.
2. Pelaku usaha : baik petani maupun pengusaha/pelaku bisnis jagung,
sebagai informasi yang cukup koprehensif tentang jagung dan model
pengembangannya, dalam upaya peningkatan usahanya.
3. Peneliti lain : penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi
penelitian sejenis sekaligus menjadi dasar penelitian lanjutan dan bahan
kajian bagi pengembangan agribisnis jagung di wilayah Kabupaten
Maluku Barat Daya.
4. Model agribisnis jagung untuk mendukung ketahanan pangan berbasis
gugus pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya diharapkan dapat menjadi
model rujukan yang dapat diterapkan di wilayah kepulauan lainnya.
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Lingkup penelitian
Pengembangan agribisnis jagung berbasis gugus pulau pada sentra
produksi jagung di Kepulauan Terselatan dan Kepulauan Babar Kabupaten
Maluku Barat Daya Provinsi Maluku.
Batasan Penelitian
Konsep agribisnis yang ditonjolkan dan keragaan pengelolaan agribisnis
jagung berbasis kearifan lokal yang sesuai kondisi eksisting kepulauan.
Ketahanan pangan yang ingin dicapai adalah dari aspek kecukupan/ketersediaan
pangan rumah tangga petani jagung.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dan Lingkup Sektor Agribisnis
Kondisi perekonomian Indonesai mulai bergeser dari yang semula di
dominasi oleh peranan sektor primer khususnya pertanian, kini peranan itu
digantikan oleh sektor lain. Disamping itu adanya kemauan politik (political will)
pemerintah yang mengarahkan perekonomian nasional berimbang antara sektor
pertanian dan sektor industri. Oleh karena itu perkembangan sektor pertanian dan
industri menjadi saling mendukung (Soekartawi, 2003).
Dimasa lalu, ketika orientasi pembangunan pertanian terletak pada
peningkatan produksi, yang menjadi motor penggerak sektor agribisnis adalah
usahatani. Artinya komoditi yang dihasilkan usahatanilah yang menentukan
perkembangan agribisnis hulu dan hilir. Hal ini sesuai pada masa lalu, karena
target kita masih bertujuan untuk mencapai tingkat produksi semaksimal
mungkin. Selain itu konsumen juga belum menuntut pada atribut-atribut yang
lebih rinci dan lengkap.
Dewasa ini dan di masa akan datang, orientasi sektor telah berubah kepada
orientasi pasar. Dengan adanya perubahan preferensi konsumen yang semakin
menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap, maka motor penggerak
sektor agribisnis, harus berubah dari usahatani kepada usaha pengolahan
(agroindustri). Artinya untuk mengembangkan sektor agribisnis yang modern dan
berdaya saing, agroindustri menjadi penentu kegiatan pada subsistem usahatani
dan selanjutnya akan menentukan subsistem agribisnis hulu.
Pergerakan sektor agribisnis memerlukan kerjasama berbagai pihak terkait,
yakni pemerintah, swasta, petani dan perbankan, agar sektor ini mampu
memberikan sumbangan terhadap devisa negara. Kebijakan peningkatan investsi
harus didukung oleh penciptaan iklim investasi yang kondusif, termasuk juga
birokrasi, akses kredit serta peninjauan peraturan perpajakan dan tarif pajak untuk
sektor agribisnis (Gumbira dan Febriyanti, 2005).
Struktur ekonomi nasional, regional dan lokal berbasis sektor pertanian
primer dengan orientasi produksi dan kegiatan industri berbasis pertanian
(agroindustri), diharapkan dapat meningkatkan pendapatan riil petani, nilai
tambah dan orientasi pasar. Semuanya dapat dicapai melalui perubahan paradigma
pembangunan pertanian melaui pendekatan agribisnis (Saragih, 2001).
Berdasarkan jenis dan penggunaan produk akhir, agribisnis di Indonesia
dapat digolongkan menjadi 5 kelompok agribisnis yaitu : (1) Agribisnis pangan,
minuman dan pakan dengan produksi akhir utama bahan-bahan pangan dan
minuman segar (segar, olahan) dan bahan-bahan pakan ternak dan ikan termasuk
dalam golongan ini adalah agribisnis yang berbasis pada biji-bijian, tanaman
hortikultur